Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN MATERNITAS

LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESARIA DENGAN ATAS


INDIKASI PRE EKLAMSI BERAT

Di susun oleh :

Fahar Halimi Syahiruddin (433131420120009)

2A/Strata 1 Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HORIZON KARAWANG
Jln. Pangkal Perjuangan KM 1 Raya Bypass Karawang
A. Judul

SECTIO CAESARIA DENGAN INDIKASI PRE EKLAMSI BERAT

B. Konsep Sectio Caesarea


1. Pengertian Sectio Caesarea (SC)
Sectio Caesarea (SC) adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. Sectio Caesarea (SC)
adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding
abdomen dan uterus sehingga janin dapat lahir secara utuh dan sehat.
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut dan vagina. Ada beberapa
istilah dalam Sectio Caesarea (SC) yaitu:
a. Sectio Caesarea Primer (Elektif)
SC primer bila sejak mula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan
dengan cara SC.
b. Sectio Caesarea Sekunder SC sekunder adalah keadaan ibu bersalin
dilakukan partus percobaan terlebih dahulu, jika tidak ada kemajuan (gagal)
maka dilakukan SC.
c. Sectio Caesarea Ulang Ibu pada kehamilan lalu menjalani operasi SC dan
pada kehamilan selanjutnya juga dilakukan SC. 8
d. Sectio Caesarea Histerektomy Suatu operasi yang meliputi kelahiran janin
dengan SC yang secara langsung diikuti histerektomi karena suatu indikasi.
e. Operasi Porro Merupakan suatu operasi dengan kondisi janin yang telah
meninggal dalam rahim tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri dan
langsung dilakukan histerektomi. Misalnya pada keadaan infeksi rahim yang
berat.

2. Pre Eklamsi
Pre eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi
dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada
molahidatidosa. Preeklamsia berat adalah suatu keadaan pada kehamilan
dimana tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau diastolik lebih dari
110 mmHg pada dua kali pemeriksaan yang setidaknya berjarak 6 jam dengan
ibu posisi tirah baring. Jadi Post Sectio Caesaria dengan indikasi Preeklamsia
berat adalah masa setelah proses pengeluaran janin yang dapat hidup di luar
kandungan dari dalam uterus ke dunia luar dengan menggunakan insisi pada
perut dan uterus karena adanya hipertensi, edema dan proteinuria.

3. Indikasi Sectio Caesaria


Indikasi untuk seksio sesaria menurut Mochtar, Rustam, 1998
a. Indikasi untuk ibu Plasenta previa, Distocia serviks, Ruptur uteri
mengancam, Disproporsi cepalo pelviks, Pre eklamsi dan eklamsi, Tumor,
Partus lama
b. Indikasi untuk janin
1. Mal presentasi janin
a) Letak lintang 32
1) Bila ada kesempitan panggul sectio caesarea adalah cara terbaik
dalam segala letak lintang dengan janin hidup.
2) Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan
sectio caesarea.
3) Multipara letak lintang dapat lebih dulu dengan cara yang lain
b) Letak bokong
Dianjurkan seksio sesaria bila ada Panggul sempit, Primigravida,
Janin besar, Presentasi dahi dan muka bila reposisi dan cara lain tidak
berhasil, Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil, atau Gemeli
2. Gawat Janin
Segera lakukan operasi agar tidak terjadi keracunan atau kematian janin,
sesuai dengan indikasi sectio caesarea. Dengan kontra indikasi :
a) Janin mati atau berada dalam keadaan kritis, kemungkinan janin hidup
kecil. Dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi.
b) Janin lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk sectio
caesarea ekstra peritoneal tidak ada.
c) Kurangnya pengalaman dokter bedah dan tenaga medis yang kurang
memadai.
4. Pengertian Bedah Seksio Caesaria dan Pre Eklamsi Berat
Bedah Caesar (juga disebut seksio-C atau melahirkan Caesar) adalah prosedur
pembedahan yang digunakan untuk melahirkan bayi melalui sayatan yang
dibuat pada perut dan rahim. Bedah Caesar meskipun merupakan bedah perut
yang besar, lebih disukai dari pada melahirkan lewat vagina dianggap terlalu
sulit atau terlalu berbahaya baik untuk calon ibu maupun bayinya. Meskipun
demikian, pada sebagian besar keadaan, melahirkann lewat vagina lebih aman
untuk ibu maupun bayinya, meskipun si ibu sudah pernah mengalami satu atau
beberapa kali bedah.
Pre eklamsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang disebabkan
langsung oleh kehamilan itu sendiri. Preeklamsia adalah peristiwa timbulnya
hipertensi disertai dengan proteinuria akibat kehamilan, setelah usia kehamilan
20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala dari preeklamsia ini dapat
timbul setelah persalinan

