Anda di halaman 1dari 23

PSIKOTERAPI SUPORTIF

DAN
PENDIDIKAN KESEHATAN JIWA
Dosen Pembimbing : Sri Endriyani, S.kep, Ns, M.kep

DISUSUN OLEH
ARIF HIDAYAT
PO7120414006

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PRODI D-IV KEPERAWATAN
2015

BAB I
PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang

Menurut data dari World Health Organization (WHO) 2011, masalah


gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah
yang sangat serius, bahkan berdasarkan data dari Study world Bank di beberapa
negara menunjukkan 8,1% dari kesehatan global masyarakat (Global Burden
Disease) disebabkan oleh masalah gangguan jiwa yang menunjukkan dampak
lebih besar dari TBC (7,2%), kanker (5,8%), jantung (4,4%) dan malaria (2,6%).
(Azwar, 2005).

Psikoterapi merupakan metode pengobatan terhadap gangguan emosional dengan cara


merubah pola berpikir dan pola perasaan agar terjadi keseimbangan di dalam diri individu
tersebut dengan model ilmu kedokteran. Psikoterapi dapat juga didefenisikan dengan metode
pengobatan terhadap gangguan kesulitan yang bersifat emosional dengan cara psikologi. Dalam
psikoterapi sangat diperlukan hubungan yang baik antara pasien dan dokter.
Psikoterapi dapat diklasifikasikan menurut prosesnya yaitu psikoterapi suportif,
reedukatif, dan rekonstruktif. Bila berdasarkan lamanya ada psikoterapi jangka pendek dan
jangka panjang. Bila dilihat dari jumlah pasiennya, maka ada psikoterapi individual dan
psikoterapi kelompok.
II.

Tujuan
1. Untuk mengetahaui apa itu pengertian, cara, terapi suportif, syarat, indikasi,
kontra indikasi, komponen dan jenis psikoterpi suportif, ?
2. Untuk mengetahui promosi (pendidikan) kesehatan jiwa

BAB II

Pembahasan

I.

Pengertian
Psikoterapi adalah cara-cara atau pendekatan yang menggunakan teknik-teknik
psikologik untuk menghadapi gangguan mental. Psikoterapi dilakukan oleh seorang yang
terlatih dalam hubungan profesional secara sukarela, dengan maksud hendak
menghilangkan, mengubah, atau menghambat gejala-gejala yang ada, mengoreksi
perilaku yang terganggu dan mengembangkan pertunbuhan kepribadian secara positif.

II.

III.

Cara - Cara
Psikoterapi Suportif (atau supresif, atau non-spesifik)
Psikoterapi suportif adalah suatu bentuk terapi alternatif yang mempunyai
tujuan untuk menolong pasien beradaptasi dengan baik terhadap suatu masalah
yang dihadapi dan untuk mendapatkan suatu kenyamanan hidup terhadap
gangguan psikisnya. Untuk mengembalikan keadaan jiwa yang rapuh ataupun
mengalami gangguan ke arah keseimbangan, yang terutama dilakukan adalah
menekan ataupun mengontrol gejala-gejala yang terjadi dan untuk menstabilkan
pasien ke dalam suasana yang aman dan terlindungi untuk melawan ataupun
menghadapi tekanan yang mungkin saja berat naik yang datang dari luar maupun
dari dalam dirinya.
Psikoterapi suportif (juga disebut psikoterapi berorientasi hubungan)
menawarkan dukungan kepada pasien oleh seorang tokoh yang berkuasa selama
periode penyakit, kekacauan atau dekompensasi sementara. Pendekatan ini juga
memiliki tujuan untuk memulihkan dan memperkuat pertahanan pasien dan
mengintegrasikan kapasitas yang telah terganggu. Cara ini memberikan suatu
periode penerimaan dan ketergantungan bagi pasien yang membutuhkan bantuan
untuk menghadapi rasa bersalah, malu dan kecemasan dan dalam menghadapi
frustasi atau tekanan eksternal yang mungkin terlalu kuat untuk dihadapi.
Terapi Suportif
Terapi suportif menggunakan sejumlah metoda, baik sendiri-sendiri atau
konbinasi, termasuk :

kepemimpinan yang kuat, hangat, dan ramah

pemuasan kebutuhan tergantungan

mendukung perkembangan kemandirian yang sah pada akhirnya

membantu

mengembangkan

contohnya, hobi)

sublimasi

yang

menyenangkan

(sebagai

istirahat dan penghiburan yang adekuat

menghilangkan ketegangan eksternal yang berlebihan.jika mungkin

perawatan di rumah sakit jika diindikasikan

medikasi untuk menghilangkan gejala

bimbingan dan nasehat dalam menghadapi masalah sekarang. Cara ini


rnenggunakan teknik yang membantu pasien merasa aman, diterima,
terlindungi, terdorong dan tidak merasa cemas.

Psikoterapi suportif cocok untuk berbagai penyakit psikogenik. Terapi ini


dapat dipilih jika penilaian diagnostik menyatakan bahwa proses kematangan
yang bertahap didasarkan pada perluasan sasaran baru untuk identifikasi, adalah
jalan yang paling menjanjikan untuk perbaikan.

IV.

V.

Tujuan
Tujuan psikoterapi suportif ialah:
a.
Memperkuat daya tahan mental yang ada.
b.

Mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru

c.

dan yang lebih baik untuk mempertahankan fungsi pengontrolan diri,


ataupun membuat seseorang tahu dan mengerti tentang dirinya.
Mengembalikan keseimbangan adaptif (dapat menyesuaikan diri).

d.

Meningkatkan fungsi psikologi dan sosial.

e.

Menyokong harga diri dan keyakinan diri.

f.

Menyadari realitas, keterbatasan pasien, agar dapat diterima.

f.

Mencegah terjadinya relaps.

g.

Bertujuan agar penyesuaian baik.

h.

Mencegah ketergantungan pada dokter.

Indikasi
Indikasi psikoterapi suportif :
Secara umum psikoterapi suportif diindikasikan pada pada pasien yang
mempunyai pertahanan ego yang kurang.
Secara garis besar terapi ini diindikasikan terhadap :

a.

