Dosen :
Christine Diane Dien, BSN, MSN
Disusun Oleh :
Kurniawati 1610701022
Anida Karina 1610701027
Zuzun Zulfita 1610701032
1. Konsep Perioperatif
2. Aplikasi Asuhan Keperawatan Operatif
3. Tindakan Keperawatan Pre Operatif
4. Tindakan Keperawatan Post Operatif
A. KONSEP DASAR PERIOPERATIF
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman
pembedahan pasien. Kata “perioperatif” adalah suatu istilah gabungan yang
mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu praoperatif, intraoperatif, dan
pascaoperatif. Dalam setiap fase tersebut dimuali dan diakhiri dalam waktu
tertentu dalam urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah, dan masing-
masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yang
dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standart
keperawatan (Brunner & Suddarth, 2010). Masing-masing tahap mencakup
aktivitas atau intervensi keperawatan dan dukungan dari tim kesehatan lain
sebagai satu tim dalam pelayanan pembedahan (Majid, 2011).
Peroperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai
dari prabedah (preoperatif), bedah (intraoperatif), dan pascabedah (postoperatif)
(Alimul Aziz, 2009).
Menurut Brunner dan Suddarth (2010) fase perioperatif mencakup tiga
fase dan pengertiannya yaitu :
a) Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika
keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien
dikirim ke meja operasi;
b) Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika pasien
masuk atau dipindah ke bagian atau departemen bedah dan berakhir
saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup
aktivitas keperawatan dapat meliputi : memasang infus (IV),
memberikan medikasi intravena, dan pemantauan fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien;
c) Fase Pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang
pemulihan . dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatana
klinik atau di rumah. pada fase pascaoperatif berlangsung fokus
termasuk mengkaji efek agens anastesia, dan memantau fungsi vital
serta mencegah komplikasi.
1. Fase Pembedahan Perioperatif
Klien bedah datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan kondisi
kesehatan yang berbeda-beda. Klien mungkin akan datang ke rumah skait atau
unit bedah sehari sebelum hari pembedahan dengan perasaan sehat dan siap
menghadapi pembedahan. Sebaliknya, korban kecelakaan kendaraan bermotor
mungkin akan menghadapi pembedahan darurat tanpa waktu persiapan.
Kemampuan menciptakan hubungan dan mempertahankan hubungan profesional
merupakan komponen yang sangat penting dalam fase preoperatif. Perawat harus
melakukannya dengan cepat, mudah, dan efektif (Brunner & Suddarth, 2010).
2. Konsep Surgical Safety Checklist
Joko (2012) menyatakan dalam Akreditasi Rumah Sakit bahwa Safe
Surgery Saves Lives ( S3L ) adalah suatu program dalam upaya menurunkan
komplikasi pembedahan dan anestesi. Berdasarkan hal tersebut, terdapat empat
domain yang menjadi perhatian, yaitu:
a) Pencegahan infeksi luka operasi;
b) Keselamatan pembiusan (safe anesthesia);
c) Keselamatan pembedahan (safe surgical terms);
d) Mekanisme jaminan kualitas dan perawatan pembedahan (surgical care
and quality assurance mechanism).
