Anda di halaman 1dari 8

KULIAH MINGGU KE 5

KULIAH KE 5

Visum Et Repertum
Pengertian
Visum et repertum adalah surat keterangan tertulis yang dibuat oleh seorang dokter di bawah
sumpah atas permintaan pengadilan/penyidik tentang segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan

Syarat-syarat VR
Ditulis di bawah sumpah oleh seorang dokter
Diminta oleh pengadilan/penyidik
Isinya mengenai segala hal yang dilihat dan ditemukan oleh dokter tersebut

Berguna atau tidaknya Visum et repertum di pengadilan sangat dipengaruhi oleh bentuk laporan
yang dibuat oleh dokter ybs. Maka agar Visum et repertum yang dibuat bermanfaat harus
memenufi syarat-syarat sbb :
Dapat menerangkan jenis kejahatan, misalnya kejahatan oleh senjata tajam, sentaja tumpul,
luka tembak, dll.
Dapat menggambarkan bagaimana perbuatan/kejahatan telah dilakukan, misalnya disenganja,
tidak disengaja atau direncanakan.
Dapat menggambarkan dengan alat apa kejahatan dilakukan, setidaknya ada informasi
tentang alat apa yang digunakan untuk melakukan kejahatan.
Sudah tersirat/ dapat diperkirakan tentang waktu kejahatan dilaksanakan.
Misalnya :
Luka sudah membentuk sikatriks berarti lebih dari 4 minggu
Suhu jenazah yang masih hangat berarti kematiannya baru sekitar 15 menit sebelum jenazah
ditemukan dan diperiksa
Dapat memperkirakan siapa pelaku kejahatan, misalnya dengan pemeriksaan golongan darah,
pemeriksaan serat pakaian di TKP, dll
Dapat menetapkan siapa korbannya (identitas korban, laki-laki atau wanita, TB/bb, dll)
Yang berhak meminta Visum et repertum adalah penyidik, yaitu polisi dengan Pembantu Letnan
Dua.

VISUM ET REPERTUM
• PENGERTIAN
• MACAM-MACAM VISUM ET REPERTUM
• KEGUNAAN VISUM ET REPERTUM
• PROSEDUR VER
• VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI
• KETERIKATAN HAKIM TERHADAP VISUM ET REPERTUM
• OTOPSI SEBAGAI UNSUR VISUM ET REPERTUM
PENGERTIAN
• PENGERTIAN HARFIAH VISUM ET REPERTUM ADALAH BERASAL DARI
KATA VISUAL, YAITU MELIHAT DAN REPERTUM YAITU MELAPORKAN,
BERARTI APA YANG DILIHAT DAN DITEMUKAN, SEHINGGA VER
MERUPAKAN SUATU LAPORAN TERTULIS DARI DOKTER (AHLI) YG DIBUAT
BERDASARKAN SUMPAH, PERIHAL APA YG DILIHAT DAN DIKETEMUKAN
ATAS BUKTI HIDUP, MAYAT ATAU FISIK ATAUPUN BARANG BUKTI LAIN,
KEMUDIAN DILAKUKAN PEMERIKSAAN BERDASARKAN PENGETAHUAN
YANG SEBAIK-BAIKNYA
• PENGERTIAN YG TERKANDUNG APA;” YG DILIHAT DAN DIKETEMUKAN”,
JADI VISUM ET REPERTUM ADALAH SUATU KETERANGAN DOKTER
TENTANG APA YANG DILIHAT DAN DIKETEMUKAN DI DALAM
MELAKUKAN PEMERIKSAAN TERHADAP ORANG YANG LUKA ATAU
TERHADAP MAYAT, JADI MERUPAKAN KESAKSIAN TERTULIS

