DEFINISI
Definisi secara umum dari perkosaan adalah perbuatan bersenggama yang dilakukan dengan
menggunakan kekerasan, menciptakan ketakutan, atau dengan cara memperdaya.
Pengertian perkosaan di Indonesia sesuai dengan Pasal 285 KUHP yang bunyinya :
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya
bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara
paling lama 12 tahun.
Jadi tindak pidana perkosaan di Indonesia harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
KLASIFIKASI
Perkosaan dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Sadistic Rape
Perkosaan sadistis, artinya pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu dalam bentuk yang
merusak. Pelaku perkosaan telah nampak menikmati kesenangan erotik bukan melalui hubungan
seksnya, melainkan melalui serangan yang mengerikan atas alat kelamin dan tubuh korban.
b. Anger Rape
Yakni penganiayaan seksual yang bercirikan seksualitas yang menjadi sarana untuk menyatakan dan
melampiaskan rasa geram dan marah yang tertahan. Tubuh korban disini seakan akan merupakan
obyek terhadap siapa pelaku yang memproyeksikan pemecahan atas frustasi-frustasi, kelemahan,
kesulitan dan kekecewaan hidupnya.
c. Domination Rape
Yaitu suatu perkosaan yang terjadi ketika pelaku mencoba untuk gigih atas kekuasaan dan
superioritas terhadap korban. Tujuannya adalah penaklukan seksual, pelaku menyakiti korban,
namun tetap memiliki keinginan berhubungan seksual.
d. Seductive Rape
Suatu perkosaan yang terjadi pada situasi-situasi yang merangsang yang tercipta oleh kedua belah
pihak. Pada mulanya korban memutuskan bahwa keintiman personal harus dibatasi tidak sampai
sejauh persenggamaan. Pelaku pada umumnya mempunyai keyakinan membutuhkan paksaan, oleh
karena tanpa itu tidak mempunyai perasaan bersalah yang menyangkut seks.
e. Victim Precipitated Rape
Yaitu perkosaan yang terjadi (berlangsung) dengan menempatkan korban sebagai pencetusnya.
f. Exploitation Rape
Perkosaan yang menunjukkan bahwa pada setiap kesempatan melakukan hubungan seksual yang
diperoleh oleh laki-laki dengan mengambil keuntungan yang berlawanan dengan posisi perempuan
yang bergantung padanya secara ekonomis dan sosial. Misalnya istri yang diperkosa oleh suaminya
atau pembantu rumah tangga yang diperkosa oleh majikannya, sedangkan pembantunya tidak
mempersoalkan atau mengadukan kasusnya ini kepada pihak yang berwajib 11
DOKTER
DOKTER
PENYIDIK
PENYIDIK
POLRI
POLRI
DOKTER SURAT
SURAT
KETERANGAN
KETERANGAN
+ DOKTER
DOKTER
PENYIDIK POLRI
DOKTER
DOKTER DOKTER
DOKTER
FORENSIK
FORENSIK
VISUMET
VISUM ET PENYIDIK
VISUMET
ET REPERTUM PENYIDIK
VISUM REPERTUM POLRI
REPERTUM POLRI
REPERTUM
VISUMET
VISUM ET
REPERTUM
REPERTUM
Keterangan :
: alur normal KUHAP
: alur yang IDEAL pusat penanganan kekerasan terpadu
: alur yang sering dijumpai di lapangan
1. Pada alur normal KUHAP, korban melaporkan pada penyidik POLRI, kemudian dari penyidik
POLRI membuatkan surat permintaan visum et repertum untuk di serahkan pada dokter. Lalu
korban datang ke dokter untuk melakukan visum et repertum.
2. Sedangkan pada alur ideal Pusat Penanganan Kekerasan Terpadu, dari korban dapat langsung
melaporkan pada penyidik POLRI ataupun ke dokter untuk melakukan visum et repertum.
3. Alur yang sering dijumpai dilapangan adalah korban datang kepada dokter lalu dokter
membuatkan surat keterangan dokter untuk diserahkan pada penyidik POLRI lalu penyidik POLRI
menyerahkan surat tersebut kepada dokter forensik untuk kemudian melakukan visum. Korban
juga dapat langsung menyerahkan surat keterangan dokter kepada dokter forensik, yang
kemudian dokter forensik yang melakukan visum et repertum.
KORBAN
KORBAN DOKTERSPESIALIS
DOKTER SPESIALIS
++ FORENSIK&&
FORENSIK
RELAWAN
RELAWAN MEDIKOLEGAL
MEDIKOLEGAL
(pendamping)
(pendamping)
DOKTER
DOKTER
OBSTETRIGINEKOLOGI
GINEKOLOGI PENYIDIKPOLRI
PENYIDIK POLRI
OBSTETRI
PSIKIATER
PSIKIATER
BID.SPESIALIS
BID. SPESIALISLAIN
LAIN
UMUM
UMUM
DOKTERSPESIALIS
DOKTER SPESIALIS
FORENSIK&&
FORENSIK
MEDIKOLEGAL
MEDIKOLEGAL
Gambar 3 6 : ini menjelaskan pada pihak lain (relawan) dapat memanfaatkan, meminta
bantuan kepada dokter forensik, yaitu selain sebagai pemeriksa, juga sebagai mediator.
Pada alur yang dapat ditempuh oleh relawan, korban yang biasanya didampingi oleh relawan
datang ke dokter obstetri-ginekologi, psikiater, spesialis bidang lain ataupun dokter umum, setelah
melakukan berbagai macam pemeriksaan, kemudian dibawa ke dokter spesialis forensik dan
medikolegal, setelah diperiksa kemudian diserahkan pada penyidik POLRI atau setelah mendapat
pemeriksaan dari dokter spesialis obstetri-ginekologi, psikiater, dokter umum atau bidang spesialis lain,
korban dapat langsung dibawa ke penyidik POLRI untuk melaporkan kasusnya dan hasil pemeriksaannya.
Dapat juga dari korban dan relawan langsung datang ke dokter spesialis forensik dan medikolegal
kemudian setelah diperiksa, korban dibawa ke penyidik POLRI. Pada alur ini menjelaskan bahwa relawan
dapat memanfaatkan, meminta bantuan kepada dokter forensik, yaitu selain sebagai pemeriksa, juga
dapat sebagai mediator.
KORBAN
KORBAN
++
SURATPERMINTAAN
SURAT PERMINTAANVISUM
VISUMET
ETREPERTUM
REPERTUM
dr.UMUM,
dr. UMUM,dr.
dr.OBSTETRI
OBSTETRIGINEKOLOGI,
GINEKOLOGI,dr.
dr.BEDAH
BEDAH
DANdr.
DAN dr.BIDANG
BIDANGSPESIALISASI
SPESIALISASILAINNYA
LAINNYA
dokterForensik
dokter Forensik
VISUMET
VISUM ETREPERTUM
REPERTUM
Pada alur ini korban yang sudah membawa surat permintaan visum et repertum datang ke
dokter umum, atau dokter obstetri-ginekologi, dokter bedah, atau dokter bidang lainnya untuk
melakukan pemeriksaan, kemudian diserahkan kepada dokter forensik untuk dilakukan visum et
repertum.
Lakukan pemeriksaan sedini mungkin setelah kejadian, jangan dibiarkan menunggu terlalu lama.
Hal ini penting untuk mencegah rusak atau berubah atau hilangnya barang bukti yang terdapat di
tubuh korban, serta untuk menenangkan korban dan mencegah terjadinya trauma psikis yang
lebih berat.12
Pada saat pemeriksaan, dokter harus didampingi perawat yang sama jenis kelaminnya dengan
korban (biasanya wanita) atau bidan. Tujuannya adalah untuk mengurangi rasa malu korban dan
sebagai saksi terhadap prosedur pemeriksaan dan pengambilan sampel. Selain itu, hal ini juga
perlu demi menjaga keamanan dokter pemeriksa terhadap tuduhan palsu bahwa dokter
melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap korban saat pemeriksaan.
Pemeriksaan harus dilakukan secara sistematis dan menyeluruh terhadap seluruh bagian tubuh
korban, tidak hanya terhadap daerah kelamin saja.
