Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN REMAJA

PENELITIAN JURNAL REMAJA TENTANG


ANEMIA

Dosen Pengampu :
Rafidah, S.Si.T, M.Kes
Disusun Oleh
Kelompok 1
Aisha Salsabila Rahmah ( P07124220002 )
Charisma Nurul Hidayani ( P07124220014 )
Fanisa Salsabila Putri ( P07124220020 )
Nadia ( P07124220038 )
Novia Randa Acin Mangkole ( P07124220048 )
Reygina Tasya Kamila ( P07124220059 )
Suci Rahma Damayanti ( P07124220067)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
JURUSAN KEBIDANAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Anemia”
 Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita tentang “Anemia”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang kami buat demi masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
 Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya.

Banjarbaru, 25 Agustus 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Anemia............................................................................................................
B. Jenis-Jenis Anemia............................................................................................................
C. Penyebab Anemia Pada Remaja Putri...............................................................................
D. Dampak Anemia Pada Remaja Putri.................................................................................
E. Kasus Anemia...................................................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................................................
B. Saran .................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang
dari normal. Faktor-faktor penyebab anemia gizi besi adalah status gizi yang dipengaruhi
oleh pola makanan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan dan status kesehatan. Anemia
dapat menyebabkan darah tidak cukup mengikat dan mengangkut oksigen dari paru-paru
ke seluruh tubuh. Kekurangan oksigen akan berakibat pada sulitnya berkonsentrasi
sehingga prestasi belajar menurun, daya tahan fisik rendah yang mengakibatkan mudah
sakit karena daya tahan tubuh rendah dan mengakibatkan jarang masuk sekolah atau
bekerja. Akibat dari anemia ini jika tidak diberi intervensi dalam waktu lama akan
menyebabkan beberapa penyakit seperti gagal jantung kongestif, penyakit infeksi kuman,
thalasemia, gangguan sistem imun, dan meningitis (DILLA Nursari, 2010).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Anemia?
2. Apa saja contoh kasus anemia pada remaja?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan anemia?
2.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anemia
Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) seseorang dalam
darah lebih rendah dari normal. Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang berisiko
menderita anemia. Berbagai penelitian di beberapa daerah di Indonesia masih menunjukkan
tingginya prevalensi anemia pada remaja putri. Berdasarkan hasil skrining tahunan yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan terhadap siswa putri tingkat SMP dan SMA diperoleh
prevalensi anemia yang juga tinggi.
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah berada di bawah
batas normal. Pada remaja putri, batas kadar hemoglobin untuk anemia adalah 12 g/dl."
Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang berisiko tinggi menderita anemia.
Mereka adalah calon pemimpin di masa datang, calon tenaga kerja yang akan menjadi tulang
punggung produktivitas nasional, serta yang paling penting adalah sebagai calon ibu yang
akan melahirkan generasi penerus dan merupakan kunci perawatan anak di masa datang.
Remaja putri perlu mendapat perhatian yang serius dan dipersiapkan untuk menjadi calon ibu
yang sehat." Remaja putri lebih rentan terkena anemia karena remaja berada pada masa
pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi yang lebih tinggi. Adanya siklus menstruasi setiap
bulan merupakan salah satu faktor penyebab remaja putri mudah terkena anemia.
B. Jenis-Jenis Anemia
1) Anemia Defisiensi Zat Besi
Anemia yang paling banyak terjadi utamanya pada remaja putri adalah anemia akibat
kurangnya zat besi. Zat besi merupakan bagian dari molekul hemoglobin.
2) Anemia Defisiensi Vitamin C
Anemia karena kekurangan vitamin C merupakan anemia yang jarang terjadi. Anemia
defisiensi vitamin C disebabkan oleh kekurangan vitamin C yang berat dalam jangka
waktu lama. Penyebab kekurangan vitamin C biasanya adalah kurangnya asupan vitamin
C dalam makanan sehari hari. Salah satu fungsi vitamin C adalah membantu mengasorbsi
zat besi, sehingga jika terjadi kekurangan vitamin C, maka jumlah zat besi yang diserap
akan berkurang dan bisa terjadi anemia.
3) Anemia Makrositik
Jenis anemia ini disebabkan karena tubuh kekurangan vitamin B12 atau asam folat.
Anemia ini memiliki ciri sel-sel darah abnormal dan berukuran besar (makrositer) dengan
kadar hemoglobin per eritrosit yang normal atau lebih tinggi (hiperkrom) dan MCV
tinggi. MCV atau Mean Corpuscular Volume merupakan salah satu karakteristik sel
