Anda di halaman 1dari 10

GOOD GOVERNANCE & SOUND GOVERNANCE

KELOMPOK 4

 Nabila Faradillah (S012019032)


 Nurul Shafira Aulia (S012019039)
 Muhammad Nurcholis. S (S012019041)
 Muh. Rizaldi (S012019042)
 Andi Tenri Langi Putra Yudha Angicipi (S012019043)
 Muh.Ikram Mubaraqah (S012019046)
 A. Nur Shinta Mutmainnah. M (S012019061)

STIA-LAN MAKASSAR

Tahun Ajaran 2019/2020


Good Governance
Konsep Good Governance merupakan konsep yang banyak diisukan di negara-negara maju
sebagai suatu konsep yang diasumsikan mampu menjadi salah satu cara untuk membangun
sistem penyelengaraan pemerintahan yang baik.

Prinsip atau azas Good Governace atau kepemerintahan yang baik

Prinsip menurut Mustopadidjaja, Tahun 1997

1. Demokrasi dan pembardayaan


2. Pelayanan
3. Transparansi dan Akuntabilitas
4. Partisipasi
5. Kemitraan
6. Desentralisasi

Azas Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan Nepotisme

1. Kepastian hukum
2. Tertib Penyelenggaraan Negara
3. Kepentingan Umum
4. Keterbukaan
5. Proporsionalitas
6. Profesionalitas
7. Akuntabilitas
Keseluruhan prinsip good governance tersebut saling memperkuat, terkait, dan tidak
dapat berdiri sendiri, yang kemudian dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 unsur atau
prinsip utama yang dapat memberi gambaran administrasi publik yang berciri
kepemerintahan yang baik yaitu:
Akuntabilitas. Adanya kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk bertindak selaku
penanggungjawab dan penanggung gugat segala tindakan dan kebijakan yang
ditetapkannya.
Transparasi. Kepemerintahan yang baik akan bersifat transparan terhadap rakyatnya,
baik di tingkat pusat maupun di daerah.
Keterbukaan. Menghendaki terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan
tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilai tidak transparan.
Aturan hukum. Adanya jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat
terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh.
Dengan demikian,untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik pada dasarnya harus
melibatkan unsur-unsur dalam kepemerintahan yang dikenal dengan tiga pilar yaitu:
Negara atau pemerintahan. Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan
kenegaraan,yang melibatkan sektor swasta dan kelembagaan masyarakat madani.
Sektor swasta. Pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam
interaksi sistem pasar.
Masyarakat Madani. Kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan yang pada
dasarnya berada diantara pemerintah dan perorangan, yang mencakup baik perorangan
maupun kelompok masyarakat ang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi.

Sound Governance
Sound Governance adalah konsep yang sama sekali baru di Indonesia. Konsep ini menyeruak
hadir di tengah kegandrungan dunia yang teramat sangat dengan Good Governance(GG) yang
seolah telah menjadi kebenaran absolut dalam wacana demokrasi dan administrasi publik.
Sepuluh tahun lalu di depan Konferensi PBB, Presiden Tanzania Julius K. Nyerere, dengan
lantang telah mengkritik habis-habisan GG yang dikatakanya sebagai konsep imperialis dan
kolonialis. Sebab GG akan mengerdilkan struktur negara-negara berkembang, sementara
kekuatan bisnis dunia makin membesar. Terlepas dari benar salahnya kritik Sang Presiden, tapi
gugatannya terhadap pengaruh struktur global terhadap reformasi pemerintahan inilah yang
mengilhami Farazmand untuk tidak hanya terfokus pada tiga aktor (pemerintah, pasar dan civil
society ) tetapi juga kekuatan internasional. Konsep Sound Governance sangat perhatian pada
persoalan ini. Sebab diperbaiki sedemokratis dan secanggih apapun pemerintahan lokal, bila
struktur global tetap tidak adil maka kesejahteraan rakyat akan sulit tercapai. Formula dasar
Sound Governance adalah 4 aktor dan 5 komponen.

