Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asuhan keperawatan perioperatif meliputi asuhan keperawatan
yang diberikan sebelum (preoperative), selama (intraoperatif), dan setelah
pembedahan (pascaoperatif). Perawatan preoperatif merupakan tahap
pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima
masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke
meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan. Perawatan
intraoperatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah dan berakhir
bila pasien di transfer ke wilayah ruang pemulihan. Perawatan post operasi
merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan intraoperatif yang
dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / pascaanaestesi dan
berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
Karakteristik penting dari keperawatan perioperatif antara lain
kerjasama tim yang berkualitas tinggi, komunikasi yang efektif dan
terapeutik dengan klien, dan tim bedah, pengkajian klien yang efektif dan
efisien pada semua fase, advokasi untuk klien dan keluarga klien, dan
pemahaman tentang biaya rawat inap. Perawat harus melakukan tindakan
aseptik bedah yang baik, membuat dokumentasi yang lengkap dan
menyeluruh, dan mengutamakan keselamatan pasien pada seluruh fase.
Saat mengalami pembedahan klien akan mengalami berbagai
stressor. Pembedahan yang ditunggu pelaksanaanya akan menyebabkan
rasa takut dan ansietas pada klien yang menghubungkan pembedahan
dengan rasa nyeri, kemungkinan cacat, menjadi bergantung pada orang
lain, dan mungkin kematian. Anggota keluarga sering merasa takut gaya
hidupnya terganggu dan merasa tidak berdaya menghadapi waktu
pembedahan yang semakin dekat. Kemampuan meningkatkan hubungan
yang efektif dengan klien dan mendengarkan keluhan mereka secara aktif
sehingga seluruh kekhawatiran mereka dapat diatasi merupakan hal yang
penting untuk mencapai hasil akhir dari pembedahan. Klien akan lebih
mampu bekerja sama dan berpartisipasi dalam perawatan jika perawat
memberi informasi tentang peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah
pembedahan. Penyuluhan perioperatif in akan membantu mengurangi rasa
takut akibat ketidaktahuan klien dan keluarga dan akan mengurangi masa
rawat di rumah sakit, mengurangi penggunaan analgesic pascaoperatif dan
klien dapat mematuhi aturan pascaoperataif (Dalayon,1994).
Klien akan bertemu dengan beberapa anggota tim kesehatan, antara
lain dokter bedah, perawat anastesi atau ahli anastesi, petugas fisioterapi
dan perawat. Semuanya berperan dalam asuhan keperawatan dan
pemulihan klien. Anggota keluarga dapat memberi dukungan melalui
kehadiran mereka di sana, tetapi mereka akan menghadapi stressor yang
sama seperti yang dihadapi klien. Perawat harus berkomunikasi secara
efektif dengan klien dan keluarga; hubungan perawat dengan klien
menjadi dasar asuhan keperawatan yang diberikan. Perawat mengkaji
kesehatan fisik dan emosional klien, mengetahui tingkat resiko
pembedahan mengordinasi berbagai pemeriksaan diagnostik,
mnegidentifikasi diagnosa keperawatan yang menggambarkan kebutuhan
klien dan keluarga, mempersiapkan kondisi fisik dan mental klien untuk
menghadapi pembedahan, serta mengomunikasikan informasi yang
berkaitan dengan pembedahan kepada tim bedah.

B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian keperawatan intraoperatif
2. Mengetahui asuhan keperawatan intraoperatif

C. Manfaat
1. Untuk mengetahui pengertian keperawatan intraoperatif
2. Mengetahui asuhan keperawatan intraoperatif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Keperawatan Intraoperatif


Keperawatan Intraoperatif adalah proses asuhan keperawatan yang
dimulai ketika pasien sudah berada di meja pembedahan dan berakhir saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan (Arif, 2009).
B. Asuhan Keperawatan Intraoperatif
Tujuan utama pada tahap intraoperatif adalah untuk memenuhi rasa
nyaman dan memenuhi keseimbangan homoestatis. Peran perawat
intraoperatif adalah berusaha untuk meminimalkan risiko cedera dan risiko
infeksi yang merupakan dampak yang akan terjadidari setiap prosedur
bedah. (Arif, 2009)
1. Peran Perawat Selama Pembedahan
Perawat melakukan satu dari dua peran selama pembedahan
berlangsung, yaitu sebagai perawat instrumen atau perawat sirkulator.
a. Perawat instrumentator (scrub nurse)
Aktivitas perawat scrub :
1) Scrubing untuk pembedahan
2) Mengatur meja steril, menyiapkan alat jahitan, dan peralatan
khusus;
3) Membantu dokter bedah dan asisten dokter bedah selama
prosedur bedah dengan mengantisipasi instrument yang
dibutuhkan, spons, drainase dan peralatan lain
4) Terus mengawasi waktu pasien di bawah pengaruh anesthesia
dan waktu luka dibuka.
5) Mengecek peralatan dan material untuk memastikan bahwa
semua jarum, kasa dan instrument sudah dihitung lengkap saat
insisi ditutup.
6) Memberi label pada specimen dan dikirim ke petugas
laboratorium
b. Perawat Sirkulasi
Aktivitas perawat sirkulasi:
1) Mengatur ruang operasi
2) Melindungi keselamatan dan kebutuhan kesehatan pasien
dengan cara memantau aktivitas anggota tim bedah dan
memeriksa kondisi di dalam ruang operasi.
3) Memastikan kebersihan, suhu yang tepat, kelembaban dan
pencahayaan; menjaga peralatan tetap berfungsi; dan
ketersediaan perbekalan material.
4) Memantau praktik aseptis untuk menghindari pelanggaran
teknik.
5) Memantau pasien sepanjang prosedur operasi untuk
memastikan keselamatan dan kesejahteraan individu.
6) Selama pembedahan berlangsung, perawat sirkulator
menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan perawat
instrumentator, membuang alat dan spon kasa yag telah kotor
serta tetap menghitung instrumen, jarum dan spons kasa yang
telah digunakan.
Pada setiap akhir prosedur pembedahan, perawat
instrumentator dan sirkulator menghitung jumlah instrumen, jarum,
dan spon kasa yang telah digunakan. Prosedur ini mencegah
tertinggalnya bahan-bahan tersebut di dalam luka bedah klien.
Memantau bahan-bahan tersebut secara hati-hati penting bagi
keselamatan klien.