Seseorang yang dalam keadaan kritis dan kacau serta tidak mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan suatu masalah, yang menghasilkan
kecemasan berat dan kebingungan (pasien yang mengalami kesedihan
yang berat, kesakitan, perceraian, atau kehilangan pekerjaan ataupun
mereka yang pernah menjadi korban kejahatan, penganiayaan, bencana
alam, ataupun kecelakaan).

b.

Pasien dengan penyakit yang berat dan kronik disertai dengan kerapuhan
ataupun kelemahan fungsi ego (pasien psikosis yang laten, gangguan
impuls, gangguan kepribadian berat).

c.

Pasien dengan defisit kognitif dan gejala-gejala fisik yang membuat


mereka menjadi lemah dan tidak cocok dilakukan pendekatan insightoriented (contoh, pasien psikosomatik).

d.

Pasien

dengan

toleransi

kecemasan

yang

rendah

dan

kesulitan

mengendalikan frustasi.
e.

Pasien dengan kelemahan psikologi yang sesuai dengan fungsi


kognitifnya.

f.

Mereka yang kesulitan membedakan kenyataan luar dengan dari dalam


dirinya.

g.

Pasien yang mengalami gangguan berat dalam hubungan interpersonal.

h.

Mereka yang mengalami kelemahan dalam mengontrol impuls dan


akhirnya mereka melakukan tindakan yang buruk.

i.

Pasien dengan intelegensia yang kurang dan kapasitas yang lemah


terhadap pengamatan dirinya sendiri.

j.

Pasien yang memiliki keterbatasan yang berat untuk mengadakan


hubungan terapeutik dengan terapis.

VI.

Syarat
Syarat pemberian psikoterapi suportif :
a.

Pasien dengan taraf pendidikan yang tidak begitu tinggi.

b.

Gangguan bersifat sedang.

c.

Kepribadian premorbid pasien yang kuat disertai dengan adanya


pemulihan diri.

VII.

Komponen
Komponen psikoterapi suportif antara lain ialah sebagai berikut:
a.
Ventilasi atau psiko katarsis

b.

Dilakukan dengan membiarkan pasien mengeluarkan isi hati sesukanya.


Sesudahnya pasien akan merasa lega dan kecemasannya (tentang
penyakitnya) berkurang sehingga pasien dapat melihat masalahnya dalam
proporsi yang sebenarnya. Dokter bersikap penuh pengertian (empati).
Tidak terlalu banyak memotong bicaranya (menginterupsi). Yang
dibicarakan ialah kekhawatiran, impuls-impuls, kecemasan, masalah
keluarga, perasaan salah atau berdosa. Dokter menjadi pendengar yang
baik dan penuh pengertian. Topik pembicaraan yaitu permasalahan yang
menjadi stress utama.
Persuasi atau bujukan (persuasion)
Psikoterapi suportif yang dilakukan dengan menerangkan secara masuk
akal tentang gejala-gejala penyakitnya yang timbul akibat cara berpikir,
perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang dihadapinya. Dokter
berusaha membangun, mengubah, dan menguatkan impuls tertentu serta
membebaskannya dari impuls yang mengganggu secara masuk akal dan
sesuai hati nurani. Impuls-impuls yang tertentu dibangkitkan, diubah atau
diperkuat dan impuls-impuls yang lain dihilangkan atau dikurangi, serta
pasien dibebaskan dari impuls-impuls yang sangat menganggu. Pasien
pelan-pelan menjadi yakin bahwa gejala-gejalanya akan hilang. Berusaha
menyakinkan pasien dengan alasan yang masuk akal bahwa gejalanya
akan hilang.

c.

Sugesti
Sugesti ialah secara halus dan tidak langsung menanamkan pikiran pada
pasien atau membangkitkan kepercayaan padanya bahwa gejala-gejala
akan hilang. Dokter sendiri harus mempunyai sikap yang meyakinkan
serta menunjukkan empati. Pasien percaya pada dokter sehingga kritiknya
berkurang dan emosinya terpengaruh serta perhatiannya menjadi sempit.
Bila tidak terdapat gangguan kepribadian yang mendalam, maka sugesti
akan efektif, umpamanya pada reaksi konversi yang baru dan dengan
konflik yang dangkal atau pada neurosa cemas sesudah kecelakaan.
Sugesti dengan aliran listrik (faradisasi) atau dengan masasi kadangkadang juga menolong, tetapi perbaikan itu cenderung untuk tidak menjadi
tetap, karena pasien menganggap pengobatan itu datang dari luar dirinya.
Jadi sugesti harus diikuti dengan reeduksi. Anak-anak dan orang dengan
inteligensi yang sedikit kurang serta pasien yang berkepribadian tak
matang atau histerik lebih mudah disugesti. Jangan memaksa-maksa
pasien dan jangan memberikan kesan bahwa dokter menganggap ia
membesar-besarkan gejalanya. Jangan menganggu rasa harga diri pasien.

d.

Pasien harus percaya bahwa gejala-gejalanya akan hilang dan bahwa tidak
terdapat kerusakan organik sebagai penyebab gejala-gejala itu. Ia harus
diyakinkan bahwa bila gejala-gejala itu hilang, hal itu terjadi karena ia
sendiri mengenal maksud gejala-gejala itu dan bahwa timbulnya gejala itu
tidak logis.
Sikap terapis, meyakinkan dengan tegas bahwa gejala pasien akan hilang.
Topik pembicaraan, gejala-gejala bukan karena kerusakan organik/fisik
dan timbulnya gejala-gejala tersebut adalah tidak logis.
Penjaminan kembali (reassurance)

e.

Penjaminan kembali atau reassurance dilakukan melalui komentar yang


halus atau sambil lalu dan pertanyaan yang hati-hati, bahwa pasien mampu
berfungsi secara adekuat (cukup, memadai). Dapat juga diberi secara tegas
berdasarkan kenyataan atau dengan menekankan pada apa yang telah
dicapai oleh pasien.
Sikap terapis, meyakinkan secara tegas dengan menunjukkan hasil-hasil
yang telah dicapai pasien.
Topik pembicaraan, pengalaman pasien yang berhasil nyata.
Bimbingan

f.

