Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWADARURATAN PADA
OBSTETRIC GYNEKOLOGI

OLEH:

III B

I Ketut pudak Bagus Swastika Putra (P07120215073)


Ronny Andrian Gupta (P07120215074)
Putu Diah Shinta Ningtias (P07120215075)
I GST Ayu Risa Aristanti (P07120215076)
I DW Made Agie Pramana (P07120215077)
N Adi Sumartawan (P07120215078)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIV KEPERAWATAN
2018
KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati kami panjatkan puji serta syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan Makalah berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI” dalam rangka menyelesaikan salah satu Tugas
Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Kami menyadari bahwa dalam penulisan Makalah ini jauh dari kesempurnaan,
hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kesulitan yang dihadapi penulis.
Namun berkat bimbingan dan petunjuk dari dosen mata kuliah dan dari berbagai
pihak, maka keterbatasan dan kesulitan tersebut dapat diatasi.
Dengan segala harap semoga Makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis, pembaca, dan bagi semua pihak. Kami menyadari bahwa Makalah yang kami
buat masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu kami dengan terbuka menerima
kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga dapat bermanfaat bagi kami.
Semoga Tuhan Yang Maha EsaSenantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua.

Denpasar,3 september 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kasus gawat darurat obstetri dan ginekologi adalah kasus yang apabila tidak
segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi
penyebab utama kematian ibu janin dan bayi baru lahir. Kasus kegawatdaruratan
ginekologi adalahkejadian pada kandungan yang muncul tiba-tiba dan mengancam
jiwa sehingga sangat mendesak untuk segara ditangani. (Saifuddin, 2002)

Pengertian Kegawatdaruratan ObstetriPerdarahan yang mengancam nyawa


selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada
minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler,kehamilan
ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan
mendekaticukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan
persalinan per vaginasetelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet),
perdarahan pasca persalinan,hematoma, dan koagulopati obstetri

Kematian maternal merupakan suatu fenomena puncak gunung es karena


kasusnya cukup banyak namun yang nampak di permukaan hanya sebagian kecil.
Diperkirakan 50.000.000 wanita setiap tahunnya mengalami masalah kesehatan
berhubungan dengan kehamilan dan persalinan. Komplikasi yang ada kaitannya
dengan kehamilan berjumlah sekitar 18% dari jumlah global penyakit yang diderita
wanita pada usia reproduksi. Diperkirakan 40% wanita hamil akan mengalami
komplikasi sepanjang kehamilannya. Disamping itu 15% wanita hamil akan
mengalami komplikasi yang bisa mengancam jiwanya dan memerlukan perawatan
obstetri darurat, dan perawatan tersebut biasanya masih belum tersedia (Hasnah &
Triratnawati, 2003).

Diseluruh dunia, satu wanita meninggal setiap menit akibat komplikasi


kehamilan. Di Negara Berkembang, kematian maternal memang jarang terjadi, namun
diperkirakan sekitar 2/3 pelayanan maternal diberikan dengan layanan substandard
dalam arti bahwa sebagian besar kasus kegawatdaruratan obstetrik merupakan kasus
yang jarang terjadi sehingga ketrampilan staf junior dalam mengatasi masalah
komplikasi kehamilan sangat kurang dan kasus kegawat daruratan tersebut tidak
memperoleh penanganan yang baik. (Widjanarko,2009)

Salah satu komplikasi yang sering terjadi selama kehamilan adalah perdarahan.
Perdarahan ini dapat terjadi baik pada saat hamil muda, hamil tua, saat bersalin,
ataupun setelah persalinan. Akan tetapi, perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28
minggu biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan
sebelum 28 minggu ( Mochtar, 1998 ).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pre Eklamsia Berat
?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Eklamsia ?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Embolisme Ketuban
?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pendarahan ?
5. Bagaimana Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Abortus ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk MengetahuiAsuhan Keperawatan Gawat Darurat Pre
Eklamsia Berat
2. Untuk MengetahuiAsuhan Keperawatan Gawat Darurat Eklamsia
3. Untuk MengetahuiAsuhan Keperawatan Gawat Darurat Embolisme
Ketuban
4. Untuk MengetahuiKeperawatan Gawat Darurat Pendarahan
5. Untuk MengetahuiKeperawatan Gawat Darurat Abortus
BAB II
TINJAUAN TEORI

Gawat darurat adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak


mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan /
pertolongan segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat.
Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan mati
atau cacat / kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup.
Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak
segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi
penyebab utama kematian ibu janin dan bayi baru lahir.
Kasus kegawatdaruratan ginekologi adalahkejadian pada kandungan yang
muncul tiba-tiba dan mengancam jiwa sehingga sangat mendesak untuk segara
ditangani.(Saifuddin, 2002)

A. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Preeklamsia Berat


1. Pengertian Preeklampsia Berat
Berkembangnya hipertensi dengan proteinuria atau edema atau kedua –
dua nya yang disebabkan oleh kehamilan atau dipengaruhi oleh kehamilan yang
sekarang. Biasanya keadaan ini timbul setelah umur kehamilan 20 minggu tetapi
dapat pula berkembang sebelum saat tersebut pada penyakit trofoblastik.
Preeklamsia merupakan gangguan yang terutama terjadi pada primigravida.
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi
tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,
sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu
atau lebih. (Nanda, 2012).

2. Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :
a. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina
terjadinya Preeklampsia.Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan
Molahidatidosa.Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa
keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.
b. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang
timbul lagi pada kehamilan berikutnya.Secara Imunologik dan diterangkan
bahwa pada kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies”
terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun
yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada
kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih
banyak akibat respos imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons
imunisasi.Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung
adanya sistem imun pada penderita Preeklampsia-Eklampsia :
1) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia
mempunyai komplek imun dalam serum.Beberapa studi
juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada
Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.
2) Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa
pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan
aktivasi komplemen terjadi pada Preeklampsia, tetapi tidak
ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan
Preeklampsia.
c. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron
antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang
menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan
Edema.
d. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia /
eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti
yang menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-
Eklampsia antara lain:
1) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
2) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi
Preeklampsia-Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang
menderita Preeklampsia-Eklampsia.
3) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat
Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada ipar mereka.
e. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang
mengandung asam lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai
precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin
Refraktoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia.
1) Jumlah primigravi, terutama primigravida muda
2) Distensi rahim berlebihan : hidramnion, hamil ganda,
mola hidatidosa
3) Penyakit yang menyertai hamil : diaetes melitus,
kegemukan
4) Jumlah umur ibu diatas 35 tahun.

