Anda di halaman 1dari 29

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang pernah dilakukan dalam fokus

yang sama dan memiliki hubungan dengan judul penelitian, sehingga peniliti

dapat menjadikan penelitian terdahulu sebagai tolak ukur atas hasil yang telah

dicapai. Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini adalah:

1. Agoestiani 2014 Aksesibilitas Lanjut Usia Terlantar terhadap Pelayanan

Sosial di Desa Cigentur Kecamatan Tanjungkerta Kabupaten Sumedang.

Program D.IV.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan gambaran tentang

karakteristik informan, gambaran tentang birokrasi dalam memberikan

pelayanan sosial kepada lanjut usia terlantar, pengetahuan dan pemahaman

lanjut usia terlantar mengenai pelayanan sosial, lanjut usia yang mengalami

diskriminasi dalam penerimaan pelayanan sosial, gambaran tentang jarak

geografis antara lanjut usia terlantar dengan pelayanan sosial dan harapan

lanjut usia terlantar terhadap pelayanan sosial. Metode yang digunakan adalah

kualitatif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang aksesibilitas

lanjut usia terlantar terhadap pelayanan sosial. Penelitian dilakukan terhadap 6

responden yang menjadi sumber data primer dan responden.

9
10

Hasil penelitian menunjukan bahwa lanjut usia terlantar di Desa

Cigentur tidak memahami sama sekali mengenai mengakses pelayanan sosial

yang ada. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman lanjut usia yang menjadi

penghambat dalam mengakses pelayanan sosial.berdasarkan hasil penelitian

tersebut, maka perlu Sosialisasi Pelayanan Bagi Lanjut Usia di Desa Cigentur

Kecamatan Tanjungkerta Kabupaten Sumedang.

2. Diari Laia. 2017. “Aksesibilitas Keluarga Miskin Dalam Pelayanan Sosial

Bidang Jaminan Sosial di Kelurahan Isola Kecamatan Sukasari Kota

Bandung”. Progran D.IV.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang

aksesibilitas keluarga miskin dalam pelayanan sosial bidang jaminan sosial di

Kelurahan Isola Kecamatan Sukasari Kota Bandung, memperoleh data dan

gambaran tentang karakteristik responden, informasi, saran, rujukan, keluhan,

advokasi kasus, advokasi kelas, dan layanan hukum yang didapatkan keluarga

miskin dalam pelayanan sosial bidan jaminan sosial.penelitian ini

menggunakan metode kuantitatif, teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah angket dan studi dokumentasi, selanjutnya hasil penelitian ini dianalisa

menggunakan analisis kuantitatif.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa aksesibilitas keluarga miskin

dalam jaminan sosial di Kelurahan Isola belum maksimal. Oleh karena itu

perlu adanya program “Peningkatan Pengetahuan Keluarga Miskin Mengenai


11

Asuransi Sosial Melalui Educational Group di Kelurahan Isola Kecamatan

Sukasari Kota Bandung”.

3. Lenta Rusmana. 2012. Aksesibilitas Penyandang Cacat Fisik dalam

Memperoleh Pelayanan Publik di Bidang Kesehatan di Kelurahan Warakas

Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara. Program D.IV.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang

Aksesibilitas Penyandang Cacat Fisik dalam memperoleh pelayanan publik di

bidang kesehatan. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang

bertujuan untuk menggambarakan atau memperoleh gambaran tentang

aksesibilitas penyandang cacat fisik terhadap pelayanan publik di bidang

kesehatan. Penelitian dilakukan terhadap 12 responden yan merupakan

populasi penelitian dengan karakteristik berstatus sebagai kepala keluarga,

penyandang disabilitas, dan status ekonomi rendah.

Hasil penelitian menunjukan masih rendahnya tingkat aksesibilitas

penyandang cacar fisik di Kelurahan Warakas dalam memperoleh pelayanan

publik di bidang kesehatan. Hal ini ditandai masih rendahnya kemampuan

berkomunikasi dan pengetahuan akan media penyampaian keluhan/rasa

ketidakpuasan pada pelayanan kesehatan masyarakat. Pada kesehatan

perseorangan, rendahnya pengetahuan dan kesadaran akan haknya dalam

pelayanan, jarak geografis serta kompleksitas birokrasi pelayanan. Oleh

karena itu perlu adanya suatu wadah yang dapat membantu penyandang cacat

fisik dalam mengakses pelayanan kesehatan.


12

2.2 Teori yang Relevan dengan Penelitian

2.2.1 Kajian Tentang Aksesibilitas

A. Pengertian Aksesibilitas

Aksesibilitas berasal dari Bahasa Inggris yaitu “accessibility” yang

berarti dapat masuk atau mudah dicapai. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia aksesibilitas berarti hal yang dapat dijadikan atau hal yang dapat

dikaitkan. Berdasarkan pengertian tersebut aksesibilitas merupakan hal yang

dapat dicapai oleh seseorang atau masyarakat.

