Asuhan Keperawatan
Disusun oleh
Disusun Oleh:
Mahasiswa tingkat II D4 Keperawatan
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................
KATA PENGANTAR .......................................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................................
ASKEP Diare dan Anemia................................................................................................
ASKEP Talasemia dan ITP................................................................................................
ASKEP Leukemia dan Rematoid Desease........................................................................
ASKEP Atrium Septum Defect dan Campak....................................................................
ASKEP Difteri dan Malaria...............................................................................................
ASKEP DBD dan Tetanus.................................................................................................
ASKEP Fraktur dan Congenital HIP Desease...................................................................
ASKEP Nefrotik sindrom dan Glomerulus Nefrotik akut.................................................
ASKEP Gangguan Panca Indera dan HIV........................................................................
ASKEP Cacat ganda dan Penyakit Terminal.....................................................................
DAFTAR PUSTKA ..........................................................................................................
Rey Lorenza
3.
Riki Pratama
4.
Siti Rahma
5.
Dosen
Tingkat
: II DIV Keperawatan
PEMBAHASAN
1. Pengertian Anemia
Menurut definisi, anemia adalah pengurangan julmal sel darah merah, kuantitas
hemoglobin dan volum pada sel darah merah (hematokrit) /100 ml darah (price, 1996).
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di
bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya
darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah.
(Guyton,1997).
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi
hemoglobin turun dibawah normal.(Wong,2003).
Anemia adalah penurunan dibawah normal dadam jumlah eritrosit, banyaknya
hemoglobin, atau volume sel darah merah, sistem berbagai jenis penyakit dan kelainan
(Dorlan, 1998)
2. Etiologi
Berkurangnya sel darah merah dapat disebabkan oleh kekurangan kofaktor untuk
eritropoisis, seperti : asam folat, vitamin b12 dan besi. Produksi sel darah merah juga
dapat turun apabila sumsum tulang tertekan(oleh tumor atau obat) atau rangsangan yang
tidak memadai karena kekurangan eritropoitin. Peningkatan penghancuran sel darah
merah dapat terjadi akibat aktivitas sistem retikuloendotelial yang berlebihan.
5. Klasifikasi Anemia
a. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yag disebabkan oleh kurangnya mineral Fe
sebagai bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit
Etiologi
Asupan besi yang kurang pada jeniis makanan Fe non-heme, muntah berulang
kronis seperti pada diventrikulum Meckel, poliposis usus, alergi susu sapi, dan
infestasi cacing
Kebutuhan besi yang meningkat oleh karena pertumbuhan yang cepat pada bayi
Depo besi yang kurang seperti pada berat badan lahir rendah, kembar
Manifestasi Klinis
Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, mudah lelah, pucat, sakit kepala, atau
iritabel. Pucat terlihat pada mokusa bibir, faring, telapak tangan, dasar kuku, dan
konjungtiva. Papil lidah atrofi, jantung agak membesar. Tidak ada pembesaran
limpa dan hati, serta tidak terdapat iastesis hemoragik.
Pemeriksaan Penunjang
Kadar hemoglobin kurang dari 10g/dl, mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel
target, serum iron (SI) rendah, dan Iron Binding Capasity (IBC) meningkat.
Pengobatan kausal
Tranfusi darah diberikan bila Hb kurang 5 gr/dl dan disertai dengan keadaan
buruk
b. Anemia Aplastik
Merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel hematopoitik dalam darah
tepi seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit akibat terhentinya pembentukan sel
hemopoitik dalam sumsum tulang.
Etiologi
Faktor congenital : sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain
Faktor didapat : bahan kimia (benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb, ), obat,
radiasi, faktor individu, infeksi, keganasan, penyakit ginjal, gangguan endokrin dan
idiopatik.
Manifestasi Klinis
Pucat, lemah, perdarahan, demam, tanpa organomegali.
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran darah tepimenunjukkan transitopenia dan limpositosis relative. Dari
pemeriksaan sumsum tulang didapatkan yaitu gambaran sel sangat kurang, banyak
Penatalaksanaan
Medikamentosa : kombinasi prednisone (2-5mg/kg berat badan perhari peroral)
dan testosterone (1-2 mg/kg BB perhari parenteral) memberikan angka mortalitas 40
50 % sedangakan angka ini dengan pemberian kombinasi prednisone denagn
oksimetolon (1 2 mg/kg BB perhari peroral) adalah 30 40 %.
Tranfusi darah hanya diberikan bila diperlukan karena tranfusi darah yang
terlampau sering dapat menekan sumsum tulang atau menyebabkan timbulnya
reaksi hemolitik.
Pengobatan infeksi sekunder : sebaiknya anak diisolasi dalam ruang suci hama,
pilih antibiotic yang tidak mendepresi sumsum tulang.
Makanan : disesuaikan dengan keadaan anak, umumnya diberikan makanan
lunak
Istirahat : untuk mencegah pendarahan, terutama perdarahan otak
Menghindari bahan kimia yang diduga sebagai penyebab.
6. Cara Mencegah Anemia
Sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, Mencegah
penyakit ini dapat mengkonsumsi beberapa asupan penting yang mudah didapat
diantaranya, zat besi juga dapat ditemukan pada kacang polong, serta kacang-kacangan.
Dilanjutkan dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat
besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh dengan cara
mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi.
Perlu kita perhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih mudah diserap
tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang
diperkuat dengan zat besi.
Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya
Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda tanda lain yang
menunjukkan keletihan
2
2) Sirkulasi
3
Hipotensi postural
Disritmia : abnormalitas EKG mis : depresi segmen ST dan pendataran atau depresi
gelombang T
Ekstremitas : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjungtiva, mulut, faring,
Pengisian kapiler
Intervensi :
Intervensi
Rasional
kapiler,
warna
keluhan
palpitasi
resiko infark.
keluhan
dingin,
pertahankan suhu lingkungan dan vasokonstriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer
tubuh supaya tetap hangat.
Observasi
hasil
terhadap terapi.
Berikan
meningkatkan
transfusi
jumlah sel pembawa
darah
oksigen, memperbaiki defisiensi untuk mengurangi resiko
lengkap/packed sesuai indikasi
perdarahan
intervensi
sesuai indikasi.
Hb : 11 16 g/dL
Ht : 31 43 %
Intervensi :
Intervensi
Observasi dan catat masukan makanan anak
Rasional
mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan
Berikan makanan sedikit dan frekuensi makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
sering
organ
Bantu
anak
melakukan
oral
higiene,
pertumbuhan
bakteri,
meminimalkan
Intervensi :
Intervensi
Rasional
mengidentifikasi
penyebab
factor
dan jumlah.
Intervensi :
Intervensi
Rasional
manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung
Observasi adanya tanda tanda keletihan : membantu menetukan intervensi yang tepat
mencegah kelelahan
Diagnosa 5. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh sekunder
leucopenia, penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam infek tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Tempatkan
anak
di
ruang
isolasi
bila
teknik
aseptik
pada
prosedur perawatan.
Observasi hasil pemeriksaan leukosit.
setiap
Evaluasi Keperawatan
Pengertian
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer
lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.
Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan
terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana
terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena
frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu
lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa
disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung
atau usus.
Diare dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Diare Akut
Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam
beberapa jam sampai 7 atau 14 hari. Diare akut dapat disebabkan oleh infeksi,
intoksikasi (poisoning), alergi, reaksi obat-obatan dan juga faktor psikis. Berdasarkan
karakteristiknya, diare akut yang disebabkan oleh infeksi dibagi menjadi 3 tipe yaitu:
Inflamatory, Non inflammatory, dan Penetrating
b. Diare Kronis
Diare kronis adalah diare yang berlangsung selama 2 minggu atau lebih. Pada feses
dapat dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala ikutan dapat berupa mual,
muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus, demam dan tanda-tanda dehidrasi. Proses
terjadinya diare dipengaruhi dua hal pokok , yaitu konsistensi feses dan motilitas usus,
umumnya dipengaruhi akibat keduanya.
2.
a.
Etiologi
Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare,
meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus,
Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C.
albicans).
b.
c.
d.
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi
terhadap jenis makanan tertentu.
e.
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).
3.Patofisiologi
4.Manifestasi klinis
rehidration solution (ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan. Pemberian ini segera
apabila gejala diare sudah mulai timbul dan kita dapat melakukannya sendiri di rumah.
Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru dilakukan setelah gejala
dehidrasi nampak.
Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit secara
intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau dengan kata lain
perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada sebagian masyarakat yang enggan untuk
merawat-inapkan penderita, dengan berbagai alasan, mulai dari biaya, kesulitam dalam
menjaga, takut bertambah parah setelah masuk rumah sakit, dan lain-lain. Pertimbangan
yang banyak ini menyebabkan respon time untuk mengatasi masalah diare semakin
lama, dan semakin cepat penurunan kondisi pasien kearah yang fatal.
Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain ORS.
Apabila kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus penyebab diare
dapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease). Diare karena infeksi bakteri dan
parasit seperti Salmonella sp, Giardia lamblia, Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi
antibiotik yang rasional, artinya antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman.
Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak memerlukan
antibiotik, maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius perlu dilakukan untuk
menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan parah, pengobatan suportif
didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut kalau kondisi
sudah membaik.
7. Komplikasi
Menurut Broyles (1997) komplikasi diare
Pengkajian
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan
Tujuan : Keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan anaknya, serta
mampu mendemonstrasikan perawatan anak di rumah.
Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan tentang
penyakit dan perawatan anaknya. Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan
fisik dan mental serta latar belakang pengetahuan sebelumnya.
Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari aktivitas sehari-hari.
Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan partisipasi keluarga klien
dan keluarga dalam proses perawatan klien.
Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian serta efek
samping yang mungkin timbul
Meningkatkan pemahaman dan partisipasi keluarga klien dalam pengobatan.
Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi
Meningkatkan kemandirian dan kontrol keluarga klien terhadap kebutuhan perawatan
diri anaknya
Dx. 6 : Kecemasan anak b.d Perpisahan dengan orang tua, lingkugan yang baru
Tujuan : Kecemasan anak berkurang dengan kriteria memperlihatkan tanda-tanda
kenyamana
Anjurkan pada keluarga untuk selalu mengunjungi klien dan berpartisipasi dalam
perawatn yang dilakukan. Mencegah stres yang berhubungan dengan perpisahan Berikan
sentuhan dan berbicara pada anak sesering mungkin, Memberikan rasa nyaman dan
mengurangi stress, Lakukan stimulasi sensory atau terapi bermain sesuai dengan ingkat
perkembangan klien
Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan secara optimum
4.
Implementasi
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang telah
direncanakan sebelumnya.
5.
Evaluasi
KEPERAWATAN ANAK
THALASEMIA DAN ITP
(IDIOPATHIC THROMBOCYTOPENIC PURPURA)
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2 :
NAMA ANGGOTA
TINGKAT
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN Thalasemia
A. Pengertian
Thalassemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang diturunkan secara
autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai
polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan
terjadinya anemia hemolitik (Broyles, 1997). Dengan kata lain, thalassemia
merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah di
dalam pembuluh darah sehingga umur eritosit menjadi pendek (kurang dari 120
hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat
dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa dan beta,
sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor
( Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 497 )
Sindrom thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana
produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu (Kosasih,
2001).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemofilia dimana terjadi kerusakan sel
darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit pendek (kurang
dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997).
Jadi Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari),
yang disebabkan oleh defesiensi produksi satu , yang diturunkan dari kedua dan
atau lebih dari satu jenis rantai orang tua kepada anak-anaknya secara resesif.
B. Etiologi
Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang
menghasilkan keturunan Thalasemia (homozigot).
Talasemia disebabkan oleh delesi (hilangnya) satu gen penuh atau sebagian dari
gen (ini terdapat terutama pada talasemia -a) atau mutasi noktah pada gen
(terutama pada talasemia - b), kelainan itu menyebabkan menurunnya sintesis
rantai polipeptid yang menyusun globin.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah
berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah
karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskular yang
mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial
dalam limpa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA
pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang
(Mansjoer, 2000).
C. Klasifikasi
Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing melibatkan
penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk bermacammacam jenis Hb yang ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang paling penting
dalam praktek klinis adalah sindrom yang mempengaruhi baik atau sintesis rantai
maupun .
1) Thalassemia-
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin- banyak
ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia.
Delesi gen globin- menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat
empat gen globin- pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia-
yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua
empat gen ini
Tabel 1. Thalassemia-
Genotip
Jumlah gen
> 6 bulan
Normal
-/
Silent carrier
0-3 % Hb Barts
--/ atau /-
Trait thal-
2-10% Hb Barts
--/-
Penyakit Hb H
15-30% Hb Bart Hb H
--/--
Hydrops fetalis
>75% Hb Bart
darah
lengkap
pada
salah
satu
orangtua
yang
mikrositik
hipokromik
dengan
poikilositosis,
mungkin
sedemikian
besarnya
sehingga
menimbulkan
D. Patofisiologis
Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari gangguan
produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih rantai globin
tertentu
(,,,)
akan
menghentikan
sintesis
Hb
dan
menghasilkan
Karena dua tipe rantai globin ( dan non-) berpasangan antara satu sama lain
dengan rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka
akan terjadi
produksi berlebihan dari rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai
tersebut di dalam sel menyebabkan sel menjadi tidak stabil dan memudahkan
terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini merupakan suatu tanda khas
pada semua bentuk thalassemia. Karena alasan ini, pada sebagian besar
thalassemia kurang sesuai disebut sebagai hemoglobinopati karena pada tipe-tipe
thalassemia tersebut didapatkan rantai globin normal secara struktural dan juga
karena defeknya terbatas pada menurunnya produksi dari rantai globin tertentu.
Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi. Reduksi
bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama sekali
(complete absence). Sebagai contoh, apabila rantai hanya sedikit diproduksi,
tipe thalassemia-nya dinamakan sebagai thalassemia-+, sedangkan tipe
thalassemia- menandakan bahwa pada tipe tersebut rantai tidak diproduksi
sama sekali. Konsekuensi dari gangguan produksi rantai globin mengakibatkan
berkurangnya deposisi Hb pada sel darah merah (hipokromatik). Defisiensi Hb
menyebabkan sel darah merah menjadi lebih kecil, yang mengarah ke gambaran
klasik thalassemia yaitu anemia hipokromik mikrositik. Hal ini berlaku hampir
pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh adanya gangguan produksi dari
salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau globin. Namun hal ini tidak
terjadi pada silent carrier, karena pada penderita ini jumlah Hb dan indeks sel
darah merah berada dalam batas normal.
Pada tipe trait thalassemia- yang paling umum, level Hb A2 ( 2/2) biasanya
meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai oleh
rantai bebas yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan rantai
adekuat untuk dijadikan pasangan. Gen , tidak seperti gen dan , diketahui
memiliki keterbatasan fisiologis dalam kemampuannya untuk memproduksi
rantai yang stabil; dengan berpasangan dengan rantai , rantai memproduksi
Hb A2 (kira-kira 2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari rantai yang berlebihan
digunakan untuk membentuk Hb A2, dimana sisanya (rantai ) akan
Patofisiologi seluler
Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah ketidakseimbangan sintesis
rantai globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari produksi rantai globin yang
berlebihan berbeda-beda pada tiap tipe thalassemia. Pada thalassemia-, rantai
yang berlebihan, tidak mampu membentuk Hb tetramer, terpresipitasi di dalam
prekursor sel darah merah dan, dengan berbagai cara, menimbulkan hampir
semua gejala yang bermanifestasi pada sindroma thalassemia-; situasi ini tidak
terjadi pada thalassemia-.
Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia- adalah rantai pada tahuntahun pertama kehidupan, dan rantai pada usia yang lebih dewasa. Rantairantai tipe ini relatif bersifat larut sehingga mampu membentuk homotetramer
yang, meskipun relatif tidak stabil, mampu tetap bertahan (viable) dan dapat
memproduksi molekul Hb seperti Hb Bart (4) dan Hb H (4). Perbedaan dasar
pada dua tipe utama ini mempengaruhi perbedaan besar pada manifestasi klinis
dan tingkat keparahan dari penyakit ini.
Rantai yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah bersifat tidak
larut (insoluble), terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi dengan membran sel
(mengakibatkan kerusakan yang signifikan), dan mengganggu divisi sel. Kondisi
ini menyebabkan terjadinya destruksi intramedular dari prekursor sel darah
merah. Sebagai tambahan, sel-sel yang bertahan yang sampai ke sirkulasi darah
perifer dengan intracellular inclusion bodies (rantai yang berlebih) akan
mengalami hemolisis; hal ini berarti bahwa baik hemolisis maupun eritropoesis
inefektif menyebabkan anemia pada penderita dengan thalassemia-.
Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan produksi dari
rantai , yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai yang
berlebihan untuk membentuk Hb F, adalah suatu hal yang menguntungkan.
Ikatan dengan sebagian rantai berlebih tidak diragukan lagi dapat mengurangi
gejala dari penyakit dan menghasilkan Hb tambahan yang memiliki kemampuan
untuk membawa oksigen.
Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap anemia berat,
menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada penderita
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain bernama
ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju
plasma dan menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin
diregulasi oleh jumlah penyimpanan besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini
juga menjelaskan mengapa penderita dengan thalassemia- yang memiliki
jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda sesuai dengan
apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh,
penderita thalassemia- intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah
memiliki jumlah ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang
mendapatkan transfusi darah secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah
besi yang sama. Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan
kuat dengan protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload,
seperti pada thalassemia berat, transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan
di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki material untuk
memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organorgan, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada organ-organ tersebut (organ damage).
E. WOC
Primer :
genetik,
idioptaik
Hb post natal
terganggu
Skunder : Defisiensi
asam folat pada
kehamilan
Pertumbuhan
berlebihan tulang
frontal, zogomatik dan
maxila
Distorsi
tulang
muka
Dahi menonjol, mulut
tongos, pertumbuhan gizi
tidak teratur
Penurunan
Hb
Hipokromati
k
Defisiensi
Hb
Eritropoesis tidak
efektif
Pertumbuhan gizi
yang kurang
disertai retraksi
tulang rahang
Penghancuran
sel eritrosit
intramedular
Hemolisis
Seldarah
merah
menjadi kecil
Anemia Berat
Komponen sel
darah berkurang
< Hb
Pucat,
kelemahan
Penurunan
komponen sel
Mk : Perubahan
perfusi jaringan
perifer
< O2
Hipoksia,
sesak napas
Ketidakseimban
gan kebutuhan
dan suplai
oksigen
Mk:
Intoleransi
Aktivitas
Suplai
nutrisi
berkurang
Anoreksia
Berat badan
turun
Anemi
a
Anak semakin pucat
dan mengalami
gangguan
pertumbuhan
Anak
semakin
tampak kecil
Kurangnya
selera makan
Penurunan
Kemampuan fisik
Mk :
Ketidakseimban
gan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Mk : Perubahan
tumbuh kembang
F. Manifestasi Klinis
Secara klinis talasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala
klinis mayor, intermedia dan minor atau trait (pembawa sifat). Batas antara tingkatan
tersebut sering tidak jelas.
Biasanya bersifat homozygot. Sinonim : Anemia Cooley, Talasemia Beta Mayor
Anemia Mediteranean, Talasemia Homozygot. Gejala klinis berupa muka mogoloid,
pertumbuhan badan kurang sempurna (pendek), pembesaran hati dan limpa,
perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan
faktor spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat tranfusi darah.
Deformitas tulang disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan
pertumbuhan berlebihan tulang frontal dan zigomatik serta maksila. Pertumbuhan gizi
biasanya buruk. Sering disertai retraksi tulang rahang. Sinusitis (terutama maksilaris)
sering kambuh, akibat kurang lancarnya drainase pertumbuhan intelektual dan
berbicara biasanya tidak terganggu. IQ kurang baik apabila tidak mendapat tranfusi
darah secara teratur dan cukup menaikkan kadar Hb.
Anemia biasanya berat dan biasanya mulai muncul gejalanya pada usia beberapa
bulan serta menjadi jelas pada usia 2 tahun. Ikterus jarang terjadi dan bila ada
biasanya ringan. Talasemia -bo homozygot pada umumnya memerlukan tranfusi
secara reguler, tetapi ada kalanya berlangsung ringan dan memberikan gambaran
klinis seperti talasemia intermedia. Talasemia beta diantara orang negro (talasemia
beta 2) pada umumnya berlangsung ringan.
Pada talasemia intermedia dan minor sesuai dengan arti katanya didapatkan variasi
luas mengenai jenis gejala klinis. Talasemia intermedia fenotipik adalah talasemia
mayor tanpa adanya kerusakan gen. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih
ringan daripada talasemia mayor. Pada talasemia intermedia umumnya tidak ada
splenomegali. Anemia ringan, bila ada disebabkan oleh masa hidup eritrosit yang
memendek.
Pada talasemia trait umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas. Hanya di dapat
kelainan pada eritrosit dan atau hanya sebagian dari gejala yang didapat pada kasus
homozygot.
stippling, benda Howell jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini
lebih kurang khas.
-
Retikulosit meninggi
H. Penatalaksanaan
I.
Medikamentosa
200-400
IU
setiap
hari
sebagai
antioksidan
dapat
(hepatospek nomegali).
Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di
bawah normal
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis
ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa
adanya
penumpukan
zat
besi
dalam
jaringan
kulit
(hemosiderosis).
2) Diagnosa Keperawatan
o Perubahan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang penting
untuk menghantarkan Oksigen/zat nutrisi ke sel.
o Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan kebutuhan pemakaian dan suplai
oksigen.
o Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kurangnya selera
makan.
o Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan neurologis.
o Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tak adekuat:
penurunan Hb, leukopeni atau penurunan granulosit.
o Perubahan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan kemampuan
fisik yang disebabkan oleh kelainan hematology dan efek penyakit dan terapi.
3) Intervensi
Rasional:
Perubahan tanda vital,warna kulit dan membran mukosa menunjukkan tanda
perfusi jaringan serta emaksimalkan transfer oksigen ke jaringan.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai O2 dan kebutuhan.
Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien
mampu melakukan aktifitas shari2 dgn kriteria hasil: anak bermain dan
beristirahat dgan tnang srta dapat mlakukan aktivitas esuai kemampuan
Intervensi :
Kaji toleransi fisik anak dan bantu dlam aktivitas yg mlebihi toleransi
anak
Rasional :
untuk
mencerna
atau
ketidakmampuan
mencerna
Intervensi:
Rasional:
Untuk mengetahui jenis dan jumlah asupan nutrisi yang penting bagi
pasien
Rasional :
Intervensi :
ASUHAN KEPERAWATAN
ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura)
A. Pengertian
Ialah suatu keadaan perdarahan yang disifatkan oleh timbulnya petekia atau ekimosis
dikulit atau pun pada selaput lendir dan ada kalanya terjadi pada berbagai jaringan
dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. Kelainan pada
kulit tersebut tidak disertai eritema, pembekaan atau peradangan. Kelainaan ini dahulu
dianggap merupakan suatu golongan penyakit dan disebut dengan berbagai nama
morbus makulosus Werlhofi, sindrom hemogenik, purpura trombositolitik. Disebut
idiopatik ialah untuk membedakan dengan kelainan yang dapat diketahui
penyebabnya dan biasanya disertai dengan kelainan hematologis lain seperti misalnya
anemia, kelainaan leukosit. Pada ITP biasanya tidak disertai anemia atau kelainan
lainnya kecuali bila banyak darah yang hilang karena pendarahan.
Perjalanan penyakit ITP dapat bersifat akut dan kemudian akan hilang sendiri (self
limited) atau menahun dengan atau tanpa remisi dan kambuh.
Pada penelitian
selanjutnya diketahui bahwa ITP merupakan suatu kelompok keadaan suatu gejala
yang sama tetapi berbeda patogenesisnya. Sering kali dijumpai pada anak dan dewasa
muda. Pada anak yang tersering ialah diantara umur 2-8 tahun. Lebih sering terjadi
pada wanita daripada laki-laki (perpandingan berkisar diantara 4 : 3 dan 2 : 1 serta
akan menjadi lebih nyata setelah pubertas).
ITP adalah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit / selaput
lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang
tidak diketahui. (ITP pada anak tersering terjadi pada umur 2 8 tahun), lebih sering
terjadi pada wanita. (Kapita selekta kedokteran jilid 2). ITP adalah salah satu
gangguan perdarahan didapat yang paling umum terjadi. (Perawatan Pediatri Edisi 3).
ITP adalah syndrome yang di dalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang
bersirkulasi dalam keadaan sum-sum normal. ITP adalah singkatan dari Idiopathic
Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic berarti tidak diketahui penyebabnya.
Thrombocytopenic berarti darah yang tidak cukup memiliki keping darah (trombosit).
Purpura berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan). Istilah ITP
tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi
untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah ubuhnya
sendiri. (Family Doctor, 2006).
Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit
yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus,
diduga bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun
membuat antibodi untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP,
sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang
platelet dalam tubuh masih belum diketahui. (ana information center, 2008).
ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi
makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan
factor pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi intravascular diseminata (KID),
autoimun. Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan
sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang
atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih
dari 6 bulan (umunnya terjadi pada orang dewasa). (ana information center, 2008)
Selain itu, ITP juga terjadi pada pengidap HIV. sedangkan obat-obatan seperti heparin,
minuman keras, quinidine, sulfonamides juga boleh menyebabkan trombositopenia.
Biasanya tanda-tanda penyakit dan faktor-faktor yang berkatan dengan penyakit ini
adalah seperti yang berikut : purpura, pendarahan haid darah yang banyak dan tempo
lama, pendarahan dalam lubang hidung, pendarahan rahang gigi, immunisasi virus
yang terkini, penyakit virus yang terkini dan calar atau lebam.
C. INSIDEN
1.
Insidens puncak terdapat pada usia 2-6 tahun
2.
Gangguan ini mengenai laki-laki dan perempuan dengan jumlah yang sama.
3.
Gangguan ini banyak terjadi pada orang yang berkulit putih.
4.
80% gangguan ini pada anak adalah dari jenis akut.
5.
Imsiden musiman lebih sering dalam musim dingin dan musim semi.
6.
50% - 85% anak yang terkena memiliki penyakit virus sebelumnya.
7.
10-25% anak-anak yang terkena menderita gangguan ini yang kronik.
Ada dua tipe ITP berdasarkan kalangan penderita.
1. Tipe pertama umumnya menyerang kalangan anak-anak, sedangkan tipe
lainnya menyerang orang dewasa. Anak-anak berusia 2 hingga 4 tahun yang
ITP kronik
Awal penyakit
Rasio L:P
Trombosit
Lama penyakit
2-6 tahun
1:1
<20.000/mL
2-6 minggu
20-40 tahun
1:2-3
30.000-100.000/mL
Beberapa tahun
Perdarahan
Berulang
Beberapa hari/minggu
D. PATOFISIOLOGI
Purpura trombositiopenik idiopatik adalah salah satu gangguan perdarahaan didapat
yang paling umum erjadi. Purpura trombositopenik idiopatik adalah sindrom yang
didalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan
sumsum normal. Penyebab sebenarnya tidak diketahui, meskipun diduga disebabkan
oleh agens virus yang merusak trombosit. Pada umumnya gangguan ini didahului
oleh penyakit dengan demam ringan 1-6 minggu sebelum timbul gejala. Manifestasi
klinisnya sangat bervariasi. Gangguan ini dapat digolongkan menjadi tiga jenis
yaitu akut, kronis, dan kambuhan.
Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibody terhadap gliko protein yang
terdapat pada membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang
diselimuti antibody, hal tersebut dilakukan oleh magkrofag yang terdapat pada limpa
dan organ retikulo endotelial lainnya. Megakariosit pada sumsum tulang bisa normal
atau meningkat pada ITP. Sedangkan kadar trombopoitein dalam plasma, yang
merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari trombosit mengalami penurunan
yang berarti, terutama pada ITP kronis.
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemologis antara ITP akut dan kronis,
menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya
trombsitopenia diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa
penghancursn trombosit meningkata karena adanya antibody yang dibentuk saat
terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri atau virusatau paad imunisasi, yang
bereaksi silang dengan abtigen dari trombosit.
Mediator lainnya yang meningkat selama terjadinya respon imun terhadap produksi
trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam
regulasi sistem imun seperti pada penyakit autoimun lainnya yang berakibat
terbentuknya antibodi spesifik terhadap antibodi.
Saat ini telah didefinisikan (GP) permukaan trombosit pada ITP, diantaranya GP Iblia, GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibodi antitrombosit meningkat pada ITP,
perbedaan secara pasti patofisiologi ITP akut dan kronis, serta komponen yang
terlibat dalam regulasinya masih belum diketahui.
Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali keping darah
berada dalam jumlah yang normal. Keping darah (Platelets) adalah sel-sel sangat
kecil yang menutupi area tubuh paska luka atau akibat teriris/terpotong dan
kemudian membentuk bekuan darah. Seseorang dengan keping darah yang terlalu
sedikit dalam tubuhnya akan sangat mudah mengalami luka memar dan bahkan
mengalami perdarahan dalam periode cukup lama setelah mengalami trauma luka.
Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut Petechiae) muncul pula pada permukaan
kulitnya. Jika jumlah keping darah atau trombosit ini sangat rendah, penderita ITP
bisa juga mengalami mimisan yang sukar berhenti, atau mengalami perdarahan
dalam organ ususnya. (Family Doctor, 2006)
Idiopatik trombositopeni purpura disebut sebagai suatu gangguan autoimun yang
ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer
kurang dari 15.000/L) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit
menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di
limpa. Atau dapat diartikan bahwa idiopatik trombositopeni purpura adalah kondisi
perdarahan dimana darah tidak keluar dengan semestinya. Terjadi karena jumlah
platelet atau trombosit rendah. Sirkulasi platelet melalui pembuluh darah dan
membantu penghentian perdarahan dengan cara menggumpal. Idiopatik sendiri
berarti bahawa penyebab penyakit tidak diketahui.
F. Manifestasi Klinis
a. Bintik-bintik merah pada kulit (terutama di daerah kaki), seringnya bergerombol
dan menyerupai rash. Bintik ters ebut ,dikenal dengan petechiae, disebabkan
karena adanya pendarahan dibawah kulit .
b. Memar atau daerah kebiruan pada kulit atau membran mukosa (seperti di bawah
mulut) disebabkan pendarahan di bawah kulit. Memar tersebut mungkin terjadi
tanpa alasan yang jelas.
c. Memar tipe ini disebut dengan purpura. Pendarahan yang lebih sering dapat
membentuk massa tiga - dimensi yang disebut hematoma.
d. Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi.
e. Ada darah pada urin dan feses.
f. Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP.
G. Pemeriksaan Penunjang
Yang khas ialah trombositopenia. Jumlah trombosit dapat mencapai nol. Anemia
biasanya normositik dan sesuai dengan jumlah darah yang hilang. Bila telah
berlangsung lama maka dapat berjenis mikrositik hipokromik. Bila sebelumnya
terdapat pendarahan yang cukup hebat, dapat terjadi anemia mikrositik. Leukosit
biasanya normal, tetapi bila terdapat perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis
ringan dengan pergeseran ke kiri. Pada keadaan yang lama dapat ditemukan
limfositosis relatif atau bahkan leukopenia ringan.
Sumsum tulang biasanya memberikan gambaran yang normal, tetapi jumlah dapat
pula bertambah, banyak dijumpai megakariosit muda berinti metamegalial-uariosit
satu, setoplasma lebar dan granulasi sedikit (megakariosit yang mengandung
trombosit) jarang ditemukan, sehingga terdapat maturation arrest pada stadium
megakariosit.
Sistem lain biasanya normal, kecuali bila terdapat perdarahan hebat dapat ditemukan
hiperatif sistem eritropoetik. Beberapa penyelidik beranggapan bahwa ditemukannya
eosinofil dalam jumlah banyak (lebih dari normal) merupakan petunjuk bahwa
prognosis penyakit baik.
Selain kelainan hematologis diatas, mekanisme pembekuaan memberikan kelainan
berupa masa perdarahan memanjang, rumpel-reede umumnya positif,tetapi masa
pembekuan normal, retraksi pembekuan abnormal dan prothrombin consumptian
time memendek. Pemeriksaan lainnya normal.
Dari rincian diatas, maka berikut ini macam pemeriksaannya:
a. Hitung darah lengkap dan jumlah trombosit menunjukkan penurunan
hemoglobin, hematokrit, trombosit (trombosit di bawah 20 ribu / mm3).
b. Anemia normositik: bila lama berjenis mikrositik hipokrom.
c. Leukosit biasanya normal: bila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi
leukositosis. Ringan pada keadaan lama: limfositosis relative dan leucopenia
ringan.
d. Sum-sum tulang biasanya normal, tetapi megakariosit muda dapat bertambah
dengan maturation arrest pada stadium megakariosit.
e. Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan
abnormal, prothrombin consumption memendek, test Rumple leed (+).
H. Pencegahan
Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah
komplikasinya. Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang
dapat mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan.
Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan. Lakukan
terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang. Konsultasi ke
dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi
pasien dewasa dan anak-anak dengan ITP yang sudah tidak memiliki limfa.
Karena penyebab langsung ITP masih belum dapat dipastikan maka pencegahan
terhadap ITP pun masih belum jelas. Tetapi setidaknya ada cara atau gaya hidup
yang bisa dilakukan oleh penderita ITP agar dapat hidup sebagaimana orang
normal lainnya. Salah satunya menghindari kegiatan-kegiatan keras yang berisiko
menyebabkan luka perdarahan. Supaya tidak memperburuk kondisi pasien ITP
saja.
I. Penatalaksanaan
ITP akut
- Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan.
- Pada keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteraid (prednison) peroral
dengan atau tanpa transfusi darah.
Bila setelah 2 minggu tanpa pengobata belum terlihat tanda kenaikan
jumlah trombosit, dapat dianjurkan pemberian kortikosteroid karena
-
pemberian
heparin
ini
sebaiknya
selalu
disiapkan
suspensi trombosit.
ITP menahun
- Kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan.
- Obat imunosupresif (misalnya 6-merkaptopurin, azation, siklofosfamid).
Pemberian obat golongan ini didasarkan atas adanya peranan proses
imunologis pada ITP menahun.
- Splenekotomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan obat
iminosupresif selama 2-3 bulan. Kasus ini seperti dianggap telah resisten
terhadap prednison dan obat imunosupresif, sebagai akibat produks antibodi
terhadap trombosit yang berlebihan oleh limpa. Splenektomi seharusnya
dikerjaka dalam waktu 1 tahun sejak permulaan timbulnya penyakit, karena
akan memberikan angka remisi sebesar 60-80%. Spelenektomi yang
dilakukan terlambat hanya memberikan angka remisi sebesar 50%.
1. Indikasi splenektomi :
- Resisten setelah pemberian kombinasi kortikosteroid dan obat
imunosupresif selama 2-3 bulan.
sebelumnya.
Tanda : petekie, ekimosis.
2) Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan
kapasitas pembawa oksigen darah.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
e. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi.
3) Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan:
Menghilangkan mual dan muntah
Kriteria Hasil:
Menunjukkan berat badan stabil
Intervensi keperawatan:
1) Berikan nutrisi yang adekuat secara kualitas maupun kuantitas.
Rasional : mencukupi kebutuhan kalori setiap hari.
2) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
dapat
menindikasikan
berlanjutnya
keterlibatan
DISUSUN OLEH
KELOMPOK
: 3
NAMA ANGGOTA
1.
2.
3.
4.
5.
Alqna miftasyah
Elba habiburrahma
Nidya okdwiana
Nur asri wulan dari
Roy yini
KELAS
: 2. AB
D\OSEN PEMBIMBING
: ANTARINI INDRIANSARI
PEMBAHASAN LEUKIMIA
2.1 Pengertian
Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentuk
darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum
tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 : 248 ).
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio
patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang dalam
membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain. (Arief Mansjoer,
dkk, 2002 : 495).
Berdasarkan dari beberapa pengetian diatas maka penulis berpendapat bahwa leukimia
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh prolioferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang
menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.
2.2 Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
a. Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (Tcell
Leukemia Lhymphoma Virus/ HLTV).
b. Radiasi
c. Obat-obat imunosupresif, obat-obat kardiogenik seperti diethylstilbestrol.
d. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot.
e. Kelainan kromosom, misalnya pada down sindrom. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001 :
hal. 177)
Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia
tidak diketahui. Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya
benzena) dan pemakaian obat antikanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang yang
memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma Down dan sindroma Fanconi), juga lebih
peka terhadap leukemia.
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut :
a. Pilek tidak sembuh-sembuh
b. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
c. Demam dan anorexia
d. Berat badan menurun
e. Ptechiae, memar tanpa sebab
f.
g. Nyeri abdomen
h. Lumphedenopathy
i.
Hepatosplenomegaly
j.
Abnormal WBC
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177)
2.4 Insiden
ALL (Acute Lymphoid Leukemia) adalah insiden paling tinggi terjadi pada anak-anak
yang berusia antara 3 dan 5 tahun. Anak perempuan menunjukkan prognosis yang lebih baik
daripada anak laki-laki. Anak kulit hitam mempunyai frekuensi remisi yang lebih sedikit dan
angka kelangsungan hidup (survival rate) rata-rata yang juga lebih rendah.
ANLL (Acute Nonlymphoid Leukemia) mencakup 15% sampai 25% kasus leukemia
pada anak. Resiko terkena penyakit ini meningkat pada anak yang mempunyai kelainan
kromosom bawaan seperti Sindrom Down. Lebih sulit dari ALL dalam hal menginduksi remisi
(angka remisi 70%). Remisinya lebih singkat pada anak-anak dengan ALL. Lima puluh persen
anak yang mengalami pencangkokan sumsum tulang memiliki remisi berkepanjangan. (Betz,
Cecily L. 2002. hal : 300).
2.5 Patofisiologi
a. Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel blast. Adanya
proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan menimbulkan
anemia dan trombositipenia.
4
b. Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan
tubuh dan mudah mengalami infeksi.
c. Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, sistem
saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yangt akan
berdampak pada penurunan lekosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan
jaringan.
d. Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe, nodus
limfe, dan nyeri persendian. (Suriadi, & Yuliani R, 2001: hal. 175)
Patoflow.
1. Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Anak dengan CBC kurang dari
10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis paling baik; jumlah lekosit lebih
dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada anak sembarang umur.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1).Ptechiae
2).Purpura
3).Perdarahan membran mukosa
e. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
1).Limfadenopati
2).Hepatomegali
3).Splenomegali
f.
g. Kaji adanya :
1) Hematuria
2) Hipertensi
3) Gagal ginjal
4) Inflamasi disekitar rectal
5) Nyeri
(Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 17
2. Patofisiologi dan Penyimpangan KDM
f.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise,
mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan.
j.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia.
4. Rencana Keperawatan
Implementasi
Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Menurut Wong. D.L, (2004 hal 596-610) hasil yang
diharapkan pada klien dengan leukemia adalah :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
b. Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari sesuai tingkat kemampuan, adanya laporan
peningkatan toleransi aktifitas.
c. Anak tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan.
d. Anak menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami mual dan muntah
e. Membran mukosa tetap utuh, ulkus menunjukkan tidak adanya rasa tidak nyaman
f.
g. Anak beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan atau menunjukkan bukti-bukti
ketidaknyamanan, tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman.
h. Kulit tetap bersih dan utuh
i.
j.
k. Keluarga tetap terbuka untuk konseling dan kontak keperawatan, keluarga dan anak
mendiskusikan rasa takut, kekhawatiran, kebutuhan dan keinginan mereka pada tahap
terminal, pasien dan keluarga mendapat dukungan yang adekuat.
3.2 ETIOLOGI
Disebabkan oleh karditis rheumatic akut dan fibrosis, dan beberapa factor predisposisi
lainnya, menurut LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak, 1994;83seperti :
1.
Faktor Genetik
Banyak penyakit jantung rheumatic yang terjadi pada satu keluarga maupun pada anak-anak
kembar, meskipun pengetahuan tentang factor genetic pada penyakit jantung rheumatic ini tidak
lengkap, namun pada umumnya disetujui bahwa ada factor keturunan pada penyakit jantung
rheumatic, sedangkan cara penurunannya belum dapat dipastikan
2.
Jenis Kelamin
Dahulu sering dinyatakan bahwa lebih sering didapatkan pada anak wanita dibanding anak lakilaki, tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin.Kelainan katub
sebagai gejala sisa penyakit jantung rheumatic menunjukkan perbedaan jenis kelamin.Pada orang
dewasa gejala sisa berupa stenosis mitral sering didapatkan pada wanita. Sedangkan insufisiensi
aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki
3.
Di Negara-negara barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-tahun setelah penyakit jantung
rheumatic akut, tetapi di India menunjukkan bahwa stenosis mitral organic yang berat sering kali
tejadi dalam waktu yang singkat, hanya 6 bulan 3 tahun.
4.
Umur
Umur agaknya merupakan factor predisposisi terpenting pada timbulnya penyakit jantung
rheumatic, penyakit ini paling sering mengenai anak berumur 5-18 tahun dengan puncak sekitar
umur 8 tahun, tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum
anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun
3.3.KOMPLIKASI
Komplikasi rheumatic heart disease menurut LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak, 1994;88 adalah:
a.
b.
Gagal jantung
c.
d.
Fibrilasi atrium
e.
f.
3.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Rheumatic Heart Disease menurut LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak,
1994;83 adalah: Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik biasanya didahului oleh
radang saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh infeksi streptokokus beta-hemolitikus
golongan A, sehingga kuman termasuk dianggap sebagai penyebab demam reumatik akut.
Infeksi tenggorokan yang terjadi bisa berat, sedang, ringan, atau asimtomatik, diikuti fase laten
(asimtomatik) selama 1 sampai 3 minggu. Baru setelah itu timbul gejala-gejala demam
reumatik akut. Hingga sekarang masih belum diketahui dengan pasti hubungan langsung antara
infeksi streptokokus dengan gejala demam reumatik akut. Yang masih dianut dengan sekarang
adalah teori autoimunitas. Produk streptokokus yang antigenik secara difusi keluar dari sel-sel
tenggorok dan merangsang jaringan limfoid untuk membentuk zat anti. Beberapa antigen
streptokokus, khususnya Streptolisin O dapat mangadakan reaksi-antibodi antara zat anti
terhadap streptokokus dan jaringan tubuh. Pada demam reumatik dapat terjadi keradangan
berupa reaksi eksudatif maupun proliferatif dengan manifestasi artritis, karditis, nodul
subkutan eritema marginatum dan khorea. Kelainan pada jantung dapat berupa endokarditis,
miokarditis, dan perikarditis.
Pathway :
3.5
PROGNOSIS
Prognosis RHD terdiri dari lama penyakit, kesempatan komplikasi dari penyakit, kemungkinan
hasil, prospek untuk pemulihan, pemulihan periode untuk penyakit, harga hidup, tingkat
kematian, dan hasil kemungkinan lainnya dalam keseluruhan prognosa dari penyakit jantung
reumatik.
3.6
KLASIFIKASI
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantun reumatik dapat dibagi dalam 4
stadium menurut Ngastiyah, 1995:99 adalah:
1.
Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A. Keluhan
: Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan, Muntah, Diare, Peradangan pada tonsil yang
disertai eksudat
2.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten,ialah masa antara infeksi streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu,kecuali korea
yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
3.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya
berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik.Manifestasi klinis
tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam
reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum : Demam yang tinggi, lesu, Anoreksia, Lekas tersinggung, Berat
badan menurun, Kelihatan pucat, Epistaksis, Athralgia, Rasa sakit disekitar sendi, Sakit perut
4.
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif.Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung
/ penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala
yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan.Pasa fase ini baik penderita demam
reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi
penyakitnya.
3.7
MANIFESTASI KLINIS
Untuk menegakkan diagnose demam dapat digunakan criteria Jones yaitu:
a.
Kriteria mayor:
1. Poliarthritis
Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah pindah, radang sendi
sendi besar, lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku (Poliartitis migran).
2.
Karditis
Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis)
3.
Eritema Marginatum
Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak gatal.
4.
Nodul Subkutan
Terletak pada permukaan ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian
kaki; tidak nyeri dan dapat bebas digerakkan.
5.
Khorea Syndendham
Gerakan yang tidak disengaja / gerakan abnormal, sebagai manifestasi peradangan
pada sistem saraf pusat.
b.
Kriteria minor:
1.
2.
Artraliga atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi; pasien kadang
kadang sulit menggerakkan tungkainya
3.
4.
Leukositosis
5.
3.8
6.
7.
8.
9.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa banding penyakit reumatic heart disease menurut LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak,
1994;88 adalah:
Kelainan jantung bawaan adalah suatu keadaan kelainan pada jantung bayi termasuk
didalamnya struktur dan fungsi dari peredaran darah jantung bayi. Keadaan ini terjadi sejak
awal masa pertumbuhan dan perkembangan hasil pembuahan dalam kandungan
3.9
Pemeriksaan laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO, peningkatan laju
endap darah ( LED ),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi penurunan hemoglobin.
2.
Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.
3.
Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi
4.
Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang.
5.
Hapusan tenggorokan
Ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A
3.10. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penyakit jantung reumatik terdiri dari 2 tahapmenurut LAB/UPF Ilmu
Kesehatan Anak, 1994;88 adalah:
1.
2.
Pembedahan
Pengobatan medikal penderita penyakit jantung reumatik ditujukan pada penyulit yag
timbul.
a.
b.
Gagal jantung
c.
Tirah baring
Digitalisasi
Deuretika
Vasodilator
d. Fibrilasi atrium:
Obat antiaritma
Defibrilasi DC
Bila
pengobatan
katup
medical
telah
optimal,
perlu
dipertimbangkan
tindakan
2.
3.11 PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit rheumatic heart disease menurut LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak,
1994;89 adalah:
1.
Penisilin Benzatin 600.000 U untuk anak dengan berat badan kurang dari 30 kg dan 1,2 juta
U bila berat badan lebih dari 30 kg diberikan sekali dalam 4 minggu.
2.
Sulfadiazin 1 x 500 mg/hari untuk anak dibawah 30 kg dan 1 g untuk anak lebih dari 30 kg.
Pencegahan diberikan sekurang-kurangnya sampai 5 tahun bebas serangan ulang demam
reumatic. Pada penderita dengan penyakit jantung reumatik dengan gagal jantung atau
katup buatan dianjurkan pemberian pencegahan seumur hidup.
3.1 Pengkajian
1.
Identitas Klien
Timbul pada umur 5-15 th, wanita dan pria = 1 : 1
Sering ditemukan pada lebih dari satu anggota keluarga yang terkena, lingkungan sosial
juga ikut berpengaruh.
2.
3.
4.
5.
6.
ADL
a.
Aktifitas
Keletihan, malaise, keterbatasan rentang gerak atropi otot, kontraktur/ kelainan pada sendi
otot.
b.
Cardio vaskuler
Fenomena reynoud jari tangan/ kaki misalnya pusat intermitten sianosis, kemerahan pada
jari
c.
Integritas ego
Higiene
Ketergantungan pada orang lain, berbagai kesulitn untuk melaksanakan aktifitas perawatan
pribadi.
f.
Interaksi social
Pemeriksaan
a.
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum lemah
Suhu : 38 390
Nadi cepat dan lemah
BB: turun
TD: sistol, diastole
b.
Pemeriksaan fisik
a.
b.
Nada perkusi redup, suara nafas, ruang interiostae dari nosostae takipnos serta
takhikardi
c.
d.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah
Astopiter
LED
Hb
Leukosit
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan hapus tenggorokan.
3.2
Diagnosa Keperawatan
1.
2.
3.
3.3. Intervensi
Diagnosa
Rasional
Diagnosa I
Tujuan:
1.
1.
asuhan
berhubungandengan
keperawatan,penuruna
adanya
gangguan
pada
penutupan
diminimalkan.
katup
mitral
( stenosiskatup )
Kaji
frekuensi
perubahan
nadi,
sirkulasi
TD
RR,
secara
sedini
Menunjukkan
dapat
(disritmia
mungkin
dan
setiap 4 jam.
takikardia-
terjadinya
disritmia sebagai
kompensasi
tanda-
meningkatkan
jantung
teratur
Kriteria hasil:
1.
Memonitor adanya
curah jantung
diterima
terkontrol
2.
Pucat menunjukkan
adanya penurunan
atau hilang).
2.
bebas
2.
gejala
jantung
gagal
(mis
parameter
hemodinamik
dalam
Kaji
perfusi
perubahan
terhadap
warna kulit
adekuatnya curah
terhadap
jantung. Sianosis
sianosis dan
terjadi
sebagai
pucat.
akibat
adanya
Melaporkan
pada
ventrikel.
episode
3.
Ikut
aliran
darah
penurunan
dispnea,angina.
tidak
obstruksi
urine adekuat).
3.
perifer
mengurangi
memadai
diperlukan untuk
Batasi
memperbaiki
aktifitas
Istirahat
efisiensi kontraksi
secara
jantung
adekuat.
dan
menurunkan
komsumsi O2 dan
kerja berlebihan.
4.
Stres
emosi
menghasilkan
4.
vasokontriksi
Berikan
kondisi
yang
psikologis
meningkatkan TD
lingkungan
dan meningkatkan
yang tenang.
kerja jantung.
5.
Meningkatkan
sediaan
untuk
5.
Kolaborasi
miokard
untuk
mencegah
pemberian
hipoksia.
oksigen
6.
Diberikan
oksigen
fungsi
dan
untuk
meningkatkan
kontraktilitas
6.
Kolaborasi
untuk
miokard
dan
pemberian
menurunkan
digitalis
beban
kerja
jantung.
Diagnosa II
Nyeri
Tujuan
akut/kronis
nyeri
dapat1. Kaji
berkurang/hilang
1) Menunjukkan
nyeroi
berkurang/hilang
destruksi 2) Terlihat
rileks,
dapat
aktifitas
membantu
nyeri, catat
dalam
lokasi
memetukankebutu
dan
intensitas
han
( skala 0-
manajemen nyeri
10).Catat
dan
faktor yang
program.
dan
dalam
sakit
sesuai
verbal.
kemampuan.
R/
dan
keefektifan
memcepat
tidur/istirahat
3) Berpartisipasi
keluhan1.
tanda
non2.
2. Biarkan pasien
untuk membatasi
mengambil
nyeri/cidera
posisi yang
berlanjut.
nyaman.
3.
Menigkatkan
relaksasi,
3.
Beri
obat
mengurangi
sebelum
ketegangan
aktifitas/lati
otot/spasme.
han
yang
direncanaka
4.
n.
Gejala
kardinal
menunjukkan
keadaan fisik dari
organ-organ vital
4.
Observasi
gejala
kardinal.
Diagnosa III
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
1.
Kaji
status1.
nutrisi( peru
Menyediakan data
dasar
untuk
Ketidakseimbangan
keperawatan
masalah
bahan BB<
memantau
pengukuran
perubahan
dari
antropometri
mengevaluasi
dapat
k dan nilai
intervensi
ketidakseimbangan
kebutuhan
nutrisi
tubuh
kurang
berhubungan dengan
kebutuhan
peningkatan
teratasi.
asam
lambung
akibat
kompensasi
sistem
saraf simpatis
HB
protein
Kriteria hasil :
Klien mengatakan mual dan
2.
anoreksia berkuarang /
hilang,
masukan
serta
2.
Membantu
dalam
mempertimbangk
an
penyusunan
nutrisi klien(
menu
sehingga
riwayat diet,
klien
berselera
makanan
makan
kesukaan)
kelemahan hilang. BB
dan
3.
Menyediakan
informasi
3.
Kaji
faktor
yang
mengenai
faktor
yang
harus
ditanggulangi
berperan
sehingga
untuk
nutrisi adekuat.
menghambat
asupan
asupan
4.
Membantu
nutrisi
mengurangi
( anoreksia,
produksi
mual)
lambnung/HCl
akibat
asam
faktor-
faktor perangsang
4.
Anjurkan
makan
dengan porsi
sedikit tetapi5.
sering
dan
Membantu
mengurangi
tidak makan
produksi
HCL
makanan
oleh
epitel
yang
lambung
merangsang
pembentuka
n Hcl seperti6.
terlalu
Mendorong
peningkatan
panas,
selera makan.
dingin,
pedas
5.
Kolaborasi
untuk
pemberian
obat
penetral
asam
lambung
seperti
antasida
6.
Kolaborasi
untuk
penyediaan
makanan
kesukaan
yang sesuai
dengan diet
klien
3.4
Implementasi
Implementasi dapat dilaksanakan sesuai dengan intervensi setiap diagnosa yang diangkat
dengan memperhatikan kemampuan pasien dalam mentolerir tindakan yang akan dilakukan.
3.5
Evaluasi
1.
2.
3.
Observasi klien dan bicarakan dengan keluarga tentang macam macam permasalahan
yang dihadapi dan komplikasi lain
4.
5.
Tentukan persetujuan dimana keluarga dan klien mengerti kondisi klien dan
perpanjangan terapi yang dilaksanakan.
KEPERAWATAN ANAK
ASKEP MORBILI DAN ATRIUM SEPTUM DEFEK PADA ANAK
Disusun Oleh :
Kelompok
1.
2.
3.
4.
5.
:4
KONSEP MEDIS
A. MORBILI
1.
Definisi
Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala kemerahan berbentuk mukolo
papular selama tiga hari atau lebih yang disertai panas 38 0c ata lebih dan disertai salah satu gejala
batuk, pilek, dan mata merah. ( WHO )
Campak adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan tiga stadium yaitu
stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi. ( ilmu kesehatan anak 2:624 )
Penyakit campak ( rubeola, campak 9 hari, measles ) adalah suatu infeksi virus yang sangat
menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis ( peradangan selaput ikat mata /
konjungtiva ) dan ruam kulit.
2.
Etiologi
Virus campak adalah anggota genus Morbillivirus dari family paramiksovirus. Penyakit pada
anjing, rinderpest ( plak ternak ), dan hewan pemamah biak peste des petiis adalah morbillovirus lain
yang memberikan derajat keterkaitan imunologi yang jelas dengan campak, memberikesan adanya
suatu jalur evolusi bersama lebih awal dalam hal kemunculannya pada pejamu yang spesifik ( anjing,
ternak, kambing, manusia ).
Virus campak mempunyai RNA untai lurus negative di dalam kapsid heliks protein yang
tertutup oleh membrane luar lemak dan protein. Virionnya adalah pleomorfik, dengan diameter antara
100-250 nm. Enam protein structural telah ditemukan dan fungsinya terlibat dalam beberapa sifat
khas virus yang telah diketahui ( table 2-1 ). Virus sangat tidak tahan panas tetapi hidup dalam jangka
waktu lama pada temperature rendah. Virus campak memperbanyak diri dalam berbagai cara, baik
dibiakan sel primer maupun dibarisan yang stabil; sel yang berasal dari manusia dan monyet paling
dapat dipercaya untuk isolasi virus permulaan tetapi setelah beberapa kali isolasi, virus mudah berbiak
dalam biakan jaringan spesies lain.
