Anda di halaman 1dari 16

DEFINISI

Limfangioma merupakan tumor jinak yang disebabkan dari malformasi kongenital


sistem limfatik. Tumor ini biasanya terjadi di kepala, leher, dan ketiak, namun
kadang terjadi pada mediastinum, retroperitoneum, dan paha. Sering juga terjadi pada
skrotum dan perineum.
Limfangioma merupakan massa kistik yang jinak, multilobular, dan multinodular
yang dibentuk oleh sel-sel endotel. Limfangioma merupakan akibat dari kesalahan
pembentukan (malformasi) dan obstruksi dari sistem limfatik. Pada beberapa kejadian,
dapat terbentuk sequestrasi dari jaringan limfatik yang tidak berhubungan dengan sistem
limfatik yang normal. (Craig T. Albanese & Karl G. Sylvester 2006)
Kebanyakan limfangioma merupakan tumor jinak yang hanya merupakan lesi yang
lunak, tumbuh secara lambat, dan massa tumor yang kenyal. Oleh karena limfangioma
tidak memiliki kemungkinan untuk menjadi ganas, pada umumnya limfangioma hanya
dirawat untuk kepentingan kosmetis saja. Limfangioma dapat terjadi dimana saja pada
kulit dan membran mukosa. Lokasi yang paling umum adalah kepala dan leher, dan
selanjutnya pada ekstremitas proksimal, pantat, dan badan. Namun, limfangioma
terkadang dapat ditemukan di dalam usus, pankreas, dan mesenterium. Lesi kistik yang
lebih dalam biasanya terjadi di area yang longgar dan jaringan areolar, biasanya leher,
ketiak, dan selangkangan. Lesi pada kulit tersebut dapat berupa lesi yang kecil dan
berbatas jelas, hingga luas, diffuse dan berbatas tidak jelas. Limfangioma biasanya adalah
bawaan lahir, dan pada umumnya muncul sebelum usia 2 tahun. Limfangioma dapat
secara tiba-tiba muncul pada anak-anak dan terkadang pada remaja atau dewasa (Glenn
R.Jacobowitz, et al, 2005; Ramesh Ventakesh & HL Trivedi, 2008)
KLASIFIKASI
Secara klinis dan histopatologi, limfangioma diklasifikasikan menjadi 5bentuk
yaitu:
a. Limfangioma Simpleks (limfangioma sirkumskripta lokalisata, limfangioma
kapiler)

Lesi ini biasa timbul saat bayi, berupa bercak soliter, kecil, dengan diameter
kurang dari l cm, terdiri dari vesikel-vesikel berdinding tebal, berisi cairan limfe, dan
menyerupai telur katak. Bila tercampur darah, lesi dapat berwarna keunguan.
Pada pemeriksaan histopatologis akan tampak adanya dilatasi kistik dari
pembuluh limfe yang dindingnya dibatasi oleh selapis endotel yang terdapat pada
dermis bagian atas. Ketebalan epidermis bervariasi, pada beberapa kista limfe,
epidermisnya menipis; sedangkan yang lain dapat menunjukkan akantosis,
papilomatosis, hiperkeratosis, dan pertumbuhan ke bawah yang ireguler.

Gambar 2.1 Limfangioma Sirkumskriptum (www.dermis.net, 1996)

b. Limfangioma Kavernosa
Limfangioma kavernosa terdiri dari pembuluh limfatik yang membesar, dan
secara karakteristik melibatkan jaringan-jaringan sekitarnya.Lesi ini berupa suatu
pembengkakan jaringan subkutan yang sirkumskripta atau difus, dengan konsistensi
lunak seperti lipoma atau kista dan merupakan yang paling sering dijumpai di sekitar
dan di dalam mulut.Limfangioma kavernosa sering terdapat bersama-sama dengan
limfangioma sirkumskripta.Bila mengenai pipi, lidah, biasanya murni merupakan
limfangioma kavernosa.Tapi bila terletak pada leher, aksila, dasar mulut,
mediastinum biasanya kombinasi, dan disebut higroma kistik.
Pemeriksaan histopatologi ditandai dengan adanya kista-kista yang besar
dengan bentuk ireguler, dindingnya terdiri atas selapis sel endotel dan terletak pada
jaringan subkutan. Periendotel jaringan konektif dapat tersusun oleh stroma yang
longgar, atau padat, bahkan dapat fibrosa

Gambar 2.2. Limfangioma kavernosa (Sargunam, 2013)

c. Limfangioma Kistik (Kistik Higroma)


Kistik Higroma adalah limfangioma yang luas, makrokistik yang berisi cairan
kaya protein. Limfangioma kistik terdiri dari rongga limfatik yang besar dan
makroskopik yang dikelilingi oleh jaringan fibrovascular dan otot halus.