Dalam Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial diterangkan

bahwa aksesibilitas merupakan kemudahan yang disediakan bagi penyandang

masalah kesejahteraan sosial guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam

segala aspek kehidupan dan penghidupan.

Menurut Tamim (2000:32) aksesibilitas adalah konsep yang

menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan

sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Black (1981)

mendefinisikan aksesibilitas sebagai suatu ukuran kenyamanan atau

kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain

dan “mudah” atau “susah” nya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan

transportasi.
13

Menurut Komaruddin dalam Ensiklopedia Menejemen, aksesibilitas

merupakan daya capai masyarakat dalam mendapatkan pelayanan. Daya capai

yang dimaksud dalam pengertian tersebut dapat diartikan sebagai daya

masyarakat dalam mencapai atau mendapatkan pelayanan yang

diperlukannya. Dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik

Indonesia Nomor 468/Kpts/1998, aksesibilitas merupakan kemudahan yang

disediakan bagi lanjut usia dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

Berdasarkan teori tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa

aksesibilitas merupakan suatu upaya yang digunakan guna memberikan

kemudahan bagi masyarakat agar dapat mengakses dan mendapatkan

pelayanan agar dapat memenuhi kebutuhannya.

B. Aksesibilitas Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial pada hakikatnya merupakan hak yang seharusnya

dapat diperoleh dan dapat diakses oleh masyarakat, terutama masyarakat

rentan yang mengalami permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan, adanya

pelayanan sosial diharapkan mampu membantu masyarakat dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapinya serta memenuhi kebutuhan

hidupnya, namun dalam kenyataannya masyarakat masih mengalami kesulitan

dalam mengakses pelayanan sosial.


14

Aksesibilitas juga difokuskan pada kemudahan bagi masyarakat dalam

mengakses pelayanan-pelayanan sosial. Menurut Alfred J. Khan (1973:197)

akses pelayanan adalah:

The need for social services focused on the function has for sources: (1)
Modern Bureaucratic Complecity; (2) Variations among citizen in knowledge
and understanding of right or in appreciation of the values of certain
resources, benefits entitlements; (3) Discrimination; and (4) Geografic
distance between people and services.

Berdasarkan pengertian tersebut kebutuhan pelayanan sosial difokuskan pada


fungsi akses terhadap empat sumber yaitu: (1) Kompleksitas birokrasi
modern; (2) Keanekaragaman pengetahuan dan pemahaman masyarakat
mengenai hak-haknya ataupun dalam menilai sumber tertentu, manfaat-
manfaatnya dan pengakuannya; (3) Diskriminasi; (4) Jarak Geografis antara
masyarakat dengan tempat pelayanan.
Alfred J. Khan (1973:197) juga berpendapat mengenai aksesibilitas bahwa
“Acces services may include information advice, referral, complaints, case
advocacy, class advocacy, and legal service, all on both individual and group
based”.

Berdasarkan pengertian tersebut yang termasuk akses pelayanan antara lain:


informasi, nasehat, rujukan, keluhan, kasus pembelaan, tingkat pembelaan,
dan pelayanan-pelayanan resmi.
1. Kompleksitas Birokrasi

Kompleksitas birokrasi berkaitan dengan penjangkauan dan pemanfaatan

pelayanan sosial oleh masyarakat, penjangkauan dalam hal ini merupakan

suatu program yang dilakukan untuk menjaring/menjangkau masyarakat

untuk mendapatkan pelayanan, antara lain kunjungan rumah, konsultasi,

dan juga advokasi.


15

2. Pengetahuan dan Pemahaman masyarakat tentang pelayanan sosial

Pengetahuan dalam hal ini adalah masyarakat mengetahui dan memiliki

kemampuan untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan

kebutuhannya. Pemahaman menurut Ngalim Purwanto (2008) merupakan

tingkat kemampuan yang mengharapkan responden mampu untuk

mengerti atau memahami tentang arti atau konsep, situasi fakta yang

diketahuinya. Tingkat pengetahuan dan pemahaman mempengaruhi akses

masyarakat dalam mendapatkan pelayanan sosial, jika masyarakat

memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik maka akan memperudah

akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan sosial yang diperlukan.

3. Diskriminasi

Isu yang berkembang tentang adanya pelayanan khusus terhadap suku-

suku tertentu yang akhirnya menciptakan diskriminasi, selain itu

ketidakadilan yang terjadi seringkali menimbulkan kerugian bagi pihak-

pihak yang di diskriminasi. Adanya perlakuan diskriminasi menjadi aspek

yang dapat menghambat masyarakat dalam mendapat serta memanfaatkan

pelayanan sosial.

