Anda di halaman 1dari 16

FASILITAS DAN PELAYANAN KESEHATAN

LANSIA DI RUMAH SAKIT UMUM DALAM PERSPEKTIF HAM

Oleh : Rully R)

ABSTRACT

Indonesian community usually has great respect on elderly people. Data shows the
number of elderly people in Indonesia keeps increasing, however healthcare services and
facilities for elderly people ( geriatric) are still inadequate. Therefore, the rights of
elderly people to have special treatment is not appropriately fulfilled. According to
section 8 UU No. 39 year 1999 on Human Rights, government has the responsibility to
protect and fulfill their rights. One of the rights that should be provided is special
facilities and healthcare services in public hospitals.

Key Words : Facilities, Healthcare services, and Elderly people

ABSTRAK

Masyarakat Indonesia pada umumnya menempatkan lanjut usia pada posisi yang
dihormati. Data menunjukkan jumlah lansia di Indonesia terus meningkat,
bagaimanapun juga fasilitas dan pelayanan kesehatan bagi lansia masih kurang.
Penghormatan itu antara lain, berupa pemberian fasilitas dan pelayanan khusus dalam
rangka perlindungan dan pemenuhan hak-hak mereka Sebagaimana diatur dalam Pasal
8 UU No.39/1999, pihak yang paling bertanggung jawab untuk melindungi dan
memenuhinya adalah pemerintah Salah satu wujudnya adalah tersedianya fasilitas dan
pelayanan khusus bagi mereka di Rumah Sakit-Rumah Sakit Umum dalam rangka
pemenuhan hak atas kesehatannya.

Kata Kunci: Fasilitas, Pelayanan Kesehatan, dan Lanjut Usia

)
Staf Subbid Perlindungan Manula, Bidang Perempuan dan Manula, Pusat
Pengkajian Perlindungan Kelompok Rentan Badan Penelitian dan Pengembangan HAM
Departemen Kehakiman dan HAM RI.
1
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia pada umumnya menempatkan lanjut usia (Lansia) pada


posisi yang dihormati. Hal ini bukan saja karena sesuai dengan nilai-nilai
budaya yang hidup dan berkembang di masyarakat, tetapi juga karena lansia
tergolong ke dalam kelompok rentan. Penghormatan itu antara lain, berupa
pemberian fasilitas dan pelayanan khusus dalam rangka perlindungan dan
pemenuhan hak-hak mereka. Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU No.
39/1999, pihak yang paling bertanggung jawab untuk melindungi dan
memenuhinya adalah pemerintah. Salah satu wujudnya adalah tersedianya
fasilitas dan pelayanan khusus bagi mereka di Rumah Sakit-Rumah Sakit
Umum dalam rangka pemenuhan hak atas kesehatannya. Di rumah sakit
misalnya diperlukan fasilitas khusus, antara lain berupa kursi roda, lift khusus,
toilet, jalan (akses) bagi lansia yang bertongkat, tangga, dan jenis fasilitas lain;
selain itu juga pelayanan khusus berupa pelayanan geriatri.

Keberhasilan pembangunan di bidang kependudukan, pendidikan, kesehatan


dan program-program yang terkait, berdampak pada menurunnya angka
kelahiran dan meningkatnya usia harapan hidup. Usia harapan hidup pada 1990
mencapai 59,8 tahun, pada 1997 mencapai 64,3 tahun, dan pada 2020
diperkirakan mencapai 71.7 tahun.1 Proporsi Lansia pada 1990 mencapai 6,4%,
pada 1999 meningkat menjadi 7,4%, dan pada 2020 diperkirakan mencapai 10%
hingga 11% dari total penduduk2. Peningkatan usia lanjut sering disertai
dengan meningkatnya berbagai penyakit dan ketidakmampuan (disability)
sehingga memerlukan perawatan dan pengobatan yang lama.

Lansia yang jumlahnya kini diperkirakan mencapai 17,7 juta jiwa3 itu lebih
banyak tinggal di pedesaan (9,9 juta) dibanding di perkotaan (7,8 juta). Dari
jenis kelaminnya, baik di pedesaan maupun di perkotaan, jumlah lansia
perempuan (9,5 juta) lebih banyak dibanding lansia laki-laki (8,2 juta).
Penyebabnya adalah angka harapan hidup perempuan lebih tinggi dibanding
angka harapan hidup laki-laki.