3. Klasifikasi
Preeklamsi di bagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Preeklamsi Ringan :
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang di ukur pada
posisi berbaring terlentang, atau kenaikan diastolic 15
mmHg atau lebih, kenaikan sistolik 30 mmHg/lebih. Cara
pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan
dengan jarak periksa 1 jam, dan sebaiknya 6 jam.
2) Edema umum (kaki, jari tangan dan muka atau BB
meningkat)
3) Proteinuri kuwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, sedangkan
kuwalitatif 1+ & 2+ pada urine kateter atau midstream.
b. Preeklamsi Berat
1) TD 160/110 mmHg atau lebih
2) Proteinuria 5gr atau lebih perliter
3) Oliguria (jumlah urine <500cc/24 jam)
4) Adanya gangguan serebri, gangguan visus, dan rasa nyeri
pada efigastrium
5) Terdapat edema paru dan sianosis

4. Manifestasi Klinis
a. Penambahan berat badan yang berlebihan, terjadi kenaikan 1 kg
seminggu beberapa kali.
b. Edema terjadi peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari
tangan dan muka.
c. Hipertensi (di ukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)
1) TD > 140/90 mmHg atau
2) Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg
3) Diastolik>15 mmHg
4) tekanan diastolic pada trimester ke II yang >85 mmHg
patut di curigai sebagai preeklamsi
d. Proteinuria
1) Terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam atau
pemeriksaan kuwalitatif +1 / +2.
2) Kadar protein > 1 g/l dalam urine yang di keluarkan dengan
kateter atau urine porsi tengah, di ambil 2 kali dalam waktu
6 jam.
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dengan apusan darah
Peningkatan hematokrit dibandingkan nilai yang di ketahui
sebelumnya memberi kesan hemokonsentrasi, atau menurunnya
volume plasma. Jika hematokrit lebih rendah dari yang di perkirakan,
kemungkinan hemolisis intravascular akibat proses hemolisis
mikroangiopatik perlu dipertimbangkan. Analisa apusan darah tepi
dapat mengungkapkan sel-el darah merah yang mengalami distorsi
dan skistosit.
b. Urinalisis
Proteinuria merupakan kelainan yang khas pada pasien dengan
preeklamsia. Jika contoh urin yang diambil secara acak mengandung
protein 3+ atau 4+ atau urin 24jam mengandung 5g protein atau lebi,
preeklamsia dikatakan berat.

6. Kajian Keperawatan
a. Pengkajian Primer
1) A (Airway)
Adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas disebabkan adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada
obstruksi maka lakukan :
a) Chin lift atau jaw trust
b) Suction atau hisap
c) Guedel airway atau OPA
d) Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada
posisi netral.
2) B (Breathing)
Kelemahan menelan atau batuk atau melindungi jalan napas,
timbulnya pernapasan yang sulit dan atau tak teratur, suara
nafas terdengar ronchi atau aspirasi, whezing, sonor, stidor atau
ngorok, ekspansi dinding dada. Edema paru terjadi dengan
cepat pada pasien hamil yang mengalami PRHD atau pada
pasien yang menerima resusitasi cairan. Ronki basah kasar atau
halus dapat terauskultasi.
3) C (Circulation)
Tekanan darah meningkat , hipertensi terjadi pada tahap lanjut,
kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap
lanjut.

b. Pengkajian Skunder
Pengkajian yang dilakukan terhadap preeklamsi berat antara lain
1) Identitas umum ibu : : nama, alamat, jenis kelamin, umur,
pekerjaan, no CM, diagnosa medis
2) Data riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu
 Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum
hamil
 Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklamsia pada
kehamilan terdahulu
 Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas
 Ibu mungkin pernah menderita penyakit ginjal kronis
Riwayat kesehatan sekarang
 Ibu menderita sakit kepala di daerah frontal
 Gangguan visus : penglihatan kabur, skotoma, dan diplopia
 Mual muntah tidak ada nafsu makan
 Edema pada ekstremitas
 Tengkuk terasa berat
Riwayat kesehatan keluarga
 Kemungkinan mempunyai riwayat preeklamsia ringan atau
berat dan eklamsia dalam keluarga
Riwayat perkawinan
 Biasanya terjadi pada wanita yang menikah dibawah usia 20
tahun atau diatas 35 tahun.
3) Data Subjektif
a) Kenaikan berat badan yang timbul secara cepat dalam
waktu yang singkat menunjukkan adanya retensi cairan dan
dapat merupakan gejala dini dari preeklamsia. Pasien sadar
akan edema yang menyeluruh, terutama pembengkakan
pada muka dan tangan. Keluhan yang umum dalah
sesaknya cincicn pada jari-jarinmya.
b) Sakit kepala : meskipun sakit kepala merupakan gejala
yang relatif biasa selama kehamilan, sakit kepala dapat juga
menjadi gejala awal dari edema otak. Sebagai
konsekuensinya, tekanan darah passien harus ditentukan.
c) Gangguan penglihatan mungkin merupakan gejala dari
preeklamsia dan dapat menunjukkan spasme arteriolar
retina, iskemia, edema, atau pada kasus-kasus yang jarang,
pelepasan retina.
d) Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas menunjukkan
pembengkakan hepar yang berhubungan dengan
preeklamsia berat atau menandakan ruptur hematoma
subkapsuler hepar.
4) Data Objektif
a) Pemeriksaan Umum : Tekanan darah meningkat.
b) Pemeriksaan Fisik
 Edema menunjukkan retensi cairan. Edema pada
muka dan tangan tampakanya lebih menunjukkan
retensi cairan yang patologik.
 kenaikan berat badan yang cepat merupakan suatu
petunjuk dari retensi cairan ekstravaskuler.
 Pemeriksaan Retina : spasme arteriolar dan kilauan
retina dapat terlihat.
 Pemeriksaan toraks : karena edema paru merupakan
satu dari komplikasi serius dari preeklamsia berat,
paru-paru harus diperiksa secara teliti.
 Refleks tendon profunda (lutut dan kaki) :
hiperefleksia dan klonus merupakan petunjuk dari
peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat dan
mungkin meramalkan suatu kejang eklampsia.
 Pemeriksaan Abdomen : rasa sakit daerah hepar
merupakan suatu tanda potensial yang tidak
menyenangkan dari preeklampsia berat. Pemeriksaan
uterus penting untuk menilai umur kehamilan, adanya
kontraksi uterus dan presentasi janin.
 pemeriksaan Pelvis : keadaan serviks dan stasi dari
bagian terbawah merupakan pertimbangan yang
penting dalam merencanakan kelahiran per vaginam
atau per abdominam.