4. Jarak geografis antara masyarakat dengan tempat pelayanan

Menurut Suharyono dan Amien (2013) jarak berkaitan dengan arti lokasi

dan upaya pemenuhan kebutuhan atau keperluan pokok, oleh karena itu

jarak dapat pula dinyatakan sebagai jarak tempuh baik dikaitkan dengan

waktu, transportasi, maupun biaya.


16

C. Faktor Penghambat Aksesibilitas

Pada pelaksanaannya aksesibilitas masyarakat dalam mendapatkan

pelayanan, memiliki beberapa faktor penghambat terutama dalam

aksesibilitas dalam pelayanan-pelayanan sosial. Allen Pincus dan Minahan

(1997:7) mengemukakan bahwa:

People after encauter difficulities in obtaining help from societal resource


sistem at the local community level. (1) Needed resources my not exist, or my
not exist in sufficient quantity, to provide adequate services for all who need
them; (2) A need resource service may exist but not be geographically,
psychologically, or culturally available to those who need it; (3) A need
resource may exist but people may not know about it how to use it, aspecially
if obtaining help requires dealing with complicated bureaucracies; (4) Even
people are using one or more societal resource sistem, the very operation of
these sistem can created new problem or aggravate exiting ones.

Penjelasan Allen Pincus dan Anne Minahan tersebut menggambarkan bahwa


penerimaan pelayanan seringkali mengalami hambatan-hambatan sebagai
berikut: (1) Keterbatasan sumber. Tidak tersedianya sumber-sumber yang
dibutuhkan pemerlu pelayanan. (2) Kondisi geografis. Lokasi dari lembaga
pelayanan sosial yang sulit dijangkau oleh pemerlu pelayanan. (3) Psikologis.
Hambatan yang terjadi dalam diri individu untuk dapat menjangkau sistem
sumber yang diperlukan dikarenakan adanya perasaan malu, minder serta
adanya rasa takut. (4) Kultural yang tidak mendukung. Adanya budaya adatau
tradisi yang diwarisi oleh pendahulu secara turun temurun dan berlaku disuatu
daerah tertentu dan bertentangan keadaan yang sebenarnya. Misalnya
menganggap enteng suatu penyakit padahal penyakit tersebut berbahaya. (5)
Pengetahuan penerima pelayanan yang tidak memadai. Pengetahuan ini
dikaitkan dengan sumber pelayanan yang diperlukan oleh penerima
pelayanan. (6) Birokrasi yang berbelit-belit. Adanya bagian dari administrasi
yang harus dilalui yang dianggap menyulitkan bagi sebagian masyarakat
untuk mengakses pelayanan yang diperlukan. (7) Kebingungan terjadinya
kebingungan penerima pelayanan disebabkan oleh keberagaman sumber
pelayanan yang bervariasi.
17

2.2.2 Kajian Tentang Masyarakat

A. Pengertian Masyarakat

Indonesia sebagai salah satu Negara yang memiliki jumlah penduduk yang

banyak, menjadikan Indonesia memiliki budaya dan ciri khas yang berbeda

diantara masuarakatnya. Masyarakat merupakan sekumpulan orang yang

saling berinteraksi satu sama lain dan menghasilkan budaya, adapun

pengertian masyarakat menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:

Mac Iver dan Page dalam Soerjono Soekanto (2012:22) mengatakan

bahwa masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari

wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dari

pengawasan tingkah-laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan

yang selalu berubah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan

jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu berubah.

Menurut Ralph Linton masyarakat merupakan setiap kelompok manusia

yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat

mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan

sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.

Richard T. Schaefer dan Robert P. Lamm (1998) masyarakat adalah

sejumlah besar orang yang tinggal dalam wilayah yang sama, relatif

independen dan orang orang di luar wilayah itu, dan memiliki budaya yang

relatif sama. Emile Durkheim, mengatakan bahwa masyarakat adalah suatu

kenyataan objektif individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.


18

Berdasarkan pengertian ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

masyarakat merupakan kelompok manusia yang hidup bersama yang tinggal

wilayah yang sama serta dalam waktu yang cukup lama, dan menghasilkan

kebudayaan.

B. Unsur-unsur Masyarakat

Masyarakat memiliki unsur-unsur atau ciri-ciri yang membedakannya dengan

lembaga atau pranata sosial yang lain. Adapun ciri-ciri masyarakat menurut

Soerjono Soekanto (2012:22) adalah sebagai berikut:

1. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran

mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia

yang harus ada. Akan tetapi secara teoritis angka minimnya adalah dua

orang yang hidup bersama.

2. Bercampur atau bergaul dalam jangka waktu yang cukup lama.

Berkumpulnya manusia akan menimbulkan manusia baru. Sebagai akibat

dari hidup bersama, timbul sistem komunikasi dan peraturan yang

mengatur hubungan antarmanusia. 

3. Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan 

4. Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama

menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terkait satu

sama lain.
19

2.2.3 Kajian tentang Masyarakat Adat

A. Pengertian Masyarakat Adat

Indonesia merupakan Negara yang memiliki wilayah yang luas dan

tersebar dalam berbagai pulau, oleh karena itu setiap masyarakatnya memiliki

ciri khas masing-masing. Budaya dan adat yang dianutnya juga berbeda-beda

di setiap masyarakatnya. Diantara mereka terdapat masyarakat yang masih

melestarikan budaya serta adat dari nenek moyang atau leluhur, masyarakat

tersebut disebut sebagai masyarakat adat. Adapun pengerian menurut ahli dan

Undang-Undang adalah sebagai berikut:

UN Economic and Sosial Council dalam Keraf (2010: 361)

mendefinisikan bahwa masyarakat adat atau tradisional adalah suku-suku dan

bangsa yang, karena mempunyai kelanjutan historis dengan masyarakat

sebelum masuknya penjajah di wilayahnya, menganggap dirinya berbeda dari

kelompok masyarakat lain yang hidup di wilayah mereka".

UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup dalam BAB I Pasal 1 butir 31 Masyarakat hukum adat

adalah kelompok masyarakat yang secara turuntemurun bermukim di wilayah

geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya

hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang

menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.


20

Desa Adat menurut Undang-undang Desa Nomor 06 Tahun 2014

adalah pengakuan masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum dalam

sistem pemerintahan, yaitu menetapkan unit sosial masyarakat hukum adat

seperti nagari, hutan, kampong, mukim dan lain-lain sebagai badan hukum

publik.

UU Nomor 06 tahun 2014 tentang Desa Pasal 103, Desa adat sebagai badan

hukum publik mempunyai kewenangan tertentu berdasarkan hak asal usul,

yaitu :

1) pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli;

2) pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat;

3) pelestarian nilai sosial budaya Desa Adat;

4) penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa

Adat dalam wilayah yang selaras dengan prinsip hak asasi manusia

dengan mengutamakan penyelesaian secara musyawarah;

5) penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan Desa Adat sesuai dengan

ketentuan peraturan perundangundangan;

6) pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa Adat

berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat;

7) pengembangan kehidupan hukum adat sesuai dengan kondisi sosial

budaya masyarakat Desa Adat.


21

B. Ciri-ciri Masyarakat Adat

Masyarakat adat memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang berbeda dari

masyarakat lainnya, hal ini tercermin pada kebiasaan atau budaya yang

dilestarikan oleh masyarakat adat.

Keraf (2010:362) menyebutkan beberapa ciri yang membedakan masyarakat

adat dari kelompok masyarakat lain, yaitu:

1. Mereka mendiami tanah-tanah milik nenek moyangnya, baik seluruhnya

atau sebagian.

2. Mereka mempunyai garis keturunan yang sama, yang berasal dari

penduduk asli daerah tersebut.

3. Mereka mempunyai budaya yang khas, yang menyangkut agama, sistem

suku, pakaian, tarian, cara hidup, peralatan hidup sehari-hari, termasuk

untuk mencari nafkah.

4. Mereka mempunyai bahasa sendiri

5. Biasanya hidup terpisah dari kelompok masyarakat lain dan menolak atau

bersikap hati-hati terhadap hal-hal baru yang berasal dari luar

komunitasnya.

Hal tersebut juga disebutkan dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan, yang menyatakan bahwa terdapat lima karakteristik atau kriteria

masyarakat adat antara lain:


22

1. Masyarakatnya masih berbentuk paguyuban

2. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya

3. Ada wilayah hukum adat yang jelas

4. Ada pranata hukum khususnya pengadilan adat yang masih ditaati

5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya

untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat adat

memiliki karakteristik dan ciri khas yang berbeda dari masyarakat lain pada

umumnya, bahkan setiap masyarakat adat yang ada memiliki budaya dan adat

istiadat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

C. Tipe-tipe Masyarakat Adat

Masyarakat adat juga memiliki klasifikasi atau tipe tersendiri yang sesuai

dengan karakteristik dari masyarakat serta budaya dan kearifan lokal yang

dilestarikan oleh mereka. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh kondisi geografis

Indonesia yang tersebar dalam berbagai pulau, sehingga setiap komunitas

adatnya memiliki karakteristik yang berbeda

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) membagi definisi

masyarakat adat kedalam 4 tipe dengan masing-masing tipe mewakili

karakteristik tersendiri yang khas, yaitu sebagai berikut:


23

1. Komunitas adat tipe “Kanekes” masyarakat adat tipe ini percaya bahwa

mereka adalah kelompok masyarakat terpilih yang bertugas memelihara

kelestarian bumi dengan berdoa dan hidup prihatin. Pilihan hidup prihatin

dapat dilihat dari adat bertani, berpakaian, pola konsumsi, dan lain-lain.