1
Anonim, (1999): Informasi tentang Lansia, Jakarta, Departemen Sosial.
2
Anonim, (2000): Pedoman Pelayanan Kesejahteraan Lanjut Usia, Jakarta,
Badan Kesejahteraan Sosial Nasional, hal.1.
3
BPS tahun 2000.
2
Jumlah lansia terbesar di Indonesia adalah Propinsi Jawa Timur dengan
3.740.000 penduduk, Propinsi Jawa Barat berjumlah 2.850.000 penduduk dan
Propinsi Sulawesi Selatan berjumlah 771.500 penduduk.4

Nampaknya, peningkatan jumlah lansia yang terus meningkat dari tahun ke


tahun tidak disertai dengan tersedianya fasilitas dan pelayanan kesehatan di
rumah sakit dan terkesan belum memadai, padahal mereka berhak untuk
memperoleh fasilitas dan pelayanan khusus dalam kegiatan sehari-hari sesuai
dengan kondisi fisiknya yang tergolong rentan.
Untuk itulah, penulis tertarik melakukan penelitian mengenai perlindungan
HAM lansia di rumah sakit dalam rangka mengupayakan perlindungan dan
pemenuhan hak-hak lansia, khususnya hak atas kesehatan.
B. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas dirumuskan permasalahan sebagai berikut yaitu:


Sejauhmana perlindungan HAM Lansia dalam rangka pemenuhan hak atas
kesehatannya sebagaimana diatur dalam Pasal 42 UU No. 39 tahun 1999
tentang HAM yang menyatakan, setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat
fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan,
pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan
yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa
percaya diri, dan kemampuan berpatisipasi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara?

C. Tujuan

1. Untuk mengidenfikasi bentuk-bentuk Perlindungan HAM lansia sebagai


upaya pemenuhan hak atas kesehatannya.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab yang menjadi kendala belum
tersedianya fasilitas khusus dan pelayanan kesehatan yang memadai bagi
lansia.

D. Ruang Lingkup

1. Menginvertarisir pasien lansia.


2. Mengidenfikasi fasilitas yang tersedia.
3. Mengidenfikasi pelayanan kesehatan.
4
BPS diolah dan Proyeksi 1995-2005.

3
4. Mengidenfikasi bentuk pelanggaran HAM yang terdapat di Rumah Sakit
Hasan Sadikin sesuai standar yang ada.

E. Metoda

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif. Untuk


menggali data dan informasi yang lebih mendalam dilakukan
observasi/pengamatan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung yang telah
ditetapkan sebagai unit contoh. Pengamatan ini untuk menggali: (a) fasilitas
khusus yang tersedia untuk pasien lansia yang menjalani rawat inap dan (b)
pelaksanaan pelayanan kesehatan khusus untuk lansia-nya.

Pertimbangan memilih lokasi di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung


dikarenakan terdapat jumlah lansia yang cukup banyak dan merupakan salah
satu rumah sakit terbesar di Propinsi Jawa Barat.

Sedangkan data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan
data primer. Data sekunder diperoleh dari arsip-arsip, laporan-laporan
penelitian, dan dokumen lainnya. Sedangkan data primer diperoleh dari
lapangan melalui wawancara dengan responden (lansia) dan informan.

II. KERANGKA KONSEPTUAL

Menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, munculnya penyakit kronik dan


degeneratif, serta kondisi psikososial yang tidak mendukung akibat berbagai
kehilangan (teman hidup, pekerjaan, kehormatan dan penghargaan, dan
sebagainya) membuat orang lanjut usia semakin terpuruk dan tidak sehat secara
fisik maupun mental. Berbagai macam penyakit kronik dan degeneratif yang
sering kali menyertai mereka, memerlukan penatalaksanaan jangka panjang,
bahkan seumur hidup.

Lanjut usia (lansia) adalah setiap warga negara Indonesia pria atau wanita yang
telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik potensial maupun tidak potensial. 5
Sedangkan batasan lanjut usia menurut WHO South East Asia Regional Office
(Organisasi Kesehatan Dunia untuk Regional Asia Selatan dan Timur) adalah

5
Pasal 1 Undang-Undang No. 13 tahun 1998, tentang Kesejahteraan Sosial.

4
usia usia lebih dari 60 tahun.6 Dilihat dari ciri-ciri fisiknya, manusia lanjut usia
memang mempunyai karakteristik yang spesifik. Secara alamiah, maka manusia
yang mulai menjadi tua akan mengalami berbagai perubahan, baik yang
menyangkut kondisi fisik maupun mentalnya.