B. Asuhan keperawatan Gawat Darurat Eklampsia


1. Pengertian Eklamsia
Eklampsia seringkali merupakan kelanjutan dari preeklamsia,
yang ditandai dengan tekanan darah tinggi setelah minggu ke-20
kehamilan. Jika preeklampsia memburuk dan mempengaruhi otak,
maka itu bisa menyebabkan kejang atau koma, dan pada fase ini
seseorang dikatakan eklampsia
Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika
preeklampsia memburuk menjadi kejang (Helen varney; 2007)
Eklamsi adalah Penyakit akut dengan kejang dan coma pada
wanita hamil dan dalam nifas dengan hipertensi, oedema dan
proteinuria (Obtetri Patologi, R. Sulaeman Sastrowinata, 1981 ).

2. Etiologi
Penyebab eklampsia belum diketahui secara pasti. Salah satu
teori mengemukakan bahwa eklampsia disebabkan iskemia rahim dan
placenta (ischaemia uteroplacentae). Selama kehamilan uterus
memerlukan darah lebih banyak. Pada mola hydatidosa, hydramnion,
kehamilan ganda, multipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan,
juga pada penyakit pembuluh darah ibu, dibetes, peredaran darah
dalam dinding rahim kurang, maka keluarlah zat-zat dari plasenta atau
desidua yang menyebabkan vasospasme dan hipertensi.

3. Manifestasi klinis
Serangan kejang pada pasien mungkin terlihat selama fase
kejang atau keadaan koma yang meliputi satu atau lebih kejang,
gangguan lainnya yaitu selama kehamilan trimester kedua akhir atau
trimester ketiga, gejala – gejala yang berikutdapat meramalkan suatu
kejang eklampsia yaitu kenaikan berat badan akibat retensi cairan,
pembengkakan muka dan tangan, sakit kepala, gangguan visual, nyeri
evigastrium, dengan atau tanpa nausea dan vomitus dan keluaran urin
yang berkurang.

4. Komplikasi
a. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
b. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait
nekrosis periportal hati pada penderita pre-eklampsia
c. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia
d. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.
Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda
gawat yang menunjukkan adanya apopleksia serebri
e. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme
arteriol umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati,
terutama dengan enzim
f. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low
platelet)
g. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa
kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal
ginjal
h. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila
telah mencapai tahap eklampsia.

5. Kajian Keperawatan
a. Pengkajian Primer
1) Airway ( Jalan nafas )
Cek airway terlihat apa pasien mengigit lidahnya atau giginya
sendiri untuk itu buka menggunakan laringoskop untuk
mencegah terjadinya sumbatan terhadap jalan nafas.
2) Breathing ( Pernafasan )
Pernafasan yang terganggu akibat sebagian dari otot-otot yang
kejang,
3) Circulation ( Sirkulasi )
Hipertensi menyebabkan terganggunya sistem kardiovaskuler
yang menyebabkan terjadi kejang kejang otot dari semua, dan
mengganggu juga sistem otak.

