Anda di halaman 1dari 130

PANDUAN PELAYANAN BEDAH RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK

ZAINAB

BAB I

DEFINISI
1.1 Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan kamar bedah terus


meningkat, masyarakat dapat memperoleh informasi tentang pembedahan dari media masa
dan internet. Masyarakat sudah sadar hukum, tenaga kesehatan sangat rentan memperoleh
tuntutan sehubungan dengan kualitas pelayanan keperawatan.
Dalam penyelenggaraan pelayanan rumah sakit, maka rumah sakit harus melakukan
upaya peningkatan mutu pelayanan umum dan pelayanan medik baik melalui akreditasi,
sertifikasi ataupun proses peningkatan mutu lainnya.Salah satu pelayanan yang diberikan
di rumah sakit adalah pelayanan pembedahan.
Tindakan bedah adalah ancaman potensial maupun aktual kepada integritas orang,
dapat membangkitkan reaksi stress baik fisiologis maupu psikologis. Reaksi stress fisilogis
berhubungan langsung degan bedah. Respon stress psikologis sebenarnya tidak
berpengaruh langsung dengan bedah tapi dapat mempengaruhi seluruh dari proses
penyembuhan pasien.Dari kejadian diatas ternyata pendampingan tenaga kesehatan besar
artinya bagi pasien untuk mengelola suasana hati pasien.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka diperlukan suatu panduan pelayanan
bedah di rumah sakit terutama dalam hal keperawatan pasien bedah secara komprehensif
sehingga dapat mewujudkan pelayanan bedah sesuai standar yang menghasilkan kepuasan
bagi pasien maupun tenaga kesehatan di rumah sakit.

1.2 Pengertian

Pembedahan dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk mengatasi


penyakit, injuri dan deformitas melalu operasi atau instrumen. Prosedur pembedahan
mencakup interaksi antara pasien, ahli bedah dan perawat dengan beberapa tujuan
mencakup: diagnosa, terapi, paliative, kosmetik, prevensi dan eksplorasi. Pembedahan
merupakan prosedur medis bersifat invasive untuk diagnosis atau pengobatan penyakit,
trauma atau deformitas.Walau pembedahan merupakan tindakan medis, perawat
mempunyai peran penting dan aktif dalam memberikan asuhan keperawatan mandiri atau

1
secara bersama-sama dilaksanakan untuk mencegah komplikasi dan meningkatkan
pemulihan secara optimal.

Tujuan

1. Memberikan panduan bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan


pembedahan di rumah sakit
2. Meningkatkan keamanan tindakan bedah dengan menciptakan prosedur
yang aman
3. Mengurangi tingkat mortalitas, moebiditas dan disabilitas/kecacatan akibat
komplikasi prosedur bedah
4. Recall memory terutama pada hal-hal kecil yang mudah terabaikan pada
keadaan pasien yang kompleks

BAB II

2
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup

Semua disiplin klinis (dokter bedah, dokter anestesi, perawat, penata anestesi )
yang memberikan pelayanan bedah di Rumah Sakit Ibu dan Anak Zainab

Elemen penting dalam pelayanan bedah

Pada setiap prosedur invasif, terdapat tiga elemen penting yang harus selalu
berinteraksi dan bekerja sama secara efektif dan efisien, yaitu :
1. Kamar operasi
2. Pasien
3. Tim Bedah

BAB III

TATA LAKSANA PELAYANAN BEDAH

3
Manajemen preoperatif

Manajemen Kamar Operasi / Tempat Tindakan


1. Tujuan
Manajemen kamar operasi atau tempat tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan layanan
penanganan pasien, meningkatkan kepuasan pasien, meningkatkan kepuasan tim bedah
yang mencakup di dalamnya dokter bedah, dokter anestesi, dan perawat.
2. Mengatur Block Time secara efektif
Pengaturan ini dibuat dalam bentuk penyusunan jadwal setiap harinya bahwa pada periode
waktu tertentu telah disiapkan kamar operasi atau ruang tindakan. Dalam periode waktu itu
seorang dokter bedah dapat melakukan operasi elektif atau emergensi, operasi singkat
maupun prosedur tindakan yang memakan waktu lama. Bila tim bedah tidak memenuhi
jadwal tersebut, maka mereka akan kehilangan kesempatan penggunaannya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun block time:


tetapkan peraturan yang jelas dan adil
atur penggunaan kamar operasi dalam sebuah guideline
block time direview secara berkala setiap bulannya
menambah sebuah kamar operasi yang diperuntukkan untuk kejadian urgent
buat aturan yang jelas mengenai pembatalan sebelum waktu operasi yang sudah
dijadwalkan (hal ini dapat berbeda disesuaikan dengan jenis operasi)

Durasi operasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


a. emergensi : prosedur yang mengancam nyawa atau tungkai dan harus selesai
dikerjakan dalam 30 menit
b. prioritas : prosedur yang harus dikerjakan dalam 30 menit sampai 4 jam
c. urgent : prosedur yang harus dikerjakan dalam 4 jam sampai 24 jam
d. non-urgent : prosedur yang bisa dikerjakan setelah 24 jam
Dalam kaitannya dengan kamar operasi yang diperuntukkan untuk kejadian urgent, hanya
kasus emergensi, prioritas, dan urgent yang diperkenankan menggunakan kamar tersebut.
Untuk itu, petugas penjadwalan kamar operasi perlu dibekali pengetahuan khusus /
pelatihan mengenai hal ini.
3. Mengatur Penjadwalan secara Efektif
Jadwal sedapat mungkin diatur agar tidak penuh di awal minggu dan kosong di hari-
hari berikutnya. Pemulangan pasien-pasien postoperatif dikoordinasikan dengan dokternya

4
agar tidak selalu menunggu waktu visit dokter. Hal ini dimaksudkan untuk mengefisienkan
waktu perawatan pasien dan ranjang pasien tersebut dapat segera dialokasikan untuk
pasien lain yang
membutuhkan.
Dalam hal terjadi banyak kasus urgent dalam waktu yang bersamaan, pasien
diprioritaskan berdasarkan kegawatdaruratannya dan dipertimbangkan berdasarkan
masing-masing keilmuan. Ada empat prinsip dalam menyusun prioritas pasien untuk
kamar operasi, yaitu: keselamatan pasien, akses dokter bedah dan pasien ke tempat
tindakan, memaksimalkan efisiensi kamar bedah, dan meminimalkan waktu tunggu pasien.
Ada beberapa cara untuk memaksimalkan jadwal kamar operasi, antara lain:
Menggunakan proses paralel, misalnya induksi anestesi dapat mulai dilakukan di
kamar lain sementara menunggu proses pemindahan pasien sebelumnya ke ruang
pemulihan
Menggunakan klinik preoperatif untuk memastikan pasien siap menjalani operasi
Kerjasama yang baik dalam tim bedah
Memanfaatkan teknologi untuk menangani proses, misalnya tracking infrared,
telepon seluler, whiteboard elektronik, dan lain-lain
On-time dalam memulai operasi
4. Memonitor performa kamar operasi / ruang tindakan
Sebelum prosedur dimulai, harus dilakukan persiapan ruangan. Hal ini meliputi
menciptakan lapangan steril, menyiapkan alat-alat, dan memeriksa kelengkapannya.
a. Penciptaan lapangan steril:
menempatkan duk steril di sekeliling situs operasi dan pada tempat alatalat semua
personel harus mengenakan pakaian steril
hanya alat steril dan orang-orang yang telah steril yang diperbolehkan memasuki
lapangan steril
jangan menempatkan alat-alat steril di dekat pintu yang terbuka
jendela harus ditutup
letakkan alat steril hanya pada lapangan steril
pastikan tangan telah discrub sebelum menyentuh alat steril
orang yang telah steril tidak diperkenankan menyentuh alat-alat tidak steril atau
pergi ke tempat yang tidak steril
perlu diingat bahwa ujung kemasan dari alat-alat steril adalah tidak steril
perlu diingat bahwa sekali batas steril telah dilewati, hal ini telah dianggap
terkontaminasi
jika ada keraguan tentang status sterilitas sesuatu alat atau area, harus dianggap
telah terkontaminasi

5
b. Persiapan alat:
Ada empat tahap proses persiapan alat, yaitu: pencucian dan dekontaminasi, desinfeksi,
sterilisasi, dan penyimpanan atau pemindahan ke lapangan steril
Ada beberapa jenis sterilisasi, yaitu menggunakan steam, ethylene oxide, ozone, dan gas
plasma
c. Persiapan perlengkapan anestesi
d. Memastikan kualitas udara dan ventilasi:
Ventilasi kamar operasi harus positive-pressure
Udara harus masuk ke ruangan melalui ventilasi langit-langit yang tinggi dan
keluar dari ruangan melalui exhaust air outlet dekat lantai yang berseberangan
dengan ventilasi masuk
Mengatur agar sedikitnya terjadi 15 kali pertukaran udara per jamnya, di mana 3 di
antaranya harus udara segar
Penyaringan udara yang diresirkulasi dan udara segar melalui filter yang baik
dengan efisiensi minimum 90%
Ruangan hanya diijinkan dibuka untuk perpindahan alat, personel tim bedah, dan
pasien; selebihnya pintu dijaga agar selalu tertutup
e. Mengatur lalu-lintas:
Zona dibagi menjadi 3, yaitu:
Unrestricted zone: hanya orang-orang yang berkepentingan yang boleh berada di
zona ini, tetapi baju luar biasa diperbolehkan
Semirestricted zone: zona ini adalah area yang terhubung dengan kamar operasi
(contohnya: lorong, kantor, kamar alat), orang-orang yang berada di sini harus
mengenakan pakaian scrub dengan lengan panjang, penutup rambut, dan sepatu
bersih atau penutup sepatu
Restricted zone: zona ini terdiri dari kamar operasi dan area cuci tangan, orang-
orang yang memasuki zona ini harus mengenakan kostum bedah lengkap termasuk
masker. Mereka yang tidak discrub harus mengenakan jaket berlengan panjang
lengkap dengan kancing tertutup. Masker khususnya harus dikenakan di ruangan
dengan peralatan steril yang terbuka
*Pastikan bahwa semua alat-alat yang diperlukan telah siap tersedia di dalam kamar
operasi sebelum prosedur dimulai untuk meminimalkan lalulintas yang tidak perlu dari dan
ke dalam ruangan

Manajemen Pasien

6
Beberapa poin penting dalam mengkaji faktor risiko pasien:
Alergi
Riwayat kesehatan sebelumnya (misalnya tekanan darah tinggi, asma, masalah
jantung atau pernapasan)
Penggunaan tembakau (karena rokok meningkatkan risiko infeksi)
Penggunaan alkohol dan narkotika
Pengalaman pribadi pasien dengan sedasi dan anestesi sebelumnya
Berat badan
Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini
Ada tidaknya risiko untuk anestesi dan sedasi
Permintaan khusus dari pasien untuk jenis anestesi dan sedasi
Kecemasan pasien
Delirium
Status nutrisi
Risiko potensial untuk deep vein thrombosis
Obat-obatan yang diberikan pada pasien harus dilabel dengan mencakup informasi seperti
di bawah ini:
Nama
Kekuatan
Jumlah/konsentrasi
Tanggal kadaluwarsa
Pelarut dan volumenya
Manajemen Tim Bedah
Rekomendasi standar:
Kostum bedah harus terbuat dari bahan yang ringan dan memungkinkan untuk
bernapas. Kostum tidak terbuat dari kapas karena kapas mudah terbakar dan
memiliki banyak pori yang bisa dilewati mikroorganisme
Sepatu proteksi harus tertutup bagian depannya, bertumit rendah, bersol anti selip,
dan dibersihkan secara berkala
Sebelum memegang kostum bedah atau memasuki tempat kostum bedah, semua
personel harus mencuci tangan dengan sabun dan air, antiseptik dan air, atau
antiseptic hand rub
Kostum bedah harus diganti setiap harinya atau setiap kali terkontaminasi atau
basah. Bila kostum terdiri dari 2 bagian, atasan harus selalu dimasukkan ke dalam
bawahan dan ukuran harus pas
Semua personel harus menutupi kepala dan rambut muka
Dalam kasus-kasus tertentu yang berisiko terciprat (misalnya kasus trauma), tim
bedah harus mengenakan alat-alat proteksi tambahan
Masker harus menutupi seluruh bagian mulut dan hidung

7
Kostum bedah harus dilaundry di fasilitas laundry yang terakreditasi
Seluruh personel harus menerima edukasi dan pengarahan perihal kostum bedah ini
Beberapa prinsip penggunaan sarung tangan:
Sarung tangan harus menjadi barrier yang efektif terhadap material infeksius,
termasuk darah dan cairan tubuh
Sarung tangan harus diganti setiap habis kontak dengan pasien atau setiap sarung
tangan tersebut rusak
Sarung tangan tidak boleh dicuci atau direuse
Untuk prosedur invasif, tenaga kesehatan harus memakai dua lapis sarung tangan,
satu di atas yang lain

Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery


Beberapa hal yang berpotensi untuk menimbulkan kekeliruan untuk wrong surgery:
Lebih dari satu dokter bedah terlibat
Dilakukan lebih dari satu prosedur
Pasien memiliki beberapa karakteristik khusus, seperti deformitas fisik atau
obesitas masif
Ada beberapa pasien yang memiliki nama yang sama atau prosedu yang sama atau
di waktu yang bersamaan
Tiga komponen penting protokol, yaitu:
proses verifikasi
menandai lokasi yang akan dilakukan operasi
time out
Beberapa prosedur yang tidak memerlukan penandaan:
kasus organ tunggal (misalnya operasi jantung, operasi caesar)
kasus intervensi seperti kateter jantung
kasus yang melibatkan gigi
prosedur yang melibatkan bayi prematur di mana penandaan akan menyebabkan
tato permanen
Dalam kasus-kasus di mana tidak dilakukan penandaan, alasan harus dapat dijelaskan dan
dipertanggungjawabkan. Sedapat mungkin penandaan harus melibatkan pasien untuk
menghindarkan kekeliruan. Meskipun jarang, pasien boleh menolak penandaan setelah
dijelaskan maksud dan tujuannya. Penandaan harus dibuat menggunakan surgical marking
pen yang tidak hilang bila dicuci saat preparasi lapangan operasi. Untuk pasien dengan
warna kulit gelap, boleh digunakan warna selain hitam atau biru gelap (biru tua) agar
penandaan jelas terlihat, misalnya warna merah. Pada kasuskasus seperti operasi spinal,

8
dapat dilakukan proses dua tahap yang meliputi penandaan preoperatif per level spinal
(yang akan dioperasi) dan
interspace spesifik intraoperatif menggunakan radiographic marking.
Jika terdapat beberapa prosedur dalam satu operasi, maka time-out harus dilakukan
sebelum setiap prosedur. Apabila terjadi diskrepansi, prosedur tidak boleh dimulai sebelum
tercapai kata sepakat oleh semua anggota tim (dalam time-out) atau sebelum semua
pertanyaan atau masalah terjawab. Time-out ini harus terdokumentasikan, minimal
berbentuk suatu pernyataan bahwa time-out telah dilakukan dan tercapai kata sepakat.

Self Assesment Cheklist


Penjadwalan:
1. Apakah fasilitas Anda telah memiliki kebijakan atau prosedur untuk verifikasi deskripsi
prosedur (termasuk sisi yang akan dioperasi), setelah ada permintaan untuk menjadwalkan
operasi?
o Ya
o Tidak
2. Apakah fasilitas Anda menggunakan formulir terstandardisasi ketika menjadwalkan
suatu kasus operasi?
o Ya
o Tidak
Jika iya, apakah formulir tersebut mencakup verifikasi deskripsi prosedur dan sisi yang
akan dioperasi / situs (jika memungkinkan)?
o Ya
o Tidak
Consent:
3. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan dokter bedah untuk
mendapatkan consent untuk operasi dari pasien atau wali yang sah sebelum atau pada saat
penjadwalan operasi?
o Ya
o Tidak
4. Apakah kebijakan atau prosedur Anda mengharuskan consent operasi tersebut
mencakup:

9
o Nama pasien yang benar
o Deskripsi yang benar tentang prosedur
o Sisi atau situs yang sesuai (jika memungkinkan)
Verifikasi Preoperatif:
5. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan bahwa pasien
dijelaskan sebagai bagian dari persiapan preoperatif mereka, bahwa semua tenaga
kesehatan memverifikasi informasi berikut ini:
o Nama
o Prosedur
o Sisi atau situs (jika memungkinkan)
6. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan bahwa verifikasi dan
rekonsiliasi penjadwalan, consent, dan riwayat penyakit, serta pemeriksaan fisik dilakukan
pada waktu-waktu di bawah ini?
o Saat operasi dijadwalkan
o Saat pemeriksaan pre-admission
o Sebelum pasien tiba di area preoperatif
o Sebelum kamar operasi disiapkan untuk prosedur ini
o Sebelum pasien meninggalkan area preoperatif atau memasuki kamar operasi
7. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan penggunaan
checklist terstandardisasi sebelum hari operasi untuk dokumentasi verifikasi preoperasi dan
rekonsiliasi?
o Ya
o Tidak
Jika iya, apakah checklist terstandardisasi tersebut meliputi verifikasi menggunakan item di
bawah ini:
o Jadwal
o Consent
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
8. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan bahwa verifikasi dan
rekonsiliasi pada hari operasi meliputi hal di bawah ini:
o Jadwal
o Consent
o Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
o Laporan patologi, radiologi (jika memungkinkan)

10
o Pasien atau wali yang sah mengerti prosedur tersebut
9. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan bahwa verifikasi dan
rekonsiliasi dilakukan secara terpisah oleh sekurangkurangnya dua tenaga kesehatan?
o Ya
o Tidak
10. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda menentukan tenaga kesehatan
yang bertanggung jawab melakukan verifikasi dan rekonsiliasi?
o Ya
o Tidak
11. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda menentukan tenaga kesehatan
yang mana (dari di bawah ini) yang bertugas memberikan verifikasi dan rekonsiliasi:
o Perawat preoperatif
o Tenaga anestesi
o Dokter bedah (operator)
o Circulating nurse
Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan bila ada
ketidaksesuaian (diskrepansi) pada catatan preoperasi, catatan tersebut harus direview
sebelum pasien memasuki kamar operasi?
o Ya
o Tidak
Bila iya, apakah review tersebut mencakup:
o Jadwal
o Consent
o Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
o Laporan patologi, laporan radiologi (jika memungkinkan)
o Catatan kantor
13. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan bahwa dokter
bedah adalah yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan ketidaksesuaian pada review
verifikasi catatan preoperatif?
o Ya
o Tidak
Penandaan:
14. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan:

11
o Situs atau bagian tubuh yang akan dioperasi ditandai setelah rekonsiliasi semua catatan
yang relevan
o Situs atau bagian tubuh yang akan dioperasi ditandai setelah pasien atau walinya yang
sah mengerti penjelasan mengenai prosedur yang akan dilakukan
o Situs atau bagian tubuh yang akan dioperasi ditandai oleh dokter bedah
o Situs atau bagian tubuh yang akan dioperasi ditandai oleh perawat preoperatif
Bila kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan dokter bedah
memverifikasi ketepatan penandaan, apakah dokter bedah tersebut diharuskan
memverifikasi dengan:
o Pasien yang sadar atau walinya mengerti tentang prosedurnya
o Consent
o Jadwal
o Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
o Laporan patologi, radiologi (jika memungkinkan)
16. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan bahwa penandaan
dilakukan sebelum penggunaan anestesi lokal maupun regional?
o Ya
o Tidak
17. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan tenaga kesehatan
yang bertanggung jawab melakukan penandaan telah menerima instruksi tentang
bagaimana melakukan penandaan tersebut?
o Ya
o Tidak
Bila iya, apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan instruksi
tersebut meliputi:
o Penandaan hanya di situs tersebut
o Penandaan tidak boleh ambigu
o Penandaan menggunakan marker yang cukup permanen
o Penandaan harus terlihat setiap saat, termasuk:
Setelah memposisikan pasien di meja operasi
Setelah prepping situs operasi
Setelah draping pasien
Selama final time out

12
Apakah fasilitas Anda memiliki kebijakan atau prosedur pada keadaan di mana pasien
menolak penandaan dilakukan?
o Ya
o Tidak
Time Out:
19. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan dokter anestesi ikut
serta dalam time out, bersama perawat, sebelum memberikan anestesi regional maupun
lokal kepada pasien?
o Ya
o Tidak
Jika iya, apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan dokter anestesi
mencek penandaan tersebut sebagai bagian verifikasi formal time out?
o Ya
o Tidak
20. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan dokter bedah
memimpin briefing preoperatif sebelum melakukan penanganan pasien di kamar operasi?
o Ya
o Tidak
Jika iya, apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan bahwa
briefing preoperatif meliputi identifikasi:
o Prosedur
o Situs
o Sisi
o Implan, device, atau alat-alat khusus
Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan dilakukannya
verifikasi final time out yang melibatkan seluruh anggota tim bedah, setelah prepping dan
draping sebelum memulai prosedur?
o Ya
o Tidak
Jika iya, apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan dokter bedah
memastikan bahwa setiap anggota tim bedah angkat bicara bila pengertian mereka tentang
situasinya berbeda dari apa yang dinyatakan saat time out?
o Ya
o Tidak

