Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN PERIOPERATIF

Dosen :
Christine Diane Dien, BSN, MSN

Disusun Oleh :
Kurniawati 1610701022
Anida Karina 1610701027
Zuzun Zulfita 1610701032

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2018
Learning Outcome

1. Konsep Perioperatif
2. Aplikasi Asuhan Keperawatan Operatif
3. Tindakan Keperawatan Pre Operatif
4. Tindakan Keperawatan Post Operatif
A. KONSEP DASAR PERIOPERATIF
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman
pembedahan pasien. Kata “perioperatif” adalah suatu istilah gabungan yang
mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu praoperatif, intraoperatif, dan
pascaoperatif. Dalam setiap fase tersebut dimuali dan diakhiri dalam waktu
tertentu dalam urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah, dan masing-
masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yang
dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standart
keperawatan (Brunner & Suddarth, 2010). Masing-masing tahap mencakup
aktivitas atau intervensi keperawatan dan dukungan dari tim kesehatan lain
sebagai satu tim dalam pelayanan pembedahan (Majid, 2011).
Peroperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai
dari prabedah (preoperatif), bedah (intraoperatif), dan pascabedah (postoperatif)
(Alimul Aziz, 2009).
Menurut Brunner dan Suddarth (2010) fase perioperatif mencakup tiga
fase dan pengertiannya yaitu :
a) Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika
keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien
dikirim ke meja operasi;
b) Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika pasien
masuk atau dipindah ke bagian atau departemen bedah dan berakhir
saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup
aktivitas keperawatan dapat meliputi : memasang infus (IV),
memberikan medikasi intravena, dan pemantauan fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien;
c) Fase Pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang
pemulihan . dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatana
klinik atau di rumah. pada fase pascaoperatif berlangsung fokus
termasuk mengkaji efek agens anastesia, dan memantau fungsi vital
serta mencegah komplikasi.
1. Fase Pembedahan Perioperatif
Klien bedah datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan kondisi
kesehatan yang berbeda-beda. Klien mungkin akan datang ke rumah skait atau
unit bedah sehari sebelum hari pembedahan dengan perasaan sehat dan siap
menghadapi pembedahan. Sebaliknya, korban kecelakaan kendaraan bermotor
mungkin akan menghadapi pembedahan darurat tanpa waktu persiapan.
Kemampuan menciptakan hubungan dan mempertahankan hubungan profesional
merupakan komponen yang sangat penting dalam fase preoperatif. Perawat harus
melakukannya dengan cepat, mudah, dan efektif (Brunner & Suddarth, 2010).
2. Konsep Surgical Safety Checklist
Joko (2012) menyatakan dalam Akreditasi Rumah Sakit bahwa Safe
Surgery Saves Lives ( S3L ) adalah suatu program dalam upaya menurunkan
komplikasi pembedahan dan anestesi. Berdasarkan hal tersebut, terdapat empat
domain yang menjadi perhatian, yaitu:
a) Pencegahan infeksi luka operasi;
b) Keselamatan pembiusan (safe anesthesia);
c) Keselamatan pembedahan (safe surgical terms);
d) Mekanisme jaminan kualitas dan perawatan pembedahan (surgical care
and quality assurance mechanism).
WHO (2009) menyatakan bahwa pembedahan mempunyai sasaran penting
yang harus dilakukan oleh tim bedah untuk mencegah kesalahan selama operasi,
mencegah terjadinya komplikasi, serta kematian. Terdapat 10 (sepuluh) tujuan
penting yaitu :
1) Petugas kamar operasi akan melakukan pembedahan pada pasien dan
lokasi yang benar;
2) Petugas kamar operasi akan menggunakan metode yang sudah dikenal
untuk mencegah bahaya dari tindakan anastesi dan melindungi pasien
dari rasa sakit;
3) Petugas kamar operasi mengenali dan secara efektif mempersiapkan
bantuan hidup dari bahaya gangguan pernafasan;
4) Petugas kamar operasi mengenali dan secara efektif dapat mengetahui
adanya resiko kehilangan darah;
5) Petugas kamar operasi dapat menghindari reaksi alergi dan mampu
mengenali tanda-tandanya;
6) Petugas kamar operasi secara konsisten menggunakan metode yang
sudah dikenal untuk meminimalkan resiko infeksi pada luka operasi;
7) Petugas kamar operasi dapat mencegah tertinggalnya kassa, jarum,
dan instrumen pada lapangan operasi;
8) Petugas kamar operasi dapat mengidentifikasi secara aman dan akurat
spesimen pembedahan;
9) Petugas kamar operasi dapat melakukan komunikasi yang efektif dan
saling bertukar informasi untuk melakukan operasi yang aman;
10) Rumah sakit dan sistem kesehatan masyarakat selalu melakukan
pengawasan yang rutin terhhadap jumlah, kapasitas, dan hasil
pembedahan.
Surgical Safety Checklist adalah sebuah draft atau lembar pengecekan
untuk memastikan keselamatan pasien dan mengembangkan komunikasi yang
lebih baik antar tenaga kesehatan dalam bentuk lembar checklist. Checklist ini
adalah alat yang digunakan oleh tenaga kesehatan untuk meningkatkan
keselamatan pasien dalam pembedahan dan mengurangi kematian pembedahan
dan komplikasi yang terjadi (WHO, 2008) dalam (Adriazni, 2012).
WHO (2009) menjelaskan bahwa tahapan dan langkah yang dilakukan
dalam pelaksanaan surgical safety checklist ada 3 tahap, yaitu: sign in, time out,
dan sign out. Berikut adalah gambar 2.1 yang merupakan tahapan Surgical Safety
Checklist menurut WHO:
Gambar 2. 1 Checklist Surgical Safety Checklist Menurut WHO
B. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN
1. Proses Keperawatan dalam Fase Bedah Preoperatif
1) Pengkajian

Tujuan dari pengkajian klien sebelum operasi adalah untuk menetapkan fungsi
normal klien perioperatif untuk mencegah dan meminimalkan kemungkinan
komplikasi pascaoperasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan
pengkajian yaitu:
 Pemeriksaan fisik fokus pada riwayat klien dan rencana pembedahan
 Pengkajian faktor-faktor risiko bedah pada klien
 Pengalaman bedah klien sebelumnya
 Sumber koping pada klien
 Hasil dari pemeriksaan diagnostik praoperasi
2) Diagnosis Keperawatan

