Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

“KERACUNAN INHALASI”

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 2 AI & A2 :

MILLITIA SUNDALANGI 16011104018 CLAUDIA MAKALEW 160111040


SASKIA SUPIT 16011104021 HENDRO POLUAKAN 160111040
KEZIA WORAN 16011104015 RENALDO SENGKEY 160111040
FRALDY MAIS 16011104024
GABRIEL KARUNGU 16011104025

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2019

Dosen Pengajar : Ns. Muhamad Nurmansyah M.kep

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

rahmat dan kasih karuniaNya, kami dapat menyelesaikan makalah mengenai

“ASKEP GADAR KERACUNAN INHALASI” dan semoga makalah ini dapat

bermanfaat dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.

Kami sangat berharap hasil laporan ini dapat berguna dalam memenuhi tugas

mata kuliah GADAR. Kami juga menyadari bahwa di dalam hasil laporan ini masih

terdapat kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami

mengharapkan kritik, saran dan usulan yang membangun demi perbaikan hasil

laporan yang telah kami buat di masa mendatang.

Semoga hasil laporan ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan

pada umumnya dan proses pembelajaran GADAR .

Manado, Maret 2019

Kelompok 2

i
2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………......……………………………………...
B. Rumusan masalah………………………………………………………………………
C. Tujuan ………………………………………………..........……………………………

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian……………………………………………………………..…………..…….
B. Etiologi……….……………………………………………………………………...….
C. Patofisiologi….…………………………………………………………………………
D. Klasifiskasi……………………………………………………………………………...
E. Manifestasi Klinik………...…………………………………………………….………
F. Penatalaksanaan………………………………………………………………………....
G. Asuhan Keperawatan……………………………………………………………………
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………...……..
B. Saran…………………………………………………………………………………….......

Daftar Pustaka ……………..…………………………………………………...........................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan,saluran pernafasan, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala
klinis. Angka yang pasti dari kejadian keracunan di Indonesia belum diketahui, meski banyak
dilaporkan kejadian-kejadian keracunan di beberapa rumah sakit tetapi angka ini tidak
menggambarkan kejadian yang sebenarnya di dalam masyarakat.
Di Amerika Serikat kecelakaan dan keracunan merupakan penyebab utama
kematian anak-anak . Lebih kurang 60% dari paparan keracunan yang dilaporkan, kejadian
pada anak berumur <6 tahun, dengan kematian <4%. Di RSCM/FK UI Jakarta dilaporkan 45
penderita anak yang mengalami keracunan setiap tahunnya, sedangkan di RS dr. Soetomo
Surabaya 15-30 penderita anak yang datang untuk mendapatkan pengobatan Karen setiap
tahun yang sebagian besar karena kercunan hidrokarbon (45-60%), keracunan makanan,
keracunan obat-obatan, detergen dan bahan-bahan rumah tangga yang lain. Meskipun
keracunan dapat terjadi melalui saluran cerna, saluran nafas, kulit dan mukosa atau parental
tetapi yang terbanyak racun masuk melalui saluran cerna (75%) dan inhalasi (14%).
Keracunan merupakan suatu keadaan gawat darurat medis yang membutuhkan tindakan
segera, keterlibatan dalam memberikan pertolongan dapat membawa akibat yang fatal.
Mengingat resiko keracunan yang sangat berbahaya dan bahkan dapat
menyebabkan kematian dan mengingat bahwa keracunan sebagian besar adalah karena
kecelakaan dan dapat dicegah, maka usaha-usaha pencegahan hendaknya mendapat perhatian
dan prioritas utama dalam penanggulangan keracunan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keracunan Inhalasi?
2. Apa saja klasifikasi keracunan Inhalasi?
3. Apa penyebab keracunan Inhalasi?
4. Bagaimana tanda dan gejala keracunan Inhalasi?
5. Bagaimana proses perjalanan penyakit (PATOFISIOLOGI) sehingga menjadi keracunan
Inhalasi?
6. Bagaimana PATHWAY keracunan Inhalasi?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang keracunan Inhalasi?
8. Bagaimana penatalaksanaan keracunan Inhalasi?
9. Bagaimana asuhan keperawatan (Pengkajian-Intervensi) keracunan Inhalasi?