b. Pengkajian Sekunder
1) Data subjektif
Gejala saat ini
a) Serangan kejang : pasien mungkin terlihat selama fase
kejang atau keadaan koma yang mengikuti satu atau lebih
kejang.
b) Gejala-gejala lain selama kehamilan kedua akhir atau
trimester ketiga, gejala-gejala yang berikut dapat
meramalkan suatu kejang eklampsia : kenaikan berat badan
mendadak akibat retensi cairan, pembengkakan muka dan
tangan, sakit kepala, gangguan visual. Nyeri epigastrium atau
kuadran kanan atas dengan atau tanpa nausea dan vomitus,
dan keluaran urin yang berkurang.
2) Riwayat penyakit dahulu
Ciri khas pasien dengan eklampsia adalah nuliparta dan umur
belasan tahun.Catatan antenatal dapat menyingkap
perkembangan yang mendadak atau bertahap dari hipertensi,
edema, kenaikan berat badan, dan albuminuria.
3) Data Objektif
a) Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan umum
Pasien biasanya tidak sadar atau setengah sadar
segera setelah suatu kejang eklampsia.Kejang yang khas
ditandai oleh timbulnya kontraksi tonik umum yang
diikuti oleh fase kronik yang berkembang ke
koma.Biasanya gerakan-gerakan kejang dimulai sekitar
mulut dalam bentuk kedutan pada muka (facial
twichings).Dalam beberapa detik seluruh otot tubuh
mengalami kontraksi yang rigid (muka mengalami
distorsi, mata menonjol, lengan fleksi, lengan mengepal,
dan tungkai tertarik).Setelah 15 sampai 20 letik otot-otot
berkontraksi dan relaksasi bergantian secara
cepat.Gerakan otot dapat sedemikian hebat sehingga lidah
dapat tergigit oleh gerakan rahang yang hebat. Bila pasien
sadar kembali, biasanya ia mengalami disorientasi yang
letih selama beberapa saat. Tekanan darah meningkat, dan
frekuensi pernapasan biasanya meningkat dan sukar.Pada
kasus-kasus kesukaran bernapas yang berat pasien tampak
sianosis.Retensi cairan yang menyeluruh seringkali
tampak jelas.Edema muka maupun edema perifer pada
tangan dan tungkai merupakan temuan yang umum.
Pemeriksaan retina dapat menyingkap
penyempitan arteriolar dan edema retina.Pemeriksaan
toraks dapat menyingkap ronki kasar di bagian paru
bawah yang sering.Refleks patella dan kaki biasanya
hiperaktif.Klonus kaki merupakan temuan yang sering.
2. Pemeriksaan abdomen
Pengukuran tinggi uterus memberikan perkiraan
umur kehamilan janin.Presentasi janin harus ditentukan
untuk merencanakan kelahiran.Tonus uterus istirahat
normal kecuali ada hubungan dengan pelepasan
plasenta.Kontraksi uterus intermiten memberi kesan
bahwa persalinan telah terjadi.Denyut jantung janin
biasanya ada kecuali pelepasan plasenta atau kejang telah
menyebabkan anoksia janin.
3. Pemeriksaan vagina
Turunnya bagian terbawah maupun keadaan serviks
dievaluasi.
b) Tes Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap & apusan darah
Hematokrit seringkali menimgkat, menandakan
hematokonsetrasi.Jika hematokrit lebih rendah dari yang
diperkirakan, kemungkinan adanya anemia sebelumnya
atau hemolisis perlu dipertimbangkan. Pemeriksaan apusan
darah tepi memperlihatkan sel-sel target, sel helmet atau
skitosit yang dihubungkan dengan suatu proses hemolitik.
2. Urinalisis
Sebuah kateter folley diinsersikan ke dalam
kandung kemih dalam usaha untuk mendapatkan contoh
urin permulaan dan untuk memantau urin yang
keluar.Biasanya kandung kemih berisi sejumlah kecil urin
berwarna gelap yang mengandung protein 3+ atau 4+.
3. Golongan darah dan Rh
Darah harus dikirim ke bank untik dilakukan cocok
silang pada kasus yang memerlukan tindakan seksio
sesarea dan pasien memerlukan transfusi darah.
c. Terapi Definitif
Prinsip-prinsep umum :
1) Bersihkan jalan nafas pasien dan berikan cairan intravena.
2) Mengontrol kejang.
3) Mencegah komplikasi-komplikasi hipertensi
4) Memantau tanda-tanda vital pasien secara ketat: tekanan
darah, nadi, pernafasan, suhu, keluaran dan refleks-
refleks.
5) Mempersiapkan rencana kelahiran
6) Langkah-langkah khusus :
a) Membersihkan jalan nafas dan pemberian cairan
intravena
Ventilasi yang adekuat itu esensi, jalan nafas harus
bersih.Oksigen diberikan melalui masker atau kateter
hidung.Setiap sekresi dalam jalan nafas harus dihisap
dan pasien diatur posisinya untuk menghindari
aspirasi muntah.Sebuah bila yang dilapisi mengurangi
trauma terhadap lidah.Cairan intravena yang biasanya
diberikan adalah dekstrosa 5% dalam larutan ringer
laktat.
b) Mengontrol kejang
Magnesium sulfat merupakan obat anti kejang yang
disukai oleh banyak ahli kebidanan.Bolus 4g (20ml
larutan 20%) disuntikan intravena dalam waktu tidak
kurang dari 3 menit.Pemberian ini segera diikuti
dengan suntikan intramuscular atau infus yang
kontinu 1 sampai 2 g per jam. Dosis intramuscular
adalah 10g bolus diikuti dengan 5 g setiap 4 jam
sepanjang reflek patella masih ada, aliran urin
mencapai 100ml atau lebih selama 4 jam sebelumnya
dan pernafasan tidak mengalami depresi (lihat
preeklamsi). Amobarbital atau fenobarbital dapat
diberikan jika kejang atau agitasi menetap walaupun
pengobatan dengan magnesium sulfat (lihat serangan
kejang pada kehamilan).Diazepam (valium), 5-10 mg
perlahan-lahan secara intravena adalah obat anti
kejang yang baik sekali yang lebih disenangi untuk
pencegahan atau pengobatan kejang
postpartum.Selama persalinan diazepam telah
dihubungkan dengan meningkatnya risiko hipotonia
janin.
c) Terapi anti hipertensi
Hidralazini (apresoline) intravena direkomondasikan
bila tekanan darah sistolik lebih tinggi dari 170/180
atau diastolic 110/120 dalam usaha untuk mencegah
perdarahan vascular otak ( lihat preeklamasi).
d) Pemantauan keadaan pasien secara ketat
Masukan dan keluaran cairan dicatat setiap
jam.Sebuah kateter foley di dalam kandung kemih
memberikan suatu pengukuran keluaran urin yang
tepat. Terapi cairan yang tepat berdasarkan pada
kadar elektrolit dan keluaran urin. Penetuan tekanan
vena sentralis atau arteri pulmonalis membantu
memperkecil risiko edema paru yang berhubungan
dengan kelebihan cairan.

C. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Embolisme Ketuban


1. Pengertian Embolisme Ketuban
Embolisme ketuban atau Emboli cairan ketuban merupakan
komplikasi persalinan dan kelahiran yang jarang terjadi dan sering
fatal. Bahan-bahan halus dari cairan amnion akan menyebabkan
obstruksi mekanik pada cabang paru bagian distal.
Hipertensi paru yang tiba-tiba akan menyebabkan vaso kontruksi
melalui fagus arteri pulmonalis dan arteri koronaria. Aliran darah ke
jantung kiri berkurang dan curah jantung menurun, sehingga
menyebabkan kolaps vascular perifer. Korpulmonale dan gagal
jantung kanan akan menyabkan edema paru.
Perdarahan yang disebabkan dengan emboli cairan ketuban
merupakan akibat dari koagulasi intravascular diseminata (DIC)
maupun karna pengurangan tonus uteri secara bersamaan.Perjalanan
cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas; mungkin melalui
laserasi pada vena endorservikalis selama dilatasi serviks, sinus vena
sub plasent, dan laserasi pada segmeen uterus bagian bawah.