2. Tipe komunitas masyarakat adat Kasepuhan Banten Kidul dan masyarakat

Suku Naga, yang berada di wilayah Jawa Barat. Komunitas adat ini pada

dasarnya cukup ketat dalam memelihara dan menerapkan adat istiadat,

tetapi masih membuka ruang yang cukup luas bagi adanya hubungan-

hubungan “komersil”dengan dunia luar.

3. Tipe komunitas atau masyarakat adat yang hidup bergantung dari alam

(hutan, sungai, laut, dan lain-lain), mengembangjan sistem pengelolaan

sumber daya yang unik, tetapi tidak mengembangkan adat yang ketat

untuk perumahan maupun pemilihan jenis tanaman.

4. Tipe masyarakat adat yang sudah “tercerabut” dari tatanan pengelolaan

sumber daya alam yang asli sebagai akibat dari penjajahan yang telah

berkembang selama ratusan tahun.

Berdasarkan penjelasan tersebut di Indonesia masyarakat adat memiliki

beragam klasifikasi yang setiap klasifikasinya memiliki keunikan atau ciri

khas masing-masing.
24

2.2.4 Kajian tentang Pelayanan Sosial

A. Pengertian Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial merupakan halyang dibutuhkan oleh setiap warga negara

terutama masyarakat yang mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan

dasar mereka. Beberapa masyarakat di Indonesia masih mengalami kesulitan

dalam pemenuhan hidupnya. Adapun pengertian pelayanan sosial menurut

para ahli adalah sebagai berikut.

Sainsburry dalam Adi Fahrudin (2014:50) menyatakan bahwa pelayanan

sosial dalam arti luas merupakan pelayanan yang digunakan untuk semua

(communal services) yang berkepentingan untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan sosial dan mengurangi jenis-jenis masalah sosial tertentu,

khususnya kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalah yang memerlukan

penerimaan public secara umum atas tanggung jawab sosial dan yang

tergantung pada pengorganisasian hubungan-hubungan sosial untuk

pemecahannya.

Menurut Edi Suharto (2008) pelayanan sosial dapat diartikan sebagai

seperangkat program yang ditujukan untuk membantu individu atau keompok

yang mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika

keadaan individu atau kelompok dibiarkan, maka akan menimbulkan masalah

sosial, seperti kemiskinan, ketelantaran, dan bahkan kriminalitas.


25

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pelayanan sosial

merupakan program yang ditujukan untuk membantu individu, kelompok,

ataupun masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan

permasalahan yang dihadapinya serta untuk mengurangi jenis-jenis

permasalahan sosial tertentu.

B. Tujuan Pelayanan Sosial

Terdapat empat tujuan pelayanan sosial yang dikemukakan oleh Soetarso

(1993:33) antara lain:

1. Melindungi atau memulihkan kehidupan keluarga

2. Membantu individu untuk mengatasi masalah-masalah yang diakibatkan

oleh faktor-faktor yang berasal dari luar dirinya maupun dari dalam

dirinya.

3. Meningkatkan proses perkembangan yaitu membantu individu, kelompok,

atau masyarakat untuk mengembangkan atau memanfaatkan potensi-

potensi yang ada dalam dirinya.

4. Mengembangkan kemampuan orang untuk memahami, menjangkau, dan

mengusahakan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan.

Berdasarkan tujuan tersebut dapat diketahui bahwa secara umum tujuan

pelayanan sosial adalah untuk membantu individu, kelompok,atau masyarakat

dalam memenuhi kebutuhan serta meningkatkan potensi dan meningkatkan

pelayanan dalam membantu masyarakat.


26

C. Fungsi Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial memiliki fungsi yang sangat berpengaruh dalam

masyarakat, khususnya dalam membantu untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Adanya pelayanan sosial dapat membantu untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Adapun fungsi pelayanan sosial menurut para ahli adalah sebagai

berikut:

Richard M. Titmus dalam Syarif Muhidin (1997:42) mengemukakan

bahwa fungsi pelayanan sosial ditinjau dari perspektif masyarakat adalah

sebagai berikut:

1. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk

lebih meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok, dan masyarakat

untuk masa sekarang dan untuk masa yang akan datang.

2. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk

melindungi masyarakat.

3. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan

sebagai program kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapat

pelayanan sosial misalnya, kompensasi kecelakaan industry dan

sebagainya.

4. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan

sebagai suatu investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan

sosial.
27

Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Soetarso (1997:32) mengemukakan

tentang fungsi pelayanan sosial antara lain:

1. Perbaikan secara terus menerus kondisi kehidupan masyarakat.

2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi.

3. Peningkatan orientasi masyarakat terhadap perubahan sosial dan

penyesuaian diri.