4
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian keracunan Inhalasi
2. Mengetahui klasifikasi keracunan Inhalasi
3. Mengetahui penyebab keracunan Inhalasi
4. Mengetahui tanda dan gejala keracunan Inhalasi
5. Mengetahui proses perjalanan penyakit (PATOFISIOLOGI) sehingga menjadi keracunan
Inhalasi
6. Mengetahui PATHWAY keracunan Inhalasi
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang keracunan Inhalasi
8. Mengetahui penatalaksanaan keracunan Inhalasi
9. Mengetahui asuhan keperawatan (Pengkajian-Intervensi) keracunan Inhalasi

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

Keracunan inhalasi merupakan kerusakan pada saluran pernafasan yang


disebabkan karena menghirup gas berbahaya, uap dan komponen partikel yang
terdapat dalam asap pembakaran. Hal ini bermanifestasi sebagai cedera termal, cedera
kimia dan toksisitas sistemik, ataupun kombinasi dari semuanya (Gill & Rebecca.
2015).
Trauma inhalasi dapat menunjukkan cedera termal supraglottik, iritasi kimia
pada saluran pernapasan, toksisitas sistemik karena agen seperti karbon monoksida
(CO), organofosfat, dan hidrokarbon. Respons inflamasi yang dihasilkan dapat
menyebabkan volume resusitasi cairan yang lebih tinggi, disfungsi pulmonal
progresif, penggunaan ventilator yang berkepanjangan, peningkatan risiko
pneumonia, dan sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) (Walker, et all., 2015).
Keracunan inhalasi merupakan masalah klinis yang lebih kompleks. Trauma
inhalasi yang parah merupakan proses mekanis yang ditandai dengan edema paru,
edema bronkial, dan sekresi yang dapat menutup jalan napas sehingga menyebabkan
atelektasis dan pneumonia (Dries & Frederick, 2013).
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Gas CO adalah penyebab utama dari kejadian trauma inhalasi. Karbon
monoksida ( CO ) adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau yang dihasilkan
dari proses pembakaran yang tidak sempurna dari material yang berbahan dasar
karbon seperti kayu, batu bara, bahan bakar minyak dan zat-zat organik lainnya.
Setiap korban kebakaran api harus dicurigai adanya intoksikasi gas CO. Sekitar 50%
kematian akibat luka bakar berhubungan dengan trauma inhalasi dan hipoksia dini
menjadi penyebab kematian lebih dari 50% kasus trauma inhalasi. Intoksikasi gas CO
merupakan akibat yang serius dari kasus inhalasi asap dan diperkirakan lebih dari
80% penyebab kefatalan yang disebabkan oleh trauma inhalasi (Louise & Kristine
dalam Soekamto, 2013).
Selain itu ada juga keracunan Organofosfat adalah zat kimia sintesis yang
terkandung pada pestisida untuk membunuh hama (serangga, jamur, atau gulma).

