Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal
dalam kehidupan. Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi
yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Mansjoer
dkk, 2001). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia menyebutkan
bahwa angka kematian ibu tahun 2007 sebesar 228 per 100.000 kelahiran
hidup. Angka ini turun ideal dalam melahirkan, terlalu banyak anak dan terlalu
dekat jarak melahirkan.
Pada Pre Eklampsia Berat (PEB) timbul berbagai manifestasi klinik dan
komplikasi yang dapat menyebabkan syok dan kematian sehingga diperlukan
perawatan di Rumah Sakit. Apabila kehamilan lebih dari 36 minggu dan
maturitas paru ditetapkan dilakukan induksi persalinan atau persalinan dengan
Sectio Caesarea (Bobak, Lawdermilk, Jensen, 2004). Sectio Caesarea (SC)
adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding rahim (Mansjoer dkk, 2004). Di Indonesia angka kejadian SC
sekitar 30% di tahun 2002. Di RSCM Jakarta, sebagai rumah sakit pusat
rujukan mempunyai angka kejadian rata-rata 41,2 % dengan 18 % diantaranya
adalah kasus seksio sesarea elektif. Di RSUP Malalayang, tahun 2001 terdapat
489 kasus, tahun 2002 ada 556 kasus dan tahun 2003 terdapat 493 kasus
(Karkata, 2007).
Angka kejadian SC di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
kabupaten banyumas cukup tinggi, tahun 2007 sebanyak 771 kasus, 2008
sebanyak 774 kasus, 2009 terdapat sebanyak 517 kasus (Profil RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto, 2009). Ada beberapa indikasi dalam persalinan
dengan SC antara lain Letak sungsang, SC berulang, kehamil prematuritas,
kehamilan dengan resiko tinggi, kehamilan ganda, kehamilan dengan pre
eklampsia dan eklampsia (Manuaba, 2001). Peningkatan angka persalinan

1
caesar beberapa tahun belakangan tidak dijelaskan dengan manfaat yang jelas
untuk bayi dan ibu. Oleh karena itu, perlu diberikan informasi kepada ibu dan
pelayanan kesehatan mengenai risiko kanan dan kirinya masih bengkak,
penglihatannya masih kabur, kadangkadang pusing dan dada terasa sesak dan
luka bekas operasi masih nyeri. Selama persalinan dan sampai sekarang
keluarga sangat mendukung karena kelahiran anaknya sudah sangat lama
dinanti. Perempuan itu juga mengatakan yang dia butuhkan sekarang adalah
perawatan agar luka diperut bekas operasi bisa cepat sembuh dan saya bisa
beraktivitas dengan normal.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan Laporan pendahuluan dan Asuhan keperawatan
secara komperhensif pada ibu post SC dengan indikasi PEB.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengetahui pengertian SC dan PEB
b. Mampu mengetahui faktor resiko pre-eklamsi
c. Mampu mengetahui etiologi
d. Mampu mengetahui patosiologi
e. Mampu mengetahui patway
f. Mampu mengetahui manifestasi klinis
g. Mampu mengetahui komplikasi
h. Mampu mengetahui penatalaksaan
i. Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang
j. Mampu mengetahuikonsep dasar nifas
k. Mampu mengetahui proses keperawatan
l. Mampu mengetahui Asuhan keperawatan post SC dengan indikasi
PEB.

BAB II

2
KONSEP DASAR

A. Definisi
Sectio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina, atau
sectio sesarea adalah suatu histeretomia untuk melahirkan janin dari dalam
rahim. (Mochtar, 2005 )
Sectio Sesarea adalah pembedahan melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus”. (Standar Asuhan
Keperawatan, RSDK).
Sectio Sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi
dengan berat diatas 500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang
masih utuh (intac)”. (Wiknjosastro, 2005)
Pre-eklamsia adalah suatu kondisi yang spesifik pada kehamilan,
terjadi setelah minggu ke 20 gestasi, ditandai dengan hipertensi dan
protein uria dan dapat juga diserta dengan udema. Hipertensi di sini adalah
tekanan darah 140/90 mmHgatau lebih, atau sutu kenaikan tekanan sistolik
sebesar 30mmHg atau lebih (jika diketahui tingkat yang biasa), atau
kenaikan tekanan darah diastolic sebesar 15 mmHg atau lebih (jika
diketahui tingkat yang biasa). Protein uria dalam preeklamsia adalah
konsentrasi protein sebesar 0,3 g/l atau lebih pada sedikitnya 2 spesimen
urin yang di ambil secara acak dan pada selang waktu 6 jam atau lebih.
Edema biasa terjadi pada kehamilan normal, sehingga edema bukanlah
tanda pre-eklampsia yang dapat dipercaya kecuali jika edema juga mulai
terjadi pada tangan dan wajah, serta Kenaikan berat badan yangmendadk
sebanyak 1 kg atay kebih dalam seminggu (atau 3 kg dalam sebulan)
adalah indikasi pre-eklampsia (kenaikan berat badan normal sekitar 0,5 kg
per minggu). (Anonim, 2007).
Sedangkan PEB (Pre-eklampsia berat) adalah pre-eklampsia yang
berlabihan yang terjadi secara mendadak. Wanita dapat dengan cepat