Mengutip pendapat Rossman (1980) dan Whitbourne (1985) dapat diketahui


bahwa, penampilan fisik mulai berubah dari penampilan tubuh sekitar pada
pertengahan kehidupan. Perubahan tersebut dicirikan oleh rambut yang mulai
menipis dan beruban, berat badan meningkat hingga sekitar 50 tahun dan sedikit
menurun setelah itu akibat munculnya pendistribusian lemak kembali, tampak
kerutan-kerutan pada wajah, kaki, lengan, bagian bawah, perut, pantat dan
lengan bagian atas, tulang menjadi rapuh dan keropos serta pada wanita kadang-
kadang terjadi perpendekan atau pelipatan tulang belakang.7

Lansia sebagai manusia mempunyai hak asasi juga. Hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang demi kehormatan serta perlidungan harkat dan martabat manusia. 8
Sedangkan Hak Asasi Lanjut Usia adalah hak dasar yang dimiliki oleh lanjut
usia yang meliputi kemerdekaan dan kebebasan untuk berserikat, berkumpul,
berpendapat serta memperoleh karier.9

Selain istilah lain di atas yang sering muncul adalah geriatri. Tidak jarang
pasien lanjut usia disalah artikan sebagai pasien geriatri, padahal pasien lanjut
usia belum tentu geriatri. Sebaliknya, pasien geriatri sudah pasti berusia lanjut.
Geriatri berasal dari kata gerontos (usia lanjut) dan iatros (penyakit). Jadi ilmu
geriatri adalah bagian dari ilmu kedokteran yang khusus mempelajari kesehatan
6
Kompas, 18 Mei 2003.
7
Dra. Idanati, Rukna, et.al, (1998): Laporan Penelitian Perilaku Kesehatan
Lanjut Usia (lansia) Dalam Upaya Peningkatan Produktivitas Kerja, hal. 6.
8
Pasal 1 Undang-undang Hak Asasi Manusia (UU No. 39 Tahun 1999, LN 1999
No. 165, TLN No. 3886).
9
Anonim, (2001): Acuan Umum Pelayanan Kesehatan Kesejahteraan Sosial
Lanjut Usia, Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Direktorat Jenderal
Pelayanan Sosial, Direktorat Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Lanjut Usia, hal. 48.

5
dan penyakit pada usia lanjut. Pasien geriatri memiliki beberapa ciri khas, yaitu
multipatalogi, tampilan gejala dan tanda penyakit tidak khas, daya cadangan
faali menurun, biasanya disertai gangguan status fungsional. Sedangkan di
Indonesia pada umumnya disertai dengan gangguan nutrisi.10 Sedangkan tempat
untuk memberikan layanan geriatri disebut Poliklinik Geriatri. Poliklinik
Geriatri, yaitu layanan geriatri dimana diberikan jasa asesmen, tindakan kuratif
sederhana dan konsultasi bersifat subspesialistik bagi penderita rawat jalan.11
Konsultasi Geriatri, yaitu layanan konsultatif dari bagian lain terhadap seorang
penderita lansia.12

Fasilitas Khusus adalah segala yang dapat memudahkan secara istimewa.13


Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.14

Pelayanan kesehatan adalah proses untuk memenuhi segala sesuatu kebutuhan


lanjut usia yang dilakukan secara terarah, terencana, sistimatik dan profesional,
sehingga kemungkinan untuk memperbaiki kondisi sosialnya, dapat
memperbaiki rasa harga diri dan kepercayaan diri, serta mampu menjalankan
peranan sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat secara wajar.15

Kesejahteraan sosial merupakan hak dari para lansia. Upaya untuk


meningkatkannya antara lain, melalui upaya pelayanan kesehatan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan lansia agar kondisi fisik,
mental dan sosialnya dapat berfungsi dengan wajar dalam pelaksanaan

10
Kompas, Op.cit.
11
Anonim, (1999): Pedoman Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut di Rumah Sakit
Umum, Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, hal. 37.
12
Ibid.
13
Kamus Bahasa Indonesia I Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
14
Pasal 1 Undang-undang Kesehatan (UU No. 23 tahun 1992) LN tahun 1992 No.
100, TLN No. 3495.
15
Pasal 14 UU No. 13 tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.

6
pelayanan kesehatannya di Rumah Sakit Umum, seperti upaya pelayanan
geriatrik atau gerontologik.16

Rumah Sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan


pelayanan berupa pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan gawat
darurat yang mencakup pelayanan medis dan penunjang medis, serta dapat
dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.17

III. ANALISA

A. Kebijakan Penangan Lansia

Deklarasi universal HAM yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)


menegaskan bahwa jaminan sosial merupakan elemen dasar HAM yang berlaku
bagi seluruh warga negara (termasuk Lansia) dan diarahkan untuk memberikan
perlindungan guna mempertahankan taraf kesejahteraan sosial yang layak.
Negara yang tidak melaksanakan jaminan sosial dapat dipandang sebagai
negara yang melanggar HAM.