Bimbingan ialah memberi nasehat-nasehat yang praktis dan khusus


(spesifik) yang berhubungan dengan masalah kesehatan (jiwa) pasien agar
ia lebih sanggup mengatasinya, umpamanya tentang cara mengadakan
hubungan antar manusia, cara berkomunikasi, bekerja dan belajar, dan
sebagainya..
Sikap terapis, menyampaikan nesehat dengan penuh wibawa dan
pengertian.
Topik pembicaraan, cara hubungan antar manusia, cara berkomunikasi,
cara bekerja yang baik, dan cara belajar yang baik.
Penyuluhan

g.

Penyuluhan atau konseling (counseling) ialah suatu bentuk wawancara


untuk membantu pasien mengerti dirinya sendiri lebih baik, agar ia dapat
mengatasi suatu masalah lingkungan atau dapat menyesuaikan diri.
Konseling biasanya dilakukan sekitar masalah pendidikan, pekerjaan,
pernikahan dan pribadi.
Sikap terapis, menyampaikan secara halus dan penuh kearifan.
Topik pembicaraan, masalah pendidikan, pekerjaan, pernikahan, dan
pribadi.
Terapi kerja

h.

Terapi kerja yaitu berupa sekedar memberi kesibukan kepada pasien


ataupun berupa latihan kerja tertentu agar ia terampil dalam hal itu dan
berguna baginya untuk mencari nafkah kelak.
Hipno-terapi
Pasien yang dalam trance hipnotik dapat mengingat ingatan yang tidak ada
dalam kesadaran dalam keadaan nonhipnotik. Ingatan tersebut dapat
digunakan dalam terapi untuk memperkuat hipotesis psikoanalitik terlepas

dari dinamika pasien menggunakan ingatan tersebut sebagai katalis untuk


asosiasi baru. Beberapa pasien dapat menginduksi regresi usia, selama
mana mereka mengalami kembali peristiwa yang terjadi pada kehidupan
yang lebih awal. Apakah pasien mengalami peristiwa seakan-akan terjadi
adalah kontroversial; tetapi, material yang diungkapakan dapat digunakan
untuk terapi lebih lanjut. Pasien dalam keadaan trance mungkin
menggambarkan suatu peristiwa dengan intensitas yang mirip dengan
peristiwa yang terjadi (abreaksi) dan merasakan peringanan sebagai
hasilnya. Keadaan trance memainkan peranan dalam terapi gangguan
amnestik dan fuga disosiatif, walaupun klinis harus menyadari bahwa
mungkin berbahaya untuk membawa ingatan yang direpresi ke dalam
kesadaran secara cepat, karena pasien dapat terlanda oleh kecemasan.
Indikasi dan Pemakaian
Hipnosis telah digunakan, dengan berbagai tingkat keberhasilan, untuk
mengendalikan obesitas dan gangguan berhubungan zat, seperti
penyalahgunaan alkohol dan ketergantungan nikotin. Cara ini telah
digunakan untuk menginduksi anestesia, dan pembedahan besar telah
dilakukan tanpa anestetik kecuali hipnosis. Hipnosis juga telah digunakan
untuk menangani gangguan nyeri kronis, asma, kutil, pruritus, afonia, dan
gangguan konversi.
Relaksasi dapat dicapai dengan mudah dengan hipnosis, sehingga pasien
dapat mengatasi fobia dengan mengendalikan kecemasan mereka.
Hipnosis juga telah digunakan untuk menginduksi relaksasi dalam
desensitisasi sistematik.
VIII. Kontraindikasi
Pasien yang dihipnosis berada dalam ketergantungan atipikal dengan ahli
terapi, dan sehingga suatu transferensi yang kuat dapat berkembang,
ditandai oleh perlekatan positif yang harus dihormati dan
diinterpretasikan. Dalam keadaan lain dapat terjadi transferensi negatif
pada pasien yang rapuh atau yang memiliki kesulitan dalam tes realitas.
Pasien yang memiliki kesulitan dengan kepercayaan dasar, seperti pasien
paranoid, atau yang memiliki masalah pengendalian, seperti pasien
obsesif-kompulsif, adalah bukan calon yang baik untuk hipnosis. Sistem
nilai etik yang kuat adalah penting untuk semua terapi dan khususnya
untuk hipnoterapi, dimana pasien (khususnya mereka yang berada dalam
trance dalam) adalah sangat mudah disugesti dan ditundukkan. Terdapat
pertentangan tentang apakah pasien akan melakukan tindakan selama
keadaan trance yang mereka rasakan menjijikan pada keadaan lain atau
yang bertentangan dengan kode moral mereka.
i.
Narkoterapi

j.

Narkoterapi secara intravena disuntikkan suatu hipnotikum dengan efek


yang pendek (umpamanya penthothal atau amital natrium). Dalam
keadaan setengah tidur pasien diwawancarai, konflik dianalisa, lalu
disintesa. Bahan yang timbul sewaktu narkoterapi dapat juga dipakai
dalam sintesa sesudah pasien sadar kembali.
Psikoterapi kelompok

k.

Psikoterapi kelompok adalah terapi di mana orang yang memiliki penyakit


emosional yang telah dipilih secara cermat ditempatkan ke dalam
kelompok yang dibimbing oleh ahli terapi yang terlatih untuk membantu
satu sama lainnya dalarn menjalani perubahan kepribadian. Dengan
menggunakan berbagai manuver teknik dan gagasan teoritis, pembimbing
menggunakan interaksi anggota kelompok untuk membuat perubahan
tersebut.
Psikoterapi kelompok meliputi spektruin terapi teoritik dalam psikiatri
suportif, terstruktur, terbatas waktu (sebagai contohnya, kelornpok dengan
orang psikotik yang kronis), kognitif perilaku, interpersonal, keluarga, dan
kelompok berorientasi analitik. Dua kekuatan utama terapi kelompok, jika
dibandingkan dengan terapi individual, adalah (1) kesempatan untuk
mendapatkan umpan balik segera dan teman sebaya pasien dan (2)
kesempatan bagi pasien dan ahli terapi untuk mengobservasi respon
psikologis, emosional, dan perilaku pasien terhadap berbagai orang,
mendapatkan berbagai transferensi.
Terapi perilaku
Terapi perilaku, berusaha untuk menghilangkan masalah perilaku khusus
secepat-cepatnya dengan mengawasi perilaku belajar pasien.

IX.