darah merah. Gejala lain yang dapat terlihat diantaranya adalah buta warna tertentu
termasuk warna kuning dan biru, luka terbuka di lidah atau lidah seperti terbakar,
penurunan berat badan, warna kulit menjadi lebih gelap, dan mengalami penurunan
fungsi intelektual.
4) Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik terjadi bila sel darah merah dihancurkan jauh lebih cepat dari normal
dimana umur sel darah merah normalnya adalah 120 hari. Pada anemia hemolitik umur
sel darah merah lebih pendek sehingga sumsum tulang penghasil sel darah merah tidak
dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan sel darah merah.
5) Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit (sickle cell anemia) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai
dengan sel darah merah yang berbentuk sabit, kaku, dan anemia hemolitik kronik.
6) Anemia Aplastik
Anemia aplastik merupakan jenis anemia yang berbahaya, karena dapat mengancam jiwa.
Anemia aplastik terjadi apabila sumsum tulang tempat pembuatan darah merah
terganggu.
C. Penyebab Anemia Pada Remaja Putri
Penyebab utama adalah meningkatnya kehilangan sel darah merah dan gangguan atau
penurunan pembentukan sel. Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan
oleh perdarahan dan penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau luka,
perdarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit keganasan, hemoroid, dan menstruasi
yang abnormal. Etiologi yang kedua adalah pembantukan sel darah merah yang terganggu.
Menurut Depkes RI (2008), penyebab anemia pada remaja putri dan wanita adalah:
1. Pada umumnya konsumsi makanan nabati pada remaja putri dan wania tinggi,
dibandingkan dengan makanan hewani sehingga kebutuhan Fe tidak terpenuhi.
2. Sering melakukan diet (pengurangan makan) karena ingin langsing dan mempertahankan
berat badannya
3. Remaja putri dan wanita mengalami menstruasi tiap bulan yang membutuhkan zat besi tiga
kali lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki (Nursari, 2009).
Menurut Depkes RI, penyebab anemia gizi karena kurangnya zat besi atau Fe
dalam tubuh karena pola konsumsi masyarakat Indonesia, terutama wanita kurang
mengkonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan sumber heme iron yang daya
serapnya lebih > 15%. Ada beberapa bahan makanan nabati yang memiliki kandungan Fe
tinggi (non heme iron), tetapi hanya bisa diserap tubuh < 3% sehingga diperlukan jumlah
yang sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan Fe dalam tubuh, jumlah tersebut tidak
mungkin terkonsumsi. Anemia juga disebabkan karena terjadinya peningkatan kebutuhan
oleh tubuh terutama pada remaja, ibu hamil, dan karena adanya penyakit kronis.
D. Dampak Anemia Pada Remaja Putri
Dampak yang ditimbulkan akibat anemia terjadi pada perkembangan fisik dan psikis
yang terganggu, penurunan kerja fisik dan daya pendapatan, penurunan daya tahan terhadap
keletihan, peningkatan angka kesakitan dan kematian (WHO, 1996). Anemia yang diderita
oleh remaja putri dapat menyebabkan menurunya prestasi belajar, menurunnya daya tahan
tubuh sehingga mudah terkena penyakit infeksi. Selain itu pada remaja putri yang anemia,
tingkat kebugarannya pun akan turun yang berdampak pada rendahnya produktivitas dan
prestasi olahraganya dan tidak tercapainya tinggi badan maksimal karena pada masa ini terjadi
puncak pertumbuhan tinggi badan (peak higth velcity) (Depkes RI, 2003).
Menurut Depkes RI dampak anemia adalah sebagai berikut:
1. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar
2. Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal
3. Menurunkan kemampuan fisik olahragawati 4. Mengakibatkan muka pucat.
E. Kasus
1) Contoh Kasus
Contoh kasus 1 : Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri
di SMAN 2 Sawahlunto Tahun 2014
Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) pada tahun
2008, anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat dunia terutama di negara berkembang. Survei prevalensi anemia yang
dilakukan WHO dari tahun 1993-2005 menunjukkan angka 48,8% terhadap insiden anemia
secara global. Prevalensi anemia di tingkat nasional juga masih menunjukkan angka yang
cukup tinggi. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2005, menunjukkan bahwa
prevalensi anemia pada remaja putri usia 10-14 tahun 57,1% dan pada Wanita Usia Subur
(WUS) usia 17-45 tahun sebesar 39,5%. Anemia menjadi masalah kesehatan masyarakat
karena prevalensi nya diatas 20%.
Beberapa hasil penelitian di beberapa daerah di Indonesia juga menunjukkan masih
tingginya prevalensi anemia pada remaja putri. Berdasarkan hasil skrining tahunan yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Sawahlunto tahun 2013 tentang anemia pada remaja
putri tingkat SMP dan SMA di Kota Sawahlunto diperoleh prevalensi anemia yang juga
cukup tinggi. Prevalensinya lebih banyak ditemukan pada siswa SMA dengan persentase
57,9% dengan angka kejadian tertinggi di SMAN 2 Sawahlunto yaitu sebesar 71,8%.
Contoh Kasus 2 : Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri Di Wilayah Kabupaten
Banyumas