Antibodi muncul di dalam serum 12-15 hari setelah infeksi pada manusia atau hewan
percobaan. Antibodi itu menetralisasi kerja virus secara spesifik, memfiksasi komplemen dengan
antigen virus dan menghambat hemaglutinasi dan hemolisis oleh virus. Tidak terbukti adanya
perbedaan antigen yang bermakna pada strain campak selama 40 tahun ini. Keseragaman ini berkaitan
dengan sangat jarang terjadinya serangan kedua pada penyakit ini.
3. Patologi
Reaksi seluler terutama monositik, hyperplasia limfoid yang tersebar luas di adenoid, tonsil,
timus, limpa, plak peyer, apendiks dan nodus limfatikus sangat khas, di dalam focus yang sedang aktif
ini ditemukan sel besar dengan nucleus multiple. Sel yang mengandung inklusi juga ditemukan di
trakea, bronkus dan bronkiolus. Dengan dikenainya lapisan mukosa saluran pernapasan ini, maka
epitel yang terkena rontok kedalam saluran bersama dengan makrofag, lender dan debris sel. Eksudat
mononuclear peribronkus meluas keberbagai derajat dengan pola intertisial dan terlihat makrofag di
dinding alveolus.
Jika terjadi ensefalomielitis setelah campak, terjadi serangan dimielinasi perivaskuler yang
menonjol terutama di substantia alba juga dilapisan korteks lebih dalam. Bedungan perivaskuler sel
microglia, limfosit dan sel plasma jelas terlihat disekitar vena kecil, yang sel endotelnya
membengkak.
4.
Patofisiologi
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet udara, menempel dan berbiak. Infeksi mulai
saat orang yang rentan menghirup percikan mengandung virus dari secret nasofaring pasien campak.
Di tempat masuk kuman, terjadi periode pendek perbanyakan virus local dan penyebaran terbatas,
diikuti oleh viremia primer singkat bertiter rendah, yang memberikan kesempatan kepada agen untuk
menyebar ketempat lain, tempat virus secara aktif memperbanyak diri di jaringan limfoid. Viremia
sekunder yang memanjang terjadi, berkaitan dengan awitan prodromal klinis dan perluasan virus.
Sejak saat itu ( kira-kira 9 sampai 10 hari setelah terinfeksi ) sampai permulaan keluarnya ruam, virus
dapat dideteksi di seluruh tubuh, terutama di traktus respiraturius dan jaringan limfoid. Virus juga
dapat ditemukan di secret nasofaring, urine, dan darah.pasien paling mungkin menularkan pada orang
lain dalam periode 5 sampai 6 hari. Dengan mulainya awitan ruam ( kira-kira 14 hari setelah infeksi
awal ), perbanyakan virus berkurang dan pada 16 hari sulit menemukan virus, kecuali di urine, tempat
virus bisa menetap selama beberapa hari lagi. Insiden bersamaan dengan munculnya eksantema
adalah deteksi antibody campak yang beredar dalam serum yang ditemukan pada hampir 100% pasien
dihari ke dua timbulnya ruam. Perbaikan gejala klinis dimulai saat ini, kecuali pada beberapa pasien,
dimulai beberapa hari kemudian karena penyakit sekunder yang disebabkan oleh bakteri yang
bermigrasi melintasi barisan sel epitel traktus respiraturius. Terjadi sinusitis, otitis media,
bronkopneumonia sekunder akibat hilangnya pertahanan normal setempat.
Seorang wanita yang pernah menderita campak atau pernah mendapatkan imunisasi campak akan
meneruskan daya imunitasnya pada bayi yang dikandungnya. Oleh karena itu, jarang sekali kita
jumpai bayi ( khususnya yang berusia dibwah 5 bulan ) yang menderita campak. Seseorang yang
pernah menderita campak akan menjadi kebal seumur hidupnya.
WOC
VIRUS
MORBILA
UDARA
24 JAM
ASAM
LAMBUNG
GASTER
REAKSI
VIRUS
INFEKSI
METAB.
MUAL
MUNTAH
ANOREKSIA
GANG.NUTR
HIPERTERMI
DITANDAI:
PANAS,
MALAISE
KERINGAT,
EVAPORASI
KEKURANGAN
VOLUME
CAIRAN
Manifestasi klinis
Campak memiliki masa tunas 10-20 hari. Penyakit ini dibagi dalam tiga stadium, yaitu : Masa
tunasnya adalah 10-20 hari, dan penyakit ini dibagi menjadi dalam 3 stadium yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Panas
Malaise
Batuk
Fotofobia
Konjungtivitis
Koriza
Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik
berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema tapi itu sangat jarang
dijumpai. Diagnosa perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita pernah
kotak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.
2.
Stadium Erupsi
Gejala klinik yang muncul pada stadium ini adalah:
a. Koriza dan Batuk bertambah
b. Kadang terlehat bercak koplik
c. Adanya eritema, makula, papula yang disertai kenaikan suhu badan
d. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening
e. Splenomegali
f. Diare dan muntah
Variasi dari morbili disebut Black Measles yaitu morbili yang disertai pendarahan pada kulit,
mulut, hidung dan traktus digestivus.
3. Stadium konvalensensi
Erupsi mulai berkurang dengan meninggalkan bekas (hiperpigmentasi). Suhu menurun
sampai normal kecuali ada komplikasi.
5.
Pemeriksaan Penunjang
a) Serologi
Pada kasus atopic, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk memastikannya. Tehnik
pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah fiksasi complement, inhibisi hemaglutinasi, metode
antibody fluoresensi tidak langsung.
b) Patologi anatomi
Pada organ limfoid dijjumpai : hyperplasia folikuler yang nyata, senterum germinativum
yang besar, sel Warthin-Finkeldey ( sel datia berinti banyak yang tersebar secara acak, sel ini
memiliki nucleus eosinofilik dan jisim inklusi dalam sitoplasma, sel ini merupakan tanda
patognomonik sampak. Pada bercak koplik dijumpai : nekrosis, neutrofil, neovaskularisasi.
c) Darah tepi
Jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri.
d) Pemeriksaan antibody IgM anti campak.
e) Pemeriksaan untuk komplikasi
Ensefalopati / ensefalitis ( dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar elektrolit
darah dan analisis gas darah ), enteritis ( feces lengkap), bronkopneumonia ( dilakukan
pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah ).
6.
Komplikasi
7. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis
Kecuali tindakan pendukung umum, tidak ada terapi terbaru bagi pasien yang tidak
mengalami komplikasi. Walaupun ribavirin menghambat replikasi virus campak invitro, tidak
terlihat hasil yang nyata pada pemberian invivo. Penggunaan antipiretik yang bijaksana untuk
demam tinggi dan obat penekan batuk mungkin bermanfaat secara simptomatik. Pemberian
pengobatan yang lebih spesifik seperti pemberian anti mikroba yang tepat harus digunakan
untuk mengobati komplikasi infeksi bakteri sekunder.
Oleh karena campak jelas menurunkan cadangan vitamin A, yang menimbulkan
tingginya insiden xeroftalmia dan ulkus kornea pada anak yang kurang gizi, WHO
menganjurkan supplement vitamin A dosis tinggi di semua daerah dengan defisiensi vitamin A.
supplement vitamin A juga telah memperlihatkan penurunan frekuensi dan keparahan
pneumonia dan laringotrakeobronkitis akibat kerusakan virus campak pada epitel traktus
respiraturius bersilia. Pada bayi usia di bawah 1 tahun diberi vitamin A sebanyak 100.000 IU dan
untuk pasien lebih tua diberikan 200.000 IU. Dosis ini diberikan segera setelah diketahui
terserang campak. Dosis kedua diberikan hari berikutnya, bila terlihat tanda kekurangan vitamin
A dimata dan diulangi 1 sampai 4 minggu kemudian.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Penyakit campak merupakan penyakit yang mudah sekali menular. Selain itu sering
menyebabkan kematian jika mengenai anak yang keadaan gizinya buruk sehingga mudah sekali
mendapatkan komplikasi terutama bronkopneumonia. Pasien campak dengan bronkopnumonia
perlu dirawat di rumah sakit karena memerlukan perawatan yang yang memadai
( kadang perlu infuse atau oksigen ). Masalah yang perlu diperhatikan ialah kebutuhan nutrisi,
gangguan suhu tubuh, gangguan rasa aman nyaman, risiko terjadinya komplikasi.
a. Kebutuhan Nutrisi
Campak menyebabkan anak menderita malaise dan anoreksia. Anak sering
mengeluh mulut pahit sehingga tidak mau makan atau minum. Demam yang tinggi
menyebabkan pengeluaran cairan lebih banyak. Keadaan ini jika tidak diperhatikan
agar anak mau makan ataupun minim akan menambah kelemahan tubuhnya dan
memudahkan timbulnya komplikasi.
b. Gangguan suhu tubuh
Campak selalu didahului demam tinggi. Demam yang disebabkan infeksi
virus ini pada akhirnya akan turun dengan sendirinya setelah campaknya keluar
banyak, kecuali bila terjadi komplikasi demam akan tetap berlangsung lebih lama.
Untuk menurunkan suhu tubuh biasanya diberikan antipiretik dan jika tinggi sekali
diberiakan sedative untuk mencegah terjadinya kejang.
8.
Pencegahan
a.
Imunisasi Pasif
IG manusia yang diberikan segera setelah pemajanan dapat mengubah gambaran klinis
dan efek antigen pada infeksi virus campak. Anak yang rentan harus segera diberi IG 0,25 ml/kg
BB, untuk mencegah campak. Bila telah berlangsung lebih dari 6 hari, maka IG tidak dapat
diandalkan untuk mencegah maupun memodifikasi penyakit. Pasien dengan campak yang
dimodifikasi globulin memperlihatkan gambaran klinis yang beragam dengan masa tunas
memanjang dan berbagai keluhan dan tanda penyakit campak, tetapi mereka tetap sebagai sumber
penular potensial pada individu yang berkontak dengan mereka. Oleh karena sifat kekebalan
alaminya sementara, imunisasi pasif harus diikuti oleh iminisasi aktif dalam 3 bulan setelah itu.
Karena dosis besar immunoglobulin saat ini sering deberikan untuk pencegahan atau pengobatan
sejumlah gangguan ( misal infeksi HIV, penyakit Kawasaki, trombositopenia imun, hepatitis B dan
profilaksis varisela ) interval yang lebih panjang dianjurkan sebelum vaksin virus campak. Ini
bervariasi dari 3 sampai 11 bulan bergantung pada produk dan jumlah globulin yang diberikan.
b.
Imunisasi Aktif
Vaksin yang telah dilemahkan menghasilkan infeksi yang tidak menular dan tidak ada
berbagai bentuk bisa terjadi setelah serangan demam pada kurang dari 5% pasien yang divaksinasi.
Observaasi terus menerus pada anak yang mendapat vaksin hidup 20 sampai 25 tahun yang lalu
memperlihatkan antibody menetap dan efek protektif yang lebih baik dibandingkan dengan yang
menderita campak secara alami.
1) Vaksin
Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak yaitu :
a.
Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan ( tipe Edmonston
b.
B ).
Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan ( virus campak yang berada
dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminium ).
1.
Pengertian
Atrium Septal Defect (ASD) adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada
septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fungsi septum interatrial
semasa janin. Atrial Septal Defect (ASD) adalah suatu lubang pada dinding (septum) yang
memisahkan jantung bagian atas (atrium kiri dan atrium kanan).
Kelainan jantung ini mirip seperti Ventrikel Septal Defect (VSD), tetapi letak
kebocoran di septum antara serambi kiri dan kanan. Kelainan ini menimbulkan keluhan yang
lebih ringan dibanding VSD.
Atrial Septal Defect (ASD) adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat
yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan
pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium.
Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri
melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus
venousus di dekat muara vena kava superior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup
spontan setelah kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum
sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan penutupan septum primum yang
letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard.
2.
Macam-macam Defek
Macam-macam defek sekat ini harus ditutup dengan tindakan bedah sebelum
terjadinya pembalikan aliran darah melalui pintasan ini dari kanan ke kiri sebagai tanda
timbulnya sindrome Eisenmenger. Bila sudah terjadi pembalikan aliran darah, maka
pembedahan dikontraindikasikan. Tindakan bedah berupa penutupan dengan menjahit
langsung dengan jahitan jelujur atau dengan menambal defek dengan sepotong dakron.
Berdasarkan lokasi lubang, diklasifikasikan dalam 3 tipe, yaitu:
1. Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum,mungkin disertai
kelainan katup mitral.
2. Ostium Secundum (ASD 2), letak lubang di tengah septum.
3. Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan Atrium Kanan.
3.
Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang
diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD, faktor faktor tersebut
diantaranya:
1. Faktor prenatal
a) Ibu menderita infeksi rubella
b) Ibu Alkoholisme
c) Umur ibu lebih dari 40 Tahun
d) Ibu menderita IDDM
e) Ibu meminum obat obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetik
a) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
b) Ayah atau ibunya menderita penyakit jantung bawaan
c) Kelainan kromosom misalnya sindrom down
d) Lahir dengan kelainan bawaan lain
ASD merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Dalam keadaan normal, pada peredaran
darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati
paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus
mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt). Penyebab dari tidak menutupnya lubang pada
septum atrium ini tidak diketahui.
4.
Patofisiologi
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung
oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang
melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan complain dari atrium
tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada
ventrikel kiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga
berakibat volume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat. Jika complain
ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri kekanan
bisa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler
paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri
sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya
terjadi hipoksemi dan sianosis.
Pathway
Manifestasi k
Pemeriksaan diagnostic
a) Rontgen dada
b)
c)
d)
e)
f)
g)
7.
Ekokardiografi
Doppler berwarna
Ekokardiografi trans esophageal
Kateterisasi jantung
MRI dada
Foto thorax
Penatalaksanaan
a) Pembedahan penutupan defek dianjurkan pada saat anak berusia 5-10 tahun.
Prognosis sangat ditentukan oleh resistensi kapiler paru, dan bila terjadi sindrome
Eisenmenger, umumnya menunjukkan prognosis buruk.
b) Amplazer Septal Ocluder
c) Sadap jantung (bila diperlukan).
1.
Pengkajian
A. Indentitas Pasien
Nama ( Inisial )
: An.A
Umur
: 5 tahun
Ttl
: 26/07/2010
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Jl.Mayor Zen.Lr.Surya Rt.25
Status Perkawinan
: Belum kawin
Agama
: Islam
Suku
: WNI
Pendidikan
: Belum sekolah
Tgl MRS
: 09/07/2015 , pukul 18:51:09
No.RM
: 0000116139
Diagnosa
: Morbilli
Tanggal Pengkajian
: 08/07/2015, pukul 20:15
B. Penanggung Jawab
Nama
: Ny.R
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Hubungan dgn Pasien : Ibu
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Jl. Mayor Zen. Lr. Surya Rt.25
C. Status kesehatan saat ini
1. Keluhan Utama
: Demam Tinggi & Mual muntah
2. Lama Keluhan
: 5 Hari
3. Timbul Keluhan : Secara Bertahap
4. Upaya yang dilakukan: berobat ke RS
D. Riwayat kesehatan yang lalu
:E. Riwayat kesehatan keluarga: F. Pola kebiasaan sehari hari
1. Pemenuhan nutrisi
Makan 3 kali sehari
Tidak habis
Dalam porsi
BB : 14 kg
2. Pola eliminasi
Frekuensi BAB : 2 x sehari
Keluhan BAB
: Karakteristik
: lunak
Warna feses
: coklat
Warna urine
: kuning
3. Pola tidur dan istirahat
Waktu tidur
: 21.00 WIB
Lama tidur
: 8- 10 Jam
Kebiasaan
: Nonton tv
G. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum pasien lemah dan kesadaran compos mentis
Tanda tanda vital
Suhu : 38,9 c
Nadi :110 x/m
Respirasi : 24 x/m
Pemeriksaan struktur organ dan fungsi
Kepala dan rambut: kepala berbentuk bulat, warna rambut hitam dan bersih, dan
kulit sawo matang.
Pengindraan:
bermasalah
Persarafan : keadaan compos mentis,
Tingkat kesadaran : - Respon motorik : menurut (6)
- Respon buka mata : spontan (4)
- Rspon bicara
: orientasi(5)
Therapy : inj. Ceftriaxone (drip d5 % 100 cc)
Pct 3 x 1 1/4
Ambroxol 3 x
Salbutamol tab 3 x1/2
Nebulizer Nacl 2cc
IVFD Kaen 1 B gtt x/m ganti RL
H. Pemeriksaan penunjang
No
Analisa
Hasil
Nilai normal
Satuan
Hemoglobin
12,5 g/dl
P = 12 16
L = 14 18
Gr/dl
Leukosit
4000 uL
4000-10.000
Mm3
Trombosit
211.000 uL
I. Analisa data
no Tanggal
1
Symptom
etiologi
mulut
Suhu tubuh
Problem
Hypertermi
meningkat
Gangguan rasa
nyaman
Nutrisi
kurang
Anoreksia
dari
kebutuhan
Nutrisi Kurang dari
tubuh
kebutuhan tubuh
Konjungtiva pucat
Mukosa
mulut
kering.
3
lemas
suhu
dan tubuh
Kekurangan
volume cairan
muntah.
Kurangnya volume
Do :demam, kulit
cairan tubuh
kering, suhu 39.7
cc.
J. Prioritas Masalah
1) Kekurangan volume cairan
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3) Hypertermi
2.
Diagnosa Keperawatan
a) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
b) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah sehingga
anoreksia.
c) Hypertemi berhubungan dengan proses inflamasi
3.
Diagnosa
Intervensi Keperawatan
Tujuan dan
Intervensi
Rasional
Keperawatan
1.Kekurangan
Kriteria Hasil
Tujuan: setelah dilakukan
dengan
peningkatan
suhu tubuh
1.
2.
( S,N,RR )
3.
Observasi tanda-tanda
dehidrasi
pasien
2. Mengidentifikasi
peningkatan suhu tubuh
3. Mengidentifikasi
dehidrasi yang
cairan
tubuh
1. Memantau kondisi
kemungkinan
Kriteria hasil:
1) Volume
berhubungan dengan
kembali
normal.
4.
5.
6.
dapat meyebabkan
kekurangan cairan.
4. Mengidentifikasi
kehilangan cairan.
5. Membantu mengatasi
kehilangan cairan.
3. Hipertemi
keringat.
a) Mandiri:
6. Menghindari dari
infeksi kuman.
1. Mengidentifikasi
berhubung
an dengan
Adanya keseimbangan
adanya
mukosa).
terjadinya proses
dan pernapasan
inflamasi
tubuh pasien.
proses
inflamasi.
Suhu
pasien
tubuh
dalam
batas normal
2) Suhu kulit pasien
dalam
yang
rentang
diharapkan
dalam waktu 24
jam.
2. Mengidentifikasi
Kriteria hasil:
1)
terjadinya hipertermi
b) Edukasi :
1. Ajarkan pasien/keluarga
dalam mengukur suhu tubuh
untuh mencegah dan mengenali
1. Pengambilan tindakan
dan penanganan segera
berhubungan dengan
hipertermia
1. Mengatasi peningkatan
semakin tinggi.
4.
No.
Implementasi
Evaluasi
Keperawatan
Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan peningkatan
suhu tubuh
1. Melihat KU klien
2. Mengobservasi
3. Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi: misalnya
S= Ibu pasien
megatakan bahwa
anaknya masih panas
banyaknya keringat
4. mengobservasi tetesan infus dan lokasi
tinggi
cairan)
6. menganjurkan pasien dan keluarga pasien untuk
A = masalah belum
teratasi
P = lanjutkan intervensi,
lakukan kompres pada
anak
2.
1. Mengkaji
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
mual muntah
sehingga anoreksia.
riwayat
nutrisi,
termasuk
pasien.
mengatakan bahwa
anaknya masih mual
dan muntah, tidak mau
hari
4. Memberikan
S = ibu pasien
makanan
sedikit
dari
makan
O = muntah, mual dan
makan tidak habis
A = masalah belum
teratasi
P = lanjutkan intervensi
sebelumnya, bila perlu
berikan suplemen
3.
Hipertemi
a) Mandiri:
S = ibu pasien
berhubungan dengan
mengatakan bahwa
adanya proses
inflamasi.
panasnya
O = suhu 36,8oC,
membran mukosa
b) Edukasi :
membaik.
A = masalah teratasi
P = lanjutkan intervensi
c) Kolaborasi:
mandiri keperawatan.
yang
sering
mengalami
gangguan
adalah
aspek
motoriknya.
4) Pola Aktivitas
Anak-anak yang menderita TF sering tidak dapat melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara normal. Apabila melakukan aktivitas yang
membutuhkan banyak energi, seperti berlari, bergerak, berjalan-jalan cukup
jauh, makan/minum yang tergesa-gesa, menangis atau tiba-tiba jongkok
(squating), anak dapat mengalami serangan sianosis. Hal ini dimaksudkan
untuk memperlancar aliran darah ke otak. Kadang-kadang tampak pasif dan
lemah, sehingga kurang mampu untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari dan
perlu dibantu.
Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Intervensi
Rasional
Keperawatan
Resiko
tinggi
Setelah
1. Membantu
penurunan curah
tindakan keperawatan
jantung
berhubungan
dengan
teratasi.
Kriteria hasil:
1. Frekuensi
struktur
defek
dilakukan
jantung,
program
mengendalikan ritme
sesuai
program
dan
gagal
jantung kongestif.
2. Membantu
meningkatan
curah
jantung
tekanan
program
yang
jantung
berhubungan dengan
normal
sesuai usia
2. Keluaran
dapat
mempelancar
urine
sirkulasi
jantung.
kerja
2 ml/kg BB,
tergantung
pada
usia)
Intoleransi
Tujuan: klien
aktivitas
mempertahankan
1. Berikan
periode
1. Membantu istirahat
3.
berhubungan
dan
dengan
tanpa gangguan
gangguan sistem
tambahan
Kriteria hasil:
1. Anak menentukan
transport
oksigen
dan
melakukan
aktivitas
yang
sesuai
dengan
kemampuan
2. Anak mendapatkan
waktu
istirahat
atau
tidur
periode
tidur
bekerja
atau
berkontraksi
2. Anjurkan prmainan
berlebihan.
2. Mengerakkan tubuh
usia,
kondisi,
dan
tanpa memberatkan
kerja jantung.
3. Aktivitas
yang
sesuai kemampuan
anak
dapat
mempengaruhi
kemampuan.
kerja
yang
jantung
sehingga
tepat
kerja
batas
suhu
lingkungan
jantung.
yang
ekstrem
kemampuan
4.
atau
hipotermia
sehingga
meningkatkan
kebutuhan oksigen.
Perubahan
Tujuan:
pertumbuhan
dilakukan
dan
seimbang
perkembangan
pasien
dapat
mencapai
berhubungan
mengikuti
kurva
pertumbuhan
dengan ketidak
pertumbuhan
berat
adekuatan
badan
oksigen
dan
nutrien
pada
jaringan; isolasi
sosial.
setelah
dan
tindakan
tinggi
badan
Kriteria hasil:
1. Anak mencapai
pertumbuhan
1. Beri
diet
nutrisi
tinggi
yang
untuk
yang
badan;
gambarkan
pada
grafik pertumbuhan
untuk
menentukan
nutrisi
adekuat
2. Pantau tinggi dan
berat
1. Pemenuhan
kembang
anak
2. Mengidentifikasi
tumbuh
anak
kembang
yang adekuat
2. Anak melakuakan
aktivitas
sesuai
usia
3. Anak
kecenderungan
pertumbuhan
3. Dapat memberikan
3. Mengatasi anemia
mengalami
isolasi sosial
untuk
mengatasi
anemia,
4. Tekankan
anak
bahwa
mempunyai
kebutuhan
sama
sosialisasi
yang
terhadap
seperti
sendiri
4. Pemahaman
diri
orang
akan
sendiri
dan
disekitarnya
dapat menumbuhkan
sosialisasinya
5. Upaya
mengekplorasi
dirinya
dan
membantu
anak
percaya
diri
berkreatifitas.
bila
lelah.
4.
No.
Implementasi
Evaluasi
Keperawatan
1.
Resiko
tinggi
penurunan
curah
jantung
Kolaborasi:
1. Memberikan digoksin
2. Memberikan obat penurun afterload
3. Memberikan diuretik
berhubungan
O = tampak meringis,
dengan
nyeri berat.
struktur
defek
A = masalah belum
teratasi
P = lanjutkan intervensi
dan bila perlu konsultasi
kepada dokter
2.
Intoleransi
S= ibu pasien
aktivitas
mengatakan bahwa
tenang
3. membantu anak memilih aktivitas yang
berhubungan
dengan
gangguan
sesuai
sistem transport
oksigen
dengan
usia,
kondisi,
hipertermia
atau
lemah
dan
kemampuan.
4. menghindari suhu lingkungan yang ekstrem
karena
hipotermia
3.
Perubahan
S= ibu mengatakan
pertumbuhan
dan
perkembangan
berhubungan
dengan ketidak
adekuatan
oksigen
nutrien
dan
pada
jaringan; isolasi
sosial.
ruanganya
terbiasa dengan
keadaannya
O= tampak takut,
cemas, dan menutup diri
A= masalah belum
teratasi
P= lanjutkan intervensi,
DISUSUN
Kelompok 5
1. Dita Rinasairi Siregar
2. Sally Violeta Tamara
3. Sela Andela
4. Tri Utami
Dosen Pembimbing
: Antarini
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2015
PEMBAHASAN
ASKEP MALARIA
1. Pengertian
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa
genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001,
hal 406). Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu
protozoa spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk
(Corwin, 2000, hal 125).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari
genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1). Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam
berkala, yang disebabkan oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk
Anopeles (Tjay & Raharja, 2000).
2. Etiologi
Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi
yaitu,
a. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria
tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).
b. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan
yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/
falsiparum (demam tiap 24-48 jam).
3. Jenis-jenis malaria
Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya
antara lain sebagai berikut :
A. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum).
Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat,
ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan
sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk
eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil
yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang
memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).
Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika. Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah
seumur hidup. Infeksi Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah
yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel
dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali
lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan
gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water Fever).
B. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax,
lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula
coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon
Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/
rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan
punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi
namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada
pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan
hipertensi.
C. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae,
skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik
yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium
Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling
ringan dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari,
walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi
lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.
D. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang
diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium
Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid.
Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval
hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis
ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam
berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.
Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh,
malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas yang ireguler,
anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.
4. Karakteristik nyamuk
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk
betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti
mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah ditemukan 24
spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria. Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada
yang di air tawar, air payau dan ada pula yang bersarang pada genangan air pada cabangcabang pohon yang besar.
Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
a. Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran rendah
b. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
c. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit manusia (menghisap
darah).
d. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
e. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut 48 derajat
f. Daur hidupnya memerlukan waktu 1 minggu .
g. Lebih senang hidup di daerah rawa
5. Patofisiologi
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
a. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk
(Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang
menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati
bila tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan
dari gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi dinding
lambung dan berkembang menjadi Ookista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang
memasuki kelenjar ludah nyamuk.