1. Empat Aktor Sounds Governance


 membangun inklusifitas relasi politik antara negara
 civil society
 bisnis
 kekuatan internasional
2. Lima Komponen Sound Governance
 reformasi struktur
 proses
 nilai
 kebijakan
 manajemen

Dimensi-dimensi Sound Governance :

1. Proses

Proses di sini artinya adalah hubungan dan interaksi antara berbagai elemen yang ada dalam
proses tata pemerintahan. Dalam hal ini berarti termasuk pula elemenelemen yang ada dalam GG
(negara, swasta dan masyarakat sipil) dan juga ditambakan satu aktor dalam SG yaitu aktor-aktor
internasional. Yang hendaknya dilakukan dalam dimensi ini adalah mencapai dan mencermati
kualitas proses dari interaksi antar elemen tersebut. Sehingga tidak seperti dalam GG yang
indikator interaksi antar aktornya hanya penuh dengan lembar kehadiran dan tanda tangan dari
para peserta rapat, lengkap dengan kolom asal insitusinya.

2. Struktur

Kalau proses adalah tentang bagaimana pemerintahan bekerja, struktur menunjukkan dan
memandu arah pada proses tersebut. Arahan yang diberikan oleh struktur ini berada pada
keseluruhan sistem tata pemerintahan, tetapi dapat pula berada di masing-masing elemen yang
ada dalam tata pemerintahan. Sehingga tiap-tiap elemen yang ada, dengan struktur yang ada di
dalam dirinya, tahu apa yang harus diperbuat dan kemana harus melangkah sesuai dengan tujuan
kolektif yang telah ditetapkan. Sehingga, yang dimaksud struktur di sini adalah tubuh konstitutif
dari elemen, aktor, peraturan, regulasi, prosedur, sistem pengambilan keputusan dan otoritas
(Farazmand, 2004).

3. Kesadaran dan Nilai

Nilai demokrasi harus disandarkan sebagai kebutuhan, bukan dipaksakan sebagai proyek. Hal
inilah yang kerap kali menjadi kesalahan dalam program-program demokratisasi di dalam
pemerintahan. Banyak birokrat dan politisi yang tidak menginternalisasi demokrasi dengan baik.
Mereka menggunakan kata-kata itu hanya untuk kebutuhan kampanye dalam pidato-pidato
formal. Tetapi ketika diantara mereka sedang berbicara, mereka sering kali tertawa lebar setelah
mengucapkan kata-kata ‘demokrasi’. Sebab demokrasi bagi mereka bukanlah sesuatu yang
konkret, akan tetapi hanyalah wacana. Dan mereka beranggapan bahwa pekerjaan sebagai
birokrat dan politisi bukanlah pekerjaan yang berurusan dengan wacana, melainkan sesuatu yang
konkret. Wacana adalah menu bagi dosen dan para aktivis mahasiswa belaka, termasuk wacana
tentang pentingnya demokrasi. Hal ini terjadi karena selama ini internalisasi nilai tidak dibarengi
dengan kesadaran akan pentingnya nilai itu.

4. Konstitusi
Pada prisipnya konsitusi adalah dokumen yang memberikan blue print dari pemerintahan.
Namun demikian dalam sistem yang lemah, atau organsasi yang buruk dan tidak kuat –jika ini
disebut sebagai sistem– konstitusi tidak lebih dari dokumen formal. Ini diabaikan dan diterobos
oleh sebagian besar orang dan waktu serta digunakan secara selektif untuk melayani kepentingan
kekuasaan khusus. Ini adalah ‘formalisme’ atau dualitas dalam proses tata pemerintahan di
seluruh dunia yang sangat dipengaruhi atau didikte oleh struktur kekuasaan globalisasi eksternal.
Formalisme terjadi ketika aturan dan regulasi formal dilengkapi oleh norma dan perilaku
informal dan tidak resmi dalam politik, tata pemerintahan, dan administrasi untuk melayani
tujuan khusus, tetapi mereka diaplikasikan secara kaku (Farazmand, 1989).

5. Organisasi dan Institusi

SG adalah sebuah konsep yang sangat mengedapankan implementasi. Bukan hanya sebuah
kumpulan nilai-nilai ideal yang abstrak. Dalam administrasi pemerintahan, organisasi dan
institusi adalah alat untuk membuat sebuah tujuan dan cita-cita kolektif menjadi kenyataan.
Apapun namanya, perencanaan strategi jangka panjang, menengah maupun pendek tidak
mungkin bisa tercapai bila perangkat fisik untuk mencapainya tidak memadai. Organisasi dan
institusi adalah peralatan pokok yang harus dimiliki guna mencapai tujuan sebuah pemerintahan.
Namun demikian, sekali lagi, SG tidak mematok organisasi dan institusi seperti apa yang bisa
dibilang baik atau buruk. Sebab hal ini sangatlah kontekstual. Panduan yang bisa dipakai adalah
kesesuaian kondisi organisasi dengan tujuan dan konteks lokal. Organisasi adalah wujud konkret
dari institusi. Institusi berisi tugas-tugas dan alasan kenapa organisasi tertentu diperlukan.
Insitusi adalah jiwa dan organisasi adalah tubuhnya.