2. Kajian Keperawatan
a. Data Subjektif
Dipsneu akut dan tiba-tiba segera setelah kelahiran yang
tergesa-gesa atau selama persalinan yang tergesa-gesa. Bila pasien
dikirim ke Rumah Sakit, ia memasuki ruang gawat darurat dalam
keadaan syok dengan perdarahan pervagina yang hebat. Gejala lain
yang mungkin mencakup nyeri dada, kejang, suka tidur, ansietas,
batuk,vomitus.
b. DataObjektif
1) Pemeriksaan umun ; Sianosis dan syok bisa ditemukan.
Hipotensi,Takikardia, dan Trakhipneu merupakan indikasi
meluarsnya kolaps kardio vaskuler. Kelainan lain yang mungkin
mencakup kejang,koma,edema paru, dengan sputum kemerahan
seperti karat,dan bahkan henti jantung.
2) Pemeriksaan Pelvis : Perdarahan per-vagina yang persisten
biasanya akibat atonia uteri, dengan atau tampak koagulasi intre
vaskuler diseminata.
c. Tes laboratorium
Pemeriksaan tes darah lengkap dan apusan darah merupakan
indikasi hilangnya darah dan anemia yang ada.Urinalisis normal.
Golongan darah dan Rhesus, darah dikirim ke bank darah untuk
menentukan golongan dan rhesus. 4 unit dicocock silang untuk
transfuse seperti yang di indikasikan. (defek koagulasi segera
diduga bila darah dalam selang gagal membeku).
d. Penilaian
1) Diagnosis banding
Triadispne, sianosis, dan syok mendadak yang terjadi selama
kelahiran yang kuat atau setelah post partum, terutama bila
disertai dengan perdarahan pervaginam yang hebat dan
koagulopati, menyokong diagnosis emboli cairan ketuban.
Kemungkinan-kemungkinan lain yang harus dipertimbangkan
meliputi rupture uteri impersio uteri, solusio plasenta, eklamsia,
infak miokard, penyakit serebro vascular, gagal jantung
kongestif, dan aspirasi paru.
2) Komplikasi potensial
Komplikasi yang di perkirakan meliputi koagulasi, intravascular
diseminata, dan atonia uteri.Tingkat formalitas ibu berkisar 80%.
3) Data Diagnosis Tambahan
a) Gas darah arteri: pO2 biasanya menurun.
Tekanan vena sentralis dapat meningkat, normal, atau
subnormal, tergantung pada kuantitas hilangnya darah.Darah
vena sentralis dapat mengandung debris selular cairan amnion.
b) Gambaran koagulasi (fibrinogen, hitung trombosit, massa
protrombin, produk pecahan fibrin dan massa tromboplastin
parsial) biasanya abnormal, menunjukan koagulasi
intravascular diseminata.
c) Elektrokardiogram dapat memperlihatkan regangan jantung
kanan akut.
d) Keluaran urine dapat menurun, menunjukan perfusi ginajl
yang tidak adekuat.
e) Foto thoraks biasanya tidak diagnostic tapi dapat menunjukan
infiltrate. Scan paru dapat memperlihatkan defek perfusi yang
sesuai dengan proses emboli paru.
e. Faktor-faktor prediposisi
Faktor-faktor prediposisi meliputi kelahiran yang cepat dan
kacau dengan kontraksi uterus yang hipertonik kelahiran yang
tergesa-gesa multiparitas, kematian janin intrauterine, meconium
dalam cairan amnion, kelahiran operatif, dan plasenta previa.
f. Penatalaksanaan dan pendidikan pasien
Terapi krusial meliputi resisutasi ventilasi, dan bantuan
sirkulasi dan koreksi defek yang khusus : atoniauteri, defek
koagulasi, dan spasme, arterioler paru. Oksigen selalu merupakan
indikasi.Intubasi dan tekanan akhir ekspirasi positif (PPEP)
mungkin di perlukan.
Penggantian cairan intravena dan darah di perlukan untuk
mengoreksi hipopolemi dan pendarahan.Terapi caiaran dapat di
panatau dengan penetuan tekanan vena sentralis atau diastolic
arteri pulmonalis atau tekanan tepi. Plasama beku segar dan
sediaan trombosit mungkin diperlukan untuk memperbaiki defek
koagulasi.
Oksitosin yang ditambahkan ke infus intra vena membantu
penanganan atonia uteri. Kompresi binaural uterus dapat juga di
perlukan (lihat perdarahan hal.356). Morfin (10 mg ) dapat
mengurangi dispne dan kecemasan. Aminofilin (250 – 500 mg )
melalui infus intra vena mungkin berguna bila ada bronkospasme.
Iso proterenol ( 1-2 mg dilarutkan dalam 500 ml dekstrosa 5%
dalam air ) cenderung menyebabkan vaso dilatasi perifer, relaksasi
otot polos bronkus, dan peningkatan frekuensi dan kekuatan
jantung. Iso protrenol diberikan perlahan-lahan melalui intravena
untuk menyokong tekanan darah sistolik kira-kira 100 mmHg.

D. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pendarahan


1. PengertianPendarahan
Perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan melebihi 500 ml
pasca persalinan setelah bayi lahir. (Ambar Dwi, 2010)
Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24
jam setelah kelahiran dan biasanya melibatkan kehilangan banyak darah
melalui saluran genital. (Vicky Chapman, 2006)
Hemorargi Post Partum (HPP) adalah kehilangan darah sebanyak
500cc atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan (Suherni, 2009:
128)
Perdarahan sewaktu bersalin dapat diakibatkan oleh :
 Ruptura uteri
Ruptura uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat
kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya
perioneum visceral (Senoputra, 2011).

 Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir
dalam waktu 1 – 2 jam setelah bayi lahir (Mochtar, 1998;
Aprillia, 2012).

Klasifikasi Ruptura Uteri

Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan:

 Ruptur Uteri Gravidarum


Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus.
 Ruptur Uteri Durante Partum
Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis
inilah yang terbanyak(Mochtar, 1998).

Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan:

 Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi,
seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
 Segmen Bawah Rahim
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR
tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur
uteri.
 Serviks Uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi
dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
 Kolpoporeksis-Kolporeksis
Robekan – robekan di antara serviks dan vagina(Mochtar, 1998).

Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:

 Ruptur Uteri Kompleta


Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium),
sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan
rongga uterus dengan bahaya peritonitis.
 Ruptur Uteri Inkompleta
Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan
terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.

Menurut etiologinya, ruptur uteri dapat dibedakan:

1. Ruptur Uteri Spontanea


Berdasarkan etiologinya, ruptur uteri spontanea dapat dibedakan lagi
menjadi:
a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada
bekas SC, miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia,
pelepasan plasenta secara manual. Dapat juga pada graviditas
pada kornu yang rudimenter dan graviditas interstisialis, kelainan
kongenital dari uterus seperti hipoplasia uteri dan uterus
bikornus, penyakit pada rahim, misalnya mola destruens,
adenomiosis dan lain-lain atau pada gemelli dan hidramnion
dimana dinding rahim tipis dan regang.
b. Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada
panggul sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti
janin penderita DM, hidrops fetalis, postmaturitas dan
grandemultipara. Juga dapat karena kelainan kongenital dari
janin: Hidrosefalus, monstrum, torakofagus, anensefalus dan
shoulder dystocia; kelainan letak janin: letak lintang dan
presentasi rangkap; atau malposisi dari kepala : letak defleksi,
letak tulang ubun-ubun dan putar paksi salah. Selain itu karena
adanya tumor pada jalan lahir; rigid cervix:conglumeratio
cervicis, hanging cervix, retrofleksia uteri gravida dengan
sakulasi; grandemultipara dengan perut gantung (pendulum); atau
juga pimpinan partus yang salah(Mochtar, 1998).