Kelompokkan pola dalam mendefinisikan karakteristik yang dikumpulkan selama


pengkajian untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan untuk klien bedah.
Faktor-faktor yang terkait untuk setiap diagnosis unutk membangun arah
perawatan yang akan diberikan selama satu atau semua fase bedah. Berikut adalah
beberapa diagnosis keperawatan umum yang relevan dengan klien yang menjalani
operasi:
 Tidak efektif bersihan jalan napas
 Ansietas
 Ketakutan
 Risiko untuk kurangnya volume cairan
 Risiko untuk cedera posisi perioperatif
 Kurang pengetahuan (spesifik)
 Gangguan mobilitas fisik
 Mual
 Nyeri akut
 Pemulihan bedah yang tertunda
3) Perencanaan

Perencanaan yang sukses membutuhkan keterlibatan klien dan keluarga dalam


menetapkan rencana perawatan. Keterlibatan klien lebih awal ketika
mengembangkan perawatan bedah meminimalkan risiko dan komplikasi
pascaoperasi bedah.
Jadi, dalam perencanaan ini sebaiknya:
 Libatkan klien dan keluarga dalam instruksi praoperatif
 Sediakan terapi yang bertujuan untuk meminimalkan rasa takut klien
terhadap pembedahan
 Rencanakan terapi untuk mengurangi risiko pembedahan
 Konsultasikan kepada profesi kesehatan lainnya
4) Implementasi
a) Informed Consent

Operasi tidak dapat dilakukan secara legal atau etik sampai klien memahami
kebutuuhan prosedur, langkah-langkah yang terlibat, risiko, hasil yang
diharapkan, dan pengibatan alternatif. Merupakan tanggung jawab ahli bedah
untuk menjelaskan prosedur dan menyediakan informed consent. Setelah klien
melengkapi formulir persetujuan, tempatkan dalam catatan medis. Dokumen
tersebut dibawa ke ruang operasi bersama klien.
b) Promosi Kesehatan

Kegiatan promosi kesehatan selama fase praoperasi fokus pada pemeliharaan


kesehatan, pencegahan komplikasi, dan dukungan rehabilitasi yang mungkin
dibutuhkan pascaoperasi.
c) Perawatan Akut

Kegiatan perawatan akut dalam tahap praoperasi fokus pada intervensi secara
fisik mempersiapkan klien untuk bedah.
d) Persiapan Fisik

Tingkat persiapan fisik sebelum operasi tergantung pasa status kesehatan klien,
operasi yang direnccanakan dan preferensi dokter bedah. Persiapan ini
meliputi:
 Penatalaksanaan cairan normal dan keseimbangan elektrolit
 Pengurangan risiko infeksi luka bedah
 Pencegahan inkontinensia bowel dan kandung kemih

Persiapan pada Hari Pembedahan

Perawat menyelesaikan beberapa prosedur rutin sebelum mengirimkan klien untuk


operasi.

 Kebersihan

Langkah-langkah dasar kebersihan memberikan kenyamanan tambahan


sebelum operasi. Jika klien yang dirawat di rumah sakit tidak mau mandi
lengkap, maka mandi parsial dapat menyegarkan dan menghilangkan
sekresi yang mengganggu.
 Rambut dan kosmetik

Untuk menghindari cedera, minta klien untuk tidak menggunakan jepit


rambut atau klip sebelum berangkat operasi karena jepit rambut dan klip
dapat menjadi sumber listrik dan menyebabkan luka bakar dikarenakan
elektrokauter yg digunakan selama operasi. Lepaskan juga lensa kontak,
bulu mata palsu dan riasan mata.
 Melepas protesa

Semua jenis perangkat palsu sangat mudah hilang atau rusak selama
operasi. Jadi klien perlu melepas semua protesa, termasuk gigi palsu parsial
atau lengkap, kaki palsu, mata buatan, dan alat bantu dengar.
 Nilai keamanan

Jika klien mempunyai barang berharga, berikan semua kepada anggota


keluarga atau simpan untuk diamankan.
 Mempersiapkan usus dan kandung kemih

Beberapa klien membutuhkan enema atau katartik di pagi hari sebelum


operasi untuk memastikan usus kosong. Jika demikian, berikan setidaknya
1 jam sebelum klien akan pergi, berikan waktu bagi kllien untuk defekasi
tanpa terburu-buru dan buang air kecil sebelum ke ruang operasi dan
sebelum memberikan obat preoperasi. Kandung kemih yang kosong
mengurangi rasa tidak nyaman selama prosedur dan mengurangi risiko
inkontinensia selama operasi.
 Tanda-tanda vital

Operator anestesi menggunakan nilai-nilai satu set tanda vital final


preoperatif klien yang diukur perawat sebagai dasar untuk tanda-tanda vital
intraoperatif. Jika tanda-tanda vital praoperasi tidak normal, pembedahan
mungkin perlu ditunda.
 Dokumentasi

Sebelum klien pergi ke ruang operasi, periksa isi laporan medis untuk
memastikan bahwa hasil laboratorium dan formulir persetujuan telah
tersedia. Periksa juga catatan perawat adalah catatan yang terkini.
 Melakukan prosedur khusus

Beberapa klien memerlukan pemasangan infus IV atau tabung nasogastrik


sebelum berangkat untuk operasi atau di tempat praoperasi.
 Pemberian obat praoperasi

Pemberian obat praoperasi bertujuan untuk mengurangi kecemasan klien,


sejumlah anestesi umum diperlukan, risiko mual dan muntah-muntah dan
aspirasi resultan serta sekresi saluran pernafasan.
 Sensistivitas lateks/alergi

Ketika insiden dan prevalensi sensistivitas lateks dan alergi meningkat,


kebutuhan untuk mengenali sumber potensi lateks sangat penting. Jika
memang diperlukan, akomodasikan tempat khusus alergi lateks dan klien
menggunakan barang bebas lateks selama periode perioperatif dan
pemulihan.
 Mengurangi kemungkinan salah tempat dan prosedur bedah yang salah

Tiga prinsip protokol meliputi verivikasi praoperasi yang memastikan


semua dokumen relevan dan studi tersedia sebelum memulai prosedur dan
konsisten dengan harapan klien; menandai lokasi operasi dengan tinta untuk
menandai perbedaan kiri dan kanan, struktur ganda, dan tingkatan spina;
serta waktu istirahat tepat sebelum memulai prosedur untuk verivikasi
terakhir dari klien yang benar, prosedur, tempat dan setiap implan.