6
Organofosfat juga digunakan dalam produk rumah tangga, seperti pembasmi nyamuk,
kecoa, dan hewan pengganggu lainnya.
Organofosfat dapat menimbulkan keracunan karena menghambat enzim
kolinesterase. Enzim ini berfungsi agar asetilkolin terhidrolisis menjadi asetat dan dan
kolin. Organofosfat mampu berikatan dengan sisi aktif kolinesterase sehingga kerja
enzim ini terhambat. Asetilkolin terdapat di seluruh sistem saraf. Asetilkolin berperan
penting pada sistem saraf autonom yang mengatur berbagai kerja, seperti pupil mata,
jantung, pembuluh, darah. Asetilkolin juga merupakan neurotransmiter yang langsung
memengaruhi jantung serta berbagai kelenjar dan otot polos saluran napas.
Selanjutnya pada keracunan inhalasi juga terjadi karena terhirup Hidrokarbon
yang adalah bahan kimia yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Ini
adalah senyawa organik yang hanya terdiri atas hidrogen dan karbon, berbentuk cair
dalam suhu ruangan. Senyawa hidrokarbon terdapat pada lem, pembersih cat kuku,
pengencer cat, pelitur, kloroform, kamper, bensin, minyak tanah, solar, dan oli. Bahan
yang sering tertelan anak adalah pengencer cat, bahan bakar kendaraan, nafta/kamper,
atau spiritus.
Keracunan hidrokarbon dapat terjadi akibat paparan langsung pada kulit,
terhirup, atau tertelan. Hidrokarbon yang tertelan bisa masuk ke saluran napas dan
mengiritasi paru, menyebabkan pneumonitis akibat bahan kimia (pneumonia aspirasi).
Aspirasi ke paru biasanya terjadi pada hidrokarbon cair dan mudah mengalir, seperti
pelitur dan bensin. Keracunan hidrokarbon yang berat juga dapat memengaruhi otak,
jantung, sumsum tulang, dan ginjal.
Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi, yaitu
kerusakan jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan asfiksia.
Hipoksia jaringan terjadi karena sebab sekunder dari beberapa mekanisme. Proses
pembakaran menyerap banyak oksigen, dimana di dalam ruangan sempit seseorang
akan menghirup udara dengan konsentrasi oksigen yang rendah sekitar 10-13%.
Penurunan fraksi oksigen yang diinspirasi (FIO2) akan menyebabkan hipoksia (Peter
dalam Soekamto, 2013).

C. Manifestasi Klinik
Keracunan gas CO atau karbon monoksida sukar didiagnosa. Gejalanya mirip dengan
flu yaitu didahului dengan sakit kepala, mual, muntah, lelah, lesi pada kulit,
berkeringat banyak, pyrexia, pernapasan meningkat, mental dullness dan konfusion,

7
gangguan penglihatan, konvulsi, hipotensi, myocardinal, dan ischamea. Sering juga
korban diawali dengan sakit hebat dan penurunan kesadaran yang cepat.
Gejala keracunan organofosfat akan timbul dalam waktu 6-12 jam setelah paparan.
Gejalanya bervariasi, dari yang ringan hingga kematian. Gejala awal adalah ruam dan
iritasi pada kulit, mual/rasa penuh di perut, muntah, lemas, sakit kepala, dan gangguan
penglihatan. Gejala lanjutan, seperti keluar ludah berlebihan, keluar lendir dari hidung
(terutama pada keracunan melalui hidung), berkemih berlebihan dan diare, keringat
berlebihan, air mata berlebihan, kelemahan yang disertai sesak napas, dan akhirnya
kelumpuhan otot rangka, sukar berbicara, hilangnya refleks, kejang, dan koma.
Korban biasanya batuk dan tersedak setelah menelan atau menghirup
hidrokarbon. Rasa seperti terbakar pada perut dan bisa terjadi muntah. Jika paru
terkena, penderita akan batuk terus. Napas menjadi cepat dan kulit berwarna kebiruan
(sianosis) akibat kadar oksigen dalam darah menurun dan karbon dioksida meningkat.
Pada anak kecil bisa tampak sianosis, menahan napas, dan batuk terus-menerus.
Kadang-kadang kesulitan bernapas tidak terjadi hingga beberapa jam setelah
hidrokarbon masuk ke paru. Hidrokarbon yang tertelan juga dapat menyebabkan
gejala sistem saraf, seperti gangguan koordinasi, kejang, dan penurunan kesadaran.
Keracunan hidrokarbon didiagnosa berdasarkan gambaran kejadian dan
karakteristik bau yang ada, misalnya bau minyak tanah pada napas korban atau
pakaian atau kontainer yang terdapat di dekat korban. Residu cat yang terdapat pada
tangan atau di sekitar mulut menandakan bahwa sebelumnya korban menghirup bau
cat. Pneumonia dan pneumonitis kimia dapat dipastikan dengan foto rontgen dan
mengukur kadar oksigen dalam darah. Jika diduga terjadi kerusakan otak, perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan, seperti magnetic resonance imaging (MRI).
Tanda dan gejala keracunan inhalasi, Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
1. Luka bakar wajah
2. Edema dari orofaring
3. Suara serak
4. Stridor
5. Lesi mukosa atas saluran napas
6. Sputum karbon
7. Gejala pada saluran napas bagian bawah seperti takipnea, dyspnea, batuk,
suara napas menurun, wheezing, rhonki, retraksi
8. Sianosis
9. Asfiksia