4. Penyediaan struktur-struktur kelembagaan bagi berfungsinya pelayanan-

pelayanan yang terorganisasi lainnya.

Berdasarkan penjelasan diatas pelayanan sosial sangat dibutuhkan oleh

masyarakat terutama masyarakat yang mengalami kesulitan dalam pemenuhan

kebutuhan dasar ataupun tidak mampu dalam mengikuti perubahan sosial

yang ada. Pelayanan sosial memiliki fungsi dalam mengembangkan potensi

dan sumber bagi seluruh masyarakat agar mereka mampu berkembang dan

berfungsi sosial.

D. Jenis-jenis Pelayanan Sosial

Penerapan pelayanan sosial membidangi beberapa aspek yang erat

kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat, di beberapa negara pelayanan

sosial memiliki jenis-jenis dan penerapan yang berbeda. Edi Suharto

(2011:15) mengemukakan bahwa terdapat lima bidang/aspek pelayanan sosial

yang sudah diterapkan di Negara industri maju yaitu sebagai berikut:


28

1. Jaminan Sosial

Jaminan sosial adalah sistem atau skema pemberian tunjangan yang

menyangkut pemeliharaan penghasilan. Jaminan sosial mencakup bantuan

sosial, yakni bantuan uang atau barang yang biasanya diberikan kepada

kelompok miskin.

2. Perumahan

Rumah atau tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar manusia, Negara

memiliki kewajuban asasi untuk menyediakan perumahan bagi warganya,

khususnya mereka yang kurang mampu.

3. Kesehatan

Pelayanan kesehatan dapat dipandang sebagai aspek penting dalam

kehidupan, kesehatan merupakan faktor penentu bagi kesejahteraan sosial,

orang yang sejahtera bukan saja orang yang memiliki pendapatan atau

rumah memadai, melainkan pula orang yang sehat, baik sehat jasmani

maupun rohani.

4. Pendidikan

Negara memiliki tiga kewajiban penting dalam bidang pendidikan.

Pertama, penyedia utama lembaga-lembaga pendidikan. Kedua, sebagai

regulator atau pengatur penyelenggara pendidikan, ketiga fasilitator dalam

penyediaan fasilitas pendidikan. Pendidikan harus bersifat wajib terutama

kepada anak-anak usia sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama.


29

5. Pelayanan Sosial Personal

Pelayanan ini menunjuk pada berbagai bentuk perawatan sosial diluar

pelayanan kesehatan, pendidikan, dan jaminan sosial. Pelayanan ini

mencakup perawatan anak, perawatan masyarakat, dan peradilan kriminal.

Berdasarkan hal tersebut pelayanan sosial merupakan pelayanan yang

kompleks dan memiliki beberapa bidang pelayanan yang seluruhnya ditujukan

untuk membantu masyarakat, dan setiap masyarakat berhak untuk

mendapatkan pelayanan-pelayanan sosial tersebut.

E. Klasifikasi Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial yang diterapkan tentunya memiliki klasifikasi dan juga

tujuan yang berbeda, meskipun memiliki tujuan umum yang sama yaitu untuk

membantu masyarakat mencapai kesejahteraan. Alfred J. Khan dalam

Soetarso (1997: 33), mengklasifikasikan pelayanan sosial sebagai berikut:

1. Pelayanan sosial untuk tujuan sosialisasi dan pengembangan, yaitu

pelayanan sosial diadakan untuk melindungi, mengadakan perubahan, atau

menyempurnakan kegiatan-kegiatan pendidikan, asuhan anak, penanaman

nilai dan pengembangan hubungan sosial yang di masa lampau menjadi

fungsi keluarga, lingkungan tetangga dan kerabat.

2. Pelayanan sosial untuk tujuan penyembuhan, pemberian bantuan,

rehabilitasi, dan perlindungan sosial, yaitu pelayanan sosia dalam

beberapa hal yang ditujukan untuk membantu perorangan yang mengalami


30

masalah dengan jalan menggunakan kelompok primer untuk memperkuat

atau menggantikan fungsi-fungsi yang tidak ada lagi atau yang

mengalami gangguan-gangguan.

3. Pelayanan sosial untuk membantu orang menjangkau dan menggunakan

pelayanan yang sudah ada, pemberian informasi dan nasihat, yaitu

pelayanan sosial disini diadakan karena ketidaksamaan pemahaman

diantara warga masyarakat akan hak-hak mereka dan ketidaksamaan

penilaian mereka terhadap manfaat sumber-sumber, bantuan dalam bentuk

uang atau barang, diskriminasi dan jarak geografis diantara orang dengan

pelayanan.