5) Evaluasi
 Evaluasi pengetahuan klien terhadap prosedur bedah dan perawatan
pascaoperasi yang direncanakan
 Minta klien menunjukkan latihan pascaoperasi
 Amati perilaku atau ekspresi nonverbal akan kecemasan atau ketakutan
 Tanyakan apakah harapan klien sudah terpenuhi
2. Proses Keperawatan di Tahap Bedah Intraoperatif

1) Pengkajian

Dalam PSCU, lakukan pengkajian berfokus pada praoperasi untutk memverifikasi


bahwa klien siap untuk operasi dan rencana perawatan intraoperative. Karena klien
tidak akan mampu berbicara sendiri selagi di bawah anestesi umum, pengkajian
praoperasi di dalam ruang operasi adalah penting untuk keselamatan klien. Telaah
kembali rencana perawatan intraoperative. Perhatikan kenyamanan psikologis klien
selama pengkajian ini.

2) Diagnosis Keperawatan

Tinjau diagnosis keperawatan praoperasional, dan modifikasi untuk


mengindividualisasikan rencana perawatan di ruang operasi.

3) Perencanaan

Tujuan dan hasil. Hasil ynag berpusat pada klien dari tahap praoperasi. Sebagai
contoh, tujuan adalah untuk menjaga integritas kulit. Hasil yang diharapkan meliputi;
a) Klien akan memiliki kulit yang utuh dan tidak menunjukkan tanda-tanda
kemerahan.
b) Klien akan bebas dari luka bakar di dasar alas.

4) Implementasi

Fokus utama dari asuhan intraoperative adalah untuk mencegah cedera dan
komplikasi berhubungan dengananestesi, operasi, posisi, dan komplikasi berhubungan
dengan anestesi, operasi, opsisi, dan penggunaan peralatan. Perawat perioperative
adalah pembela klien selama operasi dan melindungi martabat dan hak-hak klien
setiap saat.
Perawatan Akut
a) Persiapan fisik. Setelah mengamankan klien di meja kamar operasi, pasang
perangkat monitor untuk klien sebelum operasi. Klien yang menerima
anestesi umum dan regional mendapatkan pemantauan EKG kontinu.
Tempatkan elektroda pada dan kaki untuk merekam aktivitas listrik jantung.
Sebuah monitor di kamar operasi menampilkan aktivitas listrik jantung.
Oksimetri pulsasi memonitor saturasi oksigen. Pasang alas pada kauterisasi
listrik pada kulit.
b) Terapkan stoking antiemboli (misalnya stoking elastis) atau stoking kompresi
sekuensial intraoperative (terutama untuk kasus-kasus yang berdurasi lama)
atau pascaoperasi sesuai dengan kebijakan instidusi. Dokumentasikan
perangkat aplikasi, pengisian kembali kapiler, dan toleransi klien terhadap
prosedur. Untuk operasi ekstremitas, nilai denyut perifer distal di lokasi
operasi. Ukur suhu secara kontinu melalui kandung kemih, kerongkongan,
atau rectum.
c) Pengenalan Anestesi. Klien yang menjalani prosedur bedah menerima satu
tempat dari empat tipe anestesi, yaitu : umum, regional, local, atau sedasi
sadar.
d) Anestesi Umum. Agen anestesi modern lebih mudah untuk pemulihan dan
memungkinkan klien untuk sembuh dengan efek negative yang lebih sedikit.
Anestesi umum menghasilkan imobilisasi, klien yang tenang dan tak bergerak
dan tidak ingat prosedur bedah. Amnesia klien bertindak sebagai alat
pelindung dari peristiwa yang tidak menyenangkan terhadap prosedur.
Penyedia anestesi umum dengan rute IV dan inhalasi melalui tiga fase
anestesi, yaitu : induksi, pemeliharaan, dan munculnya. Pembedahan yang
membutuhkan anestesi umum melibatkan prosedur mayor dengan manipulasi
jaringan yang luas. Induksi meliputi pemberian obat anestesi dan intubasi
andotrakeal. Tahap pemeliharaan meliputi posisi klien, persiapan untuk insisi,
dan prosedur pembedahan itu sendiri. Tingkat anestesi yang tepat terjaga
selama fase ini. Selama tiga fase, anestesi mengalami penurunan dank lien
mulai terbangun. Karena waktu paruh pendek obat ini, sadar klien sering
terjadi di ruang operasi. Durasi anestesi bergatung pada lamanya operasi.
Risiko terbesar dari anestesi umum adalah efek samping dari agen anestesi
termasuk depresi kardiovaskular atau iritabilitas, depresi pernapasan, serta
kerusakan hati dan ginjal.
e) Anestesi Regional. Induksi anestesi regional menghasilkan hilangnya sensasi di
daerah tubuh. Metode induksi, seperti tulang belakang, epidural, atau block saraf
perifer memengaruhi porsi jalur sensorik yang dibius. Tidak ada kehilangan
kesadaran yang terjadi akibat anestesi regional, tetapi klien sering mengantuk.
Operator anestesi memberikan anestesi regional dengan infiltrasi dan aplikasi
lokal. Risiko dapat terjadi pada anestesi infiltrasi, terutama dalam kasus anestesi
spinal. Karena tingkat anestesi bisa meningkat, yang berarti bahwa agen anestesi
bergerak ke atas di tulang belakang, hal ini mungkin akan mempengaruhi
pernapasan. Perpindahan anestesi ini tergantung pada jenis obat, jumlah, dan
posisi klien.
f) Anestesi local. Anestesi local melibatkan hliangnya sensasi di tempat yang
diinginkan (misalnya bagian kulit yang tumbuh atau kornea mata). Agen obat
bius (misalnya lidocaine) menghambat konduksi saraf samapai obat tersebut
berdifusi ke dalam sirkulasi. Agen disuntikkan secara local atau dioleskan. Klien
mengalami kehilangan dalam sensasi nyeri da sentuhan serta aktivitas motoric
dan otonom (misalnya mengosongkan kandung kemih). Local anestesi umum
dilakuakan untuk prosedur minor dalam operasi rawat jalan. Penyedia perawatan
kesehatan sering masuk ke daerah operasi dengan memberikan anestesi local
untuk mempromosikan nyeri pascaoperasi.
g) Sedasi Sadar. Sedasi sadar secara rutin digunakan untuk prosedur yang tidak
memerlukan anestesi lengkap melainkan tingkat kesadaran yang ditekan. Seorang
klien di bawah sedasi sadar independen harus mempertahankan jalan napas yang
paten dan ventilisasi yang memadai dan mampu merespons dengan tepat terhadap
rangsangan verbal atau stimulus taktil ringan (rothrock, 2007). Sedatif IV yang
bekerja singkat, seperti midazolam (Versed) diberikan.
h) Posisi Klien Bedah. Selama anestasi umum, tenaga perawat dan dokter beah
sering tidak memposisikan klien sampai tahap relaksasi lengkap. Pendekatan
bedah biasanya menentukan pilihan posisi. Idealnya posisi klien menyediakan
akses yang baik untuk lokasi yang akan dioperasi, mempertahankan fungsi
sirkulasi dan pernapasan yang memadai, dan menjamin keamanan klien dan
integritas kulit. Posisi tidak boleh merusak struktur neuromuscular.
i) Dokumentasi Asuhan Keperawatan Intraoperaif. Selama fase intraoperatif,
lanjutkan rencana perawatan praoperasi. Sebagai contoh, ikuti asepsis ketat untuk
meminimalkan risiko infeksi luka bedah.Sepanajnag prosedur operasi, pastikan
catatan kegiatan perawatan klien dan prosedur yang dilakukan oleh personel
kamar operasi telah akurat. Dokumentasi perawatan intraoperative memeberikan
data yang berguna periode pascaoperasi klien.