2. Ruptur Uteri Violenta (Traumatika), karena tindakan dan trauma lain


seperti:
 Ekstraksi Forsep
 Versi dan ekstraksi
 Embriotomi
 Versi Braxton Hicks
 Sindroma tolakan (Pushing syndrome)
 Manual plasenta
 Kuretase
 Ekspresi Kristeller atau Crede
 Pemberian Pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
 Trauma tumpul dan tajam dari luar.

Menurut Gejala Klinis, ruptur uteri dapat dibedakan:

1. Ruptur Uteri Iminens (membakat=mengancam)


2. Ruptur Uteri sebenarnya(Mochtar, 1998).
2. Tanda dan Gejala
a. Atonia Uteri
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan
perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer).
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah,
denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan
lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir
segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik. Gejala
yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit,
perdarahan segera, kontraksi uterus baik gejala yang kadang-kadang
timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat
tarikan, perdarahan lanjutan
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung
pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang
kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus
tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa,
tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan
nyeri sedikit atau berat. Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok
neurogenik dan pucat

3. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam
uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah
dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat
insersinya plasenta terbuka.Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh
darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah
tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya
gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan
pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan
demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan.
Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix,
vagina dan perineum.
Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan
shock hemoragik. Lepasnya plasenta tidak terjadi bersamaan sehingga
sebagian masih melekat pada tempat implementasinya yang akan
menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus, sehingga
sebagian pembuluh darah terbuka serta menimbulkan perdarahan. (I.B.G
Manuaba, 2007).

4. Penatalaksanaan Perdarahan Persalinan


Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak
berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut :
a. Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus
bagian bawah untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan
penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan
yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang
dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang
signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.
b. Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada
fundus uteri. Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara
manual harus dilakukan.
c. Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang
menyertai selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap
darah yang berwarna merah dan uterus yang relaksasi yang
berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang tertahan.
Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus,
mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
d. Berikan kompres es selama jam pertama setelah kelahiran pada ibu
yang beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma
terbentuk, gunakan rendam duduk setelah 12 jam.
e. Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan
ukuran jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan.
Kirim contoh darah untuk penentuan golongan dan pemeriksaan
silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang persalinan.
f. Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline
normal, terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt
bersama dengan mengurut uterus secara efektif
g. Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan
secara IV, dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan
berelaksasi dengan baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat
implantasi plasenta.
h. Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan
kateter foley untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
i. Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10
L/menit bila terdapat tanda kegawatan pernafasan

5. Manifestasi Klinis
Klasifikasi Klinis
a. Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum
Haemorrhage, atau PerdarahanPostpartum Primer, atau Perdarahan
Pasca Persalinan Segera). Perdarahan pascapersalinan primer terjadi
dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pascapersalinan
primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan
jalan lahirdan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
b. Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan
Sekunder atauPerdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH).
Perdarahan pascapersalinansekunder terjadi setelah 24 jam pertama.
Perdarahan pasca persalinan sekunder seringdiakibatkan oleh
infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta
yangtertinggal.

6. Kajian Keperawatan
a. Pengkajian Primer
1) Airway : tidak ada obstruksi
2) Breathing : tekanan darah tidak normal/ turun, pernafasan
meningkat, nafas cepat, nafas dalam dan dangkal
3) Circulation : tekanan darah tidak normal/ turun, nadi
meningkat, suhu hangat, kesadaran normal, sianosis, kapilary
refill memanjang, kulit hangat, perdarahan
4) Dissability : badan lemah
5) Exposure : keluar keringat dingin

b. Pengkajian Sekunder
1) Aktivitas istirahat : Insomia mungkin teramat.
2) Sirkulasi : kehilangan darah selama proses post portum
3) Integritas ego : Peka rangsang, takut atau menangis sering
terlihat kira-kira 3 hari setelah melahirkan “post portum blues”
4) Eliminasi : BAK tidak teratur sampai hari ke 2 dan ke 5
5) Makan dan cairan : Kehilangan nafsu makan mungkin
dikeluhkan kira-kira sampai hari ke 5
6) Persepsi sensori: Tidak ada gerakan dan sensori
7) Nyeri dan ketidaknyamanan : Nyeri tekan payudara dan
pembesaran dapat terjadi diantara hari ke 3 sampai hari ke 5
post partum
8) Seksualitas:
a) Uterus diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran
menurun satu jari setiap harinya
b) Lochea rubra berlanjut sampai hari ke 2
c) Payudara produksi kolostrum 24 jam pertama
E. ASUHAN KEPERAWATAN ABORTUS
1. Pengertian Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan. (Mochtar Rustam, 1998)

2. Klasifikasi Abortus
Macam-macam abortus menurut Eny Meiliya, Esty Wahyuningsih
(2009), adalah
a. Menurut terjadinya
1. Abortus spontan
Abortus spontan adalah kehilangan kehamilan pada usia< 20
minggu atau janin dengan berat 500 gram.
2) Indikasi medis
Mencakup pemberian ergot alkaloid ergot yang dikombinasi
dengan misoprostol saja atau dengan metrotreksat.
3) Indikasi sosial keguguran kandungan dilakukan atas dasar aspek
sosial, yaitu menginginkan jenis kelamin tertentu, tidak ingin
punya anak, jarak kehamilan terlalu pendek, belum siap untuk
hamil, kehamilan yang tidak diinginkan.

b. Bentuk klinis
 Abortus kompletus (keguguran lengkap)
Seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga
rongga rahim kosong dan tidak memerlukan tindakan.
 Abortus inkompletus
Pengeluaran seluruh hasil konsepsi yang hanya sebagian dan
masih tertinggal desidua dan placenta, sehingga menimbulkan
gejala klinis, yaitu nyeri dan perdarahan.
 Abortus insipiens (keguguran sedang berlangsung)
Abortus yang sedang berlangsung dan tidak dapat dihentikan
karena setiap saat dapat terjadi ancaman perdarahan dan
pengeluaran konsepsi.
 Abortus iminens (keguguran membakat)
Keguguran membakat atau mengancam.
 Missed abortion (abortus yang tertahan)
Keadaan di mana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam
rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
 Abortus habitualis
Keguguran di mana penderita mengalami keguguran berturut-
turut 3 kali atau lebih.
 Abortus infeksiosus
Keguguran yang disertai infeksi.