13
Jika iya, apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan bahwa
verifikasi final time out mencakup prosedur sekunder dan situs (lokasi) nya, ketika lebih
dari satu prosedur dilakukan di situs tersebut atau dilakukan prosedur di beberapa situs?
o Ya
o Tidak
22. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda menentukan siapa yang
bertanggung jawab untuk memimpin verifikasi final time out?
o Ya
o Tidak
Jika iya, siapa yang ditunjuk?
o Circulating nurse
o Tenaga anestesi
o Dokter bedah
o Lainnya (sebutkan)
23. Jika orang yang ditunjuk bukan dokter bedah, apakah kebijakan fasilitas Anda atau
prosedur Anda mengharuskan hal-hal di bawah ini selama verifikasi final time out:
o Dokter bedah memiliki kesempatan untuk consent
o Dokter bedah menyatakan nama pasien yang benar, prosedur, situs, dan sisi yang sesuai
o Ketepatan pernyataan dokter bedah diverifikasi oleh konfirmasi orang lain yang ditunjuk
menggunakan informasi dari jadwal, consent, riwayat, pemeriksaan fisik, dan penandaan
24. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan bahwa selama time
out, semua aktivitas dihentikan, kecuali bantuan pernapasan?
o Ya
o Tidak
25. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan bahwa bila pasien
direposisi di kamar operasi, lokasi dari situs operasi dicek kembali oleh setiap anggota tim
bedah?
o Ya
o Tidak
26. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mencatat bila pasien memiliki
lebih dari satu prosedur yang akan dilakukan?
o Ya
o Tidak
Bila iya, apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan:

14
o Verifikasi terpisah dilakukan untuk prosedur yang berbeda
o Penandaaan dilakukan untuk masing-masing prosedur yang berbeda
o Time out yang berbeda dilakukan untuk prosedur yang berbeda
Ketika operasi akan dilakukan pada level vertebra tertentu atau iga, apakah kebijakan
fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan:
o Vertebra target atau iga ditandai oleh marker radioopak oleh dokter bedah
o Vertebra atau iga tersebut diverifikasi oleh fluoroskopi atau X-ray
o Vertebra atau iga tersebut diverifikasi oleh ahli radiologi sebelum strukturnya ditindak

Pengambilan Spesimen:
28. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan identifikasi
spesimen diverifikasi?
o Ya
o Tidak
Bila iya, apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan verifikasi
tersebut mencakup:
o Dokter bedah
o Teknisi bedah
o Perawat bedah
Bila iya, apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan bahwa
verifikasi tersebut mencakup:
o Nama pasien
o Tipe jaringan
o Lokasi spesifik dari spesimen, termasuk sisi (jika memungkinkan)

Setelah Prosedur Selesai:


29. Apakah kebijakan fasilitas Anda atau prosedur Anda mengharuskan pemindahan semua
informasi catatan pasien dari ruangan setelah pasien meninggalkan ruang operasi dan
sebelum pasien berikutnya tiba?
o Ya
o Tidak

Manajemen Intraoperatif

15
Monitor Pasien
Monitoring Anestesi dan Sedasi
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh tim bedah:
1. mengkomunikasikan risiko sebelum memulai prosedur
2. memastikan kompetensi yang meliputi: memasukkan obat sesuai level anestesi
yang diminta, memonitor pasien untuk mempertahankan level anestesinya,
memberhentikan anestesi dan menyelamatkan pasien jika mereka masuk terlalu
dalam
3. menyiapkan obat-obatan emergensi dan antidotum
4. mempersiapkan efek-efek samping obat (medication error)
5. memantau tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan ritme,
frekuensi pernapasan, saturasi oksigen, akses intravena yang adekuat, nyeri)
6. mempertimbangkan pemanfaatan teknologi untuk teknik anestesi
7. menggunakan mnemonic:
C irculation, capnograph, color (saturasi)
O ksigen
V entilasi dan vaporisasi
E ndotracheal tube
R eview monitor dan peralatan
A irway
B reathing
C irculation
D rugs
A warenes
S wift check (pasien, dokter bedah, proses, dan respons)
8. awareness anestesi: kasus-kasus di mana pasien bangun di tengahtengah anestesi
(intraoperatif)
mengidentifikasi pasien-pasien berisiko
perawatan peralatan
monitoring pasien

Memasukkan Obat
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mengurangi risiko:
1. mengidentifikasi pasien dan mengkonfirmasi alergi obat yang dimiliki
2. memverifikasi obat sebelum pemberian obat
3. menggunakan perintah verbal terstruktur
4. mengidentifikasi penggunaan obat-obatan high-alert
menstandardisasi preparasi obat-obat yang dilarutkan agar siap digunakan
menghindari pelarutan obat di lapangan operasi, pelarutan obatobat sebisa mungkin
digunakan oleh apoteker terdaftar

16
menggunakan hanya larutan premixed
klinisi di ruang operasi harus mengkomunikasikan semua dosis obat yang akan
dimasukkan dan mengklarifikasi dosis maksimal dengan dokter anestesi dan dokter
bedah
mengedukasi perawat dan anggota lain yang bekerja di ruang operasi tentang
penanganan dan pemberian obat-obat high alert
mengkaji dan memvalidasi kompetensi klinis tentang penggunaan dan pemberian
obat-obat high alert
Hal-hal lain yang perlu dimonitor secara ketat selama operasi:
1. kadar glukosa
2. suhu tubuh
3. penggunaan darah

Menghindari Masalah dalam Ruang Operasi


Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menghindari masalah dalam ruang operasi:
1. meminimalkan distraction dan interupsi
2. mencegah trauma benda tajam
a. keselamatan alat (skalpel yang terlindung, jarum berujung tumpul, dll)
b. keselamatan teknik
menggunakan zona netral di mana benda-benda tajam ditempatkan tanpa
kontak tangan
menggunakan teknik tanpa sentuh
menggunakan sarung tangan dua rangkap
mempertimbangkan penggunaan sarung tangan anti-robek
mengganti sarung tangan bedah secara rutin
menggunakan teknik jahit yang mencegah trauma
sebisa mungkin menghindari lapangan bedah ketika dokter bedah
memotong dan menjahit
memakai alas kaki yang terlindung
c. program kontrol pajanan
d. program edukasi
3. mencegah tertinggalnya benda-benda di dalam luka operasi dengan metode
penghitungan alat-alat
4. menangani spesimen secara benar (meliputi kontainer dan alat pengambilan spesimen,
identifikasi spesimen, labeling, tranportasi spesimen, komunikasi, pembuangan
spesimen)
5. mencegah kebakaran

17
a. persiapan pasien
b. penggunaan alat-alat secara aman
c. persiapan alat-alat
d. membatasi bahan-bahan yang mudah terbakar
e. mengkontrol oksigen membagi tugas di antara anggota tim bedah mengenai pencegahan
kebakaran
g. komunikasi efektif dan kerja tim
h. merespons bila terjadi kebakaran:
bagaimana memadamkan api secepatnya
bagaimana menangani pasien
bagaimana memindahkan pasien secara aman
bagaimana evakuasi ruang operasi secara aman
bagaimana mengaktivasi sistem keamanan kebakaran
bagaimana mencegah penyebaran asap
bagaimana menemukan dan menggunakan alat pemadam kebakaran
bagaimana peran tim pemadam kebakaran dari luar

Manajemen Postoperatif
Membersihkan Lingkungan Operasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait pembersihkan lingkungan operasi:
1. Pembuangan sisa-sisa bekas operasi
a. Sisa patologi manusia yang meliputi jaringan, organ, bagian tubuh, dan cairan
b. Darah manusia dan komponen darah yang meliputi serum, plasma, dan komponen darah
c. Benda tajam
d. Sisa-sisa alat atau benda yang terkontaminasi pasien
e. Benda-benda tajam yang tidak terpakai
Ketika menangani sisa-sisa bekas operasi, petugas yang bertugas mengumpulkan
termasuk petugas kebersihan harus memakai alat pelindung diri untuk mencegah pajanan.
Setelah sisa-sisa tersebut terkumpul, harus ditranspor ke area penyimpanan yang sesuai.
Selama transpor harus diperhatikan bahwa benda terkontaminasi tidak kontak dengan alat
steril. Untuk mencegah penyebaran infeksi, kereta pembawanya harus dibersihkan dan
didesinfeksi sesuai jadwal.
2. Transportasi laundry terkontaminasi
Sebelum membersihkan ruangan, linen kotor harus diangkat terlebih dahulu.
Tekstil, linen, dan kain terkontaminasi harus dipindahkan dengan kontak seminimal

18
mungkin dengan udara, permukaan, dan personel dalam ruangan. Sebelum memindahkan
laundry dari permukaan, harus dipastikan benda tajam dan barang nonlaundry lainnya
telah dipisahkan untuk memastikan keamanan transportasi dan trauma benda tajam. Dalam
melipat linen, pastikan bagian terkontaminasi berada di tengah sehingga bagian yang
bersih berperan sebagai barrier terhadap bagian yang kotor. Laundry terkontaminasi
ditempatkan di kontainer berwarna merah atau yang bertanda biohazard. Laundry yang
basah harus ditempatkan di kantong-kantong yang anti
bocor. Dalam transportasi, personel laundry tidak boleh memegang kantong berisi laundry
terkontaminasi dengan dengan tubuhnya atau meremas kantongnya untuk mencegah
tertusuk jarum atau benda tajamlain yang tanpa sengaja tertinggal.
3. Membersihkan area operasi
a. Kamar operasi minimal harus dibersihkan setiap 24 jam bila tidak ada kegiatan atau
ruangan tidak dipakai
b. Bila area terkontaminasi, maka kontaminasi harus dibersihkan/diangkat terlebih
dahulu baru area dibersihkan dengan desinfektan karena banyak kontaminan
menginaktivasi desinfektan
c. Bila kontaminasi basah, luas, dan infeksius, maka harus diletakkan kain yang bisa
menyerap cairan dan desinfektan dituang ke atas kain tersebut sampai semuanya
basah terendam. Dapat juga digunakan bubuk penyerap yang memadatkan cairan
d. Bahan desinfektan terhadap darah dan cairan tubuh yang direkomendasikan adalah
yang efektif terhadap virus hepatitis B dan HIV, tuberkulosis, dan yang cocok untuk
segala jenis permukaan, misalnya berpori maupun non-pori
e. Debu harus ditangani dengan menggunakan kain khusus debu atau alat pel yang
mencegah terbangnya debu. Untuk area yang lebih tinggi dari bahu, petugas
kebersihan harus menggunakan alat yang khusus didesain untuk permukaan tinggi.
Alat pembersih debu tidak boleh digoyang-goyangkan karena spora jamur bisa
beterbangan di udara
f. Untuk menghindari terpeleset atau tersandung, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan:
Area yang licin harus ditutup untuk sementara untuk semua karyawan,
kecuali petugas kebersihan Tutup pintu dan tempatkan tanda dilarang masuk
Mulai dari area yang paling bersih ke daerah yang paling kotor
Gunakan wax atau alas bergerigi untuk menciptakan permukaan anti slip
Pindahkan penghalang atau tanda-tanda dilarang masuk hanya setelah lantai
kering sempurna
Tim bedah harus menggunakan alas kaki anti slip

19
Keset harus tahan slip dan bila keset tersaturasi oleh cairan, harus segera
diganti
Pastikan kabel-kabel tidak melintang di tengah jalan. Kabel harus dibundel
sebaiknya di langit-langit jika memungkinkan
Alat-alat dan monitor harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga akses
jalan tidak terhalang dan lantai dapat terlihat
Pencahayaan harus diatur dengan baik agar dapat melihat dengan jelas di
dalam ruang operasi

Postoperative Care
1. Mengkaji status mental pasien, dapat dilakukan dengan menanyakan kepada pasien:
a. Tanggal hari ini
b. Hari apa hari ini
c. Nama tempat ia berada saat ini
d. Nomor teleponnya
e. Nama jalan tempat tinggalnya
f. Berapa umurnya
g. Kapan ia dilahirkan
h. Siapa nama gadis ibu kandungnya

Berapa hasil 20 dikurang 3, lalu hasilnya dikurang 3 lagi, dst sampai beberapa kali
2. Mengkaji status fisik pasien, dapat dilakukan dengan memeriksa tanda vital, derajat
nyeri, adanya pembengkakan, fungsi respirasi, drainage luka, efek samping anestesi, atau
deep vein thrombosis
3. Mengkaji obat-obatan yang dibutuhkan, hal ini meliputi obat-obatan apa yang harus
diteruskan dari operasi, atau mana yang harus distop atau obat-obat baru, termasuk darah
dan komponen-komponen darah yang diperlukan. Peresepan dan pemberian obat-obatan
tersebut harus dicatat dengan baik sesuai urutannya, semua perintah verbal diulang
kembali, dan dilabel secara benar. Dapat dipikirkan pemanfaatan teknologi komputer untuk
pendokumentasian maupun pengingat
4. Mencegah infeksi (khususnya dari surgical site, kateter urin, dan akses intravena)
a. Monitor ketat suhu tubuh dan kadar glukosa darah untuk mengurangi risiko infeksi
postoperatif dari surgical site
b. Gunakan kateter urin hanya bila diperlukan
c. Kurangi waktu penggunaan kateter urin, kateter harus sering diganti secara berkala

20
d. Gunakan teknik yang benar untuk insersi dan perawatan
e. Catat semua penggunaan kateter urin
f. Berikut ini contoh checklist untuk insersi akses sentral

Checklist untuk akses vena sentral


Tipe kateter:
o Arrow
o Cook antibiotic coated
Apakah ini adalah akses baru:
o Ya
o Tidak
Prosedur ini:
o Elektif
o Emergensi
Lokasi:
o IGD
o Kamar operasi
o Ruang rawat
Sebelum Tindakan
Sebelum melakukan prosedur apakah petugas kesehatan melakukan:
Procedural pause:
o Ya
o Ya setelah diingatkan
Konfirmasi identitas pasien 2 kali:
o Ya
o Ya setelah diingatkan
Mengumumkan prosedur yang akan dilakukan:
o Ya
o Ya setelah diingatkan
Menandai tempat akan dipasangnya:
o Ya
o Ya setelah diingatkan

Mencuci tangan (tanyakan bila ragu):


o Ya

21
o Ya setelah diingatkan
Menggunakan drape besar untuk cover pasien secara steril:
o Ya
o Ya setelah diingatkan
Selama Tindakan
Selama melakukan prosedur apakah petugas kesehatan melakukan:
Mengenakan sarung tangan steril selama memasang kateter:
o Ya
o Ya setelah diingatkan
Mengenakan topi, masker, dan gaun steril:
o Ya
o Ya setelah diingatkan
Mempertahankan lapang steril:
o Ya
o Ya setelah diingatkan
Apakah semua dokter anestesi, dokter, dan perawat melakukan
precaution yang sama (cuci tangan, masker, sarung tangan, gaun):
o Ya
o Ya setelah diingatkan
Apakah semua staf dan pasien di ruangan yang sama memakai masker:
o Ya
o Ya setelah diingatkan
Setelah Tindakan
Usai melakukan prosedur, apakah dressing menggunakan teknik steril:
o Ya
o Ya setelah diingatkan

Apakah dressing dicatat tanggalnya:


o Ya
o Ya setelah diingatkan

Proses Pemulangan Pasien


Beberapa poin kunci dalam pemulangan pasien:

22
1. komunikasi sedini mungkin dan sesering mungkin dengan pasien
2. koordinasi proses pemulangan (bukan hanya di hari terakhir, tetapi selama perawatan di
rumah sakit)
3. mengatur proses secara sistematik
4. melibatkan pasien dalam proses perencanaan pemulangan
5. edukasi pasien dan keluarganya
6. berbagi sumber dengan pasien, misalnya tentang layanan rumah pemesanan makanan
dan transportasi di komunitas
7. membuat perjanjian dengan pasien dan keluarganya, bila memungkinkan, untuk follow
up. Berikan catatan berisi nama, alamat, dan telepon yang bisa dihubungi
8. rekonsiliasi pengobatan, lakukan double-check untuk obat-obatan terakhir yang
diberikan untuk di rumah. Berikan kepada pasien daftar obat-obat yang akan ia konsumsi
di rumah, daftar tersebut harus mencakup deskripsi obat, indikasi, dosis, jadwal pemberian,
dan efek samping yang mungkin ditimbulkan. Hal ini bersama dengan pengertian pasien
harus selalu direkonfirmasi oleh tenaga kesehatan. Pasien dianjurkan untuk selalu
membawa daftar obatnya, termasuk ketika kontrol berobat
9. kolaborasi dengan layanan komunitas

Summary pemulangan:
a. diagnosis utama dan tambahan
b. riwayat pengobatan yang temuan fisik yang menunjang
c. tanggal operasi atau tindakan invasif dan perawatan
d. prosedur yang dilakukan
e. hasil prosedur dan hasil laboratorium yang dilakukan
f. rekomendasi konsultan subspesialis
g. informasi yang diberikan kepada pasien dan keluarganya
h. kondisi pasien dan status fungsional saat pemulangan
i. obat-obat yang diberikan setelah pulang
j. alasan penggantian obat
k. janji untuk follow up
l. hasil tes yang masih menunggu saat pemulangan
m. detail mengenai rencana follow up
n. nama dan kontak dokter bedah yang bertanggung jawab

Kesimpulan: Sepuluh Prinsip Pelayanan Bedah


1. Tim bedah mengoperasi pasien yang benar pada lokasi tubuh (situs) yang tepat
2. Tim bedah menggunakan cara-cara yang tepat untuk mencegah hal-hal yang
membahayakan yang diakibatkan penggunaan anestesi dalam melindungi pasien
dari nyeri

23
3. Tim bedah mengenali dan siap secara efektif menangani terhadap keadaan-keadaan
jalan napas atau fungsi respirasi yang mengancam nyawa
4. Tim bedah mengenali dan siap secara efektif menangani risiko pasien kehilangan
darah masif
5. Tim bedah menghindari mencetuskan reaksi alergi atau efek samping obat di mana
pasien telah diketahui memiliki risiko
6. Tim bedah secara konsisten menggunakan cara-cara yang tepat untuk
meminimalisasi risiko infeksi di lokasi/lapangan operasi
7. Tim bedah mencegah ketidaksengajaan meninggalkan kassa atau instrumen bedah
di dalam luka operasi
8. Tim bedah mengamankan dan mengidentifikasi secara akurat semua spesimen
bedah
9. Tim bedah mengkomunikasikan secara efektif segala informasi penting yang
diperlukan demi keamanan penanganan operasi
10. Rumah sakit dan sistem kesehatan menetapkan surveilans rutin tentang surgical
capacity, volume, dan results

Prinsip pertama
Mengidentifikasi pasien dengan pasien sendiri (atau caregiver), label dan informed
consent (tidak hanya nama, tetapi juga tanggal lahir, alamat, dan nomer induk
pasien), bagian (sisi) tubuh yang akan dioperasi, dan mencek rekam medis pasien
dan hasil radiologi
o Identifikasi dilakukan ketika prosedur akan dijadwalkan, ketika perawatan
pasien dipindahtangankan/ditransfer, sebelum pasien memasuki kamar
operasi/tindakan, dan sebelum dilakukan induksi anestesi
Menandai bagian tubuh (sisi) yang akan dioperasi
o Penandaan harus dilakukan oleh dokter bedah atau diwakilkan oleh orang
yang pasti hadir dalam ruang operasi saat insisi
o Penandaan harus dilakukan saat pasien sadar agar pasien bisa dilibatkan
untuk konfirmasi atau jika tidak memungkinkan dapat diwakilkan oleh
caregiver
o Penandaan harus jelas dengan spidol/penanda permanen, bisa dengan anak
panah dengan ujung mengarah pada titik yang akan dioperasi atau dengan
memberikan inisial/tanda tangan dokter bedahnya
Melakukan time-out atau surgical pause sesaat sebelum insisi
o Dokter bedah menyatakan dengan jelas nama pasien, jenis operasi yang
akan dilakukan, dan sisi lokasi yang akan dioperasi. Perawat dan

24
penata/dokter anestesi harus mengkonfirmasi bahwa informasi yang
dinyatakan benar
Prinsip Kedua
Penata/dokter anestesi mengecek kelengkapan peralatan anestesi yang meliputi:
o mesin atau apparatus yang mensuplai gas, uap, anestesi lokal, atau intravena
untuk menginduksi maupun mempertahankan anestesi
o alat-alat yang diperlukan untuk patensi jalan napas
o mesin monitor yang diperlukan untuk evaluasi kontinyu pasien
Pengecekan ini dilakukan setiap harinya di awal hari operasi, sebelum melakukan
setiap tindakan anestesi, dan setelah setiap adanya perbaikan atau pemeliharaan,
atau setiap pembelian alat baru
Penata/dokter anestesi memastikan oksimeter denyut sudah terpasang dengan baik
pada pasienPenyediaan suplai dan pemeliharaan mesin, perlengkapan anestesi, dan
obat-obatan anestesi adalah tanggung jawab pihak manajemen rumah sakit
Penata/dokter anestesi dipastikan sudah mengisi checklist di bawah ini