5) Evaluasi

Evaluasi intervensi dilakukan selama fase intraoperative selama prosedur bedah.


Terus pantau tanda vital serta asupan dan keluaran. Ukur suhu tubuh klien selama
dan pada penyelesaian prosedur. Periksa kulit di bawah landasan alas dan di
daerah di mana posisi tertekan. Untuk klien yang tidak mendapat anestesi umum,
tanyakan dengan sering kepada merakatentang rasa sakit, mati rasa, suhu ruangan
yang dirasakan, dan kenyamanan secara kesuluruhan. Berikan informasi yang
terkini kepada anggota keluarga di ruang tunggu.
3. Proses Keperawatan dalam Perawatan Pascaoperatif

1) Pengkajian

Setelah pengkajian pada kedatangan klien untuk pemulihan, ukur tanda-tanda


vital dan observasi lainnya setidaknya setiap 15 menit atau lebih sering,
tergantung pada kondisi klien dan kebijakan unit. Pengkajian ini biasanya
berlanjut sampai klien keluar dari PACU. Ketika kondisi klien stabil, frekuensi
pengkajian biasanya akan berkurang menjadi satu kali per shift sampai klien
keluar. Dokumentasi secara maksimal hasil pengkajian termasuk tanda vital,
tingkat kesadara, kondisi balutan dan drainase, tingkat kenyamanan, status cairan
IV, dan pengukuran keluaran urine. Selain itu yang sangat perlu dikaji pada klien
pascaoperatif yaitu :
 Jalan napas dan pernapasan

Kaji patensi jalan napas, kedalaman ventilasi, simetri gerakan dinding dada,
suara napas, dan warna mukosa.
 Sirkulasi

Klien beresiko mengalami komplikasi kardiovaskuler yang disebabkan oleh


hilangnya darah actual atau potensial dari tempat pembedahan, efeksamping
dari anastesi, ketidakseimbangan elektrolit, dan depresi mekanisme yang
mengatur sirkulasi normal. Pengkajian yang teliti terhadap denyut dan irama
jantung, bersama dengn tekanan darah, mengungkapkan status
kardiovaskuler klien. Monitor tanda vital setiap 15 menit selamaa tahap
pemulihan.
 Kontrol suhu

Monitor suhu dengan teliti dibagian perawatan akut. Karena suhu tinggi
mungkin merupakan indikasi pertama infeksi, evaluasi klien untuk potensi
sumber infeksi, termasuk lokasi IV (jika ada), sayatan/luka bedah, serta
saluran pernapasan dan saluran kemih.
 Keseimbangan cairan dan elektrolit

kaji status hidrasi dan pantau fungsi jantung dan saraf untuk tanda-tanda
perubahan elektrolit.
 Fungsi neurologi

Kaji reflek pupil dan muntah, cengkraman tangan, dan gerakan kaki.
 Integritas kulit dan kondisi luka

Di dalam PCAU, kaji kondisi kulit klien, titik-titik ruam, petekie, lecet atau
luka bakar. Setelah operasi hamper semua luka bedah diperban untuk
melindungi lokasi luka dan mengumpulkan drainase. Perhatikan jumlah,
warna, baud an konsistensi drainase di perban.
 Fungsi perkemihan

Raba perut bagian bawah tepat diatas simfisis pubis untuk mengkaji distensi
kandung kemih. Jika klien terpasang kateter urine, harus ada aliran urine
terus-menerus sebanyak 30-50 ml/jam pada orang dewasa. Perawat harus
mengamati warna urine.
 Fungsi gastrointestinal
Inspeksi abdomen untuk memeriksa perut kembung yang mungkin
disebabkan oleh akumulasi gas. Auskultasi perut secara rutin untuk
mendeteksi suara usus kembali normal,5-30 bunyi keras permenit pada
masing-masing kuadran menunjukkan gerak paristaltik yang telah kembali.
Jika selang nasogastrik ada ditempatnya, kaji kepatenan selang, warna, dan
jumlah drainase lambung.
 Kenyamanan

Kaji skala nyeri klien, mengevaluasi respon terhadap analgesic dan objektif
dokumen keparahan nyeri. keluarga
 Harapan klien

Kaji harapan klien dan terhadap pemulihan dan kemajuan yang dirasaakan
dalam fase pemulihan.
2) Diagnosis keperawatan

Tentukan status dari diagnosis keperawatan praoperasi melalui pembagian


pengkajian data baru pascaoperasi dan mengidentifikasi diagnosis baru yang
relevan. Identivikasi faktor-faktor resiko baru yang mengarah ke identifikasi
diagnosis keperawatan tambahan. Pertimbangkan juga kebutuhan keluarga klien
ketika membuat diagnosis.
3) Perencanaan

Karena sifat kritis periode pascaoperasi langsung, rencana keperawatan di


PACU melibatkan pemantauan dan pengkajian erat klien untuk memastikan
kembalinya ke fungsi fisiologis yang stabil. Instruksi dokter bedah pascaoperasi
juga menjadi pedoman. Instruksi pasca operasi yang khas meliputi :
 Pantau tanda vital dan pengkajian yang khusus dengan sering.