Catat dan dokumentasikan semua temuan, termasuk temuan negatif
Prosedur Pemeriksaan
Izin pemeriksaan adalah hal pertama yang harus didapatkan dari wanita atau jika anak kecil, dari orang
tuanya atau yang menemaninya. Pemeriksaan seharusnya dilakukan pada ruangan tertutup Almarhum
W. H. Grace merekomendasikan agar korban diberikan tempat duduk yang paling nyaman, jika dia tidak
merasa gelisah, maka keaslian dari segala keluhannya patut dicurigai.
Waktu dan tanggal ketika dilakukan pemeriksaan haruslah dicatat, karena interval antara pemeriksaan
dan peristiwa kejadian akan dijadikan bahan. Interval seterusnya akan memerlukan penjelasan, dan yang
paling penting adalah dokter, akan mengeluarkan surat izin pemeriksaan yang menjelaskan jika ada
tanda-tanda pemerkosaan. Hasil negatif pada orang dewasa didapatkan jika pemeriksaan dilakukan
setelah lewat beberapa hari, wanita yang telah menikah atau jika dia sudah terbiasa melakukan
hubungan seksual.
Dokter akan mengambil kesempatan untuk memperhatikan gaya berjalan korban ketika memasuki
ruangan pemeriksaan atau dengan tes spesifik. Dokter akan memperhatikan gerak-gerik secara umum
dan kebiasaan tubuh. Apakah ketika berjalan akan terasa sakit yang disebabkan oleh luka pada alat
kelamin? Apakah korban merasa gembira, menderita, atau jika merasa terganggu, sebagai konsekwensi
dari keadaan setelah baru saja diperkosa? Apakah dia adalah wanita lemah atau sehat fisiknya, dan
perlawanan macam apa yang bisa dia lakukan?
Pengumpulan spesimen merupakan hal yang penting. Akan lebih baik bila disiapkan perlengkapan untuk
mengumpulkan dan menyimpan barang bukti.
Rape Kit
Formulir rangkaian pemeriksaan barang bukti
Formulir pemeriksaan dokter
Amplop2 penyimpan barang bukti
Sisir untuk rambut pubis
Gunting untuk rambut pubis
Tabung pengambilan darah
Kertas saring untuk pengambilan saliva
Lidi kapas dan tabung untuk pengambilan spesimen swab vagina, anus, dan oral
Tabung kultur
Slide mikroskop
Label
Pengumpulan barang bukti. Ingat semuanya harus menggunakan label
2. Anamnesa Pasien :
a. Umum :
Umur, tempat/tanggal lahir, status perkawinan, siklus haid
Penyakit kelamin/penyakit kandungan/penyakit lain
Apa pernah bersetubuh
Kapan persetubuhan terakhir
Apakah memakai kondom
b. Khusus:
3. Memeriksa pakaian
Robekan
Kancing putus
Bercak darah
Air mani
Lumpur
Rapi atau tidak
Umum
-Penampilan
-Keadaan emosional
-Tanda bekas hilang kesadaran
-Tanda needle mark
-Tanda kekerasan
-Tanda perkembangan alat kelamin sekunder, pupil, reflex cahaya, TB, BB, TD,
keadaan jantung, paru, abdomen
-Adakah trace evidence pada tubuh korban
Khusus
*Rambut kemaluan yang saling melekat karena air mani mengering gunting
*Bercak air mani kerok/swab
*Vulva tanda kekerasan
*Introitus vagina
*Selaput daratentukan orifisiumperawan= 2,5cm ; persetubuhan= 9cm
*Frenulum labiorum pudenda
*Vagina dan cervix
Rambut kemaluan
Sampel diperlukan dan harus diambil pada saat pemeriksaan lanjut karena rambut harus didapat tanpa
pemotongan langsung pada daerah yang dicurigai. Perlengketan dari rambut dapat disebabkan oleh
cairan semen yang mengering. Sampel rambut diperlukan untuk pembuktian akan hal ini dan juga untuk
perbandingan dengan rambut yang ditemukan pada baju tersangka.
Genitalia
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan secara menyeluruh yang biasa dilakukan, tetapi padda
bagian vulva dan hymen diperlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan teliti.
Vulva
Cedera/trauma pada vulva dapat dilihat dengan adanya sakit pada perabaan, pembengkakan,
kemerahan (perubahan warna dengan sekitar), memar, dan lecet.
Selaput dara
Pemeriksaan selaput darah terutama pada anak, yang sulit dilakukan atau sulit dinilai / dijangkau
difasilitasi dengan penggunaan pemeriksaan tertentu ( Glaister & Rentoul -1966).
Robekan (luka) selaput dara yang masih baru dapat dilihat dengan adanya perdarahan pembengkakan
dan proses inflamasi, tetapi jika sudah terjadi proses penyembuhan luka, perlu diperhatikan dengan
seksama antara robekan selaput dara dengan bentuk bentuk yang tidak biasa dari selaput darah yang
masih utuh.
Pelebaran dari liang senggama (vagina ) dapat menunjukkan akan adanya persetubuhan, tapi hal
tersebut juga dapat disebabkan oleh masuknya benda asing (seperti tampon). Memar, lecet atau
terkikisnya kulit dapat terjadi karena adanya paksaan dalam persetubuhan dan tidak menyatakan bahwa
hal tersebut sebagai tindakan perkosaan.
Terdapat kasus-kasus menarik tentang robeknya liang senggama yang tidak disebabkan olen perkosaan.
Seperti yang diilustrasikan pada kasus robeknya liang senggama (vagina) dikarenakan koitus yang biasa,
yang dilaporkan oleh Victor Boney (1912). Seorang wanita dilarikan ke rumah sakit setelah dilaporkan
menderita perdarahan dan peritonitis. Robekan pada fornix posterior sampai peritoneum. Dia sempat
disangka melakukan aborsi kriminalis dengan menggunakan alat bantu (dia adalah seorang wanita yang
telah memiliki banyak anak sebelumnya). Pada kenyataannya perdarahan tersebut terjadi dikarenakan
melakukan koitus dengan posisi berdiri pada saat mabuk. Adapula kasus perforasi vagina yang
disebabkan karena kelemahnya tekstur.
Cairan vagina
Cairan vagina dikumpulkan ( swab & fresh smear) terutama untuk menunjang pemeriksaan. Dapat untuk
mendeteksi penyakit sexual yang ditularkan, menemukan sperma, dan cairan semen untuk mengarahkan
akan telah terjadinya persetubuhan
5. Pemeriksaan Laboratorium
Dengan pewarnaan
Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala
api. Pulas dengan HE, methy lene blue atau malachite green
Malachite green adalalh cara yang mudah dan baik digunakan.
Warnai dengan larutan malachite green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci dengan air
mengalir dan setelah itu lakukakn counterstain dengan Eosin Yellowish 1% selama 1
menit, terakir cuci lagi dengan air
Terlihat gambaran sperma: kepala (merah), leher( merah muda), ekor (hijau)
Reakssi florence
Dengan bantuan sinar Ultraviolet bercak semen akan menunjukkan warna putih
Dengan bantuan lampu wood: dapat ditemukan bercak putih pada kulit/ tubuh
Taktil
Bercak mani terasa memberi kesan kaku seperti kanji
Pewarnaan baecchi
Gambar 3.
Kaca obyek ditempelkan dan ditekankan pada glanspelaku
Pemeriksaan laboratorium pria tersangka penis, kejahatan
terutama pada bagian kolom, korona
seksual
serta frenulum
Kemudian letakkan dengan spesimen menghadap ke bawah dengan spesimen menghadap ke
bawah dia atas tempat yang berisi larutan lugol dengan tujuan agar uap iodium akan mewarnai
sediaan tersebut. Hasik + menunjukan sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna cokelat
karena mengandung banyak glikogen.