MACAM-MACAM VISUM ET REPERTUM dilihat dari sifatnya


• VISUM ET REPERTUM YG DIBUAT LENGKAP SEKALIGUS ATAU DEFINITIF,
LAZIMNYA DITULIS “VISUM ET REPERTUM” ATAU VER LANGSUNG.
• VISUM ET REPERTUM SEMENTARA, MISAL, VER YG DIBUAT BAGI KORBAN
YG SEMENTARA MASIH DI RUMAH SAKIT AKIBAT LUKA-LUKANYA KARENA
PPENGANIAYAAN. LAZIMNYA DITULIS “VISUM ET REPERTUM
(SEMENTARA)”.
• VISUM ET REPERTUM LANJUTAN, MISAL BAGI KORBAN YG LUKA TERSEBUT
(VISUM ET REPERTUM SEMENTARA) KEMUDIAN MENINGGALKAN RUMAH
SAKIT ATAUPUN AKIBAT LUKA-LUKANYA TERSEBUT SI KORBAN
KEMUDIAN DIPINDAHKAN KE RUMAH SAKIT ATAU DOKTER LAIN,
MELARIKAN DIRI, PULANG DG PAKSA ATAU MENINGGAL DUNIA.
LAZIMNYA DITULIS “VISUM ET REPERTUM (LANJUTAN)”

MACAM-MACAM VISUM ET REPERTUM DILIHAT DARI HASIL PEMERIKSAAN


DOKTER
• VER TENTANG PEMERIKSAAN LUKA(KORBAN HIDUP)
• VER TENTANG PEMERIKSAAN MAYAT (JENAZAH)
• VER TENTANG PEMERIKSAAN BEDAH MAYAT (JENAZAH)
• VER TENTANG PENGGALIAN MAYAT
• VER DI TEMPATKEJADIAN PERKARA (TKP)
• VER PEMERIKSAAN BARANG BUKTI (BUKTI-BUKTI) LAIN

PRAKTIK PEMERIKSAAN BEDAH MAYAT


• Praktik pemeriksaan bedah mayat forensik (otopso medico legal), sistem yg berlaku di
indonesia adalah sistem kontinental, artinya bahwa, pihak penyidiklah yg harus aktif,
sedang fihak kesehatan (kedokteran) hanya bersifat pasif yaitu hanya melaksanakan tugas
pekerjaan bilamana sesuai permintaan dari pihak penyidik (kepolisian),memberikan saran-
saran dan penjelasan atau pengertian-pengertian kpd penyidik. Permintaan tsb biasanya
oleh dokter(dinas kesehatan atau rumah sakit) atas dasar permintaan tertulis dari penyidik
(kepolisian,jaksa,atau hakim). Misl; pemeriksaan atas mayat (jenazah) baru dilakukan
karena ada tindak pidana dan kemudian pihak kepolisian melakukan pemeriksaan dan
melaporkan kpd jaksa dan selanjutnya kpd hakim.
• Sistem ini dianut di eropa dan indonesia (psl 133 kuhap)

PEMERIKSAAN BEDAH MAYAT SISTEM CORONER (INGGRIS)

• SISTEM CORONER DILAKUKAN APABILA TERJADI SUATU TINDAK PIDANA


YANG MENGAKIBATKAN MATINYA ORANG ATAU TINDAK PIDANA DG
KEKERASAN LAINNYA. YG KEMUDIAN OLEH CORONER(OFFICER)
DILAKUKAN PENYELIDIKAN YG BILAMANA PERLU DILAKUKAN BEDAH
MAYAT FORENSIK TANPA IZIN LEBIH DAHULU DARI KLUARGANYA ATAU
MELALUI INSTANSI TERKAIT”

PRAKTIK PEMERIKSAAN BEDAH MAYAT SISTEM MEDICAL EXAMINAR


(AMERIKA SERIKAT)

• Sistem medical examinar Dilakukan hampir sama dg sistem coroner, sdgkan pejabat-
pejabat medical examinar adalah ahli-ahli pathologi dan di mana perlu melakukan
penyelidikan di tempat kejadian itu atas mayat (jenazah) tersebut serta kematiannya itu dan
bahakan berwenang memanggil saksi-saksi yg melihat atau mengetahuinya utk dimintai
keterangan kesaksiannya, jikalau suatu kematian seseorang itu karena diduga kuat sebagai
akibat suatu tindak pidana (criminal)

Kegunaan visum et repertum

• Ver dibuat dan dibutuhkan dalam rangka upaya penegakkan hukum dan keadilan.