3
mengalami eklampsia. Hal ini merupakan kedaruratan obstertik dan
penatalaksanaannya harus segera dimulai.
Pre-eklamsi berat terjadi apabila :
a. Tekanan darah 160/110 atau lebih.diukur 2x dengan antara sekurang-
kurangnya 6 jam dan pasien istirahat.
b. Proteinuria 5 gr atau lebih/24 jam.
c. Olyguri 400 cc atau lebih/ 24 jam.
d. Gangguan cerebral /penglihatan
e. Oedema paru / cyanosis
f. Sakit kepala hebat
g. Mengantuk
h. Konfensi mental
i. Gangguan penglihatan (seperti pandangan kabur, kilatan cahaya)
j. Nyeri epigastrium
k. Mual dan muntah (Musalli, 2007).
Seksio Caesaria adalah persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut & dinding rahim dng syarat
dinidng rahim dalam keada an utuh serta berat janin diatas 500 gram.
Indikasi sectio caesaria adalah sectio caesarea antara lain : Ibu / janin :
Distosia (ketidakseimbangan sepalopelvik, kegagalan induksi persalinan,
kerja rahim yang abnormal). Ibu : Penyakit pada ibu (Eklapmsia, DM,
Penyakit jantung, Ca servik), pembedahan sebelumnya, sumbatan pada
jalan lahir. Janin : Gangguan pada janin, Prolaps tali, Mal presentasi.
Plasenta : Plasenta previa,Abrupsion plasenta ( Mochtar, 2005).
“Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini
yaitu 6 – 8 minggu.” (Mochtar, 2005)

B. Faktor Risiko Preeklampsia

4
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab
terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan
sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor
risiko tersebut meliputi;
1) Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat
preeklampsia atau riwayat keluarga dengan preeklampsia maka akan
meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.
2) Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi
penghambat (blocking antibodies) belum sempurna sehingga
meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia Perkembangan
preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama
dan kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau
terlalu tua.
3) Kegemukan
(Rochimhadi, 2005).

C. Etiologi
Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba
menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”;
namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori
sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori
“iskemia plasenta”.
Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang
berkaitan dengan penyakit ini.Adapun teori-teori tersebut adalah ;
a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel
endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal
prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit
bertambah sehingga timbul vasokonstrikso generalisata dan sekresi

5
aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangn
perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume
plasma.
b. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena pada
kehamilan I terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap
antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi
komplek imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini
dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
c. Peran Faktor Genetik
Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat
pada anak dari ibu yang menderita preeklampsia.
d. Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus
Defisiensi kalsium. Diketahui bahwa kalsium berfungsi
membantu mempertahankan vasodilatasi dari pembuluh darah.
e. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial. Kerusakan sel endotel vaskuler
maternal memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya
preeklampsia. Fibronektin diketahui dilepaskan oleh sel endotel
yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam
darah wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar
fibronektin sudah dimulai pada trimester pertama kehamilan dan
kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan
(Anonim, 2007).

D. Patofisiologi
Pada preeklampsi terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan
terjadi peningkatan hematokrit, dimana perubahan pokok pada
preeklampsi yaitu mengalami spasme pembuluh darah perlu adanya
kompensasi hipertensi ( suatu usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan
perifir agar oksigenasi jaringan tercukupi). Dengan adanya spasme