Gambar 2.3. Kistik Higroma pada bayi (medicalpicturesinfo.com, 2015)

d. Hemangiolimfangioma
Seperi namanya, hemangiolimfangioma adalah limfangioma yang disertai
dengan komponen vaskuler, sehingga pada gambaran histopatologis tampak kedua
komponen yakni pembuluh limfatik dan pembuluh darah. (Giguere CM et al, 2002)

Gambar 2.4. Hemangiolimfangioma pada axilla (sonoworld.com, 2002)

e. Limfangioendothelioma Benigna
Disebut juga acquired progressive lymphangioma, di mana pada gambaran
histopatologis tampak adanya saluran-saluran limfatik yang menyebar melalui bundel
kolagen yang padat.

Gambar 2.5. Gambaran HPA Limfangioendothelioma


dengan pewarnaan H&E (img.medscape.com, 2015)

Limfangioma kavernosus hampir selalu terjadi di leher atau ketiak dan sangat jarang
terjadi di retroperitonneum. Sedangkan pada limfangioma kapiler juga sering terjadi pada
subcutan dari regio kepala dan leher serta ketiak. Namun, sangat jarang ditemui pada
badan di organ dalam ataupun jaringan ikat dan pada rongga abdomen maupun thoraks.
(Iraklis I. Pipinos & B. Timothy Baxter, 2004)

Namun, karena pengklasifikasian berdasarkan histopatologis tidak berhubungan


dengan perilaku klinis ataupun respon terapi, maka limfangioma juga dapat
diklasifikasikan menjadi mikrokistik, makrokistik, dan subtipe campuran, berdasarkan
pada ukuran dari kista tersebut.
a. Limfangioma Mikrokistik
Limfangioma Mikrokistik terdiri dari kista-kista, yang ukuran volumenya
kurang dari 2 cm3. Mikrokista memiliki diameter kurang dari 1 cm (Giguere CM
et al, 2002; Baird M. Smith & Craig T. Albanese, 2006)
b. Limfangioma Makrokistik
Limfangioma Makrokistik terdiri dari kista-kista yang ukuran volumenya
lebih besar dari 2 cm3. Makrokista ukuran diameternya lebih dari 1 cm dan
cenderung lebih tidak infasif, lebih sedikit jumlahnya, dan lebih mudah untuk
diambil. (Giguere CM et al, 2002; Baird M. Smith & Craig T. Albanese, 2006)
c. Limfangioma Campuran
Limfangioma tipe campuran terdiri dari komponen mikrokista dan makrokista
(Giguere CM et al, 2002)
Kedua mikrokista dan makrokista dapat mengandung darah dan/atau limfe, karena
secara embriologis menyerupai limfatik dan vaskuler. Secara umum, mikrokista lebih
sering mengandung darah dan makrokista lebih sering mengandung limfe. Makrokista
yang mengandung limfe juga seringkali disebut kistik higroma dan dikelompokkan secara
umum di dalam Malformasi Limfatik. (Baird M. Smith & Craig T. Albanese, 2006).
Limfangioma juga dapat dikelompokkan secara staging, yang bervariasi berdasarkan
lokasi dan perluasan dari penyakit. Secara khusus, staging bergantung pada apakah
limfangioma berada di atas tulang hyoid (suprahyoid), di bawah tulang hyoid
(infrahyoid), dan apakah limfangioma berada pada salah satu sisi tubuh (unilateral) atau
keduanya (bilateral). (Giguere CM et al, 2002).
a. Stage I : Unilateral Infrahyoid
b. Stage II