5. Primigravida
Pada wanita yang memiliki kasusu primigravida, proses pembentukan antibodi
penghambat (blocking antibodies) belum sempurna. Hal tersebut yang
meningkatkan terjadinya preeklamsia. Perkembangan preeklamsia semakin
meningkat pada kasusu dengan umur ibu yang ekstrem, seperti terlalu muda
atau terlalu tua.

6. Kehamilan Ganda
Kasus preeklamsia pada umumnya lebih sering terjadi pada wanita yang
mengandung bayi kembar atau terlalu tua.

7. Riwayat Penyakit Tertentu


Penyakit yang menjadi faktor preeklamsia berat seperti hipertensi kronik,
diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerative seperti reumatik ginjal
atau lupus
8. Tanda dan Gejala Pre Eklamsi berat
Untuk kasus yang termasuk preeklamsia berat, apabila pada kehamilan lebih
dari 20 minggu didapatkan satu atau lebih tanda dan gejala sebagai berikut
a. Tekanan darah sekitar 160/110 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
b. Tes celup urine menujukan nilai proteinuria > 2+ atau dalam pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukan hasil > 5g/24jam.
c. Mengalami trombositopenia (,100.000 sel/uL), hemolysis mikro angiopati,
dan peningkatan SGOT/SGPT
d. Terdapat nyeri pada epigastrium
e. Adanya gangguan penglihatan
f. Tersa nyeri kepala
g. Adanya gangguan pertumbuhan janin intra uteri
h. Edema paru dan atau gagal jantung kongesif
i. Oliguria (<500ml/24 jam) dan kreatinin >1,2 mg/dl

9. Patofisiologi Pre Eklamsi Berat


Patofisiologi pada kasus preeklamsia berhubungan dengan perubahan fisiologi
kehamilan. Adaptasi fisiologo yang normal pada kehamilan meliputi
peningkatan volume plasma darah, penurunan resistensi vaskuler sistemik
systemic vascular resistance (SVR), vasodilatasi, peningkatan curah jantung
serta penurunan tekanan osmotic koloid. Pada kasus wanita yang mengalami
preeklamsia, volume plasma ini adalah terjadinya hemokonsentrasi dan
peningkatan hematocrit maternal.perubah ini yang membuat perfusi organ
maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme
siklik kemudian menurunkan perfusi organ dengan cara menghancurkan sel-
sel darah merah, sehingga kemudian kapasitas oksigen maternal menurun.
10. Pathway Keperawatan

Insufisiensi plasenta Sirkulasi uteroplasenta menurun Cemas pada janin

Tidak timbul HIS Kadar kortisol menurun (merupakan


metabolisme karbohidrat, protein dan lemak)

Faktor predisposisi : Tidak ada perubahan pada serviks

 Ketiidak seimbangan sepalo pelvic


 Kehamilan kembar Kelahiran terhambat
 Distress janin

Post date

SC

Persalinan tidak normal

Kurang Nifas (Post pembedahan) Estrogen


Pengetahuan meingkat
Ansietas Nyeri, Imobilisasi, Risiko infeksi, Ansietas Penurunan laktasi