6
pembuluh darah menyebabkan perubahan – perubahan ke organ antara
lain:
1. Otak
Mengalami resistensi pembuluh darah ke otak meningkat akan terjadi
oedema yang menyebabkan kelainan cerebal bisa menimbulkan pusing
dan CVA ,serta kelainan visus pada mata.
2. Ginjal
Terjadi spasme arteriole glomerulus yang menyebabkan aliran darah ke
ginjal berkurang maka terjadi filtrasi glomerolus negatif , dimana
filtrasi natirum lewat glomelurus mengalami penurunan sampai dengan
50 % dari normal yang mengakibatkan retensi garam dan air , sehingga
terjadi oliguri dan oedema.
3. URI
Dimana aliran darah plasenta menurun yang menyebabkan gangguan
plasenta maka akan terjadi IUGR, oksigenisasi berkurang sehingga
akan terjadi gangguan pertumbuhan janin, gawat janin , serta kematian
janin dalam kandungan.
4. Rahim
Tonus otot rahim peka rangsang terjadi peningkatan yang akan
menyebabkan partus prematur.
5. Paru
Dekompensi cordis yang akan menyebabkan oedema paru sehingga
oksigenasi terganggu dan cyanosis maka akan terjadi gangguan pola
nafas. Juga mengalami aspirasi paru / abses paru yang bisa
menyebabkan kematian .
6. Hepar
Penurunan perfusi ke hati dapat mengakibatkan oedema hati , dan
perdarahan subskapular sehingga sering menyebabkan nyeri
epigastrium, serta ikterus ( Wahdi, 2009).

7
E. Pathway
Remaja, primipara muda, pendapatan↓, riwayat HT,Pre/eklamsia

Kehamilan muda/aterm

Pre eklamsia / Impending eklamsia /eklamsia

Penyebab tdk jelas

Diduga kerusakan sel endotel vaskuler

Vasokostriktor ↑,vasodilator ↓

TD ↑, + protein hilang + transudasi

Kejang/penurunan kesadaran (Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu
berhubungan dengan penurunan fungsi organ (vasospasme dan
peningkatan tekanan darah).

perawatan &pengobatan (MRS/Observasi ketat)

Terminasi kehamilan
↓ ↓
Pervaginam Seksio caesaria

Sist. Urologi Sist.pencernaan Sist.kardiovaskuler


Sist. saraf

Dialisis ↓ mual-muntah banyak+peristaltik usus ↓ Kehilangan


darah & cairan diskontinuitas

8
Jaringan/luka
Oliguria muntah berlebihan ileus peristaltik pendarahan
ekstra dan intra operasi

Kehilangan cairan distensi abdomen vol cairan dan


elektrolit nyeri
dan elektrolit dalam sirkulasi turun
(resiko terjadi syok hipovolemik (gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit)
dan resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan)

nyeri/kembung/flatus/muntah

muntah

flatus
Insufisiensi akut eritosit keluar↑dari sist
sirkulasi↓

Sel-sel jaringan tidak mendapat makanan O2 Hb


↓→anemia

Syok hipovolemik O2 dalam


darah↓

Sesak+transpor O2 ke organ turun (resiko pola


napas tidak efektif)
Lanjuta

9
F. Manifestasi Klinis
1. Tekanan darah sistolik ≤ 160 mmHg atau distolik ≥ 110 mmHg.
2. Proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.
3. Oliguria (< 400 ml dalam 24 jam)
4. Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
5. Edema paru dan sianosis
6. Trobositopenia.
7. Pertumbuhan janin terlambat.

G. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya
peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila
sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau
ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu
(partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian
antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC
klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis
profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Luka kandung kemih
4. Embolisme paru - paru
Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya
perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan
sesudah sectio caesarea klasik.

10
H. Penatalaksanaan Medis Post SC
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan.
Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 -
10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
e) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

11
5. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
4) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti Perawatan rutin. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan
pernafasan.

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap Nilai Hb↓,SDM ↓,SDP ↓,Albumin ↓,
Hematokrit ↓,Trobosit ↓.
2. Serum elektrolit Nilai kalium↑,kalsium ↓.
( Suyono, 2002).
Sumber lain mengatakan Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring
atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam. Laboratorium : protein
uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt
atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ
urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7
mg/100 ml
Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu. Tingkat kesadaran
; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak

12
USG ; untuk mengetahui keadaan janin NST : untuk mengetahui
kesejahteraan janin ( Surjadi, 1999)
3. Diagnosis banding
a. Hipertensi kronik
Jika tekanan darah sebelum kehamilan 20 minggu tidak diketahui,
akan sulit untuk membedakan antara preeklampsia dan hipertensi
kronik, dalam hal demikian, tangani sebagai hipertensi karena
kehamilan.
b. Proteinuria
Sekret vagina atau cairan amnion dapat mengkontaminasi urin,
sehingga terdapat proteinuria .Kateterisasi tidak dianjurkan karena
dapat mengakibatkan infeksi Infeksi kandung kemih, anemia berat,
payah jantung dan partus lama juga dapat menyebabkan
proteinuria.Darah dalam urin, kontaminasi darah vagina dapat
menghasilkan proteinuria positif palsu
c. Kejang dan koma
Eklampsia harus didiagnosa banding dengan epilepsi, malaria
serebral, trauma kepala, penyakit serebrovaskuler, intoksikasi
(alkohol, obat, racun), kelainan metabolisme (asidosis), meningitis,
ensefalitis, ensefalopati, intoksikasi air, histeria dan lain-lain.

J. Konsep Dasar Nifas


Proses adaptasi ibu selama masa nifas menurut Suherni (2010),
adalah:
1. Adaptasi Psikologis

Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani.


Tanggung jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir.
Dalam menjalani proses adaptasi setelah melahirkan, ibu akan
mengalami fase-fase sebagai berikut:
a. Fase taking in

13
Fase taking in, yaitu periode ketergantungan. Periode ini
berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu berfokus terutama pada dirinya
sendiri.
b. Fase taking hold

Fase taking hold, yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari
setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi.
Ibu mempunyai perasaan sangat sensitive sehingga mudah
tersinggung dan gampang marah.
c. Fase letting go

Fase letting go, yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran
barunya. Fase ini berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu
sudah menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya dan siap
memenuhi kebutuhan bayinya.
2. Adaptasi Fisiologis
a. Perubahan system reproduksi
1) Perubahan uterus

Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar.


Ukuran uterus mengecil kembali (setelah dua hari pasca post
partum, setinggi sekitar umbilikus, setelah dua minggu masuk
panggul, setelah empat minggu kembali pada ukuran sebelum
hamil).
2) Lokhea

Lokhea yaitu cairan sekret yang keluar dari vacum uteri, lochea
mempunyai beberapa jenis, yaitu:
a) Lokhea rubra: ini berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel cairan ini keluar selama 2 hari post partum.

14
b) Lokhea sanguinolenta: warnanya merah kuning berisi darah
dan lender. Ini terjadi pada hari ke 3-7 post partum.
c) Lokhea serosa: berwarna kunin dan caiaran ini tidak
berdarah lagi pada hari ke 7-14 post partum.
d) Lokhea alba: cairan putih yang terjadinya setelah 2 minggu
post partum.
e) Lokhea purulenta: ini terjadi karena infeksi, keluar cairan
seperti nanah berbau busuk.
f) Lokheotosis: lokhea tidak lancar keluarnya.
1) Laktasi

Umumnya produksi ASI (Air Susu Ibu) baru terjadi pada hari ke
dua atau ketiga pasca persalian. Pada hari pertama keluar
colostrums, cairan kuning yang lebih kental dari pada air susu,
mengandung banyak protein, albumin, globulin, dan benda-
benda colostrum.

b. Perubahan Tanda-Tanda Vital dalam Masa Nifas


1) Suhu badan

Sekitar 4 hari pasca persalinan suhu ibu mungkin naik sedikt


antara 37,2ºC-37,5ºC. Kemungkinan disebabkan oleh aktivitas
payudara.
2) Denyut nadi

Denyut nadi akan melambat yakni pada waktu habis persalinan


karena ibu dalam kondisi istirahat penuh. Ini terjadi pada mingu
post partum.
3) Tekanan darah

Tekanan darah <140/90 mmHg, tekanan darah tersebut biasa


meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post partum.
4) Respirasi

15
Pada umumnya lambat atau bahkan normal, karena ibu dalam
masa pemulihan atau kondisi istirahat.

K. Proses Keperawatan.
1. Pengkajian
a. Wawancara
Nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkwinan,
berapa kali nikah, dan berapa lama.Riwayat kehamilan sekarang :
kehamilan yang ke berapa, sudah pernah melakukan ANC, terjadi
peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah,
dan penglihatan kabur. Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit
jantung, ginjal, HT, paru. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang
lalu : adakah hipertensi atau preeklampsi.Riwayat kesehatan
keluarga : adakah keluarga yang menderita penyakit jantung, ginjal,
HT, dan gemmeli.Pola pemenuhan nutrisi.Pola istirahat.Psiko-sosial-
spiritual :emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan.
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : oedema, yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi oedema dengan
menekan bagian tertentu dari tubuh.
Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal
distress, kelainan jantung, dan paru pada ibu.
Perkusi: untuk mengetahui reflek patela sebagai syarat pemberian
Mg SO4.
c. Analisa Data
Setelah pengumpulan data langka berikutnyaadalah menganalisa
data dengan mengelompokan data subyektif dan obyektif, etiologi,
dan kemudian masalah keperawatannya.
2. Diagnosa keperawatan.