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk
tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi merozoit
dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi
sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/
incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya
gejala klinis demam.
b. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit,
menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan sporozoit ke dalam peredaran
darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit
tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari
kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di dalam hati ini di
namakan Pra -eritrositer primer. Terjadi di dalam darah. Sel darah merah berada dalam
sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut
20 ml O2 dalam 100 ml darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal
dan hati. Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan
diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin yang
dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah
dan berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara
lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut ekso-eritrositer sekunder. Dalam waktu 48 -72
jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di lepaskan dapat memasuki siklus di
mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah, penderita merasa kedinginan dan demam,
hal ini di sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan. Secara garis besar
semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu tetap sebagian di tubuh
manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.
6. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum menurut
Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :
a.
Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporolasi).
Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka
periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P. Malariae)
pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai
dengan beberapa serangan demam periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya Trias Malaria (malaria proxysm)
secara berurutan :
1)
Periode dingin.
Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri dengan
selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi
saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15
menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
2)
Periode panas.
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai 40oC atau
lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok
(tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih
lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
3) Periode berkeringat.
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,
temperatur turun, penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan
merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
b.
Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas Malaria Kronik.
Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit
parasit dan jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000, hal. 571). Pembesaran limpa terjadi pada
beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa
kiri, lekukan pada batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan gambaran pada palpasi
yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut. Lien akan terdorong ke bawah ke kanan,
mendekat umbilicus dan fossa iliaca dekstra.
c.
Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia
karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan Eritrosit
normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time). Gangguan pembentukan eritrosit
karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer. dkk, Hal. 411).
d. Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat kelebihan
bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel darah merah. Terdapat tiga
jenis ikterus antara lain :
1) Ikterus hemolitik
Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang berlebihan. Ikterus ini dapat
terjadi pada destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan
semua bilirubin yang di hasilkan.
2) Ikterus hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosit dan
di sebut dengan hepatoseluler.
3) Ikterus Obstruktif
Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau melalui duktus biliaris di sebut
dengan ikterus obstuktif).
7. Pemeriksaan diagnostik
c. Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan. Frekuensi
pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang menyebabkan kematian.
Biasanya disebabkan oleh kelebihan cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome
(ARDS).
e. Hipoglikemia
Konsentrasi gula pada penderita turun (< style="font-weight: bold;">B. Konsep Dasar.
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS:
Tn. G umur 40 tahun datang ke poli Rumah sakit dengan keluhan badan terasa dingin
menggigil yang hilang timbul suhu badan makin lama makin panas (40 o) dan banyak
mengeluarkan keringat seperti orang mandi, dan gejala seperti itu sudah tiga kali berulang,
perut mual disertai muntah kepala terasa sakit timbulnya sakit setiap dua hari sekali, mukosa
tampak kering pada bibir, TD=110/70,
1
A. Pengkajian
1.
Anamnesa
Identitas Klien
Nama
: Tn. G
Umur
: 40 tahun
Aktivitas/ istirahat
d. Neuro sensori
Gejala : Sakit kepala, pusing
Tanda : Gelisah
DS :
Tn. G mengeluhkan badan terasa dingin dan menggigil yang hilang timbul.
Tn. G mengeluhkan mual disertai muntah dan sakit kepala yang timbul dua hari sekali
Tn. G mengeluhkan badannya semakin lama makin panas dan banyak mengeluarkan
keringat dan telah berulang tiga kali.
DO :
TD = 110/70 mmHg
Mukosa bibir kering
Suhu = 40o C
B. ANALISA DATA
SIGN & SYMPTOM
DS :
Tn.
badannya
mengeluhkan
semakin
lama
ETIOLOGI
Infeksi plasmodium
PROBLEM
Hipertermia
DO :
Suhu = 40o C
DS :
Pengeluaran keringat
muntah
mengeluarkan
mengeluhkan
keringat
DS:
Penurunan komponen
C. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung
sirkulasi kuman pada hipotalamus.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran keringat yang berlebihan dan
muntah.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di
perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh.
D. NCP
NO
1.
Diagnosa
Tujuan
Keperawatan
Hipertermi b.d
Adanya
infeksi virus
peningkatan
suhu
mencapai
mengatakan badan
Intervensi
-
berikan kompres
Rasional
- menurunkan suhu
hangat
tubuh
-
normalnya
anak T panas
tubuh
observasi tanda-
menentukan
tindakan
suhu tubuh
keperawatan
selanjutnya
Do:
Kriteria Hasil :
Berikan banyak
minum air putih
- Suhu 40 C
Dapat
menurunkan suhu
Kulit
teraba
tubuh
normal
-
berikan pakaian
menyerap keringat
mencegah
penguapan
yang
berlebihan
- HB 12
- Leukosit normal
kolaborasi medis
untuk pemberian
obatan antipiretik
normal 150.000
mendukung
perawatan
dan
penatalaksnaan
2.
Defisit
cairan
pengeluaran
volume Gangguan
b.d volume
tubuh
kondisi pasien
dapat
-
medis
untuk mengetahui
obserfasi
tanda-
DS:
KH:
mengevaluasi
keadaan pasien
Tn.G mengeluhkan-
perlahan-lahan
mengeluarkan
keringat
volume cairan
seperti teratasi
orang mandi
Pengeluaran
disertai
muntah dan sakit
kepala yang timbul
tanda-
tanda dehidrasi
obserfasi
memenuhi
kebutuhan pasien
Tidak muntah
muntah lagi
observasi tetesan
infus
dan
lokasi-
penusukan jarum
menjaga
keseimbangan
cairan
DO:
balance
(input
cairan
dan
output-
cairan)
supaya
mengetahui berapa
banyak
cairan
keluarga
pasien
menganti
untuk
pakaian
menjaga
kenyamanan
pasien
kolaborasi:
-
pemberian cairan
infus dextrosa sesuai
dengan indikasi
Pemberian
Obat
untuk
mempertahankan
antiemetik
volume
cairan
dalam
tubuh
pasien
3.
Perubahan
perfusi Setelah
jaringan
b.d dilakukan
penurunan
tindakan
komponen
pengirim
seluler keperawatan
O2
nutrient
tubuh
Ds:
dan menunjukkan
- Ukur tanda-tanda
mengatakan
sakit kepala d
informasi tentang
pengisian kapiler,
keadekuatan
warna
perfusi jaringan
kulit/membrane
dan membantu
kebutuhan
intervensi.
G KH:
terasa
- sakit kepala
hilang
Do:
- Auskultasi bunyi
napas.
- Dispnea,
gemericik
menunjukkan CHF
- TD= 120/80
- TD = 110/70
muntah
- memberikan
vital, observasi
adekuat
Tn.
dapat mengurangi
normal
karena regangan
jantung
lama/peningkatan
kompensasi curah
jantung.
- Observasi keluhan
nyeri dada, palpitasi.- Iskemia seluler
mempengaruhi
jaringan
miokardial/potensi
al resiko infark.
- Evaluasi respon
verbal melambat,
agitasi, gangguan
- Dapat
memori, bingung.
mengindikasikan
gangguan perfusi
serebral karena
hipoksia.
- Evaluasi keluhan
dingin, pertahankan
suhu lingkungan dan
tubuh supaya tetap
hangat.
- vasokonstriksi (ke
organ vital)
menurunkan
sirkulasi perifer.
- Observasi hasil
pemeriksaan
laboratorium darah
lengkap
Kolaborasi
- mengidentifikasi
defisiensi dan
kebutuhan
pengobatan/respon
- Berikan transfusi
s terhadap terapi.
darah
lengkap/packed
sesuai indikasi.
- meningkatkan
jumlah sel
pembawa oksigen,
memperbaiki
defisiensi untuk
- Berikan oksigen
sesuai indikasi.
.
mengurangi resiko
perdarahan.
- memaksimalkan
transpor oksigen
ke jaringan.
PEMBAHASAN
ASKEP DIFTERI
A. Definisi
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik
(racun) Corynebacterium diphteriae. (Iwansain.2008).
Difteri adalah infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium
diphteriae dengan bentuk basil batang gram positif (Jauhari,nurudin. 2008).
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun
Corynebacterium diphteriae. (Fuadi, Hasan. 2008).
Jadi kesimpulannya difteri adalah penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh
kuman Corynebacterium diphteriae
B. Etiologi
Penyebabnya adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini ditularkan melalui
percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah
terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri ini berkembangbiak pada atau disekitar selaput
lender mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Pewarnaan sediaan langsung
dapat dialkuakan dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan
sediaan langsung dari lesi.
Menurut Staf Ilmu Kesehatan Anak FKUI dalam buku kuliah ilmu kesehatan anak,
sifat bakteri Corynebacterium diphteriae :
1. Gram positif
2. Aerob
3. Polimorf
4. Tidak bergerak
5. Tidak berspora
1.
2.
a)
b)
Disamping itu bakeri ini dapat mati pada pemanasan 60 C selama 10 menit, tahan
beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah mengering.Terdapat tiga jenis basil
yaitu bentuk gravis, mitis, dan intermedius atas dasar perbedaan bentuk koloni dalam biakan
agar darah yang mengandung kalium telurit. Basil Difteria mempunyai sifat:
Mambentuk psedomembran yang sukar dianggkat, mudah berdarah, dan berwarna putih
keabu-abuan yang meliputi daerah yang terkena.terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik
dan kuman.
Mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah beberapa
jam diserap dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas terutama pada otot
jantung, ginjal dan jaringan saraf.
Menurut tingkat keparahannya, Staff Ilmu Kesehatan Anak FKUI membagi penyakit ini
menjadi 3 tingkat yaitu :
Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya
nyeri menelan.
Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyaring sampai faring (dinding belakang rongga
Menurut bagian ilmu kesehatan anak FKUI, penyakit ini juga dibedakan menurut
lokasi gejala yang dirasakan pasien :
1. Difteri hidung
Gejala paling ringan dan paling jarang (2%). Mula-mula tampak pilek, kemudian
secret yang keluar tercampur darah sedikit yang berasal dari pseudomembran. Penyebaran
pseudomembran dapat mencapai faring dan laring.
2. Difteri faring dan tonsil ( Difteri Fausial ).
Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa
penderita akibat gagal nafas. Paling sering dijumpai ( 75%). Gejala mungkin ringan tanpa
pembentukan pseudomembran. Dapat sembuh sendiri dan memberikan imunitas pada
penderita.Pada kondisi yang lebih berat diawali dengan radang tenggorokan dengan
peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi, pseudomembran awalnya hanya berupa
bercak putih keabu-abuan yang cepat meluas ke nasofaring atau ke laring, nafas berbau, dan
ada pembengkakan regional leher tampak seperti leher sapi (bulls neck). Dapat terjadi sakit
menelan, dan suara serak serta stridor inspirasi walaupun belum terjadi sumbatan laring.
C.
Manifestasi Klinis
a. Gejala umum.
Demam tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, nyeri kepala dan anoreksia sehingga pasien tampak
lemah.
b. Gejala lokal
Nyeri menelan, bengkak pada leher karena pembengkakan pada area regional, sesa nafas,
serak sampai dengan stridor jika penyakit sudah stadium lanjut. Gejala akibat eksotoksin
tergantung bagian yang terkena missal mengenaiotot jantung terjadi miokarditis, dan bila
mengenai syaraf mnyebabkan kelumpuhan.
D. Patofisiologi
Basil hidup dan berkembangbiak pada traktus respiratorius bagian atas terutama bila
terdapat peradangan kronis pada tonsil, sinus, dan lain-lain.Selain itu dapat juga pada vulva,
kulit, mata, walaupun jarang terjadi. Pada tempat-tempat tersebut basil membentuk
pseudomembran dan melepaskan eksotoksin.Pseudomembran timbul lokal kemudian
menjalar kefaring, tonsil, laring, dan saluran nafas atas. Kelenjar getah bening sekitarnya
akan membengkak dan mengandung toksin. Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan
menyebabkan miokarditis toksik atau jika mengenai jaringan saraf perifer sehingga timbul
paralysis terutama otot-otot pernafasan. Toksin juga dapat menimbulkan nekrosis fokal pada
hati dan ginjal, yang dapat menimbulkan nefritis interstitialis. Kematian pasien difteria pada
umumnya disebabkan oleh terjadinya sumbatan jalan nafas akibat pseudomembran pada
laring dan trakea, gagal jantung karena miokardititis, atau gagal nafas akibat terjadinya
bronkopneumonia.
Penularan penyakit difteria adalah melalui udara (droplet infection), tetapi dapat juga
melalui perantaraan alat atau benda yang terkontaminasi oleh kuman difteria.Penyakit dapat
mengenai bayi tapi kebayakan pada anak usia balita. Penyakit Difteria dapat berat atau ringan
bergantung dari virulensi, banyaknya basil, dan daya tahan tubuh anak. Bila ringan hanya
berupa keluhan sakit menelan dan akan sembuh sendiri serta dapat menimbulkan kekebalan
pada anak jika daya tahan tubuhnya baik. Tetapi kebanyakan pasien datang berobat sering
dalam keadaan berat seperti telah adanya bullneck atau sudah stridor atau dispnea. Pasien
difteria selalu dirawat dirumah sakit karena mempunyai resiko terjadi komplikasi seperti
mioarditis atau sumbatan jalan nafas (Ngastiyah, 1997).
Menurut
Iwansain,2008
dalam
http://www.iwansain.wordpress.com
secara
Kuman difteri masuk dan berkembang biak pada saluran nafas atas, dan dapat juga pada
vulva, kulit, mata.
2.
3.
Bila eksotoksin mengenai otot jantung akan mengakibatkan terjadinya miokarditis dan
timbul paralysis otot-otot pernafasan bila mengenai jaringan saraf.
4. Sumbatan pada jalan nafas sering terjadi akibat dari pseudomembran pada laring dan trakea
dan dapat menyebabkan kondisi yang fatal.
E. Penatalaksanaan
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG yang
dilakukan pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai
keadaan EKG 2 kali berturut-turut normal dan pengobatan spesifik.
(+)
b. CARA PEMBERIAN
Test Positif BESREDKA
Test Negatif secara DRIP/IV
c. Drip/IV
200 CC cairan D5% 0,225 salin. Ditambah ADS sesuai kebutuhan. Diberikan selama 4
sampai 6 jam observasi gejala cardinal.
2. Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas demam. Pada
pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dibagi 4
dosis.
3. Kortikosteroid,
untuk
mencegah
timbulnya
komplikasi
miokarditis
yang
sangat
F. Pemeriksaan penunjang
a)
b)
c)
d) Lekosit dapat meningkat atau normal, kadang terkadi anemia karena hemolisis sel darah
merah (Rampengan, 1993 )
e)
f)
Schick Tes: tes kulit untuk menentukan status imunitas penderita, suatu pemeriksaan swab
untuk mengetahui apakah seseorang telah mengandung antitoksin.
G.
Komplikasi
Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun organ
lainnya:
a. Miokarditis bisa menyebabkan gagal jantung
b. Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi tidak terkoordinasi dan
gejala lainnya (timbul dalam waktu 3-7 minggu)
c. Kerusakan saraf yang berat bisa menyebabkan kelumpuhan
d. Kerusakan ginjal (nefritis).
H. Pencegahan
1. Isolasi penderita
Penderita harus diisolasi dan baru dapat dipulangkan setelah pemeriksaan kuman
difteri dua kali berturut-turut negatif.
2. Pencegahan terhadap kontak
Terhadap anak yang kontak dengan difteri harus diisolasi selama 7 hari. Bila dalam
pengamatan terdapat gejala-gejala maka penderita tersebut harus diobati. Bila tidak ada gejala
klinis, maka diberi imunisasi terhadap difteri.
3.
Imunisasi
Penurunan drastis morbiditas diftery sejak dilakukan pemberian imunisasi. Imunisasi
DPT diberikan pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Sedangkan boster dilakukan pada usia 1 tahun dan
4 sampai 6 tahun. Di indonesia imunisasi sesuai PPI dilakukan pada usaia 2, 3 dan 4 bulan
dan boster dilakukan pada usia 1 2 tahun dan menjelang 5 tahun. Setelah vaksinasi I pada
usia 2 bulan harus dilakukan vaksinasi ulang pada bulan berikutnya karena imunisasi yang
didapat dengan satu kali vaksinasi tidak mempunyai kekebalan yang cukup proyektif. Dosis
yang diberikan adalah 0,5 ml tiap kali pemberian.
4. Pencarian orang carier difteria dengan uji shick
Pencarian orang carier difteria dengan uji shick dan kemudian diobati.
Dengan tujuan : Untuk mengetahui apakah tubuh mengandung anti toksin terhadap kuman
difteri.
Cara : Dengan menyuntikan IC 1/50 Minimal Lethal Dose (MLD) sebanyak 0,02 ml, jika
positif akan terlihat merah kecoklatan selama 24 jam
Cara Pencegahan
1. Kegiatan penyuluhan sangatlah penting: beri penyuluhan kepada masyarakat terutama kepada
para orang tua tentang bahaya dari difteria dan perlunya imunisasi aktif diberikan kepada
bayi dan anak-anak.
2. Tindakan pemberantasan yang efektif adalah dengan melakukan imunisasi aktif secara luas
(missal) dengan Diphtheria Toxoid (DT). Imunisasi dilakukan pada waktu bayi dengan vaksin
yang mengandung diphtheria toxoid, tetanus toxoid, antigen acellular pertussis: (DtaP, yang
digunakan di Amerika Serikat) atau vaksin yang mengandung whole cell pertusis (DTP).
Vaksin yang mengandung kombinasi diphtheria dan tetanus toxoid antigen whole cell
pertussis, dan tipe b haemophillus influenzae (DTP-Hib) saat ini juga telah tersedia.
3. Jadwal imunisasi berikut ini adalah yang direkomendasikan di Amerika Serikat (Negara lain
mungkin menggunakan jadwal lain dan tidak memberikan 4 dosis sebagai imunisasi dasar).
a) Untuk anak-anak berusia kurang dari 7 tahun.
Imunisasi dasar untuk vaksin DtaP atau DTP-Hib, 3 dosis pertama diberikan dengan
interval 4-8 minggu. Dosis pertama diberikan saat bayi berusia 6-8 minggu; dosis ke-4
diberikan 6-12 bulan setelah dosis ke-3 diberikan. Jadwal ini tidak perlu diulang kembali
walaupun terjadi keterlambatan dalam pelaksanaan jadwal tersebut.
Dosis ke-5 diberikan pada saat usia 4-6 tahun (usia masuk sekolah); dosis ke-5 ini
tidak perlu diberikan jika sudah mendapat dosis ke-4 pada usia 4 tahun. Bila komponen
pertusis dari DTP merupakan kontraindikasi, sebagai pengganti dapat diberikan vaksin DT.
b) Untuk usia 7 tahun ke atas:
Mengingat efek samping pemberian imunisasi meningkat dengan bertambahnya usia
maka dosis booster untuk anak usia di atas 7 tahun, vaksin yang dipakai adalah vaksin dengan
konsentrasi / kadar diphtheria toxoid (dewasa) yang rendah. Sedangkan untuk mereka yang
sebelumnya belum pernah diimunisasi maka diberikan imunisasi dasar berupa 3 dosis vaksin
serap tetanus dan diphtheria toxoid (Td).
Dua dosis pertama diberikan dengan interval 4-6 minggu dan dosis ke-3 diberikan 6
bulan hingga 1 tahun setelah dosis ke-2. data yang terbatas dari Swedia menunjukkan bahwa
jadwal pemberian imunisasi ini mungkin tidak memberikan tingkat perlindungan yang
memadai pada kebanyakan remaja, oleh karena itu perlu diberikan dosis tambahan.
Untuk mempertahankan tingkat perlindungan maka perlu dilakukan pemberian dosis Td
setiap 10 tahun kemudian.
4.
Upaya khusus perlu dilakukan terhadap mereka yang terpajan dengan penderita seperti
kepada para petugas kesehatan dengan cara memberikan imunisasi dasar lengkap dan setiap
sepuluh tahun sekali diberikan dosis booster Td kepada mereka.
5.
Bagi anak-anak dan orang dewasa yang mempunyai masalah dengan sistem kekebalan
mereka (immunocompromised) atau mereka yang terinfeksi HIV diberikan imunisasi dengan
vaksin diphtheria dengan jadwal yang sama bagi orang normal walaupun ada risiko pada
orang-orang ini tidak memberikan respon kekebalan yang optimal.
Isolasi: Isolasi ketat dilakukan terhadap penderita difteria faringeal, isolasi untuk difteria
kulit dilakukan terhadap kontak hingga 2 kultur dari sampel tenggorokan dan hidung (dan
sampel dari lesi kulit pada difteria kulit hasilnya negatif tidak ditemukan baksil. Jarak 2
kultur ini harus dibuat tidak kurang dari 24 jam dan tidak kurang dari 24 jam setelah
penghentian pemberian antibiotika. Jika kultur tidak mungkin dilakukan maka tindakan
isolasi dapat diakhiri 14 hari setelah pemberian antibiotika yang tepat (lihat 9B7 di bawah).
b.
Desinfeksi serentak: Dilakukan terhadap semua barang yang dipakai oleh/untuk penderita
dan terhadap barang yang tercemar dengan discharge penderita. Dilakukan pencucihamaan
menyeluruh.
c.
d.
Manajemen Kontak: Semua kontak dengan penderita harus dilakukan kultur dari sample
hidung dan tenggorokan, diawasi selama 7 hari. Dosis tunggal Benzathine Penicillin (IM:
lihat uraian dibawah untuk dosis pemberian) atau dengan Erythromycin selama 7-10 hari
direkomendasikan untuk diberikan kepada semua orang yang tinggal serumah dengan
penderita difteria tanpa melihat status imunisasi mereka. Kontak yang menangani makanan
atau menangani anak-anak sekolah harus dibebaskan untuk sementara dari pekerjaan tersebut
hingga hasil pemeriksaan bakteriologis menyatakan mereka bukan carrier. Kontak yang
sebelumnya sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap perlu diberikan dosis booster
apabila dosis imunisasi terakhir yang mereka terima sudah lebih dari lima tahun. Sedangkan
bagi kontak yang sebelumnya belum pernah diimunisasi, berikan mereka imunisasi dasar
dengan vaksinasi: Td, DT, DTP, DtaP atau DTP-Hib tergantung dari usia mereka.
e.
Investigasi kontak dan sumber infeksi: Pencarian carrier dengan menggunakan kultur dari
sampel yang diambil dari hidung dan tenggorokan tidak bermanfaat.Pencarian carrier dengan
kultur hanya bermanfaat jika dilakukan terhadap kontak yang sangat dekat.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Biodata
a.
Umur
Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang ditemukan pada bayi berumur
Klien mengalami sesak napas disertai dengan nyeri menelan demam ,lesu, pucat, sakit
kepala, anoreksia.
4.
5.
6.
a.
Pemeriksaan fisik
B1 : Breating
Adanya pembengkakan kelenjer limfe (Bulls neck), timbul peradangan pada laring/trakea,
suara serak, stridor, sesak napas.
B2 : Blood
Adanya degenerasi fatty infiltrate dan nekrosis pada jantung menimbulkan miokarditis
dengan tanda irama derap, bunyi jantung melemah atau meredup, kadang-kadang ditemukan
tanda-tanda payah jantung.
B3 : Brain
Gangguan system motorik menyebabkan paralise.
B4 : Bladder
Tidak ada kelainan.
B5 : Bowel
Nyeri tenggorokan, sakit saat menelan, anoreksia, tampak kurus, BB cenderung menurun,
pucat.
B6 : Bone
Bedrest.
B. Diagnosa keperawatan
1.
Pola nafas napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret dan edema kelenjer
limfe, laring dan trakea.
2. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi pada tonsil dan faring.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses masuknya kuman dalam tubuh.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
C. Rencana Keperawatan
N
TUJUAN
INTERVENSI
O
1
X
I
Setelah dilakukan
1.
tindakan
Observasi tanda 1.
RASIONAL
untuk
mengetahui
tanda vital.
keadaan umum pasien
Berikan posisi yang
keperawatan
terutama
pada
nyaman /semi fowler.
tentang Oxygen
pernapasannya.
3.
Anjurkan pasien agar
2.
Peninggian kepala
2.
theraphy
tidak
terlalu
banyak mempermudah
diharapkan
o
2
II
o
pola bergerak.
4.
Kolaborasi dengan
nafas
pasien
dokter
dalam
kembali normal.
pemberian O2 lembab
Kriteria hasil :
atau inhalasi, bila perlu
Frekuensi
dilakukan
3.
pernafasan dalam
trachcostomi.
batas normal.
4.
Tidak ada suara
pernapasan
dengan
menggunakan
gravitasiatau
mempermudah
pertukaran O2 dan CO2.
Agar sesak tidak
bertambah.
Membantu kekentalan
secret
nafas tambahan.
fungsi
sehingga
mempermudah
1.
Kaji status
nyeri
Setelah dilakukan
frekuensi,
1.
durasi, dan intensitas
pengeluarannya.
(lokasi,
Memberikan
data
III
nyeri.
o
o
IV
menghilangkan
Kaji suhu klien.
Berikan kompres /mengurangi rasa nyeri
dengan air hangat pada dan spasme otot.
daerah
Setelah dilakukan
3.
tindakan
dahi,
lipatan paha.
Anjurkan
axila,
1.
minum
Untuk
mengidentifikasi
pola
demam klien.
yang banyak seseuai
2.
Vasodilatasi
keperawatan
toleransi klien.
pembuluh darah akan
diharapakan suhu
4.
Kolaborasi dengan
melepaskan
panas
tubuh
klien dokter
dalam
tubuh.
diharapkan
pemberian
terapi
normal.
( antipieretik) .
3.
Kriteria hasil :
o
Suhu
normal
tubuh
tubuh
(36,50C1.
37,50C.
o Akral hangat.
dalam
porsi kecil
dengan
tindakan
perlu
diimbangi
dengan
menurunkan
disertai
diharapkan
suhu
tubuh.
makanan
1.
Menganalisis
lunak/lembek.
4.
Berikan makan sesuai penyebab
keperawatn
klien terpenuhi.
dengan selera.
ketidakadekuatan
Kolaborasi dengan
nutrisi.
dokter
dalam
2.
Mulut yang bersih
Kriteria hasil:
pemberian
kebutuhan nutrisi
5.
obat dapat
meningkat
sehingga
Kaji pola makan
suhu
Setelah dilakukan
Peningkatan
membaik.
Porsi makanan
meningkatkan/
merangsang
3.
nafsu
makan klien.
Makanan dalam porsi
yang dihidangkan
habis.
Klien
oleh
tidak
mencegah
mengalami mual,
muntah.
klien
4.
dan
terjadinya
anoreksia.
Meningkatkan intake
makanan.
5.
Menghilangkan mual,
muntah
meningkatkan
makan.
dan
nafsu
KELOMPOK 6
1. Arif Hidayat
2.
3.
4.
5.
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PRODI D-IV KEPERAWATAN
2015
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM BERDARAH DENGUE
A. PENGERTIAN
Demam berdarah dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
(Arthropadborn Virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aides (Aides albopictus
dan Aedes Aegepty) (Ngastiyah, 2005).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam
manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Arief Mansjoer, 2000).
Dengue hemoragic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang disertai leukopenia,
dengan / tanpa ruam (rash) dan limfadenopati. Thrombocytopenia ringan dan bintikbintik perdarahan (Noer Syaifullah, 2000).
Jadi demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan menifestasi klinis demam disertai gejala perdarahan dan
bila timbul renjatan dapat menyebabkan kematian. Untuk memahami DHF perlu
pemahaman terkait Anatomo fisiologi pada sistem sirkulasi.