Sebuah penelitian menunjukan sebanyak 27,1% remaja yang berdomisili di perdesaan


menderita anemia gizi besi, sedangkan remaja di perkotaan sebesar 22,6%. Angka tersebut
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, meskipun menurut Hu et al (2014) wilayah
perkotaan dan perdesaan berpengaruh terhadap suatu masalah gizi melalui mekanisme
yang berhubungan dengan ketersediaan fasilitas kesehatan maupun ketersediaan makanan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan faktor risiko kejadian anemia gizi besi
di wilayah perdesaan dan perkotaan.

Berdasarkan AKI yang tinggi di Kabupaten Banyumas, penanganan anemia yang


masih dititik beratkan pada ibu hamil, perbedaan faktor risiko kejadian anemia gizi besi di
perkotaan dan perdesaan serta belum adanya perhatian terhadap anemia gizi besi pada
remaja putri membuat peneliti ingin mengetahui apa saja faktor risiko penyebab terjadinya
anemia gizi besi pada remaja putri di perkotaan dan perdesaan wilayah Kabupaten
Banyumas.
Contoh Kasus 3 : Hubungan Antara Status Gizi dengan Anemia pada Remaja Putri
di Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah 3 Semarang

Menurut WHO (2008), prevalensi anemia di dunia antara tahun 1993 sampai
dengan tahun 2005 sebanyak 24.8 % dari total seluruh penduduk dunia yang hampir 2
milyar penduduk dunia. Indonesia sendiri prevalensi anemia yang didapatkan masih cukup
tinggi, dimana data depkes tahun 2009 didapatkan angka kejadian anemia pada remaja
mencapai presentasi 33,7 %. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007
menunjukkan bahwa prevalensi anemia padatahun 2007 di DKI Jakarta sebesar 15 % dan
angka tersebut melebihi rata-rata prevalensi anemia nasional yang mencapai 11.9% dan
prevalensi anemia tertinggi di DKI Jakarta pada tahun 2007 terdapat pada kelompok
dewasa 59.1% dan tertinggi kedua terdapat pada kelompok remaja 14.2%.Sedangkan
angka kejadian anemia di Jawa Tengah mencapai presentasi sebesar 30,4 % dan
disemarang sendiri angka kejadian anemia pada remaja mencapai 26 %.3,4,5.

Pada anemia yang disebabkan karena kekurangan zat gizi ditandai dengan adanya
gangguan dalam sintesis hemoglobin karena kekurangan zat gizi yang berperan dalam
pembentukan hemoglobin baik karena kekurangan konsumsi zat besi atau karena gangguan
absorbsi. Zat gizi yang bersangkutan adalah besi, protein,piridoksin (vitamin B6) yang
mempunyai peran sebagai katalisator dalam sintesis hem di dalam molekul hemoglobin,
zat gizi tersebut terutama zat besi (Fe) merupakan salah satu unsur gizi sebagai komponen
pembentukan hemoglobin atau membentuk sel darah merah. Di Indonesia banyak remaja
yang tidak membiasakan sarapan dan kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung
zat gizi mencapai 50%, oleh sebab itu remaja di Indonesia mudahmenderita anemia.2
Kebiasaan yang sering dilakukan oleh kebanyakan remaja baik remaja putra maupun
remaja putri mengkonsumsi makanan yang kurang bergizi misalnya seperti: es,coklat,
gorengan, permen dan makan tidak teratur karena melakukan aktivitas belajar yang padat
sering menyebabkan terjadi gangguan pada pencernaan, sehingga proses penyerapan zat
besi dalam tubuh terganggu. Anemia dapat membawa dampak yang kurang baik bagi
remaja, Anemia yang terjadi pada remaja makadapat menyebabkan dampak keterlambatan
pertumbuhan fisik, gangguan perilaku serta emosional. Hal ini dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan dan perkembangan sel otak sehingga dapat menimbulkan dampak daya tahan
tubuh menurun, mudah lemas dan lapar, konsentrasi belajar terganggu, prestasi belajar
menurun serta dapat mengakibatkan produktifitas kerja yang rendah.

Definisi Status gizi

Status gizi (nutrition status) dapat didefinisikan sebagai ekspresi dari keadaan
keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat – zat gizi
tersebut. Kekurangan zat gizi makro seperti : energi dan protein, serta kekurangan zat gizi
mikro seperti : zat besi (Fe), yodium dan vitamin A makan akan menyebabkan anemi gizi,
dimana zat gizi tersebut terutama zat besi (Fe) merupakan salah satu dari unsur gizi sebagai
komponen pembentukan hemoglobin (Hb) atau sel darah merah.

2) Pembahasan
Pembahasan kasus 1 :
Status Gizi
Berdasarkan hasil penelitian, dari 123 sampel didapatkan 63 orang responden
memiliki status gizi normal, 52 orang dengan status gizi kurus dan 8 orang dengan
status gizi gemuk. Pada umumnya responden memiliki status gizi normal dengan rata-
rata IMT sebesar 19,96 kg/m, tetapi banyak pula yang memiliki status gizi kurus
dengan IMT paling rendah yaitu 16,01 kg/m. Status gizi pada remaja putri sering
dipengaruhi oleh perilaku makan dan body image.
Kebiasaan makan sehari-hari sangat berpengaruh terhadap pencapaian tubuh yang
ideal, misalnya saja pembatasan asupan makanan agar berat badan tidak berlebih.
Banyak remaja yang merasa tidak puas dengan penampilan dirinya sendiri, apalagi
yang menyangkut tentang body image atau persepsi terhadap tubuhnya, dimana bentuh
tubuh tinggi dan kurus merupakan hal yang diinginkan oleh remaja putri. Hal ini
terkadang membawa pengaruh buruk, banyak remaja yang menerapkan pola makan
tidak sehat demi mendapat tubuh ideal.
Kekurangan gizi pada remaja terjadi akibat pembatasan konsumsi makanan dengan
tidak memperhatikan kaidah gizi dan kesehatan sehingga asupan gizi secara kuantitas
dan kualitas tidak sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.
Pembatasan ini dipengaruhi oleh ketidak puasan body image. Ketidakpuasan pada
remaja putri dengan menganggap tubuh gemuk ini membuat remaja melakukan upaya
penurunan berat badan dengan pola yang salah sehingga hal tersebut akan
mempengaruhi status gizi. Penelitian yang dilakukan oleh Kusumajaya et al ini juga
menyatakan bahwa terdapat 12% remaja yang merasa gemuk padahal status gizi nya
normal.
Hubungan Status Gizi dengan Anemia
Hasil uji statistik chi-square dalam penelitian ini menunjukkan nilai p adalah
0,008 (p < 0,05) yang berarti bahwa terdapat hubungan bermakna antara status gizi
dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMAN 2 Sawahlunto. Pada hasil
penelitian ini dapat dilihat bahwa semakin baik status gizi responden akan mengurangi
risiko kejadian anemia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yu Qin
et al tahun 2013 di Cina yang menyatakan bahwa kadar hemoglobin cenderung
meningkat seiring dengan peningkatar IMT. Responden yang overweight/obesitas
memiliki rísiko lebih kecil menderita anemia dibandingkan dengan responden yang
memiliki status gizi normal.
Pada keadaan gizi buruk/kurang, asupan nutrisi berkurang, tubuh secara perlahan
akan melakukan proses adaptasi. Secara berangsur-angsur terjadi wasting dari jaringan
tubuh, metabolisme melambat, kebutuhan energi dan oksigen akan berkurang sehingga
sel darah merah yang dibutuhkan untuk mengangkut oksigen tersebut juga akan
berkurang. Jadi, pengurangan massa sel darah merah adalah konsekuensi normal dari
pengurangan massa tubuh. Selain itu, pada saat asupan nutrisi berkurang terjadi
pembatasan beberapa mikronutrien yang dibutuhkan dalam pembentukan sel darah
merah.
Sedangkan pada keadaan overweight I status gizi berlebih, anemia juga dapat
terjadi. Berdasarkan penelitian ini didapatkan sebesar 25% responden dengan status
gizi gemuk menderita anemia. Menurut Nead et al tahun 2004 pada keadaan beberapa
faktor yang berperan, yaitu ada pengaruh genetik/ras dan asupan yang tidak adekuat
dimana terbatasnya asupan makanan yang kaya besi. 19 Menurut Nadia et al tahun
2011 hal ini dapat terjadi karena adanya inflamasi kronis dan peningkatan produksi
leptin pada obesitas yang juga akan meningkatkan sekresi hepcidin dari hati yang
mana hepcidin tsb dapat mengurangi absorpsi dari asupan Fe. Maka terdapat hubungan
yang bermakna antara status gizi dengan kejadian anemia.

Pembahasan Kasus 2 :

Status Gizi

Status gizi dalam penelitian ini di kategorikan kurus, normal, gemuk, dan sangat
gemuk. Mayoritas remaja di perkotaan, yaitu sebanyak 88,6% memiliki status gizi
normal, tidak terdapat remaja putri dengan status gizi kurus. Status gizi remaja di
perdesaan lebih bervariasi meskipun mayoritas remaja putri di perdesaan juga
memiliki status gizi normal, yaitu sebanyak 80%. Berdasarkan uji bivariat, tidak
terdapat hubungan bermakna secara statistik antara faktor status gizi terhadap dengan
kejadian anemia gizi besi pada remaja putri di perkotaan (p=0,532) maupun perdesaan
(p=0,269). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Gupta et al., (2012) di India yang
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara IMT terhadap anemia pada
remaja putri. Begitu pula dengan penelitian Penelitian oleh Hanafi et al., (2013) bahwa
tidak ada hubungan signifikan antara status hemoglobin dengan indeks massa tubuh
pada remaja putri (P=0,902).

Citra Diri

Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna secara statistik


antara faktor citra diri terhadap dengan kejadian anemia gizi besi pada remaja putri di
perkotaan (p=0,798). Hasil serupa juga ditunjukkan oleh penelitian Goswani et al.,
(2012). Dalam penelitiannya Goswami et al., (2012), mengemukakan bahwa tidak ada
hubungan antara citra tubuh dengan anemia pada populasi yang diteliti (P=0,860).
Citra tubuh berhubungan secara tidak langsung dengan anemia gizi besi, dimana citra
tubuh mempengaruhi perilaku makan, perilaku makan berkaitan dengan pemilihan
makanan. Hal ini sesuai dengan penelitian Rahayu (2012) yang menyatakan ada
hubungan perilaku makan dengan tingkat konsumsi zat besi.

Asupan Protein
Terkait dengan asupan gizi protein, sebagian besar remaja putri baik di perkotaan
maupun perdesaan memiliki asupan protein kurang. Sebanyak 60% remaja putri
perkotaan dan 76% remaja putri di perdesaan memiliki asupan protein kurang. Asupan
protein dikategorikan kurang bila asupan sehari <80% (Widajayanti, 2010). Uji
bivariat menunjukkan bahwa asupan protein pada remaja putri diperkotaan
berhubungan dengan kejadian anemia gizi besi (p=0,0008) dengan nilai OR= 0,821
memperlihatkan bahwa remaja yang konsumsi proteinnya baik akan berisiko 0,821
lebih rendah untuk mengalami anemia dibanding dengan remaja yang asupan
proteinnya kurang.

Pembahasan Kasus 3 :