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu ditentukan adanya kromatin seks
(barr body)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus kekerasan seksual, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi untuk mencari
bukti-bukti yang terdapat pada tubuh korban. Sampel untuk pemeriksaan penunjang dapat diperoleh
dari, antara lain:12
o Pakaian yang dipakai korban saat kejadian, diperiksa lapis demi lapis untuk mencari adanya trace
evidence yang mungkin berasal dari pelaku, seperti darah dan bercak mani, atau dari tempat
kejadian, misalnya bercak tanah atau daun-daun kering
o Rambut pubis, yaitu dengan menggunting rambut pubis yang menggumpal atau mengambil
rambut pubis yang terlepas pada penyisiran
o Kerokan kuku, apabila korban melakukan perlawanan dengan mencakar pelaku maka mungkin
terdapat sel epitel atau darah pelaku di bawah kuku korban
o Swab, dapat diambil dari bercak yang diduga bercak mani atau air liur dari kulit sekitar vulva,
vulva, vestibulum, vagina, forniks posterior, kulit bekas gigitan atau ciuman, rongga mulut (pada
seks oral), atau lipatan-lipatan anus (pada sodomi),atau untuk pemeriksaan penyakit menular
seksual
o Darah, sebagai sampel pembanding untuk identifikasi dan untuk mencari tanda-tanda intoksikasi
NAPZA
o Urin, untuk mencari tanda kehamilan dan intoksikasi NAPZA
4. Pemeriksaan DNA
Pada kasus perkosaan ditemukannya pita-pita DNA dari benda bukti atau karban yang ternyata
identik dengan pita-pita DNA tersangka menunjukkan bahwa tersangkalah yang menjadi donor sperma.
Adanya kemungkinan percampuran antara sperma pelaku dan cairan vagina tidak menjadi masalah,
karena pada proses kedua jenis DNA ini dapat dipisahkan satu sama lain. Satu-satunya kesalahan yang
mungkin terjadi adalah kalau pelakunya memiliki saudara kembar identik.
Perkembangan lebih lanjut pada bidang forensik adalah ditemukannya pelacak DNA yang hanya
melacak satu lokus saja (single locus probe). Berbeda dengan tehnik Jeffreys yang menghasilkan banyak
pita, disini pita yang muncul hanya 2. Penggunaan metode ini pada kasus perkosaan sangat
menguntungkan karena ia dapat digunakan untuk membuat perkiraan jumlah pelaku pada kasus
perkosaan dengan pelaku lebih dari satu.
Ditemukannya metode penggandaan DNA secara enzimatik (Polymerase Chain Reaction atau PCR)
membuka lebih banyak kemungkinan pemeriksaan DNA. Dengan metode ini bahan sampel yang amat
minim jumlahnya tidak lagi menjadi masalah karena DNAnya dapat diperbanyak jutaan sampai milyaran
kali lipat di dalam mesin yang dinamakan mesin PCR atau thermocycler. Dengan metode ini waktu
pemeriksaan juga banyak dipersingkat, lebih sensitif serta lebih spesifik pula. Pada metode ini analisis
DNA dapat dilakukan dengan sistim dotblot yang berbentuk bulatan berwarna biru, sistim elektroforesis
yang berbentuk pita DNA atau dengan pelacakan urutan basa dengan metode sekuensing
Dampak yang muncul pada korban perkosaan adalah dampak fisik dan dampak psikis (kejiwaan).
Yang dimaksud dengan dampak fisik disini adalah (1) adanya kerusakan organ tubuh, seperti robeknya
selaput dara, adanya luka ataupun memar; (2) terkena penyakit menular seksual (PMS); (3) kehamilan
yang tidak dikehendaki; (4) kematian. Sedangkan dampak psikis adanya gangguan emosi yang dapat
menyebabkan gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, depresi, stres, ketakutan bahkan dapat
menyebabkan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)15.
Dampak Fisik
Dalam mentatalaksana dampak fisik yang muncul, bila didapatkan adanya luka dilakukan
perawatan luka, dengan mengobati luka yang terjadi pada korban sesuai dengan protocol yang ada. Bila
didapatkan adanya luka terbuka dapat dilakukan pencucian luka, pemberian antibiotic kemudian
penutupan luka, bila diperlukan dilakukan hecting. Adanya memar dilakukan pengompresan tetapi
tindakan pengobatan ini dilakukan setelah semua luka di deskripsikan dan dicatat untuk keperluan
pembuatan visum.
Untuk penyakit menular seksual yang sering adalah Gonore (GO) dan sifilis. Penyakit gonore
disebabkan oleh Neisseria gonorrhea, masa inkubasi pada wanita berkisar antara 7-21 hari 14. Gejala yang
muncul, awalnya keputihan, rasa gatal, atau hanya rasa sakit ringan pada uretra. Pemeriksaan serviks
akan nampak berwarna merah, membengkak, perlukaan dan tertutup oleh lender bernanah. Lendir yang
dikeluarkan sangat infeksius (bersifat menginfeksi).
Sifilis disebut juga dengan raja singa, yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Gejala pada
fase awal, penyakit ini menimbulkan luka yang tidak terasa sakit atau "chancres" yang biasanya muncul
di daerah kelamin tetapi dapat juga muncul di bagian tubuh yang lain. Jika tidak diobati penyakit akan
berkembang ke fase berikutnya yang dapat meliputi adanya gejala ruam kulit, demam, luka pada
tenggorokan, rambut rontok dan pembengkakan kelenjar di seluruh tubuh 14. Pencegahan yang dilakukan
terhadap gonore dan sifilis, diberikan Penisilin 4,8 juta unit atau amoksisilin 3 gram dan probenesid 1
gram atau seftriakson 250 miligram intramuskuler. Bila alergi penisilin, berikan spektinomisin 2 gram
intramuskular diikiti doksisiklin 100 miligram 2 kali sehari peroral selam 7 hari. Wanita hamil diberikan
eritromisin 500 miligram 4 kali selama 7 hari, anak-anak 30-50 miligram/kilogram berat badan per hari
dibagi dalam 4 dosis. Untuk anak-anak tidak direkomendasikan pemberian profilaksis, kecuali dipastikan
terinfeksi.
Selain kedua penyakit tersebut korban harus dicurigai terhadap adanya infeksi HIV oleh karena
itu dilakukan pemeriksaan untuk HIV dan pencegahannya. Dapat diberikan terapi antiretroviral (ARV)
sebagai Profilaksis Pasca Pajanan (PPP) atau Post Exposure Prophylaxis (PEP), waktu terbaik pemberian
profilaksis ini adalah sebelum 4 jam sesudah kejadian, tetapi tetap dapat diberikan dalam 48-72 jam
setelah kejadian12. Yang diberikan adalah AZT + 3CT + EFV (Zidovudine + Lamivudine + Efavirenz) atau
AZT + 3TC + LPV/r (Lopinavir/Ritonavir)12. ARV untuk PEP diberikan selama 1 bulan. Perlu dilakukan Tes
HIV pada bulan ke 3 dan 6 setelah pemberian PPP.
Untuk kehamilan yang tidak dikehendaki, bila kehamilan belum terjadi, dapat diberikan kontrasepsi
darurat untuk mencegah kehamilan itu terjadi. Yang dimaksud Kontrasepsi Darurat adalah kontrasepsi
yang dapat mencegah kehamilan bila digunakan setelah hubungan seksual. sering juga disebut
"Kontrasepsi Pasca senggama" atau "Morning after pills" atau "Morning after treatment" 13. Cara kerja
kontrasepsi ini adalah, (1) merubah endometrium sehingga tidak memungkinkan implantasi hasil
pembuahan; (2) mencegah ovulasi / menunda ovulasi; (3) mengganggu pergerakan saluran telur (tuba
fallopi). Kontasepsi ini bersifat hormonal dan digunakan secara oral. Kontrasepsi ini diberikan dalam
waktu kurang dari 72 jam. Yang dapat diberikan adalah Pil KB Kombinasi dengan dosis 2x4 tablet dalam
waktu 3 hari pasca senggama, (dosis pertama1x4 tablet diulang 1x4 tablet 12 jam kemudian setelah
dosis pertama), Pil Estrogen dengan dosis 2x10 mg dalam waktu 3 hari pasca senggama selama 5 hari,
Mifepristone (mis : RU-486) dengan dosis 1x600 mg dalam waktu 3 hari pasca senggama 13. Efek samping
yang mungkin muncul antara lain mual, muntah, perdarahan bercak, nyeri payudara
Untuk kehamilan yang tidak dikehendaki, bila kehamilan belum terjadi, dapat diberikan
kontrasepsi darurat untuk mencegah kehamilan itu terjadi. Yang dimaksud Kontrasepsi Darurat adalah
kontrasepsi yang dapat mencegah kehamilan bila digunakan setelah hubungan seksual. sering juga
disebut "Kontrasepsi Pasca senggama" atau "Morning after pills" atau "Morning after treatment" 13. Cara
kerja kontrasepsi ini adalah, (1) merubah endometrium sehingga tidak memungkinkan implantasi hasil
pembuahan; (2) mencegah ovulasi / menunda ovulasi; (3) mengganggu pergerakan saluran telur (tuba
fallopi). Kontasepsi ini bersifat hormonal dan digunakan secara oral. Kontrasepsi ini diberikan dalam
waktu kurang dari 72 jam. Yang dapat diberikan adalah Pil KB Kombinasi dengan dosis 2x4 tablet dalam
waktu 3 hari pasca senggama, (dosis pertama1x4 tablet diulang 1x4 tablet 12 jam kemudian setelah
dosis pertama), Pil Estrogen dengan dosis 2x10 mg dalam waktu 3 hari pasca senggama selama 5 hari,
Mifepristone (mis : RU-486) dengan dosis 1x600 mg dalam waktu 3 hari pasca senggama 13. Efek samping
yang mungkin muncul antara lain mual, muntah, perdarahan bercak, nyeri payudara.