25
Prinsip Ketiga
Semua pasien harus dievaluasi jalan napasnya sebelum induksi anestesi, untuk
menilai potensial bahaya
Penata/dokter anestesi harus memiliki strategi penanganan jalan napas dan siap
melakukannya pada saat-saat yang diperlukan
Apabila ditemukan kasus sulit jalan napas, harus tersedia asisten (atau orang kedua)
untuk segera membantu dan harus selalu ada rencana back up, seperti anestesi
regional atau intubasi sadar di bawah pengaruh anestesi lokal
Seluruh penata/dokter anestesi harus terus mempertahankan dan meningkatkan
kemampuannya dalam hal tata laksana jalan napas, terutama untuk kasus-kasus
sulit

26
Setelah intubasi, penata/dokter anestesi harus selalu mencek penempatan ETT
dengan mendengarkan suara napas yang simetris dan ventilasi lambung, serta
memantau oksigenasi pasien dengan oksimeter denyut
Pasien yang akan menjalani operasi elektif harus dipuasakan dan untuk pasien yang
berisiko aspirasi harus diberikan obat untuk mengurangi sekresi lambung dan
meningkatkan pH

Prinsip Keempat
Sebelum induksi anestesi, penata/dokter anestesi harus mempertimbangkan
kemungkinan kehilangan darah masif dan bila hal itu termasuk berisiko, harus
dipersiapkan secara matang. Bila risiko tidak diketahui, penata/dokter anestesi
harus mengkomunikasikan hal ini dengan dokter bedah sehubungan dengan
kemungkinan terjadinya
Sebelum insisi kulit, tim bedah harus mendiskusikan tentang risiko kehilangan
darah masif ini dan memastikan akses intravena yang adekuat untuk mengatasinya
Seorang anggota dari tim bedah sebaiknya mengkonfirmasi ketersediaan darah jika
sewaktu-waktu diperlukan selama operasi berlangsung
Prinsip Kelima
Penata/dokter anestesi harus sepenuhnya memahami farmakologi obatobatan yang
ia berikan, termasuk toksisitasnya
Setiap pasien yang akan diberikan obat, sebelumnya harus diidentifikasi secara
jelas dan eksplisit oleh orang yang akan memberikan obat
Identifikasi meliputi riwayat penggunaan obat yang jelas, informasi mengenai
alergi dan reaksi hipersensitivitas lainnya
Obat-obatan harus berlabel (mencakup nama obat, konsentrasi, tanggal
kadaluwarsa) dan harus diperiksa kesesuaiannya dengan dicek ulang sebelum
pemberian, terlebih yang akan dimasukkan ke dalam jarum suntik
Sebelum setiap pemberian obat, harus dikomunikasikan agar terjadi kesesuaian
pemahaman mengenai indikasi, kontraindikasi, dan informasi lainnya yang relevan
Harus dipastikan tidak ada kesalahan pemberian obat baik karena tertukar atau
nama yang mirip atau kemasan yang serupa. Obat-obatan yang berbahaya
sebaiknya dipisahkan tempat penyimpanannya dan disusun secara sistematik
Setiap kesalahan pemberian obat yang terjadi selama anestesi harus dilaporkam dan
dibahas

Prinsip ke enam

27
Antibiotik profilaksis harus diberikan secara rutin pada kasus bedah yang memiliki
kemungkinan terkontaminasi dan dipertimbangkan pada kasus bedah tanpa
kontaminasi
Pemberian antibiotik profilaksis dalam kurun waktu 1 jam sebelum insisi dilakukan
dan diberikan dalam dosis yang sesuai untuk patogen yang biasa mengkontaminasi
prosedur tersebut
Sebelum insisi kulit, tim bedah harus mengkonfirmasi pemberian antibiotik
profilaksis tersebut sudah dilakukan pada 1 jam sebelumnya. Untuk pemberian
vancomycin, infus harus sudah selesai/rampung sekurangkurangnya 1 jam sebelum
insisi dilakukan
Harus ada sistem sterilisasi rutin untuk semua peralatan bedah dengan indikator
yang dapat diperiksa sebelum alat-alat diletakkan pada tempattempat steril
Sebelum dilakukan induksi anestesi, perawat yang bertanggung jawab untuk
menyiapkan tempat alat-alat bedah harus mengkonfirmasi sterilitas alat-alat dengan
mengevaluasi indikator dan harus memberitahukan kepada dokter bedah dan
penata/dokter anestesi bila terjadi masalah
Pemberian dosis ulang antibiotik profilaksis harus dipertimbangkan bila prosedur
bedah memerlukan waktu lebih dari 4 jam atau jika ada bukti perdarahan masif
intraoperatif. Bila digunakan vancomycin, tidak diperlukan pemberian dosis ulang
kecuali prosedur bedah memerlukan waktu lebih dari 10 jam
Antibiotik profilaksis harus distop dalam 24 jam setelah operasi
Rambut tidak harus dipotong kecuali akan mengganggu tindakan operasi. Bila
diperlukan, pemotongan harus dilakukan dalam waktu 2 jam sebelum operasi.
Pencukuran tidak dianjurkan karena meningkatkan risiko infeksi
Pasien bedah harus mendapatkan oksigen perioperasi sesuai kebutuhan masing-
masing
Suhu inti tubuh harus dipantau dan dipertahankan normotermia selama perioperatif

28
Seluruh kulit pasien yang akan dioperasi harus dipersiapkan dengan antiseptik yang
sesuai sebelum operasi. Agen antimikroba harus dipilih berdasarkan
kemampuannya menurunkan jumlah mikroba pada kulit dengan cepat dan
kemanjurannya selama operasi

Antiseptik tangan pembedah harus menggunakan sabun antiseptik. Tangan dan


lengan harus digosok 2-5 menit. Bila tangan sudah bersih, dapat menggunakan
alkohol untuk antiseptik
Tim bedah harus menutup rambut dan memakai gaun steril dan sarung tangan steril
impermeabel, dan masker selama operasi
Rokok sebaiknya distop setidak-tidaknya 30 hari sebelum operasi elektif bila
memungkinkan
Penutup steril setelah pembedahan harus dipertahankan di atas luka operasi 24-48
jam
Harus dilakukan surveilans aktif untuk infeksi oleh tenaga kontrol infeksi terlatih
informasi yang diperoleh harus dilaporkan kepada dokter bedah dan administrasi
yang bersangkutan
Perlu dipertahankan aliran udara bertekanan positif di dalam kamar operasi
Kamar operasi harus dibersihkan dengan seksama setelah kasus-kasus infeksi atau
operasi yang kotor dan setiap akhir hari operasi
Perlu dilakukan penyuluhan mengenai kontrol dan pencegahan infeksi setidaknya
setahun sekali

Prinsip Ketujuh
Setelah operasi selesai, dokter bedah harus melakukan eksplorasi alatsecara
berurutan sebelum menutup kavitas atau lapang operasi
Pada awal dan akhir operasi dilakukan penghitungan lengkap (full count) kassa,
alat-alat tajam, instrumen (plester, klip, dan lain-lain), terutama bila operasi
melibatkan kavitas peritoneal, retroperitoneal, pelvis, dan toraks

29
Penghitungan dilakukan oleh sekurang-kurangnya 2 orang perawat yang sama, atau
dengan alat penghitung otomatis (jika ada)
Sebelum penghitungan selesai, tidak boleh mengeluarkan alat dari dalam kamar
operasi, meskipun ada alat yang terjatuh ke lantai
Bila karena satu dan lain hal penghitungan terputus, mulai lagi penghitungan dari
awal
Idealnya hasil penghitungan dicatat dan disertakan dalam status pasien, dapat juga
dilakukan penghitungan menggunakan whiteboard, tetapi hasilnya tetap harus
dicantumkan di dalam status pasien
Kassa dipak per 5 atau 10. Pak yang ternyata ditemukan tidak sesuai harus ditandai,
dipak ulang, dipindahkan dari lapang steril, dan dipisahkan dari kassa lain
Jarum jahit dihitung berdasarkan jumlah yang tertera pada kemasan dan harus
diverifikasi. Tidak boleh meletakkan jarum dalam keadaan bebas di atas meja,
jarum harus selalu berada pada alat pemegang jarum (needle holder) atau di dalam
kemasannya, atau di tempat jarum/kontainer
Semua alat harus dihitung per jenis itemnya. Demikian pula bila ada alat yang
rusak
Bila terjadi miskalkulasi, alat yang hilang harus dicari (misalnya di lantai, tong
sampah, kain, tubuh pasien, sekitar pasien, meja operasi, dan lain-lain)
Bila alat yang hilang masih tidak dapat ditemukan, lakukan X-ray. Demikian pula
bila terjadi kelupaan menghitung, harus dilakukan X-ray
Alasan tidak dilakukan penghitungan dan hasil X-ray harus disertakan di status
pasien
Dipertimbangkan penggunaan alat-alat operasi yang bisa terdeteksi X-ray (misalnya
dengan barcode atau radio-label)

Prinsip Kedelapan
Tim bedah harus mengkonfirmasi bahwa semua spesimen bedah dilabel dengan
benar dengan mencantumkan identitas pasien, nama spesimen, dan lokasi asal
diambilnya
Hal tersebut harus dibacakan dengan jelas oleh salah seorang anggota tim bedah
dan satu orang lainnya mengkonfirmasi/menyetujui

Prinsip Kesembilan
Sebelum insisi kulit, dokter bedah, perawat, dan penata/dokter anestesi harus
menginformasikan hal-hal khusus atau penting yang berbeda dari operasi biasa,

30
seperti risiko kehilangan darah masif, alat-alat khusus yang akan digunakan, dan
komorbiditas lainnya
Untuk kasus-kasus tertentu di mana pencitraan radiologi dibutuhkan, tim bedah
harus memastikan peralatan siap sedia
Sebelum pasien meninggalkan ruang bedah, dokter bedah harus menginformasikan
anggota tim lainnya mengenai alterasi yang dilakukan, masalah yang mungkin
terjadi pada periode postoperatif dan rencana penatalaksanaannya
Penata/dokter anestesi harus menyimpulkan keadaan klinis pasien selama operasi
dan memberitahukan instruksi untuk tata laksana pasien selanjutnya
Harus dibuat laporan pembedahan dengan sekurang-kurangnya dokter bedah
mencantumkan nama prosedur (utama dan tambahan), nama asisten, detail
prosedur, dan kehilangan darah intraoperatif; dokter anestesi mencantumkan tanda-
tanda vital intraoperatif, obat dan cairan yang
dimasukkan, dan kejadian instabilitas (bila ada); perawat mencantumkan
penghitungan alat/instrumen, nama penghitung, alat-alat/kassa yang sengaja
ditinggalkan di dalam tubuh pasien, dan alasan bila tidak dilakukan penghitungan
Rekam medis pasien harus jelas mencantumkan nama dan nomer pasien di setiap
halamannya, ditulis atau diketik lengkap dengan tanggal dan waktu, objektif atau
sesuai dengan fakta, kontemporer atau dicatat sesegera mungkin tanpa ditunda,
mudah dilacak, asli dan jika ada yang salah segera dikoreksi, setiap perubahan
harus mencantumkan tanggal dan ditandatangani dan menyertakan catatan yang
menjelaskan mengapa perubahan itu terjadi
Sebaiknya dicantumkan pula seluruh nama anggota tim bedah

Prinsip Kesepuluh
Untuk surveilans tingkat rumah sakit, harus mengumpulkan data secara sistematik
mengenai angka mortalitas day-of-surgery, angka mortalitas inhospital postoperatif,
angka infeksi di situs operasi (surgical site), dan surgical apgar score

31
Checklist Panduan Bedah

32
Sebelum induksi anestesi (minimal oleh perawat dan penata/dokter anestesi)
Apakah pasien sudah dikonfirmasi mengenai identitasnya, bagian tubuh (situs) yang akan
dioperasi, prosedurnya, dan persetujuan tindakan operasi?
o Ya
Apakah bagian tubuh yang akan dioperasi telah ditandai?
o Ya
o Tidak memungkinkan untuk ditandai
Apakah mesin anestesi dan obat-obatan sudah dicek lengkap?
o Ya
Apakah oksimeter denyut sudah terpasang pada pasien dan berfungsi dengan baik?
o Ya
Apakah pasien diketahui memiliki:
Alergi?
o Tidak
o Ya
Jalan napas sulit atau risiko aspirasi?
o Tidak
o Ya, dan perlengkapan penunjang untuk mengatasi sudah tersedia
Risiko kehilangan darah >500 ml (7ml/kg untuk pasien anak)?
o Tidak
o Ya, dan 2 akses intravena atau akses sentral dan cairan sudah terencana
Sebelum insisi kulit (minimal oleh perawat, penata/dokter anestesi, dan dokter
bedah)
o Mengkonfirmasi semua anggota tim bedah telah memperkenalkan diri dengan menyebut
nama dan tugas/peran masing-masing
o Mengkonfirmasi nama pasien, prosedur/tindakan operasi, dan di mana insisi akan
dilakukan
Apakah antibiotik profilaksis telah diberikan dalam kurun waktu 60 menit?
o Ya
o Tidak memungkinkan untuk dilakukan
Mengantisipasi Situasi Kritis
Untuk dokter bedah:
o Apa saja langkah-langkah non-rutin atau untuk situasi kritis?
o Berapa lama kasus ini akan tertangani?

33
o Berapa anticipated blood loss?
Untuk penata/dokter anestesi:
o Apakah ada perhatian khusus yang spesifik untuk pasien ini?
Untuk tim perawat:
o Apakah sterilitas (termasuk hasil indikator) telah dikonfirmasi?
o Apakah ada hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai peralatan atau hal lainnya?
Apakah hasil radiologi ditampilkan/ditayangkan?
o Ya
o Tidak memungkinkan untuk dilakukan

Sebelum pasien meninggalkan kamar operasi (minimal oleh perawat, penata/dokter


anestesi, dan dokter bedah)
Perawat (secara verbal) mengkonfirmasi:
o Nama/jenis prosedur
o Tuntas menghitung alat, kassa, dan jarum
o Label spesimen (membaca lantang label spesimennya, termasuk nama pasien)
o Ada tidaknya masalah peralatan yang perlu disebutkan
Untuk dokter bedah, penata/dokter anestesi, dan perawat:
o Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan untuk recovery dan penatalaksanaan pasien ini

34
BAB IV
DOKUMENTASI

Setiap tindakan yang dilakukan dalam pelayanan pembedahan didokumentasikan


dalam rekam medis pasien. Tindakan meliputi sebelum, selama dan setelah
pembedahan.
Untuk memastikan bahwa pelayanan pembedahan dilakukan sesuai standar yang
ditetapkan, maka dilakukan monitoring dan evaluasi dilakukan sebelum, selama
mapun setelah pembedahan mengenai hal-hal :
Kepatuhan dalam melakukan prosedur pembedahan yang berlaku
Ketepatan dalam melakukan intervensi tindakan maupun keperawatan
dalam pembedahan
Laporan Insiden Keselamatan Pasien Bedah

35
DAFTAR PUSTAKA

Elemen Penilaian Akreditasi Rumah Sakit (Edisi I), Komisi Akreditasi Rumah Sakit, tahun
2011
Buku Panduan Dasar-Dasar Keterampilan Bagi Perawat Kamar Bedah,PP HIPKABI,
HIPKABI Press, Jakarta, tahun 2008
Depkes RI, Dirjen Bina Pelayanan Medik, 2007, Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Rumah Sakit, Jakarta

Kapita Selekta Kedokteran, 1999, Editor: Arif Mansjoer dkk, Edisi 3, Jilid 1,. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta

Ilmu Kandungan, 1999, Editor : Hanifa Wiknjosastro dkk, Edisi II, Cetakan 3, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Doengoes Marillyn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made
Sumarwati, Editor : Monica Ester, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Carpenitto Linda Jual, 2000, Asuhan Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta

36
BAB IV
PENUTUP

Dalam rangka persaingan era global, kepuasan individu, kepuasan tim operasi dan
kepuasan kamar operasi serta kepuasan rumah sakit menjadi perhatian utama yang harus
dipenuhi.Beberaa hal yang harus dilakukan dan dipenuhi agar tercapai kepuasan yang
diinginkan meliputi tim operasi yang memiliki kompetensi di kamar operasi dan diakui
kewenangannya sebagai tim operasi di kamar operasi baik itu sebagai operator
bedah,anestesi maupun perawatnya. Buku ini disusun sebagai salah satu upaya bagi rumah
sakit untuk mewujudkan kepuasan bagi pelanggan internal maupun eksternal tentang
pelayanan bedah di rumah sakit. Ketidaksempurnaan buku ini akan senantiasa diisi dengan
saran dan masukan yang membangun serta pengetahuan dan keterampilan terkini tentang
perkembangan ilmu kedokteran bedah sehingga rumah sakit tidak tertinggal dalam
melakukan pelayanan pembedahan.

37
LAMPIRAN

Jenis pelayanan bedah di rumah sakit tipe D sesuai dengan Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Rumah Sakit meliputi :

Melakukan penanganan kegawatdaruratan pada bedah akut abdomen (kolik, ileus,


appendisitis trauma)
Melakukan bedah minor (insisi abses, ekstirpasi tumor kecil jinak pada kulit,
ekstraksi kuku/benda asing, sirkumsisi)
Trauma tumpul merusak organ maupun tidak merusak organ penting
Patah tulang tertutup/terbuka, luksasi, dislokasi
Bedah kecil (false emergency)

A. APENDISITIS

Definisi :

Apendisitis adalah suatu peradangan yang sering terjadi pada appendiks yang
merupakan kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi.

38
Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau
penyumbatan akibat :

Hiperplasia dari folikel limfoid


Adanya fekalit dalam lumen appendiks
Tumor appendiks
Adanya benda asing seperti cacing askariasis
Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.

Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah


serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan apendisitis. Hal tersebut
akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks
dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon

Tanda Dan Gejala Apendisitis :

Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila
dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai.Derajat nyeri tekan, spasme
otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan
lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat
terasa di daerah lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat
diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung
appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah
otot rektum kanan dapat terjadi.Tand Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi
kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran
bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar ; distensi
abdomen terjadi akibat ileus paralitikdan kondisi klien memburuk.

39
Komplikasi Apendisitis

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi appendiks, yang dapat berkembang


menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 105 sampai 32%. Insiden lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan
nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7o C atau lebih tinggi, nyeri tekan
abdomen yang kontinue.

Penatalaksanaan Apendisitis

Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam
waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler,
diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi
perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.

Tindakan pre operatif : meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan


kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirah baring dan
dipuasakan
Tindakan operatif : appendiktomi
Tindakan post operatif : satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak
di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri
tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat.

Asuhan Keperawatan Apendisitis

40
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Riwayat Keperawatan :
Riwayat kesehatan saat ini ; keluhan nyeri pada luka post operasi
apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
Riwayat kesehatan masa lalu
Pemeriksaan fisik meliputi :
o Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada
tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi
jantung.
o Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan
leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan,
mimisan splenomegali.
o Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan
keluhan sakit pinggang.
o Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan
dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau
tidak.
o Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran kelenjar getah bening
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi.
Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca
pembedahan.

Diagnosa Keperawatan Apendisitis

a. Pre operasi
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah pre operasi.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh
inflamasi.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
b. Post operasi
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi
apendektomi.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berkurang berhubungan dengan
anorexia, mual.

41
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah. Kurang pengetahuan
tentang perawatan dan penyakit berhubungan dengan kurang informasi.

Perencanaan

1. Persiapan umum operasi

Hal yang bisa dilakukan oleh perawat ketika klien masuk ruang perawat sebelum
operasi :

Memperkenalkan klien dan kerabat dekatnya tentang fasilitas rumah sakit untuk
mengurangi rasa cemas klien dan kerabatnya (orientasi lingkungan).
Mengukur tanda-tanda vital.
Mengukur berat badan dan tinggi badan.
Kolaborasi pemeriksaan laboratorium yang penting (Ht, Serum Glukosa,
Urinalisa).
Wawancara.
2. Persiapan klien malam sebelum operasi

Empat hal yang perlu diperhatikan pada malam hari sebelum operasi :

Persiapan kulit
o Kulit merupakan pertahanan pertama terhadap masuknya bibit penyakit.
Karena operasi merusak integritas kulit maka akan menyebabkan resiko
terjadinya infeksi.
o Mencukur rambut pubis supaya tidak mengganggu prosedur operasi.
Persiapan saluran cerna
Persiapan kasus yang dilakukan pada saluran cerna berguna untuk :
o Mengurangi kemungkinan bentuk dan aspirasi selama anestasi.
o Mengurangi kemungkinan obstruksi usus.
o Mencegah infeksi faeses saat operasi.
Untuk mencegah tiga hal tersebut dilakukan :
o Puasa dan pembatasan makan dan minum.
o Pemberian enema jika perlu.
o Memasang tube intestine atau gaster jika perlu.
o Jika klien menerimaanastesi umum tidak boleh makan dan minum
selama 8 10 jam sebelum operasi : mencegah aspirasi gaster. Selang
gastro intestinal diberikan malam sebelum atau pagi sebelum operasi
untuk mengeluarkan cairan intestinal atau gester.
Persiapan untuk anastesi

42
Ahli anastesi akan berkunjung pada pasien pada malam sebelum operasi untuk
melakukan pemeriksaan lengkap kardiovaskuler dan neurologis. Hal ini akan
menunjukkan tipe anastesi yang akan digunakan selama operasi.
Meningkatkan istirahat dan tidur
Klien pre operasi akan istirahat cukup sebelum operasi bila tidak ada gangguan
fisik, tenaga mentalnya dan diberi sedasi yang cukup.