: Unilateral Suprahyoid

c. Stage III

: Unilateral Suprahyoid and Infrahyoid

d. Stage IV

: Bilateral Suprahyoid

e. Stage V

: Bilateral Suprahyoid dan Infrahyoid

EPIDEMIOLOGI
Limfangioma secara umum merupakan lesi yang jarang ditemui. Limfangioma
hanya memiliki persentase sebesar 4% dari seluruh tumor vaskular dan sekitar 25% dari
seluruh tumor vaskular jinak pada anak-anak. (Robert A. Schwartz & Geover Fernandez,
2009; Henri R. Ford et al, 2007)
Limfangioma sering ditemukan pada bayi baru lahir, jarang pada dewasa. Usianya
berkisar dari lahir sampai 12 tahun, sekitar 50% dari malformasi limfatikini tampak pada
bayi baru lahir, dan 90% tampak sebelum usia 2 tahun.(Scwartz, 2011).
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia.Tidak dijumpai adanya predileksi jenis
kelamin, sehingga angka kejadian penderita pria sama dengan wanita.Biasanya
berhubungan dengan anomali kongenital lainnya. Tingkat insidensi penyakit ini yaitu
sekitar 1-2 kejadian per 1000kelahiran hidup. Seperti misalnya Kistik Higroma
(Limfangioma) terjadi sebagai akibat dari sequestrasi atau obstruksi dari pembuluh limfe
yang sedang berkembang, dan terjadi pada 1 : 12.000 anak.
Insidensi lokasi lesi yang tertinggi adalah kepala dan leher, diikuti pada segitiga
posterior dari leher, regio submandibula dan parotis. Sedangkan pada rongga mulut,
lokasi yang paling sering adalah lidah, diikuti pada palatum, mukosa bukal, gingiva dan
bibir.
ETIOLOGI
Penyebab pasti pembentukan lymphangioma tidak diketahui, tetapi kebanyakan
kasus diyakini sporadis. Pembentukan lymphangiomas mungkin mencerminkan
kegagalan saluran limfatik untuk menghubungkan dengan sistem vena selama
embriogenesis, penyerapan abnormal struktur limfatik, atau keduanya. Penelitian
berkelanjutan telah dijelaskan beberapa faktor pertumbuhan pembuluh darah yang
mungkin terlibat dalam pembentukan malformasi limfatik seperti VEGF-C dan FLT-4.
Studi genetik pada penderita limfangioma menunjukkan adanya mutasi dari kromosom
13, 18,21, VEGF-C dan reseptornya. Kasus sekunder terhadap trauma dan infeksi juga
telah dilaporkan (Scwartz, 2011).

Menurut Grasso et al, asal terbentuknya lesi ini dapat berupa hipotesis berikut ini:
a. Tersumbatnya atau berhentinya pertumbuhan normal dari saluran limfatik primitif
selama embriogenesis
b. Proliferasi dari jaringan limfatik sac primitif yang tidak mencapai sistem vena
c. Tumbuhya jaringan limfatik di lokasi yang salah selama embriogenesis.
TANDA DAN GEJALA KLINIS
Limfangioma kebanyakan tampak klinisnya secara jelas pada saat lahir, dan hampir
semua yang jelas pada usia 2 tahun. Kebanyakan muncul sebagai massa adonan lembut
yang terletak di daerah kepala dan leher, dan sebagian besar tidak memiliki gejala yang
berhubungan. Manifestasi klinis tergantung pada aliran getah bening dalam saluran
lesi.Limfangioma dapat bermanifestasi sebagai lymphedema, dan lesi yang lebih besar
dapat melibatkan sistem kerangka dan menyebabkan kerusakan berat.
Malformasi limfatik ini yang berukuran besar di leher atau mediastinum dapat
membahayakan

jalan

nafas,

menyebabkan

stridor,

disfonia,

atau

dispnea.