WHO (2009) menyatakan bahwa pembedahan mempunyai sasaran penting
yang harus dilakukan oleh tim bedah untuk mencegah kesalahan selama operasi,
mencegah terjadinya komplikasi, serta kematian. Terdapat 10 (sepuluh) tujuan
penting yaitu :
1) Petugas kamar operasi akan melakukan pembedahan pada pasien dan
lokasi yang benar;
2) Petugas kamar operasi akan menggunakan metode yang sudah dikenal
untuk mencegah bahaya dari tindakan anastesi dan melindungi pasien
dari rasa sakit;
3) Petugas kamar operasi mengenali dan secara efektif mempersiapkan
bantuan hidup dari bahaya gangguan pernafasan;
4) Petugas kamar operasi mengenali dan secara efektif dapat mengetahui
adanya resiko kehilangan darah;
5) Petugas kamar operasi dapat menghindari reaksi alergi dan mampu
mengenali tanda-tandanya;
6) Petugas kamar operasi secara konsisten menggunakan metode yang
sudah dikenal untuk meminimalkan resiko infeksi pada luka operasi;
7) Petugas kamar operasi dapat mencegah tertinggalnya kassa, jarum,
dan instrumen pada lapangan operasi;
8) Petugas kamar operasi dapat mengidentifikasi secara aman dan akurat
spesimen pembedahan;
9) Petugas kamar operasi dapat melakukan komunikasi yang efektif dan
saling bertukar informasi untuk melakukan operasi yang aman;
10) Rumah sakit dan sistem kesehatan masyarakat selalu melakukan
pengawasan yang rutin terhhadap jumlah, kapasitas, dan hasil
pembedahan.
Surgical Safety Checklist adalah sebuah draft atau lembar pengecekan
untuk memastikan keselamatan pasien dan mengembangkan komunikasi yang
lebih baik antar tenaga kesehatan dalam bentuk lembar checklist. Checklist ini
adalah alat yang digunakan oleh tenaga kesehatan untuk meningkatkan
keselamatan pasien dalam pembedahan dan mengurangi kematian pembedahan
dan komplikasi yang terjadi (WHO, 2008) dalam (Adriazni, 2012).
WHO (2009) menjelaskan bahwa tahapan dan langkah yang dilakukan
dalam pelaksanaan surgical safety checklist ada 3 tahap, yaitu: sign in, time out,
dan sign out. Berikut adalah gambar 2.1 yang merupakan tahapan Surgical Safety
Checklist menurut WHO:
Gambar 2. 1 Checklist Surgical Safety Checklist Menurut WHO
B. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN
1. Proses Keperawatan dalam Fase Bedah Preoperatif
1) Pengkajian
Tujuan dari pengkajian klien sebelum operasi adalah untuk menetapkan fungsi
normal klien perioperatif untuk mencegah dan meminimalkan kemungkinan
komplikasi pascaoperasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan
pengkajian yaitu:
Pemeriksaan fisik fokus pada riwayat klien dan rencana pembedahan
Pengkajian faktor-faktor risiko bedah pada klien
Pengalaman bedah klien sebelumnya
Sumber koping pada klien
Hasil dari pemeriksaan diagnostik praoperasi
2) Diagnosis Keperawatan
Operasi tidak dapat dilakukan secara legal atau etik sampai klien memahami
kebutuuhan prosedur, langkah-langkah yang terlibat, risiko, hasil yang
diharapkan, dan pengibatan alternatif. Merupakan tanggung jawab ahli bedah
untuk menjelaskan prosedur dan menyediakan informed consent. Setelah klien
melengkapi formulir persetujuan, tempatkan dalam catatan medis. Dokumen
tersebut dibawa ke ruang operasi bersama klien.
b) Promosi Kesehatan
Kegiatan perawatan akut dalam tahap praoperasi fokus pada intervensi secara
fisik mempersiapkan klien untuk bedah.
d) Persiapan Fisik
Tingkat persiapan fisik sebelum operasi tergantung pasa status kesehatan klien,
operasi yang direnccanakan dan preferensi dokter bedah. Persiapan ini
meliputi:
Penatalaksanaan cairan normal dan keseimbangan elektrolit
Pengurangan risiko infeksi luka bedah
Pencegahan inkontinensia bowel dan kandung kemih
Kebersihan
Semua jenis perangkat palsu sangat mudah hilang atau rusak selama
operasi. Jadi klien perlu melepas semua protesa, termasuk gigi palsu parsial
atau lengkap, kaki palsu, mata buatan, dan alat bantu dengar.
Nilai keamanan
Sebelum klien pergi ke ruang operasi, periksa isi laporan medis untuk
memastikan bahwa hasil laboratorium dan formulir persetujuan telah
tersedia. Periksa juga catatan perawat adalah catatan yang terkini.