 Jenis cairan IV dan kecepatan infuse

 Penerusan obat sebelum operasi sebagai kondisi yang memungkinkan


(beberapa obat oral akan dikonvensikan ke rute IV dengan menyesuaikan
disis yang tepat)

 Cairan dan makanan yang diperbolehkan lewat mulut.

 Tingkat aktivitas klien yang diperbolehkan untuk dilanjutkan

 Posisi klien yang harus dipertahankan untuk dilanjutkan

 Posisi klien yang harus dipertahankan sementara ditempat tidur

 Masukan dan keluaran

 Laboratorium tes dan foto sinar-x

 Arahan khusus (misalnya drain bedah untuk diisap, irigasi tabung, dan
penggantian balutan.

Tujuan dan hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut :


 Tanda-tanda vital klien kembali seperti fase preoperative.
 Saluran napas klien paten dan respirasi tidak dibantu

 Suhu klien kembali ke awal dan tetap stabil.

 Cairan dan elektrolit klien tetap seimbang

 Klien kembali ketingkat aktivitas sebelumnya.

4) Implementasi

a. Promosi kesehatan

1) Memelihara fungsi pernapasan

Ketika klien bangun dari anastesi, bantu mereka untuk mempertahankan


kepatenan jalan napas. Posisikan klien di satu sisi dengan wajah ke bawah dan
leher sedikit direntangkan untuk nmemfasilitasi gerakan maju dari lidah dan
aliran sekresi lendir keluar dari mulut. Sebuah handuk kecil yang dilipat dapat
mendukung kepala. Teknik posisi lain untuk mempromosikan jalan napas
paten adalah kepala tempat tidur yang agak tinggi dan leher klien agak sedikit
di nrentangkan, dengan kepala menghadap ke samping.
2) Mencegah komplikasi sirkulasi

Langkah=langkah berikut mempromosikan aliran balik vena normal dan


sirkulasi aliran darah :
 Dorong klien untuk melakukan latihan kaki nsetidaknya setiap jam saat
terjaga.

 Pasang stoking elastis antiemboli atau perangkat kompresi berurutan


seperti yang diperintahkan oleh penyedia layanan kesehatan. Lepaskan
stoking setiap 8 jam, dan berhenti selama 1 jam.

 Dorong ambulansi awal

 Hindari posisi klien yang mengganggu aliran darah ke kaki.

 Berikan obat antikoagulan seperti yang diperintahkan.

 Promosikan asupan cairan oral atau intravena yang cukup.

3) Mencapai istirahat dan kenyamanan

Nyeri pada klien meningkat setelah operasi setelah efek anastesi berkurang.
Hal ini umum untuk memberikan analgesic opioid segera setelah operasi.
Dosis awal analgesic biasanya diberikan melalui infuse IV di PACU dan di
titrasi untuk kenyamanan klien.
b. Perawatan akut

1) Pengaturan suhu tubuh

Pengaturan suhu penting pada periode pasca operasi . klien sering menggigil
setelah operasi. Menggigil tidak selalu merupakan tanda hipotermia melainkan
efekng dari agen anastesitertentu. Berikan meperidin (Demol) sedikit demi
sedikit untuk mengurangi mggigil seperti yang di tentukan oleh penyedia layan
kesehatan.
2) Memelihara fungsi neurologi

Orientasi terhadap lingkungan penting untuk mempertahankan status mental


klien.
3) Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit

Satu-satunya sumber asupan can klien segera setelah pembedahan adalah


melalui kateter IV.
4) Meningkatkan eliminasi usus normal dan gizi yang adekuat

Langkah-langka berikut mempromosikan kembali eliminasi normal :


 Pertahankan kemajuan secara bertahap dalam asupan makanan.

 Promosikan ambulansi dan olahraga.

 Atur asupan cairan yang memadai.

 Promosikan asupan makanan yang cukup dengan merangsang selera


makan klien.

 Berikan suplemen serat, pelunak tinja, dan supositoria rectal sesuai


yang diperintahkan.

 Sediakan makanan ketika klien beristirahat dan bebas dari rasa sakit.

5) Mempromosikan eliminasi urine

Langkah-langkah mempromosikan eliminasi urine normal :


 Bantu klien dengan asumsi posisi normal selama BAK.

 Periksa kebutuhan klien untuk BAK dengan sering.

 Kaji distensi kandung kemih.

 Monitor asupan dan keluaran.

6) Mempromosikan penyembuhan luka

Waktu kritis untuk penyembuhan luka adalah 24 samapai 72 jam setelah


operasi, setelah itu luka dapat tertutup. Jika luka menjadi terinfeksi, biasanya
terjadi 3 sampai 6 harisetelah operasi. Sebuah luka bedah bersih biasanya tidak
kembali meregang terhadap tegangan normal selama 15 – 20 hari setelah
operasi. Gunakan teknik aseptic selama penggantian perban dan perawatan
luka.
7) Mempertahankan/meningkatkan konsep diri

Langkah-langkah berikut ini membantu mempertahankan konsep diri klien :


 Sediakan privasi selama penggantian perban atau pemeriksaan luka.

 Jaga kebersihan klien.

 Cegah perangkat drainase meluap.


 Jaga lingkungan yang menyenangkan

 Tawarkan kesempatan bagi klien untuk mendiskusikan perasaan


tentang penampilan.

 Tawarkan keluarga kesempatan untuk membahas cara untuk


mempromosika konsep diri klien.