Pembendungan laktasi
11. Pemeriksaan Penunjang
Uji diagnostik dasar
a. Pengukuran TD
b. Analisa protein dalam urin
c. Pemeriksaan edema
d. Pengukuran TFU

12. Pemeriksaan funduskopik


a. Uji laboratorium
1) Evaluasi hematopik
2) Pemeriksaan fungsi hati
3) Pemeriksaan fungsi ginjal
b. Uji meramalkan hipertensi
1) Roll-over test
2) Pemberian infus angiotensin

13. Penatalaksanaan Pre Eklamsi Berat


Pada kasus preklamsia berat, pasien harus ditangani secara aktif serta
penanganannya dilaksanakan di rumah sakit rujukan. Ada dua kegiatan penata
laksanaan yang harus dilakukan, yang pertama adalah antikosulvan dan yang
kedua yaitu melakukan penanganan umum. Antikosulvan dilakukan dengan
memberi magnesium sulfat (MgSO4) yang merupakan obat pilihan untuk
mencegah dan kejang pada preklamsi berat. Sebelum memberikan MgSO 4 ada
beberapa hal yang harus diperiksa dari pasien diantrananya seperti frekuensi
pernapasan minimal 16 kali permenit, reflek patella harus +, urin minimal
20ml/jam dalam 4 jam berturut-turut. Pemberian MgSO 4 harus dihentikan
apabila terjadi hal hal seperti frekuensi pernapasan pasien kurang dari 16 kali
per menit, reflek patella -, serta urin kurang dari 30ml/jam dalam 4 jam
terakhir.
Hal-hal yang termasuk penanganan umum adalah :
a. Apabila tekanna diastolit tetap tetapu lebih 110 mmHg berikan obat
antihipertensi sampai tekanan diastolic diantara 90-100 mmHg
b. Pasang infus dengan jarum besar (16G atau lebih)
c. Ukur keseimbangan cairan dan jangan sampai terjadi overdosis cairan.
d. Melakukan kateterisasi urine untuk memantau pengeluaran urin dan
proteinuria
e. Apabila urin kurang dari 30 ml perjam maka harus menghentikan
pemberian maknesium sulfat (MgSO4) kemudian berikan cairan IV (NaCL
0,9% atau ringer laktat) pada kecepatan 1 liter per 8 jam
f. Pantau kemungkinan edema paru
g. Jangan meninggalkan pasien sendirian apabila pasien kejang serta
aspirasimuntah karena dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin
h. Observasi tanda-tanda vital
i. Melakukan auskultaasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru
j. Menghentikan pemberian cairan IV dan diuretic misalnya Furosemida 40
mg IV sekali apabila terjadi edema paru
k. Nilai pembekuan darah dengan uji bekuan sederhana. Apabila pembekuan
terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan besar terdapat koagulopati.