Jenis-jenis psikoterapi
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka psikoterapi dibagi atas:

1. Psikoterapi suportif
Yang memiliki tujuan untuk mendukung fungsi-fungsi ego, atau memperkuat mekanisme
defensi yang ada, memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dengan yang baru dan
lebih baik, dan perbaikan ke suatu keadaan keseimbangan yang lebih adaptif. Adapun beberapa
jenis psikoterapi suportif, adalah :
-

ventilasi atau katarsis


membiarkan pasien mengeluarkan isi hati sesukanya. Sesudahnya biasanya ia merasa
lega dan kecemasan berkurang, karena ia lalu dapat melihat masalahnya dalam
proporsi yang sebenarnya.

persuasi
penerangan yang masuk akal tentang timbulnya gejala-gejala serta baik-baiknya atau
fungsinya gejala-gejala itu. Kritik diri sendiri oleh pasien penting untuk dilakukan

terapi kerja
berupa memberi kesibukan pada pasien atau latihan kerja tertentu agar ia terampil
dalam hal itu dan berguna baginya untuk mencari nafkah kelak

hipnosa
hanya dapat mempercepat pengaruh psikoterapi. Dalam hipnosa dapat dilakukan
analisa konflik-konflik dan sintesa, atau sintesa dilanjutkan sesudah pasien sadar
kembali

sugesti
secara halus dan tidak langsung menanamkan pikiran taau membangkitkan
kepercayaan pada pasien bahwa gejala-gejala akan hilang. Dokter sendiri harus
mempunyai sikap yang meyakinkan dan otoritas professional serta menunjukan
empati. Sugesti akan efektif bila tidak terdapat gangguan kepribadian yang mendalam

penjaminan kembali atau reassurance


dilakukan melalui komentar yang halus atau sambil lalu dan pertanyaan yang
hati0hati, bahwa pasien mampu berfungsi secara adekuat. Dapat juga diberi secara
tegas berdasarkan kenyataan atau menekankan pada apa yang telah dicapai pasien.

bimbingan
memberi nasehat yang praktis dan khusus yang berhubungan dengan masalah
kesehatan (jiwa) pasien agar dia lebih sanggup mengatasinya, umpamanya cara
mengadakan hubungan antar manusia.

penyuluhan atau konseling


suatu bentuk wawancara untuk membantu pasien mengerti dirinya sendiri lebih baik,
agar ia dapat mengatasi masalah lingkungan atau dapat menyesuaikan diri.

kerja kasus sosial (social casework)


proses bantuan oleh seorang yang terlatih (pekerja sosial) pada seorang pasien yang
memerlukan satu atau lebih pelayanan sosial khusus.

narkoterapi
secara intravena disuntikan suatu hipnotik dengan efek yang pendek (penthothal atau
amital natrium). Dalam keadaan setengah tidur pasien diwawancara, konflik
dianalisa, lalu disintesa.

2. Psikoterapi reedukatif

Tujuannya adalah mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan tertentu dan
membentuk kebiasaan yang lebih menguntungkan. Cara atau pendekatan yang dapat dilakukan,
adalah :
-

terapi hubungan antar manusia


terapi sikap
terapi wawancara
analisa dan sintesa yang distributive (terapi psikobiologik Adolf Meyer)
konseling terapeutik
terapi case work
reconditioning
terapi kelompok yang reedukatif
terapi somatik

3. psikoterapi rekonstruktif
memiliki tujuan untuk dicapainya tilikan (insight) akan konflik-konflik nirsadar, dengan usaha
untuk mencapai perubahan luas struktur kepribadian seseorang. Cara-cara psikoterapi
rekonstruktif adalah:
-

psikoanalisis freud
psikoanalisa non Freudian
psikoterapi yang berorientasi kepada psikoanalisa
asosiasi bebas
membiarkan

pasien

menceritakan

keseluruhan

pengalamannya,

baik

yang

mengandung symptoms maupun tidak. Cerita yang dikemukakan tidak harus runtut,
beraturan, logis, ataupun penuh makna.
-

analisa mimpi
mimpi adalah jalan menuju alam bawah sadar, ia merupakan keinginan tahu
ketakutan bawah sadar dalam bentuk yang disangkal. Mimpi juga merupakan bentuk,
isi, dan kegiatan paling primitive dari jiwa seseorang. Dengan mengungkapkan isi
manifest dari suatu mimpi dan kemudian mengasosiasi bebaskan isi mipi, ahli analisis
dank lien berupaya untuk mengungkapkan makna bawah sadarnya.

Hipnoanalisis
Dengan cara menghilangkan ingatan-ingatan pasien yang mengandung symptomsymptom, kemudian psikiater memberkan ingatan baru berupa sugesti-sugesti yang
dapat memulihkan kesehatan pasien

terapi kelompok analitik

berfungi untuk memelihara kestabilan keluarga karena sifat seorang pasien yang
cenderung menyimpang tidak terlepas dari peran keluarganya. Dimana terdiri dari
para anggota satu keluarga.
X.

terapi main
terapi seni
Pendidikan Kesehatan Jiwa
Menurut
Notoatmodjo
(2003),

bahwa

pendidikan

dapat

mempengaruhi seseorang juga perilaku seseorang akan pola hidup


terutama

dalam

memotivasi

untuk

sikap

berperan

serta

dalam

pembangunan. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin


mudah menerima informasi, sehingga hal ini tentunya akan berpengaruh
terhadap penerimaan materi pendidikan kesehatan yang diberikan. hal ini
sesuai dengan teori WHO dalam Notoatmodjo bahwa salah satu strategi
untuk meningkatkan dukungan keluarga adalah dengan pemberian
informasi yang dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan.