8) Pemulihan dan perawatan yang berkelanjutan

Selama periode pasca operasi, perawat, klien dan keluarga bekerja untuk
mempersiapkan klien untuk keluar. Pendidikan tentang perawatan luka, tingkat
aktivitas, diet, pengobatan dan jenis operasi yang spesifik adalah proses yang
berkelanjutan di seluruh rumah sakit.
5) Evaluasi

Keefektifan evaluasi keperawatan berdasarkan hasil yang diharapkan yang dibuat


setelah operasi. Dalam semua ruang lingkup bedah, konsultasikan dengan klien dan
keluarga untuk mengumpulkan data evaluasi. Bagian dari evaluasi adalah
menentukan sejauh mana klien dan keluarga mempelajari langkah-langkah perawatan
diri.
C. TINDAKAN KEPERAWATAN PRE OPERATIF
1. Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh
yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi
pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan
untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama.
Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene
secara mandiri maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene.

2. Pencukuran daerah operasi


Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya
infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak
dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga
mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.
Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan
pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan.
Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan
sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di
berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah
yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan
pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha.
Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate
pada fraktur femur, hemoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan,
pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum
pembedahan.

3. Inform Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien,
hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab
dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya
harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai
resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis,
wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak
dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam
kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang
berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke
rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera
setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor
seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap
pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam
perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi
aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap
pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi.
Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan
pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan
konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat
pernyataan tersut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan
segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan
dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak
pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul
paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak meka
penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang
dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
Berikut ini merupakan contoh form inform consent :
PERNYATAAN
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS/OPERASI

NAMA PASIEN : (L/P)


No. RM :
UNIT RAWAT :

Saya yang bertnda tangan di bawah ini :


Nama : ……………………….
Umur : ……………………….. tahun
Jenis kelamin : …………….
Alamat : ………………………

Suami/istri/ayah/ibu/keluarga‫ ٭‬dari pasien yang bernama :


............……………………………………………………………………………….

1. Menyatakan SETUJU/TIDAK SETUJU‫ ٭‬bahwa pasien tersebut akan dilakukan


tindakan medis operasi dalam rangka penyembuhan pasien.
2. Saya mengerti dan memahami tujuan serta resiko/komplikasi yang mungkin terjadi
dari tindakan medis/operasi yang dilakukan terhadap pasien dan oleh karena itu bila
terjadi sesuatu diluar kemapuan dokter sebagai manusia dan dalam batas-batas etik
kedokteran sehingga terjadi kematian/kecacatan pada pasien maka saya tidak akan
menuntut siapapun baik dokter maupun Rumah Sakit.
3. Saya juga menyetujui dilakukannya tindakan pembiusan baik lokal maupun umum
dalam kaitannya dengan tindakan medis/operasi tersebut. Saya juga mengerti dan
memahami tujuan dan kemungkinan resiko akibat pembiusan yang dapat terjadi
sehingga bila terjadi sesuatu diluar kemampuan dokter sebagai manusia ddan dalam
batas-batas etik kedokteran sehingga terjadi kematian/kecacatan pada pasien maka
saya tidak akan menuntut siapapun baik dokter maupu Rumah sakit.

Yogyakarta, ……………………2007

Mengetahui,
Saya yang menyatakan,
Dokter yang merawat, Suami/istri/ayah/ibu/keluarga

_________________ _________________
(tanda tangan dan nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap)

Saksi dari Rumah Sakit, Saksi dari keluarga,

___________________ _____________________
(tanda tangan dan nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap)
‫ ٭‬coret yang tidak perlu
D. TINDAKAN KEPERAWATAN POST OPERATIF
1. Menyiapkan Tempat Tidur Aether bed
Merupakan tempat tidur yang disiapkan untuk klien pascaoperasi yang mendapat
narkose (obat bius)
Tujuan
 Menghangatkan klien
 Mencegah penyulit/ komplikasi pascaoperasi
Persiapan Alat
 Tambahkan satu selimut tebal pada alat tenun untuk tempat tidur terbuka.
 Dua buah buli-buli panas/ WWZ (Warm Water Zack), dengan suhu air
40°C-43°C.
 Perlak dan handuk dalam satu gulungan dengan handuk dibagian dalam.
 Termometer air (jika ada).
Prosedur Pelaksanaan

1. Cuci tangan
2. Pada tempat tidur terbuka, angkat bantal dan bentangkan gulungan perlak
dan handuk pada bagian kepala.

3. Pasang selimut tambahan hingga menutup seluruh permukaan tempat


tidur.

4. Letakkan buli-buli panas diantara sprei dan selimut pada bagian kaki,
arahkan mulut buli-buli ke pinggir tempat tidur.

5. angkat buli-buli panas sebelum klien di baringkan, setelah kembali dari


kamar bedah.

6. Lipat pinggir selimut tambahan bersama-sama selimut dari atas tempat


tidur pada salah satu sisi tempat masuknya klien, sampai batas pinggir
kasur, lalu lipat sampai sisi yang lain.

7. Cuci tangan.

2. Membimbing Latihan Nafas Dalam

Latihan nafas dalam setelah operasi dilakukan unruk mengurang nyeri setelah
operasi dan dapat meningkatkan kualitas tidur pasien. Selain itu teknik relaksasi
nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah
anestesi umum (Naharani Pepin, 2013)

3. Membimbing Batuk Efektif

Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar dan pasien dapat
mengeluarkan dahak dengan maksimal (Potter & Perry, 2005). Tujuan batuk efektf
adalah memobilisasi sekret dan mencegah efek samping penumpukan sekret,
mencegah komplikasi pernafasan atelektasis dan pneumonia.

4. Pengelolaan Pasien di Ruang Pulih Sadar


Pengawasan ketat di ruang pemulihan atau UPPA harus seperti sewaktu berada
di kamar bedah sampai pasien bebas dari bahaya, karena itu peralatan monitor
yang baik harus disediakan. Tensimeter, oksimeter denyut (pulse oxymeter),
EKG,peralatan resusitasi jantung-paru dan obatnya harus disediakan tersendiri,
terpisah dari kamar bedah.

Personil dalam UPPA sebaiknya sudah terlatih dalam penanganan pasien


gawat, mahir menjaga jalan napas tetap paten, tanggap terhadap perubahan dini
tanda vital yang membahayakan pasien.

Setelah dilakukan pembedahan pasien dirawat diruang pulih sadar. Pasien


yang dikelola adalah pasien pasca anestesi umum ataupun anestesi regional. Di
ruang pulih sadar dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau tidak, ventilasinya
cukup atau tidak dan sirkulasinya sudah baik atau tidak. Pasien dengan gangguan
jalan nafas dan ventilasi harus ditangani secara dini. Selain obstruksi jalan nafas
karena lidah yang jatuh ke belakang atau spasme laring, pasca bedah dini
kemungkinan terjadi mual-muntah yang dapat berakibat aspirasi. Anestesi yang
masih dalam, dan sisa pengaruh obat pelumpuh otot akan berakibat penurunan
ventilasi.