3. Persiapan pagi hari sebelum operasi pasien


Mencatat tanda-tanda vital
Cek gelang identitas klien
Cek persiapan kulit dilaksanakan dengan baik
Cek kembali instruksi khusus seperti pemasangan infus
Yakinkan bahwa klien tidak makan dalam 8 jam terakhir
Anjurkan klien untuk buang air kecil
Perawatan mulut jika perlu
Bantu klien menggunakan baju RS dan penutup kepala
Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-tanda hipoksia lebih
mudah.
4. Intervensi pre operasi
Obsevasi tanda-tanda vital
Kaji intake dan output cairan
Auskultasi bising usus
Kaji status nyeri : skala, lokasi, karakteristik
Ajarkan tehnik relaksasi
Beri cairan intervena
kaji tingkat ansietas
Beri informasi tentang proses penyakit dan tindakan
5. Intervensi post operasi
Observasi tanda-tanda vital
Kaji skala nyeri : Karakteristik, skala, lokasi
Kaji keadaan luka
Anjurkan untuk mengubah posisi seperti miring ke kanan, ke kiri dan duduk.
Kaji status nutrisi
Auskultasi bising usus
Beri informasi perawatan luka dan penyakitnya.
6. Evaluasi
Gangguan rasa nyaman teratasi
Tidak terjadi infeksi
Gangguan nutrisi teratasi
Klien memahami tentang perawatan dan penyakitnya
Tidak terjadi penurunan berat badan
Tanda-tanda vital dalam batas normal

B. SEKSIO SESARIA

43
Pengertian

Seksio sesaria adalah suatu tindakan melahirkan janin melalui suatu pembedahan
dengan cara melakukan insisi pada dinding perut dan dinding rahim.
Klasifikasi
Jenisjenis seksio sesarea :
Seksio sesarea klasik (korporal)
Dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira kira sepanjang 10 cm.
Seksio sesarea ismika (profunda)
Dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.
Etiologi
1. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak
ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul), ada sejarah kehamilan dan
persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta previa terutama pada
primigravida, solutsio plasenta tingkat I II, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsia-
eklampsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai penyakit ( jantung, DM ), gangguan
perjalanan persalinan ( kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya ).
2. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus
tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forseps ekstraksi.

Patofisiologi
Terjadi kelainan pada ibu dan janin yang menyebabkan tidak mungkin dilakukannya
persalinan pervaginam, sehingga dianjurkan untuk dilakukannya persalinan dengan
tindakan SC.

44
Komplikasi
1. Infeksi puerperalis
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dsb.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri ikut
terbuka, atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lain
Seperti luka kandung kencing, embolisme paru-paru, dan sebagainya sangat jarang
terjadi.

45
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut pada dinding
uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan
peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.
Penatalaksanaan
Perawatan Post Operasi Seksio Sesarea :
a. Analgesia
Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg Meperidin (intra
muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit
atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin.
Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan adalah
50 mg. Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg
Meperidin.
Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan
bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.
b. Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah,
nadi jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus
diperiksa.
c. Terapi cairan dan Diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup
selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun
demikian, jika output urine jauh di bawah 30 ml / jam, pasien harus segera
di evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua.
d. Vesika Urinarius dan Usus
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan
paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari
pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan
usus baru aktif kembali pada hari ketiga.
e. Ambulasi
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan
dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari
kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.

f. Perawatan Luka
Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternatif
ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan
kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling

46
lambat hari ke tiga post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan
luka insisi.
g. Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut
harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa
atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia.
h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri.
i. Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit
Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila
diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari ke empat dan ke lima post
operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan
bayinya dengan bantuan orang lain.
Konsep dasar asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital
b. Data Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang :
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien
operasi.
Riwayat Kesehatan Dahulu :
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang, Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang
sama (Plasenta previa).
Riwayat Kesehatan Keluarga :
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada
juga mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
c. Data Sosial Ekonomi
Penyakit ini dapat terjadi pada siapa saja, akan tetapi kemungkinan dapat lebih
sering terjadi pada penderita malnutrisi dengan sosial ekonomi rendah.
d. Data Psikologis

47
Pasien biasanya dalam keadaan labil.
Pasien biasanya cemas akan keadaan seksualitasnya.
Harga diri pasien terganggu
e. Pemeriksaan Penunjang
USG, untuk menetukan letak impiantasi plasenta.
Pemeriksaan hemoglobin
Pemeriksaan Hematokrit
2. Diagnosa keperawatan
Transisi Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan atau
adanya peningkatan anggota keluarga (Doengoes,2001).
Gangguan nyaman : nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan
(Doengoes,2001).
Ansietas berhubungan dengan situasi, ancaman pada konsep diri, transmisi / kontak
interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi (Doengoes,2001).
Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan
(Doengoes,2001).
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / kulit rusak
(Doengoes,2001)
Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (Doengoes,2001).
Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan dengan
kurang pemajanan informasi, tidak mengenal sumber-sumber (Doengoes,2001)
Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma atau diversi mekanisme
efek-efek hormonal/anastesi (Doengoes,2001)
Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestesi, penurunan
kekuatan dan ketahanan, ketidatnyamana fisik (Doengoes,2001)
3. Intervensi dan rasional
a. Dx 1 : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan transisi /
peningkatan anggota keluarga.
- Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapat menerima
perubahan dalam keluarga dengan anggota barunya.
- Kriteria hasil :
a) Menggendong bayi, bila kondisi memungkinkan
b) Mendemontrasikan prilaku kedekatan dan ikatan yang tepat
c) Mulai secara aktif mengikuti perawatan bayi baru lahir dengan cepat.
- Intervensi :
a) Anjurkan pasien untuk menggendong, menyetuh dan memeriksa bayi, tergantung pada
kondisi pasien dan bayi, bantu sesuai kebutuhan.

48
Rasional : Jam pertama setelah kelahiran memberikan kesempatan unik untuk ikatan
keluarga terjadi karena ibu dan bayi secara emosional dan menerima isyarat satu sama
lain, yang memulai kedekatan dan proses pengenalan.
b) Berikan kesempatan untuk ayah / pasangan untuk menyentuh dan menggendong bayi
dan Bantu dalam perawatan bayi sesuai kemungkinan situasi.
Rasional : membantu memudahkan ikatan / kedekatan diantara ayah dan bayi.
Memberikan kesempatan untuk ibu memvalidasi realitas situasi dan bayi baru lahir.
c) Observasi dan catat interaksi keluarga bayi, perhatikan perilaku yang dianggap
menggandakan dan kedekatan dalam budaya tertentu.
Rasional : pada kontak pertama dengan bayi, ibu menunjukkan pola progresif dari
perilaku dengan cara menggunakan ujung jari.
d) Diskusikan kebutuhan kemajuan dan sifat interaksi yang lazim dari ikatan. Perhatikan
kenormalan dari variasi respon dari satu waktu ke waktu.
Rasional : membantu pasien dan pasangan memahami makna pentingnya proses dan
memberikan keyakinan bahwa perbedaan diperkirakan.
e) Sambut keluarga dan sibling untuk kunjungan sifat segera bila kondisi ibu atau bayi
memungkinkan.
Rasional : meningkatkan kesatuan keluarga dan membantu sibling memulai proses
adaptasi positif terhadap peran baru dan memasukkan anggota baru kedalam struktur
keluarga.
f) Berikan informasi, sesuai kebutuhan, keamanan dan kondisi bayi. Dukungan pasangan
sesuai kebutuhan.
Rasional : membantu pasangan untuk memproses dan mengevaluasi informasi yang
diperlukan, khususnya bila periode pengenalan awal telah terlambat.
g) Jawab pertanyaan pasien mengenai protokol, perawatan selama periode pasca kelahiran.
Rasional : informasi menghilangkan ansietas yang dapat menggangu ikatan atau
mengakibatkan absorpsi dari pada perhatian terhadap bayi baru lahir.
b. Dx 2 : Ketidaknyamanan : nyeri, akut berhubungan dengan trauma pembedahan.
- Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ketidaknyamanan ; nyeri
berkurang atau hilang.
- Kriteria hasil :
a) Mengungkapkan kekurangan rasa nyeri.
b) Tampak rileks mampu tidur.
c) Skala nyeri 1-3

49
- Intervensi :
a) Tentukan lokasi dan karakteristik ketidaknyamanan perhatikan isyarat verbal dan non
verbal seperti meringis.
Rasional : pasien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan ketidaknyamanan
secara langsung. Membedakan karakteristik khusus dari nyeri membantu membedakan
nyeri paska operasi dari terjadinya komplikasi.
b) Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab ketidaknyamanan dan
intervensi yang tepat.
Rasional : meningkatkan pemecahan masalah, membantu mengurangi nyeri berkenaan
dengan ansietas.
c) Evaluasi tekanan darah dan nadi ; perhatikan perubahan prilaku.
Rasional : pada banyak pasien, nyeri dapat menyebabkan gelisah, serta tekanan darah
dan nadi meningkat. Analgesia dapat menurunkan tekanan darah.
d) Perhatikan nyeri tekan uterus dan adanya atau karakteristik nyeri.
Rasional : selama 12 jam pertama paska partum, kontraksi uterus kuat dan teratur dan
ini berlanjut 2 3 hari berikutnya, meskipun frekuensi dan intensitasnya dikurangi
faktor-faktor yang memperberat nyeri penyerta meliputi multipara, overdistersi uterus.
e) Ubah posisi pasien, kurangi rangsangan berbahaya dan berikan gosokan punggung dan
gunakan teknik pernafasan dan relaksasi dan distraksi.
Rasional : merilekskan otot dan mengalihkan perhatian dari sensasi nyeri.
Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan distraksi tidak menyenangkan,
meningkatkan rasa sejahtera.
f) Lakukan nafas dalam dengan menggunakan prosedur- prosedur pembebasan dengan
tepat 30 menit setelah pemberian analgesik.
Rasional : nafas dalam meningkatkan upaya pernapasan. Pembebasan menurunkan
regangan dan tegangan area insisi dan mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan
berkenaan dengan gerakan otot abdomen.
g) Anjurkan ambulasi dini. Anjurkan menghindari makanan atau cairan berbentuk gas;
misal : kacang-kacangan, kol, minuman karbonat.
Rasional : menurunkan pembentukan gas dan meningkatkan peristaltik untuk
menghilangkan ketidaknyamanan karena akumulasi gas.
h) Palpasi kandung kemih, perhatikan adanya rasa penuh. Memudahkan berkemih periodik
setelah pengangkatan kateter indwelling.

50
Rasional : kembali fungsi kandung kemih normal memerlukan 4-7 hari dan overdistensi
kandung kemih menciptakan perasaan dan ketidaknyamanan.
c. Dx 3 : Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri,
transmisi / kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi.
- Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ansietas dapat berkurang
atau hilang.
- Kriteria hasil :
a) Mengungkapkan perasaan ansietas
b) Melaporkan bahwa ansietas sudah menurun
c) Kelihatan rileks, dapat tidur / istirahat dengan benar.
- Intervensi :
a) Dorong keberadaan atau partisipasi pasangan
Rasional : memberikan dukungan emosional; dapat mendorong mengungkapkan
masalah.
b) Tentukan tingkat ansietas pasien dan sumber dari masalah.
Rasional Mendorong pasien atau pasangan untuk mengungkapkan keluhan atau harapan
yang tidak terpenuhi dalam proses ikatan/menjadi orangtua.
c) Bantu pasien atau pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme koping baru yang lazim
dan perkembangan strategi koping baru jika dibutuhkan.
Rasional : membantu memfasilitasi adaptasi yang positif terhadap peran baru,
mengurangi perasaan ansietas.
d) Memberikan informasi yang akurat tentang keadaan pasien dan bayi.
Rasional : khayalan yang disebabkan informasi atau kesalahpahaman dapat
meningkatkan tingkat ansietas.
e) Mulai kontak antara pasien/pasangan dengan baik sesegera mungkin.
Rasional : mengurangi ansietas yang mungkin berhubungan dengan penanganan bayi,
takut terhadap sesuatu yang tidak diketahui, atau menganggap hal yang buruk
berkenaan dengan keadaan bayi.
d. Dx 4 : Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa
kehidupan.
- Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak lagi
mengungkapkan perasaan negatif diri dan situasi
- Kriteria hasil :

51
a) Mengungkapkan pemahaman mengenai faktor individu yang mencetuskan situasi saat
ini.
b) Mengekspresikan diri yang positif.
- Intervensi :
a) Tentukan respon emosional pasien / pasangan terhadap kelahiran sesarea.
Rasional : kedua anggota pasangan mungkin mengalami reaksi emosi negatif terhadap
kelahiran sesarea meskipun bayi sehat, orangtua sering berduka dan merasa kehilangan
karena tidak mengalami kelahiran pervagina sesuai yang diperkirakan.
b) Tinjau ulang partisipasi pasien/pasangan dan peran dalam pengalaman kelahiran.
Identifikasi perilaku positif selama proses prenatal dan antepartal.
Rasional : respon berduka dapat berkurang bila ibu dan ayah mampu saling membagi
akan pengalaman kelahiran, sebagai dapat membantu menghindari rasa bersalah.
c) Tekankan kemiripan antara kelahiran sesarea dan vagina. Sampaikan sifat positif
terhadap kelahiran sesarea. Dan atur perawatan pasca patum sedekat mungkin pada
perawatan yang diberikan pada pasien setelah kelahiran vagina.
Rasional: pasien dapat merubah persepsinya tentang pengalaman kelahiran sesarea
sebagaiman persepsinya tentang kesehatannya / penyakitnya berdasarkan pada sikap
professional.
e. Dx 5 : Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / kulit
rusak.
- Tujuan : infeksi tidak terjadi
- Kriteria hasil :
a) Luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal penyembuhan.
b) Bebas dari infeksi, tidak demam, urin jernih kuning pucat.
- Intervensi :
a) Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat dan pembuangan pengalas
kotoran, pembalut perineal dan linen terkontaminasi dengan tepat.
Rasional : membantu mencegah atau membatasi penyebaran infeksi.
b) Tinjau ulang hemogolobin / hematokrit pranantal ; perhatikan adanya kondisi yang
mempredisposisikan pasien pada infeksi pasca operasi.
Rasional : anemia, diabetes dan persalinan yang lama sebelum kelahiran sesarea
meningkatkan resiko infeksi dan memperlambat penyembahan.
c) Kaji status nutrisi pasien. Perhatikan penampilan rambut, kuku jari, kulit dan sebagainya
Perhatikan berat badan sebelum hamil dan penambahan berat badan prenatal.

52
Rasional : pasien yang berat badan 20% dibawah berat badan normal atau yang anemia
atau yang malnutrisi, lebih rentan terhadap infeksi pascapartum dan dapat memerlukan
diet khusus.
d) Dorong masukkan cairan oral dan diet tinggi protein, vitamin C dan besi.
Rasional : mencegah dehidrasi ; memaksimalkan volume, sirkulasi dan aliran urin,
protein dan vitamin C diperlukan untuk pembentukan kolagen, besi diperlukan untuk
sintesi hemoglobin.
e) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat atau rembesan. Lepasnya balutan sesuai
indikasi.
Rasional : balutan steril menutupi luka pada 24 jam pertama kelahiran sesarea
membantu melindungi luka dari cedera atau kontaminasi. Rembesan dapat menandakan
hematoma.
f) Inspeksi insisi terhadap proses penyembuhan, perhatikan kemerahan odem, nyeri,
eksudat atau gangguan penyatuan.
Rasional : tanda-tanda ini menandakan infeksi luka biasanya disebabkan oleh
steptococus.
g) Bantu sesuai kebutuhan pada pengangkatan jahitan kulit, atau klips.
Rasional : insisi biasanya sudah cukup membaik untuk dilakukan pengangkatan jahitan
pada hari ke 4 / 5.
h) Dorong pasien untuk mandi shower dengan menggunakan air hangat setiap hari.
Rasional :Mandi shower biasanya diizinkan setelah hari kedua setelah kelahiran
sesarea, meningkatkan hiegenis dan dapat merangsang sirkulasi atau penyembuhan
luka.
i) Kaji suhu, nadi dan jumlah sel darah putih.
Rasional : Demam paska operasi hari ketiga, leucositosis dan tachicardia menunjukkan
infeksi. Peningkatan suhu sampai 38,3 C dalam 24 jam pertama sangat
mengindentifikasikan infeksi.
j) Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus ; perhatikan perubahan involusi atau adanya nyeri
tekan uterus yang ekstrem.
Rasional : Setelah kelahiran sesarea fundus tetap pada ketinggian umbilikus selama
sampai 5 hari, bila involusi mulai disertai dengan peningkatan aliran lokhea,
perlambatan involusi meningkatkan resiko endometritis. Perkembangan nyeri tekan
ekstrem menandakan kemungkinan jaringan plasenta tertahan atau infeksi.
f. Dx 6 : Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot

53
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan tidak
terjadi konstipasi, tonus otot meningkat, dengan kriteria hasil :
- Pasien mampu BAB
Intervensi :
a. Auskultasi terhadap adanya bising usus pada keempat kuadran setiap 4 jam setelah
kelahiran sesarea
Rasional : Mengevaluasi fungsi usus, adanya diastasis rektil berat menurunkan tonus
otot abdomen yang diperlukan untuk upaya mengejan selama pengosongan
b. Anjurkan ibu untuk minum yang adekuat
Rasional : Cairan berfungsi untuk melunakkan feses
c. Anjurkan penggunaan posisi rekumben lateral kiri
Rasional : memungkinkan gas meningkatkan dari kolon desenden ke sigmoid,
memudahkan pengeluaran.
d. Beri makanan yang tinggi serat
Rasional : makan tinggi serat berguna untuk merangsang enzim enzim pencernaan
e. Anjurkan ibu untuk mobilisasi secara bertahap dan teratur
Rasional : Mobilisasi dapat melatih otot otot abdomen, sehingga terjadi peningkatan
tonus otot
g. Dx 7 : Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan
dengan kurang pemajanan informasi , tidak mengenal sumber-sumber
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan
pengetahuan pasien bertambah akan kondisi yang dialaminya sekarang, dengan kriteria
hasil :
- Pasien menyatakn paham akan perubahan yang terjadi terhadap kondisinya.
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan ibu tentang cara perawatan pasca bedah seksio sesarea
Rasional : Untuk memudahkan dalam pemberian informasi selanjutnya
b. Beri bimbingan dan demonstrasikan perawatan payudara serta cara memberi ASI yang
benar
Rasional : Dengan belajar dan latihan, ibu akan mengetahui cara perawatan pasca bedah
c. Jelaskan hal hal yang perlu dilaporkan kepada dokter atau perawat setelah melahirkan
Rasional : Untuk menangani masalah yang dihadapi ibu secara dini dan menghindari
kepanikan terhadap perubahan kondisi pasien

54
d. Jelaskan program pengobatan yang didapat pasien selama ini, meliputi nama obat, dosis,
waktu, cara pemberian, tujuan dan efek samping dan program lain yang berhubungan
dengan pasien seperti jadwal perawatan luka, jadwal kontrol
Rasional : Agar pasien lebih kooperatif dalam memberikan tindakan keperawatan pada
dirinya
e. Jelaskan kepada ibu tentang pentingnya menjaga kondisi tubuh dengan mempertahankan
nutrisi dan kebersihan ibu
Rasional : Untuk mempercepat proses penyembuhan dan mencegah terjadinya
komplikasi
h. Dx 8 : Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma atau diversi
mekanisme efek-efek hormonal/anastesi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan pola
eliminasi urine ibu kembali normal, dengan kriteria hasil :
- Ibu tidak takut berkemih
Intervensi :
a. Perhatikan dan catat jumlah, warna dan konsentrasi drainase urine
Rasional : Untuk memperlancar proses perkemihan
b. Anjurkan ibu untuk berkemih tiap 4-6 jam apabila memungkinkan
Rasional : Untuk melatih otot otot kandung kemih
i. Dx 9 : Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestesi, penurunan
kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamana fisik
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan ibu dapat
memenuhi ADLnya dengan mandiri, dengan kriteria hasil :
- Ibu dapat melakukan perawatan terhadap dirinya
- Kebutuhan ADL terpenuhi
Intervensi :
a. Bimbing dan demonstrasikan pada ibu tentang bagaimana cara melakukan perawatan
diri
Rasional : Bimbingan dan demonstrasi yang benar dapat memberi contoh bagi ibu untuk
dapat melakukannya dengan baik bila telah pulang dari rumah sakit
b. Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan (misalnya : perawatan mulut, mandi dan vulva
hygiene)
Rasional : Bantuan tindakan dapat membantu ibu dalam memenuhi perawatan dirinya
yang tidak mampu dilakukan secara mandiri

55
4. Evaluasi
Dx 1 : pasien dapat menerima perubahan dalam keluarga dengan anggota barunya.
Dx 2 : ketidaknyamanan ; nyeri berkurang atau hilang.
Dx 3 : ansietas dapat berkurang atau hilang.
Dx 4 : pasien tidak lagi mengungkapkan perasaan negatif diri dan situasi
Dx 5 : tidak terjadi infeksi
Dx 6 : pasien mampu BAB dan tonus otot meningkat
Dx 7 : pengetahuan pasien bertambah akan kondisi yang dialaminya sekarang
Dx 8 : pola eliminasi urine ibu kembali normal
Dx 9 : pasien dapat melakukan perawatan diri dengan mandiri

C. HERNIA

Pengertian :
Hernia secara umum adalah prostusi / penonjolan isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan.
Hernia Inguinalis adalah prolaps sebagian usus kedalam anulus ingunalis diatas
kantong skrotum.
Hernia ingunalis Lateralis suatu kedaan dimana sebagian usus masuk melalui
sebuah lubang pada dinding perut kedalam kanalis Ingunalis.
Dari beberapa pengertian diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa Hernia
Ingunalis adalah suatu penonjolan keluar sebagian atau seluruh organ dalam
abdomen ke bagian kantong (Kanal Ingunalis) yang disebabkan karena penutupan
tuba yang tidak lengkap antara abdomen dan skrotum.