B. Etiologi
Pathway Dbd
D. Manifestasi Klinik
Kasus DHF di tandai oleh manifestasi klinis, yaitu : demam tinggi dan
mendadak yang dapat mencapa 40 C atau lebih dan terkadang di sertai dengan kejang
demam, sakit kepala, anoreksia, muntah-muntah (vomiting), epigastric, discomfort,
nyeri perut kana atas atau seluruh bagian perut; dan perdarahan, terutama perdarahan
kulit,walaupun hanya berupa uji tuorniquet poistif. Selain itu, perdarahan kulit dapat
terwujud memar atau dapat juga dapat berupa perdarahan spontan mulai dari ptechiae
(muncul pada hari-hari pertama demam dan berlangsung selama 3-6 hari) pada
extremitas, tubuh, dan muka, sampai epistaksis dan perdarahan gusi. Sementara
perdarahan gastrointestinal masif lebih jarang terjadi dan biasanya hanya terjadi pada
kasus dengan syok yang berkepanjangan atau setelah syok yang tidak dapat teratasi.
Perdarahan lain seperti perdarahan sub konjungtiva terkadang juga di temukan. Pada
masakonvalisen sering kali di temukan eritema pada telapak tangan dan kaki dan
hepatomegali.
kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung
hidung, jari dan kaki, penderita gelisah timbul sianosis disekitar mulut.
Selain timbul demam, perdarahan yang merupakan ciri khas DHF gambaran
klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF adalah:
a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu
menelan.
b. Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, anoreksia, diare,
konstipasi
c. Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada
otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal
pada saluran tubuh dll.
d. Temuan-temuan laboratorium yang mendukung adalah
thrombocytopenia (kurang atau sama dengan 100.000 mm3) dan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit lebih atau sama dengan 20
%)
F. Penatalaksaaan
1. Medis
Pada dasarnya pengoobatan pasien DHF bersifat simtomatis dan suportif
a. DHF tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien
dehidrasi dan haus. Pada pasien ini perlu diberi banyak minum, yaitu 1,5
sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirup, susu, dan bila
mau lebih baik oralit. Cara memberikan minum sedikit demi sedikit dan orang
tua yang menunggu dilibatkan dalam kegiatan ini. Jika anak tidak mau minum
sesuai ang dianjurkan tidak dibenarkan pemasangan sonde karena merangsang
resiko terjadi perdarahan.
Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat anti piretik dan kompres
dingin. Jika terjadi kejang diberi luminal atau anti konfulsan lainnya. Luminal
diberikan dengan dosis : anak umur kurang 1 tahun 50 mg IM, anak lebih 1
tahun 75 mg. Jika 15 menit kejang belum berhenti lminal diberikan lagi
dengan dosis 3 mg/kg BB. Anak diatas 1 tahun diveri 50 mg, dan dibawah 1
tahun 30 mg, dengan memperhatikan adanya depresi fungsi vital.
Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila :
a) Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi.
b) Hematokrit yang cenderung meningkat.
Hematokrit mencerminkan kebocoran plasma dan biasanya
mendahului mnculnya secara klinik perubahan fungsi vital (hipotensi,
penurunan tekanan nadi), sedangkan turunya nilai trombosit biasanya
mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien yang diduga
menderita DHF harus diperiksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari mlai hari ke-3
sakit sampai demam telah turun 1-2 hari. Nilai hematokrit itlah yang
menentukan apabila pasien perlu dipasang infus atau tidak.
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 7,
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan
berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium volume
sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan
sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan
aktivity dan integritas system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung
menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan
fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ
sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24 jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan
dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel
kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih
banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
4. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan
adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi
dispnea, sesak napas.
H. Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian Fokus
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan
usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke
rumah sakit adalah panas tinggi dan pasien lemah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai
menggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis. Panas turun terjadi
antara hari ke-3 dan ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang
disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare
atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan
pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan
pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemasis.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Ada kemungkinan anak yang telah terjangkau penyakit DHF bisa
berulang DHF lagi, Tetapi penyakit ini tidak ada hubungannya dengan
penyakit yang pernah diderita dahulu.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit DHF bisa dibawa oleh nyamuk jadi jika dalam satu
keluarga ada yang menderita penyakit ini kemungkinan tertular itu besar.
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
2. Aktifitas
2. Kulit
ekimosit.
3. Kepala
kotor (kadang).
4. Dada
: nyeri tekan epigastrik, nafas cepat dan sering
berat.
5. Abdomen
PERENCANAAN
A. Prioritas Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan kegawatan masalah.
B. Tujuan, Kriteria hasil : Rencana tindakan dan Rasional Rencana Tindakan
1. Dx I Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi
virus. Tujuan: Anak menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal.
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh 36-37 0C
b. Pasien bebas dari demam.
Rencana tindakan :
a. Monitor temperatur tubuh
Rasional : Perubahan temperatur dapat terjadi pada proses infeksi akut.
b. Observasi tanda-tanda vital (suhu, tensi, nadi, pernafasan tiap 3 jam atau
lebih sering).
Rasional :
Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
c. Anjurkan pasien untuk minum banyak 1 -2 liter dalam 24 jam.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan yang banyak.
d. Berikan kompres dingin Rasional : Menurunkan panas lewat konduksi.
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN TETANUS
A. Pengertian
Tetanus adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh clostridium tetani
yang menghasilkan exotoksin.
Tetanus adalah suatu sindrom spasme dan rigriditas otot. Ciri dari penyakit
akut ini adalahkontraksi otot ( kekakuan dan kejang ) yang nyeri, tanpa
disertai
gangguan
keseluruhan.
Pada
neonatus,
penularan
dapat
terjadi
akibat
B. Patofisiologis
1. Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti, luka
tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka
yang kotor dan bayi dapat melalui tali pusat.
2. Organisme multipel membentuk dua toksin yaitu tetanospasmin yang
merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan
ketergantungan dan spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat.
Kemudian tetanolysin yang tampaknya tidak significance.
3. Exsotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan
mewakali akson neuron atau sitem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat
pada sel saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh
antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat
mudah dinetralkan aritoksin.
4. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin
diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksik silidrik dibawa
kornu arterior susunan saraf pusat. Kedua toksin diabsorbsi oleh sumsum
limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam
susunan saraf pusat.
5. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot menjadi
kejang dan mudah sekali terangsang.
6. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari. Kasus yang
sering terjadi adalah 14 hari. Sedangkan neunatus 5 sampai 14 hari
Pathway
Luka
Colustrum tetani
Sistem pencernaan
Kekakuan otot
Sistem Pernafasan
Meningkatnya
Sekresi mucus
Nyeri
-Cemas
-Bersihan jalan
nafas
tidak
efektif
C. Komplikasi
1. Spasme otot faring
2. Asfiksia
3. Atelektasis karena obstruksi secret
4. Fraktur kompresi
D. Etiologi
Clostridium tetani yang masih hidup anaerob.
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran
2-5 x 0,4 0,5 milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan
hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik.
Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan
saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65 0 C akan
hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang bersifat
hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.
E. Manifestasi Klinis
1. Trismus ( kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot
mastikatoris.
2. Kaku kuduk sampai opistotonus (karena ketegangan otot-otot trunki)
3. Ketegangan pada otot dinding perut.
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat pada
cornu anterior.
5. Risus sardonikus karena spasme otot-otot muka (alis tertarik keatas) sudut
mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
6. Laringospasme dan tetani predisposisi untuk respiratory arrest, atelektasis
dan pneumonia. Demam biasanya tidak ada atau ada tapi ringan. Bila ada
demam kemungkinan prognosis buruk.
7. Tenderness pada otot-otot leher dan rahang.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan fisik, adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama
pada rahang
2. Pemeriksaan darah ( kalsium dan fosfat)
3. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis
kekakuan otot rahang.
4. Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi
kuman sulit
5. Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
G. Penatalaksanaan Terapeutik
1. Dirawat di ruangan perawatan intensif
2. Pemberian ATS 20.000 secara IM oleh uji kulit dan mata.
3. Antikejang dan penenang (fenobarbital bila kejang hebat, diazapen,
largalaktil)
4. Dieit tinggi kalori dan protein
5. Perawatan isolasi
6. Pemberian oksigen pemasangan NGT bila pelu intubasi dan trakeotomi bila
indikasi
7. Pemberian terapi intravena bila indikasi
a. Umum
1. Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan
perawatan harus segera diberikan :
Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin
tetanus disekitar luka tidak boleh diberikan IV)
2.
tiap 3-4 jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5
mg/kg BB/24 jam untuk dewasa.
4.
kondisi klien.
b. Pembedahan
1.
Pengkajian
Hygiene sanitasi
6. Pemeriksaan fisik.
-
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari tetanus, bayi
normal dan bisa menetek dalam 3 hari pertama. Hari berikutnya bayi sukar menetek,
mulut mecucu seperti mulut ikan. Risus sardonikus dan kekakuan otot ekstrimitas.
Tanda-tanda infeksi tali pusat kotor. Hipoksia dan sianosis.
-
Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot lokal disusul dengan kesukaran untuk
Pada wajah : Risus Sardonikus ekspresi muka yang khas akibat kekakuan otot-otot
mimik, dahi mengkerut, alis terangkat, mata agak menyipit, sudut mulut keluar dan ke
bawah.
-
Opisthotonus tubuh yang kaku akibat kekakuan otot leher, otot punggung, otot
Pada perut : otot dinding perut seperti papan. Kejang umum, mula-mula terjadi
Pada daerah ekstrimitas apakah ada luka tusuk, luka dengan nanah, atau gigitan
binatang.
7. Pengetahuan anak dan keluarga.
2) Diagnosa Keperawatan
1. Resiko injury berhubungan dengan aktivitas kejang
2. Bersihan nafas tidak efektif berhubungan dengan meningkatnya sekresi mukus
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kesukaran
menelan dan membuka mulut
4. Nyeri berhubungan dengan toksin dalam sel saraf
5. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak
3) Intervensi
1. Resiko injury berhubungan dengan aktivitas kejang
Tujuan : Injury tidak terjadi
Kreteria hasil : a. Pasien tidak mengalami injury
b. Pasien tidur ditempat yang aman
Intervensi dan rasional :
a) Observasi pasien, catat aktivitas kejang, frekuensi lamanya kejang, menunjukkan
perilaku penurunan resiko cedera
b) Batasi pengunjung dan jaga ketenangan ruangan
Rasional: Pasien sangat peka terhadap rangsangan, sehingga pasien mudah sekali
kejang. Dengan menimbulkan berbagai macam rangsangan, cedera dapat dicegah
c) Pasang tongespatel pada mulut pasien
Rasional: Menghindari terjdinya trauma pada mulut saat kejang
d) Tempatkan pada ruangan khusus atau terisolasi
Rasional: Ruangan terisolasi aman terjadap berbagai macam rangsangan
e) Beri anti kejang
Rasional: Anti kejang dapat meminimalkan, mengurangi kepekaan jaringan saraf
terhadap rangsangan sehingga dapat mengontrol kejang
2. Bersihan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mucus
Tujuan
: memperlihatkan kepatenan jalan nafas, mencegah terjadinya aspirasi
Kreteria hasil
: a. Jalan nafas bersih dan tidak ada sekresi
b. pernafasan teratur
Intervensi dan rasional
:
: Nyeri berkurang
Kelompok 7
Anggota: 1. Emmy Puji Astuti
2. Purwitasari
3. Radha Insyira Alief
4. Santi
FRAKTUR
1. Definisi
Fraktur adalah kerusakan kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang
rawan sendi yang biasanya dengan melibatkan kerusakan vaskuler dan jaringan
sekitarnya yang ditandai dengan nyeri, pembengkakan, dan tenderness.
2. Patofisiologi
- Trauma yang mengakibatkan fraktur akan dapat merusak jaringan lunak disekitar
fraktur mulai dari otot fascia, kulit sampai struktur neuromuskuler atau organ-
untuk membentuk suatu matrix tulang baru antara fragmen fragmen tulang. Garam
kalsium dalam matrix membentuk kallus yang akan memberikan stabilitas dan
-
3. Komplikasi
o Infeksi
o Kompartemen sindrom
o Kerusakan kulit; abrasi, laserasi, penetrasi, nekrosis
o Gangrene
o Emboli paru
o Trombosis vena
o ARDS
o
o
o
o
o
o
o
Osteoporosis pascatrauma
Ruptur tendon
Syok; hemoragik, neurogenik
Pembuluh darah robek
Osteomielitis
Tetanus
Batu ginjal bila lama immobilisasi
4. Etiologi
Trauma karena; kecelakaan dari kendaraan, jatuh, olahraga, dan sekunder dari
penyakit; osteogenesis imperfekta dan kanker.
5. Manifestasi Klinis
- Nyeri atau tenderness
- Immobilisasi
- Menurunnya pergerakan
- Adanya krepitasi
- Ecchymosis dan eritema
- Spasme otot
- Deformitas
- Bengkak atau adanya memar
- Gangguan sensasi
- Hilangnya fungsi
- Menolak untuk berjalan atau bergerak
6. Pemeriksaan diagnostic
- Foto rontgen
- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan darah; Hgb, Hct
- Pemeriksaan; SGOT, LDH, kreatinin, dan alkaline phosphatase untuk menentukan
meluasnya kerusakan pada otot
7. Penatalaksanaan teraupetik
-
komplikasi.
Reduksi; reposisi pada tulang. Reduksi tertutup dilakukan dengan manipulasi
eksternal untuk meluruskan atau kesegarisan tulang yang patah ke posisi
sediakala. Open reduction and internal fixation (ORIF) yaitu dengan pembedahan,
adanya fiksasi internal yang membantu mempertahankan kelurusan tulang.
Traksi kulit yang digunakan; Buck extension traction yang digunakan untuk
fraktur panggul, kontraktur, spasme otot, dan hernarthrosis.
Traksi Bryant digunakan untuk fraktur femur atau Congenital Hip Dysplasia.
Traksi Russel digunakan untuk stabilisasi fraktur femur.
Traksi servikal digunakan untuk fraktur servikal dan mengobati iritasi saraf dan otot
pada bahu dan lengan atas.
Traksi skeletal yang digunakan; traksi balanced suspension yang digunakan untuk
fraktur pelvis femur, 90/90 femoral traksi yang digunakan untuk stabilisasi fraktur
femur
Dunlop traksi yang digunakan untuk fraktur supracondylar pada humerus
Cruthfield tongs traksi yang digunakan untuk stabilisasi fraktur servikal, tulang
belakang torak dan dislokasi.
- Fasciotomy adalah prosedur pembedahan yang dilakukan untuk mengurangi
-
Jenis-jenis fraktur
Balance suspension
Russell traction
Cruthfield-tong trac
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan bengkak
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan,
pembengkakan, pemasangan gips dan atau traksi
3. Risiko injury berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
4. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri untuk mobilisasi, dan
pemasangan gips atau traksi
6. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kondisi fraktur dan kebutuhan
perawatan
7. Risiko infeksi berhubungasn dengan fraktur terbuka
PERENCANAAN
1. Anak akan menunjukkan rasa nyeri berkurang yang ditandai dengan ekspresi
wajah relaks atau tidak tampak menyeringai dan merasa nyaman, dapat tidur, dan
tidak gelisah.
2. Perfusi jaringan perifer adekuat yang ditandai dengan nyeri berkurang, nadi kuat,
warna kulit pink dan hangat, pengisian kembali dipertahankan yang ditandai
dengan warna kulit dan temperature normal.
3. Anak terbebas dari injury dan integritas neuromuscular dapat dipertahankan yang
ditandai dengan warna kulit dan temperature normal, nadi perifer dapat teraba dan
kuat, dan tidak ada keluhan nyeri
4. Integritas kulit dapat dipertahankan dan tidak terjadi infeksi
5. Anak dapat melakukan mobilisasi pada ekstremitas yang tidak mengalami sakit
6. Secara verbal keluarga memahami perawatan yang dibutuhkan oleh anak yang
ditandai dengan aktif berpartisipasi dalam perawatan anak.
7. Anak tidak memperlihatkan tanda-tanda infeksi yang ditandai dengan tanda-tanda
vital dalam batas normal, luka kering, tidak terdapat purulent atau pus
IMPLEMENTASI
1. Meningkatkan rasa nyaman
- Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala nyeri
- Berikan support daerah fraktur atau terpasang gips/ traksi dengan bantal
- Atur posisi dengan posisi kesegarisan
- Merubah posisi anak secara hati-hati
- Hindari tempat tidur adanya getaran-getaran
2. Meningkatkan perfusi jaringan perifer yang adekuat
tarikan sesuai
4. Meningkatkan integritas kulit dan mencegah infeksi
- Kaji integritas kulit khususnya bagian menonjol dan tertekan
- Kaji area terpasangan kawat pada traksi setiap 4-8 jam
- Reposisi setiap 2 jam
- Lakukan pemijatan untuk meningkatkan sirkulasi
- Bersihkan dan keringkan kulit setiap 2 kali sehari
5. Mempertahankan mobilitas kulit
- Kaji kemampuan sendi dan kekuatan otot setiap 8 jam
- Pertahankan ketepatan kesegarisan pada area yang fraktur atau tubuh
- Lakukan ROM
- Monitor serum BUN dan creatinine phosphokinase (CPK)
- Gunakan stoking elastic untuk mencegah trombo emboli
6. Meningkatkan pengetahuan orang tua dan keluarga
- Jelaskan tentang kondisi anak
- Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan alasannya
- Ajarkan pada orang tua bagaimana mencegah infeksi
- Ajarkan untuk meningkatkan kesembuhan tulang; intake nutrisi tinggi protein
dan kalsium
7. Menghindari atau mencegah anak dari infeksi
- Kaji tanda-tanda infeksi; suhu tubuh, demam, pada luka; drainage, pus, atau
-
purulent
Lakukan perawatan luka dengan teknik steril
Berikan obat antibiotik bila indikasi sesuai program
PERENCANAAN PEMULANGAN
-
anak
Jelaskan pada orang tua untuk tetap menstimulasi tumbuh kembang anak;
bermain dan mendukung kreativitas anak
EVALUASI
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
B. ETIOLOGI
Kebanyakan bayi yang lahir dengan Congenital dislocatoin of hip memiliki orang tua
yang jelas-jelas tidak memiliki gangguan kesehatan maupun faktor resiko. Seorang
wanita hamil yang telah mengikuti semua nasihat dokternya agar kelak melahirkan bayi
yang sehat, mungkin saja nanti melahirkan bayi yang memiliki kelainan bawaan. 60%
kasus kelainan bawaan penyebabnya tidak diketahui; sisanya disebabkan oleh faktor
lingkungan atau genetik atau kombinasi dari keduanya.
1. Teratogenik
Teratogen adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan atau
meningkatkan resiko suatu kelainan bawaan. Radiasi, obat tertentu dan racun
merupakan teratogen.
2. Gizi
Menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menghindari
teratogen, tetapi juga dengan mengkonsumsi gizi yang baik. Salah satu zat yang
penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Kekurangan asam folat bisa
meningkatkan resiko terjadinya spina bifida atau kelainan tabung saraf lainnya.
Karena spina bifida bisa terjadi sebelum seorang wanita menyadari bahwa dia
hamil, maka setiap wanita usia subur sebaiknya mengkonsumsi asam folat
minimal sebanyak 400 mikrogram/hari.
3. Faktor fisik pada rahim
Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga merupakan
pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang abnormal bisa menyebabkan atau
menunjukkan adanya kelainan bawaan.
Cairan ketuban yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi pertumbuhan paru-paru
dan anggota gerak tubuh atau bisa menunjukkan adanya kelainan ginjal yang
memperlambat proses pembentukan air kemih.
Penimbunan cairan ketuban terjadi jika janin mengalami gangguan menelan, yang bisa
disebabkan oleh kelainan otak yang berat (misalnya anensefalus atau atresia esofagus).
4.
kelainan bawaan merupakan penyakit keturunan yang diwariskan melalui gen yang
abnormal dari salah satu atau kedua orang tua. Gen adalah pembawa sifat individu yang
terdapat di dalam kromosom setiap sel di dalam tubuh manusia. Jika 1 gen hilang atau
cacat, bisa terjadi kelainan bawaan.
Informasi yang diperoleh dari ortopedi Radiologi oleh Adam Greenspan tentang
Congenital dislocatoin of hip tentang pergeseran pada panggul adalah:
a. Y-line adalah garis yang ditarik melalui bagian superior dari tulang rawan
triradiate. Pada bayi normal, jarak yang diwakili oleh baris (ab) tegak lurus garis-Y pada
titik paling proksimal leher femoralis harus sama di kedua sisi panggul, sebagaimana
seharusnya jarak diwakili oleh garis (bc) ditarik bertepatan dengan garis-Y medial ke
lantai acetabular. Pada bayi usia enam sampai tujuh bulan, nilai rata-rata untuk jarak (ab)
menjadi 19,3 mm + / - 1,5 mm; untuk jarak (bc), 18,2 mm + / - 1,4 mm.
b.Garis Perkins-Ombredanne ditarik tegak lurus dengan garis-Y, melalui tepi
paling lateral acetabular tulang rawan kaku, yang benar-benar sesuai dengan spina iliaka
anteroinferior pada bayi baru lahir normal dan bayi, aspek medial femur atau leher kaku
modal femoral epiphysis jatuh di dalam kuadran yang lebih rendah. Munculnya salah satu
dari struktur di kuadran luar atau lebih rendah menunjukkan subluksasi atau dislokasi
pinggul.
c. The Rosen von Andren-line, yang diperoleh dengan setidaknya 45 derajat dari
pinggul dan rotasi internal, digambarkan sepanjang sumbu longitudinal batang femoralis.
Dalam pinggul normal, memotong panggul di tepi atas acetabulum tersebut.
d. Dalam subluksasi atau dislokasi pinggul, baris membagi-dua atau jatuh di atas
tulang belakang anteorsuperior iliaka.
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Bayi
a.
Kemungkinan tidak ada bukti gejala karena bayi dapat mengalami kesalahan
perkembangan asetabulum sehingga lebih dangkal dari normal, kaput femur tetap
dalam asetabulum ;
2. Subluksasi dislokasi pinggul yang tidak normal ; kaput femur tidak
sepenuhnya keluar dari asetabulum dan dapat berdislokasi secara parsial ; dan
3. Dislokasi pinggul berada pada posisi dislokasi, dan kaput femur tidak
bersentuhan dengan asetabulum. DDH pada akhirnya dapat berkembang menjadi
reduksi permanen, dislokasi lengkap, atau dysplasia akibat perubahan adaptif
yang terjadi pada jaringan dan tulang yang berdekatan.
E. PENATALAKSANAAN
Penanganan bervariasi sesuai keparahan manifestasi klinis, usia anak, dan tingkat
dysplasia. Jika dislokasi terkoreksi pada pada beberapa hari pertama sampai beberapa
minggu kehidupan, kesempatan untuk berkembangnya pinggul normal akan lebih besar.
Selama periode neonatal, pengaturan posisi dan mempertahankan pinggul tetap fleksi dan
abduksi dapat dicapai dengan menggunakan alat bantu pengoreksi. Antara usia 6 dan 18
bulan, traksi digunakan diikuti dengan imobilisasi gips. Jika jaringan lunak menghalangi
dan menyulitkan penurunan dan perkembangan sendi, dilakukan reduksi tertutup maupun
terbuka (bergantung pada apakah ada atau tidak kontraktur otot-otot adductor dan
kesalahan letak kaput femur yang terjadi) dan gips spika pinggul di pasang
F. KOMPLIKASI
1. Displasia asetabular persisten
2. Dislokasi berulang
3. Nekrosis avaskular iatrogenic pada kaput femur
G. INSIDEN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
pinggul kanan
7. Sering ada hubungannya dengan ketidaknormalan muskuluskeletal dan renal
congenital lain.
8. Peningkatan insidens terlihat diantara kultur yang membedung bayi terlalu
rapat dan mengikat bayi pada papan ayunan selama bulan-bulan awal kehidupan.
9. Ada hubungan antara CDH dan perkembangan arthritis pinggul sekunder
pada awal masa dewasa.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan yang paling penting adalah pemeriksaan USG, pada bayi yang agak besar
atau anak-anak dapat dilakukan rontgen.
1) Rontgen
Menunjukkan lokasi / luasnya fraktur / trauma
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
Nama
:
Alamat
:
Tempat/ tanggal lahir :
Suku bangsa
:
Jenis kelamin
:
Agama
:
Tanggal MRS
:
Tanggal pengkajian :
Sumber informasi :
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama
:
Alamat
:
Umur
:
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
Hubungan dengan klien:
c. Keluhan utama
d. Riwayat Penyakit saat ini
e. Riwayat Kesehatan
f. Pengkajian system
g. Riwayat kesehatan keluarga
h. Riwayat psikososial
i. Riwayat seksual
j. Riwayat keluarga
1. Komposisi keluarga
2. Lingkungan rumah dan komunitas
3. Pekerjaan dan pendidikan anggota keluarga
4. Tradisi cultural dan agama
5. Peran dan hubungan keluarga
k. Pengkajian nutrisi
1. Asupan nutrisi
2. Pemeriksaan klinis
B.
DIAGNOSA
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat mobilisasi
3. Gangguan bodi image berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh
C.
RENCANA TINDAKAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi
Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang
Criteria hasil : Nyeri berkurang, Klien tampak tenang
a.
Rasional : Agar klien tetap bersemangat dan tidak berputus asa terhadap
perubahan status kesehatannya
D. EVALUASI
Hasil yang diharapkan:
1.
Pinggul bayi atau anak akan tetap pada posisi yang diharapkan
2.
Kulit bayi atau anak akan tetap utuh tanpa kemerahan atau kerusakan
Orang tua akan mendemonstrasikan aktivitas perawatan untuk mengakomodasi alat bantu
pengoreksi bayi / anak atau gips spika pinggul.
KEPERAWATAN ANAK
ASUHAN KEPERAWATAN SINDROMA NEFROTIK &
GLOMERULONEFRITIS
Kelompok
:8
DISUSUN OLEH
:
1. CHANDRA JEFRIANJA
2. DEA VANIKE AZINORA
3. KHENIA ARINI SEKAR ARUM
4. SANDRA WULANDRA
5. YANTI SAPUTRI
B. ANATOMI FISIOLOGI
5. Oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom), terjadi karena penurunan
volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang
mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH).
6. Malaise.
7. Sakit kepala.
8. Mual, anoreksia.
9. Irritabilitas.
10. Keletihan.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
a) Pemeriksaan sampel urin
Pemeriksaan sampel urin menunjukkan adanya proteinuri (adanya
protein di dalam urin).
b) Pemeriksaan darah
Hipoalbuminemia dimana kadar albumin kurang dari 30 gram/liter.
Hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat),
khususnya peningkatan Low Density Lipoprotein (LDL), yang
cyclosporin).
Pembatasan glukosa darah, apabila diabetes mellitus.
Pemberian albumin-rendah garam bila diperlukan.
Pemberian ACE inhibitor: untuk menurunkan tekanan darah..
Diet tinggi protein; cegah makanan tinggi garam.
Antibiotik profilaktik spektrum luas untuk menurunkan resiko infeksi
I. PATHWAY/WOC
J. ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan Keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan untuk meningkatkan, mencegah dan memulihkan kesehatan. Proses
Keperawatan merupakan susunan metode pemecahan masalah yang meliputi
pengkajian keperawatan, identifikasi/analisa maslah (diagnosa Keperawatan),
perencanaan, implementasi dan evaluasi yang masing-masing berkesinambungan
serta memerlukan kecakapan keterampilan profesional tenaga keperawatan
(Hidayat,2004).