2. Tipe Pembedahan
a. Menurut fungsinya (tujuannya), Potter & Perry ( 2005 ) membagi
menjadi:
1) Diagnostik : biopsi, laparotomi eksplorasi
2) Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktom
3) Reparatif : memperbaiki luka multiple
4) Rekonstruktif : mamoplasti, perbaikan wajah.
5) Paliatif : menghilangkan nyeri,
6) Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk
menggantikan organ atau struktur tubuh yang malfungsi
(cangkok ginjal, kornea).
Sedangkan Smeltzer and Bare ( 2001 ), membagi operasi menurut
tingkat urgensi dan luas atau tingkat resiko.
b. Menurut tingkat urgensinya :
1) Kedaruratan
Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang
diakibatkannya diperkirakan dapat mengancam jiwa
(kematian atau kecacatan fisik), tidak dapat ditunda.
2) Urgen
Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24
– 30 jam.
3) Diperlukan
Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam
beberapa minggu atau bulan.
4) Elektif
Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu
membahayakan jika tidak dilakukan

5) Pilihan

Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien


(pilihan pribadi klien).

c. Menurut Luas atau Tingkat Resiko :

1) Mayor

Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan


mempunyai tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan
hidup klien.
2) Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai
resiko komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi
mayor.

B. Tipe Pembiusan (Barbara, 2005)


Klien yang menjalani pembedahan akan menerima anastesi
dengan salah satu dari tiga cara sebagai berikut : umum, regional, atau
lokal.
a. Anestesi Umum
Klien yang mendapat anestesi umum akan kehilangan seluruh
sensasi dan kesadarannya. Klien juga mengalami amnesia tentang
seluruh proses yang terjadi selama pembedahan, prosedur ini biasa
disebut dengan bius total. Pembedahan yang menggunakan anestesi
umum melibatkan prosedur mayor (operasi besar), yang
membutuhkan manipulasi jaringan yang luas. Pemberian anestesi
ini bisa melalui dua cara, yakni dengan menghirup gas(inhalasi)
ataupun menyuntikkan obat kedalam pembuluh darah (IV). Bius
Intravena akan menghilang dengan cepat dari aliran darah setelah
operasi selesai, sedangkan untuk inhalasi memerlukan waktu lebih
lama untuk menghilang. Meskipun anestesi umum biasanya
dianggap cukup aman untuk sebagian besar pasien, namun ternyata
dapat menimbulkan beberapa risiko untuk pasien usia lanjut, anak-
anak, orang-orang dengan variasi genetik tertentu, dan mereka yang
memiliki penyakit kronis seperti diabetes. Contoh pembedahan
yang menggunakan anestesi umum seperti ICH, Vp shunt.
Hisprung pada anak bayi, Craniotomy, Luka Bakar, transplantasi
organ dan sebagainya.
b. Anestesi Regional
Anestesi regional berfungsi untuk memblok rasa nyeri di seabgian
area tubuh. Berbeda dengan anestesi lokal, prosedur ini untuk area
yang akan mengalami mati rasa jauh lebih besar, tidak hanya satu
bagian kecil saja, misalnya area bawah pinggang. Terdapat
beberapa jenis anestesi regional, yakni blok saraf perifer, epidural
dan spinal. Anestesi regional yang paling sering digunakan adalah
anestesi jenis epidural yang kerap digunakan saat melahirkan.
Untuk jenis anestesi regional ini, pembiusan biasanya disuntikkan
di bagian dekat sumsum tulang belakang dan saraf yang terhubung
suntikan ini menghilangkan sakit pada beberapa bagian tubuh
seperti pinggul, perut . Contoh pembedahan yang menggunakan
anestesi regional seperti Sectio Caesar, Fraktur tibia, fraktur femur,
dsb.
c. Anestesi Lokal
Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang
diinginkan.
Anestesi lokal berfungsi untuk operasi kecil yang bisa membuat
area yang akan dioperasi mengalami mati rasa, namun sang pasien
akan tetap sadar saat menjalani operasi tersebut. Biasanya, anestresi
ini bisa disuntikkan, disemprotkan maupun dioleskan pada kulit
ataupun selaput lendir di area yang akan di operasi Contoh
pembedahan yang menggunakan anestesi lokal seperti Av shunt,
Katarak pada mata, sirkumsisi pada anak laki laki.

C. Posisi Klien Selama Pembedahan


Selama anastesi umum, tenaga keperawatan dan dokter bedah
seringkali tidak mengatur posisi klien sampai klien mencapai tahap
relaksasi yang lengkap. Idealnya, posisi klien diatur agar dokter bedah
mudah mencapai tempat pembedahan dan fungsi sirkulasi, akses
vaskular seperti infus dan alat monitor standar tidak terganggu,
drainase urin optimal serta pernafasan adekuat (Muttaqin, 2009).
Posisi tim bedah pada meja operasi bervariasi ketergantungan
kepada kebiasaan masing-masing rumah sakit yang ada rumah sakit,
umumnya dokter bedah berdiri disis meja operasi yang berdampingan
dengan perawat bagian instrumen. Asisten pertama berdiri dihadapan
dokter bedah, dan jika ada asisten kedua, ia berdidiri disamping asisten
pertama dihadapan perawat bagian instrumen. Pada keadaan dimana
dibutuhkan retraksi dalam nernagai arah, maka asisten kedua mungkin
pindah keasisten pertama atau berdiri disamping dokter bedah

Cara pengatutan posisi pasien, disesuaikan dengan jenis


tindakan pembedahan yang sudah standar/baku (lihat gambar posisi
pasien) (Suriyanto, 2008).
a. Sitting position

Operasi otak, cervical vertebral, operasi tonsillectomy


b. Fowler position

Memberikan anestesi kepada pasien yang full stomach (perut penuh)

c. Supine position

Operasi otak, jantung, bedah abdomen umum, operasi lengan, tangan, dan
kaki

d. Lateral position
Operasi paru-paru, oesopogus, operasi daerah bahu sebelah dada,
pinggang, operasi femur, hipjoint (atau panggul).

e. Jack - knife position

Operasi rectum, anus, daerah secrum.

f. Trendelenburg position
Operasi uterus atau ovary, operasi rectum

f. Posisi cholelithiasis

Operasi liver, brader

g. Thyroditis position

Operasi daerah leher (operasi thyroidectomy, operasi oesopogus, operasi


larynx, operasi tracheostomia).

h. Nephrolithotomi position (remove kidney)


Operasi ginjal, ardenal glands.
i. Prone position

Operasi daerah belakang kepala, pinggang, belakang lutut, tendon archiles,


adrenal glans.