8
D. Patofisiologi dan pathway
Trauma Inhalasi terjadi karena pernafasan menghirup asap atau zat kimia dari
hasil pembakaran yang menimbulkan angka morbiditas dan mortalitas yang
signifikan. Bahkan pada ruang yang tertutup, trauma inhalasi dapat menyebabkan
disfungsi pulmonary dalam waktu yang lama.
Trauma Inhalasi dapat menyebankan keracunan sistemik pada tubuh. Lokasi
dan keparahan trauma tergantung dari beberapa faktor, termasuk sumber api, ukuran
dan diameter partikel yang ada dalam asap, lamanya kebakaran, dan kandungan gas-
gasnya. Adanya kandungan racun yang masuk dalam tubuh secara langsung
disebabkan oleh unsur-unsur yang memiliki berat rendah dalam asap karena
kandungan pHnya, kemampuan untuk membentuk radikal bebas, dan kemampuan
mereka untuk mencapai jalan napas bawah dan alveoli.
Munculnya trauma inhalasi pada jalan napas atas karena adanya pertugaran
gas dengan temperatur yang panas yang melewati oro- dan nasopharing. Trauma ini
dengan cepat menimbulkan eritema, ulserasi, dan edema. Dengan adanya luka bakar
dan trauma inhalasi, pengaturan cairan yang agresif diperlukan untuk menangani syok
luka bakar dan menangani pembentukan edema di awal. Selanjutnya, adanya luka
bakar di wajah dan leher dapat menyebabkan distorsi anatomi atau kompresi eksternal
pada jalan napas atas, dan komplikasi pada jalan napas. Hal ini juga dapat
menyebabkan inflamasi akut, kerusakan fungsi silia yang akan mengganggu
pembersihan proses jalan napas, meningkatkan resiko terinfeksi bakteridalam
beberapa minggu. Lebih lanjut, peningkatan produksi sekret dapat menyebabkan
obstruksi jalan napas, atelektasis, merusak pertukaran gas (Ronald P Micak, 2017).

9
Pathway

TRAUMA INHALASI

KONSENTRASI CO MENINGKAT
DALAM RUANGAN

CO, ORGANOFOSFAT, DAN HIDROKARBON


TRAUMA PADA JALAN
TD MENURUN KARENA KADAR
OKSIGEN BERKURANG
DIHIRUP BERLEBIH DALAM TUBUH NAFAS ATAS KARENA
SEHINGGA O2 MENIPIS
TEMPERATUR PANAS
DAN PH ASAM

HEMOGLOBIN BERIKATAN
DENGAN CO SEHINGGA TERDENGAR
BANYAK TERBENTUK WHEEZING
SENINGGA TERBENTUK
IKATAN
KARBOHEMOGLOBIN
KADAR OKSIGEN DALAM
DARAH DAN JARINGAN
MENURUN

TERJADI SYNCOPE

KOMPENSASI TUBUH
TAKIKARDI DAN
TAKIPNEA

E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Paramita dkk (2013), pemeriksaan diagnostic pada keracunan inhalasi
meliputi:
1. Foto Thoraks
Biasanya normal dalam 3-5 hari, gambaran yang dapat muncul sesudahnya
termasuk atelektasis, edema paru, dan ARDS.
2. Laringoskopi dan Bronkoskopi Fieroptik
Keduanya dapat digunakan sebagai alat diagnostic maupun terapeutik. Pada
bronkoskopi biasanya didapatkan gambaran jelaga, eritema, sputum dengan
arang, petekia, daerah pink sampai abu-abu karena nekrosis, ulserasi, sekresi,