Bila kehamilan sudah tejadi, kahamilan dapat dilanjutkan atau tidak dilanjutkan. Tidak dapat
dilanjutkan bila kehamilan ini mengganggu psikis korban, sesuai dengan UU Kesehatan No 36 tahun 2009
Pasal 75 dan pasal 76 yang berbunyi :
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau
cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup di luar kandungan; atau
Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang
dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,
kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Para korban perkosaan ini mungkin akan mengalami trauma yang parah karena peristiwa
perkosaan tersebut merupakan suatu hal yang mengejutkan bagi korban. Secara umum peristiwa
tersebut bisa menimbulkan dampak jangka pendek maupun jangka panjang. Keduanya merupakan suatu
proses adaptasi setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis. Dampak jangka pendek biasanya
dialami sesaat hingga beberapa hari setelah kejadian. Dari segi psikologis biasanya korban merasa sangat
marah, jengkel, merasa bersalah, malu, dan terhina. Gangguan emosi ini biasanya menyebabkan
terjadinya kesulitan tidur (insomnia), kehilangan nafsu makan, depresi, stres, dan ketakutan. Bila dampak
ini berkepanjangan hingga lebih dari 30 hari dan diikuti dengan berbagai gejala yang akut seperti
mengalami mimpi buruk, ingatan-ingatan terhadap peristiwa tiba-tiba muncul, berarti korban mengalami
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau biasa disebut stres paska trauma 15.
Tanda-tanda PTSD hampir sama dengan tanda pada depresi menurut kriteria dari American
Psychiatric Association. Tanda-tanda tersebut adalah: (1) sedih, suasana hati depres; (2) kurangnya nafsu
makan dan berat badan berkurang, atau meningkatnya nafsu makan dan bertambahnya berat badan; (3)
kesukaran tidur (insomnia): tidak dapat segera tidur, tidak dapat kembali tidur sesudah terbangun pada
tengah malam, dan pagi-pagi sesudah terbangun; atau adanya keinginan untuk tidur terus-menerus; (4)
perubahan tingkat aktivitas; (5) hilangnya minat dan kesenanga n dalam aktivtas yang biasa dilakukan;
(6) kehilangan energi dan merasa sangat lelah; (7) konsep diri negatif; menyalahkan diri sendiri, merasa
tidak berguna dan bersalah; (8) sukar berkonsentrasi, seperti lamban dalam berpikir dan tidak mampu
memutuskan sesuatu; (9) sering berpikir tentang bunuh diri atau mati 15.
Ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan penderita PTSD, yaitu dengan
menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi 16. Pada farmakoterapi, pemberian anti depresiva pada
gangguan stres pasca traumatik ini masih kontroversial. Obat yang biasa digunakan adalah Diazepam
(valium) 5-10 mg per kilogram berat badan, Klonazepam 0,25-0,5 mg per kilogram berat badan, atau
Lorazepam 1-2 mg per kilogram berat badan16.
Pada psikoterapi terdapat tiga tipe psikoterapi yang dapat digunakan dan efektif untuk
penanganan PTSD, yaitu: anxiety management, cognitive therapy, exposure therapy 16 .
ASPEK HUKUM
Undang-Undang Tentang Kejahatan Seksual
Persetubuhan yang merupakan kejahatan seperti yang dimaksudkan oleh undang-undang, dapat
dilihat pada pasal-pasal yang tertera pada bab XIV KUHP, yaitu bab tentang kejahatan terhadap
kesusilaan; yang meliputi baik persetubuhan di dalam perkawinan maupun persetubuhan di luar
perkawinan.
BW pasal 27
Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai
istrinya, seorang perempuan hanya satu orang laki sebagai suaminya.
Untuk itu dengan adanya batasan yang tegas tersebut maka suatu pembunuhan yang tidak
memenuhi salah satu kriteria di atas tidak dapat disebut sebagai pembunuhan anak (infanticide),
malainkan suatu pembunuhan biasa.6
Paru-paru bayi yang sudah bernapas berwarna merah muda tidak homogen namun berbercak-
bercak (mottled). Konsistensinya adalah seperti spons dan berderik pada perabaan. Sedangkan,
pada paru-paru bayi yang belum bernapas berwarna merah ungu tua seperti warna hati bayi dan
homogen, dengan konsistensi kenyal seperti hati atau limpa. 4
d. Mikroskopik paru-paru
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi dengan larutan
formalin 10 %. Sesudah 12 jam, dibuat irisan melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif
meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan
histopatologik. Biasanya digunakan perwarnaan HE dan bila paru telah membusuk digunakan
pewarnaan Gomori atau Ladewig.4
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum bernapas, tetapi
merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia gestasi 26 minggu. Tanda khas untuk paru
janin belum bernapas adalah adanya tonjolan (projection) yang berbentuk seperti bantal
(cushion-like) yang kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga akan
tampak seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang
berisi banyak darah. Pada paru bayi belum bernapas yang sudah membusuk dengan perwarnaan
Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli
berkelok-kelok seperti rambut yang keriting, sedangkan pada projection berjalan di bawah
kapiler sejajar dengan permukaan projection dan membentuk gelung-gelung terbuka (open
loops).4
Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi cairan amnion yang
luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat tertekannya tali pusat atau solusio plasenta
sehingga terjadi pernapasan janin prematur (intrauterine submersion). Tampak sel-sel verniks
akibat deskuamasi sel-sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan inti piknotik
berbentuk huruf S, bila dilihat dari atas samping terlihat seperti bawang. Juga tampak sel-sel
amnion bersifat asidofilik dengan batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik dengan batas yang
juga tidak jelas.4
Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua mungkin terlihat dalam
bronkioli dan alveoli. kadang-kadang ditemukan deskuamasi sel-sel epitel bronkus yang
merupakan tanda maserasi dini, atau fagositosis mekonium oleh sel-sel dinding alveoli. 4
Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan terjadinya kehidupaan
seperti trauma persalinan yang hebat, perdarahan otak yang hebat, dengan atau tanpa robekan
tentorium serebeli, pneumonia intrauterin, kelainan kongenitasl yang fatal seperti anensefalus. 4
2. Menangis
Bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat terjadi tanpa bernapas. Suara
tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut lahir hidup karena suara tangisan dapat terjadi
dalam uterus atau dalam vagina. Yang merangsang bayi menangis dalam uterus adalah masuknya
udara dalam uterus dan kadar oksigen dalam darah menurun dan atau kadar CO 2 dalam darah
meningkat.2,6
3. Pergerakan Otot
Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem tidak dapat dibuktikan. Kaku
mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup kemudian mati maupun yang lahir mati. 2,4
4. Peredaran Darah, Denyut Jantung, dan Perubahan pada Hemoglobin
Meliputi bukti fungsional yaitu denyut tali pusat dan detak jantung (harus ada saksi mata) dan bukti
anatomis yaitu perubahan-perubahan pada Hb serta perubahan dalam duktus arteriosus, foramen
ovale dan dalam duktus venosus (cabang vena umbilicalis yang langsung masuk vena cava inferior). 6
Bila ada yang menyaksikan denyut nadi tali pusat/detak jantung pada bayi yang sudah terlahir
lengkap, maka ini merupakan bukti suatu kelahiran hidup. Foramen ovale tertutup bila telah terjadi
pernapasan dan sirkulasi (satu hari sampai beberapa minggu). Duktus arteriosus perlahan-lahan
menjadi jaringan ikat (paling cepat dalam 24 jam) Duktus venosus menutup dalam 2-3 hari sampai
beberapa minggu.6
5. Isi Usus dan Lambung
Bila dalam lambung bayi ditemukan benda asing yang hanya dapat masuk akibat reflek menelan,
maka ini merupakan bukti kehidupan (lahir hidup). Udara dalam lambung dan usus dapat terjadi
akibat pernapasan wajar, pernapasan buatan, atau tertelan. Keadaan-keadaan tersebut tidak dapat
dibedakan. Cara pemeriksaan yaitu esophagus diikat, dikeluarkan bersama lambung yang diikat pada
jejunum lekuk pertama, kemudian dimasukkan ke dalam air. makin jauh udara usus masuk dalam
usus, makin kuat dugaan adanya pernapasan 24-48 jam post mortem, mekonium sudah keluar
semua seluruhnya dari usus besar.2,6
6. Keadaan Tali Pusat
Yang harus diperhatikan pada tali pusat adalah pertama ada atau tidaknya denyut tali pusat setelah
kelahiran. Ini hanya dapat dibuktikan dengan saksi mata. Kedua, pengeringan tali pusat, letak dan
sifat ikatan, bagaimana tali pusat itu di putus (secara tajam atau tumpul). 2,6
7. Keadaan Kulit
Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya kehidupan setelah bayi lahir,
sebaliknya ada satu keadaan yang dapat memastikan bahwa bayi tersebut tidak lahir hidup yaitu
maserasi, yang dapat terjadi bila bayi sudah mati di dalam uterus beberapa hari (8-10 hari). Hal ini
harus dibedakan dengan proses pembusukan yaitu pada maserasi tidak terbentuk gas karena terjadi
secara steril. Kematian pada bayi dapat terjadi waktu dilahirkan, sebelum dilahirkan atau setelah
terpisah sama sekali dari ibu.2,6
Kematian pada bayi dapat terjadi saat bayi dilahirkan, sebelum dilahirkan, atau setelah
terpisah sama sekali dari si ibu. Bukti kematian dalam kandungan adalah:
a. Ante partum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan waktu melahirkan
b. Maserasi, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-ciri:
Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya hijau).
Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan kemerahan.
Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak.
Tidak ada gas, baunya khas.
Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari dalam kandungan. 6
Tanda Perawatan
Penentuan ada tidaknya tanda perawatan sangat penting artinya dalam kasus pembunuhan anak.
Keadaan baru lahir dan belum dirawat merupakan petunjuk dari bayi tersebut tidak lama setelah
dilahirkan. Menurut Ponsold, bayi baru lahir (neugeborenen) adalah bayi yang baru dilahirkan dan belum
dirawat. Jika sudah dirawat, maka bayi itu bukan bayi baru lahir dan tidak dapat disebut sebagai
pembunuhan anak sendiri.4
Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat diketahui dari tanda-
tanda sebagai berikut:
Tubuh masih berlumuran darah.
Ari-ari (plasenta) masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan dengan pusat
(umbilikus).
Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini dapat diketahui dengan
meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air.
Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang mengandung lipatan-
lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian belakang bokong. 4
Viabilitas
Bayi yang viable adalah bayi yang sudah mampu untuk hidup di luar kandungan ibunya atau sudah
mampu untuk hidup terpisah dari ibunya (separate existence). Viabilitas mempunyai beberapa syarat,
yaitu:
a. Umur 28 minggu dalam kandungan.
b. Panjang badan 35 cm.
c. Berat badan 2500 gram.
d. Tidak ada cacat bawaan yang berat.
e. Lingkaran fronto-ocipital 32 cm.4
Selain itu, juga dilihat adanya kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup bayi,
seperti kelainan jantung (ASD, VSD), otak (anensefalus atau mikrosefalus), dan saluran pencernaan
(stenosis esophagus, gastroskizis).3
Penyebab Kematian
Bila terbukti bayi lahir hidup (sudah bernafas), maka harus ditentukan penyebab kematiannya. Bila
terbukti bayi lahir mati (belum bernafas) maka ditentukan sebab lahir mati atau sebab mati antenatal
atau sebab mati janin (fetal death).4
Ada berbagai penyebab kematian pada bayi, yaitu:
a. Kematian wajar
1. Kematian secara alami
Imaturitas
Terjadi jika bayi yang lahir belum cukup matang dan mampu hidup di luar kandungan
sehingga mati setelah beberapa saat sesudah lahir.
Penyakit kongenital
Seringkali terjadi jika ibu mengalami sakit ketika sedang mengandung seperti sifilis, tifus,
campak sehingga anak memiliki cacat bawaan yang menyebabkan kelainan pada organ
internal seperti paru-paru, jantung dan otak.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi dari umbilikus, perut, anus dan organ genital.
3. Malformasi
Kadangkala bayi tumbuh dengan kondisi organ tubuh yang tidak lengkap seperti anensefali.
Jika kelainan tersebut fatal, maka bayi tidak akan bisa bertahan hidup.
4. Penyakit plasenta
Penyakit plasenta atau pelepasannya secara tidak sengaja dari dinding uterus akan dapat
menyebabkan kematian dari bayi dan ibu, dan dapat diketahui jika sang ibu meninggal dan
dilakukan pemeriksaan dalam.
5. Spasme laring
Hal ini dapat terjadi karena aspirasi mekonium ke dalam laring atau akibat pembesaran
kelenjar timus.
6. Eritroblastosis fetalis
Ini dapat terjadi karena ibu yang memiliki rhesus negatif mengandung anak dengan rhesus
positif, sehingga darah ibu akan membentuk antibodi yang menyerang sel darah merah anak
dan menyebabkan lisisnya sel darah merah anak, sehingga menyebabkan kematian anak baik
sebelum maupun setelah kelahiran.
b. Kematian akibat kecelakaan
1. Akibat persalinan yang lama
Ini dapat menyebabkan kematian pada bayi akibat ekstravasasi dari darah ke selaput otak
atau hingga mencapai jaringan otak akibat kompresi kepala dengan pelvis, walaupun tanpa
disertai dengan fraktur tulang kepala.
2. Jeratan tali pusat
Tali pusat seringkali melingkar di leher bayi selama proses kelahiran. Hal ini dapat
menyebabkan bayi menjadi tercekik dan mati karena sufokasi.
3. Trauma
Hantaman yang keras pada perut wanita hamil dengan menggunakan senjata tumpul,
terjatuhnya ibu dari ketinggian juga merupakan penyebab kematian bayi intrauterin. Untuk
kasus seperti ini harus diperiksa tanda-tanda trauma pada ibu.
4. Kematian dari ibu
Ketika ibu mati saat proses melahirkan ataupun sebelum melahirkan, maka anak tidak akan
bertahan lama di dalam kandungan sehingga harus dilahirkan sesegera mungkin. Jika
kematian disebabkan oleh penyakit kronis, seperti perdarahan kronis, maka kesempatan
untuk menyelamatkan nyawa anak sangatlah kecil. Sedangkan jika kematian disebabkan
karena kejadian akut seperti kecelakaan, dimana ibu sebelumnya sehat, maka kemungkinan
untuk menyelamatkan nyawa bayi lebih besar.
ASPEK HUKUM
Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab kejahatan terhadap nyawa
orang yang memiliki pasal khusus. Adapun bunyi pasalnya yaitu:
Pasal 341. Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342. Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan
ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343. Bagi orang lain yang turut serta melakukan kejahatan yang diterangkan dalam pasal
342 KUHP diartikan sebagai pembunuhan atau pembunuhan berencana.
Berdasarkan undang-undang tersebut kita dapat melihat adanya tiga faktor penting yaitu: 5
Ibu yaitu hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan anak
sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ibu telah menikah atau tidak, sedangkan bagi orang lain yang
melakukan atau turut membunuh anak tersebut dihukum karena pembunuhan atau pembunuhan
berencana, dengan hukuman yang lebih berat yaitu 15 tahun penjara (pasal 338 pembunuhan tanpa
rencana), atau 20 tahun, seumur hidup/hukuman mati ( pasal 339 dan 340, pembunuhan dengan
rencana).
Waktu yaitu dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yang tepat, tetapi hanya
dinyatakan pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian . Sehingga boleh dianggap pada saat belum
timbul rasa kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Bila rasa kasih sayang sudah timbul maka ibu
tersebut akan merawat dan bukan membunuh anaknya.