D. Alat Bantu yang digunakan (Suriyanto, 2008)


a. Safety belt (sabuk pengaman) sabuk ini tidak boleh terlalu kencang
karena dapat menganggu sirkulasi. Sabuk pengaman ini hatus
diikat diatas lutut. Digunakan selama operasi kecuali posisi tertentu
seperti lithotomi.
b. Anestesia screen berfungsi untuk melindungi daerah operasi
terkontaminasi dengan alat-alat anastesi.
c. Wrist atau Arm Strap (ikatan pada pergelangan tangan).
d. Arm board (papan lengan).
e. Double Arm board (papan lengan lengkap).
f. Elbow pads atau protector (pelindung siku).
g. Shoulder bridge (penyanggah bahu).
h. Kidney rest (alat-alat posisi ginjal).
i. Body restrain straip digunakan dalam laminectomi.
j. Hemorroid straip untuk posisi lithotomi/ginekologi.
k. Body rest/brances untuk posisi lateran.

E. Kateterisasi Urin
Menurut dr. Christian Chandra, proses terjadinya miksi atau berkemih
diperlukan keterlibatan kerja dari otot-otot disekitar kandung kemih
dan sfingter uretra (otot yang berada di bawah kandung kemih yang
berfungsi sebagai "keran pembuka"). Berkemih akan terjadi ketika
terjadinya kontraksi otot-otot kandung kemih dan terjadinya relaksasi
pada sfingter uretra. Pada keadaan dibius karena operasi, biasanya
terjadi gangguan kerja saraf yang mempersarafi otot-otot kandung
kemih dan sfingter uretra ini, akibatnya dapat terjadi penumpukan urin
di dalam kandung kemih. Oleh sebab itu, biasanya akan dilakukan
pemasangan kateter pada orang yang akan menjalankan operasi.
Mengenai pemasangan kateter kondom pada tindakan operasi biasanya
tidak dilakukan karena pemasangan kondom ini tidak akan
mengeluarkan urin yang terhambat akibat dari efek pembiusan yang
mengganggu sistem saraf pada bagian kandung kemih dan sfingter
uretra. Sedangkan pada pemasangan kateter indwelling, kateter akan
langsung masuk ke dalam kandung kemih melewati sfingter uretra ini
sehingga urin tetap dapat dikeluarkan melalui tindakan kateter ini.
Biasanya pemasangan kateter ini cukup bervariasi tergantung operasi
apa yang akan dijalani. Namun biasanya pada operasi laparoskopi
pemasangan kateter ini dapat dilepas 1 hari setelah operasi hingga
beberapa hari saja, dengan catatan tidak adanya kelainan tambahan
lainnya.

F. Persiapan Kulit
Disenfeksi menurut Menurut dr. Christian Chandra:
Povidone iodine atau yang juga dikenal sebagai betadin adalah salah
satu senyawa kimia yang digunakan dalam pembuatan antiseptik.
Sebagai antiseptik, povidone iodine dapat digunakan untuk
membersihkan serta mencegah infeksi pada luka di kulit hingga
vagina. Obat ini juga berguna sebagai disinfeksi pada luka bakar, serta
efektif mengatasi serangan jamur, bakteri penyebab radang
tenggorokan, dan virus tertentu, termasuk HIV dan herpes simplex.
Chlorhexidine merupakan obat antiseptik golongan antimikroba yang
diciptakan dalam dua cara pemakaian, yaitu cairan untuk kumur dan
cairan yang dioleskan di kulit (topikal) Pada produk yang dioleskan di
kulit, chlorhexidine bisa digunakan untuk membersihkan kulit yang
terluka dari kuman. Selain itu, chlorexidine juga bisa digunakan untuk
desinfeksi (membunuh kuman) area kulit tertentu yang akan disuntik
atau dibedah oleh dokter, serta desinfeksi tangan dokter sebelum
melakukan kedua prosedur tersebut.

G. Pemakaian Diathermy
Diathermy adalah elektrik yang diinduksi panas atau penggunaan
arus elektromagnetik frekuensi tinggi sebagai bentuk terapi fisik atau
pekerjaan dan prosedur pembedahan. Lapangan ini dipelopori pada tahun
1907 oleh dokter Jerman Karl Franz Nagelschmidt, yang menciptakan
istilah diathermy dari kata Yunani dia dan therma, yang secara harfiah
berarti "pemanasan melalui".
Diathermy biasanya digunakan untuk relaksasi otot, dan untuk
menginduksi pemanasan dalam jaringan untuk tujuan terapeutik dalam
pengobatan. Ini digunakan dalam terapi fisik dan terapi okupasi untuk
menghasilkan panas sedang secara langsung pada lesi patologis di jaringan
tubuh yang lebih dalam. Diathermy diproduksi dengan tiga teknik:
ultrasound (ultrasonik diathermy), frekuensi radio gelombang pendek di
kisaran 1-100 MHz (gelombang pendek diathermy) atau gelombang mikro
biasanya pada pita 915 MHz atau 2,45 GHz (microwave diathermy),
metode yang berbeda terutama pada kemampuan penetrasi mereka. [1] Ini
memberi efek fisik dan memunculkan spektrum respons fisiologis.
Teknik yang sama juga digunakan untuk menciptakan suhu
jaringan yang lebih tinggi untuk menghancurkan neoplasma (kanker dan
tumor), kutil, dan jaringan yang terinfeksi; Ini disebut pengobatan
hipertermia. Dalam operasi diathermy ini digunakan untuk menghangatkan
pembuluh darah agar tidak terjadi pendarahan yang berlebihan. Teknik ini
sangat berharga dalam bedah saraf dan operasi mata.
Mata Cauter diathermy memiliki satu mata (Monopolar) dan dua
mata (Bipolar)