Patifisiologi :
Penyebab pasti terjadinya Hernia Ingunalis Lateralis masih belum diketahui tetapi banyak
faktor yang mendukung antara lain :
Anomali kongenital (sebab yang didapat atau bawaan), prosesus vaginalis yang
terbuka, meningkatnya tekanan intra abdomen karena kehamilan, obesitas,
mengangkat berat, tekanan saat batuk, kelemahan dinding otot perut akibat
pekerjaan angkat beban berat dalam jangka waktu yang lama, faktor degeneratif
juga mempengaruhi bisa terjadinya Hernia.

56
Kelemahan otot abdomen sejak lahir menyebabkan ligamen inguinal tidak menutup
dengan sempurna shingga organ saluran cerna usus dapat dengan mudah menembus
otot. Pada bulan kedelapan kehamilan, penurunan testisakan menarik peritonium
kearah skrotum sehinga terjadi penonjolan peritonium yang disebut prosesus
vaginalis. Dalam keadan normal kanal yang terbuka akan menutup pada usia 2
bulan. Tekanan intra abdomen sering meningkat akibat obesitas, pekerjaan berat,
kehamilan. Peningkatan tekanan intra abdomen juga dapat disebabkan oleh batuk
dan aderataumatik
Bila kedua faktor tersebuat ada bersamaan dengan kelemahan otot maka sudah
pasti orang tersebut akan mengalami Hernia.
Gejala klinisnya adalah keluhan yang dirasakan dapat dari yang ringan hingga
yang berat. Karena pada dasarnya hernia merupakan isi rongga perut yang keluar melalui
suatu celah di dinding perut, keluhan berat yang timbul di sebabkan karena terjepitnya isi
perut tersebut pada celah yang dilaluinya. Jika masih ringan, penonjolan yang ada dapat
hilang timbul. Benjolan yang ada tidak dirasakan nyeri atau hanya sedikit nyeri dan timbul
jika kita mengedan, batuk atau mengangkat beban berat. Biasanya benjolan dapat hilang
jika kita beristirahat. Jika pada benjolan yang ada dirasakan nyeri hebat maka perlu
dipikirkan adanya penjepitan isi perut, biasanya jenis hernia inguinalis yang lateralis yang
lebih memberikan keluhan nyeri hebat dibandingkan inguinalis medialis. Terkadang
benjolan yang ada masih dapat dimasukan kembali dalam rongga perut dengan tangan kita
sendiri, yang berarti menandakan bahwa penjepitan yang terjadi belum terlalu parah.
Namun, jika penjepitan yang terjadi sudah parah, benjolan tidak dapat dimasukkan
kembali, dan nyeri yang dirasakan sangatlah hebat. Nyeri dapat disertai mual dan muntah.
Hal ini dapat terjadi jika sudah terjadi kematian jaringan isi perut yang terjepit tadi.

Apabila hernia tidak ditangani dapat terjadi komplikasi diantaranya terjadinya


perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak
dapat dimasukkan kembali, keadaan ini disebut hernia inguinalis irreponibilis. Pada
keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi usus, isi hernia yang tersaring
menyebabkan keadaan irreponibilis adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding
hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak. Bisa juga
menyebabkan hematoma, infeksi luka, bendungan vena femoralis terutama pada operasi
hernia femoralis. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya

57
usus yang masuk, cincin hernia menjadi sempit dan menimbulkan gangguan penyaluran isi
usus. Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah
dan kemudian timbul nekrosis. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut
kembung, muntah dan obstipasi.
obstruksi, infeksi dan edema.

Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan pada klien dengan hernia adalah sebagai berikut:
Penatalaksanaan medis
a. Konservatif
Reposisi
Adalah tindakan memasukan kembali isi hernia ke tempatnya. Tindakan ini tidak dilakukan
pada hernia inguinal strangulate. Kecuali pada pasien anak-anak. Reposisi dilakukan
dengan caratangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan
mendorongnya ke arah cincin dengan tekanan lambat tapi menetap sampai terjadi reposisi.
Pada anak dilakukan pada umur 2 tahun dengan cara menidurkan anak dengan memberikan
sedative dan es di atas benjolan hernia.
Bantalan penyangga
Adalah tindakan yang dilakukan hanya bertujuan untuk menahan hernia yang telah
direposisi tidak menyembuhkan dan harus dipasang seumur hidup, sebaiknya cara seperti
ini tidak digunakan karena menimbulkan komplikasi adalah dapat merusak kulit dan tonus
otot disekitar dinding perut.
b. Operatif ( tindakan pembedahan)
Pengobatan operatif atau tindakan pembedahan merupakan pengobatan satu-satu nya
pengobatan yang rasional pada hernia inguinal lateralis indikasi operatif sudah ditegakkan
begitu diagnosis ditemukan. Pada dasarnya prinsip dasar operasi hernia terdiri dari
herniotomy dan hernioraphy.
Herniotomy adalah dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong
dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian reposisi. Kantong
hernia di jahit, ikat setinggi mungkin lalu di potong.
Hernioraphy, dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat
dinding belakang kanalis inguinalis.
Penatalaksanaan keperawatan post operasi hernioraphy:

58
o Kaji tanda-tanda vital
o Kaji luka operasi : amati luka insisi terhadap adanya tanda-tanda infeksi seperti
merah, panas, bengkak.
o Pertahankan status dehidrasi yang baik : beri cairan intravena bila di programkan,
pantau asupan dan keluaran cairan.
o Tingkatkan rasa nyaman : berikan analgesik sesuai kebutuhan.

Pengkajian :
Pengkajian pada klien dengan hernia diperoleh data sebagai berikut:
Data umum
1. Aktifitas/istirahat
Gejala: riwayat pekerjaan mengangkat beban berat, duduk mengemudi dalam waktu
lama, penurunan rentan gerak, tidak bisa beraktivitas seperti biasanya atrofi otot, dan
gangguan berjalan..
2. Eliminasi
Gejala: konstipasi adanya kesulitan dalam defekasi, adanya retensi urine.
3. Nyeri/kenyamanan.
Gejala: adanya nyeri seperti di tusuk pisau dan bertambah hebat saat sedang batuk
kronis, mengejan saat konstipasi dan saat beraktifitas mengangkat beban berat.
4. Neurosensori
Gejala: kesemutan, kekakuan pada ekstermitas atas ataupun bawah.
5. Integritas Ego
Gejala: ketakutan ansietas masalah pekerjaan dan financial keluarga.

Pemeriksaan fisik :
1. Inspeksi
Mengkaji tingkat kesadaran, perhatikan ada tidaknya benjolan, awasi tanda
infeksi( merah, bengkak,panas,nyeri, berubah bentuk)
2. Palpasi
Turgor kulit elastis, palpasi daerah benjolan biasanya terdapat nyeri
3. Auskultasi

59
Bising usus jumlahnya melebihi batas normal >12 karena ada mual dan pasien tidak
nafsu makan, bunyi nafas vesikuler, bunyi jantung sonor.
4. Perkusi
Kembung pada daerah perut, terjadi distensi abdomen.

Pemeriksaan Penunjang :
Laparoskopi
Untuk menentukan adanya hernia inguinal lateralis apakah ada sisi yang
berlawanan atau untuk mengevaluasi terjadi hernia berulang atau tidak.
Pemeriksan darah lengkap DL lebih spesifik leukosit 10000-18000/ul
EKG: terjadi peningkatan nadi akibat adanya nyeri
USG abdomen : untuk menentukan isi hernia
Radiografi : terdapat banyangan udara pada thoraks

Diagnosa Keperawatan :
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien dengan hernia adalah sebagai
berikut:
Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik:kompresi saraf, spasme oto
Ansietas berhubungan dengan ketidakadekuatan metode koping.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi
Kurang pengetahuan tantang kondisi,prognosis,pengobatan,tindakan berhubungan
dengan kurangnya informasi.

Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, kemudian dilanjutkan dengan
perencanaan untuk masing-masing diagnosa yang terlebih dulu menentukan prioritas
diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut:
1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik: kompresi saraf, spasme otot
Tujuan: Nyeri hilang dengan spasme terkontrol.
Kriteria hasil :

60
Melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol
Mengungkapkan metode yang dapat menghilangkan nyeri.
Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi.
Ekspresi rileks dan tenang
Rencana Tindakan :
Kaji tingkat rasa nyeri meliputi ( catat lokasi, lama, dan faktor penyebab)
Minta pasien untuk menentukan skala 0-10
Pertahankan tirah baring
Berikan posisi senyaman mungkin (semi fowler, fowler atau terlentang)
Batasi aktivitas selama nyeri datang
Ajarkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam
Berikan kesempatan untuk mengungkapkan masalahnya
Kolaborasi untuk pemberian analgesik sesuai kebutuhan
2. Ansietas berhubungan dengan ketidakadekuatan metode koping
Tujuan: Cemas berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
Cemas berkurang
Ekspresi wajah tenang dan rileks
Mengidentifikasi ketidakefektifan koping
Mendemonstrasikan keterampilan dalam pemecahan masalah

Rencana Tindakan:
Kaji tingkat kecemasan pasien
Tentukan pemecahan masalah yang dilakukan pasien
Berikan informasi yang benar dan jawab dengan jujur pertanyaan pasien
Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalahnya
Catat perilaku orang terdekat yang bisa meningkatkan peran sakit
Kolaborasi untuk konsultasi ke pelayanan sosial konselor
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
Tujuan: Motorik atau sensasi dapat berfungsi dalam batas normal.

61
Kriteria hasil:
Mengungkapkan pemahaman tentang situasi dan pengobatan
Mendemonstrasikan teknik perilaku
Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan tubuh
Rencana Tindakan:
Berikan tindakan pengamanan sesusai indikasi dengan situasi yang spesifik
Anjurkan untuk melatih ekstermitas bagian bawah (kaki)
Demonstrasikan penggunaan alat bantu seperti tongkat dll
Berikan obat untuk menghilangkan rasa nyeri analgetik sesuai kebutuhan
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi
Tujuan: Kebutuhan tidur kembali normal
Kriteria hasil:
Meningkatnya kemampuan untuk tidur
Kualitas dan kuantitas tidur normal
Rencana Tindakan:
Berikan kesempatan untuk beristirahat atau tidur
Anjurkan latihan tidur pada siang hari
Evaluasi tingkat stress, orientasi sesuai perkembangan hari
Berikan lingkungan yang tenang
Batasi pengunjung beri waktu istirahat
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis,pengobatan dan tindakan
berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan : pengetahuan tentang penyakit dan pengobatan bertambah
Kriteria hasil:
Mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya
Melakukan kembali gaya hidup
Berpartisipasi dalam pengobatan dan perawatan
Rencana Tindakan:
Jelaskan kembali proses penyakit, prognosis, serta pembatasan kegiatan
Berikan informasi tentang berbagai hal tentang penyakitnya
Intruksikan untuk melakukan mekanika perubahan tubuh

62
Diskusikan mengenai pengobatan dan jelaskan efek sampingnya
Diskusikan tentang kebutuhan diet
Minta pasien untuk mengulang kembali penjelasan tentang penyakit, pengobatan
dan perawatan nya.

Pelaksanaan

Merupakan tindakan mandiri berdasarkan ilmiah, masuk akal dalam melaksanakan


yang bermanfaat bagi klien yang diantisipasi berhubungan dengan diagnosa keperawatan
dan tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan
dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan
keperawatan pada klien dapat berupa tindakan mandiri maupun tindakan kolaborasi.
Dalam pelaksanaan tindakan, langkah-langkah yang dilakukan adalah mengkaji kembali
keadaan klien, validasi rencana keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan yang
diberikan serta menetapkan strategi tindakan yang dilakukan. Selain itu juga dalam
pelaksanaan tindakan, semua tindakan yang dilakukan pada klien dan respon klien pada
setiap tindakan keperawatan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam
pendokumentasian catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu
tindakan dilakukan, tindakan dan respon klien serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal
dari dokumentasi yang dilakukan.

Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang mengukur seberapa jauh
tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai, berdasarkan standar atau kriteria yang telah
ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting didalam proses keperawatan, karena
menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri atau ditinjau kembali
atau dimodifikasi. Dalam evaluasi prinsip obyektifitas, reabilitas dan validitas dapat
dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat. Evaluasi proses keperawatan ada dua
arah yaitu evaluasi proses (evaluasi formatif) dan evaluasi hasil (evaluasi sumatif).
Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan dan
didokumentasikan pada catatan keperawatan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi
yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana pencapaian tujuan yang ditetapkan dan
dilakukan pada akhir keperawatan.

63
Tujuan pada akhir asuhan keperawatan ada 3 macam yaitu:
Tujuan tercapai itu berarti bila pasien menunjukan perubahan perilaku dan
perkembangan kesehatan sesuai dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan tercapai sebagian itu berarti klien menunjukan perubahan dan
perkembangan kesehatan hanya sebagian tercapai dari kriteria pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan.
Tujuan tidak tercapai itu berarti bila klien menunjukantidak adanya perubahan
perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah baru.

D. FRAKTUR

Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan sebagian
ataupun keseluruhan yang terjadi bila tulang tidak kuat/tahan benturan atau tekanan.
Etiologi

1. Tekanan eksternal (akibat kecelakaan, trauma dan lain-lain.)

2. Karena penyakit/patologis (demineralisasi berlebihan).

Manifestasi klinik

1. Nyeri

2. Immobilisasi

3. Menurunnya pergerakan

4. Adanya crepitasi

5. Echymosis dan eritema

6. Spasme otot

7. Deformitas

8. Bengkak atau adanya memar

64
9. Gangguan sensasi

10. Hilangnya fungsi

11. Menolak untuk berjalan atau bergerak

Komplikasi

1. Infeksi

2. Kompartemen sindrom

3. Kerusakan kulit, abrasi, laserasi, penetrasi dan nekrosis

4. Gangren

5. Emboli paru

6. Trombosis vena

7. ARDS

8. Osteoporosis pasca trauma

9. Ruptur tendon

10. Syok hemoragik

11. Pembuluh darah robek

12. Osteomyelitis

13. Tetanus

Pemeriksaan diagnostik

1. Foto roentgen

2. Pemeriksaan fisik

65
3. Pemeriksaan darah

Penatalaksanaan

1. 5 - 10 menit, reduksi tanpa nekrose (immobilisasi)

2. > 20 menit, terjadi spasme lakukan reduksi dengan nekrose

3. Fraktur tertutup (reposisi tertutup)

4. Fraktur terbuka (bidai, tutup luka, hentikan perdarahan dengan balut tekan)

5. Rekognisi (mencari lokasi fraktur)

6. Reduksi/reposisi (mengembalikan posisi awal)

7. Retensi (memilih tindakan) gips atau traksi

8. Rehabilitasi

66
Analisa data pre operasi
N MASALAH
DATA PENYEBAB
O KEPERAWATAN
1 DS: Benturan/cedera, Nyeri
- Klien mengeluh nyeri kelemahan tulang
DO:
- Wajah tampak meringis Trauma/fraktur
- Selalu melindungi area
fraktur Mempengaruhi jaringan
sekitarnya

Kerusakan periosteum,
pembuluh darah, ruptur
tendo, dislokasi sendi

Perdarahan otot, sendi dan
spasme otot

Nyeri
2 DS: Fraktur Immobilitas fisik
- Mengeluh tidak bisa
beraktivitas Nyeri timbul saat bergerak
penyakitnya
DO: Pembatasan aktivitas
- Tampak lemah
- Dibantu keluarga dalam Immobilitas fisik
pemenuhan ADL
3 DS: Kurangnya pengetahuan Ansietas
- Selalu menanyakan klien tentang penyakitnya
tentang keadaannya
DO: Stressor psikologis
- Tampak bingung dan
cemas Cemas

67
Analisa data post operasi
MASALAH
NO DATA PENYEBAB
KEPERAWATAN
1 DS: Fraktur Nyeri
- Klien mengeluh
nyeri Adanya tindakan
DO: rekontruksi pada tulang
- Tampak meringis (pembedahan)
- Selalu melindungi
area fraktur Rangsangan mediator
kimia (prostaglandin)

Afferent

Cortex cerebri

Nyeri dipersepsikan
2 DS: Fraktur Immobilitas fisik
- Mengeluh tidak bisa
beraktivitas Nyeri timbul saat bergerak
DO:
- Tampak lemah Pembatasan aktivitas
- Terpasang gips
- Dibantu keluarga Immobilitas fisik
dalam pemenuhan
ADL
3 DS : - Fraktur Risiko infeksi
DO:
- Nampak ada luka Luka terbuka/terputusnya
terbuka kontinuitas jaringan sekitar

Port dentry kuman

Risiko infeksi

68
Rencana perawatan pre operasi
RENCANA ASUHAN
KEPERAWATAN (TUJUAN,
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
KRITERIA RENCANA
TINDAKAN)
1 Nyeri berhubungan dengan : Nyeri dapat teratasi/hilang dalam 3
terputusnya kontinuitas jaringan x 24 jam
tulang/tulang rawan, spasme otot : - Nyeri berkurang/hilang
ditandai dengan: - Klien tampak rileks, tenang
DS: : - Kaji tingkat/skala nyeri
- Klien mengeluh nyeri - Observasi tanda-tanda vital
DO: - Ajarkan teknik relaksasi
- Wajah tampak meringis - Lakukan teknik distraksi
- Selalu melindungi area/lokasi fraktur - Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik
2 Immobilitas fisik berhubungan : Immobilitas fisik dapat teratasi
dengan nyeri, cedera jaringan sekitar dalam jangka 3 x 24 jam
ditandai dengan: : - Klien bisa melakukan/mampu
DS: beraktivitas
- Klien mengeluh tidak bisa : - Tinggikan bagian yang sakit
beraktivitas dan susah untuk - Berikan penyangga pada
bergerak ekstremitas yang fraktur
DO: - Lakukan latihan aktif dan pasif
- Klien tampak lemah dibantu oleh - Dorong pasien untuk beraktivitas
keluarganya dalam pemenuhan ADL sesuai kemampuan
3 Ansietas berhubungan dengan : Ansietas dapat teratasi dalam
kurangnya pengetahuan tentang jangka 2 x 24 jam
kondisi fraktur yang dialami ditandai : - Klien tidak lagi bertanya-tanya
dengan: tentang penyakitnya
- Nampak rileks, tenang
DS: : - Kaji tingkat cemas
- Klien selalu bertanya mengenai - Beri penjelasan tentang
penyakitnya penyakitnya dan prosedur tindakan
DO: yang akan dilakukan
- Tampak cemas, bingung - Beri kesempatan kepada klien
untuk mengungkapkan perasaannya
69
- Ajarkan/bantu klien dalam
mengatasi stressor yang dihadapinya

70
Rencana perawatan post operasi
RENCANA ASUHAN
KEPERAWATAN (TUJUAN,
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
KRITERIA RENCANA
TINDAKAN)
1 Nyeri berhubungan dengan luka : Nyeri dapat teratasi dalam jangka 3
bekas operasi ditandai dengan: x 24 jam
DS: : - Klien nampak rileks
- Klien mengeluh nyeri - Tidak lagi mengeluh nyeri
DO: : - Kaji tingkat nyeri
- Wajah tampak meringis - Tinggikan ekstremitas fraktur
- Selalu melindungi area fraktur yang mengalami
- Berikan posisi yang nyaman
- Berikan teknik distraksi
- Ajarkan teknik relaksasi
- Kolaborasi pemberian obat
analgesik
2 Risiko tinggi infeksi berhubungan : Infeksi tidak terjadi dalam jangka
dengan adanya luka terbuka ditandai 3x24 jam
dengan: : - Tidak tampak adanya tanda-tanda
DS: - infeksi (kalor, rubor, bengkak
DO: kemerahan dan lain-lain)
- Nampak verband pada luka operasi : - Observasi TTV
- Monitor tanda-tanda vital
- Pertahankan teknik aseptik dan
antiseptik dalam melakukan tindakan
- Ganti balutan setiap hari dengan
alat steril
- Beri antibiotik sesuai dengan
anjuran dokter
3 Immobilitas fisik berhubungan : Immobilitas fisik dapat teratasi
dengan nyeri pemasangan gips/traksi dalam jangka 3 x 24 jam
ditandai dengan: : - Klien bisa/mampu untuk
DS: beraktivitas
- Klien mengeluh tidak bisa : - Pantau gips/traksi/jam
beraktivitas dan susah untuk - Lakukan latihan aktif/pasif
71
bergerak - Dorong pasien untuk beraktivitas
DO: sesuai kemampuan
- Klien tampak lemah, dibantu oleh
keluarga dalam pemenuhan ADL

E. MYOMA

Pengertian

Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid.