International Plan of Action of Ageing (Vienna Plan) yang ditetapkan dengan


Resolusi No.37/51 tahun 1982 menegaskan dalam Inti Plan Action adalah
pertama, mengajak negara-negara: bersama-sama atau sendiri, untuk
mengembangkan dan menerapkan kebijakan peningkatan kehidupan lansia,
sejahtera lahir batin, damai, sehat dan aman; kedua, mengkaji dampak
menuanya penduduk terhadap pembangunan untuk mengembangkan potensi
lansia. Untuk mendorong terciptanya pembangunan yang selaras, dibutuhkan
lansia yang sehat dan mandiri dengan dukungan dari segala pihak, yaitu
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan keluarga. Bentuknya berupa
penyediaan fasilitas dan pelayanan kesehatan bagi lansia untuk meningkatkan

16
Anonim, (2001): Acuan Umum Pelayanan Kesejateraan Sosial Lanjut Usia,
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Direktoral Pelayanan Sosial, Direktorat
Kesejahteraan anak, Keluarga dan Lanjut Usia, hal. 48.

17
Anonim, (2001): Daftar Rumah Sakit (List of Hospital) Indonesia, Departemen
Kesehatan R.I Direktorat Jenderal Pelayanan Medik (Ed), hal. 3

7
derajat kesehatan dan mutu kehidupannya dengan menanamkan cara pola hidup
sehat.

Perlindungan mengenai lansia dalam bidang kesehatan ditetapkan dengan


Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara 1999 2004, Sektor Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, huruf e,
menyatakan bahwa dalam membangun aspirasi terhadap penduduk Lansia dan
veteran untuk menjaga harkat dan martabatnya serta memanfaatkan
pengalamannya, perlu dilakukan upaya meningkatkan pengetahuan,
keterampilan bagi lansia yang masih produktif agar dapat terus berkarya dalam
proses pembangunan nasional sesuai kemampuan dan pengetahuannya secara
optimal guna terwujudnya kualitas lansia sebagai potensi sumber daya manusia
dalam lingkungan hidup untuk mewujudkan pembangunan.

Pasal 41 (ayat 2) Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi


Manusia dinyatakan, setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita
hamil, dan anak-anak berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.
Pengaturan dalam pasal tersebut sesuai dengan Pasal 28H (ayat 2) Undang-
undang Dasar (UUD) 1945 Hasil Amandemen. Masih dalam UU yang sama
(UU No.39/1999), dalam pasal 42 dinyatakan, setiap warga negara yang berusia
lanjut, cacat fisik, dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan,
pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin
kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan
rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dalam Pasal 14 (ayat 1) UU No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut


Usia dinyatakan, pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan Lansia agar kondisi fisik,
mental dan sosialnya dapat berfungsi secara wajar melalui upaya penyuluhan,
upaya penyembuhan (kuratif) yang diperluas pada pelayanan geriatrik. Dalam
pasal 14 (ayat 3) UU itu dinyatakan, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
bagi Lansia yang tidak mampu, diberikan keringanan biaya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai penghormatan
dan penghargaan kepada Lansia, seperti pelayanan kesehatan, kemudahan
dalam penggunaan fasilitas dan bantuan sosial. Dalam pasal 14 (ayat 2)
dinyatakan, pelayanan kesehatan bagi Lansia dilaksanakan melalui peningkatan:
(a) penyuluhan dan penyebarluasan informasi; (b) kuratif, yang diperluas pada

8
bidang pelayanan geriatrik/gerontologik; dan (c) pengembangan lembaga
perawatan Lansia yang menderita penyakit kronis/penyakit terminal.

Dalam Pasal 17 Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan


dinyatakan, pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang
merata dan terjangkau masyarakat.