• Ver dibuat guna membuat terang dan jelas suatu perkara pidana yg telah terjadi khususnya
yg menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia.

• Ver sangat penting gunanya dan perannya dalam bidang pengadilan

• Dokter ahli tanpa alasan yg jelas tidak datang sebagai saksii dapat diancam berdasar Psl
224 KUHP dan Psl 522 KUHP.

• VER suatu hal sangat penting dalam pembuktian karena menggantikan sepenuhnya barang
bukti (corpus delicti)
• Suatu perkara pidana yang menyangkut perusakan tubuh dan kesehatan serta
membinasakan nyawa manusia maka tubuh si korban merupakan corpus delicti

PROSEDUR PERMOHONAN VISUM ET REPERTUM

• PERMOHONAN HARUS DILAKUKAN SECARA TERTULIS OLEH FIHAK-PIHAK


YG DIPERKENANKAN UTK ITU DAN TIDAK DIPERKENANKAN DILAKUKAN
MELALUI LISAN.

• PERMOHONAN VER HARUS DISERAHKAN OLEH PENYIDIK BERSAMAAN DG


KORBAN, TERSANGKA DAN JUGA BARANG BUKTI KEPADA DOKTER AHKLI
KEDOKTERAN KEHAKIMAN

ISI VISUM ET REPERTUM

• PENDAHULUAN, YG BERISI ATAU MEMUAT IDENTITAS YANG MEMINTA VER,


SIAPAKAH YG HENDAK MEMERIKSANYA, SIAPAKAH YG DIPERIKSA, DI
MANA DIADAKAN PEMERIKSAAN DG MENYEBUTKAN WAKTU DAN TEMPAT

• PEMBERITAAN, YG MEMUAT SEGALA SESUATU YG DIDENGAR, DILIHAT DAN


YG DISAKSIKAN SENDIRI OLEH DOKTER SELAMA PEMERIKSAAN.DEMIKIAN
SESUNGGUHNYA YG MEMPUNYAI KEKUATAN BHW VER MEMPUNYAI
KEKUATAN PEMBUKTIAN, ATAU DG KATA LAIN DAPAT DISEBUTKAN BHW
BAGIAN YG MEMPUNYAI KEKUATAN PEMBUKTIAN DLM VER ADALAH BGN
PEMBERITAAN.

KESIMPULAN, MEMUAT HUBUNGAN SEBAB AKIBAT ANTARA SESUATU


PERBUATAN DG AKIBAT YG DITIMBULKANNYA, DG KESIMPULAN TERSEBUT
SELANJUTNYA DAPAT DIKETAHUI TENTANG SEBAB-SEBAB TERJADINYA
LUKA, TERGANGGU KESEHATANNYA MAUPUN KEMATIAN SESEORANG, YG
PADA GILIRANNYA AKAN MAMPU MENJAWAB “MISTERI” LUKANYA
SESEORANG, TERGANGGU KESEHATAN SESEORANG MAUPUN MATINYA
SESEORANG DLM KAITANNYA DG KEMUNGKINAN ADANYA TINDAK PIDANA.

TUJUAN VER MENURUT WALUYADI

• ADALAH SEBAGAI PEMBUKTIAN MENGENAI TELAH TERJADINYA SESUATU


TINDAK PIDANA YG SELANJUTNYA KEJADIAN TERSEBUT OLEH DOKTER
BERDASARKAN PEMERIKSAAN YG TELAH DILAKUKANNYA, HASIL
PEMERIKSAAN TERSEBUT OLEH HAKIM AKAN DIJADIKAN SALAH SATU
ALAT BUKTI DALAM SIDANG PENGADILAN.

VER SEBAGAI ALAT BUKTI

• PSL 184 (1) KUHAP :

1) KETERANGAN SAKSI

2) KETERANGAN AHLI

3) SURAT

4) PETUNJUK

5) KETERANGAN TERDAKWA.

maka perlulah jaksa dan polisi mempelajari Hukum Kedokteran Kehakiman dalam garis besarnya
dan mengetahui dalam hal apa ia dapat minta bantuan kepada dokter.