3. Etiologi
Abortus menurut Mochtar Rustam 1998
a. Faktor kromosom dan kelainan ovum.
Gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom, termasuk
kromosom seks, yang mengakibatkan pertumbuhan abnormal dan
fetus. Selain faktor kromosom, penyebabnya juga karena ovum yang
patologis (ovum yang mengalami gangguan). Di mana terjadi
degenerasi hidatidosa vili, yaitu jika umur kehamilan antara 0-14
minggu, penembusan vili korcalis sudah lebih dalam hingga placenta
tidak dilepaskan sempurna dan perdarahan.
b. Kelainan alat-alat reproduksi ibu.
Misalnya pada ibu yang menderita :
1) Anomalia congenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis).
2) Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksia uteri fiksala.
3) Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari
ovum yang sudah dibuahi, seperti kurangnya progesterone,
estrogen, endometritis, mioma submukosa.
4) Uterus terlalu cepat terenggang (kehamilan ganda, mola).
5) Distorsia uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis
c. Gangguan sirkulasi placenta.
Dapat dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis,
hipertensi, toksemia gravidarum, anomelia placenta dan endarteritis
oleh karena lues.
d. Penyakit-penyakit ibu, misalnya :
1. Penyakit infeksi menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia,
typhoid, pielitis, rubeola, demam malta dan sebagainya.
Kematian fetus dapat disebabkan karena toksin dari ibu atau
invasi kuman atau virus pada fetus.
2. Keracunan Pb (timah), nikotin, gas racun, alkohol dan lain-lain.
3. Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit
paru berat, anemia gravis.
4. Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotyroid,
kekurangan vitamin A, C atau E, diabetes melitus.
5. Anatomi fisiologi
Anatomi fisiologi sistem reproduksi menurut Syaiffudin (2006)
a. Organ reproduksi eksternal.

1) Mons veneris darah yang menggunung di atas simfisis


yang akan ditumbuhi rambut kemaluan (pubes) apabila
wanita beranjak dewasa.

2) Bibir besar kemaluan (labia mayora) berada pada


bagian kanan dan kiri berbentuk lonjong yang pada
wanita menjelang dewasa ditumbuhi juga oleh pubes
yaitu lanjutan dari mons veneris.

3) Klitoris (klentit) adalah sebuah jaringan erektil kecil


serupa dengan penis laki-laki, letaknya dalam
vestibula.

4) Vestibula di setiap sisi dibatasi oleh lipatan labia dan


bersambung dengan vagina.
5) Kelenjar vesibularis major (barthom) terletak tepat di
belakang labia mayora di setiap sisi. Kelenjar ini
mengeluarkan lendir dan salurannya keluar antara
limen dan labia minora.

6) Himen adalah diafragma dari membrane lifis, di


tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat
mengalir keluar. Letaknya di mulut vagina, dan dengan
demikian memisahkan genetalia eksterna dan interna.

7) Vagina (liang sanggama) adalah lubang berotot yang


dilapisi membrane dan jenis epithelium bergaris yang
khusus dialiri pembuluh darah dan serabut saraf secara
berlimpah.
b. Organ reproduksi interna
1) Uterus (rahim) adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk
buah pir terletak di dalam pelvis antara rectum di
belakang dan kandung kencing.
2) Fundus bagian cembung di atas muara tuba uterine.
3) Badan uterus melebar dari fundus ke serviks, sedangkan
antara badan dan serviks terdapat istmus.
4) Ovarium indung telur adalah kelenjar berbentuk biji buah
kenari terletak di kanan dan kiri uterus, di bawah tuba
uterine dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum
latum uteri.
5) Tuba uterine (falopi atau saluran telur) berjalan di sebelah
kiri dan sebelah kanan, dari atas uterus ke samping di tepi
atas ligamen lebar ke arah sisi pelvis.

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang mungkin dapat terjadi menurut Mochtar Rustam


(1998) :
a. Amenorea.
b. Sakit perut dan mulas-mulas.
c. Perdarahan yang bisa sedikit atau banyak, dan biasanya seperti
stolsel (darah beku).
d. Sudah ada keluar fetus atau jaringan.
e. Sering terjadi infeksi.
f. Pada pemeriksaan dalam untuk abortus yang baru terjadi didapati
serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan
dalam kanalis servikalis atau kavum uteri serta uterus yang
berukuran lebih kecil dari seharusnya.

5. Patofisiologi Abortus Inkompletus


Etiologi dari abortus adalah faktor kromosom, kelainan alat-alat
reproduksi ibu, gangguan sirkulasi plasenta dan penyakit-penyakit ibu
yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan kromosom. Kelainan
alat-alat reproduksi ibu juga mengakibatkan terjadi kelainan pertumbuhan
kromosom. Kelainan pertumbuhan kromosom ini dapat menyebabkan
terlepasnya jaringan placenta.
Gangguan sirkulasi placenta juga menyebabkan terlepasnya jaringan
placenta. Penyakit ibu seperti anemia dapat mengakibatkan gangguan
peredaran darah dalam placenta sehingga menyebabkan terlepasnya
jaringan placenta. Sedangkan penyakit ibu seperti infeksi dapat
mengakibatkan kelainan pada placenta, sehingga placenta tidak dapat
berfungsi dan mengakibatkan terlepasnya jaringan placenta menyebabkan
keluarnya sebagian hasil konsepsi dalam uterus, sehingga menyebabkan
nyeri. Terlepasnya jaringan placenta ini dapat terjadi perdarahan pada ibu
sehingga mengakibatkan perubahan status kesehatan. Karena kurangnya
terpajan informasi, maka terjadi perubahan status kesehatan. akibat
perdarahan maka dapat terjadi resiko tinggi kekurangan volume cairan.
perdarahanini dilakukan prosedur invasive dan tindakan curetage,
sehingga diangkat diagnosa resiko tinggi infeksi (Manuaba, dkk. 1998 dan
Doenges, 2001).
6. Kajian Keperawatan
 Pengkajian Primer
a. A (Airway)
Adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas disebabkan
adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada
obstruksi maka lakukan :
 Chin lift atau jaw trust
 Suction atau hisap
 Guedel airway atau OPA
 Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi
netral.
b. B (Breathing)
Kelemahan menelan atau batuk atau melindungi jalan napas,
timbulnya pernapasan yang sulit dan atau tak teratur, suara nafas
terdengar ronchi atau aspirasi, whezing, sonor, stidor atau ngorok,
ekspansi dinding dada. Edema paru terjadi dengan cepat pada
pasien hamil yang mengalami PRHD atau pada pasien yang
menerima resusitasi cairan. Ronki basah kasar atau halus dapat
terauskultasi.
c. C (Circulation)
Tekanan darah meningkat , hipertensi terjadi pada tahap
lanjut, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada
tahap lanjut.