Lymphangiomas juga telah ditemukan pada pasien dengan sindrom Turner, sindrom
Klinefelter, dan Noonan sindrom (Scwartz, 2011).
Limfangioma terjadi pada lokasi yang diketahui dengan kombinasi yang bervariasi
dari komponen mikrokistik dan makrokistik. Lokasi yang paling umum pada
limfangioma adalah pada ketiak/dada, regio kepala leher, mediastinum, retroperitoneum,
pantat, dan area anogenital. Seringkali kulit yang menutupi tampak normal atau berwarna
kebiruan. Keterlibatan kulit biasanya merupakan akibat dari kerutan yang berada pada
kulit bagian dalam.
Limfangioma di dalam subkutis atau submukosa tampak berupa vesikel kecil, dan
seringkali terjadi perdarahan intravesikular. Limfangioma pada dahi dan mata dapat
mengakibatkan proptosis, strabismus, amblyopia, dan perdarahan intralesi yang berulang.
Limfangioma pada wajah merupakan dasar yang paling sering dari macrocheilia,
makroglossia, macrotia, dan macromala (Pertumbuhan berlebih dari pipi dan tulang
malar). Limfangioma kepala leher berkaitan dengan tumbuhnya badan mandibula yang
berlebih, sehingga menghasilkan open bite dan underbite. Limfangioma pada dasar mulut
dan lidah biasanya menunjukkan adanya vesikel mukosa, pembengkakan yang

berkelanjutan, perdarahan, dan seringkali obstruksi orofaringeal. Limgangioma leher


yang melibatkan supraglostis jalan nafas atas seringkali membutuhkan trakeostomi sejak
dini. (Glenn R. Jacobowitz et al, 2005)
Limfangioma mediastinal adalah perluasan dari limfangioma leher dan ketiak.
Anomali limfatik dari duktus thoraks atau cisterna chyli dapat timbul akibat dari efusi
berulang dari pleural dan pericardial chylous ataupun asites chylous. Limfatik yang
anomali di dalam saluran pencernaan dapat mengakibatkan hipoalbuminemia sebagai
akibat dari enteropati, hilangnya protein secara kronis; dan seringkali terdapat
limfangioma pada sistem organ lainnya (generalized lymphangiomatosis).
Limfangioma di dalam ekstremitas mengakibatkan bengkak yang diffuse ataupun
terlokalisir, atau pembesaran dari jaringan lunak dan pertumbuhan skeletal yang belerbih.
Terdapat pula tipe yang langka berupa limfangioma spongiform di ekstremitas bawah
dengan penampungan kistik proksimal limfatik di selangkangan.
Limfangioma pelvis dapat mengakibatkan obstruksi saluran kencing, konstipasi,
dan infeksi yang rekuren. Ostelisis yang progresif, disebabkan oleh jaringan lunak diffuse
dan limfangioma skeletal, disebut juga Gorham-Stout Syndrome, yang lebih dikenal
penyakit menghilangnya tulang dan phantom bone disease. (Glen R. Jacobowitz et
al, 2005)
Gejala klinis berdasarkan pengelompokkan klasifikasi klinis dapat terlihat sebagai
berikut:

Limfangioma Sirkumskriptum
o Limfangioma sirkumskriptum melibatkan kelompok kecil dari vesikel-vesikel
yang berukuran sekitar 2-4 mm. Vesikel-vesikel jernih ini bervariasi warnanya
mulai dari merah muda, merah, hingga kehitaman sebagai akibat sekunder
perdarahan.
o Lesi ini dapat berupa kutil pada permukaannya; sehingga lesi ini seringkali
disalah artikan sebagai kutil pada umumnya.
o Shah et al melaporkan adanya limfangioma yang muncul pada penis. (Robert
A Schartz & Geover Fernandez, 2009)

Limfangioma Kavernosa

o Sesuai tipenya, limfangioma kavernosus tampak sebagai nodul pada subkutan


dengan konsistensi seperti karet, dan dapat memiliki dimensi yang luas.
o Kulit yang berada di atasnya tidak tampak adanya lesi atau perubahan
o Area yang terlibat dapat bervariasi, dari lesi yang lebih kecil dengan diameter
kurang dari 1 cm hingga lesi yang lebih besar dan melibatkan seluruh tungkai