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan langkah awal dari tahapan proses keperawatan.
Dalam mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien. Keberhasilan proses
keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap
pengkajian. Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien anak dengan sindrom
nefrotik (Donna L. Wong,200 : 550) sebagai berikut:
a) Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edema
b) Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang berhubungan
dengan penambahan berat badan saat ini, disfungsi ginjal.
c) Observasi adanya manifestasi sindrom nefrotik:
1) Penambahan berat badan
2) Edema
3) Wajah sembab:
Khususnya di sekitar mata
Timbul pada saat bangun pagi
Berkurang di siang hari
Pembengkakan abdomen (asites)
Kesulitan pernafasan (efusi pleura)
Pembengkakan labial (scrotal)
Edema mukosa usus yang menyebabkan : Diare, Anoreksia,
analisa
darah
untuk
protein
serum
(total,
b. Intervensi
Berikan perawatan kulit
Rasional : memberikan kenyamanan pada anak dan mencegah
kerusakan kulit.
Hindari pakaian ketat.
PEMBAHASAN
ASKEP GLUMERULONEFRITIS AKUT
A. DEFINISI
Glumerulonefritis ( juga disebut sindrom nefrotik) , mungkin akut, dimana
pada kasusu seseorang dapat meliputi seluruh fungsi ginjal atau kronis ditandai
oleh penurunan fungsi ginjal lambat , tersembunyi , dan progresif yang akhirnya
menimbulkan penyakit ginjal tahap akhir. Ini memerlukan waktu 30 tahun untuk
merusak ginjal sampai tahap akhir. Pada keadaan iini beberapa macam intervensi
seperti dialisa atau pencangkokan ginjal dibutuhkan untuk menopang kehidupan. (
Blaiir, 1990).
Glumerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan
dari glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus (
seperti sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus ( agen infeksius atau proses
penyakiy sistemik yang menyertai). Hopes ( ginjal ) mengenali antigen sebagai
benda asing dan mulai membentuk antibodi untuk menyerangnya. Respons
peradangan ini menimbulkan penyebaran perubahan patofisiologi, termasuk
menurunnya laju filtrasi glomerulus ( LFG), peningkatan permebilitas dari
dinding kapiler glomerulus terhadap protein plasma ( terutama albumin) dan SDM
, dan retensi abnormal natrium dan air yang menekan produksi renin dan
aldosteron( Glassock, 1988).
Glumerulonefritis kerusakan funsi glomerulus mengakibatkan penurunan
laju filtrasi glomerulus. Ganguan ganguan pre-renal , seperti hemokonsntrasi atau
penurunan tekanan darah arteri perifer , tatu bendungan vena ginjal secara pasif
menurunkan tekanan filtrasi, sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus.
( Kapita Seelekta)
B. ETIOLOGI
1. Faktor Pre renal: karena dehidrasi (perdarahan,muntah &diare,combustio).
2. Faktor renal: bisa terjadi akibat kegagalan pre renal yang tidak bisa diatasi
mengakibatkan kerusakan pada ginjal, akibat terinfeksi streptokokus,lupus
erytematicus,tumor ginjal, toksik bahan kimia.
3. Faktor
pasca
renal;
akibat
obstruksi
(batu
pada
saluran
beta
hemolitikus
ini
mempunyai
resiko
terjadinya
C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang terjadi pada GNAPS adalah suatu proses kompleks imun
dimana antibodi dari tubuh akan bereaksi dengan antigen yang beredar dalam
darah dan komplemen untuk membentuk suatu kompleks imun. Kompleks imun
yang beredar dalam darah dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat
melekat pada kapiler-kapiler glomerulus dan terjadi perusakan mekanis melalui
aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi.
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang
merupakan unsur membran plasma streptokokal spesifik. Terbentuk kompleks
antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat
kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.
Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang
menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi.
Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran
basalis glomerulus (IGBM).
Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel
yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin
meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah
merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal,
mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen
antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada
mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada
mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus
akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang
timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi
kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan komplemen yang dianggap
merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus,
imun
dalam
sirkulasi
darah
yang
kemudian
mengendap
di
herediter
yang
ditandai
oleh
adanya
(meskipunaliranplasmaginjabiasanyanormal)akibatnya,ekskresiair,natrium,
zatzat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.
Peningkatanaldosterondapatjugaberperanpadaretensiairdannatrium.Dipagi
hariseringterjadiedemapadawajahterutamaedemperiorbita,meskipunedema
paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat
edema biasanya tergantung padaberat peradangan glomerulus, apakah disertai
denganpayahjantungkongestif,danseberapacepatdilakukanpembatasangaram.
Hipertensiterdapatpada6070%anakdenganGNApadaharipertama,
kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat
kerusakanjaringanginjal,makatekanandarahakantetaptinggiselamabeberapa
minggudanmenjadipermanenbilakeadaanpenyakitnyamenjadikronis.Suhu
badantidakbeberapatinggi,tetapidapattinggisekalipadaharipertama.
Kadangkadanggejalapanastetapada,walaupuntidakadagejalainfeksi
lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu
makan,konstipasidandiaretidakjarangmenyertaipenderitaGNA.
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin
hanyasedang.Hipertensiterjadi akibat ekspansivolumecairan ekstrasel(ECF)
atauakibatvasospasmemasihbelumdiketahuidengnajelas.
F. KOMPLIKASI
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 23 hari. Terjadi sebagia
akibatberkurangnyafiltrasiglomerulus.Gambaransepertiinsufisiensiginjal
akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau
aliguriaatauanuriayanglamajarangterdapatpadaanak,namunbilahalini
terjadimakadialisisperitoneumkadangkadangdiperlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang
kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edemaotak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
Bilaanuriaberlangsunglama(57hari),makaureumharusdikeluarkan
dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium,
hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif,
tranfusitukar).Bilaprosedurdiatas tidakdapatdilakukan olehkarena
kesulitanteknis,makapengeluarandarahvenapundapatdikerjakandan
adakalanyamenolongjuga.
Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi
akhirakhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1
mg/kgbb/kali) dalam 510 menit tidak berakibat buruk pada
hemodinamikaginjaldanfiltrasiglomerulus(Repettodkk,1972).
Bilatimbulgagaljantung,makadiberikandigitalis,sedativadanoksigen.
I. PATHWAY/WOC
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
b. Riwayat Penyakit
kedalaman
(pernafasan kusmaul)
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
2. Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi aktifitas b.d. kekurangan protein dan disfungsi ginjal
b. Potensial kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta
disfungsi ginjal
c. Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan
edema.
3. Intervensi keperawatan
a. Intoleransi aktifitas b.d. kekurangan protein dan ddisfungsi ginjal
Tujuan : Klien dapat toleransi dengan aktifitas yang dianjurkan.
Intervensi
Rasional
1.
Pantau kekurangan protein yang
Kekurangan protein beerlebihan
berlebihan
albuminuria]
2.
Gunakan
diet
protein
untuk
Diet
yang
adekuat
dapat
mengembalikan kehilangan
karbohidrat.
4.
Tirah baring
Tirah
baring
meningkatkan
6.
Latihan
penting
untu
7.
dan
tidak
b. Potensial kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta
disfungsi ginjal.
Tujuan : Klien tidak menunjukan kelebihan volume cairan.
1.
Intervensi
Rasional
Pantau dan laporkan tanda dan gejala
Memonitor
kelebihan cairan:
Catat
cairan
kelebihan
urine
2.
3.
retriksi cairan.
Rangsangan
dingin
ddapat
haus
dan
maasukan
dalam
perhitunganintake
5.
Pantau
Memonitor
seimbangan
elektrolit
tubuh
dan menentukan
adanya
ketidak
elektrolit
dan
tindakan
penanganan
Hipokalemia:
kram
abd,letargi,aritmia
Hiperkalemia:
kram
otot,
kelemahan
Hiperfosfatemia:hiperefleksi,parestesia,
kram otot, gatal
Uremia
kacau
mental, mencegah
letargi,gelisah
6.
elektrolit.
ketidak
seimbangan
1.
Intervensi
Rasional
Kaji kulit dari kemerahan, kerusakan, Mengantisipasi adanya kerusakan kulit
memar, turgor dan suhu.
2.
3.
melenturkan
kulit
untuk
mencegah
kekeringan
dapat
Hindari penggunaan sabun yang keras kekeringan kulit dan sabun yang kasar
dan kasar pada kulit klien
5.
Instruksikan
klien
untuk
tidak
dan
perubahan
posisi
7.
Ambulasi
8.
KEPERAWATAN ANAK
ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN PANCA INDERA DAN HIV PADA ANAK
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 9
membawa kesan rasa dari organ indra menuju ke otak ketempat perasaan ini
ditafsirkan. Beberapa kesan timbul dari luar seperti sentuhan, pengecapan,
penglihatan, penciuman, dan suara. Ada kesan yang timbul dari dalam antara lain,
lapar, haus, dan rasa sakit.
2.2 Fungsi Panca Indera dan Penyakitnya
1. Indera Penglihat (Mata)
Mata mempunyai reseptor khusus untuk mengenali perubahan sinar dan warna.
Sesungguhnya yang disebut mata bukanlah hanya bola mata, tetapi termasuk otot-otot
penggerak bola mata, kotak mata (rongga tempat mata berada), kelopak,dan bulu
mata.
Presbiopi
Presbiopi adalah penyakit mata karena proses penuaan, disebut juga mata
tua. Pada anak-anak, titik dekat mata bisa sangat pendek, kira-kira 9 cm untuk
anak umur 11 tahun.
b.
Hipermetropi
c.
Miopi
Miopi atau mata dekat adalah cacat mata yang disebabkan oleh bola mata
terlalu panjang sehingga bayang-bayang dari benda yang jaraknya jauh akan
jatuh di depan retina.
d.
Astigmatisma
e.
Katarak
yang terkena katarak pandangan menjadi kabur dan daya akomodasi berkurang.
Imeralopi
Keratomealasi
Keratomealasi adalah kelainan pada mata yaitu kornea menjadi putih dan rusak.
2.
juga banyak berperan dalam keseimbangan dan posisi tubuh. Suara adalah bentuk
energi yang bergerak melewati udara, air, atau benda lainnya, dalam sebuah
gelombang. Walaupun telinga yang mendeteksi suara, fungsi pengenalan dan
interpretasi dilakukan di otak dan sistem saraf pusat. Rangsangan suara disampaikan
ke
otak
vestibulokoklearis).
Kelainan pada telinga
a.
Tuli
menyambungkan
telinga
dan
otak
(nervus
Tuli adalah ketidakmampuan telinga untuk mendengarkan bunyi atau suara. Tuli
dapat disebabkan oleh adanya kerusakan pada gendang telinga, tersumbatnya
ruang telinga, atau rusaknya saraf pendengaran.
b.
Congek
Congek adalah penyakit telinga yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
bagian telinga yang tersembunyi di tengah-tengah. Infeksi ini disebabkan oleh
bakteri.
c.
Otitis eksterna
Otitis eksterna adalah suatu infeksi pada saluran telinga. Infeksi ini bisa
menyerang seluruh saluran (otitis eksterna generalisata) atau hanya pada daerah
tertentu
sebagai
bisul
(furunkel). Otitis
eksterna
seringkali
disebut
d.
Perikondritis
Perikondritis adalah suatu infeksi pada tulang rawan (kartilago) telinga luar.
Perikondritis bisa terjadi akibat cedera, gigitan serangga dan pemecahan bisul
dengan sengaja. Nanah akan terkumpul diantara kartilago dan lapisan jaringan
ikat di sekitarnya (perikondrium).
e.
Eksim
Eksim pada telinga merupakan suatu peradangan kulit pada telinga luar
dan saluran telinga, yang ditandai dengan gatal-gatal, kemerahan, pengelupasan
kulit, kulit yang pecah-pecah serta keluarnya cairan dari telinga. Keadaan ini
bisa menyebabkan infeksi pada telinga luar dan saluran telinga.
f.
Cidera
Cedera pada telinga luar (misalnya pukulan tumpul) bisa menyebabkan memar
diantara kartilago dan perikondrium. Jika terjadi penimbunan darah di daerah
tersebut, maka akan terjadi perubahan bentuk telinga luar dan tampak massa
berwarna ungu kemerahan.
g.
Tumor
Tumor pada telinga bisa bersifat jinak atau ganas (kanker). Tumor yang jinak
bisa tumbuh di saluran telinga, menyebabkan penyumbatan dan penimbunan
kotoran telinga serta ketulian.
h.
Kanker
Kanker sel basal dan kanker sel skuamosa seringkali tumbuh pada telinga luar
setelah pemaparan sinar matahari yang lama dan berulang-ulang. Pada stadium
dini, bisa diatasi dengan pengangkatan kanker atau terapi penyinaran.
3.
Kulit merupakan indra peraba yang mempunyai reseptor khusus untuk sentuhan,
panas, dingin, sakit, dan tekanan. Reseptor untuk rasa sakit ujungnya menjorok masuk
ke daerah epidermis. Reseptor untuk tekanan, ujungnya berada di dermis yang jauh
dari epidermis. Reseptor untuk rangsang sentuhan dan panas, ujung reseptornya
terletak di dekat epidermis. Kulit berfungsi sebagai alat pelindung bagian dalam,
misalnya otot dan tulang.
Jerawat mudah menyerang kulit wajah, leher, punggung, dan dada. Penyakit ini
timbul akibat ketidakseimbangan hormon dan kulit yang kotor. Anak-anak
yang memasuki masa remaja serta orang-orang yang memiiki jenis kulit
berminyak sangat rentan terhadap jerawat.
Eksim merupakan penyakit kulit yang akut atau kronis. Penyakit tersebut
menyebabkan kulit menjadi kering, kemerah-merahan, gatal-gatal, dan
bersisik.
f)
Biang keringat.
Biang keringat terjadi karena kelenjar keringat tersumbat oleh sel-sel kulit mati
yang tidak dapat terbuang secara sempurna. Keringat yang terperangkap
tersebut menyebabkan timbulnya bintik-bintik kemerahan yang disertai gatal.
Daki, debu, dan kosmetik juga dapat menyebabkan biang keringat.
4.
Lidah adalah
kumpulan otot
rangka pada
bagian
dapat
indera
pengecap
yang
banyak
memiliki
struktur tunas
pengecap.
Menggunakan lidah, kita dapat membedakan bermacam-macam rasa. Lidah juga turut
membantu dalam tindakan bicara
Kelaianan pada lidah
a.
Oral candidosis.
Penyebabnya adalah jamur yang disebut candida albicans.. gejalanya yaitu lidah
akan tampak tertutup lapisan putih yang dapat dikerok.
b.
Atropic glossitis.
c.
Lidah akan terlihat licin dan mengkilat baik seluruh bagian lidah maupun hanya
sebagian kecil. Penyebab yang paling sering biasanya adalah kekurangan zat
d.
Gejalanya yaitu lidah seperti peta, berpulau-pulau. Bagian pulau itu berwarna
e.
merah dan lebih licin dan bila parah akan dikelilingi pita putih tebal.
Fissured tongue.
f.
Glossopyrosis
Kelainan ini berupa keluhan pada lidah dimana lidah terasa sakit dan panas dan
terbakar tetapi tidak ditemukan gejala apapun dalam pemeriksaan. Hal ini lebih
banyak disebabkan karena psikosomatis dibandingkan dengan kelainan pada
syaraf.
5. Indera Pembau (Hidung)
Saat manusia baru lahir indera penciumannya lebih kuat dari manusia dewasa,
karena dengan indera ini bayi dapat mengenali ibunya. Indera penciuman manusia
dapat mendeteksi 2000 - 4000 bau yang berbeda. Indera pembau manusia berupa
kemoreseptor yang terdapat di permukaan dalam hidung, yaitu pada lapisan lendir
bagian atas.
Kelainan pada hidung
a.
Angiofibroma Juvenil
adalah tumor jinak pada hidung bagian belakang atau tenggorokan bagian atas
(nasofaring), yang mengandung pembuluh darah. Tumor ini paling sering
ditemukan pada anak-anak laki yang sedang mengalami masa puber.
b.
Papiloma Juvenil
adalah tumor jinak pada kotak suara (laring). Papiloma disebabkan oleh virus.
Papiloma bisa ditemukan pada anak usia 1 tahun. Papiloma bisa menyebabkan
suara serak, kadang cukup berat sehingga anak tidak dapat berbicara dan bisa
c.
adalah peradangan hidung karena alergi. Disebabkan oleh adanya reaksi alergi
pada hidung yang ditimbulkan oleh masuknya substansi asing ke dalam saluran
tenggorokan.
d.
Sinusitis
merupakan infeksi pada alat pernapasan yang disebabkan oleh virus, dan
umumnya dapat menyebabkan batuk, pilek, sakit leher dan kadang-kadang panas
f.
RETINOBLASTOMA
1. Definisi
Retinoblastoma adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai saraf embrionik
retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara awal. Rata rata usia
klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada kasus kasus
bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor pada
bagian mata yang lain terdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. ini menunjukkan
pentingnya untuk memeriksa klien dengan dengan anestesi pada anak anak dengan
retinoblastoma unilateral, khususnya pada usia dibawah 1 tahun. (Pudjo Hagung Sutaryo,
2006 ).
2. Etiologi
pertumbuhan
sel
pada
sel
normal.
Penyebabnya
adalah
tidak
terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya cenderung diturunkan. Kanker bisa
menyerang salah satu mata yang bersifat somatic maupun kedua mata yang merupakan
kelainan yang diturunkan secara autosom dominant. Kanker bisa menyebar ke kantung
mata dan ke otak (melalui saraf penglihatan/nervus optikus).
3. Manifestasi klinis
Gejala retinoblastoma dapat menyerupai penyakit lain dimata. Bila letak tumor
dimakula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang semakin membesar
akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan di vitreusBila sel-sel
tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior mata , akan menyebabkan glaucoma atau
tanda-tanda peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat
menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui nervus optikus ke otak, melalui
sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang
melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol
kebadan kaca. Di permukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak
normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe preaurikular dan submandibula
dan, hematogen, ke sumsum tulang dan visera, terutama hati.
Kanker retina ini pemicunya adalag faktor genetik atau pengaruh lingkungan dan infeksi
virus. Gejala yang ditimbulkan retinoblastoma adalah timbulnya bercak putih di bagian
tengah mata atau retina, membuat mata seolah-olah bersinar bila terkena cahaya.
Kemudian kelopak mata menurun dan pupil melebar, penglihatan terganggu atau mata
kelihatan juling. Tapi apabila stadium berlanjut mata tampak menonjol. Jadi apabila
terihat tanda-tanda berupa mata merah, berair, bengkak, walaupun sudah diberikan obat
mata dan pada kondisi gelap terlihat seolah bersinar seperti kucing jadi anak tersebut bisa
terindikasi penyakit retinoblastoma.
4. Patofisiologi
Jika letak tumor di macula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang
semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan
vitreus yang menyerupai endoftalmitis. Jika sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen
anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau tanda peradangan berupa hipopion atau
hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor
melalui; nervus optikus ke otak, sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan
metastasis jauh kesumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak
kuning mengkilat, dapat menonjol ke badan kaca. Dipermukaan terdapat neovaskularisasi
dan perdarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe
preaurikuler dan submandibula serta secara hematogen ke sumsum tulang dan visera ,
terutati.
5. Klasifikasi Stadium
Menurut Reese-Ellsworth, retino balastoma digolongkan menjadi:
1. Golongan I
a. Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter pupil.
b. Tumor multiple tidak lebih dari 4dd,dan terdapat pada atau dibelakang ekuator
2. Golongan II
a. Tumor solid dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator
b. Tumor multiple dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator
3. Golongan III
a. Beberapa lesi di depan ekuator
b. Tumor ada didepan ekuator atau tumor soliter berukuran >10 diameter papil
4. Golongan IV
a. Tumor multiple sebagian besar > 10 dd
b. Beberapa lesi menyebar ke anterior ke ora serrata
5. Golongan V
a. Tumor masif mengenai lebih dari setengah retina
b. Penyebaran ke vitreous
biopsi.
b. Nervous optikus.
6. Penatalaksanaan
Dua aspek pengobatan retinoblastoma harus diperhatikan, pertama adalah
pengobatan local untuk jenis intraocular, dan kedua adalah pengobatan sistemik untuk
jenis ekstrokular, regional, dan metastatic.
Hanya 17% pasien dengan retinoblastoma bilateral kedua matanya masih terlindungi.
Gambaran seperti ini lebih banyak pada keluarga yang memiliki riwayat keluarga, karena
diagnosis biasanya lebih awal. Sementara 13% pasien dengan retinoblastoma bilateral
kedua matanya terambil atau keluar karena penyakit intraocular yang sudah lanjut, baik
pada waktu masuk atau setelah gagal pengobatan local.
Jenis terapi
1. Pembedahan
Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk retinoblastoma.
Pemasangan bola mata palsu dilakukan beberapa minggu setelha prosedur ini, untuk
meminimalkan efek kosmetik. Bagaimanapun, apabila enukleasi dilakukan pada dua
tahun pertama kehidupan, asimetri wajah akan terjadi karena hambatan pertumbuhan
orbita. Bagaimanapun, jika mata kontralateral juga terlibat cukup parah, pendekatan
konservatif mungkin bisa diambil.
Enukleasi dianjurkan apabila terjadi glaukoma, invasi ke rongga naterior, atau terjadi
rubeosis iridis, dan apabila terapi local tidak dapat dievaluasi karena katarak atau gagal
untuk mengikuti pasien secara lengkap atau teratur. Enuklasi dapat ditunda atau
ditangguhkan pada saat diagnosis tumor sudah menyebar ke ekstraokular. Massa orbita
harus dihindari. Pembedahan intraocular seperti vitrektomi, adalah kontraindikasi pada
pasien retinoblastoma, karena akan menaikkan relaps orbita.
2. External beam radiotherapy (EBRT)
Retinoblastroma merupakan tumor yang radiosensitif dan radioterapi merupakan
terapi efektif lokal untuk khasus ini. EBRT mengunakan eksalator linjar dengan dosis 4045 Gy dengan pemecahan konvensional yang meliputi seluruh retina. Pada bayi mudah
harus dibawah anestesi dan imobilisasi selama prosedur ini, dan harus ada kerjasama
yang erat antara dokter ahli mata dan dokter radioterapi untuk memubuat perencanan.
Keberhasilan EBRT tidak hanya ukuran tumor, tetapi tergantung teknik dan lokasi.
Gambaran regresi setelah radiasi akan terlihat dengan fotokoagulasi. Efek samping
jangka panjang dari radioterapi harus diperhatikan. Seperti enuklease, dapat terjadi
komplikasi hambatan pertumbuhantulang orbita, yang akhirnya akan meyebabkan
ganguan kosmetik. Hal yang lebih penting adalah terjadi malignasi skunder.
3. Radioterapi plaque
Radioaktif episkeral plaque menggunakan 60 Co, 106 Ro, 125 I sekarang makin
sering digunakan untuk mengobati retinoblastoma. Cara itu biasanya digunakan untuk
tumoryang ukurannya kecil sa,pai sedang yang tidak setuju dengan kryo atau
fotokoagulasi, pada kasus yang residif setelah EBRT, tetapi akhir-akhir ini juga
digunakan pada terapi awal, khusunya setelah kemoterapi. Belum ada bukti bahwa cara
ini menimbulkan malignansi sekunder.
4. Kryo atau fotokoagulasi
Cara ini digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5 mm) dan dapat
diambil. Cara ini sudah secara luas digunakan dan dapat diulang beberapa kali sampai
kontrol lokal terapi. Kryoterapi biasanya ditujukan unntuk tumorbagian depan dan
dilakukan dengan petanda kecil yang diletakkan di konjungtiva. Sementara fotokoagulasi
secara umum digunakan untuk tumor bagian belakang baik menggunakan laser argon
atau xenon. Fotokoagulasi tidak boleh diberikan pada tumor dekat makula atau diskus
optikus, karena bisa meninggalkan jaringan parut yang nantinya akan menyebabkan
ambliopi. Kedua cara ini tidak akan atau sedikit menyebabkan komplikasi jangka
panjang.
5. Modalitas yang lebih baru
Pada beberapa tahun terakhir,banyak kelompok yang menggunakan kemoterapi
sebagai terapi awal untuk kasus interaokular, dengan tujuan untuk mengurabgi ukuran
tumor dan membuat tumor bisa diterapi secara lokal. Kemoterapi sudah dibuktikan tidak
berguna untuk kasus intraocular, tetapi dengan menggunakan obat yang lebih baru dan
lebih bisa penetrasi ke mata, obat ini muncul lagi. Pendekatan ini digunakan pada kasuskasus yang tidak dilakukan EBICT atau enukleasi, khususnya kasus yang telah lanjut.
Carboplatin baaik sendiri atau dikombinasi dengan vincristine dan VP16 atau VM26
setelah digunakan. Sekarang kemoreduksi dilakukan sebagai terspi awal kasus
retinoblastoma bilateral dan mengancam fungsi mata.
6. Kemoterapi
Protocol adjuvant kemoterapi masih kontrovensial. Belum ada penelitian yang luas,
prospektif dan random. Sebagian besar penelitian didasarkan pada sejumlah kecil pasien
dengan perbedaan resiko relaps. Selain itu juga karena kurang diterimanya secra luas
sistem stadium yang dibandingkan dengan berbagai macam variasi. Sebagian besar
penelitian didasarkan pada gambaran factor risiko secara histopatologi.
Penentuan stadium secara histopatologi setelah enukleasi sangat penting untuk
menentukan risiko relaps. Banyak peneliti memberikan kemoterapi adjuvant untuk
pasien-pasien retinoblastoma intraokular dan memiliki faktor risiko potensial seperti
nervus optikus yang pendek (< 5 mm), tumor undifferentiated, atau invasi ke nervus
optikus prelaminar. Kemoterapi ingtratekal dan radiasi intracranial untuk mencegah
penyebaran ke otak tidak dianjurkan.
Apabila penyakitnya sudah menyebar ke ekstraokuler, kemoterapi awal dianjurkan. Obat
yang digunakan adalah carboplatin, cis;platin, etoposid, teniposid, sikofosfamid,
ifosfamid, vinkristin, adriamisin, dan akhir-akhir ini adalah dikombinasi dengan
idarubisin. Meskipun laporan terakhir menemukan bahwa invasi keluar orbita dan
limfonodi preauricular dihubungkan dengan keluaran yang buruk, sebagian besar pasien
ini akan mencapai harapan hidup yang panjang dengan pendekatan kombinasi
kemoterapi, pembedahan, dan radiasi. Meskipun remisi bisa dicapai oleh pasien dengan
metastasis, biasanya mempunyai kehidupan pendek. Hal ini biasanya dikaitkan dengan
ekspresi yang belebihan p 170 glikoprotein pada retinoblastoma, yang dihubungkan
dengan multidrug resistance terhadap kemoterapi.
7. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pasti retinoblastoma intaokuler dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
patologi anatomi. Karena tindakkan biopsi merupakan kontraindikasi, maka untuk
menegakkan diagnosis digunakan bebrapa pemeriksaan sebagai sarana penunjang:
1.
Fundus Okuli : Ditemukan adanya massa yang menonjol dari retina disertai
pembuluh darah pada permukaan ataupun didalam massa tumor tersebut dan
berbatas kabur
2.