Pasien yang belum sadar diberikan oksigen dengan kanul nasal atau
masker sampai pasien sadar betul. Pasien yang sudah keluar dari pengaruh obat
anestesi akan sadar kembali. Kartu observasi selama di ruang pulih sadar harus
ditulis dengan jelas, sehingga dapat dibaca bila pasien sudah kembali ke bangsal.
Bila keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien normal dan stabil, maka pasien
dapat dipindahkan ke ruangan dengan pemberian instruksi pasca operasi.

Tingkat perawatan pasca anestesi pada setiap pasien tidak selalu sama,
bergantung pada kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi,
monitoring lebih ketat dilakukan pada pasien dengan risiko tinggi seperti:

 Kelainan organ
 Syok yang lama
 Dehidrasi berat
 Sepsis
 Trauma multiple
 Trauma kapitis
 Gangguan organ penting, misalnya : otak

Pada saat melakukan observasi di ruang pulih, agar lebih sistematis dan lebih
mudah dapat dilakukan ‘monitoring B6’, yaitu :

Breath (nafas) : sistem respirasi

Pasien belum sadar dilakukan evaluasi :

Pola nafas

 Tanda-tanda obstruksi
 Pernafasan cuping hidung
 Frekuensi nafas
 Pergerakan rongga dada : simetris/tidak
 Suara nafas tambahan : tidak ada pada obstruksi total
 Udara nafas yang keluar dari hidung
 Sianosis pada ekstremitas
 Auskultasi : wheezing, ronki

Pasien sadar : tanyakan adakah keluhan pernafasan.

 Jika tidak ada keluhan : cukup berikan O2


 Jika terdapat tanda-tanda obstruksi : terapi sesuai kondisi (aminofilin,
kortikosteroid, tindakan triple manuver airway).

Blood (darah) : sistem kardiovaskuler


 Tekanan darah
 Nadi
 Perfusi perifer
 Status hidrasi (hipotermi ± syok)
 Kadar Hb

Brain (otak) : sistem SSP


 Menilai kesadaran pasien dengan GCS (Glasgow Coma Scale)
 Perhatikan gejala kenaikan TIK 4.

Bladder (kandung kencing) : sistem urogenitalis


 Periksa kualitas, kuantitas, warna, kepekatan urine
 Untuk menilai : Apakah pasien masih dehidrasi, Apakah ada kerusakan ginjal
saat operasi, acute renal failure

Bowel (usus) : sistem gastrointestinalis


Periksa :
 Dilatasi lambung
 Tanda-tanda cairan bebas
 Distensi abdomen
 Perdarahan lambung post operasi
 Obstruksi atau hipoperistaltik, gangguan organ lain, misal: hepar,lien,
pancreas
 Dilatasi usus halus,

Hati-hati, pasien operasi mayor sering mengalami kembung yang mengganggu


pernafasan, karena ia bernafas dengan diafragma.

Bone (tulang) : sistem musculoskeletal


Periksa :
 Tanda-tanda sianosis
 Warna kuku
 Perdarahan post operasi

Gangguan neurologis : gerakan ekstremitas


Kriteria yang digunakan dan umunya yang dinilai pada saat observasi di ruang
pulih adalah warna kulit, kesadaran, sirkulasi, pernafasan, dan aktivitas
motorik,seperti skor Aldrete (lihat tabel). Idealnya pasien baru boleh dikeluarkan
bila jumlah skor total adalah 10. Namun bila skor total telah di atas 8 , pasien
boleh keluar ruang pemulihan.
Namun bila pasien tersebut anak-anak kriteria pemulihan yang digunakan
adalah skor Steward, yang dinilai antara lain pergerakan, pernafasan dan
kesadaran. Bila skor total di atas 5, pasien boleh keluar dari ruang pemulihan.
Untuk pasien dengan spinal anestesi digunakan kriteria skor Bromage, yang
dinilai adalah pergerakan kaki, lutut dan tungkai, apabila total skor di atas 2,
pasien boleh di pindahkan ke ruang rawat.

Tabel Skor pemulihan pasca anestesi

Aldrete Score (dewasa)

Penilaian

Nilai Warna
 Merah muda, 2
 Pucat, 1
 Sianosis, 0

Pernapasan
 Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
 Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
 Apnoea atau obstruksi, 0

Sirkulasi
 Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2
 Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1
 Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0

Kesadaran
 Sadar, siaga dan orientasi, 2
 Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
 Tidak berespons, 0

Aktivitas
 Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
 Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
 Tidak bergerak, 0

Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan

Tabel Skor pemulihan pasca anestesi

Steward Score (anak-anak)

Pergerakan
 Gerak bertujuan 2
 Gerak tak bertujuan 1
 Tidak bergerak 0

Pernafasan
 Batuk, menangis 2
 Pertahankan jalan nafas 1
 Perlu bantuan 0

Kesadaran
 Menangis 2
 Bereaksi terhadap rangsangan 1
 Tidak bereaksi 0

Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan.

Tabel. Skor pemulihan pasca anestesi

Bromage Score (spinal anestesi)

Kriteria Nilai
 Gerakan penuh dari tungkai, 0
 Tak mampu ekstensi tungkai, 1
 Tak mampu fleksi lutut, 2
 Tak mampu fleksi pergelangan kaki, 3

Jika Bromage Score 2 dapat pindah ke ruangan.