Kistik Higroma
o Kistik higroma biasanya lebih besar daripada limfangioma kavernosa, dan
seringkali terjadi pada area leher dan parotis.
o Seringkali, limfangioma kavernosa yang dalam tidak tampak pada
pemeriksaan superfisial, namun kistik higroma akan terdeteksi dengan mudah
karena ukuran dan lokasinya. Lesi kistik yang luas ini lunak dan bening.
(Robert A. Schwartz & Geover Fernandez, 2009)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Radiologis
Fasilitas imaging yang sering diperlukan adalah xray, Computed
Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI), USG ,dan Positron
Emission Tomography (PET). Foto toraks membantu adanya metastasis jauh
(diperkirakan15%pasien) atau adanya tumor primer kedua (second primary, 510%). Foto panoramik membantu adanya keterlibatan mandibula.CTscan atau
MRI dari dasar tengkorak sampai ke klavikula akan memberikan informasi detail
tentang ekstensi keterlibatan jaringan lunak atau tulang oleh tumor dan adanya
metastasis regional.
MRI adalah pemeriksaan penunjang terbaik; USG juga dapat memastikan
adanya keberadaan limfangioma makroskistik. Oleh karena isinya yang sebagian
besar berupa cairan, limfangioma menunjukkan hyperintense pada sekuen T2weighted. Lesi makrokistik seringkali memiliki kandungan cairan karena terdiri
dari protein dan darah. Pemberian kontras biasanya memberikan gambaran yang
jelas pada batas dari sekeliling kista yang besar atau diantara septa, walaupun isi
dari mikrokista juga dapat tampak cerah, terutama pada pasien dengan perdarahan
intralesi. Saluran vena yang besar atau anomali adalah bagian dari limfangioma.
Teratoma dan Fibrosarkoma infantil dapat tampak kistik pada gambaran
radiologis dan seringkali disandingkan dengan limfangioma kistik. MR
Limfangiografi dapat memperlihatkan adanya saluran-saluran limfatik yang
membesar

atau

terhambat,

terutama

pada

tungkai.

Walaupun

kontras

limfangiografi konvensional jarang dilakukan, namun pemeriksaan tersebut masih

digunakan untuk melihat lokasi yang akurat dari kebocoran limfatik atau chylous
pada pasien dengan anomali limfatik thoraks.

Gambar 2.6. MRI pada Limfangioma Kavernosa (Sargunam, 2013)

b. Pemeriksaan Histopatologis
Biopsi dapat dilakukan dengan scalpel atau biopsy punch untuk tumor
primer dan fine needle aspiration biopsy (FNAB) pada kelenjar limfatik yang
dicurigai. Apabila ditemukan epidermoid carcinoma pada kelenjar limfatik leher
dianjurkan untuk dilakukan blind biopsy padawaldeyersring.
Selain itu, pemeriksaandermoskopi dapat membantu dalam diagnosis kulit
lymphangioma circumscriptum. Nodul ini diisi dengan cairan cahaya cokelat
muda, lakuna dikelilingi oleh paler septa(Scwartz, 2011).
Secara mikroskopis, tampak vesikel di dalam limfangioma sirkumskriptum
yang sangat mendilatasi saluran limfe sehingga pembuluh kapiler dermis
membesar. Penampakan ini dapat seperti akantosis dan hiperkeratosis. Saluransaluran ini berjumlah banyak di dermis bagian atas dan seringkali meluas ke
subkutan. Pembuluh-pembuluh yang lebih dalam ini seringkali seperti memiliki
ukuran yang besar, dan seringkali memiliki dinding yang tebal yang terdiri dari
otot halus. Dindingnya dipenuhi dengan cairan limfatik, tetapi seringkali terdiri
dari sel-sel darah merah, limfosit, makrofag, dan neutrofil. Saluran-saluran ini
dilapisi oleh sel-sel endotelial, yang positif pada pewarnaan Ulex europaeus

agglutinin-I. Pada jaringan interstisial seringkali terdapat sel-sel limfoid dalam


jumlah banyak dan menunjukkan adanya fibroplasia (Robert A. Schwartz &
Geover Fernandez, 2009)
Nodul pada limfangioma kavernosus secara karakteristik menunjukkan
ukuran yang besar, saluran yang ireguler di dalam kulit retikuler dan jaringan
subkutan yang dibungkus oleh selapis sel-sel endotel. Lapisan yang tidak komplit
dari otot halus seringkali melapisi dinding dari saluran-saluran malformasi ini.
Stroma yang mengelilingi terdiri dari jaringan ikat longgar atau fibrotik dengan
sejumlah sel-sel inflamasi. Tumor-tumor ini seringkali menembus otot. (Robert A.
Schwartz & Geover Fernandez, 2009)
Kistik Higroma tidak dapat dibedakan dengan limfangioma kavernosus
secara histologis (Robert A. Schwartz & Geover Fernandez, 2009)