4.
LDH : Dengan membandingkan LDH aqous humor dan serum darah, bila
a. Lamina kribosa, saraf optik kemudian mengadakan infiltrasi ke arah vaginal sheat
subarachnoid untuk menuju ke intracranial
b.
Jaringan choroid, dengan melalui pembuluh darah tumor menyebar ke seluruh tubuh.
ASUHAN KEPERAWATAN
RETINOBLASTOMA PADA ANAK
A. Pengkajian
1)
2)
3)
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama sebelumnya. Retinoblastoma
bersifat
herediter
yang
diwariskan
melalui
selamat
4)
5)
6)
7)
8)
Usia penderita
Dikenal
beberapa
jenis
penyakit
yang
terjadi
pada
usia
tertentu.
Riwayat Psikologi
Reaksi pasien dana keluarganya terhadap gangguan penglihatan yang dialami pasien:
cemas, takut, gelisah, sering menangis, sering bertanya.
b.
c.
bilik
d.
Pemeriksaan Pupil
Leukokoria (refleks pupil yang berwarna putih) merupakan keluhan dan gejala yang
paling
e.
sering
ditemukan
pada
penderita
dengan retinoblastoma.
Pemeriksaan funduskopi
Menggunakan oftalmoskopi untuk pemeriksaan media, papil saraf optik, dan retina.
Refleksi tak ada (atau gelap) akibat perdarahan yang banyak dalam badan kaca.
f.
B.
Pengelompokan Data
1. Data Subjektif
Merasa takut
2. Data Objektif
Mata merah
Aktivitas kurang
Gelisah
Sering menangis
Ekspresi meringis
C. Diagnosa
1.
2.
3.
4.
Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d status hipermetabolik
5.
6.
D. Intervensi
Diagnosa
1.
Nyeri
proses
Tujuan
b/d Melaporkan
kehilangan nyeri
Intervensi
Rasional
Tentukan riwayat nyeri Informasi memberikan
mis
lokasi
nyeri,data
penyakit,
frekuensi,
durasi
inflamasi
pembedahan,
kemoterapi.
mis
untuk
danmengevaluasi kebutuhan
keefektivan intervensi
dasar
Ketidaknyamanan
Berikan
tindakan
Meningkatkan relaksasi
membantu
menfokuskan
kembali
penggunaanperhatian
keterampilan
Memungkinkan pasien
relaksasi,secara
visualisasi)
berpartisipasi
aktif
dan
tertawa,meningkatkan
music,
rasa
sentuhancontrol
terapeutik
Nyeri
Kolaborasi : berikankomplikasi
adalah
sering
dari
Gangguan
persepsi
derajat/tipe
pilihan intervensi.
penerimaan
sensori
Mengidentifikasi/
Dorong
Sementara
mengekspresikan
memperbaikipotensial perasaan
bahaya
lingkungan.
individual bebeda
Mempengaruhi harapan
intervensi
menghadapi
dalamkehilangan/kemumgkina kemungkinan
n
atau
kehilanganmengalami
penglihatan
kehilangan
penglihatan
Mengontrol
Tunjukan
tetes
pemberianmencegah
mata,
menghitung
Lakukan
kehilangan
contohpenglihatan lanjut
tetesan,
TIO,
Menurunkan
keamanan
bahaya
sehubungan
keterbatasanpenglihatan
dan
penglihatan
kurangi
kekacauan,sinar lingkungan
penglihatan
malam
Pengangkatan
bola
Kolaborasi
: Siapkantumor
sudah
mencapai
nol,
dilakukan
mencegah
untuk
tumor
apabila
untuk
mencegah
Menyatakan
b/d pemahaman
kombinasimempertahankan visus.
sitostatik.
Batasi aktivitas seperti
factormenggerakkan
yang
lapang
dalamtiba-tiba,
Menurunkan
menggarukmenurunkan
Anjurkan
lingkungan
sesuaimemberikan
indikasi
untukyang
stress
keterbatasan
pandang
terlibat
atau
keluarga
tekanan
intraokuler
Menurunkan
resiko
aman
meningkatkan
keamanan
Memfokuskan
lapang
menjangkau
mainan.
Pemberian analgesik,
Digunakan
untuk
misalnya:
mengatasi
acetaminophen (tyenol),ketidaknyamanan,
empirin dengan kodein. meningkatkan
istirahat/mencegah
gelisah.
4. Perubahan
status
Mendemostrasikan
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
Bebas
malnutrisi
b/d
Pantau
masukan
tinggi,
dan
Mengidentifikasi
kekuatan/defisiensi nutrisi
berat
Membantu
dalam
ketebalanidentifikasi
malnutrisi
protein-kalori, khususnya
status
bila
berat
hipermetabolik
pengukuran
badan
dan
Kebutuhan
jaringan
ditingkatkan
pasien
mengalami
mual/muntah
Mual
yangpsikogenik
diantisipasi
sebelum
muntah
terjadi
kemoterapi
masalah anoreksia
untuk
dapat
5. Ansietas b/d
Ansietas
menurun
perubahan
status
kesehatan
Menggunakan
merasakan
ditolak/frustasi
Mempengaruhi
diri,
dapat
mempengaruhi
upaya
Memberikan
mengekspresikan
perasaan.
Berikan
informasi
Menurunkan
sehubungan
ansietas
dengan
ketidaktahuan/harapan
6. Gangguan
Mengungkapakan
mekanisme
bedah
untuk
Dikskusikan dengan
pasien/orang
kopingterdekat/orang
menghadapibagaimana
tuaproses
pemecahan
diagnosismasalah
pribadi
pasien/rumah
danmerencanakan perawatan
akivitas bermain
Evaluasi
Membantu
Meskipun
pasien/orangpasien
terdekat
Berikan
emosi
pasien/orang
beberapa
beradaptasi
diri
samping
untukterapi;banyak
terdekatmemerlukan
dukungan
selama
ini
Pastikan individualitas
dan penerimaan penting
dalam
Gunakan
menurunkan
selam
interaksi.
Bilaketidakamanan
dapat
diterima
padakeraguan diri
pasien
dan
mempertahankan kontak
mata
PEMBAHASAN
ASKEP HIV
dan
2.1 Pengertian
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler
yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana
kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama
perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi
Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
Jadi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah
putih Infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara
progresif, menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama
pada orang dewasa).
2.2 Etiologi
Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok
retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia.
Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam
darah, dan penularan masa perinatal.
1.
Faktor risiko untuk tertular HIV pada bayi dan anak adalah :
2. Cara Penularan
Penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat melalui:
a) Dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum)
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang
dikandungnya. Cara transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal.
Transmisi dapat terjadi melalui plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu
bayi terpapar dengan darah ibu.
b) Selama persalinan (intrapartum)
Selama persalinan bayi dapat tertular darah atau cairan servikovaginal yang
mengandung HIV melalui paparan trakeobronkial atau tertelan pada jalan lahir.
c)
Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi
Pada ibu yang terinfeksi HIV, ditemukan virus pada cairan vagina 21%, cairan
aspirasi lambung pada bayi yang dilahirkan. Besarnya paparan pada jalan lahir
sangat dipengaruhi dengan adanya kadar HIV pada cairan vagina ibu, cara
persalinan, ulkus serviks atau vagina, perlukaan dinding vagina, infeksi cairan
ketuban, ketuban pecah dini, persalinan prematur, penggunaan elektrode pada kepala
janin, penggunaan vakum atau forsep, episiotomi dan rendahnya kadar CD4 pada
ibu. Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan meningkatkan resiko
transmisi antepartum sampai dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang
dari 4 jam sebelum persalinan.
partikel virus ini dapat ditemukan pada componen sel dan non sel ASI. Berbagai
factor yang dapat mempengaruhi resiko tranmisi HIV melalui ASI antara lain
mastitis atau luka di puting, lesi di mucosa mulut bayi, prematuritas dan respon imun
bayi. Penularan HIV melalui ASI diketahui merupakan faktor penting penularan
paska persalinan dan meningkatkan resiko tranmisi dua kali lipat.
2.3 Manifestasi klinik
Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai
penyakit berat yang dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur muda
karena sebagian besar (>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak.
Lima puluh persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82% berumur <3 tahun.
Meskipun demikian ada juga bayi yang terinfeksi HIV secara vertikal belum
memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10 tahun.
Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme yang
ada di lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun berupa manifestasi
nonspesifik berupa :
a.
gagal tumbuh
b.
c.
anemia,
d.
panas berulang,
e.
limfadenopati, dan
f.
hepatosplenomegali
Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya infeksi
oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau protozoa yang lazimnya
tidak memberikan penyakit pada anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun,
terutama imunitas selular, maka anak akan menjadi sakit bila terpajan pada organisme
tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih berat serta sering berulang. Penyakit tersebut
antara lain kandidiasis mulut yang dapat menyebar ke esofagus, radang paru
karenaPneumocystis
carinii,
radang
paru
karena
mikobakterium
atipik,
atau
berjalan berat dengan kelainan luas pada paru dan otak. Anak sering juga menderita diare
berulang.
Manifestasi klinis lainnya yang sering ditemukan pada anak adalah pneumonia
interstisialis limfositik, yaitu kelainan yang mungkin langsung disebabkan oleh HIV pada
jaringan paru. Manifestasi klinisnya berupa :
a.
hipoksia,
b.
sesak napas,
c.
d.
limfadenopati.
e.
melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel yang
terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau disfungsi
precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat
menginfeksi jenis sel selain limfosit.
Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak
menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir
virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama
otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada
sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada jaringan
janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi
terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah
kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau
autoimun.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun priode
inkubasi atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat
pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan
regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B;
hipergameglobulinemia dengan produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara
anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6
bulan.
Ketidakmampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi
imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya,
berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV
pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak
berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering
memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin
memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang
untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan
kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif ensefalopati
yang terjadi pada infeksi HIV anak.
WOC HIV
2.5 Komplikasi
1.
Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan
berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak putih
seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut
mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan
menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).
2.
Neurologik
a) Ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS
dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala,
kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan
ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam
respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi
paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
b) Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise,
kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis
ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
3.
Gastrointestinal
a) Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk
penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal,
diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam
yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan
gejala ini.
b) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
c) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
d) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.
4. Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-batuk,
nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis,
seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus,
virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar,
infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes
simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak
integritas kulit. Moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh
pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam
yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta
wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang
disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik
seperti ekzema dan psoriasis.
6. Sensorik
a) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis
sitomegalovirus berefek kebutaan
b) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan
efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan
reaksi-reaksi obat.
Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
a) Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan
mencegah kemungkinan terjadi infeksi
b) Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada.
c) Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid,
yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke
DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
d) Mengatasi dampak psikososial
e)
Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
f)
Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)
2.
Pengobatan
vital load rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh
kurang efektif untuk menularkan HIV.
b)
bayi baru dilahirkan dan persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode sectio caesar
karena terbukti mengurangi resiko penularan sebanyak 80%.
c)
ASI.
Setelah lahir. Informasi yang lengkap kepada ibu tentang resiko dan manfaat
A. Pengkajian
1. Idensitas klien meliputi: nama/nama panggilan,tempat tanggal lahir/usia, jenis
kelamin, agama, paendidikan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian.
2. Identitas penanggungjawab
3. Keluhan Utama
Orangtua klien mengeluhkan anaknya batuk- batuk disertai sesak napas.
4. Riwayat Kesehatan
a.
Klien terus batuk batuk sejak satu minggu yang lalu, kemudian dua hari yang lalu mulai
disertai sesak napas.klien juga terkena diare dengan frekuensi BAB cukup tinggi.sejak
semalam klien demam dan di perparah lagi klien tidak mau menyusu, karena itu orang tua
klien membawanya ke rumah sakit.
b. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak 0-5 tahun)
a)
Prenatal Care
Pemeriksaan kehamilan
Keluhan selama hamil
Riwayat terkena sinar tidak ada
Kenaikan berat badan selama hamil
Imunisasi
b) N a t a l
Tempat melahirkan
Lama dan jenis persalinan
Penolong persalinan
komplikasi selama persalinan ataupun setelah persalinan (sedikit perdarahan daerah
vagina).
c)
Post Natal
Pemberian ASI
1.
2.
Cara Pemberian
3.
Lama Pemberin
: berapa menit
4.
b.
c.
Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
9. Riwayat spiritual
Kegiatan ibadah, tempat ibadah.
10. Reaksi Hospitalisasi
a)
b)
5) Hidung :Tidak ada Peradangan, tidak ada reaksi alergi, tidak ada
polip, dan fxungsi penciuman normal
6) Telinga
perdarahan
7)
Mulut dan gigi: Terjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa,
terjadi Peradangan dan perdarahan pada gigi ,gangguan menelan(-),
bibir dan mukosa mulut klien nampak kering dan bibir pecah-pecah.
8)
9)
10) Abdomen : Turgor jelek ,tidak ada massa, peristaltik usus meningkat
dan perut mules dan mual.
11) Perineum dan genitalia : Pada alat genital terdapat bintik-bintik radang
12) Extremitas atas/ bawah : Extremitas atas dan extremitas bawah tonus
otot lemah akibat tidak ada energi karena diare dan proses penyakit.
e.
Sistem Pernafasan
Hidung
Leher
Dada
Sistem kardiovaskuler :
g.
Sistem pencernaan:
h.
Sistem indra
i.
1. Fungsi serebral:
Bicara : -
2. Fungsi kranial :
Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kelainan dari Nervus I
Nervus XII.
3. Fungsi motorik : Klien nampak lemah, seluruh aktifitasnya dibantu
oleh orang tua
4. Fungsi sensorik : suhu, nyeri, getaran, posisi, diskriminasi (terkesan
terganggu)
5. Fungsi cerebellum : Koordinasi, keseimbangan kesan normal
6.
Sistem integumen
warna kulit pucat dan terdapat bintik-bintik dengan gatal, turgor menurun > 2 dt,
suhu meningkat 39 derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
l.
Sistem endokrin
m. Sistem Perkemihan
-
n. Sistem Reproduksi
Alat genetalia termasuk glans penis dan orificium uretra eksterna
merah dan gatal
o. Sistem Imun
-
Imunisasi lengkap
B. Diagnosa Keperawatan
1.
2.
3.
4.
5.
C. Intervensi Keperawatan
No Dx. Kep
1
Tujuan dan
Intervensi
criteria hasil
Bersihan jalan nafasTupan:
tidak
1. Auskultasi
berhubungan denganefektif/normal
akumulasi secret
Tupen
Rasional
area Penurunan
areaudara terjadi
penurunan/tidak adaarea
setelahaliran
udara
dilakukan tindakanbunyi
selama 1x24 jamadventisius
aliran
pada
konsolidasi
dandengan cairan.
napas pernapasan
dangkal
dan
anak
menunjukan
yang
efektif
2. kaji
dengan
hasil:
ulang
tanda-simetris
Mempertahankan gerakan
kepatenan
dindinggerakan
dada)
nyaman
Napas
dalam
napas
3. Bantu pasien latihanmemudahkan
bersih/jelas.
Klien
dinding
dada.
terjadi
napas sering.
ekspansi
merasa
maksimum
ketika
paru/jalan
bernapas
napas
lebih kecil
pembersihan
hangat)
memobilisasi
dan
4. Penghisapan sesuaimengeluar-kan
indikasi
secret
alat
untuk
menurunkan
spasme
5. Berikan
cairandengan
sedikitnya
ml/hari
bronkhus
2500memobilisasi
(kecualisekret.
kontraindikasi)
jalan
nafas (seperti
2. Pola
bronchodilator
Tupan : pola napas Kaji
frekuensi Kecepatan
kedalaman
biasanya
setelahpernapasandan
Dispnue
dan
upayaterjadi peningkatan
meningkat.
dan
kerja nafas.
bunyi Bunyi
nafas
catatmenurun
tidak
frekuensi Tinggikan
kepalaterhadap
normal
- klien
obstruktif sekunder
Observasi
Duduk
tinggi
polamemungkinkan
secret
Berkan
tambahan
paru
memudahkan
oksigenpernafasan
Kongesti alveolar
mengakibatkan
batuk
kering
iritasi.
Memaksimalkan
bernafas
dan
menurunkan kerja
nafas.
Hipertermi
pyrogennormal
:
yang
membantu
menurunkan
setelahmenggunakan
suhu
antigen
antibody
sejuk,sejuk
dengan
hipotalamusTupen
sekunder
reaksi
kembalilingkungan
1. Lingkungan
menurun
criteria;
bila
Anak
suhu tubuh
secara
3. Antimikroba
tiba-tiba
mungkin
yang Beri
normal
mengakibat
terjadian kejang
akanpeningkatan
mempertahankan
tiba-tiba
disarankan
untuk
antimikroba/antibiotimengobati
Klien
organismo
komprespenyebab
yang normal :
dengan suhu 37 4.
oC Kompres
suhu 3650C,
pada anak
efektif mendingin-
Nadi : 80x/m,
Kolaboratif
P : 20x / m dn
Beri
TD
hangat
antipiretikcara konduksi
mmHg
asetaminofen
(Tylenol),
efektif
menurunkan
4
1. Ukur
dan
pemasukan
demam
catat dokumentasi yang
danakurat
akan
dengansekunder
karena
nafsu
cairan
pengeluaran. Tinjaumembantu
diare
danTupen :
setelah
dalam
operasi.
pengeluaran cairan.
dilakukan
2. Pantau tanda-tandahipotensi,
tindakan
selamavital.
1x24
takikardia,
jam
3. Letakkan
kebutuhan
dapat
cairanpada
posisi
terpenuhisesuai,
dengan criteria:
pasienpeningkatan
yangpernapasa
tergantung mengindikasikan
pada
kekuatankekurangan cairan.
kulitpalpasi
normal,
denyutmencegah
membranperifer.
terjadinya aspirasi
pengeluarancairan
plasmayang
ekspander.
denyut
lemah
mengindikasikan
penurunan
Sirkulasi perifer.
Gantikan
kehilangan
yang
Perubahan
kurang
kebutuhan
berhubungan
nutrisiTupan:
Pasien
1. Berikan
darimendapatkan
tubuhnutrisi
cairan
telah
didokumen-tasikan
makanan
1. Untuk memenuhi
Optimal
anak
mau
makan
penyakit,
diare,dilakukan tindakan
3. Perkaya
makanan
3. Untuk
kehilangan
suplemenmemaksimalkan
makan,
oral
kandidiasiskebutuhan
klien
nutrisinutrisi.
terpenuhi.
4. Berikan
dengan
kualitas asupan
makananmakanan
hasil:
- anak
baik
kesempatan
yang
nutrienuntuk
yang cukup
- Nafsu
meningkat
bagi
mendorongperawat
anak
maupun
orang tua.
menyusu
6. Pantau berat badan
5. Dapat
dan Pertumbuha
minat
menarik
anak untuk
- BB meningkat atau
7. Kolaboratif : obatmakan
normal sesuai umur anti
jamur
instruksi
dan
sesuaimenghabis-kan
porsi makanan
6. Pemantauan berat
badan
dilakukan
sehingga intervensi
terpenuhi
7. Untuk
mengobati
kandidiasis oral
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 10 :
NAMA ANGGOTA
: 1. AMMIRA FATIMA
2. RATIH WULANDARI
3. PUTRI SRI UTAMI
4. MIA FARLENA
5. VIA ANGGRIYANI
TINGKAT
: II
POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN PALEMBANG
2015
A. Pengertian
Penyakit terminal adalah suatu penyakit yag tidak bisa disembuhkan lagi.
Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa peringatan
atau mengikuti priode sakit yang panjang.Terkadang kematian menyerang usia muda
tetapi selalu menunggu yang tua.
Kondisi Terminal adalah: Suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik , psikososial dan spiritual bagi individu.
(Carpenito ,1995 )
Pasien Terminal adalah : Pasien psien yang dirawat , yang sudah jelas bahwa
mereka akan meninggal atau keadaan mereka makin lama makin memburuk. (P.J.M.
Stevens, dkk ,hal 282, 1999 )
Diabetes Militus
Penyakit Kanker
Congestik Renal Falure
Stroke.
AIDS
Gagal Ginjal Kronik
Akibat Kecelakaan Fatal
C. Respon Kehilangan
1.
Rasa takut diungkapkan dengan ekspresi wajah, ketakutan, cara tertentu untuk
mengulurkan tangan.
d. Anak di ajak berdiskusi mengenai / tentang tuhan,surga, dan benda-benda yang tidak
terlihat
3. KEBUTUHAN ANAK YANG TERMINAL
a. Dalam hal ini anak sangat perlu di ajak unuk berkomunikasi atau berbicara dengan
yang lain terutama oleh kedua orang tua karena dengan orang tua mengajak anak
berkomunikasi /berbicara anak merasa bahwa ia tidak sendiri dan ia merasa ditemani
b. Memberitahu kepada anak bahwa ia tidak sendiri dalam menghadapi penyakit
tersebut.
c. Berdiskusi dengan siblings (saudara kandung) agar saudara kandung mau ikut
berpartisipasi dalam perawatan atau untuk merawat
d. Sosial support meningkatkan koping
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan meninggal.
Jarang sekali ada pasien yang melakukan penyangkalan terus menerus. Masanya tiba
dimana ia mengakui, bahwa kematian memang sudah dekat. Tetapi kesadaran ini
seringkali disertai dengan munculnya ketakutan dan kemarahan. "Mengapa ini terjadi
dengan diriku?", "Mengapa bukan mereka yang sudah tua, yang memang hidupnya sudah
tidak berguna lagi?" Kemarahan ini seringkali diekspresikan dalam sikap rewel dan
mencari-cari kesalahan pada pelayanan di rumah sakit atau di rumah. Bahkan kadangkadang ditujukan pada orang-orang yang dikasihinya, dokter, pendeta, maupun Tuhan.
Seringkali anggota keluarga menjadi bingung dan tidak mengerti apa yang harus
dilakukan. Umumnya mereka tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien tidak masuk
akal, meskipun normal, sebagai ekspresi dari frustasi yang dialaminya. Sebenarnya yang
dibutuhkan pasien adalah pengertian, bukan argumentasi-argumentasi dari orang-orang
yang tersinggung oleh karena kemarahannya.
3. Bargaining (Fase Tawar Menawar).
Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup sedikit lebih lama
lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisa menjanjikan macam-macam hal kepada
Tuhan, "Tuhan, kalau Engkau menyatakan kasih-Mu, dan keajaiban kesembuhan-Mu,
maka aku akan mempersembahkan seluruh hidupku untuk melayaniMu."
4. Depresion (Fase Depresi)
Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi. Penderita merasa putus
asa melihat masa depannya yang tanpa harapan. Sebagai orang percaya memang mungkin
dia mengerti adanya tempat dan keadaan yang jauh lebih baik yang telah Tuhan sediakan
di surga. Namun, meskipun demikian perasaan putus asa masih akan dialami.
5. Acceptance (Fase Menerima)
Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataan yang ia alami. Pada
umumnya, setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat menerima kenyataan, bahwa
kematian sudah dekat, sehingga mereka mulai kehilangan kegairahan untuk
berkomunikasi dan tidak tertarik lagi dengan berita dan persoalan-persoalan di sekitarnya.
Pasien-pasien seperti ini biasanya membosankan dan mereka seringkali dilupakan oleh
teman-teman dan keluarganya, padahal kebutuhan untuk selalu dekat dengan keluarga
pada saat- saat terakhir justru menjadi sangat besar
E.
MANIFESTASI KLINIK
1. Fisik
a. Gerakan pengindraan menghilang secara berangsur angsur dari ujung kaki dan ujung
jari
b. Aktifitas dari GI berkurang
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
2. Psikososial
Sesuai fase-fase kehilangan menurut seorang ahli E.Kubbler Ross mempelajari responrespon atas menerima kematian dan maut secara mendalam dan hasil penelitiannya yaitu :
a. Respon kehilangan
1) Rasa takut diungkapkan dengan ekspresi wajah , keakutan, cara tertentu untuk mengatur
tangan
2) Cemas diungkapkan dengan cara menggerakan otot rahang dan kemudian mengendor
3) Rasa sedih diungkapkan dengan mata setengah terbuka / menangis
b. Hubungan dengan orang lain
Kecemasan timbul akibat ketakutan akan ketidakmampuan untuk berhubungan secara
interpersnal serta akibat penolakan
F. FOKUS ASPEK PSIKOSOSIAL.
a) PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan pendekatan holistik yaitu
suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap klien bukan hanya pada penyakit dan aspek
pengobatan saja tetapi juga aspek psikososial lainnya. Salah satu metode untuk
membantu perawat dalam mengkaji psikososial pada klien terminal yaitu dengan metode
PERSON
P : Personal Stranghai
Yaitu: kekuatan seseorang ditunjukkan melalui gaya hidup, kegiatan/ pekerjaan
E : Emotional Reaction
Reaksi emosional yang ditunjukkan dengan klien
R : Respon to Stres.
Respon klien terhadap situasi saat ini atau di masa lalu.
S : Support Sistem.
Keluarga atau orang lain yang berarti
O : Optimum Health Goal
Alasan untuk menjadi lebih baik ( motivasi )
N : Nexsus
Pengkajian yang perlu diperhatikan dengan klien penyakit terminal menggunakan
pendekatan :
a. Faktor predisposisi.
Faktor yang mempengaruhi respon psikologis klien pada penyakit terminal, sistem
pendekatan bagi klien. Ras Kerud telah mengklasifikasikan pengkajian yang dilakukan
yaitu:
1)
2)
3)
4)
5)
Riwayat psikososial
Banyaknya distress yang dialami dan respon terhadap krisis
Kemampuan koping
Tingkat perkembangan
Adanya reaksi sedih dan kehilangan
b. Faktor sosio kultural
Klien mengekspresikan sesuai tahap perkembangan, pola kultur terhadap kesehatan,
penyakit dan kematian yang dikomunikasikan baik secara verbal maupun nonverbal
c. Faktor presipitasi
1)
2)
3)
4)
e. Mekanisme koping
1) Denial
Adalah mekanisme koping yang berhubungan dengan penyakit fisik yang berfungsi
sebagai pelindung klien untuk memahami penyakit secara bertahap adalah :
a) Tahap awal ( Intial Stage )
Tahap menghadapi ancaman terhadap kehilangan saya harus meninggal karena penyakit
ini
b) Tahap kronik ( Kronik Stage )
Persetujuan dengan proses penyakit Aku menyadari dengan
tetapi tidak sekarang terjadi secara mendadak dan timbul perlahan lahan
c) Tahap akhir ( Finansial Stage )
Menerima kehilangaan saya akan meninggal kedamaian dalam kematian sesuai
kepercayaan
2) Regresi
Mekanisme klien untuk menerima ketergantungan fungsi perannya
3) Kompensasi
Suatu tindakan dimana klien tidak mampu mengatasi keterbatasan karena penyakit yang
dialami
4) Belum menyadari ( Clossed Awereness )
Klien dan keluarga tidak menyadari kemungkinan akan kematian tidak mengerti mengapa
klien sakit
5) Berpura pura ( Mutual Prelensa )
6) Menyadari ( Open Awereness )
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ancietas / cemas berhubungan dengan rasa takut
2. Isolasi sosial berhubungan dengan menarik diri
Depresi berhubungan dengan keadaan fisik yang bertambah parah dan kunjungan
keluarga yang tidak teratur
1)
2)
3)
b.