Melakukan prosedur khusus
5) Evaluasi
Evaluasi pengetahuan klien terhadap prosedur bedah dan perawatan
pascaoperasi yang direncanakan
Minta klien menunjukkan latihan pascaoperasi
Amati perilaku atau ekspresi nonverbal akan kecemasan atau ketakutan
Tanyakan apakah harapan klien sudah terpenuhi
2. Proses Keperawatan di Tahap Bedah Intraoperatif
1) Pengkajian
2) Diagnosis Keperawatan
3) Perencanaan
Tujuan dan hasil. Hasil ynag berpusat pada klien dari tahap praoperasi. Sebagai
contoh, tujuan adalah untuk menjaga integritas kulit. Hasil yang diharapkan meliputi;
a) Klien akan memiliki kulit yang utuh dan tidak menunjukkan tanda-tanda
kemerahan.
b) Klien akan bebas dari luka bakar di dasar alas.
4) Implementasi
Fokus utama dari asuhan intraoperative adalah untuk mencegah cedera dan
komplikasi berhubungan dengananestesi, operasi, posisi, dan komplikasi berhubungan
dengan anestesi, operasi, opsisi, dan penggunaan peralatan. Perawat perioperative
adalah pembela klien selama operasi dan melindungi martabat dan hak-hak klien
setiap saat.
Perawatan Akut
a) Persiapan fisik. Setelah mengamankan klien di meja kamar operasi, pasang
perangkat monitor untuk klien sebelum operasi. Klien yang menerima
anestesi umum dan regional mendapatkan pemantauan EKG kontinu.
Tempatkan elektroda pada dan kaki untuk merekam aktivitas listrik jantung.
Sebuah monitor di kamar operasi menampilkan aktivitas listrik jantung.
Oksimetri pulsasi memonitor saturasi oksigen. Pasang alas pada kauterisasi
listrik pada kulit.
b) Terapkan stoking antiemboli (misalnya stoking elastis) atau stoking kompresi
sekuensial intraoperative (terutama untuk kasus-kasus yang berdurasi lama)
atau pascaoperasi sesuai dengan kebijakan instidusi. Dokumentasikan
perangkat aplikasi, pengisian kembali kapiler, dan toleransi klien terhadap
prosedur. Untuk operasi ekstremitas, nilai denyut perifer distal di lokasi
operasi. Ukur suhu secara kontinu melalui kandung kemih, kerongkongan,
atau rectum.
c) Pengenalan Anestesi. Klien yang menjalani prosedur bedah menerima satu
tempat dari empat tipe anestesi, yaitu : umum, regional, local, atau sedasi
sadar.
d) Anestesi Umum. Agen anestesi modern lebih mudah untuk pemulihan dan
memungkinkan klien untuk sembuh dengan efek negative yang lebih sedikit.
Anestesi umum menghasilkan imobilisasi, klien yang tenang dan tak bergerak
dan tidak ingat prosedur bedah. Amnesia klien bertindak sebagai alat
pelindung dari peristiwa yang tidak menyenangkan terhadap prosedur.
Penyedia anestesi umum dengan rute IV dan inhalasi melalui tiga fase
anestesi, yaitu : induksi, pemeliharaan, dan munculnya. Pembedahan yang
membutuhkan anestesi umum melibatkan prosedur mayor dengan manipulasi
jaringan yang luas. Induksi meliputi pemberian obat anestesi dan intubasi
andotrakeal. Tahap pemeliharaan meliputi posisi klien, persiapan untuk insisi,
dan prosedur pembedahan itu sendiri. Tingkat anestesi yang tepat terjaga
selama fase ini. Selama tiga fase, anestesi mengalami penurunan dank lien
mulai terbangun. Karena waktu paruh pendek obat ini, sadar klien sering
terjadi di ruang operasi. Durasi anestesi bergatung pada lamanya operasi.