Menurut dr. Ulfi Umroni Diathermy merupakan suatu tehnik fisio


terapi yang yang menonjolkan suhu panas atau hangat (38-45 drajat
Celcius) untuk mencapai target organ dan mencapai manfaatnya. Ada 3
jenis Diathemy yang dikenal dan sering digunakan :
a. SWD- short wave diathermy atau  Diathermy gelombang pendek
yang diubah menjadi suhu panas untuk mencapai kedalaman 4-5
cm. Tehnik ini digunakan untuk mencapai jaringan yang dalam
seperti otot dengan kedalaman tertentu atau jaringan yang
dilingkupi oleh jaringan lunak yang padat sepeti pada daerah
panggul
b. Uktrasound Diathermy- tehnik diathermy yang menggunakan
gelombang suara dengan frekuensi tinggi untuk mangasilkan panas
dan dapat mencapai target organ yang diharapkan
c. Microwave diathermy- tehnik diathermy yang hampir sama dengan
SWD, microwave diathermy menggunakan panjang gelombang
yang lebih pendek dari SWD, sehingga daya paparan nya
kejaringan lebih rendah.
Dari ketiga jenis Diathermy ini yang paling sering digunakan
adalah SWD, hal ini dikarenakan manfaat dan kemampuan suhu panas
masuk kedalam jaringan tubuh lebih besar dibandingkan diathermy
lainnya. Sehingga lebih bermanfaat untuk mencapai target terapi.
Beberapa manfaat SWD atau Diathermy secara umum adalah Membantu
penyembuhan radang, Meningkatkan sirkulasi darah pada target organ,
Mengurangi nyeri, Meningkatkan daya tahan jaringan, Membantu
mengurangi ketegangan otot Sehingga harapan dan proses pemulihan
dapat dicapai.

H. Unit Pemanas/Pendingin Operasi


Sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1204/MENKES/SK/X2004, persyaratan ruang operasi adalah sebagai
berikut :
a. Indeks angka kuman 10 CFU/m3
b. Indeks pencahayaan 300 – 500 lux
c. Standar suhu 19 – 22˚ C
d. Kelembaban 45 – 60 %
e. Tekanan udara positif
f. Indeks kebisingan 45 dBA
Suhu dikamar operasi di daerah tropis sekitar 19˚ - 22˚ C,
sedangkan di daerah sekitar 20˚ - 24˚ dengan kelembaban 55%. Suhu dan
Kelembaban Kamar Operasi Dua komponen penting dari AC adalah suhu
dan kelembaban. Setelah udara luar melewati filter, udara mengalami
pengkondisian untuk suhu dan kelembaban kontrol. Pengontrolan Suhu
Pengontrolan suhu operasi meliputi pemanasan dan pendinginan system
untuk menjaga setpoint temperatur di daerah yang berbeda dari
bangunan.Suhu udara yang dingin sekitar 68˚ F - 73˚ F. Suhu yang lebih
hangat (75˚ F) diperlukan di daerah yang membutuhkan derajat yang lebih
besar dari kenyaman pasien.Kebanyakan zona lainnya menggunakan
kisaran suhu 70˚ F - 75˚ F.
Banyak dokter lebih menyukai suhu dingin di ruang operasi
dengan alasan karena selama pembedahan mereka harus memakai 3 lapis
baju untuk melindungi diri dari darah.Suhu dingin pada ruang operasi
lebih baik bagi dokter dan pasien.
The Perioperative Standards and Recommended Practices 2009
menyimpulkan bahwa suhu normal kamar operasi antara 68˚ F sampai 73˚
F (20˚ C - 22˚ C). Untuk operasi pada bayi atau anak dengan suhu 71˚ F
sampai 73˚ F (21˚ C - 22˚ C).Operasi pada dewasa suhu kamar operasi
sekitar 68˚ F sampai 71˚ F (20˚ C - 21˚ C). Namun, suhu kamar operasi
dibawah 68˚ F (20˚ C) tidak menimbulkan kerugian maupun ketidak
nyamanan pada sebagian pasien. Jadi jika para ahli bedah lebih menyukai
suhu dingin di ruang operasi untuk kenyaman dalam operasi yang lama
atau untuk beberapa manfaat bagi pasien atau dalam aktualisasi yang lebih
baik menurut prosedur. Pertahanan suhu bayi dan anak saat pembedahan
Ketika terjadi perbedaan antara suhu rektal dengan suhu ruangan pada
neonatus sekitar lebih dari 2˚C sampai 3˚C, bayi harus lebih banyak
menghasilkan panas untuk mempertahankan suhu tubuh.
Hill and Rahimtulla (1965) and Scope (1966) menemukan bahwa
konsumsi oksigen pada bayi premature meningkat 25% ketika suhu
ruangan turun 2˚C Anak lebih mudah kehilangan suhu badan
dibandingkan orang dewasa karena mereka relative memiliki wilayah
permukaan yang lebih besar dan perlindungan tubuh yang tidak baik
terhadap panas. Hal ini sangat penting, karena hipotermi dapat
mempengaruhi metabolism obat, anestesi dan koagulasi darah.
Cegah hipotermia di ruang bedah dengan mematikan pendingin,
menghangatkan ruangan (buat suhu ruangan > 28˚C ketika melakukan
pembedahan pada bayi dan anak) dan menyelimuti bagian terbuka tubuh
pasien. · Gunakan cairan hangat (tetapi jangan terlalu panas) · Hindari
prosedur yang memakan waktu (>1 jam), kecuali jika pasien dapat dijaga
tetap hangat · Observasi suhu badan pasien sesering mungkin sampai
selesai pembedahan Kelembaban Udara Kelembaban dikondisikan untuk
meminimalkan proliferasi dan penyebaran spora jamur dan bakteri
ditularkan melalui air di seluruh udara dalam ruangan.

I. Pemakaian Torniquet
Menurut Dr. Indra K. Muhtadi tourniquet adalah alat untuk
mengerutkan (constricting) dan menekan (compressing). Saat
digunakan tourniquet berfungsi untuk mengontrol aliran darah pada
vena atau arteri dengan cara menekan dan melepas dalam rentang
waktu tertentu.  Aplikasi pertama tourniquet ada sejak tahun 199 SM
pada Bangsa Romawi saat melakukan tindakan amputasi lengan atau
tungkai.
Di zaman modern aplikasi penggunaan tourniquet adalah sebagai
berikut:
a. Menghentikan perdarahan pada luka terbuka di lengan atau tungkai
(biasanya pada kasus traumatik di medan perang atau kecelakaan
lalu lintas), bila dikhawatirkan akan membuat penderita/korban
dapat kehabisan darah.
b. Menghentikan aliran darah saat dilakukan operasi pada lengan atau
tungkai. Penghentian ini dilakukan secara sementara dengan sistem
buka tutup untuk rentang waktu tertentu.
c. Pada tindakan IVRA (Intravenous Regional Anesthesia) yang
dikenal dengan nama Bier block anesthesia atau Bier’s method.
Fungsinya agar obat anestesi hanya berpengaruh pada regio
tertentu di lengan atau tungkai.
d. Pada aplikasi yang membutuhkan akses sementara ke vena seperti
pengambilan sampel darah, pemasangan iv catheter, atau
menyuntikkan obat intra vena.