Klasifikasi pelayanan sosial komunitas adat terpencil termasuk dalam

pemberian bantuan berupa pelayanan-pelayanan dasar seperti halnya

kesehatan, dan pendidikan, serta dapat juga berupa materi baik berupa uang

maupun barang, guna meningkatkan kemampuan diri mereka. Terbatasnya

pelayanan-pelayanan yang diberikan ini dikarenakan adanya jarak geografis

yang cukup jauh antara penerima dengan pelayanan yang ada, oleh karena itu

komunitas adat terpencil yang belum mendapatkan akses pelayanan perlu

dilakukan advokasi agar mereka dapat mengakses pelayanan-pelayanan sosial

yang tersedia.
31

2.2.5 Kajian tentang Pekerjaan Sosial dengan Komunitas Adat Terpencil

A. Pengertian Pekerjaan Sosial

Pekerjaan sosial merupakan profesi yang erat kaitannya dengan pelayanan

sosial, pekerja sosial bertugas untuk membantu masyarakat dalam

memperoleh pelayanan sosial yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Adapun

pengertian pekerjaan sosial menurut para ahli adalah sebagai berikut:

Pekerjaan sosial menurut Zastrow (1999) merupakan sebuah aktivitas

profesional dalam menolong individu, kelompok dan masyarakat dalam

meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi sosial dan

untuk menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif dalam

mencapai tujuannya.

Tan dan Eval dalam Edi Suharto (2005:25) mendefinisikan pekerjaan

sosial sebagai kegiatan yang mendorong pemecahan masalah terkait dengan

relasi kemanusiaan, perubahan sosial, pemberdayaan dan pembebasan

manusia, serta perbaikan masyarakat dengan menggunakan teori-teori

perilaku manusia dan sistem-sistem sosial.

Berdasarkan pengertian dari para ahli tersebut dapat disimpulkan

bahwa pekerjaan sosial merupakan suatu aktivitas professional yang didasari

dari pengetahuan, keterampilan, dan juga nilai nilai, yang bertujuan untuk

membantu individu, keluarga, kelompok, dan juga masyarakat untuk

mencapai keberfungsian sosialnya.


32

B. Tujuan dan Fungsi Pekerjaan Sosial

Pekerjaan sosial merupakan suatu profesi yang bertujuan untuk membantu

individu, kelompok ataupun masyarakat dalam mencapai keberfungsian

sosial. Sebagai sebuah profesi pekerja sosial tentunya memiliki tujuan dan

fungsi, adapun tujuan dan fungsi pekerjaan sosial adalah sebagai berikut:

Menurut National Association of Social Workers dalam Adi Fahrudin

(2014:66) terdapat empat tujuan pekerjaan sosial, antara lain:

1. Meningkatkan kemampuan-kemampuan orang untuk memecahkan

masalah, mengatasi (coping), perkembangan.

2. Menghubungkan orang dengan sistem-sistem yang dapat menyediakan

sumber-sumber, pelayanan-pelayanan, dan kesempatan-kesempatan.

3. Mengembangkan sistem-sistem yang dapat menyediakan sumber dan

pelayanan bagi orang agar pelaksanaannya lebih efektif dan manusiawi.

4. Mengembangkan dan memperbaiki kebijakan sosial.

Sedangkan menurut Allen Pincus dan Anne Minahan (1973) terdapat tujuh

fungsi pekerjaan sosial yaitu sebagai berikut:

1. Membantu orang untuk meningkatkan dan menggunakan kemampuan

secara efektif untuk melaksanakan tugas kehidupan dan memecahkan

masalah.
33

2. Menciptakan jalur hubungan pendahuluan antara orang dengan sistem

sumber.

3. Mempermudah, mengubah, dan menciptakan hubungan antara orang

dengan sistem-sistem sumber kemasyarakatan.

4. Mempermudah, mengubah, dan menciptakan hubungan antara orang di

lingkungan sistem sumber.

5. Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan, dan perkembangan

kebijakan dan perundang-undangan sosial.

6. Meratakan sumber-sumber material

7. Bertindak sebagai pelaksana kontrol sosial.

Berdasarkan tujuan dan fungsi pekerjaan sosial diatas dapat disimpulkan

bahwa pekerjaan sosial merupakan profesi yang sangat penting bagi

masyarakat, terutama dalam pelaksanaan pelayanan sosial. Dalam

pelaksanaan pelayanan sosial pekerja sosial dapat menjalankan tugas dan

fungsinya dalam menghubungkan masyarakat dengan pelayanan sosial yang

sesuai, serta dapat juga membantu masyarakat dalam mengembangkan potensi

dan kemampuan yang dimilikinya, sehingga dapat mencapai keberfungsian

sosial.
34

C. Pekerjaan Sosial dengan Komunitas Adat Terpencil

Komunitas Adat Terpencil merupakan salah satu penyandang masalah

kesejahteraan sosial berdasarkan Permensos Nomor 08 tahun 2012,

berdasarkan hal tersebut maka Komunitas Adat Terpencil (KAT) merupakan

salah satu sasaran atau bidang intervensi bagi pekerja sosial. Intervensi yang

diterapkan oleh pekerja sosial yang menangani terkait komunitas adat

terpencil adalah intervensi makro, dengan metode community

organization/community development dengan pendekatan locality

development, dimana pada pelaksanaannya pekerja sosial membantu

komunitas adat terpencil untuk mencapai keberfungsian sosial dengan

memanfaatkan kekuatan masyarakat dan partisipasi dari setiap masyarakat di

komunitas adat terpencil.