Risiko terbesar dari anestesi umum adalah efek samping dari agen anestesi
termasuk depresi kardiovaskular atau iritabilitas, depresi pernapasan, serta
kerusakan hati dan ginjal.
e) Anestesi Regional. Induksi anestesi regional menghasilkan hilangnya sensasi di
daerah tubuh. Metode induksi, seperti tulang belakang, epidural, atau block saraf
perifer memengaruhi porsi jalur sensorik yang dibius. Tidak ada kehilangan
kesadaran yang terjadi akibat anestesi regional, tetapi klien sering mengantuk.
Operator anestesi memberikan anestesi regional dengan infiltrasi dan aplikasi
lokal. Risiko dapat terjadi pada anestesi infiltrasi, terutama dalam kasus anestesi
spinal. Karena tingkat anestesi bisa meningkat, yang berarti bahwa agen anestesi
bergerak ke atas di tulang belakang, hal ini mungkin akan mempengaruhi
pernapasan. Perpindahan anestesi ini tergantung pada jenis obat, jumlah, dan
posisi klien.
f) Anestesi local. Anestesi local melibatkan hliangnya sensasi di tempat yang
diinginkan (misalnya bagian kulit yang tumbuh atau kornea mata). Agen obat
bius (misalnya lidocaine) menghambat konduksi saraf samapai obat tersebut
berdifusi ke dalam sirkulasi. Agen disuntikkan secara local atau dioleskan. Klien
mengalami kehilangan dalam sensasi nyeri da sentuhan serta aktivitas motoric
dan otonom (misalnya mengosongkan kandung kemih). Local anestesi umum
dilakuakan untuk prosedur minor dalam operasi rawat jalan. Penyedia perawatan
kesehatan sering masuk ke daerah operasi dengan memberikan anestesi local
untuk mempromosikan nyeri pascaoperasi.
g) Sedasi Sadar. Sedasi sadar secara rutin digunakan untuk prosedur yang tidak
memerlukan anestesi lengkap melainkan tingkat kesadaran yang ditekan. Seorang
klien di bawah sedasi sadar independen harus mempertahankan jalan napas yang
paten dan ventilisasi yang memadai dan mampu merespons dengan tepat terhadap
rangsangan verbal atau stimulus taktil ringan (rothrock, 2007). Sedatif IV yang
bekerja singkat, seperti midazolam (Versed) diberikan.
h) Posisi Klien Bedah. Selama anestasi umum, tenaga perawat dan dokter beah
sering tidak memposisikan klien sampai tahap relaksasi lengkap. Pendekatan
bedah biasanya menentukan pilihan posisi. Idealnya posisi klien menyediakan
akses yang baik untuk lokasi yang akan dioperasi, mempertahankan fungsi
sirkulasi dan pernapasan yang memadai, dan menjamin keamanan klien dan
integritas kulit. Posisi tidak boleh merusak struktur neuromuscular.
i) Dokumentasi Asuhan Keperawatan Intraoperaif. Selama fase intraoperatif,
lanjutkan rencana perawatan praoperasi. Sebagai contoh, ikuti asepsis ketat untuk
meminimalkan risiko infeksi luka bedah.Sepanajnag prosedur operasi, pastikan
catatan kegiatan perawatan klien dan prosedur yang dilakukan oleh personel
kamar operasi telah akurat. Dokumentasi perawatan intraoperative memeberikan
data yang berguna periode pascaoperasi klien.
5) Evaluasi
1) Pengkajian
Kaji patensi jalan napas, kedalaman ventilasi, simetri gerakan dinding dada,
suara napas, dan warna mukosa.
Sirkulasi
Monitor suhu dengan teliti dibagian perawatan akut. Karena suhu tinggi
mungkin merupakan indikasi pertama infeksi, evaluasi klien untuk potensi
sumber infeksi, termasuk lokasi IV (jika ada), sayatan/luka bedah, serta
saluran pernapasan dan saluran kemih.
Keseimbangan cairan dan elektrolit
kaji status hidrasi dan pantau fungsi jantung dan saraf untuk tanda-tanda
perubahan elektrolit.