Komplikasi Pasca Anestesi dan Penanganannya

Komplikasi Respirasi

Obstruksi jalan nafas


Prinsip dalam mengatasi sumbatan mekanik dalam sistem anestesi
adalahdengan menghilangkan penyebabnya. Diagnosis banding antara sumbatan
mekanik dan bronkospasme harus dibuat sedini mungkin. Sumbatan mekanik
lebih seringterjadi, dan mungkin dapat menjadi total, dimana wheezing akibat
dapat terdengar tanpa atau dengan stetoskop.
Penyebab sumbatan bisa nyata sebagai contoh, keadaan ini dapat diatasi
dengan meluruskan pipa yang terpuntir dibalik rongga mulut. Jika pipa
ditempatkan terlalu jauh ke dalam trakea, maka pipa tersebut biasanya memasuki
bronkus utama jika kadar tinggi oksigen yang dipakai,sampai terjadi tanda-tanda
hipoksia, hiperkardi atau sumbatan pernafasan menjadi nyata.
Komplikasi dapat dihindarkan jika ahli anestesi memeriksa kedudukan pipa
setelah dipasang dengan mendengarkan melalui stetoskop di atas setiap sisi dada,
sementara secara manual paru-paru dikembangkan, jika suara pernafasan
tidak terdengar atau pengembangan pada satu sisi dada telah didiagnosis, maka
harus secara lambat laun ditarik sampai udara terdengar memasuki kedua sisi
toraks secara seimbang. Penggunaan pipa yang telah dipotong sampai sepanjang
bronkus kanan dapat mengurangi bahaya.
Ahli anestesi tidak boleh melupakan bahwa, jika dihadapkan pada sumbatan
mekanik yang tidak dapat dijelaskan, segera setelah intubasi, maka anjuran
terbaik adalah pipa ditarik keluar dan dilakukan re-intubasi.
Sumbatan mekanik pada penderita yang tidak diintubasi, apakah dapat
bernafas dengan spontan atau dikembangkan, paling sering disebabkan oleh lidah
yang jatuh ke belakang. Biasanya keadaan ini dapat ditolong dengan
mengekstensikan kepala, mendorong dagu ke muka dan memasang pipa udara
anestetik peroral atau nasal.
Sumbatan mekanik pada penderita yang di intubasi mungkin bersifat samar-
samar. Paling penting disadari bahwa adanya pipa trakea tidak menjamin saluran
pernafasan yang lancar. Pipa dapat menjadi terpuntir, bagian yang melengkung
dapat terhalang pada dinding trakea, atau dapat terlalu menjorok jauh dan
memasuki bronkus utama kanan atau manset dapat menyebul keluar menutupi
bagian ujung.

Bronkospasme
Bronkospame dapat diatasi secara terapi medik, tetapi yang paling penting
adalah memastikan bahwa tidak terjadi sumbatan mekanik, baik secara
anatomis,akibat lidah yang terjatuh ke belakang pada penderita yang tidak
diintubasi, atau akibat defek peralatan seperti yang telah dijelaskan di atas.
Efedrin intravena setiap kali dapat ditambah 5 mg, atau 30 mg
intramuscular, sehingga dapat menolong, tetapi dapat menyebabkan takikardi dan
meningkatkan tekanan darah. Secara bergantian, suntikan lambat 5 mg/kg
aminofilin intravena.

Hipoventilasi
Pada hipoventilasi, rangsang hipoksia dan hiperkarbia mempertahankan
penderita tetap bernafas. Pada hipoventilasi berat, pC02 naik > 90 mmHg,
sehingga menimbulkan koma, dengan pemberian O2 hipoksia berkurang (p02
naik) tetapi pCO2 tetap atau naik pada hipoventilasi ringan. Sedangkan pada
hipoventilasi berat jusrtu mengakibatkan paradoksikal apnea, yaitu penderita
justru jadi apnea setelah diberi oksigen. Terapi yang benar pada hipoventilasi
adalah :
 Membebaskan jalan nafas
 Memberikan oksigen
 Menyiapkan nafas buatan
 Terapi sesuai penyebabnya

Hiperventilasi
Hiperventilasi dengan hipokapnia akan merangsang kalium
ekstraselular mengalir ke intraselular, hingga terjadi hipokalemia. Aritmia berupa
bradikardia relatif dapat terjadi pada hipokalemia.

Komplikasi Kardiovaskular
Hipertensi dapat disebabkan karena nyeri akibat pembedahan, iritasi pipa
trakea, cairan infus berlebihan, buli-buli penuh atau aktivasi saraf simpatis karena
hipoksia, hiperkapnea dan asidosis. Hipertensi akut dan berat yang berlangsung
lama akan menyebabkan gagal ventrikel kiri, infark miokard, disritmia, edema
paru atau pendarahan otak. Terapi hipertensi ditujukan pada faktor penyebab dan
kalau perlu dapat diberikan klonidin (catapres) atau nitroprusid (niprus) 0,5 ± 1,0
µg/kg/ menit.
Hipotensi yang terjadi karena isian balik vena (venous return) menurun
disebabkan pendarahan, terapi cairan kurang adekuat, diuresis, kontraksi
miokardium kurang kuat atau tahanan veskuler perifer menurun. Hipotensi harus
segera diatasi untuk mencegah terjadi hipoperfusi organ vital yang dapat berlanjut
dengan hipoksemia dan kerusahan jaringan. Terapi hipotensi disesuaikan dengan
faktor penyebabnya. Berikan O2 100%dan infus kristaloid RL atau Asering 300-
500 ml.
Distritmia yang terjadi dapat disebabkan oleh hipokalemia, asidosis-
alkalosis,hipoksia, hiperkapnia atau penyakit jantung.
Hipertensi karena anestesi tidak adekuat dapat dihilangkan dengan menambah
dosis anestetika. Bila persisten dapat diberi obat penghambat beta adrenergik
seperti propanolol atau obat vasodilator seperti nitrogliserin yang juga bermanfaat
untuk memperbaiki perfusi miokard. Reaksi hipertensi pada waktu laringoskopi
dapat dicegah antara lain dengan terlabih dahulu memberi semprotan lidokain
topical kedalam faring dan laring, obat seperti opiat dan lain-lain.
Hipertensi karena kesakitan yang terjadi pada akhir anestesi dapat diobati
dengaan analgetika narkotik seperti pethidin 10 mg I.V atau morfin 2-3 mg I.V
dengan memperhatikan pernafasan (depresi).
Aritmia jantung pada anestesia, terjadi kira-kira 15-30 %. Etiologi aritmia
selama anestesia :
 Tindakan bedah : Bedah mata, hidung, gigi, traksimesenterium, dilatasi anus.
 Pengaruh metabolisme : hipertiroid, hiperkalemi
 Penyakit tertentu : penyakit jantung bawaan, penyakit hiperkapnia,hipokelmia,
jantung koroner
 Pengaruh obat tertentu : atropine, halotan, adrenalin dll.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.Aziz Alimul. 2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Potter, Patricia A., Anne Griffin Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Edisi 7 Buku 3.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai