Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TELAAH JURNAL

“Hubungan Kekurangan Vitamin A Dengan Anemia Pada Anak Usia

Sekolah”

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Gizi

Dosen Pengampu: Ardiana Priharwanti, SP

Disusun Oleh :

Eriska Diah Novitasary (0510099412)

Kesmas B

Semester 3/Pagi

UNIVERSITAS PEKALONGAN

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

Tahun Ajaran 2014/2015


Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah

yang berjudul”

Hubungan Kekurangan Vitamin A ” ini. Tak lupa shalawat dan salam kita

hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai junjungan kita. Makalah ini

merupakan tugas dari mata kuliah Gizi yang sedang diikuti oleh penyusun dalam

perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat UniversitasPekalongan.Penyusun

juga ingin berterima kasih kepada dosen mata kuliah Gizi ini atas bimbingannya.

Namun, penyusun menyadari bahwa masih banyaknya kekurangan dalam

makalah ini, untuk itu kritik dan saran pembaca sangat diperlukan guna

melengkapi makalah ini. Akhirnya, penyusun berharap semoga makalah ini dapat

berguna bagi para pembaca.

Pekalongan, 14 Desember 2015

Penyusun

ii
Daftar Isi

Halaman Judul

Kata Pengantar ........................................................................................ i

Daftar Isi .................................................................................................. ii

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................... 2

1.3 Tujuan ............................................................................. 2

BAB II Pembahasan

2.1 Definisi Anemia Defisiensi Besi .......................................................... 3-4

2.2 Epidemiologi Anemia Defisiensi Besi ................................................. 4

2.3 Angka Kejadian Anemia Defisiensi Besi............................................. 9

2.4 Hubungan Anemia Defisiensi Besi dengan vitamin ........................... 9

BAB III Telaah Jurnal

3.1 Pendahuluan...................................................................................... 10

3.2 Definisi Anemia Defisiensi Besi .......................................................... 10

3.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 11

3.4 Metode Penelitian .............................................................................. 11

3.5 Hasil Penelitian .................................................................................. 12

iii
BAB IV Penutup

4.1 Kesimpulan ........................................................................................ 15

4.2 Saran ................................................................................................. 15

Lampiran

Daftar Pustaka

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Anemia ( bahasa Yunani) adalah keadaan saat jumlah sel darah merah

atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah

berada di bawah normal.Sel darah merah mengandung hemoglobin yang

memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru, dan

mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan

berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel

darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah

sesuai yang diperlukan tubuh . keadaan ini sering menyebabkan energi

dalam tubuh menjadi menurun sehingga terjadi 5L atau lemah, lesu, lemas,

lunglai, dan letih. Dalam hal ini orang yang terkena anemia adalah orang

yang menderita kekurangan zat besi. Seseorang yang menderita anemia

akan sering mengalami keadaan pusing yang sedang hingga berat

dikarenakan Meningkatnya penghancuran sel darah merah, Pembesaran

limpa, Kerusakan mekanik pada sel darah merah, Reaksi autoimun terhadap

sel darah merah : Hemoglobinuria nokturnal paroksismal, Sferositosis

herediter, Elliptositosis herediter. Seseorang yang sering mengalami anemia

di sebabkan karena pasokan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ini,

bervariasi. Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga

dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa

menyebabkan stroke atau serangan jantung.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dan klasifikasi anemia defisiensi besi?

2. Bagaimanaepidemiologi anemia defisiensi besi?

3. Bagaimana angka kejadian anemia defisiensi besi?

4. Bagaimana hubungan anemia defisiensi besi dengan vitamin A?

1.3 Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui definisi anemia defisiensi besi

2. Untuk mengetahui epidemiologi anemia defisiensi besi

3. Untuk mengetahui angka kejadian anemia defisiensi besi

4. Untuk mengetahui hubungan anemia defisiensi besi dengan vitamin A

2
BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 DefinisiAnemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi ialah anemia yang secara primer disebabkan oleh

kekurangan zat besi sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang

dengan gambaran darah yang beralih secara progresif dari normositer

normokrom menjadi mikrositik hipokrom dan memberi respon terhadap

pengobatan dengan senyawa besi (WHO).

Anemia Defisiensi Besi adalah kondisi medis yang ditandai dengan

berkurangnya sel darah merah di dalam tubuh akibat kekurangan zat besi. Zat

besi berperan dalam produksi hemoglobin, suatu protein di dalam sel darah

merah yang berperan dalam mengangkut oksigen. Ketika kadar zat besi di dalam

darah rendah akibat berbagai faktor, seperti kurang asupan zat besi, kehilangan

darah dalam jumlah besar, ketidakmampuan tubuh untuk menyerap zat besi

sewaktu hamil, produksi hemoglobin menjadi terbatas. Hal ini juga

mempengaruhi produksi sel darah merah. Penderita anemia defisiensi besi

biasanya menunjukkan gejala pernafasan pendek, pusing, dan mudah lelah.

Gejala berkembang secara bertahap seiring dengan kondisi dimulainya

penurunan kadar zat besi di dalam darah tetapi jumlah sel darah merah tetap

konstan. Ketika defisiensi besi tidak dikoreksi, kondisi berlanjut menjadi

penurunan total zat besi, menyebabkan anemia defisiensi besi dan beserta

gejala-gejalanya. Vegetarian memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya kondisi

3
ini karena mereka tidak memilki asupan zat besi yang berasal dari daging. Oleh

karena itu, penting untuk para vegetarian menambah asupan suplemen zat besi

secara teratur untuk mencegah berkembangnya anemia defisiensi besi.

Penanganan untuk kondisi ini biasanya termasuk penanganan penyebab yang

mendasari yang mencegah tubuh untuk menyerap zat besi, bersamaan dengan

pemberian suplemen zat gizi.

2.2 Epidemiologi Anemia Defisiensi Besi

Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50%

penderita ini adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil

dan menyusui. Di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama selain

kekurangan kalori protein, vitamin A dan yodium. Penelitian di Indonesia

mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekitar 30 – 40%, pada anak

sekolah 25 – 35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita

sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak

berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya

konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi belajar di

sekolah

Prevalensi ADB cukup tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada

anak usia sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia

sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5 %, anak praremaja 2,6% dan remaja 26%.

Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan besi,

lebih kurang 9% remaja wanita kekurangan besi, sedangkan pada anak laki-laki

sekitar 50% cadangan besinya berkurang saat pubertas. Prevalensi ADB lebih

4
tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih. Keadaan ini mungkin

berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah.

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia prevalensi ADB pada

anak balita sekitar 25-35%.

 Penyebab

Kekurangan zat besi terjadi saat permintaan zat besi tidak dapat dicukupi dengan

penyerapan zat besi. Penyebab anemia defisiensi besi dapat digolongkan dalam

2 besar, yaitu:

1. Peningkatan kebutuhan

 Kehamilan: Kekurangan zat besi pada wanita hamil sering terjadi, karena

peningkatan permintaan zat besi di dalam tubuh. Peningkatan ini

dikarenakan jumlah darah meningkat dan zat besi diperlukan untuk

perkembangan janin. Dengan demikian cadangan zat besi dalam tubuh

tidak mencukupi. Pada wanita hamil umumnya diberikan suplemen zat

besi tambahan dengan sebelumnya berkonsultasi dengan dokter.

 Anak-anak: Pada anak-anak yang masih dalam pertumbuhan

memerlukan zat besi yang lebih tinggi, terutama pada anak usia balita

(dibawah 5 tahun).

2. Berkurangnya asupan atau kehilangan cadangan

 Asupan zat besi yang kurang: Tubuh tidak bisa membuat zat besi dengan

sendirinya. Zat besi hanya bisa didapat melalui makanan. Konsumsi

makanan rendah zat besi menyebabkan tubuh menglami kekurangan.

5
Bebebrapa makanan yang mengandung banyak zat besi yaitu daging,

telur, sayuran hijau, kacang-kacangan, dan makanan yang ditambahkan

zat besi.

 Gangguan penyerapan: Gangguan pada usus halus dapat mempengaruhi

penyerapan zat besi. Seseorang yang menglami operasi pemotongan

usus rentan mengalami kekurangan zat besi.

 Kehilangan darah: Kehilangan darah menyebabkan banya hemoglobin

dan zat besi yang terbuang. Umumnya terjadi perdarahan yang teru

menerus dalam jangka waktu laama (kronis). Perempuan dengan

menstruasi yang banyak dan memanjang juga dapat menyebabkan

kekurangan zat besi.

Kekurangan zat besi lebih sering dialami pada wanita, anak-anak, vegetarian,

dan mereka yang melakukan donor darah rutin. Wanita mengalami menstruasi

sehingga berisiko kekurangan zat besi. Anak-anak rentan karena mereka

membutuhkan zat besi untuk pertumbuhan dan tidak mendapatkan suplai zat

besi yang cukup dari ASI (Air Susu Ibu) atau susu formula. Vegetarian berisiko

karena mereka tidak memakan makanan yang kaya zat besi seperti daging.

Donor darah menyebabkan berkurangnya cadangan zat besi dalam tubuh

sehingga memerlukan tambahan suplemen zat besi.

 Gejala

Gejala yang ditimnbulkan oleh kekurangan zat besi bergantung pada derajat

kekurangan. Bila hanya kekurangan sedikit, tidak ada gejala apapun yang

muncul, sehingga jarang mendapat penanganan. Bila kekurangan yang terjadi

cukup besar, maka dapat muncul beberapa gejala seperti:

6
 Kelelahan hebat;

 Kulit pucat;

 Kelemahan;

 Sesak nafas;

 Sakit kepala atau pusing/kepala terasa ringan;

 Tangan dan kaki yang dingin;

 Mudah marah;

 Gangguan peradangan pada lidah;

 Kuku menjadi rapuh;

 Rasa deg-degan;

 Memakan makanan yang tidak lazim seperti es, tanah, tembok;

 Nafsu makan yang rendah;

 Rasa kesemutan pada kaki;

 Gangguan kinerja dan mental ;

 Gangguan pada penglihatan dan pendengaran.

Anemia defisiensi besi yang biarkan terus menerus dapat menyebabkan

gangguan lebih berat seperti gangguan jantung (gangguan irama, pembesaran

jantung, gagal jantung), gangguan kehamilan (bayi prematur atau berat badan

lahir bayi rendah), dan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak-

anak.

 Pengobatan

7
Penanganan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan mengkonsumsi

makanan kaya zat besi dan pemberian suplemen zat besi. Bila penyebab dari

kekurangan zat besi dapat diketahui maka diperlukan penangan terhadap

penyebab tersebut.

Suplemen zat besi diberikan untuk menggantikan kekurangan zat besi di dalam

tubuh. Sebagian besar orang dengan anemia defisiensi besi membutuhkan 150-

200 mg besi elemental per harinya. Suplemen ini lebih baik di minum saat perut

kosong, namun beberapa orang menjadi mual sehingga dapat diberikan setelah

makan. Penggunaan suplemen zat besi diberikan dalam jangka waktu panjang

hingga beberapa bulan.

Penggunaan suplemen zat besi sebaiknya dibarengi dengan vitamin C untuk

meningkatkan penyerapan karena zat besi membutuhkan suasana asam untuk

penyerapan. Buah-buahan yang mengandung banyak vitamin C antara lain

brokoli, anggur, kiwi, mangga, melon, jeruk, strawberi, dan tomat. Vitamin C yang

direkomendasikan adalah 250 mg bersamaan dengan suplemen zat besi.

Penggunaan obat yang menurunkan keasaman lambung seperti obat maag

diberikan jarak waktu sekitar 2-4 jamdengan suplemen besi.

Pada anak-anak direkomendasikan untuk diberikan suplemen zat besi dengan

prioritas usia di bawah 5 tahun, terutama usia 0-2 tahun pertama.

Efek samping yang ditimbulkan dengan penggunaan suplemen zat besi adalah

konstipasi/sembelit, dan tinja menjadi hitam. Zat besi yang terlalu berlebihan juga

menimbulkan gangguan hati, sehingga diperlukan pengawasan dokter dan tidak

bisa sembarangan memakai suplemen ini.

8
Bila dengan penggunaan suplemen zat besi tidak memperbaiki keadaaan,

diperlukan penanganan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab, apakah karena

gangguan penyerapan atau adanya kehilangan darah. Bila anemia yang terjadi

sangat berat, diperlukan transfusi darah untuk meningkatkan hemoglobin darah.

2.3 Angka Kejadian

Angka kejadian kasus anemia defisiensi besi di Indonesi masih tinggi. Sekitar 40-

45% penduduk mengalami anemia defisiensi besi. Kasus paling banyak terjadi

pada anak usia balita (usia 0-5 tahun). Remaja perempuan dan wanita hamil

merupakan kelompok lain yang rentan terhadap anemia defisiensi besi.

2.4 Hubungan Anemia Defisiensi Besi dengan Vitamin A

Kekurangan zat besi, kekurangan vitamin A, dan peradangan dapat

menyebabkan anemia pada anak-anak, tapi kontribusi relatif dari berbagai faktor

belum diketahuidengan baik. Kekurangan zat besi adalah penyebab utama

anemia pada anak-anak prasekolah di seluruh dunia dan anemia defisiensi besi

telah dikaitkan dengan perkembangan psikomotor yang tertunda dan gangguan

pertumbuhan serta kelelahan. Sedangkan kekurangan vitamin A diketahui dapat

memicu terjadinya anemia. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa

kekurangan vitamin A dapat menyebabkan gangguan pada metabolism zat besi.

Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan anemia melalui efek pada

metabolisme besi,hematopoiesis, dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi.

Studi lain menunjukkan bahwa asupan besi yang lebih tinggi dikaitkan dengan

penurunan prevalensi anemia. Namun, hanya sepertigadari kejadian anemia

pada populasi dapat dikaitkan dengan defisiensi besi dan ada kemungkinan

9
bahwa faktor-faktor penting lainnya mempengaruhi prevalensi anemia diwilayah

tersebut.

10
BAB III

TELAAH JURNAL

3.1 Pendahuluan

Anemia, terutama anemia defisiensi besi, diakui sebagai gangguan gizi

yang paling umum di dunia, yang mempengaruhi lebih dari dua miliar orang di

negara maju dan negara-negara berkembang. Demikian juga kekurangan vitamin

A juga masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia.

Kelompok yang rentan menderita anemia ini adalah ibu hamil, ibu menyusui,

balita, anak usia sekolah dan wanita usia subur. Menurut Organisasi Kesehatan

Dunia, WHO, diperkirakan prevalensi keseluruhan anemia pada anak prasekolah

di negara berkembang adalah 42 persen.Sementara untuk data anemia pada

anak usia sekolah di Indonesia masih terbatas. Data Survei Kesehatan Rumah

Tangga (SKRT) tahun 2004 menunjukkan jumlah penderita anemia pada anak

usia 5-11 tahun mencapai 24 persen.

3.2 Definisi Anemia Defisiensi Besi

Anemia, terutama anemia defisiensi besi, masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia. Prevalensi anemia masih tinggi pada

kelompok risiko tinggi yaitu ibu hamil, menyusui, balita, anak usia sekolah dan

WUS. Selain kekurangan zat besi dalam konsumsi makanan dan penyakit

infeksi, berbagai faktor mempunyai kontribusi relatif terhadap anemia.

11
3.3 Tujuan Penelitian

Bertujuan untuk mengetahui kontribusi relatif status retinol terhadap anemia pada

anak usia sekolah. Penelitian dilakukan di Tasikmalaya dan Ciamis pada 173

anak umur 5-9 tahun dari keluarga miskin.

3.4 Metode Penelitian

a.Unit Sampel dan besar sampel

Unit pengambilan sampel adalah rumahtangga miskin yang mempunyai anak

sekolah usia 5-9 tahun di 24 desa sekitar kota yang terpilih (clusters).

b. Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang sudah dilakukan pengujian

lapangan dan terstruktur yang dilakukan oleh enumerator/pewawancara yang

sudah dilatih terlebih dahulu

c. Pengambilan darah

Darah diambil dari vena mediana cubiti. Darah vena dibagi menjadi 2 (dua)

bagian, yaitu darah EDTA dan darah tanpa anticoagulan (plain).

d.Analisis sampel

Data biokimia meliputi kadar hemoglobin dan kadar vitamin A. Kurang vitamin A

apabila kadar vitamin A kurang dari 20 ug/dl. Anemia adalah keadaan dimana

seseorang mempunyai kadar hemoglobin di bawah nilai normal berdasarkan

jenis kelompok umur dan jenis kelamin.

12
3.5 Hasil Penelitian

Prevalensi anemia dan kekurangan vitamin A

Pada penelitian ini didapatkan prevalensi anemia pada anak usia sekolah

sebesar 14,5 persen (n=25), sedangkan prevalensi kekurangan vitamin A

(<20μg/dl) sebesar 10,9 persen (n=19).

Tabel 2 (Lihat Jurnal). Tabel 3 (lampiran jurnal) Distribusi Anemia pada Anak

Usia Sekolah menurut Karakteristik (Jenis Kelamin dan Umur), tabel 4(lamp.

Jurnal) Distribusi Anemia pada Anak Usia Sekolah menurut Asupan Zat Gizi,

selanjutnya dari hasil analisis multivariate logistic regression hubungan

kekurangan vitamin A dengan anemia pada anak usia sekolah menunjukkan

bahwa anak usia sekolah yang kekurangan vitamin A memiliki odds ratio 3,33

kali (CI 95%: 0,93-1,84) untuk berisiko anemia dibandingkan dengan anak usia

sekolah yang cukup vitamin A setelah dikontrol dengan variabel asupan energi,

asupan protein, dan asupan vitamin B12 Tabel 5 (lamp.jurnal)

Tabel 2

Distribusi Anemia pada Anak Usia Sekolah menurut Status Vitamin A

Status vitamin Anemia P value OR 95%CI

Ya Tidak(%)

(%)

Kurang (< 20) 27,8 72,2 0,087 2,714 0,86-8,51

Cukup (≥20 ) 12,4 87,6

13
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada anak sekolah

sebesar 14,5 persen. Prevalensi tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan

prevalensi yang ditemukan pada penelitian tahun 2005 di Samosir pada 50 anak

SD kelas 4-6 sebesar 70,0 persen dengan metode pemeriksaan Sahli, di pesisir

dan kota Makassar pada 141 anak 6-12 tahun sebesar 37,6 persen,tetapi

mendekati prevalensi dengan studi lain di Makassar pada 96 anak SD dengan

prevalensi 20,6 persen.

Hasil penelitian juga menunjukkan prevalensi kurang vitamin A sebesar 10,9

persen. Penelitian kurang vitamin A lebih banyak dilakukan pada anak balita dan

tidak ada penelitian dilakukan ada anak usia sekolah. Pada anak balita

prevalensi tahun 1992 dengan tanda bercak Bitot telah menurun menjadi 0,33

persen walaupun masih sekitar 50 persen mempunyai kadar serum retinol di

bawah 20 μg/dl.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak usia sekolah umur 5-9 tahun yang

kekurangan vitamin A cenderung berisiko mengalami anemia sebesar 3,33 kali

(p=0.063) dibandingkan anak usia sekolah umur 5-9 tahun yang cukup vitamin A

setelah dikontrol variabel asupan energi, asupan protein, dan asupan vitamin

B12. Walaupun tidak signifikan, kecenderungan adanya risiko yang lebih tinggi

jika anak kurang vitamin A juga menderita anemia jelas terlihat lebih dari 3 kali

lebih besar.

Dalam penelitian sebelumnya dengan metode uji klinis terkontrol diketahui bahwa

suplementasi vitamin A atau fortifikasi makanan dapat meningkatkan konsentrasi

hemoglobin pada anak-anak prasekolah di Indonesia,24 Guatemala8, dan

14
Tanzania25, atau meningkatkan indikator status zat besi pada anak-anak

prasekolah di Indonesia26 dan di Thailand.27

Selanjutnya diketahui bahwa suplemen vitamin A gabungan dengan

suplementasi zat besi telah terbukti memiliki pengaruh lebih besar pada

peningkatan konsentrasi hemoglobin daripada vitamin A saja. Menurut Semba

dan Bloem (2002) bahwa strategi yang ditujukan pada kedua masalah yaitu

kekurangan vitamin A dan kekurangan zat besi dapat lebih efektif dalam

mengurangi kejadian anemia.11

Sebagaimana diketahui bahwa efisiensi penggunaan zat besi makanan oleh

tubuh dipengaruhi faktor makanan dan individu. Faktor makanan meliputi: (1)

bentuk fisiko-kimia zat besi, dan (2) faktor makanan yang mempengaruhi jumlah

zat besi luminal yang tersedia untuk penyerapan usus. Sementara faktor individu

mencakup pengaturan homeostatis mukosa untuk mengambil dan mentransfer

zat besi ke tubuh, baik yang beradaptasi dengan kebutuhan tubuh akan zat besi

maupun yang beradaptasi dengan inflamasi. Hasil penelitian ini menunjukkan

sebagian besar zat gizi, kecuali asupan protein, tidak menunjukkan peran yang

signifikan terhadap status anemia. Kurang berperannya asupan makanan dalam

penelitian ini dimungkinkan karena metode pengukuran yang digunakan dan

desain penelitian.

15
BAB IV

Penutup

4.1 Kesimpulan

Anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau

beberapa bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. Anemia defisiensi

besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral Fe sebagai bahan

yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. Anemia defisiensi besi dapat

disebabkan oleh rendahnya masukan zat besi, gangguan absorpsi, serta

kehilangan besi akibat pendarahan menahun :

1. Kehilangan besi akibat perdarahan menahun yang dapat berasal dari :

Saluran cerna akibat dari tukak peptik asam lambung, kanker kolon,

divertikulosis, hemeroid, dan infeksi cacing tambang

2. Faktor nutisi akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau

kualitas besi yang tidak baik (makanan banyak mengandung serat,

rendah vitamin a, dan rendah daging)

4.2 Saran

Penyusun berharap hendaknya kita sebagai tenaga kesehatan lebih

memahami tentang macam-macam penyakit yang terjadi pada anak usia sekolah

terutama Anemia defisiensi besi. Serta bagaimana tindakan kita untuk

mengatasinya dan diharapkan pendidikan kesehatan terus dilakukan untuk

mencegah terjadinyaanemia defisiensi besi. Diharapkan orang tua maupun

16
lingkungan sekitar dapat menjaga atau memperhatikan factor- factor yang dapat

mengakibatkan seseorang itu dapat terjadi anemia pada anak usia sekolah

faktor- faktor antara lainnya adalah faktor kekurangan vitamin a dan faktor gizi.

17
Daftar Pustaka

 http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-

diseases/anemia-defisiensi-besi-_-9510001031689

 http://www.academia.edu/9928096/Makalah_Anemia_Defisiensi_Besi

18

Anda mungkin juga menyukai