Seorang dokter dapat membantu dalam hal :


1. Pemeriksaan pertama di tempat kejadian kejahatan.
2. Pemeriksaan pada korban luka.
3. Pemeriksaan pada korban yang sudah mati (otopsi).
4. Pemeriksaan pada korban yang sudah dikubur (penggalian mayat).
5. Pemeriksaan barang bukti.
6. Memberi kesaksian di sidang pengadilan selaku saksi ahli.

a.d.1. Pemeriksaan pertama di tempat kejadian perkara.


Biasnya dokter diminta bantuannya bila korban meninggal oleh karena suatu sebab yang belum
diketahui oleh petugas pengusut, atau bila pembunuh belum terungkap.
Tindakan pertama:
Ditentukan apakah korban masih hidup atau sudah mati. Bila korban masih hidup, maka segala
upaya harus dilakukan untuk menolong jiwa korban sesuai dengan KUHAP. Bila korban sudah
mati dan tidak menggangu kelancaran lalu lintas maka jangan sekali-kali memindahkan jenasah
sebelum pemeriksaan di tempat selesai.

Tindakan kedua:
Mengamankan tempat kejadian perkara, ini berarti tempat tersebut harus ditutup dan hanya petugas
saja yang boleh masuk. Bila ini sudah dilaksanakan, maka tempat harus dibersihkan dari oknum-
oknum yang tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian tersebut, dan agar pemeriksaan dapat
dilakukan dengan tenang.
Tugas penting, yaitu mengumpulkan bukti sebanyak-banyaknya.

Dokter dalam hal ini perlu menentukan sifat atau cara kematiannya:

a. Mati wajar
b. Mati oleh kekerasan;
b.1. Pembunuhan
b.2. Bunuh diri
b.3. Kecelakaan
selain daripada itu, dokter dapat membuat perkiraa mengenai saat kematian sikorban yang dapat
dipakai untuk mencocokan dengan alibi tertuduh. Lagi pula dokter dapat memberi bantuan dalam
mencari dan mengumpulkan bahan bukti, antara lain:
3 Mencari anak peluru yang diperlukan untuk identifikasi senjata api;
4 Mencari racun yang digunakan pada suatu kejadian keracunan baik sengaja maupun tidak,
untuk keperlua pengubatan korban-korban yang masih hidup dan untuk kepentingan pengusutan
da sebagainya.
Bila pemeriksaan setempat sudah selesai, jenazah boleh diangkut ke rumah sakit dengan
mengajukan permohonan Visum Et Reptum pada dokter.

Tindakan ketiga:
Tempat kejadian, kamar, halaman untuk sementara dinyatakan tertutup, sebab kemungkinan sekali
sewaktu-waktu masih memerlukan bahan bukti.

Ketentuan-ketentuan tentang jenazah:


Jenazah tidak boleh diawetkan, dikubur dan atau diperabukan sebelum jenazah di otopsi untuk
kepentingan visum.

a.d.2. Pemeriksaan pada korban yang luka:


a. Sehubungan dengan ketentuan dalam pasal-pasal 351, 352, 90 KUH Pidana:
5 Penganiayaan ringan
6 Penganiayaan
7 Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat, untuk menetapkan kwalifikasi luka yang
diperlukan hakim untuk menjatuhkan pidana.
b. Sehubungan dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 281 KUH Pidana dan seterusnya.
Pelanggaran kesusilaan;
Pasal 285 ; pemerkosaan
Pasal 292 ; perbuatan homo sex
Pemeriksaan harus dilakukan segera pada semua orang yang tersangkut, da tidak hanya
orang yang merasa dirinya dirugikan
c. Sehubungan dengan ketentuan dalam pasal 283, 287 dan 45 KUH Pidana yaitu :
Pemeriksaan umur.
Bila pada pemriksaan umur mendapat kesukara, maka pemeriksaan umur sebaiknya
dikerjakan oleh suatu team dokter yang terdiri dari sedikit-dikitnya tiga orang dokter;
8 Seorang dokter gigi
9 Seorang dokter ahli radiologi
10 Seorang dokter ahli ilmu kedokteran kehaliman
d. Sehubungan dengan ketentuan dalam pasal 341, 342 KUH Pidana yaitu pembunuhan anak
oleh ibunya pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian,
Yang perlu diperiksa yaitu selain bayi yang mati, juga wanita tersebut yang diduga
melahirkan anak.
e. Sehubungan dengan ketentuan dalam pasal 44 KUH Pidana yaitu untuk menentukan tidak
mampu bertanggungjawab.
Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya,
disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit tidak
pidana.