B. Temuan di Lapangan

Berdasarkan hasil temuan di lapangan, fasilitas yang tersedia di Rumah Sakit


Hasan Sadikin Bandung adalah kursi roda, tempat pendaftaran pasien lansia
(loket untuk pasien), dan apotik untuk lansia. Untuk fasilitas lain, seperti ruang
tunggu khusus, toilet khusus, pegangan naik tangga, lift khusus, dan lain-
lainnya belum tersedia. Sedangkan pelayanan kesehatan untuk lansia sudah
tersedia pelayanan geriatri. Poliklinik Geriatri telah ada sejak tahun 2000,
berikut dengan Tim Geriatrinya. Prinsip pelayanan kesehatan lansia (geriatri) di
rumah sakit ini bersifat holistik, mencakup aspek fisik, kejiwaan dan lingkungan
sosial ekonomi, melalui mekanisme lintas sektoral dengan dinas/lembaga
terkait, baik yang tergolong promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif.
Oleh karenanya, tim geriatri merupakan bentuk kerjasama multidisiplin yang
bekerja secara interdisiplin. Di poliklinik geriatri diberikan pelayanan yang
bersifat subspesialistik bagi penderita rawat jalan. Begitu pula, pasien lansia
yang rawat inap penanganannya tidak berbeda jauh dengan pasien yang rawat
jalan.

C. Fasilitas dan Pelayanan Kesehatan Lansia

Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung merupakan rumah sakit yang dimiliki
oleh Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat. Rumah sakit ini merupakan
rumah sakit pemerintah yang tergolong Tipe B.18 Program dan kegiatannya
berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan kebijakan-kebijakan
lain yang ditetapkan Departemen Kesehatan.

Sebagaimana disebutkan diatas, rumah sakit ini menyediakan fasilitas khusus


untuk lansia, yaitu kursi roda, tempat pendaftaran pasien lansia dan apotik untuk
lansia sehingga pihak Pemerintah dalam hal ini rumah sakit wajib menyediakan
18
Anonim, Daftar Rumah Sakit (List of Hospital) Indonesia, op. Cit.
9
fasilitas yang belum tersedia. Apabila dikaitkan dengan Pasal 41 ayat (2) UU
No. 39 tahun 1999 tentang HAM jo Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 rumah sakit
ini telah berusaha memberikan fasilitas, kemudahan dan perlakuan khusus bagi
lansia walaupun belum sesuai standar yang berlaku. Kemudian ditegaskan lagi
dalam Undang-Undang Kesejahteraan Lanjut Usia Pasal 26 dinyatakan bahwa
setiap orang atau badan/organisasi yang dengan sengaja tidak melakukan
pelayanan sesuai yang diatur undang-undang tersebut, diancam dengan pidana
kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau dengan denda sebanyak-
banyaknya Rp.200.000.000,-. Selanjutnya, dalam pasal 27 UU tersebut
dinyatakan, setiap orang/badan/lembaga yang dengan sengaja tidak
menyediakan aksesibilitas bagi Lansia, sebagaimana diatur undang-undang ini,
dapat dikenai sanksi administrasi, berupa teguran lisan, tertulis, atau pencabutan
izin.

Dalam prakteknya, Pasal 26 dan Pasal 27 belum bisa diterapkan sebagaimana


mestinya (secara penuh) karena berbagai kendala, seperti dana (diperlukan
anggaran yang lumayan besar) dan adanya peraturan pemerintah yang
memungkinkan rumah sakit harus menyediakan fasilitas khusus dan pelayanan
kesehatan bagi lansia secara komprehensif.

Pembentukan tim geriatri dan poliklinik geriatri sesuai dengan Pasal 42 UU


HAM jo Pasal 14 ayat (2) UU No. 13 tahun 1998 sehingga menjadikan rumah
sakit ini menjadi kebanggaan masyarakat Propinsi Jawa Barat karena
merupakan salah satu rumah sakit di Indonesia yang mempunyai tim geriatri
dan poliklinik geriatri. Kepala Poliklinik Geriatri menyadari masih terdapat
kekurangan baik dari fasilitas dan pelayanan kesehatan bagi lansia sebagaimana
diamanatkan dalam UU HAM (Pasal 42) maupun UU kesejahateraan Lanjut
Usia (Pasal 14 ayat (2) seperti, dana (saat ini anggaran untuk penyediaan
fasilitas dan pelayanan kesehatan untuk lanjut usia masih menyatu dengan
anggaran rumah sakit secara keseluruhan), kurangnya dukungan Pemerintah
Daerah maupun DPRD, juga belum adanya landasan yuridis (peraturan
pemerintah), dan terbatasnya SDM (staf) pelayanan kesehatan lansia sehingga
permasalahannya yang dihadapi sangat bervariasi.