J. Pemakaian Leser
a. Solid state laser
Solid-state laser adalah laser yang menggunakan zat padat sebagai
mediumnya. Salah satu solid-state laser adalah laser ruby. Laser
ruby menghasilkan pulsa cahaya tampak pada panjang gelombang
694,3 nm, yang berwarna merah tua. Laser ruby digunakan
terutama dalam penelitian.
b. Laser gas
Laser gas adalah laser di mana arus listrik dihantarkan melalui gas
untuk menghasilkan cahaya yang koheren..
c. Laser Excimer
excimer (laser exciplex) adalah bentuk ultraviolet laser yang umum
digunakan dalam produksi perangkat mikroelektronik
(semikonduktor sirkuit terpadu atau "chip"), operasi mata, dan
micromachining. Umumnya laser excimer terbuat dari jenis gas
mulia halide (dimer merujuk kepada sebuah molekul dari dua
bagian identik atau serupa).
d. Laser dioda
Diode laser adalah laser yang yang menengah aktif mirip dengan
semi konduktor yang ditemukan dalam diode pemancar cahaya.
Jenis yang paling umum dari dioda laser dibentuk dari
sambunganpn dan didukung oleh injeksi arus listrik .
e. Dye laser
Laser zat warna adalah Laser yang menggunakan pewarna organik
kompleks, seperti rhodamine 6g, dalam larutan cair atau suspensi
sebagai media penguat biasanya sebagai cairan.
f. Semikonduktor laser
Laser disebut laser injeksi, karena pemicuannya dilakukan dengan
injeksi arus listrik lewat sambungan PN semi konduktornya.Jadi
laser ini tidak lain adalah sebuah diode dengan bias majubiasa.

K. Menghitung Instrumen/ Kassa/ Jarum


Bila didapatkan penghitungan tidak lengkap, setelah dicari tidak
ditemukan harus dilakukan X-Ray. Apabila lengkap dokter bedah
lansung menandatangan (Form Pengkajian Intra Op).

L. Irigasi Luka
Irigasi Luka dapat dilakukan dengan cairan Sodium Chloride 0,9%,
H²O², Antiwalk Spray, Antibiotik dan lainnya.

M. Pemakaian Cairan
Diusahakan pada saat pasien masuk keruang operasi pasien dalam
keadaan mendekati normovolemik dan sudah tidak mempunyai hutang
cairan dari tatalaksana pre operasi dengan kata lain program untuk
terapi cairan pra bedah sudah selesai. Terapi cairan selama operasi
meliputi kebutuhan dasar cairan (maintenance) yaitu untuk operasi
laparotomi dibutuhkan cairan 10 cc/kgbb/jam operasi dan untuk non
laparotomi dibutuhkan cairan 5 cc/kgbb/jam operasi dengan
menggunakan cairan kristaloid, ditambah cairan yang hilang selama
operasi/ perdarahan. Untuk mengganti perdarahan selama operasi kita
hitung jumlah perdarahan yang keluar melalui darah yang keluar
melalui suction, kasa yang terpakai dan juga induk yang digunakan.
Untuk satu kain kasa yang digunakan menghisap, jika darah nya tidak
menetes maka dihitung 5 cc darah tetapi jika menetes maka dihitung 7
cc, jika kain yang digunakan maka dihitung 200 cc jika tidak menetes
dan jika menetes dihitung 300 cc.
Jumlah dan jenis cairan yang dipakai untuk mengganti perdarahan
selama operasi disesuaikan dengan volume darah yang hilang.Yaitu
diklasifikasikan perdarahan ringan, sedang, dan berat. Jika ringan yaitu
10% dari EBV maka cukup diganti dengan kristaloid. Sedangkan
sedang yaitu kehilangan darah 15% dari EBV maka diganti dengan
expander. Apabila perdarahan berat yaitu 20% EBV maka diganti
dengan darah. Perbandingan volume pengganti kehilangan darah
dengan jenis cairan = darah: expander: kristaloid = 1:1:3