14. Adaptasi Fisiologis dan Psikologi Ibu Post Partum


a. Sistem Reproduksi
1) Proses Involusi
Involusi adalah proses kembalinya uterus ke kondisi sebelum
kehamilan, yang dimulai sesaat setelah pengeluaran plasenta dengan
kontraksi otot uterus. Dalam 12 jam persalinan, tinggi fundus uteri
kurang lebih 1 cm di atas umbilicus dan turun 1-2 cm tiap harinya. 6
hari postpartum, fundus uteri setinggi pertengahan antara unbilikus
dan simfisis. 9 hari postpartum uterus tidak teraba karena masuk ke
rongga pelvis 1-2 minggu postpartum, berat uterus antara 50-60 gr.
Penurunan hormone estrogen dan progesterone setelah persalinan
menyebabkan terjadinya autolysis pada jaringan uterus dalam proses
pengembalian ke kondisi sebelum hamil. Penyebab utama dari
subinvolusi adalah tertinggalnya jaringan plasenta dan infeksi.
2) Kontraksi uterin
Intensitas kontraksi uterin meningkat secara bermakna segera setelah
persalinan bayi, yang merupakan respon untuk segera mengurangi
jumlah volume intra uterin. Selama 1 sampai 2 jam pertama
postpartum, aktivitas uterin menurun dengan halus dan dengan
progresif dan stabil.
3) Afterpains
Relaksasi dan kontraksi secara bergantian dan periodic menyebabkan
kram uterus yang tida nyaman dan disebut sebagai afterpains dan
terjadi pada awal post partum. Afterpains lebih dirasakan oleh ibu-ibu
yang melahirkan bayi yang besar, gameli atau hidramnion. Menyusui
dan oksitosin injeksi dapat memperberat afterpains karena
menyebabkan kontraksi uterus lebih kuat.
4) Tempat perlekatan plasenta
Segera setelah plasenta dan selaput amnion keluar, terjadi
vasikontriksi dan trombosi untuk mencegah tempat perlekatan
plasenta melebar. Pertumbuhan endometrium menyebabkan
terlepasnya jaringan nekrotik dan mencegah timbulnya jaringan scar.
Hal ini akan mempengaruhi tempat perlekatan plasenta pada
kehamilan yang akan datang. Regenerasi endometrium akan selesai
pada minggu ke-3 postpartum, sedangkan pada tempat plasenta akan
pulih pada minggu ke-6 postpartum
5) Lokhea
Pengeluaran uterus setelah melahirkan disebut lokhea. Pengeluaran
lokhea meliputi 3 tahap yang dikarakteristikan dengan warna, jumlah
dan waktu pengeluaran.
a) Lokhe rubra
Mengandung darah, sel desidua, dan bekuan darah berwarna
merah menyala berbau amis. Pada 2 jam setelah melahirkan,
jumlah lokhea mungkin seperti saat menstruasi. Hal ini
berlangsung sampai hari ke 3-4 postpartum.
b) Lokhea serosa
Mengandung sisa darah, serum, dan leukosit. Warna pink atau
kecoklatan dan berlangsung sampai hari ke-10 postpartum.
c) Lokhea Alba
Mengandung leukosit, desidu, sel epitel, mucuc, serum dan
bakteri. Berwarna kekuningan hingga putih dan berlangsung
sampai minggu ke 2-6.
6) Cerviks
Cerviks kembali lembut segera setelah persalinan. Serviks atas atau
segmen bawarhuterus tampak edema, tipis dan fragil selama beberapa
hari setelah postpartum. Posrio mungkin menonjol kearah vagina,
tampak memar dengan sedikit laserasi. Laktasi dapat menghambat
pruduksi mukosa cerviks karena menghambat pruduksi estrogen.
7) Vagina dan perenium
Kondisi vagina kembali seperti sebelum kehamilan terjadi pada
minggu ke6-8 postpartum. Rugae muncul kembali setelah minggu ke-
4 postpartum tetapi tidak mungkin kembali ke kondisi seperti saat
sebelum menikah, penurunan estrogen juga menyebabkan produksi