Psikis yaitu ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan diketahui orang lain telah
melahirkan anak itu, biasanya anak yang dilahirkan tersebut didapatkan dari hubungan tidak sah
Ilmu kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian
serta faktor yang mempengaruhi disebut Tanatologi. Tanatologi ini berguna dalam :
Menentukan apakah korban sudah mati atau belum
Menentukan lama korban telah mati, dan
Menentukan apakah korban tersebut mati wajar atau tidak.
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda
kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul dini pada
saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan peredaran darah berhenti,
pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang, kulit pucat dan relaksasi otot.
Setelah beberapa waktu timbul perubahan pascamati yang jelas yang memungkinkan diagnosis kematian
lebih pasti.
Dahulu kematian ditandai dengan tidak berfungsinya lagi jantung. Konsep baru sekarang ini
mengenai kematian mencakup berhentinya fungsi pernafasan, jantung dan otak. Dimana saat kematian
ditentukan berdasarkan saat otak berhenti berfungsi. Pada saat itulah jika diperiksa dengan elektro-
ensefalo-grafi (EEG) diperoleh garis yang datar.
c. Relaksasi otot
Pada saat kematian sampai beberapa saat sesudah kematian , otot-otot polos akan
mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada stadium ini disebut
relaksasi primer. Akibatnya rahang turun kebawah yang menyebabkan mulut terbuka, dada
menjadi kolap dan bila tidak ada penyangga anggota gerakpun akan jatuh kebawah.
Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit menimbul sehingga orang mati tampak
lebih muda dari umur sebenarnya, sedangkan relaksasi pada otot polos akan mengakibatkan
iris dan sfincter ani akan mengalami dilatasi. Oleh karena itu bila menemukan anus yang
mengalami dilatasi harus hati-hati menyimpulkan sebagai akibat hubungan seksual
perani/anus corong.
Suhu tubuh pada orang yang sudah meninggal perlahan-lahan akan sama dengan suhu
lingkungannya karena mayat tersebut akan melepaskan panas dan suhunya menurun. Proses
pemindahan panas ini berlangsung secara : Konduksi, Radiasi, dan evaporasi. Kecepatan
penurunan suhu pada mayat bergantung kepada suhu lingkungan dan suhu mayat tu sendiri.
Pada iklim yang dingin maka penurunan suhu mayat berlangsung cepat. Menurut Sympson
(Inggris), menyatakan bahwa dalam keadaan biasa tubuh yang tertutup pakaian mengalami
penurunan temperatur 2,50 F setiap jam pada enam jam pertama dan 1,6-2,0 F pada enam jam
berikutnya, maka dalam 12 jam suhu tubuh akan sama dengan suhu sekitarnya.
Terdapat dua hal yang mempengaruhi cepatnya penurunan suhu mayat ini yakni:
1. Faktor internal
a. Suhu tubuh saat mati
Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati dengan suhu tubuh
tinggi. Suhu tubuh yang tinggi pada saat mati ini akan mengakibatkan penurunan suhu
tubuh menjadi lebih cepat. Sedangkan, pada hypothermia tingkat penurunannya
menjadi sebaliknya.
b. Keadaan tubuh mayat
Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan suhu tubuh
mayat. Pada mayat yang tubuhnya kurus, tingkat penurunannya menjadi lebih cepat.
2. Faktor Eksternal
a. Suhu medium
Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka semakin cepat terjadinya
penurunan suhu. Hal ini dikarenakan kalor yang ada di tubuh mayat dilepaskan lebih
cepat ke medium yang lebih dingin.
b. Keadaan udara di sekitarnya
Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar. Hal ini
disebabkan karena udara yang lembab merupakan konduktor yang baik. Selain itu, Aliran
udara juga makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat
c. Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air merupakan
konduktor panas yang baik sehingga mampu menyerap banyak panas dari tubuh mayat.
d. Pakaian mayat
Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat semakin cepat. Hal ini
dikarenakan kontak antara tubuh mayat dengan suhu medium atau lingkungan lebih
mudah
(1,5)
b. Lebam mayat (Livor Mortis)
Patogenesis:
Kegagalan sirkulasi darah dalam mempertahankan tekanan hidrostatik darah mencapai
capillary bed dimana pembuluhpembuluh darah kecil afferent dan efferent saling berhubungan
stagnasi di dalam pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya + jantung berhenti
memompa tidak adanya lawanan gravitasi mengalir ke bawah ke tempattempat yang
terendah yang dapat dicapai sel darah merah (eritrosit di daerah yang lebih rendah akan
terlihat di kulit sebagai perubahan warna biru kemerahan ) dan plasma ( plasma memberikan
kontribusi pada pembentukan gelembunggelembung di kulit pada awal proses pembusukan)
akhirnya juga mengalir ke bagian terendah bercak-bercak yang berwarna keunguan dalam
waktu kurang dari setengah jam sesudah kematian dimana bercak-bercak ini intensitasnya
menjadi meningkat dan kemudian bergabung menjadi satu dalam beberapa jam kemudian
perembesan darah kedalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat
tertimbunnya selsel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa sel-sel darah
dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah kurang lebih 812 jam menjadi komplet ,
lebam mayat terjadi secara menetap (tidak dapat hilang) walau dengan diposisikan lagi
Ada 5 warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan penyebab kematian :
o Merah kebiruan merupakan warna normal lebam
o Merah terang menandakan keracunan CO(cherry red), keracunan CN (bright scarlet)
atau suhu dingin (bright pink)
o Merah gelap menunjukkan asfiksia
o Perunggu pucat bergaris-garis menandakan kematian akibat abortus septic
o Coklat (chocolate brown) menandakan keracunan potassium chlorate nitrate
Lebam mayat menyerupai luka memar, maka harus dibedakan. Perbedaannya adalah:
Sifat Lebam mayat Memar
Epidermal, karena pelebaran pembuluh darah Ruptur pembuluh darah yang letaknya
Letak yang tampak sampai ke permukaan kulit bisa superfisial atau lebih dalam
Gambaran Pada lebam mayat tidak ada evalasi dari kulit Biasanya membengkak
Rigor mortis atau kaku jenazah terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk
memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena pada saat
kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan myosin akan menetap
(menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam
postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem.
Kemudian setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada
12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi.
Perubahan otot yang terjadi setelah kematian bisa dibagi dalam 3 tahap :
o Keadaan Lingkungan. Pada keadaan yang kering dan dingin, kaku mayat lebih lambat terjadi
dan berlangsung lebih lama dibandingkan pada lingkungan yang panas dan lembab. Pada
kasus di mana mayat dimasukkan ke dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan
berlangsung lebih lama.
o Usia. Pada anak-anak dan orangtua, kaku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung tidak
lama. Pada bayi prematur biasanya tidak ada kaku mayat. Kaku mayat baru tampat pada bayi
yang lahir mati tetapi cukup usia (tidak prematur)
o Cara kematian. Pada pasien dengan penyakit kronis, dan sangat kurus, kaku mayat cepat
terjadi dan berlangsung tidak lama. Pada pasien yang mati mendadak, kaku mayat lambat
terjadi dan berlangsung lebih lama.
o Kondisi otot. Terjadi kaku mayat lebih lambat dan berlangsung lebih lama pada kasus di
mana otot dalam keadaan sehat sebelum meninggal, dibandingkan jika sebelum meninggal
keadaan otot sudah lemah.
o Kekakuan karena panas (heat stiffening). Keadaan ini terjadi jika mayat terpapar pada suhu
yang lebih tinggi dari 750 C, atau jika mayat terkena arus listrik tegangan tinggi. Kedua keadaan
diatas akan menyebabkan koagulasi protein otot sehingga otot menjadi kaku. Pada
kasus terbakar, keadaan mayat menunjukkan postur tertentu yang disebut dengan sikap
pugilistik, yaitu suatu posisi di mana semua sendi berada dalam keadaan fleksi dan tangan
terkepal. Sikap yang demikian disebut juga sikap defensif.
Perbedaan antara kaku mayat dengan kaku karena panas adalah :
Adanya tanda kekakuan bekas terbakar pada permukaan mayat pada kaku karena panas.
Pada kasus kekakuan karena panas, otot akan mengalami laserasi jika dipaksa
diregangkan.