N. Uji Spesimen
a. Prosedur pemeriksaan PA (HIPKABI, 2008)
1) Prosedur pemeriksaan PA biasa (memakai blok paraffin)
Pemeriksaan PA yang biasa menggunakan blok paraffin, ialah
pemeriksaan jaringan tubuh melalui pengolahan jaringan yang
memakai paraffin, dan jaringan dipulas dengan memakai
pulasan HE (Hematoksilin eosin).
2) Prosedur pemeriksaan histopatologi khusus/VC (Vriescoupe =
potong beku)
Pemeriksaan VC adalah pemeriksaan jaringan tubuh yang
dilakukan pada saat operasi masih berjalan dengan
menggunakan system potong beku, sehingga diagnosis dapat
ditegakkan dengan segera, dan hasil pemeriksaan itu dipakai
untuk menentukan tindakan operasi selanjutnya.
b. Prosedur pemeriksaan sitopatologi
Pemeriksaan sitopatologi ialah pemeriksaan terhadap bahan yang
di ambil secara apusan, bilasan, sikatan, aspirasi atau dari bahan
cairan tubuh seperti urine, asites, cairan pleura dan lain sebagainya.
Dengan pemeriksaan ini keadaan sel yang terlepas dari jaringan
tubuh dapat dinilai, terutama penilaian terhadap proses keganasan,
radang dan pengaruh berbagai faktor pada sel.
1) Prosedur pemeriksaan sitologi eksfoliatif.
2) prosedur pemeriksaan eksfoliatif cairan tubuh
(Cairan tubuh ; cairan asites, cairan pleura, urine, cairan kista,
dll). Pemeriksaan cairan tubuh ini ditunjukkan untuk
menemukannya adanya sel ganas atau sel abnormal yang
terlepas kedalam cairan tersebut, atau hanya mikro-organisme.
3) Prosedur pemeriksaan sitologi aspirasi
Sitologi aspirasi ialah pemeriksaan terhadap sel yang didapati
dengan cara aspirasi jaringan tubuh. Aspirasi dilakukan dengan
menggunakan jarum halus, bisa dilakukan oleh dokter klinik
atau dokter spesialis PA.
Sitologi aspirasi ini sama dengan biopsy dalam ukuran kecil
khususnya dalam hal diagnosis. Disamping itu ada keuntungan
yang diperoleh dengan pemeriksaan ini misalnya apabila pasien
bersedia untuk di biopsi. Untuk menilai kekambuhan atau alat
tubuh yang letaknya didalam sehingga diperlukan tindakan
operasi besar untuk mendapatkan jaringan.
c. Prosedur pemeriksaan histokimia
Pemeriksaan histokimia ialah pemeriksaan untuk mengetahui jenis
zat kimia yang terdapat dalam sel atau sel jaringan tubuh. Hal ini
terutama diperlukan oleh spesialis PA untuk memastikan diagnosis
dari jaringan yang diperiksanya.
Apabila zat kimia yang ingin ditemukan dapat larut dalam zat yang
dipakai pada pengolahan jaringan, maka bahan harus di olah
dengan cara potong beku. Untuk zat kimia yang menjadi rusak leh
zat fiksatif, maka bahan harus dikirim dalam keadaan segar.
d. Prosedur pemeriksaan immunopatologi
Pemeriksaan immunopatologi pada lab. PA, ditujukan untuk
adanya antigen atau antibodi dalam sel maupun jaringan diperlukan
untuk memastikan diagnosis PA, terutama dalam hal dimana secara
morfologi saja masih sulit untuk memastikan jenis, apakah suatu
sel sudah menjadi ganas atau belum.
O. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko cedera berhubungan dengan pengaturan posisi bedah, prosedur
invasif bedah
2. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entre prosedur,
penurunan imunitas efek anestesi
3. Resiko pendarahan berhubungan dengan proses pembedahan

P. Rencana Intervensi dan Kriteria Evaluasi

Risiko cedera berhubungan dengan pengaturan posisi bedah, prosedur


invasif bedah
Tujuan: risiko cedera intra operatif sekunder pengaturan posisi bedah, proswdur
invasif bedah tidak terjadi
Kriteria evaluasi:
 Selama intraoperatif, tidak terjadi gangguan hemodinamik akibat
perdarahan serius.
 Pascaoperatif tidak ditemukan cedera tekan dan cedera listrik.
 Perhitungan spons dan istrumen sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan.
 Tidak ditemukan adanya kram otot.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas pasien.  Perawat ruang operasi
memeriksa kembali identitas
dan kardeks pasien; melihat
kembali lembar persetujuan
tindakan, riwayat kesehatan,
hasil pemeriksaan fisik, dan
berbagai hasil pemeriksaan;
dan memeriksa kembali
rencana perawatan praoperatif
yang berkaitan dengan rencana
perawatan intraoperatif.
 Pemeriksaan darah terutama
kadar trombosit, waktu
pembekuan, dan waktu
perdarahan. Adanya hasil yang
abnormal pada pemeriksaan ini
bermanifestasi pada
kewaspadaan yang sangat
tinggi oleh ahli bedah dan
assisten operasi dalam
melakukan prosedur bedah.
Lakukan manajemen kamar operasi. Dilakukan oleh perawat administratif
dalam mengatur dan menentukan staf
pada setiap jenis pembedahan agar
kelancaran proses pembedahan dapat
terlaksana secara optimal.
Siapkan kamar bedah yang sesuai  Beberapa jenis pembedahan
dengan jenis pembedahan pasien. tertentu akan dilaksanakan pada
ruangan atau kamar bedah
khusus, seperti kamar operasi
bedah saraf.
 Perawat sirkulasi melakukan
persiapan tempat operasi sesuai
prosedur yang biasa dan jenis
pembedahan yang akan
dilaksanakan. Tim bedah harus
diberitahu jika terdapat
kelainan kulit yang mungkin
dapat menjadi kontraindikasi
pembedahan.
 Perawat sirkulasi memeriksa
kebersihan dan kerapian ruang
operasi sebelum pembedahan.
Perawat sirkulasi juga harus
memeastikan bahwa peralatan
telah siap dan dapat digunakan.
Semua peralatan harus dicoba
sebelum prosedur pembedahan.
Apabila prosedur ini tidak
dilaksanakan, maka dapat
menyebabkan penundaan atau
kesulitan dalam pembedahan.
Siapkan meja bedah dan asesori Meja bedah akan disiapkan perawat
pelengkap sesuai dengan jenis sirkulasi dan disesuaikan dengan jenis
pembedahan. pembedahan. Perawat sirkulasi
mempersiapkan aksesori tambahan
meja bedah agar dalam pengaturan
posisi dapat efektif dan efesien.
Siapkan sarana pendukung pembedahan. Sarana pendukung seperti kateter urine
lengkap, alat pengisap lengkap, spons
dalam kondisi siap pakai.
Siapkan alat hemostatasis dan cadangan Alat hemostatis merupakan fondasi
alat dalam kondisi siap pakai. dari tindakan operasi untuk mencegah
terjadinya perdarahan serius akibat
kerusakan pembuluh darah arteri.
Perawat memeriksa kemampuan alat
tersebut untuk menghindari cedera
akibat akibat perdarahan intraoperasi.
Lakukan pemasangan kateter urine Pemasangan kateter dilakukan untuk
dengan teknik steril. menghindari keluarnya urine pada saat
intraoperatif akibat hilangnya kontrol
menahan urine efek dari anastesi.
Kateter Foley harus diapasang sebelum
pasien diberi posisi. Gunakan tekin
aseptik untuk pemasangan kateter.
Cegah terjadinya tekukan atau tekanan
pada kateter selama proses
pemindahan tersebut. Periksa
kepatenan sistem drainase stelah
pemberian psosisi. Catat keluar urine
dan pemasangan kateter.
Pemasangan kateter urin oleh perawat
perioperative dengan teknik steril

Lakukan pengaturan posisi bedah. Manajemen pengaturan psosisi (lihat


kembali materi manajemen pengaturan
psosisi) dilakukan untuk memudahkan
akses atau pajanan pada dokter bedah,
akses vaskular seperti infus dan alat
monitor standar tidak terganggu,
drainase urine optimal, dan fungsi
status sirkulasi serta pernapasan
adekuat. Posisi tidak boleh
mengganggu struktur neuromuskular.
Bantu ahli bedah pada saat dimulainya Insisi bedah memerlukan skalpel (alat
insisi. penjepit) dan pisau bedah yang sesuai
dengan area yang akan dilakukan
insisi. Perawat instrumen bertanggung
jawab menyerahkan alat insisi dan
mempersiapkan kauter listrik yang
diperlukan dalam tindakan hemostatis.
Asisten pertama berperan membantu
menyerap darah yang keluar saat dan
menjepit pembuluh darah akibat
kerusakan vaskular pada area insisi
dengan menggunakan aspons dan klem
arteri.