Gambar 2.7. Gambaran HPA Limfangioma Kavernosa


dengan pewarnaan H&E (Sargunam, 2013)

DIAGNOSA BANDING
Limfangioma memiliki banyak gambaran yang mirip pada penyakit ataupun
kondisi fisiologis lainnya, sehingga perlu diketahui apa saja diagnosa banding dari
Limfangioma:
a. Limfadenopati
b. Sisa dari duktus Thyroglossal
c. Limpoma
d. Dabska Tumor

e. Dermatitis Herpetiformis
f. Herpes Simplex
g. Herpes Zoster
h. Lipoma
i. Limfangiektasia
j. Melanoma Maligna
k. Metastasis dari Karsinoma kulit
l. Neurofibromatosis
m. Stewart-Treves Syndrome
Selain itu, limfangioma juga banyak terlibat/terjadi pada kelainan kongenital berikut ini:
a. Turner Syndrome
b. Chromosomal aneuploidy
c. Hydrops Fetalis
d. Down Syndrome dan kelainan trisomy lainnya
e. Sindrom Fetal Alkohol
f. Noonan Syndrome
g. Trisomies
h. Kelainan jantung
i. Familial pterygium colli
PENATALAKSANAAN
Dua strategi dalam perawatan intervensi dari anomali limfatik adalah skleroterapi
dan reseksi. Perawatan dari limfangioma sebaiknya secara eksisi bedah, memastikan
untuk menjaga seluruh struktur normal yang terinfiltrasi di sekitarnya. Hanya 2/3 dari
malformasi limfatik disetujui untuk dilakukan eksisi menyeluruh. 1/3 nya membutuhkan
eksisi sebagian atau, pada kasus lesi yang ekstensif atau kompleks, eksisi bertahap karena
melibatkan struktur vital di dalam lesi. Reseksi merupakan satu-satunya potensial
perawatan yang dapat menyembuhkan limfangioma. Seringkali exksisi bertahap
diperlukan, dan pengangkatan menyeluruh jarang sekali memungkinkan untuk dilakukan.
Untuk tiap tahapan reseksi, pembedah harus:

1. Konsentrasi pada regio anatomis yang terdefinisi


2. Berusaha untuk membatasi kehilangan darah pasien
3. Melakukuan diseksi menyeluruh dan memungkinkan (dengan batasan anatomis
dan menjaga struktur penting)
4. Bersiap untuk melakukan operasi dalam waktu yang lama. Struktur neural dan
vaskular harus didiseksi perlahan; apabila tidak, dapat memberikan hasil yang
mengecewakan. (Glenn R. Jacobowitz et al, 2005; Iraklis I. Pipinos & B. Timothy
Baxter, 2004; John Aiken & Keith Oldham, 2006)

Gambar 2.8. Massa Limfangioma yang diangkat


pada tindakan eksisi bedah (www.jcdr.net, 2013)

Pemberian injeksi bahan sklerotik hanya boleh diberikan pada limfangioma yang
makrokistik. Bahan sklerotik yang seringkali digunakan adalah etanol murni, sodium
tetradesil sulfat, dan doksisiklin. Baru-baru ini, lesi kistik yang besar pada lokasi yang
sulit untuk dilakukan tindakan bedah, diberikan perawatan dengan injeksi dari OK-432,
yaitu antibodi monoklonal yang diproduksi dengan inkubasi dan interaksi dari
Streptococcus Pyogenes dengan Penicillin. OK-432 (adalah sekelompok grup A
Streptococcus pyogenes yang telah dimatikan) juga digunakan untuk limfangioma
makrokistik. Saat ini, perawatan ini masih bersifat eksperimental tetapi telah memberikan
hasil yang baik pada beberapa kasus yang sulit. Injeksi bahan sklerotik seringkali yang
digunakan adalah bleomycin, namun menunjukkan hubungan yang signifikan atas
komplikasi infeksi, masalah gastrointestinal, dan fibrosis paru. (Glenn R. Jacobowitz et
al, 2005; John Aiken & Keith Oldham, 2006)

Gambar

2.9

Picibanil

OK-432

(www.drugcore.com, 2010)