Pada kaku karena panas, kekakuan tersebut akan berlanjut akan melanjut terus sampai
terjadinya pembusukan.
o Kekakuan karena dingin (cold stiffening). Jika mayat terpapar suhu yang sangat dingin, maka
akan terjadi pembekuan jaringan lemak dan otot. Jika mayat dipindahkan ke tempat yang
suhunya lebih tinggi maka kekakuan tersebut akan hilang. Kaku karena dingin cepat terjadi
dan cepat juga hilang.
o Spasme kadaver (Cadaveric spasm). Otot yang berkontraksi sewaktu masih hidup akan lebih
cepat mengalami kekakuan setelah meninggal. Pada kekakuan ini tidak ada tahap pertama
yaitu tahapan relaksasi. Keadaan ini biasanya terjadi jika sebelum meninggal korban
melakukan aktivitas berlebihan. Bentuk kekakuan akan menunjukkan saat saat terakhir
kehidupan korban. Fenomena ini sangat jarang ditemukan.
Kaku otot Tidak jelas, dapat dilawan Sangat jelas, perlu tenaga yang
dengan sedikit tenaga. kuat untuk melawan
kekakuannya.
o Pada kasus bunuh diri, mungkin alat yang digunakan untuk tujuan bunuh diri masih
berada dalam genggaman.
o Pada kasus kematian karena tenggelam, mungkin pada tangan korban bisa terdapat
daun atau rumput.
o Pada kasus pembunuhan, pada gemgaman korban mungkin bisa diperoleh sesuatu yang
memberi petunjuk untuk mencari pembunuhnya.
o
Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis oleh
enzim-enzim dan kerja bakteri usus(Clostridium welchii). Mulai muncul 24 jam postmortem,
berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan
berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lain-lain. Gas yang terjadi
menyebabkan pembengkakan. Akibat proses pembusukan rambut mudah dicabut, wajah
membengkak, bola mata melotot, kelopak mata membengkak dan lidah terjulur. Pembusukan
lebih mudah terjadi pada udara terbuka suhu lingkungan yang hangat/panas dan kelembaban
tinggi. Bila penyebab kematiannya adalah penyakit infeksi maka pembusukan berlangsung lebih
cepat.
Tanda-tanda pembusukan:
o Warna kehijauan pada dinding perut daerah caecum, yang disebabkan reaksi
hemoglobin dengan H2S menjadi sulfmethemolobin
o Wajah dan bibir membengkak
o Scrotum dan vulva membengkak
o Abdomen membengkak, akibat adanya gas pembusukan dalam usus sehingga
mengakibatkan keluarnya fese dari anus dan isi lambung dari mulut dan lubang hidung
o Vena-vena superfisialis pada kulit berwarna kehijauan disebut Marbling
o Pembentukan gas-gas pembusukan di bawah lapisan epidermis sehingga timbul bulla
o Akibat tekanan gas-gas pembusukkan, gas dalam paru terdesak, sehingga darah keluar
dari mulut dan hidung
o Bola mata menonjol keluar akibat gas pembusukkan dalam orbita
o Kuku dan rambut dapat terlepas, serta dinding perut dapat pecah
Jika pembusukan terus berlangsung, maka bau busuk yang timbul akan menarik lalat
untuk hinggap pada mayat. Lalat menempatkan telurnya pada mayat, di mana dalam waktu 8-24
jam telur akan menetas menghasilkan larva-yang sering disebut belatung. Dalam waktu 4-5 hari,
belatung ini lalu menjadi pupa, dimana setelah 4-5 hari kemudian akan menjadi lalat dewasa.
Pada tahap ini bagian dari tulang tengkorak mulai tampak. Rektum dan uterus juga tampak dan
uterus gravid juga bisa mengeluarkan isinya
o Mummifikasi
Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan terdehidrasi
dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan akan berubah menjadi
keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk.
o Adipocere (Saponifikasi)
Adipocere adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak dan
berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Lemak akan
terhidrolisis menjadi asam lemak bebas karena kerja lipase endogen dan enzim bakteri.
Faktor yang mempermudah terbentuknya adipocere adalah kelembaban dan suhu
panas. Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa minggu sampai beberap
bulan. Adipocere relatif resisten terhadap pembusukan.
ENTOMOLOGI FORENSIK
Entomologi forensik merupakan salah satu cabang dari sains forensik yang memberikan informasi
mengenai serangga yang digunakan untuk menarik kesimpulan ketika melakukan investigasi yang
berhubungan dengan kasus-kasus hukum yang berkaitan dengan dengan manusia atau satwa
(Gaensslen, 2009; Gennard, 2007).
Dalam kasus entomologi forensik, Gomes et al. (2006) menyatakan bahwa lalat merupakan invertebrata
primer yang mendekomposisi komponen organik pada hewan termasuk juga mayat manusia. Pada saat
lalat mengambil materi organik yang ada di dalam tubuh mayat, maka lalat tersebut akan memindahkan
telur yang akan berkembang menjadi larva dan pupa (Sukontason et al., 2007). Adanya berbagai
perubahan dari berbagai jenis lalat dan serangga lain akan menimbulkan suatu komunitas dalam mayat
yang secara ekologi dan evolusi akan terjadi proses kompetisi, predasi, seleksi, penyebaran dan
kepunahan lokal dalam tubuh mayat tersebut (Hangeveld, 1989).
Amendt et al. (2004a) menyebutkan bahwa ada empat kategori secara ekologi untuk mengidentifikasi
suatu komunitas pada bangkai/mayat, antara lain:
2. Adanya predator dan parasit pada terhadap spesies necrophagous yang memakan serangga atau
golongan Arthropoda yang lain. Terkadang juga ditemukan spesies Schizophagous, yakni spesies
yang hadir untuk memakan pada saat pertama kali, namun akan menjadi predator pada tahap
larva.
3. Adanya spesies omnivora seperti semut, lebah, dan beberapa jenis kumbang yang memakan baik
pada bangkai maupun pada koloni serangga yang ada.
4. Adanya spesies lain seperti laba-laba yang menggunakan bangkai/mayat untuk tempat
tinggalnya.
Tahapan Dekomposisi
Peristiwa dekomposisi melibatkan berbagai aspek selain faktor biotik, yakni faktor abiotik yang meliputi
parameter fisik seperti temperatur, kelembaban, dan lain-lain. Menurut Gennard (2007) dan Goff (2003),
tahapan dekomposisi terdiri dari lima tahap antara lain:
Tahap1: fresh stage, tahapan dimulai pada saat kematian dan ditandai adanya tanda penggelembungan
pada tubuh. Serangga yang pertama kali datang adalah lalat dari famili Calliphoridae dan Sarcophagidae.
Lalat betina akan meletakkan telurnya di daerah yang terbuka seperti daerah kepala (mata, hidung,
mulut, dan telinga).
Tahap 2: bloated stage, merupakan tahapan pembusukan yang sedang dimulai. Gas yang dihasilkan oleh
aktivitas metabolisme bakteri anaerob menyebabkan penggelembungan pada pada perut mayat.
Selanjutnya suhu internal naik selama tahapan ini sebagai akibat dari aktivitas bakteri pembusuk dan
aktivitas metabolime dari larva lalat. Lalat dari famili Calliphoridae sangat tertarik pada mayat selama
tahapan ini. Kemudian selama mengembang akibat adanya gas, cairan dalam tubuh terdorong keluar
dari lubang-lubang tubuh dan meresap ke dalam tanah. Cairan tersebut tersusun oleh senyawa seperti
amonia yang dihasilkan oleh aktivitas metabolisme dari larva lalat sehingga akan menyebabkan tanah di
bawah mayat itu untuk menjadi alkali (basa) dan fauna tanah menjadi tertarik untuk menuju ke mayat.
Tahap 3: decay stage, tahapan ini ditandai adanya kerusakan kulit dan mengakibatkan gas keluar dari
tubuh. Larva lalat membentuk gerombolan yang besar pada mayat. Meskipun beberapa serangga
predator, seperti kumbang, tawon, dan semut, pada tahap bloated stage, serangga necrophagous dan
predator dapat diamati dalam jumlah besar menjelang tahapan ini berakhir. Pada akhir tahap ini, lalat
dari famili Calliphoridae dan Sarcophagidae telah menyelesaikan perkembangan siklusnya dan
meninggalkan mayat untuk menjadi pupa. Pada akhir tahap ini, larva lalat akan menghilang dari jaringan
tubuh pada mayat.