Gambar. Kiri : Pada saat insisi di mulai oleh ahli bedah


Kanan : asisten bedah membantu ahli bedah menyerap darah yang keluar agar
mudah terlihat vascular yang rusak dan melakukan penjepitan dengan klem
Bantu ahli bedah dalam melakukan Perawat instrumen atau asisten bedah
intervensi hemostatis. menggunakan alat hemostatis listrik
pada klem arteri untuk menjepit atau
menghentikan perdarahan.
Gambar : Penggunaan alat hemostatis untuk mencegah perdarahan. Kiri : Perawat
atau asisten bedah menggunakan alat hemostatis pada saat ahli bedah menjepit
arteri yang putus. Kanan : Ahli bedah menggunakan alat hemostatis untuk
melakukan insisi untuk menurunkan risiko cedera pembedahan
Bantu ahli bedah dalam membuka  Pembukaan jaringan dilakukan
jaringan dan lakukan pengisapan apabila lapis demi lapis, dari kulit,
diperlukan. lemak, fasia, dan jaringan
dalam, misalnya peritoneum
pada pembedahan area
abdomen. Pembukaan jaringan
dilakukan sampai akses yang
akan dituju sesuai jenis dan
tujuan pembedahan dapat
tercapai.
 Asisten bedah membantu
menarik dengan menggunakan
refraktor dan melakukan
pengisapan apabila banyak
cairan yang mengganggu akses
bedah. Pemakaian dan
pemilihan jenis refraktor
disesuaikan dengan jenis dan
area jaringan atau pembedahan
yang dilakukan.
 Perawat instrumen berperan
dalam memenuhi keperluan
yang sesuai pada setiap momen
pembedahan, seperti keperluan
penggunaan gunting mayo oleh
ahli bedah atau keperluan
refraktor.
Gambar :
Kanan : Pengisapan dilakukan asisten
bedah
Kiri : Perawat asisten bedah
menggunakan refraktur untuk
memudahkan akses bedah

Lakukan manajemen sirkulasi  Perawat sirkulasi mendukung


intraoperatif ruang operasi. perawat instrumeb dan ahli
beah mengawasi atau
membantu setiap kesulitan
yang mungkin memerlukan
bahan dari luar lapangan steril.
Perawat sirkulasi melakukan
manajemen alat penghisap
(suction), memastikan alat
hemostatis terpasang dengan
benar, serta memeriksa alat-alat
tersebut dalam kondisi power
on.
 Perawat sirkulasi mencatat
barang yang digunakan seperti
jumalah spons, alat instrumen
intraoperatrif yang mempunyai
resiko tertinggal pada jaringan
bedah dan meningkatkan resiko
cedera bedah, serta mencatat
penyulit yang terjadi selam
pembedahan yang sering
disampaikan oleh ahli bedah,
asisten, atau intrumentor.
 Selama fase intraoperatif,
perawat sirkulasi melanjutkan
dokumentasi tentang jenis
aseptik, jumlah cairan IV yang
digunakan, dan memantau
keluaran urine dan lambung
melalui selang NGT. Selama
prosedur pembedahan
berlangsung, perawat menjaga
agar pencatatan aktivitas
perawatan pasien dan prosedur
yang dilakukan oleh petugas
ruang operasi tetap akurat.
Dokumentasi perawatan
intraoperatif memberi data
yang bermanfaat bagi perawat
yang akan merawat pasien
setelah pembedahan.
Kiri :Perawat sirkulasi melakukan
manajemen alat penghisap dan
hemostatis bedah listrik
Kanan :perawart melakukan pencatatan
intraoperatif
Bantu ahli bedah pada saat akses bedah Peran perawat perioperatif baik asisten
tercapai sesuai dengan tujuan bedah, perawat instrumen dan
pembedahan. sirkulator mendukung ahli bedah agar
tujuan pembedahan dapat tercapai.
Tujuan pembedahan pada saat akses
tercapai, meliputi :
 Diagnostik ( pembedahan
untuk pemeriksaan lebih
lanjut),misalnya pengambilan
sampel biopsi tumor.
 Ablatif (pengangkatan bagian
tubuh yang mengalami
masalah atau penyakit),
misalnya amputasi,
pengangkatan tumor,dan
apendektomi.
 Paliatif (menghilangkan atau
mengurangi gejala penyakit,
tetapi tidak
menyembuhkannya), misalnya
kolostomi dan debridemen
jaringan nekrotik.
 Rekonstruktif
(mengembalikan fungsi atau
penampilan jaringan yang
mengalami malfungsi),
misalnya cangkok
( transplantasi) ginjal, total hip
replacement.
 Konstruktif ( mengembalikan
fungsi yang hilang akibat
anomali kongenital), misalnya:
bibir sumbing, penutupan
defek katup jantung dan
perbaikan hiperekstensi lutut
( genurecurvatum).
Bantu ahli bedah dalam penutupan  Prosedur penutupan jaringan
jaringan dilakukan setelah tujuan
pembedahan sudah selesai
dilaksanakan. Penutupan
dilakukan lapis demi lapis
sesuai area atau jaringan yang
telah dilakukan pembedahan.
 Perawat instrumen
menurunkan resiko cedera
dengan mempersiapkan dan
memilih sarana penjahitan
dengan memperhatikan
ketajaman jarum jahit, benang
jahitan yang akan digunakan
sesuai jaringan yang di jahit
dan kondisi atau krlayakan
instrumen agar kerusakan
jaringan dapat minimal.
 Penjahitan bisa dilakukan ahli
bedah atau asisten bedah.
Apabila dilakukan ahli bedah,
maka asisten bedah membantu
penutupan jaringan agar dapat
terlaksana secara efektif dan
efisien agar kerusakan jaringan
dapat minimal.
Lakukan penutupan luka pembedahan Penutupan luka selain bertujuan
menurunkan resiko infeksi juga
bertujuan untuk menurunkan resiko
cedera pajanan langsung ke area bedah
atau jaringan yang masih brelum
stabil. Perawat biasanya memasang
spons dan plaster adhesif yang
menutupi seluruh spons.