Deskripsi di atas menunjukkan masih terdapat keterbatasan fasilitas dan


pelayanan pasien Lansia di rumah sakit ini. HM seorang pensiunan PNS (laki-
laki, 62 tahun), penderita penyakit gula, jantung dan penyakit lain, semula
adalah pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin, tetapi kemudian dirujuk ke
Poliklinik Geriatri. HM merupakan pasien lama Poliklinik Geriatri yang

10
menggunakan Askes. Untuk pemeriksaan dan obat, pasien ini tidak
mengeluarkan uang. Untuk obat tertentu harus membeli sendiri. HM
mengatakan pelayanan rumah sakit ini tergolong bagus dan menyangkut
fasilitas tersedia kursi roda, tempat pendaftaran dan apotik yang khusus untuk
lansia. Juga tidak ada pembedaan pasien; yang mendaftar lebih dahulu akan
didahulukan, kecuali penderita penyakit berat yang harus diberi pelayanan
cepat. Tidak berbeda dengan HT (laki-laki, 65 tahun) seorang pensiunan PNS
dan masih aktif mengajar di salah satu perguruan tinggi Bandung. Penyakit
yang dideritanya adalah jantung dan hipertensi (komplikasi), masih sama
dengan HM, menggunakan askes. Pendapatnya sama dengan HT mengenai
fasilitas dan pelayanan kesehatan.

Adapula SK (pr, 70 tahun), isteri seorang pensiunan PNS, diantar oleh cucunya
yang berusia 15 tahun. Penyakit yang dideritanya adalah persendiaan lutut,
hipertensi dan jantung, menggunakan askes. EM (pr, 68 tahun), isteri pensiunan
PNS, penyakit yang diderita jantung, glukosa, dan persendian otot. DB (pr, 63
tahun) dengan ditemani tiga anggota keluarganya. DB adalah salah satu pasien
yang menjalani rawat inap dan dalam keadaan tidak sadar.

Gambaran umum pendapat mereka mengenai fasilitas dan pelayanan kesehatan


di Rumah Sakit Hasan Sadikin sudah cukup baik dan memadai. Ini berarti,
perlindungan, penghormatan, pemajuan dan penghargaan lanjut usia khususnya
dalam pemenuhan hak atas kesehatan sudah mulai terlihat dalam prakteknya
walaupun belum terlaksana sepenuhnya karena berbagai kendala sebagaimana
disebut diatas. Yang terpenting adalah amanat Pasal 41 (ayat 2) khususnya Pasal
42 Undang-undang No.39 Tahun 1999 jo Pasal 28 H ayat (2) UUD 1945 hasil
amandemen, intinya lanjut usia telah memperoleh kemudahan dan perlakuan
khusus di rumah sakit.

Kebanyakan dari pasien menggunakan askes, pihak rumah sakit tidak


membedakan dengan pengguna non askes. Ketika mereka sakit tidak perlu
khawatir, karena negara menjamin kehidupan warga negaranya dan salah
satunya bantuan khusus atas biaya negara dan apabila mereka tidak mampu
membayar biaya rumah sakit maka diberikan keringanan biaya (Pasal 42 UU
HAM jo Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 14 ayat (3) UU No. 13 tahun
1998).

Deskripsi identitas lansia yang menjalani rawat inap yang diwawancarai


disajikan dalam tabel berikut ini.

11
Tabel 2
Pasien Lansia yang Sedang Menjalani Rawat Inap/Jalan, Rumah Sakit Umum
Hasan Sadikin Bandung

No. Nama Umur Jenis Asal Pekerjaan Kelas Penyakit Sumber Akut /
(thn.) Kela- Dana Kronis
min
1. HM 62 Lk Kota Pensiunan - Penyakit Askes -
Bandun PNS Gula,
g jantung
2. HT 65 Lk Buah Pensiunan - Jantung Askes -
batu PNS Hipertensi
3. SK 70 Pr Kiara Ibu Rumah - Persendian Askes -
Condon Tangga lutu,
g hipertensi,
dan jantung
4. EM 68 Pr Kota Ibu Rumah - Jantung, Sendiri/s -
Bandun Tangga glukosa, wasta
g dan
persendian
otot
5. DB 63 Pr Jakarta Ibu Rumah VIP - Sendiri/ Kronis
Tangga Swasta
Sumber: Diolah dari hasil wawancara (2003).

D. Peran Geriatri Dalam Peningkatan Kesehatan Masyarakat

Pemerintah dalam Bidang Kesehatan bertugas untuk menyelenggarakan upaya


kesehatan yang merata dan terjangkau masyarakat (Pasal 17 Undang-undang
No.23 Tahun 1992 ). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 8 UU No. 39 tahun 1999
yang menyatakan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak
asasi manusia merupakan tanggung jawab Pemerintah.