Komunitas adat terpencil merupakan kelompok masyarakat yang

terpinggirkan dan berada di wilayah yang sulit dijangkau, oleh karena itu

muncul berbagai macam permasalahan yang dialami oleh komunitas adat

terpencil salah satunya adalah kesulitan dalam mengakses pelayanan sosial

yang ada. Sehingga perlu mendapatkan perhatian serius bagi seluruh pihak

khususnya Kementerian Sosial, hal ini juga menjadi perhatian pekerja sosial

yang berupaya dalam membantu komunitas adat untuk mencapai kualitas

hidup yang lebih baik, serta membantu masyarakat adat dalam

mengembangkan potensi dan menghubungkannya dengan sistem sumber atau

tempat pelayanan yang dibutuhkan.


35

D. Peran-peran Pekerja Sosial dengan Komunitas Adat Terpencil

Pekerjaan sosial memiliki peranan penting dalam membantu komunitas

adat untuk mencapai keberfungsian sosial. Pekerjaan sosial sebagai profesi

pertolongan dapat membantu komunitas adat untuk mengembangkan potensi

dan sumber yang mereka miliki, serta membantu menghubungkan komunitas

adat dengan pelayanan sosial. Enkeu Agiati, Nurhayani Lubis, dan Denti

Kardeti (2010:93) menyatakan bahwa peran-peran yang dapat dilakukan oleh

pekerja sosial yang fokus pada kegiatan pertolongan terhadap komunitas adat

antara lain:

1) Advocate, peranan pekerja sosial sebagai orang yang memberikan

pelayanan dalam menangani permasalahan yang dihadapi oleh komunitas

adat khususnya dalam upaya pembinaan dan pemberdayaan komunitas adat

tersebut agar mereka dapat bertahan hidup (survive) dan tentram dalam

kehidupannya dengan nilai tradisi yang mereka anut

2) Empowerment, peranan pekerja sosial sebagai agen atau pelaku yang

menggali dan mengembangkan potensi yang ada pada komunitas adat. Inti

dari empowerment adalah community development (pengembangan

masyarakat) yang perannya adalah melakukan keseimbangan antara

kebutuhan komunitas adat dengan potensi dan sistem sumber yang ada di

lingkungan komunitas adat tersebut.


36

3) Planner, peranan pekerja sosial dalam pembinaan dan pemberdayaan

komunitas adat berperan mendampingi dalam penyusunan rencana program

mulai dari menganalisa kebutuhan dan masalah yang dihadapi komunitas

adat, merumuskan tujuan, melakukan pelaksanaan program sampai dengan

evaluasi kegiatan tersebut. Sebagai planner pekerja sosial juga memberikan

stimulant pada komunitas adat untuk melakukan adaptasi dalam rangka

pemenuhan kebutuhannya.

4) Enabler, peranan pekerja sosial yang memberikan kemungkinan kepada

komunitas adat untuk mendapatkan sistem pelayanan sosial agar mereka

mengetahui dan mengakses sistem pelayanan tersebut. Sebagai enabler,

pekerja sosial berperan juga memberikan kesempatan kepada komunitas

adat untuk berperan aktif dalam kegiatan sosial di masyarakat.

2.3 Kerangka Pikir

Berdasarkan latar belakang permasalahan dan tinjauan yang telah

diuraikan, yang menunjukan bahwa masih banyak masyarakat di Komunitas adat

Jalawastu yang belum mendapatkan pelayanan sosial, serta tidak adanya

sosialisasi dari pemerintah dan akses jalan yang rusak dan kurang memadai, maka

menunjukan bahwa aksesibilitas masyarakat adat Jalawastu masih belum baik,

untuk lebih memperjelas mengenai penelitian ini dituangkan dalam skema

kerangka pemikiran sebagai berikut:


37

PELAYANAN SOSIAL

MASALAH TUJUAN SASARAN

Meningkatkan Akses
1. Kompleksitas Birokrasi Komunitas Adat
Pelayanan dan
2. Sulitnya akses jalan Jalawastu
Pemanfaatan
menuju tempat
pelayanan Pelayanan Sosial
3. Kurangnya pengetahuan

Aksesibilitas Komunitas Adat


Jalawastu terhadap Pelayanan
Sosial di Desa Cisereuh
Kecamatan Ketanggungan
Kabupaten Brebes

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Anda mungkin juga menyukai