10
mukupurulen. Bronkoskopi serial berguna untuk menghilangkan debris dan
sel-sel nekrotik pada kasus-kasus paru atau jika suction dan ventilasi tekanan
positif tidak cukup memadai.
3. Laboratorium
a) Pulse Oximetry
Digunakan untuk mengukur saturasi oksigen hemoglobin yang
meningkat palsu akibat ikatan CO terhadap hemoglobin sehingga kadar
kerbonsihemoglobin seringkali diartikan sebagai oksihemaglon
b) Analisa Gas Darah
Untuk mengukut kadar karboksihemoglobin, kesimbangan asam basa
dan kadar sianida. Sianida dihasilkan dari kebakaran rumah tangga dan
biasanya terjadi peningkatan kadar laktat plasma
c) Elektrolit
Untuk memonitor abnormalitas elektrolit sebagai hasil dari resusitasi
cairan dalam jumlah besar
d) Darah Lengkap
Hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan biasanya terjadi sesaat
setelah trauma. Hematokrit yang menurun secara progresif akibat
pemulihan volume intravaskuler. Anemia berat biasanya terjadi akibat
hipoksia atau ketidakseimbangan hemodinamik. Peningkatan sel darah
putih untuk melihat adanya infeksi
F. Komplikasi
1. Terhadap respirasi dapat berakibat Hipoksia jaringan dan seluler yang bersifat
ringan sampai berat,
2. Komplikasi terhadap kardiovaskular dapat berupa iskemia miokard, edema
pulmonal, aritmia dan sindrom miokardial. Efek kardiovaskuler ini dapat
disebabkan karena menurunnya cardiac output yang disebabkan oleh hipoksia
jaringan, ikatan CO, organofosfat, dan hidrokarbon dengan myoglobin dan
menyebabkan kurangnya pelepasan oksigen ke sel,
3. Komplikasi terhadap sistem saraf berupa nistagmus, ataksia dan pada
intoksikasi akut yang berat dapat ditemukan edema serebri hingga
Hidrosefalus akut Komplikasi pada fungsi ginjal yaitu Rhabdomyolisis dan
gagal ginjal akut, dan
4. Rhabdomyolisis dapat terjadi pada otot (Soekamto,2008)

11
G. Asuhan keperawatan
Klien masuk dalam Triage Merah
Rasional:
a. Tanda-tanda vital yang abnormal
 TD: 80/60 mmHg
 N: 140 x/mnt
 RR 38 x/mnt
 Mengalami syncope
 Sesak napas
 Auskultasi whezing, takikardi, takipnea
b. Mengancam jiwa atau fungsi vital
c. Mempunyai kesempatan hidup besar
d. Penanganan dan pemindahan bersifat segera karena klien mengalami ganguan
jalan napas dan pernapasan

1. PENGKAJIAN
1) Airway
a. Lihat (look)
Lihat jalan napas klien. Pada saat dibuka jalan napas, terdapat karbon dan
adanya tanda-tanda inflamasi orofaring. Pasien mengalami agitasi atau penurunan
kesadaran. Agitasi menunjukkan kesan adanya hipoksemia yang mungkin
disebabkan oleh karena sumbatan jalan napas, sedangkan penurunan kesadaran
disebabkan karena terhirupnya gas karbon, organofosfat, dan hidrokarbon yang
berlebihan.
b. Dengar (listen)
Terdapat suara tambahan yaitu wheezing pada saat di auskultasi. Adanya
suara napas tambahan berarti ada sumbatan jalan nafas parsial. Suara nafas tambahan
berupa dengkuran (snoring), kumuran (gargling), atau siulan (crowing/stridor).
c. Rasa (feel)
Dirasakan hawa ekspresi yang keluar dari lubang hidung atau mulut, dan
rasakan ada tidaknya getaran di leher waktu bernapas. Adanya getaran di leher
menunjukkan sumbatan parsial ringan.