Upaya pemenuhan hak atas kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai cara,
meliputi pencegahan dan penyembuhan. Dalam kegiatan pelayanan yang
bersifat pencegahan, rumah sakit ini melakukan penyuluhan, olahraga, dan
pemeriksaan yang meliputi laboratorium darah, mamografi, pap smear,
vaksinasi pneumokokus, vaksinasi influenza, prostat, dan rektum. Pelayanan
yang diberikan oleh tim geriatri sesuai dengan yang diamanatkan Pasal 42 UU
No. 39 tahun 1999 tentang HAM.
12
Menurut Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI pada pasien
geriatri terdapat beberapa penyulit seperti:
1. Diagnosa penyakit yang diderita, jarang yang hanya satu. Umumnya 4
penyakit atau lebih.
2. Fungsi organ-organ tubuh mulai menurun dibandingkan dengan masa
sebelumnya. Fungsi paru-paru mulai menurun, begitu pula dengan hati
dan ginjal serta organ lainnya termasuk panca indera.
3. Mengidap penyakit kronis yang berpotensi menjadi penyakit akut.
Artinya sewaktu-waktu penyakit tersebut (misalnya, darah tinggi atau
jantung), bisa mendadak kambuh dan mengancam nyawa penderita.
4. Gejala klinis yang ditampakkan tidaklah sederhana, sehingga agak
sukar menentukan diagnosis bagi dokter yang belum berpengalaman.
5. Menggunakan obat lebih dari satu macam (polifarmasi). Hal itu
memperbesar risiko efek samping dan interaksi obat yang berbahaya di
samping fungsi-fungsi untuk membersihkan zat-zat berbahaya.19

Konsultasi bagi pasien lansia ke poliklinik geriatri yang dibuka pada setiap hari
Selasa dan Kamis pukul 08.00-15.00, dengan jumlah pasien rata-rata 30-40
orang. Pada dinding ruang konsultasi tertera berbagai macam informasi
mengenai penyakit yang menyerang lansia seperti, kekeroposan tulang yang
dapat menimbulkan rasa nyeri, bungkuk, deformitas, dan fraktur (patah tulang).
Juga terdapat saran untuk memeriksakan kekeroposan tulang sedini mungkin
dengan densitometry, terutama wanita lebih dari 40 tahun (menopause) dan pria
lebih dari 50 tahun. Hal ini, tentu saja dapat berguna lansia dapat mencegah
penyakit sedini mungkin. Dan yang terpenting adalah hak untuk mendapatkan
informasi telah mereka dapatkan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1)
UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM

Upaya penyembuhan dilakukan dengan penyediaan pelayanan kesehatan yang


optimal, meliputi aspek jaminan sosial atas kesehatan, sarana kesehatan yang
memadai, tenaga medis yang berkualitas, dan pembiayaan pelayanan yang
terjangkau oleh Lansia. Sebagai bukti Poliklinik Geriatri tidak hanya menerima
pasien lansia dari berbagai bagian (unit) pelayanan di Rumah Sakit Hasan
Sadikin, tetapi juga dari rumah sakit lain. Sebaliknya, Poliklinik Geriatri juga
dapat merujuk pasiennya ke rumah sakit yang dapat menangani jenis penyakit
pasien yang dirujuk untuk menjalani rawat inap. Bukti lain adalah rumah sakit

19
Suara Pembaharuan, 9 Juni 2002.
13
tidak membedakan pasien yang menggunakan askes dengan non askes,
semuanya mendapatkan perlakuan yang sama.

Dalam meningkatkan pelayanan bagi lansia sebagaimana diamanatkan dalam


Pasal 42 UU HAM jo Pasal 14 ayat (1) UU Kesejahteraan Lanjut usia , dua
perawat (laki-laki dan perempuan) telah diikutsertakan dalam pelatihan geriatri,
meski hingga kini petugas laboratorium dan rontgen-nya belum mengikuti
pelatihan geriatri. Dokter, perawat atau petugas lain yang tergabung dalam
pelayanan geriatri memerlukan karakter dan ilmu; ilmu di pelajari selama
belajar atau pelatihan, tetapi karakter setiap orang berbeda-beda, meski dapat
berubah. Oleh karena itu, karakter merupakan pertimbangan yang cukup
penting. Seorang dokter geriatri harus mempelajari ilmu penyakit dalam, ilmu
jiwa, farmakologi, rehabilitasi medik, gizi, dan perawat.