1. KOMUNIKASI
dapat mempergunakan teknik komunikasi:
Listening
Dengarkan apa yang diungkapkan klien
Sient
Mengkomunikasikan minat perawat pada klien secara non verbal
Broad opening
Mengkomunikasikan topik / pikiran yang sedang dipikirkan klien
Angger, pada tahap ini kita dapat mempergunakan tehnik komunikasi :
Listening: perawat berusaha dengan sabar mendengar apapun yang dikatakan klien
1) Bargaining
a) Focusing
b) Bantu klien mengembangkan topik atau hal yang penting
c) Sharing perception
d) Menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai kemampuan untuk meluruskan
kerancuan
2) Acceptance
a) Informing
Membantu dalam memberikan penkes tentang aspek yang sesuai dengan kesejahteraan
atau kemandirian klien
b) Broad opening
Komunikasikan kepada klien tentang apa yang dipikirkannya dan harapan harapannya
c) Focusing
Membantu klien mendiskusikan hal yang mencapai topik utama dan menjaga agar tujuan
komunikasi tercapai
PERSIAPAN KLIEN
a. Fase Denial
1) Beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan sentuhan dan ciptakan suasana
tenang
2) Menganjurkan klien untuk tetap dalam pertahanan dengan tidak menghindar dari situasi
sesungguhnya
b. Fase Anger
1) Membiarkan klien untuk mengekspresikan keinginan, menggambarkan apa yang akan
2)
c.
1)
2)
d.
1)
2)
diklarifikasi.
e. Fase Acceptance
1) Bina hubungan saling percaya/ BHSP.
2) Pertahankan hubungan klien dengan orang orang terdekat.
INTERVENSI DENGAN KELUARGA
a.
b.
Bantu keluarga untuk mengenal koping klien dalam melewati fase ini.
Bantu keluarga dalam melewati proses kematian, resolusi yang dapat dilakukan
setelah kematian
PEMBAHASAN
ASKEP CACAT GANDA
A. Pengertian
Cacat ganda merupakan keadaan dimana terjadi kerusakan atau disfungsi
perkembangan pendengaran yang bersifat sensorineural yang diikuti oleh kerusakan
perkembangan berbahasa atau komunikasi. Gangguan pendengaran pada usia berapapun
dapat terjadi, kendati hanya merupakan gangguan pendengaran dengan derajat ringan
dan
keseimbangan.
Indra
pendengaran
berperan
penting
untuk
timpani,
otitis
media
dengan
efusi,
otosklerosis
dan
sel rambut karena kebisingan, penyakit atau agen otoksik, agenis kokhlea,
fistula perilimfatika jendela membran bundar atau oval, dan lesi divisi akustik
saraf ke VIII adalah beberapa keadaan yang menyebabkan kehilangan
pendengaran sensorial.
c. Kehilangan pendengaran campuran (konduktif atau sensorineural).
D. Pengaruh Gangguan Pendengaran
Ini tergantung pada derajat dan sifat kehilangan pendengaran dan pada sifat anak.
Kehilangan pendengaran dapat unilateral atau bilateral, konduktif, sensorineural, atau
campuran, ringan, sedang, berat atau berat sekali, mulai mendadak atau bertahap, stabil,
progresif, atau berfluktuasi dan selektif pada daerah spektrum akustik yang terkena (atau
ia dapat mengenai kebanyakan spektrum yang dapat didengar). Faktor-faktor seperti
intelegensi, kondisi fisik atau medik (termasuk sindrom yang menyertai), dukungan
keluarga, umur mulainya, umur pada saat identifikasi dan kesegaran intervensi juga
mempengaruhi dampak kehilangan pendengaran pada anak.
Kebanyakan anak yang terganggu pendengaran yang mempunyai beberapa
pendengaran yang dapat digunakan hanya 6% dari mereka pada populasi yang terganggu
pendengaran menderita kehilangan pendengaran yang sangat berat. Pada umumnya,
kehilangan pendengaran pada umur amat awal dapat mengenai perkembangan bicara dan
bahasa, perkembangan sosial dan emosi, perilaku, pengetahuan dan pencapaian
akademik. Bebrapa anak yang terganggu pendengaran salah diagnosis karena mereka
mempunyai pendengran yang cukup untuk merespons terhadap suara-suara lingkungan,
dapat belajar beberapa bahasa, dan mempunyai beberapa kemampuan berbicara tetapi
kalau ditantang dalam kelas, tidak dapat melakukan potensi secara penuh.
Bahkan kehilangan pendengaran ringan atau unilateral dapat mempunyai
pengaruh yang menggangu pada perkembangan anak kecil dan pada kemampuan sekolah.
Anak dnegan gangguan pendengaran demikian mempunyai kesukaran lebih besar bila
mendengar keadaan yang tidak menyenangkan (misal, ada latar belakang berisik dan
akustik jelek), seperti dapat terjadi dalam ruang kelas. Sayangnya, kenyataan bahwa
sekolah yang adalah lingkungan pendengaran yang verbal tidak disadari oleh mereka
yang meremehkan dampak gangguan pendengaran pada pelajar. Kehilangan pendengaran
harus dipikirkan pada setiap anak dengan kemmapuan yang lebih rendah, perilaku jelek
atau tidak perhatian disekolah.
Anak dengan gangguan pendengaran sedang, berat atau sangat berat, dan atau
mereka yang dnegan keadaan lain yang menghalangi sering dididik di kelas atau
disekolah untuk anak luar biasa. Manajemen pendengaran dan pemilihan berkenaan
dengan cara komunikasi dan pendidikan untuk anak dengan rintangan pendengaran haru
di sendirikan, karena anak ini bukan kelompok homogen. Pendekatan tim pada
manajemen kasusu individu adalah snagat penting, karena setiap anak dan unit keluarga
mewakili kebutuhan dan kemampuan yang unik.
E. Proses Perkembangan Bicara dan Mendengar
1. Proses perkembangan mendengar
Kemampuan mendengar pada manusia diperoleh melalui suatu proses tumbuh
kembang sehingga diperoleh oleh berbagai faktor terutama faktor usia. Pada bayi
spektrum frekuensi suara masih terbatas dan umumnya lebih sensitif terhadap bunyi
dengan nada tinggi. Demikian pula dengan reaksi yang diperlihatkan terhadap bunyi
dipengaruhi oleh faktor usia. Sampai beberapa minggu setelah lahir reaksi bayi terhadap
bunyi masih bersifat refleks, seperti menangis, terkejut, mengejapkan mata, membuka
mata, gerakan menarik lengan kearah tubuh, dan bernapas cepat.
Pada usia sekitar 4 bulan, saat otot-otot mata telah cukup kuat maka ia akan
berupaya mencari sumber bunyi dengan menggerakan bola matanya dan bila otot-otot
lehernya telah kuat bayu akan mampu mencari sumber bunyi dengan menolehkan
kepalanya. Reaksi terhadap bunyi juga dipengaruhi oleh pengalaman yang diperoleh
sebelumnya, baik berupa hal yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan.
Kekerasan bunyi (intensitas) yang dibutuhkan untuk menimbulkan respon juga
dipengaruhi oleh faktor usia.
Secara lebih terperinci tahap perkembangan fungsi pendengaran dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel perkembanagn fungsi pendengaran
USIA ( BULAN )
Lahir
2-3
3-4
suara lain
Menjadi tenang dengan bunyi bernada rendah, seperti
setinggi telinga
Melokalisasi bunyi dengan memalingkan kepala ke
4-6
8-10
10-12
pada bunyi
Mulai mendiskriminasikan antara bunyi yang sangat
18
24
36
48
Tabel
pedoman
rujukan
untuk
anak-anak
yamg
dicurigai
kehilangan
pendenagaran
UMUR ( BULAN )
0-4
PERKEMBANGAN NORMAL
5-6
percakapan.
Harus menempatkan dengan benar
suara yang tersaji pada bidang
horizontal,
mulai
meniru
suara
dalam lagu
kemampuan suara bicara sendiri
minimal menyuarakan secara timbal
7-12
.
Harus
respon,
terhadap
nama,
pelan.
Harus
mengikuti
arah
yang
19-24
dapat
dilaatih
untuk
atau menangis. Tahap perkembangan berbicara paling awal adalah menangis (refleks
vocalization), yang akan diikuti oleh tahap kedua yang berlangsung pada usia 5-6 bulan
berupa ocehan ulang (babbling). Bunyi yang dihasilkan
merupakan penggabungan
konsonan atau huruf mati seperti p, m, b, g dengan huruf vokal yang diulang, misalnya:
papapa, mamama, atau gagaga seperti sedang bergumam.
Pada usia sekitar 6-7 bulan, penanggulangan bunyi tidak lagi bersifat refleks
namun karena bayi benar-benar mendengarkannya dan menyukainya (lailing), bunyi yang
diproduksi misalnya: pa...pa, ma...ma, mi...mi dan sebagainya. Pada usia 10 bulan suara
yang dihasilkan merupakan peniruan terhadap sejumlah bunyi suara sendiri atau bunyi
yang didengar dari lingkungannya (echolalia). Selanjutnya pada usia 12-18 bulan telah
dapat memproduksi kelompok kata atau kalimat pendek (true speech), anak sudah
memperlihatkan kemampuan pemahaman bicara dan bahasa. Anak telah dapat mengerti
pembicaraan orang lain sebatas pengalaman dengar yang telah dimilikinya. Apabila pada
usia ini anak tidak mampu mengoceh atau meniru pembicaraan orang lain maka perlu
diwaspadai terhadap kemungkinan adanya gangguan berbicara.
Usia ( Perkembangan
bahasa Perkembangan
tahun) normal
1
bicara kejelasaan
normal
dengan arti
Meniru bunyi-bunyi
hampir
binatang
dan
Mengabaikan
konsonan
Biasanya
semua
tidak
akhir
dari
beberapa
lebih
25
kejelasaan
konsonan awal.
Mengganti
untuk
konsonan m,p, b,
yang
k, g, n, t, d, dan h
dikenal.
Ketinggian
dengan
bunyi
pendengaraan
tidak
bahasa
tertentu yang
tidak jelas.
Pada usia 18
Menggunakan 2 frase
atau 3 kata
Mempunyai
kata
pembedaharaan kata
huruf
bulan.
Pada usia 2 tahun
Menggunakan
konsonan kejelasaan
diatas
50
konsisten dengan
banyak
kamu.
pergantian.
Pengabaian
konsonan akhir
Keterlambatan
dengan artikulasi
dibelakang
pemberharaan
Mengatakan
kata.
Menggunakan siapa,
mengabaikan atau
empat
kata.
Menguasai b, t, d, Pada usia 3 tahun
dan i mungkin
menambahkan
w
Pengulangan dan
keragu-raguan
4-5
Menggunakan
kata
majemuk
kata
dan
ganti.
Mempunyai
1500-
r,
2100 pembedaharaan
kata
Mampu
terjadi.
Menguasai
i,s,z,ch,y,
dan th
Sedikit atau tidak
menggunakan bentuk
ada
pengabaian
gramatik
dengan
konsonan
atau akhir
awal
5-6
lengkap
Menguasai r,I,dan
th
mungkin
menyimpang pada
kata
s,z,sh,
kerja,
predisposisi,
kata
dan
(biasaanya
7,5-8tahun)
pembedeharaan kata
3000
memahami
karena
kata
jika,
dan
mengapa
kata
Mempunyai
perbendaharaan
kata
Perbendaharaan
kata
Bahasa reseptif
Bahasa Ekspresif
(Bahasa Aktif)
Vokalisasi
yang
masih
sembarang
terutama
huruf
vokal
yang
hidup
2
Tampak
mendengarkan
pembicara,
dapat
ucapan Tanda-tanda
tersenyum
pada menunjukkan
perasaan
pembicara
Memberi
tanggapan
yang
berbeda Jawaban
vokal
terhadap
Bereaksi
kegirangan
terhadap
kata-kata
naik, Mulai
kemari, dada
8
menggunakan
suara
10
11
24
tinggi
letakkan diatas meja)
Reaksi atas pertanyaan sederhana
Mengetahui
banyak
dengan melihat
atau kalimat
menolehyang lebih
12
rumit
Reaksi
dengan
melakukan
pertama
muncul
mama berdiri)
Kata-kata kacau mulai dapat
Menyebutkan
namabaik
sendiri
dimengerti dengan
gerakan Mengungkapkan
mulai
tentang
objek
kesadaran
yang
telah
yang
benar
18
Dapat
mengetahui
dan
dari
Akan
mengikuti
perbuatan
menunjukkan
keinginannya
petunjuk
yang Mulai
mengombinasikan
Aram DM (1987) dan Towne (1983), mengatakan bahwa dicurigai adanya gangguan
perkembangan kemampuan bahasa pada anak, kalau diketemukan gejala-gejala sebagai
berikut:
1. Pada usia 6 buklan anak tidak mampu memalingkan mata serta kepalanya terhadap
suara yang datang dari belakan atau samping.
2. Pada usia 10 bulan anak tidak memberi reaksi terhadap panggilan namanya sendiri.
3. Pada usia 15 bulan tidak mengerti dan memberi reaksi terhadap kata-kata jangan,
dada, dan sebagainya.
4. Pada usia 18 bulan tidak dapat menyebutkan sepuluh kata tunggal.
5. Pada usia 21 bulan tidak memberi reaksi terhadap perintah (misalnya duduk, kemari,
berdiri, dan sebagainya).
6. Pada usia 24 bulan tidak bisa menyebit bagian-bagian tubuh.
7. Pada usia 24 bulan belum mampu mengetengahkan ungkapan yang gterdiri dari dua
buah kata.
8. Setelah usia 24 bulan hanya mempunyai perbendaharaan kata yang sangat
sedikit/tidak mempunyai kata-kata huruf z pada frase.
9. Pada usia 30 bulan ucapannya tidak dapat dimengerti oleh anggota keluarga.
10. Pada usia 36 bulan belum dapat mempergunakan kalimat-kalimat sederhana.
11. Pada usia 36 bulan tidak bisa bertanya dengan menggunakan kalimat tanya yang
sederhana.
12. Pada usia 36 bulan ucapannya tidak bisa dimengerti oleh orang diluar keluarganya.
13. Pada usia 3,5 tahun selalu gagal untuk menyebutkan kata akhir (ca untuk cat, ba
untuk ban, dll)
14. Setelah berusia 4 tahun tidak lancar berbicara/gagap.
15. Setelah usia 7 tahun masih ada kesalahan ucapan.
16. Pada usia berapa saja terdapat hipernasalitas atau hiponasalitas yang nyata atau
mempunyai suara yang monoton tanpa berhenti, sangat keras dan tidak dapat
didengar serta terus menerus memperdengarkan suara yang serak.
Etiologi
Diperkirakan bahwa 50% kasus gangguan pendengaran pada masa anak tingkat
sedang sampai berat ditentikan secara genetik.
Secara umum diketahui beberapa faktor yang diketahui menjadi faktor penyebab
terjadinya kerusakan pendengaran yang
Masa Prenatal
1) Genetik herediter
2) Non genetik, seperti gangguan pada masa kehamilan (infeksi oleh bakteri atau
virus: TORCH, campak, parotis), kelainan struktur anatomik (misalnya akibat
obat-obatan ototoksik, atresia liang telinga, aplasia koklea), dan kekurangan gizi.
Masa Perinatal
Prematuritas, berat badan lahir rendah (<2.500 gram), tindakan dengan alat pada
proses kelahiran (ekstraksi vacum, forcep), hiperbilirubinemia (>20mg/100ml),
asfiksia, dan anoksia otak merupakan faktor resiko terjadinya cacat ganda.
Masa Postnatal
Adanya infeksi bakterial atau virus rubela, campak, parotis, infeksi otak,
perdarahan pada telinga tengah dan trauma temporal dapat menyebablan tuli
konduktif yang dapat mengakibatkan gangguan wicara.
G. Pathway
Faktor penyebab seperti:
Kelainan struktur anatomi
Infeksi oleh mikroorganisme
Atau penyebab lain
Menyebabkan kerusakan pada struktur kablea dan nervus akustik berupa atropi
dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ dan reseptor corti disertai
perubahan vasculer pada stria vaskularis
H. patofisiologi
I. Manifestasi klinik
Manifestesi klinik yang timbul pada anak yang mengalami gangguan pendengaran
yang diikuti oleh gangguan berkomunikasi adalah :
Pendengaran dapat berkurang secara perlahan-lahan progresif dan simetris
pendengaran:
Respon Orientasi
- Kurangnya refleks bergumam atau mengedip pada bunyi keras
- Menetapnya refleks Moro diatas 4 bulan ( dihubungkan dengan retardasi
-
mental )
Kegagalan untuk terbangun oleh kebisingan lingkungan yang keras selama
masa bayi
Kegagalan untuk melokalisasi sumber bunyi pada usia 6 bulan
Kesamaan umum pada bunyi
Kurangnya respon terhadap kata yang diucapkan, gagal untuk mengikuti
petunjuk verbal
- Respon terhadap bising keras sebagai perlawanan terhadap bunyi
Vokalisasi dan produksi bunyi
- Kualitas monoton, bicara tidak jelas, kurang tertawa
- Kualitas normal pada kehilangan auditorius pusat
- Kurangnya pengalaman bermain bunyi dan menjerit
- Penggunaan normal jargon selama awal masa bayi kehilangan auditorius pusat
- Tidak ada gumaman atau perubahan nada suara pada usia 7 tahun
- Kegagalan untuk mengembangkan bicara yang jelas pada usia 24 bulan
- Bermain vokal, membenturkan kepala, atau ketukan kaki untuk sensasi vibrasi
berteriak atau bunyi melengking untuk mengekspresikan kesenangan,
kejengkelan, atau kebutuhan.
Perhatian visual
- Menambah kesadaran visual, dan perhatian
- Berespon lebih banyak pada ekspresi wajah daripada penjelasan verbal
- Waspada terhadap sikap tubuh dan gerakan
- Penggunaan sikap tubuh bukan verbalisasi untuk meekspresikan keinginan,
khususnya setelah 15 bulan
Hubungan Sosial dan Adaptasi
Kurang berminat dan kurang terlibat dalam permainan vokal preokupasi terus-
tersebut
Ekspresi wajah bertanya, kadang bingung
Kesadaran curiga, kadang diinterprestasikan sebagai paraoia, bergantian
dengan kerjasama.
Reaktivitas nyata terhadap pujian, pujian dan afeksi fisik.
Menunjukan kurang minat terhadap teman sebayadalam percakapan
Sering tidak memperhatikan kecualijika lingkunagan tenang dan pembicara
Selain itu adapun petunjuk yang dapat dijadikan sebagai pedoman rujukan mengenai
kerusakan komunikasi yaitu sebagai berikut:
Tabel pedoman rujukan mengenai kerusakan komunikasi :
USIA
2 TAHUN
3 TAHUN
5 TAHN
TEMUAN PENGKAJIAN
USIA SEKOLAH
UMUM
terdengar)
Nada suara tidak jelas untuk usianya
Adanya distorsi , pengabaian atau penamabahan bunyi setelah 7
tahun
Bicara yang berhubungan dicirikan dengan penggunaan konfusi
pendengaran
Ada anak yang malu atau terganggu oleh bicaranya sendiri
Orang tua yang perhatianya terlalu berlebihan atau terlalu
menekan anak untuk bicara pada tingkat diatas usia yang
seharusnya
3. Pemeriksaan Diagnostik
Terdapat berbagai jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai kemampuan
mendengar yang dapat merusak gangguan bicara bayi/anak yaitu:
1). Pemeriksaan secara kualitatif dengan menggunakan garpu tala yang meliputi:
a)
b)
c)
d)
Tes panala
Tes rinne
Tes weber
Tes schwabach
K. PENATALAKSANAAN
Penemuan kasus gangguan pendengaran dan bicara serta berbahasa dalam bentuk
apapun harus dilakukan sedini mungkin, sehingga dapat dilakukan penanganaan lebih
cepat sehingga cacat bicara dan mendengar, diharapkan orang tua dapat segera membawa
anak yang diduga mengalami keterlambatan atau gangguan bicara dan mendengar
tersebut pada ahlinya.
Untuk memastikan bentuk gangguan bicara dan jenis kerusakan pendengaran serta
upaya penanganaan yang sesuai diperlukan kerjasama dengan sejumlah ahli dari berbagai
disiplin ilmu, antara lain: dokter THT, dokter syaraf anak, ahli psikologi , ahli jiwa dan
ahli terapi bicara.
yang
berhubungan
dengan
kerusakan
gangguan pendengaran
2. Riwayat prental
- Kegguran/abortus
- Penyakit yang menyertai kehamilan ( rubella,sifillis, diabetes)
- Pengobatan yang diperoleh selama kehamilan
- Eklamsia
3. Riwayat persalinan
- Durasi persalinan tipe persalinan
- Gawat janin
- Presentasi ( terutama letak sungsang )
- Pengobatan yang digunakkan
- Ketidakcocokan darah
4. Riwayat Kelahiran
- Berat badan lahir < 1500 g
- Hiperbillirubinemia yang berlebihan merupakan indikasi untuk
-
exchange transfusi
Asfiksia berat
Prematuritas
Infeksi firus prenatal kongingental ( sitomegalovirus, rubela,
yang berbeda
- Akibat pengujian audiometrik sebelumnya
7. Perkembangan bicara
- Usia bergumam, kata pertama yang benama dan frase
- Kejelasan bicara
- Perbendaharaan kata terakhir
8. Perkembangan Terakhir
- Usia duduk
- Tingkat kemandirian dalam perawatan diri, makan, toileting, dan
berdandan
9. Perilaku/ adaptif
- Aktivitas bermain
- Sosialisasi dengan anak lain
- Prilaku, tempramen, self-vecation, stimulus fibrasi
- Pencapaian pendidikan
- Perilaku terbaru/ atau perubahan keperibadian
B . Diagnosa Keperawatan
1) Perubahan
sensori/persepsi
(auditorius)
berhubungan
dngan
kerusakan
pendengaran
2) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mendengar auditorius
3) Perubahan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kerusakan
4)
5)
6)
7)
komunikasi
Perubahan proses keluarga berhubungan diagnosa ketulian pada anak
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan, infeksi
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi/ peradangan
Kecemasaan orang tua berhubungan dengan kekuranya pengetahuan dengan
kondisi anaknya
C. Intervensi Keperawatan
1. perubahan persepsi / sensori ( auditorius ) berhubungan dengan kerusakn pendengar
tepat
Anak tidak memakan / teraspirasi batere alat bantu dngar
Intervensi :
-
Intervensi:
-
rasional : mengidentifikasi
bahasa isyarat.
Ajari keluarga dan orang lain yang terlibat dengan anak tentang
perilaku yang memudahkan membaca gerak bibir
Rasional: meningkatkan proses komunikasi.
Sasaran :
-
perkembangan
Anak mempunyai hubungan dan pengalaman dengan teman sebaya
Anak masuk sekolah dengan teratur
Anak berkomunikasi dengan orang lain dikelas
Bantu keluarga mengalihkan praktik membesarkan anak normal
pada klien
Rasional : meningkatkan perkembangan optimal.
Ajarkan anak untuk mandiri dalam perawatan diri dan berikan alat-
penyusunan batasan-batasan.
Rasional: merangsang anak memenuhi kebutuhan ini
Bantu keluarga dalam memilih mainan.
Rasional: memaksimalkan penggunaan indra penglihatan dan
taktil, serta pendengaran residual.
Dorong anak-anak berpartisipasi dalam aktifitas kelompok dan
mengembangkan persahabatan dengan teman sebaya.
bibir.
Anjurkan menggunakan televisi yang memakai tulisan.
Rasional: meningkatkan kesenangan pada anak.
Diskusikan dengan guru dan anak tentang cara berkomunikasi
efektif.
Rasional: memfasilitasi pendidikan anak.
Sasaran:
- Pasien
(keluarga)
menyesuaikan
diri
terhadap
kehilangan
pendengaran.
- Pasien (keluarga) mendapat dukungan emosional.
- Keluarga menunjukkan kedekatan pada anak.
Hasil yang diharapkan:
- keluarga mengekspresikan kekhawatirannya terhadap kehilangan
-
pendengaran.
Keluarga terlibat dalam program yang tepat dan menyediakan diri
menjadi sumber.
Keluarga menunjukkan hubungan yang positif.
kekhawatirannya.
Rasional: meningkatkan penyesuaian.
Antisipasi reaksi berduka dan bantu keluarga menghadapi
Intervensi:
sebagai
untuk
membuat
keputusan
pertumbuhan
dan
normalisasi
dan
membantu
anak
Sasaran:
- Pasien tidak mengalami kehilangan pendengaran yang lebih parah.
Hasil yang diharapkan:
- Anak tidak mengalami pendengaran.
- Anak tidak terpapar pada tingkat kebisingan yang berlebihan.
- Anak diimunisasi dengan cepat.
Intervensi:
- Bagi bayi, anjurkan untuk imunisasi pada usia yang tepat.
Rasional: Mencegah kehilangan pendengaran sesorineural yang
-
masalh telinga.
Rasional: Mendeteksi dini kerusakan pendengaran.
Kaji sumber-sumber kebisingan yang berlebihan disekitar anak dan
lakukan tindakan untuk mengurangi tingkat kebisingan.
Rasional: Kebisingan yang berlebihan men yebabkan kehilangan
pendengaran sesorineural.
Hasil yang diharapkan anak menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal (300c)
Intervensi:
- Pantau suhu tubuh anak setiap 1-2 jam, perhatikan apakah anak
menggigil.
Rasional: Untuk memantau peningkatan suhu tiba-tiba. Suhu
38,9oc-41,10c) menunjukan prosoe infeksi. Menggigil sering
-
pada
hipotalamus.
7. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi
anaknya.
Hasil yang diharapkan: Kecemasan orang tua berkurang yang ditandai dengan
meningkatnya kemampuan mereka dalam mendampingi dan memberi dukungan
Tarik perhatian anak sebelum berbicara, gunakan sentuhan ringan untuk memberi
pembicara
Perhatikan bahwa tidak ada yang mempengaruhi pola bicara seperti: mengunyah
permen/makanan
Bicara dengan jelas dan dengan kecepatan yang lambat
Gunakan ekspresi wajah untuk membantu menyampaikan pesan
Buat kalimat-kalimat singkat
Ulangi pernyataan pessan bila anak tidak memahami kata-kata yang diucapkan
pembicara
DAFTAR PUSTAKA
Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EEC
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1. Media
Aesculapius.
Doenges, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia A, 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed4.
Jakarta. EGC.
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Ester, Monica(ed.). 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan
Psikiatri: Pedoman untuk Pembuatan Rencana Perawatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Amin, Hardhi. 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA
NIC-NOC. Mediaction. Yogyakarta.
http://www.abcmedika.com/2014/02/askep-tetanus.html diakses pada tanggal 25 Oktober
2015 Pukul 17.00 WIB
Anonim. 2013. Asuhan Keperawatan pada Anak Morbili. http://www.scribd.
com/doc /22319650/asuhan-keperawatan-anak-morbili. Diakses tanggal 24
Oktober 2015
http://nersrezasyahbandi.blogspot.co.id/2013/04/askep-glomerulonefritis.html
Windawati, Valerina. 2012. Asuhan Keperawatan Atrium Septal Defect.
https://www.academia.edu/10969164/Askep_ASD_Atrium_Septa_
Defect_ pada_anak. Diakses tanggal 28 Oktober 2015.
Yuritarahmi. 2012. Asuhan Keperawatan pada Anak Campak. https://yuritarahmi.wordpress.com/2012/12/03/asuhan-keperawatan-pada-anakcampak/.