 Pengkajian skunder
Pengkajian yang dilakukan terhadap preeklamsi berat antara lain
1) Identitas umum ibu : : nama, alamat, jenis kelamin, umur,
pekerjaan, no CM, diagnosa medis
2) Data riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu
 Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil
 Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklamsia pada
kehamilan terdahulu
 Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas
 Ibu mungkin pernah menderita penyakit ginjal kronis
Riwayat kesehatan sekarang
 Ibu menderita sakit kepala di daerah frontal
 Gangguan visus : penglihatan kabur, skotoma, dan diplopia
 Mual muntah tidak ada nafsu makan
 Edema pada ekstremitas
 Tengkuk terasa berat
Riwayat kesehatan keluarga
 Kemungkinan mempunyai riwayat preeklamsia ringan atau
berat dan eklamsia dalam keluarga
Riwayat perkawinan
 Biasanya terjadi pada wanita yang menikah dibawah usia 20
tahun atau diatas 35 tahun.
3) Data Subjektif
1. Kenaikan berat badan yang timbul secara cepat dalam waktu
yang singkat menunjukkan adanya retensi cairan dan dapat
merupakan gejala dini dari preeklamsia. Pasien sadar akan
edema yang menyeluruh, terutama pembengkakan pada muka
dan tangan. Keluhan yang umum dalah sesaknya cincicn pada
jari-jarinmya.
2. Sakit kepala : meskipun sakit kepala merupakan gejala yang
relatif biasa selama kehamilan, sakit kepala dapat juga menjadi
gejala awal dari edema otak. Sebagai konsekuensinya, tekanan
darah passien harus ditentukan.
3. Gangguan penglihatan mungkin merupakan gejala dari
preeklamsia dan dapat menunjukkan spasme arteriolar retina,
iskemia, edema, atau pada kasus-kasus yang jarang, pelepasan
retina.
4. Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas menunjukkan
pembengkakan hepar yang berhubungan dengan preeklamsia
berat atau menandakan ruptur hematoma subkapsuler hepar.
4) Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum : Tekanan darah meningkat.
2. Pemeriksaan Fisik
 Edema menunjukkan retensi cairan. Edema pada muka dan
tangan tampakanya lebih menunjukkan retensi cairan yang
patologik.
 kenaikan berat badan yang cepat merupakan suatu petunjuk
dari retensi cairan ekstravaskuler.
 Pemeriksaan Retina : spasme arteriolar dan kilauan retina
dapat terlihat.
 Pemeriksaan toraks : karena edema paru merupakan satu dari
komplikasi serius dari preeklamsia berat, paru-paru harus
diperiksa secara teliti.
 Refleks tendon profunda (lutut dan kaki) : hiperefleksia dan
klonus merupakan petunjuk dari peningkatan iritabilitas
susunan saraf pusat dan mungkin meramalkan suatu kejang
eklampsia.
 Pemeriksaan Abdomen : rasa sakit daerah hepar merupakan
suatu tanda potensial yang tidak menyenangkan dari
preeklampsia berat. Pemeriksaan uterus penting untuk
menilai umur kehamilan, adanya kontraksi uterus dan
presentasi janin.
 pemeriksaan Pelvis : keadaan serviks dan stasi dari bagian
terbawah merupakan pertimbangan yang penting dalam
merencanakan kelahiran per vaginam atau per abdominam.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kasus kegawatdaruratan obstetri dan ginekologi secara dini penting
agar pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Kegawatdaruratan
dalam bentuk obstetric dan ginekologidiantaranya:
Preeklampsia Berat
Gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri
dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda
kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,gejalanya biasanya muncul
setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012)
Eklampsia
Suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia memburuk
menjadi kejang (Helen varney; 2007). Penyakit akut dengan kejang dan
coma pada wanita hamil dan dalam nifas dengan hipertensi, oedema dan
proteinuria (Obtetri Patologi, R. Sulaeman Sastrowinata, 1981 ).
Embolisme Ketuban
Embolisme ketuban atau Emboli cairan ketuban merupakan komplikasi
persalinan dan kelahiran yang jarang terjadi dan sering fatal.
Perdarahan
Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam
setelah kelahiran dan biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui
saluran genital. (Vicky Chapman, 2006)
Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan. (Mochtar Rustam, 1998)
B. Saran
Perawat sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien
sangat perlu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan agar mampu merawat pasien
secara komprehensif dan optimal. Dan perawat juga harus bekerjasama dengan tim
kesehatan lain (dokter, ahli gizi, psikoatri dan pekerja sosial) dalam melakukan
perawatan / penanganan pasien hamil disertai dengan plasenta.
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Bagus Gede. (2010). Ilmu Penyakit Kandungan dan KB.Jakarta :EGC

Prawirohardjo, S. (2008).Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal.Jakarta : YBP

Yusmardi.(2010). Perbandingan Kadar Asam Folat Serum Maternal Preeklampsia


Berat dengan Kehamilan Normal. Tesis Bagian Obgyn FK USU : RSUP Haji
Adam Malik

Taber, Ben-Zion, M.D. 1994.Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi.Jakarta :EGC.


https://www.scribd.com/doc/149604059/PP-Askep-Gawat-Darurat-Maternitas-
Eklampsia
Laurent A. Dutton, dkk. 2012. Rujukan Cepat Kebidanan. Jakarta: EGC

N &Dwi, M. 2013. Asuhan Kebidanan Patologi, Teori dan Tinjauan Kasus dilengkapi
Contoh Askeb. Yogyakarta: Nuha Medika

K & Wahyu P. 2013. Keperwatan Maternitas. Nuha Medika: Yogyakarta

Hasnah &Triratnawati A. 2003. Penelusuran Kasus – Kasus Kegawatdaruratan


Obstetri Yang Berakibat Kematian Maternal Studi Kasus Di Rsud Purworejo,
Jawa Tengah. Di unduh dari :http://repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/56.pdf

Fanani B. 2010. Ruptur Uteri. Diunduh dari :http://ifan050285.wordpress.com/


2010/02/21/ruptur-uteri/

Idhuu. 2012. Perdarahan Awal Kehamilan. Diunduh dari


:http://healthyenthusiast.com/perdarahan-awal-kehamilan.html

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri (Jilid 1, Edisi 2). Jakarta : EGC

Saifudin. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : YBP-SP

Anda mungkin juga menyukai