Resiko infeksi berhubungan adanya port de entree prosedur bedah,


penurunan imunitas efek anestesi.
Tujuan : optimalisasi tindakan asepsis
dapat dilaksanakan selama prosedur
intrabedah.
Kriteria hasil : luka pascabedah tertutup
dengan kasa.

Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas pasien dan  Perawat ruang operasi
pemeriksaan diagnostik memeriksa kembali
riwayat kesehatan, hasil
pemeriksaan fisik, dan
berbagai hasil
pemeriksaan. Pastikan
bahwa alat protese dan
barang berharga telah
dilepas.
 Riwayat kesehatan yang
mempunyai resiko
penurunan imunitas seperti
pasien yang memiliki
riwayat hipertensi dan
diabetes melitus.
 Hasil pemeriksaan darah
albumin untuk
menentukan aktivitas
agen-agen obat dan
pertumbuhan jaringan
luka.
 Berbagai proses yang
masih belum dilepas akan
memberikan akses pajanan
yang mengontaminasi area
steril.

Siapkan sarana scrub Sarana scrub, meliputi cairan


antiseptik cuci tangan pada
tempatnya, gaun yang terdiri dari
gaun kedap air dan baju bedah steril,
duk penutup, dan duk berlubang
dalam kondisi lengkap dan siap
pakai.

Siapkan instrumen sesuai jenis Manajemen instrumen dari perawat


pembedahan scrub sebelum pembedahan
disesuaikan dengan jenis
pembedahan. Sebagai antisipasi
apabila diperlukan instrumen
tambahan, perawat mempersiapkan
alat cadangan dalam suatu tromol
steril yang akan memudahkan
pengambilan apabila diperlukan
tambahan alat instrumen.
Lakukan manajemen asepsis prabedah Manjemen asepsis selalu
berhubungan dengan pembedahan
dan perawatan perioperatif. Asepsis
prabedah meliputi teknik aseptik atau
pelaksanaan scrubbing cuci tangan
(lihat kembali bab manajemen
asepsis ).
Lakukan manajemen asepsis intraoperasi  Manajemen asepsis dilakukan
untuk menghindari kontrak
dengan zona steril (lihat
kembali manajemen asepsis)
meliputi pemakaian baju
bedah, pemakaian sarung
tangan, persiapan kulit,
pemasangan duk, penyerahan
alat yang diperlukan petugas
scrub dengan perawat
sirkulasi.
 Manajemen asepsis
intraoperasi merupakan
tanggung jawab perawat
instrumen dengan
mempertahankan integritas
lapangan steril selama
mempertahankan integritas
lapangan steril selama
pembedahan dan bertanggung
jawab untuk
mengkomunikasikan kepada
tim bedah setiap pelanggaran
teknik aseptik atau
kontaminasi yang terjadi
selama pembedahan.
Lakukan penutupan luka pembedahan Penutupan luka bertujuan
menurunkan resiko infeksi. Perawat
biasanya memasang spons dan
plester adbesif yang menutupi
seluruh spons.
Resiko pendarahan berhubungan dengan proses pembedahan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 45 menit diharapkan resiko


pendarahan dapat dicegah
a. Lindungi sekitar kulit dan a. Cegah kerusakan integritas
anatomi yang sesuai seperti kulit
penggunaan kassa untuk
menghentikan pendarahan.
b. Pantau pemasukan dan b. Kemungkinan terjadinya

pengeluaran cairan selama operasi kekurangan cairan, yang

dilakukan mempengaruhi keselamatan


pemakaian obat anastesi,
fungsi organ dan kondisi
pasien.

c. Pastikan keamanan elektrikal dan c. Kegagalan fungsi alat dapat


alat-alat yang digunakan selama terjadi selama operasi.
prosedur operasi.misalnya kabel
coter dalam keadaan utuh

Q. Dokumentasi Perawatan Intraoperatif


Selama fase intraoperatif, petugas keperawatan melanjutkan
rencana asuhan keperawatan preoperatif. Misalnya asaeptik yang ketat
harus dilakukan untuk meminimalkan resiko infeksi luka bedah. Selama
prosedur pembedahan berlangsung, perawat menjaga agar pencatatan
aktivitas perawatan klien dan prosedur yang dilakukan oleh petugas ruang
operasi tetap akurat. Dokumentasi perawatan intraoperatif memberi data
yang bermanfaat bagi perawat yang akan merawat klien setelah
pembedahan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan Intraoperatif adalah proses asuhan keperawatan yang
dimulai ketika pasien sudah berada di meja pembedahan dan berakhir saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
B. Saran
Kepada mahasiswa (khususnya mahasiswa keperawatan) atau
pembaca makalah ini dapat bermanfaat terutama saat memberikan asuhan
keperawatan perioperatif khususnya intraoperatif.
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith. M. 2006. Buku saku Diagnosis Keperawatan dengan


Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7. Jakarta : EGC
Chandra, Christian. 2006. Kateterisasi Urin . www.alodokter.com di akses
pada 21 September 2017. Pukul 21.00 WIB
_______________, 2017. Persiapan desinfeksi intra Bedah.
www.alodokter.com di akses pada 21 September 2017 Pukul 21.30 WIB
Gruendmann, Barbara J. 2005.Buku Ajar Keperawatan Perioperatif
Volume 2. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif dan Sari Kumala. 2009. Asuhan Keperawtan Perioperatif :
Konsep Proses & Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika
Muhtadi, Indra. 2014. Sehat atau Hebat. Jakarta : Salemba Medika
Suriyanto, sugeng. 2008. Buku Panduan Dasar-dasar Keterampilan bagi
Perawat Kamar Bedah. Jakarta : HIPKABI Press Jakarta
Ulfi, Umroni. 2017. Diathermy. www.alodokter.com. 21 September 2017.
21.15WIB

Anda mungkin juga menyukai