Pendekatan interdisiplin merupakan model pendekatan yang paling baik untuk


menangani pasien lanjut usia, karena mereka akan dilihat sebagai manusia
secara utuh dan tidak diobati dengan hanya melihat per bagian tubuh yang sakit.
pemberian obat dapat diminimalisasi sesuai kebutuhan pasien, dan pemeriksaan
penunjang lain juga disesuaikan karena telah dikomunikasikan terlebih dahulu
oleh tim yang menangani sehingga tidak akan ada penggunaan obat yang
tumpang tindih dan berlebihan. Pendekatan interdisiplin sebagai salah satu
model pendekatan pelayanan pasien lanjut usia, seyogyanya dapat diterapkan di
berbagai institusi pelayanan kesehatan yang melayani orang lanjut usia.

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Pihak rumah sakit ada kecenderungan untuk memberikan perlindungan kepada


lanjut usia dalam pemenuhan hak atas kesehatannya sebagaimana diamanatkan
dalam Pasal 42 UU o. 39 tahun 1999. Walaupun masih terdapat beberapa
kendala, seperti anggaran untuk penyediaan fasilitas dan pelayanan kesehatan
untuk lanjut usia masih menyatu dengan anggaran rumah sakit secara
keseluruhan, kurangnya dukungan Pemerintah Daerah maupun DPRD (belum
ada kebijakan yang dikeluarkan bagi perlindungan lanjut usia di rumah sakit),
belum adanya landasan yuridis (peraturan pemerintah), dan terbatasnya SDM
(staf) pelayanan kesehatan lansia.

14
B. Rekomendasi

1. Perlunya peraturan pemerintah sebagai pelaksana undang-undang yang


mengatur kebijakan lansia dalam upaya pemenuhan hak atas kesehatan
sehingga mempunyai landasan yang kuat bagi terlaksananya
perlindungan lansia di rumah sakit.
2. Perlu adanya anggaran tersendiri (terpisah) dari pihak rumah sakit
untuk penyediaan fasilitas khusus dan pelayanan kesehatan bagi lansia
di rumah sakit, sehingga pemajuan, penegakkan, dan perlindungan
lanjut usia dalam pemenuhan hak atas kesehatannya dimasa mendatang
dapat tercapai.

Daftar Pustaka

Anonim, (2001): Acuan Umum Pelayanan Kesehatan Kesejahteraan Sosial


Lanjut Usia, Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Direktorat
Jenderal Pelayanan Sosial, Direktorat Kesejahteraan Anak, Keluarga dan
Lanjut Usia,

-----------, (2001): Daftar Rumah Sakit (list of Hospital) (Ed.II), Jakarta,


Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.

----------, (1999): Pedoman Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut di Rumah Sakit


Umum, Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.

----------. (2000). Dalam Angka, BPS.

-----------, (1999): Informasi tentang Lansia, Jakarta, Departemen Sosial.

-----------. (2000). Pedoman Pelayanan Kesejahteraan Lanjut Usia, Jakarta,


Badan Kesejahteraan Sosial Nasional.

----------. (2000). Dalam Angka, BPS.

----------. Kamus Bahasa Indonesia I Pusat Pembinaan dan Pengembangan


Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

15
Idanati, Rukna, et.al. (1998). Laporan Hasil Penelitian: Perilaku Kesehatan
Lanjut Usia (Lansia) Dalam Upaya Peningkatan Produktivitas Kerja,
Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Univesitas Jenderal
Soedirman, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.

Indonesia, Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar


Haluan Negara 1999 2004,

-----------, Undang-undang Dasar 1945 dan Amandemennya.

---------, Undang-undang tentang Kesehatan, Undang-undang No. 23 tahun


1992, LN-RI tahun 1992 No. 100, LN-RI No. 3495.

---------, Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia, Undang-undang No. 39


tahun 1999, LN-RI tahun 1999 No. 165, LN-RI No. 3886.

--------, Undang-undang tentang Kesejahteraan Sosial, Undang-undang No. 13


tahun 1998, LN tahun 1998.

Deklarasi Hak Asasi Manusia tahun 1948

International Plan of Action of Ageing (Vienna Plan) yang ditetapkan dengan


Resolusi No.37/51 tahun 1982

Soejono, DR CZ Heriawan SPPD K Ger dan DR Fatimah E. SPPD (2003):


Mengobati Pasien Usia Lanjut, Kompas, 16 Mei.

Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI (2002): Geriatri dan


Usia Lanjut, Suara Pembaharuan, 9 Juni.

16

Anda mungkin juga menyukai