Fungsi neurologi
Kaji reflek pupil dan muntah, cengkraman tangan, dan gerakan kaki.
Integritas kulit dan kondisi luka
Di dalam PCAU, kaji kondisi kulit klien, titik-titik ruam, petekie, lecet atau
luka bakar. Setelah operasi hamper semua luka bedah diperban untuk
melindungi lokasi luka dan mengumpulkan drainase. Perhatikan jumlah,
warna, baud an konsistensi drainase di perban.
Fungsi perkemihan
Raba perut bagian bawah tepat diatas simfisis pubis untuk mengkaji distensi
kandung kemih. Jika klien terpasang kateter urine, harus ada aliran urine
terus-menerus sebanyak 30-50 ml/jam pada orang dewasa. Perawat harus
mengamati warna urine.
Fungsi gastrointestinal
Inspeksi abdomen untuk memeriksa perut kembung yang mungkin
disebabkan oleh akumulasi gas. Auskultasi perut secara rutin untuk
mendeteksi suara usus kembali normal,5-30 bunyi keras permenit pada
masing-masing kuadran menunjukkan gerak paristaltik yang telah kembali.
Jika selang nasogastrik ada ditempatnya, kaji kepatenan selang, warna, dan
jumlah drainase lambung.
Kenyamanan
Kaji skala nyeri klien, mengevaluasi respon terhadap analgesic dan objektif
dokumen keparahan nyeri. keluarga
Harapan klien
Kaji harapan klien dan terhadap pemulihan dan kemajuan yang dirasaakan
dalam fase pemulihan.
2) Diagnosis keperawatan
Arahan khusus (misalnya drain bedah untuk diisap, irigasi tabung, dan
penggantian balutan.
4) Implementasi
a. Promosi kesehatan
Nyeri pada klien meningkat setelah operasi setelah efek anastesi berkurang.
Hal ini umum untuk memberikan analgesic opioid segera setelah operasi.
Dosis awal analgesic biasanya diberikan melalui infuse IV di PACU dan di
titrasi untuk kenyamanan klien.
b. Perawatan akut
Pengaturan suhu penting pada periode pasca operasi . klien sering menggigil
setelah operasi. Menggigil tidak selalu merupakan tanda hipotermia melainkan
efekng dari agen anastesitertentu. Berikan meperidin (Demol) sedikit demi
sedikit untuk mengurangi mggigil seperti yang di tentukan oleh penyedia layan
kesehatan.
2) Memelihara fungsi neurologi
Sediakan makanan ketika klien beristirahat dan bebas dari rasa sakit.
Selama periode pasca operasi, perawat, klien dan keluarga bekerja untuk
mempersiapkan klien untuk keluar. Pendidikan tentang perawatan luka, tingkat
aktivitas, diet, pengobatan dan jenis operasi yang spesifik adalah proses yang
berkelanjutan di seluruh rumah sakit.
5) Evaluasi
3. Inform Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien,
hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab
dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya
harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai
resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis,
wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak
dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam
kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang
berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke
rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera
setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor
seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap
pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam
perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi
aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap
pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi.
Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan
pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan
konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat
pernyataan tersut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan
segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan
dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak
pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul
paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak meka
penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang
dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
Berikut ini merupakan contoh form inform consent :
PERNYATAAN
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS/OPERASI
Yogyakarta, ……………………2007
Mengetahui,
Saya yang menyatakan,
Dokter yang merawat, Suami/istri/ayah/ibu/keluarga
_________________ _________________
(tanda tangan dan nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap)
___________________ _____________________
(tanda tangan dan nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap)
٭coret yang tidak perlu
D. TINDAKAN KEPERAWATAN POST OPERATIF
1. Menyiapkan Tempat Tidur Aether bed
Merupakan tempat tidur yang disiapkan untuk klien pascaoperasi yang mendapat
narkose (obat bius)
Tujuan
Menghangatkan klien
Mencegah penyulit/ komplikasi pascaoperasi
Persiapan Alat
Tambahkan satu selimut tebal pada alat tenun untuk tempat tidur terbuka.