Teknik lain (misal cryoterapi, diatermi, skleroterapi) memberikan keberhasilan


terbatas, dan terkadang memperburuk infeksi. Bahan sklerotik dapat memberikan peran
penting dalam terapi kistik higroma pada situasi dimana secara anatomis mencegah
dilakukannya reseksi bedah komplit. Terapi pada situasi khusus ini dapat meliputi aspirasi
berulang dari lesi makrokistik dan injeksi dari OK-432 (picibanil), sebuah bahan
sklerotik. Respon inflamasi dapat terjadi bersama dengan perawatan sehingga
memerlukan observasi pada keterlibatan jalan nafas. (Daniel H. Hechtman dan David S.
Shapiro, 2007)
Drainase jangka panjang juga diperlukan usai dilakukannya reseksi. Komplikasi
postoperatif yang segera dapat meliputi drainase serous, hematoma, dan sellulitis.
Seringkali sebuah area kistik perlu dilakukan tapping berulang usai operasi untuk
menyingkirkan cairan serous dan agar flap pada kulit dapat menempel. (Glenn R.
Jacobowitz et al, 2005)
Perawatan radiasi selama ini tidak memberikan keuntungan dalam perawatan
malformasi limfatik dan menjadi penyebab kematian yang signifikan pada anak yang
sedang bertumbuh kembang. (John Aiken & Keith Oldham, 2006)
Resiko dari perawatan meliputi infeksi, pertumbuhan yang progresif dan
hilangnya bentuk asal, perluasan ke area yang sebelumnya tidak terlibat, disfagia,
keterlibatan jalan nafas, dan erosi yang mengenai struktur vaskular. Kista yang
asimptomatis di dalam bayi yang prematur dapat menunggu pertumbuhan dan

perkembangan dari bayi tersebut. Pada kebanyakan pasien tidak diperlukan adanya
penundaan dilakukannya eksisi. (Baird M. Smith & Craig T. Albanese, 2006)
Komplikasi utama dari limfangioma adalah perdarahan intralesi dan infeksi.
Perdarahan dapat terjadi baik spontan ataupun sekunder dari trauma. Limfangioma secara
tiba-tiba membesar, menjadi berwarna kebiruan dan secara khusus menjadi nyeri.
Medikasi analgetik, istirahat, dan waktu adalah hal ang diperlukan dalam perawatan.
Apabila terdapat kummpulan darah intralesi yang banyak, antibiotik profilaksis dapat
diberikan. Limfantioma seringkali tampak bengkak dan menyerupai infeksi virus atau
bakteri pada bagian tubuh manapun. Hal ini tidak berbahaya, karena diakibatkan dari
perubahan aliran atau stimulasi dari komponen limfatik pada dinding saluran anomali.
Selulitis bakteri dalam limfantioma lebih berbahaya. Infeksi dalam limfangioma kepala
dan leher dapat mengakibatkan obstruksi dari jalan napas dan kesulitan menelan.
Insidensi dari selulitis pada limfangioma kepala dan leher dilaporkan sekitar 17%. Hal ini
akan mengakibatkan munculnya pembengkakan terlokalisir yang cepat, jaringan yang
tegang, eritema, nyeri, dan tanda sistemik dari toksisitas. Orang tua biasanya menjadi
waspada pada tanda dan gejala ini dan segera memberi antibiotik. Seringkali infeki ini
tidak dapat dikendalikan dengan antibiotik oral, dan pada anak-anak diperlukan untuk
rawat inap dan diberikan terapi intravena yang berkelanjutan. Kultur darah jarang sekali
mendapatkan orgnisme yang bertanggung jawab. Pilihan antibiotik berdasarkan pada
asumsi bahwa patogen oral merupakan sumber infeksi pada kepala dan leher, dan
organisme enterik pada infeksi di badan, perineum, ataupun ekstrimitas bawah. Aspirasi
cairan dari limfangioma makrokistik hanya memberikan dekompresi sementara dan
jarang sekali memberikan hasil positif pada kultur, dan aspirasi dengan jarum pada kista
kini tidak disarankan kecuali dekompresi dari kista merupakan hal darurat untuk
meringankan obstruksi jalan nafas. (Glenn R. Jacobowitz et al, 2005; John Aiken & Keith
Oldham, 2006).

Anda mungkin juga menyukai