Patofisiologi/pathways

Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium


normal. Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri
dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Mioma
uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan
sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran
darah ke mioma uteri. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum,
intramular dan subserosum.

Penyebab: belum diketahui

Tanda dan Gejala

Gejala yang dikeluhkan tergantung letak mioma, besarnya, perubahan sekunder, dan
komplikasi.

Tanda dan gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Perdaharahan abnormal seperti dismenore, menoragi, metroragi


b. Rasa nyeri karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai
nekrosis dan peradangan.
c. Gejala dan tanda penekanan seperti retensio urine, hidronefrosis, hidroureter,
poliuri.
d. Abortus spontan karena distorsi rongga uterus pada mioma submukosum.
e. Infertilitas bila sarang mioma menutup atau menekan pars interstitialis tuba.

72
Pemeriksaan Penunjang

a. USG abdominal dan transvaginal


b. Laparaskopi.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan mioma uteri adalah dengan tindakan pembedahan yaitu miomektomi dan
atau histerektomi.

Pengkajian primer, Identitas Klien, data fokus:

a. Ketidak teraturan menstruasi (perdarahan abnormal)

b. Infertilitas, anovulasi
c. Nulipara
d. Keterlambatan menopause
e. Penggunaan jangka panjang obat estrogen setelah menopause.
f. Riwayat : Obesitas, Diabetes Melitus, Hipertensi, Hiperplasi adenomatosa.
g. Ada benjolan di perut bagian bawah dan rasa berat.

Pengkajian sekunder

a. Pemeriksaan USG : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma, diagnosis banding


dengan kehamilan.

b. Laparaskopi : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma uteri

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

a. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma akibat nekrosis dan
peradangan.
b. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
c. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam berlebihan.
d. Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat anemia.

Intervensi Keperawatan.

1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada mioma akibat nekrosis dan peradangan.

Ditandai:

73
DO : Klien tampak gelisah, perilaku berhati-hati, ekspresi tegang, TTV.

DS : Klien menyatakan ada benjolan di perut bagian bawah rasa berat dan terasa sakit,
perut terasa mules.

Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam.

Kriteria Hasil:

Klien menyatakan nyeri berkurang (skala 3-5)

Klien tampak tenang, eksprei wajah rileks.

Tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-37 0C

N : 80-100 x/m

RR : 16-24x/m

TD : Sistole : 100-130 mmHg

Diastole : 70-80 mmHg

Intervensi :

Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas (kala 0-10)
dan tindakan pengurangan yang dilakukan.

Bantu pasien mengatur posisi senyaman mungkin.

Monitor tanda-tanda vital

Ajarkan pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri mis : dengan teknik


relaksasi, tertawa, mendengarkan musik dan sentuhan terapeutik.

Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri

Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman.

Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.

74
2. Cemas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan. Ditandai:

DO : Klien tampak gelisah, tegang, tidak kooperatif dalam mengikuti pengobatan,


TTV.

DS : Klien menyatakan takut dan tidak mengetahui tentang penyakitnya.

Tujuan : Setelah 2 x 15' tatap muka pengetahuan klien tentang penyakitnya bertambah
dan cemas berkurang.

Kriteria Hasil :

Klien mengatakan rasa cemas berkurang

Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi.

Klien mengerti tentang penyakitnya.

Klien tampak rileks.

Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 oC, Nadi : 80-100x/m, R: 16-
24 x/m TD.: Sistole: 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg

Intervensi :

Kaji ulang tingkat pemahaman pasien tentang penyakitnya.

Tanyakan tentang pengalaman klien sendiri/ orang lain sebelumnya yang pernah
mengalami penyakit yang sama.

Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya

Ciptakan lingkungan tenang dan terbuka dimana pasien meraa aman unuk
mendiskusikan perasaannya.

75
Berikan informasi tentang penyakitnya, prognosi, dan pengobatan serta prosedur
secara jelas dan akurat.

Monitor tanda-tanda vital.

Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas.

Minta pasien untuk umpan balik tentang apa yang telah dijelaskan.

Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila memungkinkan.

3. Resiko tinggi kekurngan volume cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam


berlebihan. Ditandai dengan :

DO : adanya perdarahan pervaginam

DS :-

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam tidak terjadi


kekurangan volume cairan tubuh.

Kriteria Hasil :

Tidak ditemukan tanda-tanda kekuranga cairan. Seperti turgor kulit kurang,


membran mukosa kering, demam.

Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg BB/jam.

Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-37 0C, Nadi : 80 100 x/m, RR :
16-24 x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg

Intervensi :

Kaji tanda-tanda kekurangan cairan.

Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan tiap 24 jam.

Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi nadi perifer.

76
Observasi pendarahan

Anjurkan klien untuk minum + 1500-2000 ,l/hari

Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral dan kalau perlu transfusi sesuai
indikasi, pemeriksaan laboratorium. Hb, leko, trombo, ureum, kreatinin.

4. Resiko tinggi infeksi b.d. pertahanan tubuh tidak adekuat akibat penurunan
haemoglobin (anemia).

DO : Kadar Haemoglobin kurang dari normal.

DS :-

Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x 24


jam.

Kriteria Hasil :

Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti rubor, color, dolor dan fungsiolesia.

Kadar haemoglobin dalam batas normal : 11-14 gr%

Pasien tidak demam/ menggigil, suhu : 36-370 C

Intervensi :

Kaji adanya tanda-tanda infeksi.

Lakukan cuci tangan yang baik sebelum tindakan keperawatan.

Gunakan teknik aseptik pada prosedur perawatan.

Monitor tanda-tanda vital dan kadar haemoglobin serta leukosit.

Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Batasi pengunjung untuk menghindari pemajanan bakteri.

77
Kolaborasi dengan medis untuk pemberian antibiotika.

F. BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI

Pengertian

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,


disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi
jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
prostatika.

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua
dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius.
Etiologi

Penyebab yang past dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang
pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat
kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan.

Ada beberapa faktor kemungkinan penyebab antara lain :

1).Dihydrotestosteron

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari
kelenjar prostat mengalami hiperplasi .

2).Perubahan keseimbangan hormon estrogen testoteron

78
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

3).Interaksi stroma epitel

Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.

4).Berkurangnya sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat.

5).Teori sel stem

Selstem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit

Patofisiologi

Peningkatan Sel Sterm Peningkatan 5 Alfa reduktase Proses Menua Interaksi Sel Epitel dan
Stroma Berkurangnya sel yang mati

Gejala Benigne Prostat Hyperplasia

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai
Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

1. Gejala Obstruktif yaitu :

a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan
yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika.

b.Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena


ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai
berakhirnya miksi.

79
c.Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

d.Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan


waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

e.Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

2. Gejala Iritasi yaitu :

a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari
(Nocturia) dan pada siang hari.

c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain:

1). Anamnesa

Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms)
antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa
setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi
serta disuria.

2) Pemeriksaan Fisik

* Dilakukan dengan pemeriksaa tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapa meningka pada
keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pad retensi urin serta
urosepsis sampai syok septik.

* Pemeriksaan abdomen dilakuka denga tehnik bimanual untuk mengetahui adanya


hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan
menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.

80
* Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu
uretra, karsinoma maupun fimosis.

* Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis

* Rectal touch / pemeriksaan colok dubu bertujuan untuk menentuka konsistensi sistim
persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.

Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :

a). Derajat I = beratnya 20 gram.

b). Derajat II = beratnya antara 20 40 gram.

c). Derajat III = beratnya > 40 gram.

3) Pemeriksaan Laboratorium

* Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk
memperoleh data dasar keadaan umum klien.

* Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.

* PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya


keganasan.

4) Pemeriksaan Uroflowmetri

Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran
urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :

a).Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif.

b).Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line.

c).Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif.

5) Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik

81
a).BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.

b). USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar
prostat juga keadaan buli buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan
secara transrektal, transuretral dan supra pubik.

c). IVP (Pyelografi Intravena) Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya
hidronefrosis.

d) Pemeriksaan Panendoskop Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli buli. 3.

Penatalaksanaan Modalitas terapi BPH adalah :

1).Observasi Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 6 bulan kemudian


setiap tahun tergantung keadaan klien

2).Medikamentosa Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan,


sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi
(misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan
supresor androgen.

3). Pembedahan Indikasi pembedahan pada BPH adalah :

a).Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.

b).Klien dengan residual urin > 100 ml.

c). Klien dengan penyulit.

d). Terapi medikamentosa tidak berhasil.

e).Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.

Pembedahan dapat dilakukan dengan :

a).TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90 95 % )

b).Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy


c).Perianal Prostatectomy
82
d). Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy

4). Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi Ultrasonik .

Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut :

Pre Operasi :

1).Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran


prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih unmtuk
berkontraksi secara adekuat.

2).Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli buli, distensi kandung kemih,
kolik ginjal, infeksi urinaria.

3).Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis..

4).Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur


bedah

5). Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya informasi

Post Operasi :

1) Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P

2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan,
kateter, irigasi kandung kemih sering.

3) Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan

4) Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari
TUR-P.

5) Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi


83
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan

Perencanaan

1.Sebelum Operasi

a. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran


prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk
berkontraksi secara adekuat.

1) Tujuan : tidak terjadi obstruksi

3) Kriteria hasil :

Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih

4) Rencana tindakan dan rasional

a.Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.

R/ Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih

b.Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urina

R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi

c.Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih

R/ Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat


mempengaruhi fungsi ginjal

d.Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung.

R / Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal


,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri

e.Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik)

R/ mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan

84
b. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli buli, distensi kandung
kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.

1).Tujuan

Nyeri hilang / terkontrol.

2).Kriteria hasil

Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasi dan


aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks, tidur / istirahat
dengan tepat.

3).Rencana tindakan dan rasional

a) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 10 ).

R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar kateter
menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada pendekatan TURP
( biasanya menurun dalam 48 jam ).

b) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan
dan bekuan.

R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi /


spasme buli buli.

c).Pertahankan tirah baring bila diindikasikan R/ Diperlukan selama fase awal selama fase
akut.

d) Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan


punggung ) dan aktivitas terapeutik.

R / Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat meningkatkan


kemampuan koping.
f) Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan.

85
R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema serta meningkatkan penyembuhan
( pendekatan perineal ).

f) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik

R / Menghilangkan spasme

c. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi


diuresis.

1). Tujuan

Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara.

2). Kriteria hasil

Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital stabil, nadi perifer
teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab dan keluaran urin tepat.

3). Rencana tindakan dan rasional

a). Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/.

R/ Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakl cukupan jumlah
natrium diabsorbsi tubulus ginjal.

b).Pantau masukan dan haluaran cairan.

R/ Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian.

c). Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan
tekanan darah, diaforesis, pucat,

R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik

d).Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi

R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi.

86
g).Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh:

Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosi

R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta dapat


mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor pembekuan darah,

d.Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi


prosedur bedah.

1).Tujuan

Pasien tampak rileks.

2).Kriteria hasil

Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang
tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut.

3).Rencana tindakan dan rasional

a).Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya

R/ Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu

b). Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.

R / Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.

c). Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.

R/ Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya informasi

1). Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya.

2). Kriteria hasil

87
Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu, berpartisipasi dalam program
pengobatan.

3). Rencana tindakan dan rasional

a). Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan perhatian.

R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan.

b) Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien

R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.

II.Sesudah operasi

1.Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada
TUR-P

Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria hasil :

- Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.

- Ekspresi wajah klien tenang.

- Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.

- Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.

- Tanda tanda vital dalam batas normal.

Rencana tindakan :

a.Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.

R/ Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.

88
b.Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala
gejala dini dari spasmus kandung kemih.

R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat obatan bisa diberikan

c.Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48
jam.

R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.

d.Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.

R/ Mengurang kemungkinan spasmus.

e.Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P.

R / Mengurangi tekanan pada luka insisi

f.Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.

R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan


kemampuan koping.

g.Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan
pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.

R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung
kemih dengan peningkatan spasme.

h.Observasi tanda tanda vital

R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut.

i.Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat obatan (analgesik atau anti spasmodik )

R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.

2.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama


pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.

89
Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda tanda infeksi .

Kriteria hasil:

- Klien tidak mengalami infeksi.

- Dapat mencapai waktu penyembuhan.

- Tanda tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda tanda shock.

Rencana tindakan:

a.Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.

R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi

b.Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial
infeksi.

R/.Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan
fungsi ginjal.

c.Pertahankan posisi urobag dibawah.

R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.

d.Observasi tanda tanda vital, laporkan tanda tanda shock dan demam.

R/ Mencegah sebelum terjadi shock.

e.Observasi urine: warna, jumlah, bau.

R/ Mengidentifikasi adanya infeksi.

f.Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.

R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.

3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan .

90
Tujuan: Tidak terjadi perdarahan.

Kriteria hasil:

- Klien tidak menunjukkan tanda tanda perdarahan .

- Tanda tanda vital dalam batas normal .

- Urine lancar lewat kateter .

Rencana tindakan:

a.Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda
tanda perdarahan .

R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda tanda perdarahan

b.Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter

R/ Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan


kandung kemih

c.Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi .

R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan .

d.Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk


sekurang kurangnya satu minggu .

R/ Dapat menimbulkan perdarahan prostat .

e.Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas .

R/ Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan


perdarahan. Umumnya dilepas 3 6 jam setelah pembedahan .

f.Observasi: Tanda tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan warna urine

91
R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan
jaringan yang permanen .

4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten


akibat dari TUR-P.

Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan

Kriteria hasil:

- Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun .

- Klien menyatakan pemahaman situasi individual .

- Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah .

- Klien mengerti tentang pengaruh TUR P pada seksual.

Rencana tindakan :

a.Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR P


terhadap seksual .

R/ Untuk mengetahui masalah klien .

b.Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dan kejadian
ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)

R/ Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi seksual

c.Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .

R/ Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan

d.Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan
lanjutan .

R / Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada penjelasan yang


spesifik.

92
5. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi

Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .

Kriteria hasil:

- Klien akan melakukan perubahan perilaku.

- Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.

- Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat
lanjutan .

Rencana tindakan:

a.Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu .

R/ Dapat menimbulkan perdarahan .

b.Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan
memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.

R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan


mengedan pada waktu BAB

c.Pemasukan cairan sekurangkurangnya 2500-3000 ml/hari.

R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah .

d.Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.

R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi .

e.Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh .

R/ Untuk membantu proses penyembuhan .

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan

93
Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.

Kriteria hasil:

- Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.

- Klien mengungkapan sudah bisa tidur .

- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .

Rencana tindakan:

a. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk
menghindari.

R/ meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan .

b. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan .

R/ Suasana tenang akan mendukung istirahat

c.Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.

R/ Menentukan rencana mengatasi gangguan

d.Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik
).

R/ Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup .

G. HEMOROID

Definisi
Kata Hemoroid berasal dari bahasa Yunani yaitu haem : darah, rhoos : mengalir.
Jadi semua pendarahan yang ada di anus disebut hemoroid.
Hemoroid adalah pelebaran rasa di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan
keadaan patologik. Hanya apabila hemoroid ini menyebabkan keluhan atau penyulit,
diperlukan tindakan. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal dan

94
dapat dibagi menjadi 2, yaitu hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna merupakan
varises vena hemoroidalis superior dan media dan hemoroid eksterna merupakan varises
vena hemoroidalis inferior. Sesuai istilah yang digunakan, maka hemoroid eksterna timbul
di sebelah luar otot sfingter ani, dan hemoroid interna timbul di sebelah dalam sfingter.

Etiologi
Penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis di bagi menjadi dua :

1.Karena bendungan sirkulasi portal akibat kelaian organik. Kelainan organik yang
menyebabkan gangguan adalah :

Hepar sirosis hepatis Fibrosis jaringan hepar akan meningkatkan resistensi aliran vena ke
hepar sehingga terjadi hepartensi portal. Maka akan terbentuk kolateral antara lain ke
esopagus dan pleksus hemoroidalis .

Bendungan vena porta, misalnya karena thrombosis.

Tomur intra abdomen, terutama didaerah velvis, yang menekan vena sehingga aliranya
terganggu. Misalnya uterus grapida , uterus tomur ovarium, tumor rektal dan lain lain.

3. Idiopatik,tidak jelas adanya kelaianan organik, hanya ada faktor - faktor penyebab
timbulnya hemoroid.Faktor faktor yang mungkin berperan :
Keturunan atau heriditer Dalam hal ini yang menurun dalah kelemahan dinding
pembuluh darah, dan bukan hemoroidnya.
Anatomi Vena di daerah masentrorium tudak mempunyai katup. Sehingga darah
mudah kembali menyebabkan bertambahnya tekanan di pleksus hemoroidalis.
Hal - hal yang memungkinkan tekanan intra abdomen meningkat antara lain :
- Orang yang pekerjaan nya banyak berdiri atau duduk dimana gaya grapitasi akan
mempengaruhi timbulnya hemoroid.Misalnya seorang ahli bedah.
- Gangguan devekasi miksi.
- Pekerjaan yang mengangkat benda - benda berat.
- Tonus spingter ani yang kaku atau lemah.
Pada seseorang wanita hamil terdapat 3 faktor yang mempengaruhi timbulnya
hemoroid yaitu :
- Adanya tomur intra abdpomen.
- Kelemahan pembuluh darah sewaktu hamil akibat pengaruh perubahan hormonal.
- Mengedan sewaktu partus.
Factor predisposisi terjadinya Hemoroid :
a. Terlalu banyak mengedan saat buang air besar
b. Kebiasaan berjongkok atau duduk terlalu lama

95
c. Mengangkat beban terlalu berat
d. Wanita hamil yang mengedan saat melahirkan
e. Diare kronik
f. Usia lanjut
g. Hubungan seks peranal
h. Hereditas/ keturunan
i. Sembelit
j. Genetik predisposisi
k. Kurang berolahraga atau imobilisasi
l. Kurang makan-makanan berserat

Patofisiologi:
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari
vena hemoroidalis. Kantung-kantung vena yang melebar menonjol ke dalam
saluran anus dan rektum terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri.
Perdarahan umumnya terjadi akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang
keluar berwarna merah segar meskipun berasal dari vena karena kaya akan asam.
Nyeri yang timbul akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis.
Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Trombosis ini akan
mengakibatkan iskemi pada daerah tersebut dan nekrosis.
a. Hemorrhoid interna: Sumbatan aliran darah system porta menyebabkan
timbulnya hipertensi portal dan terbentuk kolateral pada vena hemorroidalis
superior dan medius. Selain itu Sistem vena portal tidak mempunyai katup
sehingga mudah terjadi aliran balik.
b. Hemorrid eksterna: Robeknya vena hemorroidalis inferior membentukhematoma
di kulit yang berwarna kebiruan, kenyal-keras,dan nyeri. Bentuk ini sering nyeri
dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.

Gejala Klinik: Gejala utama berupa :


a. Perdarahan melalui anus yanng berupa darah segar tanpa rasa nyeri. Perdarahan
merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat trauma oleh feses yang
keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan feses.
b. Prolaps yang berasal dari tonjolan hemaroid sesuai gradasinya.
Hemoroid yag membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar
menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada waktu
defekasi dan disusul reduksi spontan saat defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut,
hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk kembali
ke dalam anus.
Gejala lain yang mengikuti :

96
c. Nyeri sebagai akibat adanya infeksi sekunder atau trombus. Nyeri hanya timbul
apabila terdapat trombosis yang luas dengan edema yang meradang.
d. Iritasi kronis sekitar anus oleh karena anus selalu basah. Iritasi kulit perianal
dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini
disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus.
e. Anemia yang menyertai perdarahan kronis yang terjadi

Jenis-jenis Hemoroid
Hemoroid diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
1. Hemoroid eksterna, yaitu hemoroid yang muncul di luar sfingter anal. 2.
Hemoroid interna, yaitu hemoroid yang terjadi diatas sfingter anal.
Hemoroid Eksterna diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
Akut : pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus (hematoma)nyeri
dan gatal
Kronik : satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan
penyambung dan sedikit pembuluh darah
2. Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis, yaitu:
Derajat I: perdarahan merah segar tanpa nyeri saat defekasi, bila terjadi
pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus. Hanya dapat
dilihat dengan anorektoskop,
Derajat II: menonjol melalui kanalis analis pada saat mengejan ringan,
tetapi dapat masuk kembali secara spontan, pembesaran hemoroid yang
prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.
Derajat III: pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam
anus dengan bantuan dorongan jari. Hemoroid menonjol saat mengejan dan
harus didorong kembali sesudah defekasi
Derajat IV: prolaps hemoroid yang permanen, rentan, dan cenderung untuk
mengalami trombosis atau infark. Hemoroid menonjol keluar dan tidak
dapat
didorong masuk.

Derajat Berdarah Menonjol Reposisi

I (+) (-) (-)


II (+) (+) Spontan
III (+) (+) Manual
IV (+) tetap Tidak
dapat

97
Pleksus hemoroid intern mengalirkan darah ke vena hemoroidalis superior vena
porta sedangkan Pleksus hemoroid eksterna mengalirkan darah ke peredaran
sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha ke vena iliaka.

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Colok Dubur
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba
sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri.
Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps,
selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat
dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rektum.
2. Pemeriksaan Anoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar.
Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi
litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin,
penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna
terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita
diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan
atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan
keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus
diperhatikan.

3. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi

Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan disebabkan


oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena hemoroid
merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Faeces harus
diperiksa terhadap adanya darah samar.

Terapi Konservativ
Terapi Konservatif diberikan pada hemoroid derajat I dan II dimana bukan ditujuan
untuk menghilangkan pleksus hemoroidalis tapi untuk menghilangkan keluhan. Terapi

98
konservatif ini diberikan untuk pasien dengan gejala yang minor dan memiliki
kebiasaan diet atau higiene yang tidak normal.

a. Non-farmakologis

Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan memperbaiki cara defekasi.


Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum,
perbaikan pola atau cara defekasi. Perbaikan defekasi disebut Bowel Management
Program (BMP) yang terdiri atas diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan
perubahan perilaku defekasi (defekasi dalam posisi jongkok/squatting). Makanan
berserat akan menyebabkan gumpalan isi usus besar namun lunak sehingga
mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan secara berlebihan.

Selain itu, lakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air
selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari dengan larutan kalium permanganat (PK)
1:10.000 (1 gram bubuk PK dilarutkan dalam 10 liter air). Dengan perendaman
ini, eksudat/sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan. Eksudat/sisa tinja yang
lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan.

b. Farmakologi
Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan dan
gejala. Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat macam, yaitu:
1. Obat yang memperbaiki defekasi
Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan pelicin
tinja (stool softener). Suplemen serat komersial yang yang banyak dipakai antara
lain psylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk)
yang berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi
bubuk. Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan
meningkatkan peristaltik usus. Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat
kedua adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll).
2. Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau
kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol, Boraginol N/S dan
Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi

99
radang daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC,
Scheriproct.
3. Obat penghenti perdarahan
Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena
hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari
jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh
darah.
4. Obat penyembuh dan pencegah serangan
Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 32 tablet selama 4 hari, lalu 22
tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala
inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.

c. Invasif
Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit dengan
tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif. Dilakukan jika pengobatan
farmakologis dan non-farmakologis tidak berhasil.
Prinsip dari tindakan invasif ada 2 yaitu fiksasi dan eksisi. Fiksasi dilakukan pada
derajat I dan II. Dan selebihnya adalah eksisi
Fiksasi terdiri dari:

Skleroterapi. Dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Metode ini


menggunakan zat sklerosan yang disuntikan para vasal. Setelah itu, sklerosan
merangsang pembentukan jaringan parut sehingga menghambat aliran darah ke
vena-vena hemoroidalis. Akibatnya, perdarahan berhenti. Sklerosan yang dipakai
adalah 5% phenol in almond oil dan 1% polidocanol. Metode ini mudah
dilaksanakan, aman dan memberikan hasil baik.

Rubber band ligation. Kerja dari metode ini adalah akan mengabliterasi lokal vena
hemoroidalis sampai terjadi ulserasi (7-10 hari) yang diikuti terjadinya jaringan
parut (3-4 minggu). Prosedur ini dilakukan pada hemoroid derajat 1-3.

Infrared thermocoagulation. Prinsipnya adalah mendenaturasi protein melalui


efek panas dari infrared, yang selanjutnya mengakibatkan jaringan terkoagulasi.
Untuk mencegah efek samping dari infrared berupa kerusakan jaringan sekitar

100
yang sehat, maka jangka waktu paparan dan kedalamannya perlu diukur akurat.
Metode ini diperuntukkan pada derajat 1-2.

Laser haemorrhoidectomy. Metode ini mirip dengan infrared. Hanya saja


mempunyai kelebihan dalam kemampuan memotong. Namun, biayanya mahal.

Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Metode ini menjadi


pilihan utama saat terjadi perdarahan karena dapat mengetahui secara tepat lokasi
arteri hemoroidalis yang hendak dijahit.

Cryotherapy. Metode ini kurang direkomendasikan karena seringkali kurang akurat


dalam menentukan area freezing.

Sedangkan eksisi dapat dilakukan dengan beberapa teknik yaitu St. Marks Milligan
Morgan Technique, Submucosal Haemorrhoidectomy (Parks method), dan yang
terbaru adalah Circular Stapler Anopexy (teknik Longo). Teknik Circular Stapler
Anopexy atau dikenal dengan Procedure for Prolapse and Haemorrhoids (PPH) baru
dikembangkan sekitar tahun 1993. Teknik ini bekerja dengan mendorong jaringan
hemoroid yang merosot ke arah atas dan dijahitkan ke selaput lendir dinding anus.
Kemudian sebuah gelang dari bahan titanium diselipkan di jahitan dan ditanamkan di
bagian atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut.

Tindakan Operatif
Indikasi tindakan operatif pada pasien hemoroid adalah penderita dengan keluhan
menahun dan hemoroid derajat III dan IV, Perdarahan berulang dan anemia yang tidak
sembuh dengan terapi lain yang lebih sederhana, Hemoroid derajat IV dengan
thrombus dan nyeri hebat. Penderita hemoroid eksterna juga diberikan terapi bedah
karena hemoroid eksterna sudah tidak bisa ditangani dengan tindakan konservatif.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya
dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin
dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter
anus. Eksisi jaringan ini harus digabung dengan rekonstruksi tunika mukosa karena
telah terjadi deformitas kanalis analis akibat prolapsus mukosa. Ada tiga tindakan
bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah konvensional ( menggunakan pisau dan

101
gunting), bedah laser ( sinar laser sebagai alat pemotong) dan bedah stapler
( menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler).
Saat ini ada 3 teknik operasi yang biasa digunakan yaitu :
a. Bedah konvensional
1. Teknik Milligan Morgan
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Teknik ini
dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan Morgan pada tahun 1973. Basis
massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan
diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal
terhadap pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan
melalui otot sfingter internus. Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap
hemoroid eksterna. Suatu incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan
tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus, yang
dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara
keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid
ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah mengamankan hemostasis, maka mukosa
dan kulit anus ditutup secara longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana.
Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu waktu.
Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rectum
yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada
mengambil terlalu banyak jaringan
2. Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan
mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan
mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan
kontinuitas mukosa kembali.
3. Teknik Langenbeck
Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem. Lakukan
jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0. Kemudian eksisi
jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem
diikat. Teknik ini lebih sering digunakan karena caranya mudah dan tidak
mengandung resiko pembentukan jaringan parut sekunder yang biasa
menimbulkan stenosis.
b. Bedah Laser

102
Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan konvensional, hanya
alat pemotongnya menggunakan laser. Saat laser memotong, pembuluh jaringan
terpatri sehingga tidak banyak mengeluarkan darah, tidak banyak luka dan dengan
nyeri yang minimal. Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena syaraf rasa
nyeri ikut terpatri. Di anus, terdapat banyak syaraf. Pada bedah konvensional, saat
post operasi akan terasa nyeri sekali karena pada saat memotong jaringan, serabut
syaraf terbuka akibat serabut syaraf tidak mengerut sedangkan selubungnya
mengerut. Sedangkan pada bedah laser, serabut syaraf dan selubung syaraf
menempel jadi satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk
hemoroidektomi, dibutuhkan daya laser 12 14 watt. Setelah jaringan diangkat,
luka bekas operasi direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 6 minggu, luka
akan mengering. Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan.
c. Bedah Stapler
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse Hemorrhoids (PPH)
atau Hemoroid Circular Stapler. Teknik ini mulai diperkenalkan pada tahun 1993
oleh dokter berkebangsaan Italia yang bernama Longo sehingga teknik ini juga
sering disebut teknik Longo. Di Indonesia sendiri alat ini diperkenalkan pada tahun
1999. Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini
seperti senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya. Pada
dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran anus.
Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air besar. Kerjasama jaringan
hemoroid dan m. sfinter ani untuk melebar dan mengerut menjamin kontrol
keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps
jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan
mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan
hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu
dibuang semua. Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan
alat yang dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus.
Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah
gelang dari titanium diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran
anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan
hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar sekrup yang
terdapat pada ujung alat , maka alat akan memotong jaringan yang berlebih secara
otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke jaringan

103
tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan sendirinya.
Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak mengganggu
fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena tindakan dilakukan di
luar bagian sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20 45 menit, pasien pulih
lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin singkat.

Meskipun jarang, tindakan PPH memiliki resiko yaitu :


Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan mengakibatkan
kerusakan dinding rektum.
Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan disfungsi baik dalam
jangka waktu pendek maupun jangka panjang.
Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis juga pernah
dilaporkan.
PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit untuk
memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan kalaupun bisa masuk, jaringan
mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler.

HEMOROIDEKTOMI
Suatu tindakan pembedahan dan cara pengangkata pleksus hemoroidalis dan mukosa
atau tanpa mukosa yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebih.
Buang air besar dengan perdarahan berupa darah segar dan tidak bercampur dengan
feses,prolaps hemoroid disertai dengan anal discharge, pruritus ani dan dermatitis
disekitar anus (proktitis).
Indikasi operasi
Penderita dengan keluhan menahun dan hemoroid derajat III dan IV.
Perdarahan berulang dan anemia yang tidaksembuh dengan terapi lain yang lebih
sederhana.
Hemoroid derajat IV dengan thrombus dan nyeri hebat.
Kontra indikasi operasi
Hemoroid derajat I dan II
Penyakit Chrons
Karsinoma rectum yang inoperable
Wanita hamil

104
Hipertensi portal

Teknik pengangkatan dapat dilakukan menurut 3 metode:


a. Metode Langen-beck(eksisi atau jahitan primer radier)

Dimana semua sayatan ditempat keluar varises harus sejajar dengan sumbu
memanjang dari rectum.

b. Metode White head (eksis atau jahitan primer longitudinal)


Sayatan dilakukan sirkuler, sedikit jauh dari varises yang menonjol
c. Metode Morgan-Milligan

Semua primary piles diangkat

Teknik operasi (Morgan Milligan):

1. Posisi pasien littotomi atau knee-chest (menungging)

2. Anestesia dapat dilakukan dengan general, regional atau lokal anestesia

3. Dilakukan praktoskopi untuk identofikasi hemorrhoid

4. Dibuat insisi triangular mulai dari kulit anal ke arah prosimal hingga pedikel
hemorrhoid

5. Jaringan hemorrhoid di eksisi dengan gunting atau pisau, pedikel hemorrhoid


diligasi dengan chromic catgut 3-0

6. Defek kulit dan mukosa dapat dirawat secara terbuka atau dijahit sebagian

7. Tindakan diulang pada bagian yang lain

8. Lubang anus dibiarkan terbuka atau ditampon dengan spongostan

A. PERSIAPAN KLIEN DI UNIT PERAWATAN


I. PERSIAPAN FISIK

105
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu :
a) Persiapan di unit perawatan
b) Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi
antara lain:
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti
kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap,
antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi
ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu
pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup
pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien
yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien
wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.

2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan,
lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin)
dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi
sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan
jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai
komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat
di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca
operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu),
demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien
dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output
cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang
normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya
dalah kadar natrium serum (normal : 135 145 mmol/l), kadar kalium serum
(normal : 3,5-5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 1,50 mg/dl).
Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana

106
ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-
obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan
baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi
renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi
ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
4) Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan
yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan
tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement.
Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai
pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk
menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari
kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya
infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi
CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan
lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
5) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi
pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur
dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat
proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa
kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya
pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus
dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang
dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar
pasien merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah
yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan
pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha.
Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate
pada fraktur femur, hemoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan,
pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum
pembedahan.
6) Personal Hygine

107
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh
yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi
pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan
untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama.
Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene
secara mandiri maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan
personal hygiene.
7) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter.
Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk
mengobservasi balance cairan.
8) Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat
penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi,
seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri
setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih
mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain
itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah
setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara
efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera
setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan
lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
Letakkan tangan diatas perut
Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi
mulut tertutup rapat.
Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara
dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)

108
Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika
sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa
banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi
pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut.
Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan
letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.
Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak
hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi
luka pada tenggorokan.
Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap
incisi.
Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan
menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan
daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh
saat batuk.
Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah
operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan
untuk mempercepat proses penyembuhan.
Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang
pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani
menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka
operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika
pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat
merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus.
Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran

109
pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan
lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan
menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi
tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM
ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan
bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara
mandiri.
Status kesehatn fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang
akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukungh dan
mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis
dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan
dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh
karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum
dilakukan pembedahan/operasi.
Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain :
1. Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut
mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia
tua sudah sangat menurun . sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh
karena belum matur-nya semua fungsi organ.
2. Nutrisi
Kondisi malnutris dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan
dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase
penyembuhan. Pada orang malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi
nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi
tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks,
vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak,
terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan
permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka,
umum terjadi. Pasien obes sering sulit dirawat karena tambahan berat badan;
pasien bernafas tidak optimal saat berbaring miring dan karenanya mudah
mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain itu,

110
distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit
biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.
3. Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan
insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori
untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah
sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca
pembedahan sangat tinggi.
4. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes mellitus
yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat
dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi
selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga akibat masukan karbohidrat
yang tidak adekuat pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan.
Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang
mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal.
Penggunaan oabat-obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anastesi
dan dokter bedahnya.
5. Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler,
terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan
tekanan darah sistemiknya.
6. Alkohol dan obat-obatan
Individu dengan riwayat alkoholik kronik seringkali menderita malnutrisi dan
masalah-masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan
meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang
seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi darurat perlu
dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan
pemasangan NGT.
II. PERSIAPAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang antara lain :
a) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto
tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized
Tomography Scan), MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP,

111
Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG
(Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
b) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksan darah : hemoglobin, angka
leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total
(albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT BT,
ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun
tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
c) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan
tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya
dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa
infeksi kronis saja.
d) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD)
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah
pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan
puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan
juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
III. PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI
Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan
mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Berikut
adalah tabel pemeriksaan ASA.
1) Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri
2) Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh
penyakit yang akan dibedah
3) Penyakit sistemik berat
4) Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu
dapat diperbaiki dengan pembedahan
5) Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan dilakukan
sebagai pilihan terakhir.
IV. INFORM CONSENT
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap
pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung
jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun
keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun
mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan

112
medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan
medis (pembedahan dan anastesi).
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi
aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap
pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi.
Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan
pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan
konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat
pernyataan tersut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala
macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani.
Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya
berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat
penting untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh
pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai
dengan gambaran keluarga.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan
berbagai cara:
1. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien
sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-
hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat
kamar operasi, dll.
2. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan
operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana
dan jelas.
3. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang
segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga
untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
4. Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain
karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
5. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti
valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan
dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi,
petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien

113
merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga
diberikan kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan
diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar
operasi.
OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
permedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat
yang cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau
diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi.
Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam
sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca beda 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat
diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.
V. PERSIAPAN PASIEN DI KAMAR OPERASI
Persiapan operasi dilakukan terhadap pasien dimulai sejak pasien masuk ke
ruang perawatan sampai saat pasien berada di kamar operasi sebelum tindakan
bedah dilakukan. Persiapan di ruang serah terima diantaranya adalah prosedur
administrasi, persiapan anastesi dan kemudian prosedur drapping.
Di dalam kamar operasi persiapan yang harus dilakukan terhdap pasien yaitu
berupa tindakan drapping yaitu penutupan pasien dengan menggunakan
peralatan alat tenun (disebut : duk) steril dan hanya bagian yang akan di incisi
saja yang dibiarkan terbuka dengan memberikan zat desinfektan seperti povide
iodine 10% dan alkohol 70%.
Prinsip tindakan drapping adalah:
Seluruh anggota tim operasi harus bekerja sama dalam pelaksanaan prosedur
drapping.
Perawat yang bertindak sebagai instrumentator harus mengatahui dengan baik
dan benar prosedur dan prinsip-prinsip drapping.
Sebelum tindakan drapping dilakukan, harus yakin bahwa sarung tangan tang
digunakan steril dan tidak bocor.
Pada saat pelaksanaan tindakan drapping, perawat bertindak sebagai omloop
harus berdiri di belakang instrumentator untuk mencegah kontaminasi.
Gunakan duk klem pada setiap keadaaan dimana alat tenun mudah bergeser.

114
Drape yang terpasang tidak boleh dipindah-pindah sampai operasi selesai dan
harus di jaga kesterilannya.
Jumlah lapisan penutup yang baik minimal 2 lapis, satu lapis menggunkan
kertas water prof atau plastik steril dan lapisan selanjutnya menggunakan alat
tenun steril.
Teknik Drapping :
- Letakkan drape di tempat yang kering, lantai di sekitar meja operasi harus
kering
- Jangan memasang drape dengan tergesa-gesa, harus teliti dan memepertahankan
prinsip steril
Pertahankan jarak antara daerah steril dengan daerah non steril
Pegang drape sedikit mungkin
Jangan melintasi daerah meja operasi yang sudah terpasang drape/alat tenun
steril
tanpa perlindungan gaun operasi.
Jaga kesterilan bagian depan gaun operasi, berdiri membelakangi daerah yang
tidak steril.
Jangan melempar drape terlalu tinggi saat memasang drape (hati-hati
menyentuh
lampu operasi)
Jika alat tenun yang akan dipasang terkontaminasi. Maka perawat onloop
bertugas menyingkirkan alat tenun tersebut.
Hindari tangan yang sudah steril menyentuh daerah kulit pasien yang belum
tertutup.
Setelah semua lapisan alat tenun terbentang dari kaki sampai bagian kepala
meja operasi, jangan menyentuh hal-hal yang tidak perlu.
Jika ragu-ragu terhdap kesterilan alat tenun, lebih baik alat tenun tersebut
dianggap terkontaminasi.
B. Perawatan Pasca Bedah
Bila terjadi rasa nyeri yang hebat, bisa diberikan analgetika yang berat seperti
petidin

115
Obat pencahar ringan diberikan selama 2-3 hari pertama pasca operasi, untuk
melunakkan faeses
Rendam duduk hangat dapat dilakukan setelah hari ke-2 (2 kali sehari),
pemeriksaan colok dubur dilakukan pada hari ke-5 atau 6 pasca operasi. Diulang
setiap minggu hingga minggu ke 3-4, untuk memastikan penyembuhan luka dan
adanya spasme sfingter ani interna
Lakukan sitbath setiap kali setelah BAB (1-2 minggu setelah operasi)
Makan diet berserat dan yang adekuat, minum paling sedikit 2000 ml cairan dan
berolahraga ringan.

Komplikasi hemoroidektomi:
1. Komplikasi awal:

a. Rasa nyeri pasca operasi, berlangsung s/d 2-3 minggu. Hal ini terutama
karena insisi dan ligasi pedikel hemoroid.

b. Infeksi luka jarang terjadi; dapat timbul abses (1%), Infeksi nekrotikans
berat jarang ditemukan

c. Perdarahan pasca operasi.

d. Pembengkakan jembatan-jembatan kulit.

e. Inkontinesia berat jangka pendek


2. Komplikasi lanjut terdiri dari:

a. Stenosis ani

b. Terbentuknya skin tag

c. Kekambuhan

d. Fisura Ani. (retakan pada dinding anus yang disebabkan oleh peregangan
akibat lewatnya feses yang keras ataupun trauma) *fisiologi Sylvia 2006

e. Inkontinensia ringan

116
f. Infark feses, akibat penggunaan narkotika pasca operasi sebagai anti nyeri.

g. Perdarahan akibat pernanahan / infeksi daerah pedikel. Biasanya sehingga


ikatan/ jahitan terlepas. Hal in dapat terjadi pada pada hari ke 7-16 pasca
operasi.Tidak ada tindakan sepesifik yang dapat dilakukan untuk mencegah
komplikasi ini. Biasanya penderita harus menjalani operasi ulangan
untuk beberapa ligasi / jahitan hemostasis dengan di ruang operasi.
Komplikasi Teknik Milligan Morgan : Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari
eksisi tunika mukosa rectum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu
sedikit daripada mengambil terlalu banyak jaringan .
Komplikasi teknik stapler atau Procedur for Prolapse Hemorroids (PPH) atau Hemorroid
circular stapler. Meskipun jarang, tindakan PPH memiliki resiko yaitu :
1. Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan mengakibatkan
kerusakan dinding rektum.

2. Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan disfungsi baik dalam
jangka waktu pendek maupun jangka panjang.

3. Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis juga pernah
dilaporkan.

4. PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit untuk
memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan kalaupun bisa masuk, jaringan
mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler.

5. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah nyeri permanen (akibat teknik yang
kurang adekuat,inkontinensia alvi sampai dengan fistula rekto vaginal atau
rektouretral bila jaringan yang dieksisi terlalu dalam.mengenai sfingter.

Pencegahan

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hemoroid antara lain:
1. Jalankan pola hidup sehat.
2. Olah raga secara teratur (ex.: berjalan).

117
3. Makan makanan berserat (buah, sayuran, sereal, suplemen serat, dll) sekitar 20-
25 gram sehari.
4. Hindari terlalu banyak duduk.
5. Jangan merokok, minum minuman keras, narkoba, dll.
6. Hindari hubunga seks yang tidak wajar (seks anal).
7. Minum air yang cukup.
8. Jangan menahan kencing dan berak.
9. Jangan menggaruk dubur secara berlebihan.
10. Jangan mengejan berlebihan.
11. Duduk berendam pada air hangat.
12. Minum obat sesuai anjuran dokter.
13. Lakukan defekasi yang sehat.