12
2) Breathing
a. Lihat (look)
- Takhipnea
Klien mengalami takipnea. Takhipnea walaupun dapat disebabkan oleh banyak
faktor seperti nyeri, ketakutan, syok, dapat dianggap sebagai tanda dini adanya
masalah jalan nafas dan ventilasi.
- Perubahan status mental
Klien mengalami agitasi (kelemahan) dan syncope (penurunan kesadaran) akibat
terlalu banyk menghirup gas karbon saat kebakaran.
b. Dengar (listen)
- Keluhan
Klien mengalami sesak napas
- Suara nafas
Terdengar suara yang abnormal pada saat auskultasi yaitu wheezing.
c. Rasa (feel)
Pada saat dibuka jalan napas terdapat gas karbon

3) Circulation
- Periksa denyut nadi
Denyut nadi klien biasanya 140 x/mnt
- Periksa kualitas nadi dan tekanan nadi
Kualitas nadi klien cepat
- Periksa kesadaran pasien
Klien mengalami syncope (penurunan kesadaran)
- Kaji CRT, warna kulit
Wajah klien terlihat merah
- Kaji ada tidaknya perdarahan
Tidak terdapat perdarahan
4) Disability
Setelah dilakukan Airway, Breathing, dan Circulation selanjutnya dilakukan adalah
memeriksa status neurologi harus dilakukan yang meliputi:
Tingkat kesadaran dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS adalah
skala yang penting untuk evaluasi pengelolaan jangka pendek dan panjang penderita

13
trauma. Pengukuran GCS dilakukan pada secondery survey, hal ini dapat dilakukan jika
petugas memadai.
Penilaian tanda lateralisasi: pupil (ukuran, simetris dan reaksi terhadap cahaya,
kekuatan tonus otot (motorik). Pemeriksaan pupil berperan dalam evaluasi fungsi
cerebral. Pupil yang normal dapat digambarkan dengan PEARL (Pupils, Equal, Round
Reactive to Light) atau pupil harus simetris, bundar dan bereaksi normal terhadap
cahaya.
5) Exposure
Buka pakaian penderita untuk memeriksa cedera agat tidak melewatkan memeriksa
seluruh bagian tubuh terlebih yang tidak terlihat secara sepintas. Jika seluruh tubuh
telah diperiksa, penderita harus ditutup untuk mencegah hilangnya panas tubuh.
Walaupun penting untuk membuka pakian penderita trauma untuk melakukan penelaian
yang efektif, namun hipoteria tidak boleh dilupakan dalam pengelolaan penderita
trauma.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan tidak efektif b.d. faktor lingkungan, menghirup asap CO (karbon),
Organofosfat, dan hidrokarbon
2. Pola napas tidak efektif b.d. hiperventilasi

3. PERENCANAAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. faktor lingkungan, menghirup asap CO
(karbon), Organofosfat, dan hidrokarbon
Setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 jam diharapkan jalan napas klien efektif
dengan kriteria hasil:
- Pernapasan reguler dan kecepatan napas teratur
- Batuk efektif, reflek menelan baik
- Tanda dan gejala napas tambahan tidak ada,wheezing(-)
- Tanda-tanda sekret bertahan tidak ada
Perencanaan
Mandiri :
- Auskultasi bunyi napas, perhatikan bunyi napas abnormal
- Monitoring pernapasan, perhatikan rasio inspirasi maupun ekspirasi
- Berikan posisi semi fowler

14
- Observasi produksi sputum
- Lakukan suction(jika perlu)
Kolaborasi :
- Berikan O2
- Pemeriksaan laboratorium analisa gas darah

2. Pola napas tidak efektif b.d. hiperventilasi


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan pola napas
klien efektif dengan kriteria hasil :
- Pernapasan reguler dan kecepatannya teratur
- Pengembangan dada kanan dan kiri simetris
- Suara napas vesikuler kanan dan kiri
- AGD dalam batas normal PaO2 :80- 100 mmHg, Saturasi O2 > 95%, PaCO2 : 35-
45 mmHg , PH : 7,35 – 7,45
Perencanaan
Mandiri :
- Observasi frekuensi, kecepatan, kedalaman dan irama pernapasan
- Observasi penggunaan otot bantu pernapasan
- Perhatikan pengembangan dada simetris atau tidak
Kolaborasi :
- Berikan O2 sesuai kebutuhan pasien
- Intubasi bila pernafasan makin memburuk
- Pemasangan oro-pharingeal
- Pemberian obat-obatan sesuai indikasi

4. TINDAKAN EVALUASI
Tindakan evaluasi yang harus dilaksanakan pada kasus kegawatdaruratan system
pernafasan ini harus berdasarkan tindakan kegawatdaruratan yang sudah dilaksanakan
ketika klien masuk di UGD, dari proses triage dan tindakan kegawatdaruratan. Evaluasi
yang harus dilakukan mencakup :
- Pantau TTV klien dan observasi kesadaran klien. (Dalam batas normal)
- Pantau kebutuhan napas klien. Hal yang dapat dilihat antara lain napas klien tampak
tenang dan baik, dan tampak retraksi dada klien dalam bernapas dalam keadaan
normal.

15
- Pantau intake dan output cairan klien dengan melihat derajat luka yang dialami oleh
klien.
- Lakukan perawatan luka pada abdomen klien yang mengalami luka bakar dan
memperhatikan tanda-tanda inflamasi/ infeksi.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran pernafasan, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala
klinis.
Keracunan inhalasi merupakan kerusakan pada saluran pernafasan yang disebabkan
karena menghirup gas berbahaya, uap dan komponen partikel yang terdapat dalam asap
pembakaran. Hal ini bermanifestasi sebagai cedera termal, cedera kimia dan toksisitas
sistemik, ataupun kombinasi dari semuanya (Gill & Rebecca. 2015).
Trauma inhalasi dapat menunjukkan cedera termal supraglottik, iritasi kimia pada
saluran pernapasan, toksisitas sistemik karena agen seperti karbon monoksida (CO),
organofosfat, dan hidrokarbon.
B. Saran
Kepada orang tua yang mempunyai anak yang belum dewasa harus
memperhatikan penyimpanan bahan-bahan kimia jauh dari jangkauan anak dan diberi
lebel sehingga anak dapat membaca dan lebih berhati-hati.
Bagi petugas kesehatan hendaknya mengetahui jenis-jenis anti dotum dan
penanganan racun berdasarkan jenis racunnya sehingga bisa memberikan pertolongan
yang cepat dan benar.
Bagi petugas kesehatan hendaknya melakukan penilaian terhadap tanda vital
seperti jalan nafas / pernafasan, sirkulasi dan penurunan kesadaran, sehingga
penanganan tindakan risusitasu ABC (Airway, Breathing, Circulatory) tidak terlambat
dimulai.

17
DAFTAR PUSTAKA

Dries, David J & Frederick W Endorf.” Inhalation Injury: Epidemiology, Pathology,

Treatment Strategies”. Scand J Trauma Resusc Emerg Med.

Lalani, Amina. 2011. Kegawatdaruratan Pediatri. Jakarta: EGC.

Oman, Kathleen S, Jane Koziol-McLain & Linda J. Scheetz. 2012. Panduan Belajar
Keperawatan Emergensi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Paramita, D dkk. 2013. “Luka Bakar Disertai Truma Inhalasi”. Jambi: Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universita Negeri Jambi.

Soekamto, Tomie Hermawan Dan David Perdanakusuma. 2008. “Intoksikasi Karbon


Monoksida”. Surabaya: Universitas Airlangga.

18

Anda mungkin juga menyukai