a.d.3. Pemeriksaan pada korban yang mati


Sehubungan dengan ketentuan pasal 351 (3) KUHPidana yaitu penganiayaan yang mengakibatkan
matinya orang. Untuk menentukan sebab kematian yang pasti, jenasah harus diotopsi.
Tanpa otopsi tidak dapat ditentukan sebab kematian. Bila tidak dilakukan otopsi, dalam
kesimpulan selalu terselip kata ”mungkin”, sebab misalnya : ”mungkin meninggal oleh karena
persentuhan dengan benda tumpul”. Oleh karena dipakainya perkataan mungkin maka seorang
pembela yang cerdik dapat mengajukan pertanyaan kepada dokter yang khusus untuk ini
diharuskan datang di sidang pengadila.
Dokter dalam kesimpulan Visum Et Repertum menyatakan sebab kematian ”mungkin” ini, oleh
karena persentuhan dengan benda tumpul.
Apa kemungkinan-kemungkinan yang lain ?
Apakah ”mungkin” korban meninggal oleh karena sakit jantung sebelum benda tumpul menimpa
tubuh korban ?
Apakah tidak mungkin korban yang meninggal karena dokter yang merawatnya memberi obat
yang salah ? dan seterusnya.
Disini terdapat kontradiksi :
Untuk menentukan sebab kematian, dokter memerlukan pemeriksaan dalam tubuh korban (otopsi)
sedangkan jaksa atau polisi berwenang meminta Visum Et Repertum hanya atas dasar pemeriksaan
luar saja, yang berarti jaksa/polisi membatasi tugas dokter dalam hal menentukan sebab kematian
korban untuk kepentingan mereka sendiri.
Untuk menghilangkan kontradiksi ini ada tiga jalan :
1. jaksa/polisi selalu minta Visum Et Repertum yang berdasarkan pemeriksaan luar dan dalam
2. dokter menolak tiap permintaan Visum Et Repertum yang berdasarkasn atas pemeriksaan
luar saja.
3. jalan lain yaitu dokter memberitahukan kepada petugas tersebut bahwa tanpa otopsi tidak
diberikan VER yang lengkap, yaitu VER dengan kesimpulan yang jelas, sedangkan VER
tanpa kesimpulan bukan suatu VER.
Sebenarnya permohonan VER berdasarkan pemeriksaan luar tidak beralasan, sebab petugas
pengusut dapat menggunakan pasal 222 KUHPidana

a.d.4. Pemeriksaan pada korban yang sudah dikubur (penggalian mayat)


Pemeriksaan ini seharusnya hanya dikerjakan pada kejahatan yang mayatnya dikubur secara
bersembunyi. Akan tetapi ada beberapa kejadian yang oleh petugas pengusut semula dianggap
tidak perlu dimintakan VER, pada waktu sidang pengadilan ia diperintahkan oleh hakim untuk
melengkapi perkaranya dengan VER, sehingga mayat harus digali dan diperiksa.

a.d.5. Pemeriksaan barang bukti


11 membuktikan bahwa suatu noda adalah darah manusia
12 membuktikan bahwa sehelai rambut yang melekat pada mobil berasal dari korban.
13 Membuktikan adanya spermatozoa pada sehelai kain (sprei)
14 Membuktikan adanya racun dalam makanan, dan sebagainnya

a.d.6. Memberi kesaksian disidang pengadilan, sengaja tidak memenuhi panggilan tersebut
dapat dituntut dengan pasal 224 KUHPidana.
Laporan –laporan yang dibuat untuk pemeriksaan No.1 s/d No.5 di beri nama Visum Et Repertum

Anda mungkin juga menyukai