A.Pengertian Gangguan Jiwa


Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara
khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) di dalam
satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan
gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan
masyarakat (Maslim, 2002; Maramis, 2010).
Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab. Banyak yang
belum diketahui dengan pasti dan perjalanan penyakit tidak selalu bersifat kronis. Pada
umumnya ditandai adanya penyimpangan yang fundamental, karakteristik dari pikiran dan
persepsi, serta adanya afek yang tidak wajar atau tumpul (Maslim, 2002).
Definisi kesehatan jiwa merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui, sebab
merupakan suatu definisi acuan yang merupakan sasaran utama dari pelbagai upaya dalam
kehidupan manusia sesuai dengan tujuan dasar humaniora (Utama H, 2013).
Menurut WHO
Pengertian kesehatan jiwa adalah orang yang sehat jiwanya, merasa sehat dan bahagia,
mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain, mempunyai sikap postif
terhadap diri sendiri dan orang lain .
UU Republik Indonesia No 14 Tahun 2014 Bab 1 Pasal 1
Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat

mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya .
Federasi Kesehatan Mental Dunia (World Federation for Mental Health)
Merumuskan pengertian kesehatan mental sebagai berikut: (1) kesehatan mental sebagai
kondisi yang memungkinkan adanya perkembangan yang optimal baik secara fisik, intelektual
dan emosional, sepanjang hal itu sesuai dengan keadaan orang lain; (2) sebuah masyarakat yang
baik adalah masyarakat yang membolehkan perkembangan ini pada anggota masyarakatnya
selain pada saat yang sama menjamin dirinya berkembang dan toleran terhadap masyarakat yang
lain. Dalam konteks Federasi Kesehatan Mental Dunia ini jelas bahwa kesehatan mental itu tidak
cukup dalam pandangan individual belaka tetapi sekaligus mendapatkan dukungan dari
masyarakatnya untuk berkembang secara optimal (Yusuf, 2009)
B. Kriteria Sehat Jiwa
Orang yang sehat jiwanya adalah orang yang merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya (yaitu dapat berempati dan
tidak secara apriori bersikap negatif terhadap diri sendiri dan orang lain (Utama H, 2013).
Seseorang yang sehat jiwa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1 Senang terhadap dirinya sendiri
a. Mampu mengatasi situasi
b. Mampu mengatasi kekecewaan dalam hidup
c. Puas dengan kehidupannya sehari-hari
d. Mempunyai harga diri yang wajar
e. Menilai secara realisstis, tidak melebihkan dan tidak pula merendahkan
2 Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain
a. Mampu mencintai orang lain
b. Dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda
c. Merasa bagian dari suatu kelompok
3 Mampu memenuhi tuntutan hidup
a. Menetapkan tujuan hidup yang realistis
b. Mampu mengambil keputusan
c. Mampu menerima tanggung jawab
d. Mampu merancang masa depan
e. Dapat menerima ide dan pengalaman baru
Untuk mencapai jiwa yang sehat diperlukan waktu dan usaha untuk mengembangkan dan
membinanya. Jiwa yang sehat dikembangkan sejak masa bayi hingga dewasa dalam berbagai
tahapan perkembangan. Pengaruh lingkungan terutama keluarga sangat penting dalam membina
jiwa yang sehat. Salah satu cara untuk mencapai jiwa yang sehat adalah penilaian diri yaitu

bagaimana seseorang melihat dirinya yang berkaitan erat dengan bagaimana cara berpikir,
bersikap.
Penilaian diri positif Penilaian diri negatif
Menemukan kepuasan dalam hidup
Membina hubungan yang erat dan sehat
Menetapkan tujuan dan mencapainya
Menghadapi maju mundurnya kehidupan
Mempunyai keyakinan untuk menyelesaikan masalah Merasa hidup ini sulit dikendalikan
Merasa stress
Menghindari tantangan hidup
Memikirkan kegagalan
C. Aspek- Aspek Kesehatan
1. Emosi
Emosi adalah reaksi kompleks yang mengandung tingkatan aktivitas yang tinggi, dan diikuti
perubahan dalam kejasmanian serta berkaitan dengan perasaan yang kuat. sehat secara emosional
adalah kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya seperti marah, senang, sedih,
takut, benci, bosan.
2 Intelektual
Berhubungan dengan kecerdasan dalam berfikir. dimana kita mampu untuk berfikir dalam
mengolah informasi dengan baik dan memecahkan masalah yang dihadapi.
3 Sosial
Sehat secara sosial adalah sehat dalam bersosialisasi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar
tanpa membedakan bedakan ras, agama, suku, status sosial sehingga dapat hidup bersama
dengan damai.
4 Fisik
Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya, berupa sosok manusia
yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar, rambut tersisir rapi, berpakaian rapi, berotot,
tidak gemuk, nafas tidak bau, selera makan baik, tidur nyenyak, gesit dan seluruh fungsi fisiologi
tubuh berjalan normal.
5 Spiritual
Spiritual merupakan komponen tambahan pada definisi sehat oleh WHO dan memiliki arti
penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Setiap individu perlu mendapat pendidikan
formal maupun informal, kesempatan untuk berlibur, mendengar alunan lagu dan musik, siraman
rohani seperti ceramah agama dan lainnya agar terjadi keseimbangan jiwa yang dinamis dan
tidak monoton.

D. Kebijakan Kesehatan Jiwa di Indonesia


Renstra Kemenkes 2010-2014 menjelaskan bahwa visi pembangunan kesehatan Indonesia antara
lain menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan akses
masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas, meningkatkan surveyor, monitoring dan
informasi kesehatan serta meningkatkan pemberdayaan masyarakat (Depkes, 2010). Beberapa
provinsi di Indonesia telah dibangun rumah sakit jiwa, namun kecenderungan penderita dengan
gangguan jiwa ternyata terus meningkat. Ini menunjukkan bahwa tuntasnya penanganan
kesehatan jiwa tidak hanya ditandai dengan banyaknya rumah sakit tetapi masih ada faktor
lainnya seperti ekonomi, kependudukan, dan pendidikan yang ikut mempengaruhi. Indonesia
khususnya sejak diterapkannya ilmu kedokteran jiwa modern dan sejak diberlakukannya
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, akhirnya melahirkanTP-KJM (Tim
Pembina, Tim Pengarah, Tim Pelaksana Kesehatan JiwaMasyarakat) (Depkes, 2010).
Direktur Bina Kesehatan Jiwa dr. H.M. Aminullah dalam laporannya menyatakan, pelayanan
kesehatan jiwa di pelayanan primer dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap kebutuhan
pelayanan kesehatan jiwa sehingga dapat segera tertangani. Beberapa Puskesmas di Indonesia
telah berhasil menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa dan menjadikannya sebagai program
prioritas. Oleh karena itu beberapa narasumber dalam seminar ini bukan paraahli dari universitas
atau ahli kesehatan jiwa (Keswa) tapi mereka adalah para praktisi kesehatan dan masyarakat
yang telah berhasil menyelenggarakan pelayanan Keswa di Puskesmas, kata dr. Aminullah
(Depkes, 2010).
E. Promosi (pendidikan) Kesehatan Jiwa
Promosi kesehatan jiwa merupakan konsep sebagai memberi kuasa, memberikan partisipasi dan
berkerja sama dengan orang-orang lain untuk meningkatkan pengendalian penuh terhadap
kesehatan jiwa mereka (Barry MM, 2007). Prinsip-prinsip kerangka kerja promosi kesehatan
mental:
1. Melibatkan populasi sebagai sebuah kelompok besar di dalam konteks kehidupan seharihari, dibandingkan memfokuskan kepada seseorang yang lebih beresiko terkena gangguan
kesehatan mental.
2. Terfokus pada kator-faktor perlindungan untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih
baik.
3. Pengalamatan sosial, fisik, dan lingkungan sosial ekonomi yang menentukan kesehatan
mental dari sebuah populasi dan individu.
4. Mengadopsi pendekatan penglengkapan dan strategi terintegritas, penyelenggaraan dari
individu ke tingkat lingkungan sosial.
5. Melibatkan aksi perpanjangan dari berbagai bidang ke bidang kesehatan. Didasari pada
partispasi umum, mengikutsertakan dan pemberi kuasaan
F. Tujuan Upaya Promosi Kesehatan Jiwa (UU RI No 18, 2014)

1. Mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat secara optimal


menghilangkan stigma, diskriminasi, pelanggaran hak asasi orang dengan gangguan jiwa
sebagai bagian dari masyarakat
2. Meningkatkan pemahaman dan peran serta masyarakat terhadap Kesehatan Jiwa
3. Meningkatkan penerimaan dan peran serta masyarakat terhadap Kesehatan Jiwa.
Upaya promosi kesehatan dapat dilaksanakan, meliputi :
1. Upaya promotif di lingkungan keluarga yang dilaksanakan dalam bentuk pola asuh dan
pola komunikasi dalam keluarga yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan jiwa
yang sehat.
2. Upaya promotif di lingkungan lembaga pendidikan yang dilaksanakan dalam bentuk:
a. Menciptakan suasana belajar-mengajar yang kondusif bagi pertumbuhan dan
perkembangan jiwa
b. Keterampilan hidup terkait Kesehatan Jiwa bagi peserta didik sesuai dengan tahap
perkembangannya.
3. Upaya promotif di lingkungan tempat kerja yang dilaksanakan dalam bentuk komunikasi,
informasi, dan edukasi mengenai kesehatan jiwa, serta menciptakan tempat kerja yang
kondusif untuk perkembangan jiwa yang sehat agar tercapai kinerja yang optimal.
4. Upaya promotif di lingkungan masyarakat dilaksanakan dalam bentuk komunikasi,
informasi, dan edukasi mengenai kesehatan jiwa, serta menciptakan lingkungan
masyarakat yang kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan jiwa yang sehat.
5. Upaya promotif di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dalam
bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai kesehatan jiwa dengan sasaran
kelompok pasien, kelompok keluarga, atau masyarakat di sekitar fasilitas pelayanan
kesehatan.
6. Upaya promotif di media massa yang dilaksanakan dalam bentuk:
a. Penyebarluasan informasi bagi masyarakat mengenai kesehatan jiwa, pencegahan, dan
penanganan gangguan jiwa di masyarakat dan fasilitas pelayanan di bidang kesehatan
jiwa
b. Pemahaman yang positif mengenai gangguan jiwa dan ODGJ dengan tidak membuat
program pemberitaan, penyiaran, artikel, dan/atau materi yang mengarah pada
stigmatisasi dan diskriminasi terhadap ODGJ
c. Pemberitaan, penyiaran, program, artikel, dan/atau materi yang kondusif bagi
pertumbuhan dan perkembangan kesehatan jiwa.
d. Upaya promotif di lingkungan lembaga keagamaan dan tempat ibadah yang
dilaksanakan dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai kesehatan jiwa
yang diintegrasikan dalam kegiatan keagamaan.
8.

Upaya promotif di lingkungan lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan yang dilaksanakan
dalam bentuk:
a. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman warga binaan pemasyarakatan tentang kesehatan
jiwa

b. Pelatihan kemampuan adaptasi dalam masyarakat


c. Menciptakan suasana kehidupan yang kondusif untuk Kesehatan Jiwa warga binaan
pemasyarakatan.
G. Metode Promosi Kesehatan (Prince M, et al)
Promosi atau pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan
bahwa dengan adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok atau individu dapat
memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut pada
akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku. Dengan kata lain dengan adanya
promosi kesehatan tersebut diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku
kesehatan dari sasaran.
Promosi/pendidikan kesehatan juga sebagai suatu proses dimana proses tersebut mempunyai
masukan (input) dan keluaran (output). Di dalam suatu proses pendidikan kesehatan yang
menuju tercapainya tujuan promosi, yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan di samping faktor masukannya sendiri juga
faktor metode, faktor materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alatalat bantu atau media yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Agar dicapai suatu hasil yang
optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerjasama secara harmonis. Hal ini berarti bahwa
untuk masukan (sasaran pendidikan) tertentu harus menggunakan cara tertentu pula. Materi juga
harus disesuaikan dengan sasaran. Demikian juga alat bantu pendidikan disesuaikan. Untuk
sasaran kelompok, maka metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan sasaran individual
dan sebagainya.
Di bawah ini akan diuraikan beberapa metode promosi atau pendidikan individual, kelompok
dan massa (publik).
1. Metode Promosi Individual (Perorangan)
Dalam promosi kesehatan, metode yang bersifat individual ini digunakan untuk membina
perilaku baru, atau membina seseorang yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan
perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang
mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau
perilaku baru tersebut. Agar petugas kesehatan mengetahui dengan tepat serta membantunya
maka perlu menggunakan metode (cara) ini. Bentuk pendekatan ini, antara lain:
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counceling)
Dengan cara ini, kontak antara klien dan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi
oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien akan dengan sukarela,
berdasarkan kesadaran, dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah
perilaku).
b. Wawancara (interview)
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan penyuluhan. Wawancara antara petugas
kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima
perubahan, ia tertarik atau belum menerima perubahan, untuk mempengaruhi apakah perilaku

yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat.
Apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
2. Metode Promosi Kelompok
Dalam memilih metode promosi kelompok, harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta
tingkat pendidikan formal daro sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan lain
dengan kelompok kecil. Efektivitasnya suatu metode akan tergantung pula besarnya sasaran
pendidikan.
a. Kelompok Besar
Yang dimaksud kelompok besar di sini adalah apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang.
Metode yang baik untuk kelompok besar ini, antara lain ceramah dan seminar.
Ceramah
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah antara lain:
Persiapan:
- Ceramah yang berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasaai materi apa yang akan
diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri.
- Mempelajari materi dengan sistematika yang baik. Lebih baik lagi kalau disusun dengan
diagram atau skema.
- Mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya makalah singkat, slide, transparan, sound
sistem, dan sebagainya.
Pelaksanaan:
Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah dapat menguasai
sasaran ceramah. Untuk dapat menguasai sasaran (dalam arti psikologis), penceramah dapat
melakukan hal-hal sebagai berikut:
- Sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah.
- Suara hendaknya cukup keras dan jelas.
- Pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah.
- Berdiri di depan (di pertengahan), seyogyanya tidak duduk.
- Menggunakan alat-alat bantu lihat (AVA) semaksimal mungkin.
Seminar
Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas.
Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari seorang ahli atau beberapa orang ahli tentang
suatu topik yang dianggap penting dan dianggap hangat di masyarakat.
b. Kelompok Kecil
Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya kita sebut kelompok kecil. Metodemetode yang cocok untuk kelompok kecil ini antara lain:
Diskusi Kelompok

Dalam suatu kelompok agar semua anggota kelompok dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi,
maka formasi duduk para peserta diatur sedemikian rupa sehingga mereka dapat berhadaphadapan atau saling memandang satu sama lain, misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi
empat. Pimpinan diskusi juga duduk diantara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan ada
yang lebih tinggi. Dengan kata lain mereka harus merasa dalam taraf yang sama sehingga tiap
anggota kelompok mempunyai kebebasan/keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat.
Untuk memulai diskusi, pemimpin diskusi harus memberikan pancingan-pancingan yang dapat
berupa pertanyaan-pertanyaan atau kasus sehubungan dengan topik yang dibahas. Agar terjadi
diskusi yang hidup maka pemimpin kelompok harus mengarahkan dan mengatur sedemikian
rupa sehingga semua orang dapat kesempatan berbicara, sehingga tidak menimbulkan dominasi
dari salah seorang peserta.
Curah Pendapat (Brain Storming)
Metode ini merupakan modifikasi dari metode diskusi kelompok. Prinsipnya sama dengan
metode diskusi kelompk. Bedanya, pada permulaan pemimpin kelompok memancing dengan
satu masalah dan kemudian tiap peserta memberikan jawaban atau tanggapan (curah pendapat).
Tanggapan atau jawaban-jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart atau papan
tulis. Sebelum semua peserta mencurahkan pendapatnya, tidak boleh dikomentari siapapun. Baru
setelah semua anggota mengeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat mengomentari, dan
akhirnya terjadi diskusi.
Memainkan Peranan (Role Play)
Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peran tertentu untuk
memainkan peranan, misalnya sebagai dokter Puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dan
sebagainya, sedangkan anggota yang lain sebagai pasien atau anggota masyarakat.
Mereka memperagakan, misalnya bagaimana interaksi atau berkomunikasi sehari-hari dalam
melaksanakan tugas.
3. Metode Promosi Massa
Metode pendidikan atau promosi kesehatan secara massa dipakai untuk mengkomunikasikan
pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau publik.
Dengan demikian cara yang paling tepat ialah pendekatan massa. Oleh karena sasaran promosi
ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status
sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan sebagainya, maka pesan-pesan kesehatan yang akan
disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut.
Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggugah awareness atau kesadaran masyarakat
terhadap suatu inovasi, dan belum begitu diharapkan untuk sampai pada perubahan perilaku.
Namun demikian, bila kemudian dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku juga
merupakan hal yang wajar. Pada umumnya bentuk pendekatan massa ini tidak langsung.
Biasanya dengan menggunakan atau melalui media massa. Beberapa contoh metode promosi
kesehatan secara massa ini, antara lain:
1. Ceramah umum (public speaking)
Pada acara-acara tertentu, misalnya pada Hari Kesehatan Nasional, Menteri Kesehatan atau
pejabat kesehatan lainnya berpidato di hadapan massa rakyat untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan. Safari KB juga merupakan salah satu bentuk pendekatan massa.

2. Pidato-pidato/diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik, baik TV maupun radio,


pada hakikatnya merupakan bentuk promosi kesehatan massa.
3. Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang suatu
penyakit atau masalah kesehatan adalah juga merupakan pendekatan pendidikan kesehatan
massa.
4. Tulisan-tulisan di majalah atau koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya jawab atau
konsultasi tentang kesehatan dan penyakit adalah merupakan bentuk pendekatan promosi
kesehatan massa.
5. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster, dan sebagainya juga merupakan
bentuk promosi kesehatan massa. Contoh: billboard Ayo ke Posyandu.
2.8 Media Promosi Kesehatan Jiwa
Media Promosi Kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau
informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronika,
dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya
diharapkan dapat berubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan.
Media promosi kesehatan yang baik adalah media yang mampu memberikan informasi atau
pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau
dan mampu untuk mengubah perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan.
1. Tujuan Media Promosi Kesehatan
Adapun beberapa tujuan atau alasan mengapa media sangat diperlukan di dalam pelaksanaan
promosi kesehatan antara lain adalah:
a. Media dapat mempermudah penyampaian informasi.
b. Media dapat menghindari kesalahan persepsi dan dapat memperjelas informasi.
c. Media dapat mempermudah pengertian.
d. Mengurangi komunikasi verbalistik.
e. Dapat menampilkan objek yang tidak bisa ditangkap dengan mata.
f. Memperlancar komunikasi, dan lain-lain.
2. Penggolongan Media Promosi Kesehatan
Penggolongan media promosi kesehatan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek, antara lain:
a. Berdasarkan bentuk umum penggunaannya:
Berdasarkan penggunaan media promosi dalam rangka promosi kesehatan, dibedakan menjadi:
Bahan bacaan: modul, buku rujukan/bacaan, folder, leaflet, majalah, buletin, dan sebagainya.
Bahan peragaan: poster tunggal, poster seri, flipchart, transparan, slide, film, dan seterusnya.
b. Berdasarkan cara produksi:
Berdasarkan cara produksinya, media promosi kesehatan dikelompokkan menjadi:

Media cetak, yaitu suatu media statis dan mengutamakan pesan-pesan visual. Media cetak pada
umumnya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Adapun
macam-macamnya adalah:
- Poster
- Leaflet
- Brosur
- Majalah
- Pamflet
- Surat kabar dan lainnya
Media elektronika, yaitu suatu media bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar dalam
menyampaikan pesannya melalui alat bantu elektronika. Adapun macam-macam media tersebut
adalah:
- TV
- Radio
- Film
- CD dan sebagainya
Kelebihan dan kekurangan media elektronik :
Kelebihan Kekurangan
Sudah dikenal masyarakat.
Mengikut sertakan semua pancaindera.
Lebih mudah dipahami.
Lebih menarik karena ada suara dan gambar bergerak.
Bertatap muka.
Jangkauan relatif lebih besar.
Sebagai alat diskusi dan dapat diulang-ulang. Biaya lebih tinggi dan sedikit rumit.
Perlu alat canggih untuk produksinya.
Perlu persiapan matang..
Perlu keterampilan penyimpanan dan dalam pengoperasian.
Media luar ruang, yaitu media yang menyampaikan pesannya di luar ruang secara umum
melalui media cetak dan elektronika secara statis, misalnya:
- Papan reklame yaitu poster dalam ukuran besar yang dapat dilihat secara umum di perjalanan.
- Spanduk yaitu suatu pesan dalam bentuk tulisan dan disertai gambar yang dibuat di atas secarik
kain dengan ukuran tergantung kebutuhan dan dipasang di suatu tempat strategis agar dapat
dilihat oleh semua orang.
- Pameran.

- Banner.
- TV layar lebar.
Kelebihan dan kelemahan media luar ruang:
Kelebihan Kekurangan
Sebagai informasi umum dan hiburan.
Mengikutsertakan semua pancaindera.
Lebih mudah dipahami.
Lebih menarik karena ada suara dan gambar bergerak.
Bertatap muka.
Penyajian dapat dikendalikan.
Jangkauan relatif lebih besar. Biaya lebih tinggi dan sedikit rumit.
Ada yang memerlukan listrik.
Ada yang memerlukan alat canggih untuk produksinya.
Perlu persiapan matang.
Peralatan selalu berkembang dan berubah.
Perlu keterampilan penyimpanan.
Perlu keterampilan dalam pengoperasian
3. Merancang media promosi kesehatan jiwa yang digunakan
a. Menetapkan tujuan:
Tujuannya adalah suatu pernyataan tentang suatu keadaan di masa datang yang akan dicapai
melalui pelaksanaan kegiatan tertentu. Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan harus:
Realistis, artinya bisa dicapai bukan hanya angan-angan.
Jelas dan dapat diukur.
Apa yang akan diukur.
Siapa sasaran yang akan diukur.
Seberapa banyak perubahan yang akan diukur.
Berapa lama dan di mana pengukuran dilakukan.
Penetapan tujuan adalah sebagai dasar untuk merancang media promosi kesehatan dan dalam
merancang evaluasi. Jika tujuan yang ditetapkan tidak jelas dan tidak operasional maka program
menjadi tidak fokus dan tidak efektif.
b. Menetapkan segmentasi sasaran:
Segmentasi sasaran adalah suatu kegiatan memilih kelompok sasaran yang tepat dan dianggap
sangat menentukan keberhasilan promosi kesehatan. Tujuannya adalah memberikan pelayanan
yang sebaik-baiknya dan memberikan kepuasan pada masing-masing segmen. Dapat juga untuk
menentukan ketersediaan, jumlah, dan jangkauan produk. Selain itu juga dapat menghitung jenis
media dan menempatkan media yang mudah diakses oleh khalayak sasaran.

c. Mengembangkan positioning pesan


Positioning adalah suatu proses atau upaya untuk menempatkan suatu produk perusahaan,
individu atau apa saja dalam alam pikiran mereka yang dianggap sebagai sasaran atau
konsumennya. Positioning bukan sesuatu yang anda lakukan terhadap produk, tetapi sesuatu
yang anda lakukan terhadap otak khayalak sasaran. Hal ini bukan strategi produk tetapi strategi
komunikasi. Di sini berhubungan dengan bagaimana calon konsumen menempatkan produk anda
di dalam otaknya.
Positioning membentuk citra. Sesuatu citra bisa kaya makna atau sederhana saja. Sebaiknya citra
bisa berubah-ubah dan dinamis. Citra bisa diterima secara homogen dan sama.
d. Memilih media promosi kesehatan
Pemilihan media adalah jabaran saluran yang akan digunakan untuk menyampaikan pesan pada
khalayak sasaran. Yang perlu diperhatikan di sini adalah:
Pemilihan media didasarkan pada selera khalayak sasaran, bukan pada selera pengelola
program.
Media yang dipilih harus memberikan dampak yang luas.
Setiap media akan mempunyai peranan yang berbeda.
Penggunaan beberapa media secara serempak dan terpadu akan meningkatkan cakupan,
frekuensi, dan efektivitas pesan.
H. Sasaran Promosi Kesehatan Jiwa (Notosoedirjo, 2005)
1. Masyarakat umum
2. Masyarakat dalam kelompok risiko sakit
3. Kelompok masyarakat yang mengalami gangguan
4. Kelompok masyarakat yang mengalami kecacatan atau hendaya

DAFTAR PUSTAKA
http://psikiatri.forumid.net/t63-promosi-kesehatan-jiwa diakses pada
tanggal 9 maret 2014
Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa/Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik
Endang Nihayati. Jakarta: Salemba Medika, 2015
https://www.scribd.com/doc/239540900/Psikoterapi-suportif diakses pada
tanggal 9 maret 2014
https://www.scribd.com/doc/228435353/Kesehatan-Jiwa diakses pada
tanggal 9 maret 2014

Anda mungkin juga menyukai