mukosa vagina berkurang sehingga lubrikasi minimal mukosa
kembali menebal setelah ovarium kembali berfungsi.
Pada ibu dengan luka episiotomy maka harus menjaga kebersihan
daerah perenium minimal selama 2 minggu postpartum. Proses
penyembuhan luka episiotomy sama dengan luka insisi pada tindakan
bedah lainnya. Tanda-tanda infeksi yaitu REEDA harus dipantau.
Proses penyembuhan akan terjadi setelah minggu 2-3 postpartum.
Hemoroid juga dapat ditemukan pada ibu postpartum, terutama pada
ibu yang mengedan kuat saat persalinan. Ibu mungkin mengeluh
gatal, tidak nyaman atau terdapat perdarahan selama defekasi.
Hemoroid akan berkurang setelah 6 minggu postpartum.
b. Sitem Endokrin
1) Hormone plasenta
Keadaan hormone plasenta menurun dengan cepat setelah
persalinan seperti human plasenta laktogen (hPL), human corionik
gonadotropin (HCG). Estrogen dan progesterone mencapai kadar
terendah pada minggu pertama postpartum.
2) Hormone Hipofisis dan fungsi ovarium
Hormone prolaktin meningkat secara progresif selama kehamilan
dan setelah melahirkan akan tetapi meningkat pada ibu menyusui.
Kadar prolactin akan ditentukan oleh lama dan frekuensi
menyusui, status nutrisi ibu, serta kekuatan bayi dalam menghisap.
c. Abdomen
Abdomen pada ibu postpartum kembali normal hampir seperti kondisi
sebelum hamil setelah minggu ke-6 postpatum,
d. Sistem Perkemihan
Steroid yang tinggi selama kehamilan menyebabkan fungsi ginjal
menjadi meningkat. Setelah persalinan, kadar steroid berkurang dan
fungsi ginjal juga menurun. Ginjal akan kembali normal seperti
sebelum hamil 1 bulan
e. Sistem Gastrointestinal
1) Nafsu makan
Ibu postpartum akan merasa kelaparan setelah melahirkan karena
energi yang dikeluarkan saat persalinan.
2) Buang air besar
BAB spontan mungkin terjadi pada hari 2-3 postpartum.
Keterlambatan ini disebabkan oleh penurunan tonus otot kolon
selama persalinan dan postpartum, diare, kekurangan makanan
atau dehidrasi.
f. Payudara
Saat mulai menyusui, massa berupa kanting ASI dapat terba di
payudara, hanya berbeda dengan massa pada tumor atau karsinoma,
massa pada payudara ibu menyusui berpindah-oindah dan tidak
menetap.
g. Sitem Kardiovaskuler
1) Volume darah
Perubahan volume darah dipengaruhi oleh kehilangan dan
pengeluaran edema fisiologis saat kehamilan. Volume darah yang
bertambah (1000-15000 ml) selama kehamilan akan berkurang
sampai 2 minggu postpartum dan kembali ke kondisi sebelum
kehamilan pada bulan ke-6 post partum.
2) Cardiac output
CO akan meningkat disbanding saat kehamilan pada 30-60 menit
setelah persalinan.
3) Komponen darah
Selama 72 jam setelah persalinan Hb dan Ht akan meningkat
hingga 7 hari setelah persalinan. Tidak terdapat destruksi sel darah
merah selama periode postpartum dan kadar sel darah merah akan
kembali normal setelah minggu postpartum
h. Sistem Persyarafan
Sakit kepala saat postpartum dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti eklamsia, stress kehilangan cairan serbrospinal saat dilakukan
spinal anastesi
i. Sistem Muskuloskeletal
Relaksi sendi terutama pada sendi panggul yang terjadi selama
persalinan kembali mendekat dan stabil pada minggu ke6-8 postpartum
j. Sistem Integument
Kleasma gravidarum biasanya menghilang pada akhir kehamilan.
Hiperpigmentasi pada aerola dan linea nigra mungkin masih ada
sampai setelah persalinan.

C. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian focus
a. Pemeriksaan fisik

1) Kepala
a) Rambut : rambut dapat bersih atau kotor, warna bervariasi sesuia
dengan ras, rambut rontok atau tidak.
b) Mata : penglihatan baik/ tidak, kongjungtiva anemis/tidak, sklera
ikterik/tidak.
c) Hidung : hidung simetris / tidak, bersih/tidak, secret ada/tidak, ada
pembengkakan/tidak.
d) Telinga : ganggua pendengaran/tidak, adanya serumen / tidak,
simetris atau tidak.
e) Mulut : kebersihan mulut, mukosa bibir dan kebersihan gigi b.
2) Leher Adanya pembengkakan kelenjer tyroid/tidak, warna kulit leher.
3) Thorax
a) Payudara : ASI ada/tidak, puting susu menonjol/tidak
b) Paru- paru :
(1) I : simetris kiri kanan/ tidak
(2) P: teraba massa / tidak
(3) P: perkusi diatas lapang paru biasanya normal
(4) A : suara nafas biasanya normal ( vesikuler )
c) Jantung :
(1) I: ictus cordis terlihat/tidak
(2) P: ictus cordis terba/tidak
(3) P: suara ketuk jantung
(4) A: reguler, adakah bunyi tambahan tidak
d) Abdome :
(1) I: abdomen mungkin masih besar atau menonjol, terdapat luka
operasi tertutup perban
(2) A: bising usus +/-
(3) P: nyeri pada luka operasi, TFU di umbilicus setelah janin
lahir
(4) P: difan muskuler pertahanan otot
e) Genetalia
Lihat keadaaan perineum bersih/tidak, jumlah dan warna lochea
post sc hari ke3 biasanya warna lochea rubra, dan berapa kali ganti
duk.
f) Ekstremitas
Post sc dapat terjadi kelemahan sebagai dampak anestesi yang
mendefresikan sistem saraf pada muskulosskletal sehingga
menurunkan yonus otot.

b. Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorium : pemeriksaan Hb dan leukosit, biasanya pasien dengan
post sc akan mengalami kekurangan darah dan peningkatn leukosit.
c. Data Subjektif
1) Umur biasanya sering terjadi pada primigravida, <20 tahun atau >35
tahun
2) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah,
adanya edema, pusing, nyeri epigastrium, pandangan kabur
3) Riwayat kesehatan sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
4) Riwayat kehamilan, kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
dan riwayat kehamilan dengan pre eklamsi.
d. Data objektif
1) Inpeksi : edema tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
2) Palpasi: untun mengetahui TFU, letak janin dan lokasi edema
3) Perkusi : untuk mengetahui reflek patella sebagai syarat pemberian
SM jika refleksi positif
4) Auskultasi : mendengarkan DJJ, TD > 140/90mmhg, preeklamsia
berat TD sistolik >160 mmHg dan atau TD diastolic >110 mmHg