Dua buah buli-buli panas/ WWZ (Warm Water Zack), dengan suhu air
40°C-43°C.
Perlak dan handuk dalam satu gulungan dengan handuk dibagian dalam.
Termometer air (jika ada).
Prosedur Pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Pada tempat tidur terbuka, angkat bantal dan bentangkan gulungan perlak
dan handuk pada bagian kepala.
4. Letakkan buli-buli panas diantara sprei dan selimut pada bagian kaki,
arahkan mulut buli-buli ke pinggir tempat tidur.
7. Cuci tangan.
Latihan nafas dalam setelah operasi dilakukan unruk mengurang nyeri setelah
operasi dan dapat meningkatkan kualitas tidur pasien. Selain itu teknik relaksasi
nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah
anestesi umum (Naharani Pepin, 2013)
Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar dan pasien dapat
mengeluarkan dahak dengan maksimal (Potter & Perry, 2005). Tujuan batuk efektf
adalah memobilisasi sekret dan mencegah efek samping penumpukan sekret,
mencegah komplikasi pernafasan atelektasis dan pneumonia.
Pasien yang belum sadar diberikan oksigen dengan kanul nasal atau
masker sampai pasien sadar betul. Pasien yang sudah keluar dari pengaruh obat
anestesi akan sadar kembali. Kartu observasi selama di ruang pulih sadar harus
ditulis dengan jelas, sehingga dapat dibaca bila pasien sudah kembali ke bangsal.
Bila keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien normal dan stabil, maka pasien
dapat dipindahkan ke ruangan dengan pemberian instruksi pasca operasi.
Tingkat perawatan pasca anestesi pada setiap pasien tidak selalu sama,
bergantung pada kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi,
monitoring lebih ketat dilakukan pada pasien dengan risiko tinggi seperti:
Kelainan organ
Syok yang lama
Dehidrasi berat
Sepsis
Trauma multiple
Trauma kapitis
Gangguan organ penting, misalnya : otak
Pada saat melakukan observasi di ruang pulih, agar lebih sistematis dan lebih
mudah dapat dilakukan ‘monitoring B6’, yaitu :
Pola nafas
Tanda-tanda obstruksi
Pernafasan cuping hidung
Frekuensi nafas
Pergerakan rongga dada : simetris/tidak
Suara nafas tambahan : tidak ada pada obstruksi total
Udara nafas yang keluar dari hidung
Sianosis pada ekstremitas
Auskultasi : wheezing, ronki
Penilaian
Nilai Warna
Merah muda, 2
Pucat, 1
Sianosis, 0
Pernapasan
Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
Apnoea atau obstruksi, 0
Sirkulasi
Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
Kesadaran
Sadar, siaga dan orientasi, 2
Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
Tidak berespons, 0
Aktivitas
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
Tidak bergerak, 0
Pergerakan
Gerak bertujuan 2
Gerak tak bertujuan 1
Tidak bergerak 0
Pernafasan
Batuk, menangis 2
Pertahankan jalan nafas 1
Perlu bantuan 0
Kesadaran
Menangis 2
Bereaksi terhadap rangsangan 1
Tidak bereaksi 0
Kriteria Nilai
Gerakan penuh dari tungkai, 0
Tak mampu ekstensi tungkai, 1
Tak mampu fleksi lutut, 2
Tak mampu fleksi pergelangan kaki, 3
Komplikasi Respirasi
Bronkospasme
Bronkospame dapat diatasi secara terapi medik, tetapi yang paling penting
adalah memastikan bahwa tidak terjadi sumbatan mekanik, baik secara
anatomis,akibat lidah yang terjatuh ke belakang pada penderita yang tidak
diintubasi, atau akibat defek peralatan seperti yang telah dijelaskan di atas.