16
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri
(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan
(section caesarea)
b. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
trauma jaringan / luka bekas operasi (SC)
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post
operasi penyembuhan, dan perawatan post operasi
d. Resiko perubahan nutrisi b.d. peningkatan kebutuhan
untuk Resti perubahan nutrisi b.d. peningkatan kebutuhan untuk
penyembuhan luka, penurunan masukan (sekunder akibat nyeri,
mual, muntah)
e. Hambatan mobilitas fisk berhubungan dengan nyeri
f. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan
diskontinuitas pemberian ASI
3. Intervensi
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri
(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan
(section caesarea)
Tujuan : diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol
kriteria hasil :
1. Klien melaporkan nyeri berkurang / terkontrol
2. Wajah tidak tampak meringis
3. Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai
kemampuan
Intervensi
1. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
dan faktor presipitasi.

17
2. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya
wajah meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi
secara efektif.
3. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex:
beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan
hubungan sosial)
4. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi progresif,
latihan napas dalam, imajinasi, sentuhan terapeutik.)
5. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
(ruangan, suhu, cahaya, dan suara)
6. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.

b. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan


trauma jaringan / luka bekas operasi (SC)
Tujuan : diharapkan klien tidak mengalami infeksi
kriteria hasil :
1. Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor,
dolor, tumor, fungsio laesea)
2. Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5
-37,50 C, frekuensi nadi = 60 - 100x/ menit)
3. WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
Intervensi
1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya.
Catat waktu pecah ketuban.
2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio
laesa)
3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
4. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan.
Lepaskan balutan sesuai indikasi

18
5. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum /
sesudah menyentuh luka
6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium
jumlah WBC / sel darah putih
7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan
8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
9. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi

c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi


tentang prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post
operasi penyembuhan, dan perawatan post operasi .
Tujuan: diharapkan ansietas klien berkurang
kriteria hasil :
1. Klien terlihat
2. lebih tenang dan tidak gelisah
3. Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
Intervensi :
1. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem
pendukung
2. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa
empati
3. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan
dengan ansietas yang dirasakan
4. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
5. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi
6. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu
7. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal

19
d. Resiko perubahan nutrisi b.d. peningkatan kebutuhan
untuk Resti perubahan nutrisi b.d. peningkatan kebutuhan untuk
penyembuhan luka, penurunan masukan (sekunder akibat nyeri,
mual, muntah)
Tujuan : Nutrisi dapat terpenuhi
kriteria hasil :
1. Menunjukkan pemahaman kebutuhan diet individu.
2. Klien terlihat tidak lemah.
3. Menunjukkan peningkatan berat badan
Intervensi
1. Evaluasi kemampuan makan
2. Timbang berat badan sesuai indikasi
3. Catat masukan oral bila / saat boleh makan lagi
4. Ciptakan lingkungan yang nyaman
5. Berikan makanan sedikit tetapi sering.
6. Berikan makanan sesuai diit klien.

e. Hambatan mobilitas fisk berhubungan dengan nyeri


Tujuan : pasien dapat beraktivitas dengan baik
Kriteria Hasil :
1. Bergerak dengan mudah
2. Performa posisi tubuh
3. Dapat berjalan
Intervensi
1. Ajarkan dan batu pasien dalam proses berpindah
2. Berikan penguatan positif selama aktivitas
3. Ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur dan mekanika
tubuh yang benar saat melakukan aktivitas.
4. Ajarkan senam post SC hari ke 2

20
f. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan
diskontinuitas pemberian ASI
Tujuan : diharapkan ASI dapat keluar
Kriteria Hasil : Pemberian ASI efektif
Intervensi
1. Pantau ketrampilan ibu dalam menempelkan bayi pada putting
2. Instruksikan ibu dalam teknik menyusui yang meningkatkan
ketrampilan dalam menyusui bayinya
3. Instruksikan kepada ibu tentang kebutuhan untuk istirahat yang
adekuat dan asupan nutrisi

4. Latih breastcare.

21

Anda mungkin juga menyukai