6. Manajemen dan Performa

Manajemen adalah sebuah proses yang berjalan di dalam organisasi. Bila instisusi adalah jiwa
dari organsasi yang membuat organisasi memiliki karakter, manajemen adalah bagaimana
organisasi mengatur hidupnya dan mengekspresikan dirinya. Oleh karenanya banyak organisasi
yang memiliki insitusi yang sama tetapi menajemennya berbeda. Misalnya, organisasi di satu
tempat yang pekerjaannya adalah membuat perencanaan tidak harus sama manajemennya dengan
organisasi perencanaan di tempat lain. Masalah manajenen yang penting untuk diperhatikan di
dalam SG bukanlah terletak pada manajemen gaya apa yang dipakai tetapi fokusnya adalah
manajemen yang dipilih itu harus dapat mengantarkan organisasi pada dampak yang diinginkan.

7. Kebijakan Kebijakan

memberi arah dan kendali pada proses, struktur dan menejemnen dari sebuah pemerintahan.
Dari situ semakin tegas bahwa orientasi dari studi kebijakan publik itu adalah kepentingan
publik. Dimana dengan demikian dapat diartikan pula bahwa studi ini pada tataran konseptual
harus memiliki keberpihakan yang kuat terhadap kepentingan masyarakat, dan berorientasi pada
pelayanan kepentingan tersebut.

8. Sektor

Dalam sebuah pemerintahan, sektor sangatlah penting. Karena ujung tombak dari pelaksanaan
pelayanan publik ada pada masing-masing sektor ini. SG sangat mengharapkan agar ada keahlian
( expertise ) yang sangat tinggi dalam sebuah penempatan personalia. Pentingnya expertise itu
salah satunya adalah guna menjaga kualitas sektor-sektor dalam sebuah sistem pemerintahan.
Sektor sifatnya juga sangat kontekstual. Kebutuhan sektoral dari satu pemerintahan dengan
pemerintahan lain tentunya berbeda-beda. Tidak hanya masalah tempat yang menyebabkan
perbedaan sektor ini. Akan tetapi masalah waktu juga bisa menjadi sebab. Karena, dalam waktu
tertentu, bisa jadi sebuah sektor diperlukan keberadaannya, namun di waktu lain tidak
dibutuhkan. Maka, dinamika organisasi pemerintahan juga akan sangat tinggi di semesta
pembicaraan sektor ini.

9. Faktor International

Sebagaimana telah berulang kali disampaikan, selama ini peranan Bank Dunia, IMF, WTO dan
lembaga-lebaga internasional lainnya memainkan peran yang penting dalam mendefinisikan
parameter dari kualitas governace di berbegai negara. Sekarang, dalam zaman peningkatan
globalisasi dan interdependensi global, negara, pemerintah dan warga negara semakin ditarik –
secara sukarela atau terpaksa– untuk menumbuhkan sekumpulan rezim yang menunjukkan
intoleransi terhadap perilaku governance tertentu yang sebelumnya dan secara tradisional
dianggap normal dan internal bagi kedaulatan pemerintah (misalnya rezim Apartheid di Afrika
Selatan, atau genocide di Afrika).
10. Etika

Meski seringkali dipandang sinis, etika dalam administrasi publik tetaplah merupakan hal yang
penting. Kelemahan perbicangan etika dalam administrasi publik selama ini terletak pada
konsepnya yang terlalu filosofis dan tidak membumi. SG dengan demikian ingin agar etika
dalam adimistrasi publik menjadi sesuatu yang benarbenar hadir dalam realitas. Hal ini juga
disadari bahwa stadar etik masing-masing tempat berbeda-beda dan tentu berada dalam
konteksnya masing-masing. Proses pembelajaran yang bersifat komparatif sangatlah penting.
Daftar pustaka:

Putra,Fadillah,2009.SENJAKALA GOOD GOVERNANCE.Malang: AVERROES PRES.

Abdullah, Faisal.2009. JALAN TERJAL GOOD GOVERNANCE (PRINSIP KONSEP &


TANTANGAN DALAM NEGARA HUKUM). Makassar : Pukap.

Sedarmayanti. 2012. GOOD GOVERNANCE & GOOD CORPORATE GOVERNANCE.


Bandung : CV Mandar Maju.

Anda mungkin juga menyukai