Efedrin intravena setiap kali dapat ditambah 5 mg, atau 30 mg
intramuscular, sehingga dapat menolong, tetapi dapat menyebabkan takikardi dan
meningkatkan tekanan darah. Secara bergantian, suntikan lambat 5 mg/kg
aminofilin intravena.
Hipoventilasi
Pada hipoventilasi, rangsang hipoksia dan hiperkarbia mempertahankan
penderita tetap bernafas. Pada hipoventilasi berat, pC02 naik > 90 mmHg,
sehingga menimbulkan koma, dengan pemberian O2 hipoksia berkurang (p02
naik) tetapi pCO2 tetap atau naik pada hipoventilasi ringan. Sedangkan pada
hipoventilasi berat jusrtu mengakibatkan paradoksikal apnea, yaitu penderita
justru jadi apnea setelah diberi oksigen. Terapi yang benar pada hipoventilasi
adalah :
Membebaskan jalan nafas
Memberikan oksigen
Menyiapkan nafas buatan
Terapi sesuai penyebabnya
Hiperventilasi
Hiperventilasi dengan hipokapnia akan merangsang kalium
ekstraselular mengalir ke intraselular, hingga terjadi hipokalemia. Aritmia berupa
bradikardia relatif dapat terjadi pada hipokalemia.
Komplikasi Kardiovaskular
Hipertensi dapat disebabkan karena nyeri akibat pembedahan, iritasi pipa
trakea, cairan infus berlebihan, buli-buli penuh atau aktivasi saraf simpatis karena
hipoksia, hiperkapnea dan asidosis. Hipertensi akut dan berat yang berlangsung
lama akan menyebabkan gagal ventrikel kiri, infark miokard, disritmia, edema
paru atau pendarahan otak. Terapi hipertensi ditujukan pada faktor penyebab dan
kalau perlu dapat diberikan klonidin (catapres) atau nitroprusid (niprus) 0,5 ± 1,0
µg/kg/ menit.
Hipotensi yang terjadi karena isian balik vena (venous return) menurun
disebabkan pendarahan, terapi cairan kurang adekuat, diuresis, kontraksi
miokardium kurang kuat atau tahanan veskuler perifer menurun. Hipotensi harus
segera diatasi untuk mencegah terjadi hipoperfusi organ vital yang dapat berlanjut
dengan hipoksemia dan kerusahan jaringan. Terapi hipotensi disesuaikan dengan
faktor penyebabnya. Berikan O2 100%dan infus kristaloid RL atau Asering 300-
500 ml.
Distritmia yang terjadi dapat disebabkan oleh hipokalemia, asidosis-
alkalosis,hipoksia, hiperkapnia atau penyakit jantung.
Hipertensi karena anestesi tidak adekuat dapat dihilangkan dengan menambah
dosis anestetika. Bila persisten dapat diberi obat penghambat beta adrenergik
seperti propanolol atau obat vasodilator seperti nitrogliserin yang juga bermanfaat
untuk memperbaiki perfusi miokard. Reaksi hipertensi pada waktu laringoskopi
dapat dicegah antara lain dengan terlabih dahulu memberi semprotan lidokain
topical kedalam faring dan laring, obat seperti opiat dan lain-lain.
Hipertensi karena kesakitan yang terjadi pada akhir anestesi dapat diobati
dengaan analgetika narkotik seperti pethidin 10 mg I.V atau morfin 2-3 mg I.V
dengan memperhatikan pernafasan (depresi).
Aritmia jantung pada anestesia, terjadi kira-kira 15-30 %. Etiologi aritmia
selama anestesia :
Tindakan bedah : Bedah mata, hidung, gigi, traksimesenterium, dilatasi anus.
Pengaruh metabolisme : hipertiroid, hiperkalemi
Penyakit tertentu : penyakit jantung bawaan, penyakit hiperkapnia,hipokelmia,
jantung koroner
Pengaruh obat tertentu : atropine, halotan, adrenalin dll.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Potter, Patricia A., Anne Griffin Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Edisi 7 Buku 3.
Jakarta: Salemba Medika.