Pendidikan kesehatan dan dischard planning :


1. Menjaga Higiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan
selama defekasi.
2. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam, bila gagal dibantu dengan
menggunakan laksatif yang berfungsi mengabsorbsi air saat melewati usus.
3. Beritahukan klien Tindakan untuk mengurangi pembesaran dengan cara: rendam
duduk dengan salep, supositoria yang mengandung anestesi, astringen (witch
hazel) dan tirah baring.
4. Lakukan sitbath setiap kali setelah BAB paling kurang 1-2 minggu setelah
operasi (untuk pasien pasca operasi)
5. Makan diet berserat yang adekuat, minum paling sedikit 2000 ml cairan dan
berolah raga ringan.
6. Pelembek feses mungkin dibutuhkan setiap hari atau setiap beberapa hari hingga
penyembuhan sempurna.
7. Laporkan gejala-gejala : perdarahan rektal, nyeri terus menerus waktu defikasi,
drainasse yang supuratif.
8. Dietetik dan kebiasaan defekasi yang sehat.
a. Mengingat bahwa hemorroid terjadi karena kebanyakan mengedan secara
kronik, maka upaya utama adalah mencegah konstipasi & diare. Hal ini
dapat dicapai dengan memakan makanan yang berserat dan bercairan tinggi,
kalau perlu dengan suplemen a.l. psyllium. Psyllium bekerja sama dengan air

118
mengencerkan feses dan menurunkan konstipasi. Apabila masih diperlukan,
dapat ditambahkan dengan pelunak feses. Bagi banyak orang, psyllium juga
berfungsi mencegah diare.
b. Banyak orang yang biasa berlama-lama defekasi sambil duduk membaca
koran, merupakan kebiasaan yang buruk karena turut menjadi penyebab
hemoroid. Motto: Anda tidak defekasi di perpustakaan karena itu jangan
membaca di toilet

Diagnosa Keperawatan

PRE OPERASI

1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada ujung-ujung saraf nyeri oleh hematoma ditandai
dengan klien mengeluh nyeri, klien tampak meringis, klien tampak gelisah, klien tampak
memposisikan diri untuk menghindari nyeri.

2. PK: Perdarahan.

3. Defisit volume cairan berhubungan dengan penurunan konsentrasi plasma darah ditandai
dengan klien tampak pucat, turgor kulit klien menurun, kulit klien tampak kering

4. Hipertermi berhubungan dengan penurunan konsentrasi plasma darah ditandai dengan klien
mengeluh panas,suhu tubuh klien meningkat, klien tampak pucat, klien tampak menggigil.

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi pada ujung-ujung saraf gatal oleh
hematoma ditandai dengan klien mengeluh gatal, klien tampak menggaruk-garuk
pantatnya.

POST OPERASI

1. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan invasive pembedahan hemoroidektomi ditandai


dengan klien megeluh nyeri pada luka post op, klien tampak meringis, klien tampak
memposisikan diri untuk menghindari nyeri.

2. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan pajanan patogen.

119
3. Ansietas berhubungan dengan krisis pasca pembedahan ditandai dengan klien tampak
gelisah, klien selalu bertanya-tanya tentang kesembuhannya.

Diagnosa Keperawatan, NOC dan NIC (Pre Operasi) :

1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada ujung-ujung saraf nyeri oleh hematoma
ditandai dengan klien mengeluh nyeri, klien tampak meringis , klien tampak gelisah,
klien tampak memposisikan diri untuk menghindari nyeri.
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien dapat berkurang
dengan kriteria hasil :

Melaporkan gejala pada tenaga kesehatan


Mengenali gejala-gejala nyeri
Mencatat pengalaman tentang nyeri sebelumnya
Secara subjektif, klien menyatakan penurunan rasa nyeri
Wajah klien tampak relaks

Intervensi :

1. Kaji karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama dan penyebarannya


Rasional : Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai
temuan pengkajian.
2. Berikan lingkungan yang tenang sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensivitas pada
suara suara bising dan meningkatkan istirahat/relaksasi.
3. Berikan bantalan flotasi di bawah bokong pada saat duduk
Rasional : Membantu menurunkan nyeri akibat penekanan saat duduk.
4. Berikan kompres hangat pada lokasi nyeri
Rasional : Meningkatkan vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori yang
selanjutnya akan menurunkan nyeri di lokasi yang paling dirasakan.
5. Berikan rendaman duduk tiga atau empat kali sehari
Rasional : Menghilangkan rasa sakit dan nyeri dengan merelakskan spasme
sfingter
6. Berikan posisi yang nyaman pada klien sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.
7. Berikan analgetik, seperti asetaminofen
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat serta
meningkatkan kenyamanan dan istirahat
2. PK : Perdarahan

120
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, perawat dapat
meminimalkan komplikasi yang terjadi dengan kriteria hasil:
Nilai Ht dan Hb berada dalam batas normal
Klien tidak mengalami episode perdarahan
Tanda-tanda vital berada dalam batas normal
TD: 100 120 mm Hg
Nadi: 60-100x/menit
RR: 14 25 x/mnt
Suhu: 36 - 370C 0,50C
Intervensi :
1. Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti perdarahan atau hemoragi
Rasional : Untuk mengetahui tingkat keparahan perdarahan pada klien
sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya
2. Monitor tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui keadaan vital pasien saat terjadi perdarahan.
3. Pantau hasil lab berhubungan dengan perdarahan
Rasional : Banyak komponen darah yang menurun pada hasil lab dapat
membantu menentukan intervensi selanjutnya
4. Siapkan pasien secara fisik dan psikologis untuk menjalani bentuk terapi lain jika
diperlukan
Rasional : Keadaan fisik dan psikologis yang baik akan mendukung terapi yang
diberikan pada klien sehingga mampu memberikan hasil yang maksimal
5. Awasi jika terjadi anemia
Rasional : Untuk menentukan intervensi selanjutnya
6. Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan :
pemberian transfusi, medikasi
Rasional : mencegah terjadinya komplikasi dari perdarahan yang terjadi dan
untuk menghentikan perdarahan
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan penurunan konsentrasi plasma darah
ditandai dengan klien tampak pucat, turgor kulit klien menurun, kulit klien tampak
kering.
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama x 24 jam diharapkan defisit volume cairan dapat
diatasi dengan kriteria hasil :

a. Fluid balance
TD dalam batas normal (90/60 140/80)
Nadi dalam batas normal
Masukkan dan haluaran cairan harian seimbang
BB klien stabil
Turgor kulit elastis
Hematokrit dalam batas normal

121
Membran mukosa lembab
b. Gastrointestinal function
Warna feses normal
Darah dalam feses tidak ada
Intervensi:

A. Fluid Management
1. Monitoring BB klien
Rasional : kekurangan volume cairan menunjukkan tanda berupa penurunan
berat badan.
2. Catat intake dan output cairan
Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti dan
keefektifan dari terapi yang diberikan
3. Monitoring status hidrasi (membrane mukosa, nadi, orthostatic dan penurunan
hematokrit )
Rasional : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi
4. Berikan terapi cairan melalui IV sesuai indikasi
Rasional : tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan
5. Tingkatkan intake cairan per oral
Rasional : mempertahankan hidrasi / volume sirkulasi
B. Gastrointestinal Function
1. Observasi adanya darah pada feses
Rasional : perdarahan berlebih memicu kekurangan volume cairan semakin
berat.
2. Dokumentasikan warna, jumlah, dan karakteristik feses
Rasional : perubahan warna, jumlah dan karakteristik feses menunjukkan
status cairan dalam saluran cerna.
3. Penggunaan koagulan sesuai indikasi
Rasional : penggunaan koagulan yang efektif dapat menghentikan perdarahan.

Diagnosa Keperawatan, NOC dan NIC ( Post Operatif) :

1. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan invasive pembedahan hemoroidektomi


ditandai dengan klien megeluh nyeri pada luka post op, klien tampak meringis, klien
tampak memposisikan diri untuk menghindari nyeri.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam diharapkan pasien
mengatakan nyeri berkurang, dan tidak terlihat respon nyeri secara verbal pada klien,
dengan kriteria hasil:
Klien tidak tampak meringis
Pasien tidak terlihat kesakitan yang ditandai pasien dalam posisi yang nyaman
Pasien mengatakan nyerinya berkurang menjadi 2 dengan skala nyeri 1 5

122
Intervensi: Manajemen Nyeri
Kaji dan catat kondisi keluhan nyeri klien ( dengan pola P,Q,R,S,T), yaitu dengan
memperhatikan lokasi,intensitas, frekuensi, dan waktu.

Rasional: Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda


perkembangan komplikasi.

Kaji pengetahuan pasien tentang nyeri dan kepercayaan tentang nyeri.

Rasional: Memudahkan dalam melakukan intervensi, karena kultur atau budaya


klien dapat mempengaruhi persepsi tentang nyeri.

Ciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung.

Rasional: Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus nyeri.

Kontrol dan kurangi kebisingan

Rasional: Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus nyeri.

Ajarkan pasien teknik distraksi

Rasional: Untuk memanajemen atau mengalihkan rasa nyeri pada klien.

Kaji riwayat adanya alergi obat

Rasional: Mengetahui apakah ada alergi terhadap obat analgesik.

Pastikan pasien menerima analgesic.

Rasional: Memastikan klien menerima obat pereda rasa nyeri

2. Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasive (post hemoroidektomi) dan


peningkatan pemajanan lingkungan terhadap pathogen.
Tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3 X 24 jam tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil :
Keadaan temperatur normal
tidak terdapat tanda-tanda infeksi (kalor,lubor,tumor, dolor,fungsiolaesa)

123
Intervensi:
Pantau suhu dengan teliti dan tanda-tanda infeksi lainnya
Rasional : Mendeteksi kemungkinan infeksi
Kaji keadaan luka dan lakukan perawatan luka
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi
Tempatkan pasien dalam ruangan khusus
Rasional : Meminimalkan terpaparnya pasien dari sumber infeksi
Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik
mencuci tangan dengan baik
Rasional : meminimalkan pajanan pada organisme infektif
Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
Kolaborasi dalam pemberian antibiotic.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi

3. Ansietas berhubungan dengan krisis pasca pembedahan di tandai dengan pasien tampak
gelisah, pasien selalu bertanya-tanya tentang kesembuhannya.

Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam,di harapkan klien tidak
mengalami ansietas dengan criteria hasil:
Monitor insentitas kecemasan
Menggunakan strategi koping efektif
Melaporkan penurunan durasidari episode cemas
Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan
Mempertahankan penampilan peran
Mempertahankan hubungan sosial
Tidak ada manifestasi perilaku kecemasan
Intervensi:
Kaji tingkat kecemasan dan diskusikan penyebab bila mungkin.
Rasional: Identifikasi masalah spesifik akan meningkatkan kemampuan
individu untuk menghadapinya dengan lebih realistis.
Dorong pasien untuk mengugkapkan perasaan ,ketakutan ,presepsi dan berikan
umpan balik.

124
Rasional: membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien mengidentifikasi
masalah yang menyebabkan stress.
Memberikan informasi faktual mengenai diagnosis,tindakan prognosis
Rasional: keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa
control dan membantu menurunkan ansietas.
Intruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
Rasional: membantu untuk menurunkan kecemasan pada pasien.
Berikan lingkungan tenang dan istirahat
Rasional: membantu menurunkan ansietas
Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, prilaku perhatian.
Rasional: tindakan dukungan dapat membantu pasien merasa stress berkurang.
Berikan obat sesuai indikasi
Rasional: dapat digunakan untuk menurunkan ansietas.

H. HIPOSPADIA

1. Pengertian
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana Meatus Uretra eksternal terletak di
permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal. (ujung galns
panis)
2. Etiologi
Penyebab kelainan itu adalah maskulinasi inkomplit dari genetalia karena involasi yang
prematur dari sel interstisial testis.
3. Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung kearah bawah yang akan
tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini disebabkan oleh adanya chordee, yaitu suatu
jaringan fibrosa yang melebar dimulai dari meatus yang letaknya abnormal ke glans penis.
Jaringan fibrosa ini adalah bentuk rudimenter dari uretra, korpus spongiosum dan tunika
Dartos. Walaupun adanya Chordee adalah salah satu ciri khas untuk mencurigai suatu
hiposdia, perlu diingat bahwa tidak semua hipospodia memiliki Chordee.
4. Klasifikasi

125
Klasifikasi hiposdiayang digunakan sesuai dengan letak meatus uretra yaitu type glandulas,
dista penile-penile, penoskrotal-skrotal dan perineal.Semakin ke proksimal letak meatus,
semakin berat kelainan yang diderita dan semakin rendah frekuensinya. Pada kasus ini, 90
% terletak di distal dimana meatus terletak di ujung barang penis atau di glans panis
sisanya yang 10 % terletak lebih proskimal yaitu ditengah batang penis, skrotum atau
perineum.
6. Penatalaksanaan Dikenal banyak operasi hipospadia, yang umumnya terdiri dari
beberapa tahap yaitu :
a. Operasi pelepasan chordee dan tunnelling.
Dilakukan pada usia 1 - 2 tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi chordee dari
muara uretra sampai ke glans penis. Setelah ereksi chordee maka penis akan menjadi lurus
akan tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Utuk melihat keverhasilan setelah eksisi
dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikkan NaCl 0,9 % kedalam
korpus kavernasim. Pada saat yang bersamaan dilakukan operasi tunneling yaitu
pembuatan uretra pada gland penis dan muaranya. Bahan untuk menutup luka eksisi
chordee dan pembuatan tunnelling diambil dari preputium panis bagian dorsal. Oleh karean
hipospadia merupakan kontraindikasi mutlak untuk sirkumsisi.
b. Operasi urettroplasti.
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit penis bagian
ventral yang di insisi secara longitudinal paralele di kedua sisi
I. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
1. Identitas Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan, kebangsaan,
pekerjaan, alamat, pendidikan, tanggal / jam MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien dengan hipospadia mengeluh ada penis melengkung kebawah
yangakan tampak lebih jelas pada saat ereksi dan adanya lubang kencing tidak pada
tempatnya.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing yang tidak
pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti penyebabnya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu. Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya
penis yang melengkung kebawah adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sejak lahir.

126
c. Riwayat Kesehatan Keluarga. Didalam keluarga tidak ditemukan penyakit yang
sama karena penyakit ini bukan merupakan penyakit turunan.
4. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Perlu ditanyakan kebiasan klien, apakah
klien jarang / suka mandi.
b. Pola nutrisi dan metabolisme Pada umumnya pasien hipospadia nutrisi, cairan dan
elektrolit dalam tubuhnya tidak mengalami gangguan.
c. Pola aktivitas Aktifitas pasien hipospadia tidak ada masalah.
d. Pola eliminasi Karena pasien hipospdia ditemukan adanya penis yang melengkung
kebawah adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sehingga pada saat kencing
pencernaan tidak normal.
e. Pola tidur dan istirahat Pada umumnya pasien dengan hipospadia tidak mengalami
gangguan atau tidak ada masalah dalam istirahat dan tidurnya.
f. Pola sensori dan kognitif
Secara fisik daya penciuman, rasa-raba dan daya penglihatan pada pasien hipospadia
adalan normal, secara mental kemungkinan tidak ditemukan adanya gangguan.
g. Pola persepsi diri Karena pasien hipospadia ditemukan adanya kelainan pada bentuk
penisnya sehingga timbul rasa malu..
h. Pola hubungan dan peran Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap
hubungan interpersonal dan peraen serta megnalami tmbahan dalam menjalankan perannya
selama sakit.
i. Pola produksi dan seksual Karena pasien hipospadia ditemukan adanya kelainan pada
alat kelamin sehingga jika tidak dilakukan operasi sejak dini maka pada saat dewasa
kebutuhan reproduksi seksual akan mengalami gangguan.
j. Pola penanggulangan stress Stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam
mengatasi penyakitnya.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan. Keputusan penyebab distress ketidak percayaan akan
kesembuhan pasien dengan hipospadia tidak mengalami gangguan dalam aktivitas
religiusnya.
B. Analisa Data Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa data untuk
menentukan masalah penderita. Analisa merupakan proses intelektual yang meliputi
kegiatan menyeleksi data, mengklasifikasikan dan mengumpulkan data, mengkaitkan dan
menentukan kerenjangan informasi, membandingkan dengan standart,
menginterprestasikan serta akhirnya membuat diagnosa keperawatan

127
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pre Operasi
1. Harga diri rendah berhubungan dengan status kesehatan, faktor fisiologis.
2. Ansietas berhubungan dengan akan dilakukan operasi.
b. Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan manipulasi bedah terhadap jaringan / otot.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan, cateter invasif.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya luka post op.
4. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang mengingat, salah interpretasi informasi.
III. PERENCANAAN
a. Pre Operasi DX 1 Tujuan KH : Memotivasi harga diri pasien. Harga diri pasien
meningkat.
Rencana Tindakan :
1. Dengarkan keluhan pasien dan tanggapan-tanggapannya mengenai keadaan yang
dialami. R/ Memberikan petunjuk bagi pasien dalam menolong dirinya dan berguna untuk
memberikan informasi pada saat tahap penerimaan.
2. Anjurkan kepada orang terdekat untuk memperlakukan pasien senormal mungkin R/
Melibatkan pasien dalam keluarga mengurangi perasaan-perasaan terisolasi dari
lingkungan sosial dan dapat pula memberikan kesempatan pada orang terdekat untuk
meningkatkan kesejahteraan pasien.
3. Hati-hati terhadap lelucon yang berorientasi seksual atau menggoda / adanya prilaku
agresif. Hilangkan kekhawatiran, ketakutan, perasaan-perasaan saat ini / harapan-harapan
masa depan. R/ Kecemasan berkembang seagai akibat dari hilangnya / adanya perubahan
harga diri yagn sering menghancurkan dan meluluhkan hati khususnya perubahan fungsi
dan penampilan.
4. Aturlah kunjungan dengan orang-orang yang memahami hal-hal serupa jika pasien
menginginkannya dan karena keadaannya. R/ Dapat menolong pasien dalam memerikan
harapan untuk masa depan / sebagai panutan. DX 2
Tujuan KH : Cemas berkurang.
- Mau dan menerima dilakukannya tindakan untuk mengurangi kecemasan.
- Mampu menyebutkan penyebab dari kecemasan.
Rencana Tindakan :

128
1. Berikan infoprmasi tentang penyakit dan antisipasi tindakan. R/ Untuk mengurangi
tingkat kecemasan.
2. Jelaskan tentang pentingnya istirahat yang cukup. R/ Istirahat yang cukup dapat
mengurangi ketegangan.
3. Evaluasi tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat). R/ Untuk mengetahui tingkat
kecemasan pasien.
4. Berikan aktivitas yang dapat mengurangi ketegangan. R/ Dapat menurunkan tingkat
ansietas dan mengurangi ketegangan.
b. Post Operasi DX 1
Tujuan KH : Nyeri berkurang.
- Nyeri berkurang / dapat terkontrol.
- Skala nyeri 1 3. - Ekspresi wajah tenang / rileks.
- TTV dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1. Jelaskan sebab dan lamanya nyeri akibat dari tindakan invasif. R/ Membantu
meningkatkan pengetahuan individu dan dapat mengurangi kecemasan.
2. Ajarkan cara mengurangi nyeri :
a. Relaksasi (dengan menarik nafas panjang dan menghembuskan secara berlahan-lahan
di ulangi sampai 3x).
b. Distraksi (menonton TV, membaca majalah / mendengarkan musik).
c. Stimulasi kutan (massase dengan atau tanpa menggunakan preparat mental).
d. Imagery (membayangkan hal-hal yang indah). R/ Membantu menurunkan intensitas
nyeri dan dapat meningkatkan kemampun koping.
3. Observasi skala nyeri. R/ Berguna dalam pengawasan.
4. Observasi TTV. R/ Dapat mengetahui kondisi pasien secara dini.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi analgenik. R/ Melaksnakan fungsi
independent.
DX 2 Tujuan KH :: Meminimalkan penyebaran infeksi.
Infeksi tidak menyebar. Rencana Tindakan :
1. Beri penjelasan kepada individu tentang pentingnya menjaga kesehatan (aseptik). R/
Tindakan aseptik dapat membantu mencegah terjadinya infeksi
2. Awasi tanda vital, perhatikan demam, menggigil, perubahan mental dan meningkatnya
nyeri. R/ Dugaan adanya infeksi / terjadinya sepsis, abses, peritonitis.

129
3. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik luka dan adanya eritema. R/ Memberikan
deteksi dini terjadinya proses nfeksi, dan atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang
telah ada sebelumnya.
4. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik. R/ Menurunkan
risiko tinggi penyebaran bakteri.
5. Berikan antibiotik sesuai indikasi. R/ Untuk menurunkan jumlah organisme dan
penyebaran.
IV. IMPLEMENTASI
Implementasi yang dimaksud adalah mengelola dan perwujudan dari rencana perawatan,
meliputi tindakan perawatan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan advis dokter
dan ketentuan rumah sakit.
V. EVALUASI Perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan masalah kesehatan
dan tujuan yang telah ditetapkan dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan klien
dan tenaga kesehatan lain.

130

Anda mungkin juga menyukai