2. Diagnosis Keperawatan

a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis


b. Risiko Infeksi
c. Ansietas

3. Perencanaan keperawatan

Diagnosis Tujuan & Kritea Intervensi


Keperawatan hasil
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan tindakan Observasi
keperawatan selama
dengan agen
3x24 jam  Indikasi lokasi,
pencedera diharapkan masalah karakteristik, durasi,
fisiologis nyeri akut teratasi frekuensi, kualitas,
dengan kriteria
intensitas nyeri
hasil:
 Indikasi skala nyeri
 Kemampuan
menuntaskan  Indikasi respon nyeri non
aktivitas verbal
meningkat  Indikasi faktor yang
 Keluhan memperberat dan
nyeri
memperingan nyeri
menurun
 Meringis  Indikasi pengetahuan dan
menurun keyakinan keyakinan
 Perasaan
tentang nyeri
depresi
(tertekan)  Identifikasi pengaruh
menurun budaya terhadap respon
 Perineum
nyeri
terasa
tertekan  Identifikasi pengaruh nyeri
menurun pada kualitas hidup
 Uterus  Monitor keberhasilan
teraba
membulat terapi komplementer yang
menurun sudah di berikan
 Ketegangan  Monitor efek samping
otot
penggunaan analgetik
menurun
 Frekuensi Terapeutik
nadi  Berikan teknik non
membaik
farmakologis untuk
 Pola napas
membaik mengurangi rasa nyeri
 Tekanan  Kontrol lingkungan yang
darah memperberat rasa nyeri
membaik
 Proses  Fasilitasi istirahat dan tidur
berpikir  Pertimbangkan jenis dan
membaik sumber nyeri dalam
 Fokus
pemilihan strategi
membaik
 Fungsi meredakan nyeri
berkemih Edukasi
membaik
 Jelaskan penyebab, periode
 Perilaku
membaiik dan pemicu nyeri
 Pola fikir  Jelaskan strategi
membaik
meredakan nyeri
 Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgesic secara tepat
 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgesik,
jika perlu
Risiko Infeksi Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi
tindakan Observasi
keperawatan selama
3x24 jam  Identifikasi adanya nyeri
diharapkan masalah atau keluhan fisik lainnya
risiko infeksi  Identifikasi toleransi fisik
teratasi dengan
kriteria hasil: melakukan pergerakan
 Monitot frekuensi jantung
 Elastisitas
dan TD sebelum memulai
meningkat
mobilisasi
 Perfusi
 Monitor kondisi umum
jaringan
selama melakukan
meningkat
mobilisasi
 Kerusakan
Terapeutik
jaringan
 Fasilitasi aktivitas
menurun
mobilisasi dengan alat
 Kerusakan
bantu (mis. Oagar tempat
lapisan kulit
tidur)
menurun
 Fasilitasi melakukan
 Nyeri
pergerakan, jika perlu
menurun
 Libatkan keluarga untuk
 Perdarahan
membantu pasien dalam
menurun
meningkatkan pergerakan
 Kemerahan
Edukasi
menurun
 Jelakan tujuan dan
 Jaringan prosedur operasi
parut  Anjurkan melakukan
menurun mobilisasi dini
 Suhu kulit  Anjurkan mobilisasi
membaik sederhana yang harus
 Sensasi dilakukan (mis. Duduk
membaik ditempat tidur, duduk disisi
 Tekstur tempat tidur, pindah dari
membaik tempat tidur ke kursi)
Ansietas Setelah dilakukan Terapi relaksasi
tindakan Observasi
keperawatan selama
3x24 jam  Identifikasi penurunan
diharapkan masalah tingkat energi, ketidak
ansietas teratasi mampuan berkonsentrasi,
dengan kriteria
atau gejala lain yang
hasil:
mengganggu kemampuan
 Verbalisasi
kognitif
kebingungan
 Identifikasi teknik relaksasi
menurun
yang pernah efektif di
 Perilaku
gunakan
tegang
 Identifikasi kesediaan,
menurun
kemampuan dan
 Tremor
penggunaan teknik
menurun
sebelumnya
 Pucat
 Periksa ketegangan otot,
menurun
frekuensi nadi, TD dan
 Konsentrasi
suhu sebelum dan sesudah
membaik
latihan
 Pola tidur
Terapeutik
membaik
 Ciptakan lingkungan
 Frekuensi
tenang dan tanpa gangguan
pernapasan
dengan pencahayaan dan
membaik
suhu ruang nyaman, jika
 Frekuensi memungkinkan
nadi  Berikan informasi tertulis
membaik tentang persiapan dan
 Tekanan prosedur teknik relaksasi
darah  Gunakan pakaian longgar
membaik  Gunakan nada suara
 Kontak mata lembut dengan irama
membaik lambat dan berirama
 Pola  Gunakan relaksasi sebagai
berkemih strategi penunjang dengan
membaik analgetik atau tundakan
 Orientasi medis lain, jika perlu
membaik Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan dan jenis relaksasi
yang tersedia
 Jelaskan secara rinci
intervensi yang dipilih
 Anjurkan mengambil
posisi nyaman
 Anjurkan rileks dan
merasakan sensai rileksasi
 Anjurkan sering
mengulang atau melatih
teknik yang dipilih
DAFTAR PUSTAKA

Amelia.S. (2019). ASUHAN KEBIDANAN KASUS KOMPLEKS MATERNAL &


NEONATAL. Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS

Simkin. P., Janet. W., dan Anna. K. (2015). Panduan Lengkap Kehamilan Melahirkan
& Bayi. Jakarta: Arcan.

Tim Pokja SDKI DPP PPMI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Lauaram Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Triwahyuni, R. (2015). ASUHAN KEPERAWATAN PADA POST OPERASI
SECTIO CAESAREA. In Proceedings of the National Academy of Sciences (Vol.
3, Issue 1).

Anda mungkin juga menyukai