Tahap 4: postdecay stage, pada tahap ini sisa-sisa tubuh seperti kulit, kartilago dan usus sudah
mengalami pembusukan. Selanjutnya sisa jaringan tubuh yang masih ada akan mengering. Indikator
pada tahap ini adalah hadirnya kumbang dan berkurangnya dominansi lalat di dalam tubuh mayat.
Tahap 5: skeletal stage, pada tahap ini hanya tersisa tulang belulang dan rambut. Tahapan ini tidak jelas
serangga apa saja yang hadir. Pada kasus tertentu, kumbang dari famili Nitidulidae terkadang ditemukan.
Tubuh mayat sudah mengalami akhir dari dekomposisi.
Gambar 4. Fase entomologikal pada proses dekomposisi vertebrata (Tomberlin et al., 2011).
Pada Gambar 4 tersebut menggambarkan periode kolonisasi dan aktivitas serangga pada mayat. Adapun
perubahan-perubahan pada mayat manusia setelah mengalami kematian disajikan pada Tabel 1. Pola-
pola peruabahan pada Tabel 1 dapat digunakan untuk mengetahui estimasi waktu kematian pada
manusia. Selain itu, untuk waktu kematian berdasarkan perkembangan serangga disajikan pada Gambar
5. Contoh pada Gambar 5 tersebut adalah menentukan waktu kematian berdasarkan siklus hidup
serangga Protophormia terraenovae.
Tabel 1. Perubahan postmortem pada tubuh manusia (pada suhu 21C dan kelembaban 30%) (Amendt et
al., 2004a).
Gambar 5. Kurva
pertumbuhan
Protophormia
terraenovae mulai dari
larva, pupa, dan
dewasa (adult) pada
suhu 15, 20, 25, 30 and
35C (Amendt et al.,
2004a).
Untuk mengukur waktu kematian dapat digunakan suhu yang dibutuhkan oleh serangga untuk hidup.
Serangga merupakan hewan poikilotermik atau hewan yang suhu tubuh dan aktivitas metabolismenya
dipengaruhi oleh lingkungan. Serangga menggunakan energi panas (thermal unit) untuk pertumbuhan
dan perkembangnya. Sehingga kebutuhan energi selama masa hidupnya dapat dikalkulasi. Thermal unit
disebut juga hari derajat (degree days D ) yang mana nilai D dapat ditambahkan bersamaan yang
akan menghasilkan nilai accumulated degree days (ADD). Jika periode thermal unit pendek maka bisa
digunakan accumulated degree hours (ADH). Dari peristiwa tersebut, maka waktu kematian dpat
dihitung dengan menggunakan rumus:
Waktu yang digunakan adalah waktu tahapan perkembangan serangga yang dapat diketahui dari
literatur yang sudah ada. Sementara temperatur yang digunakan adalah temperatur lingkungan yang bisa
diperoleh melalui stasium badan meteorologi. Sementara temperatur basal adalah temperatur fisiologi
terendah yang setiap serangga memiliki nilai temperatur yang berbeda-beda (Tabel 2).
Sebagai contoh ditemukan larva instar III dari spesies Calliphora vicina yang periode waktunya selama 68
jam. Kemudian suhu lingkungan adalah 26,7C dan tempertur basalnya adalah 2C. Sehingga akan
diperoleh nilai:
Dari perhitungan tersebut dapat diperkirakan waktu kematiannya adalah 7 hari (Gennard, 2007).
Pembunuhan adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh seseorang dan atau beberapa orang yang
mengakibatkan seseorang dan/atau beberapa orang meninggal dunia.Para ulama mendefinisikan
pembunuhan dengan suatu perbuatan manusia yang menyebabkan hilangnya nyawa.Hukuman bagi
orang yang membunuh orang islam dengan sengaja,sebagaimana dijelaskan dalam AL-Quran:Dan
barang siapa yang membunuh orabg mukmin dengan sengaja,maka balasannya ialah jahanam,kekal ia
didalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar
baginya{QS.An-Nisa:93}
Artinya:Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atasmu Qishos berkenaan dengan orang-orang yang
dibunuh{QS.AL-Baqoroh:178}
B. Bentuk-Bentuk Pembunuhan
1. Pembunuhan Sengaja
1. Alat yang umumnya dan secara tabiatnya dapat digunakan untuk membunuh seperti
pedang,tombak,dll.
2. Alat yangkadang-kadang digunakan untuk membunuh sehingga tidak jarang mengakibatkan kematian
seperti cambuk,tongkat.
3. Alat yang jarang mengakibatkan kematian pada tabiatnya seperti menggunakan tangan kosong.[2]
Pembunuhan tidak sengaja{Khata}adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tidak ada
unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia,dan tidak menggunakan alat yang
secara lazim tidak mematikan.Hukumannya tidak wajib qishos tetapi wajib membayar denda{diat} ringan
dan diangsur dalam 3 tahun.Sebagai contoh seseorang melakukan penebangan pohon yang kemudian
pohon tersebut tiba-tiba tumbang dan menimpa orang yang lewat lalu meninggal dunia.
Pembunuhan Semi Sengaja adalah perbuatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang kepada orang lain
dengan tujuan mendidik.Sebagai contoh seorang guru memukulkan sebuah penggaris kepada kaki
seorang muridnya,tiba-tiba muridnya meninggal dunia,maka pembuatan guru tersebut dinyatakan
pembunuhan semi sengaja{syibhu al amdi}.Bentuk ini tidak wajib qishos tetapi wajib membayar diyat
berat dan dapat diangsur hingga 3 tahun.
D. Jenis Denda{Diyat}
Diyat ialah denda pengganti jwa yang tidak berlaku atau tidak diberlakukan padanya hukuman
bunuh.Diyat ada 2 macam:
1) Diyat{denda}Berat
Seratus ekor unta,dengan rincian 30 ekor unta betina umur 3-4 tahun,30 ekor unta betina 4-5 tahun,dan
40 ekor unta betina yang sudah bunting.
a. Sebagai ganti hukuman qishos yang dimaafkan bagi yang melakukan pembunuhan dengan sengaja dan
dengan alat yang dapat membunuh.[4]
b. Sebab pembunuhan semi{seperti}sengaja,dibayar selama 3 tahun,tiap tahun 1/3nya.
2) Diyat{denda}Ringan
Seratus ekor unta,dengan rincuan 20 ekor unta betina umur1-2tahun,20 ekor unta betina 2-3 tahun,dan
20 ekor umur 3-4 tahun,dan 20 ekor umur 4-5 tahun.
b. Surat An-Nisa:93
Artinya:Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja,maka balasannya adalah
jahanam,kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutukinya serta menyediakan azab
yang besar baginya.[6]
2. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.katanya:Sesungguhnya Rosulullah SAW bersabda:Hari Kiamat itu
akan berlaku setelah banyaknya peristiwa Harj.Merkabertanya:WahaiRosululllah,Apakah Harj itu?
Baginda bersabda:Pembunuhan,pembunuhan.[8]
Berdasarkan ayat-ayat AL-Quran dan AL-Hadits yang dikutip diatas dapat dipahami bahwa sanksi hokum
atas delik pembunuhan adalah sbb:
A. Pelaku pembunuhan yang disengaja,pihak keluarga korban dapat memutuskan salah satu dari tiga
pilihan,yaitu 1}Qishos,yaitu hukuman pembalasan setimpal dengan penderitaan korbannya,2}Diyat,yaitu
pembunuh harus membayar denda sejumlah 100 ekor unta,200 ekor sapi atau 1000 ekor kambing,atau
bentuk lain seperti uang senilai harganya.Diyat tersebut di serahkan kepada pihak keluarga
korban,3}pihak keluarga memaafkannya apakah harus dengan syarat atau tanpa syarat.
DAFTAR PUSTAKA
DiMaio, Vincent & Dominick. 2001. Forensic Pathology second edition. Florida: CRC press
Idries, Abdul M. 2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Jakarta: sagung
seto
Budiyanto A, widiatmaka W, Sudiono S, Mun'im TWA, Sidhi, Hertian S et al. Ilmu Kedokteran forensik.
Jakarta, Indonesia : Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.
Budiyanto A, widiatmaka W, Sudiono S, Mun'im TWA, Sidhi, Hertian S et al. Teknik Autopsi Forensik.
Jakarta, Indonesia : Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000