Berdasarkan data penelitian yang telah dilakukan, responden yang memiliki Status gizi
baik dengan positif anemia sebanyak 4 siswi (12,9%) hal ini disebabkan karena
kandungan zat gizi dalam makanan terutama zat besi yang dikonsumsi oleh siswi dan
faktor yang mempengaruhi peningkatan penyerapan zat gizi terutama zat besi dalam
tubuh. Zat besi merupakan salah satu komponen yang terpenting dalam pembentukan
hemoglobin atau sel darah merah dalam tubuh. Besi atau heme disini adalah bagian
dari hemoglobin dan mioglobin dimana keduanya banyak terdapat pada makanan -
makanan yang berasal dari protein hewani yang mempunyai kandungan gizi banyak
dan mudah menyerap zat besi dibandingkan dengan besi non heme, yang berasal dari
makanan – makanan yang banyak terdapat pada protein nabati. Selain dari faktor gizi
seperti yang disebutkan diatas anemia juga bias disebabkan karena faktor yang lain
misalnya seperti faktor infeksi nematoda usus yaitu khususnya cacing tambag ( Hook
worm spesies Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dimana cacing dewasa
melekat pada dinding usus dan melukai mukosa usus serta terjadi perdarahan dan
selain itu cacing dewasa juga menghisap darah sebanyak 0,2- 0,3 ml darah setiap
harinya, selain cacing Necator americanus dan Ancylostoma duodenale cacing
Trichuris trichiura juga dapat menyebabkan anemia dimana cacing dewasa pada
infeksi kronis setiap hari dapat menghisap darah kurang lebih 0,005 ml.14 Responden
yang memiliki gizi baik tetapi tidak mengalami anemia sebanyak 27 siswi ( 87,1 % )
hal ini disebabkan karena makanan yang dikonsumsi oleh responden sudah
mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh responden, sehingga terjadi
keseimbangan antara zat gizi yang dikonumsi oleh responden dengan zat gizi yang
diperlukan oleh tubuh.8 Responden yang memiliki status gizi kurang dengan positif
anemia sebanyak 13 siswi ( 100,0 % ) dimana hal ini disebabkan karena asupan gizi
dalam tubuh kurang dan hal ini menyebabkan kebutuhan gizi dalam tubuh tidak
terpenuhi terutama kebutuhan gizi seperti zat besi dimana zat besi merupakan salah
satu komponen terpenting dalam pembentukan hemoglobin, dengan kurangnya asupan
zat besi dalam tubuh akan menyebabkan berkurangnya bahan pembentuk sel darah
merah, sehingga sel darah merah tidak dapat melakukan fungsinya dalam mensuplai
oksigen yang akan mengakibatkan terjadinya anemia.8,15 Responden dengan status
gizi kurang tetapi tidak mengalami anemia sebanyak 0 siswi ( 0,0 % ) hal ini
disebabkan karena tidak semua orang yang mempunyai status gizi kurang akan disertai
dengan kurangnya zat besi dalam tubuh, hal ini dikarenakan cadangan zat besi yang
ada di dalam tubuh masih mencukupi untuk proses pembentukan sel darah merah
didalam tubu.15 Hubungan antara status gizi dengan anemia telah disajikan dengan
menggunakan uji Chi-Square, berdasarkan uji Chi-Square tersebut diperoleh nilai
significancy 0,000 yang menunjukkan bahwa hubungan antara status gizi dengan
anemia bermakna. Kesimpulan dari hasil tersebut, maka ada hubungan yang bermakna
antara status gizi dengan anemia.10Hasil penelitian ini mendukung penelitian
sebelumya yang dilakukan mahasiswa Universitas Negri Semarang yang menyatakan
ada hubungan antara statug gizi dan menstruasi dengan kejadian anemia pada santri
putri pondok pesantren Al-hidayah. Dalam penelitiannya tersebut disebutkan bahwa
sntri putri yang memiliki status gizi kurang dan menderita anemia sebanyak 95,7 %,
dan santri putri yang emiliki status gizi baik dan menderita anemia sebanyak 54,5 %.
Akan tetapi hasilini berbeda dengan penelitian yang dilakukan mahasiswa fakultas
kedokteran Universitas Diponegoro yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara status antropometri metode IMT dengan kadar Hb. Namun dengan
menggunakan metode LLA terdapat hubungan yang bermakna dengan kadar Hb. Pada
studi lain yang dilakukan pada remaja putri yang bersekolah di Kavar, Iran, terdapat
hubungan yang signifikan antara status gizi antropometri metode BMI dengan kadar
Hb.
3) Hasil Penelitian
Hasil Penelitian kasus 1 :
Pada penelitian ini didapatkan prevalensi anemia pada remaja putri di SMAN 2
Sawahlunto sebesar 70,7% dengan rata-rata kadar Hb yaitu 11,32 g/dl. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Kaur et al tahun 2006 terhadap remaja putri
India, yaitu didapatkan rata-rata kadar Hb adalah 11,35 g/dl dengan prevalensi anemia
sebesar 59.8%.
Penelitian yang dilakukan oleh Kaur et al tahun 2006 menyimpulkan bahwa
remaja putri dengan asupan harian besi <14 mg cenderung akan menderita anemia 5x
lipat dibandingkan dengan remaja putri yang asupan hariannya >20 mg (OR=5.09,
CI=2.84- 9.11). Sedangkan remaja dengan asupan harian besi 14-20 mg juga akan
cenderung menderita anemia sebesar 2x lipat dibanding remaja putri yang asupan
hariannya >20 mg (OR=2.07, CI=1.17-3.64). Penelitian ini juga mendapatkan bahwa
remaja dengan pola makan vegetarian akan cenderung berisiko terhadap kejadian
anemia (OR=8.54, CI=5.7-12.8)."
Remaja putri termasuk salah satu kelompok yang rentan terhadap kejadian
anemia. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya anemia, salah satu
faktor yang paling berkontribusi adalah defisensi zat besi. Hal ini terjadi akibat asupan
nutrisi yang tidak mempertimbangkan menu seimbang yang meliputi unsur
karbohidrat, lemak, protein, zat besi, vitamin, mineral dan lain lain. Pola konsumsi
makanan juga mempunyai peran besar terhadap kejadian anemia.
Hasil Penelitian Kasus 2 :
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 120 remaja putri, dengan rincian 70
berasal dari sekolah di perkotaan dan 50 berasal dari sekolah di perdesaan. Sebagian
besar sampel berusia sama antara kota dan desa, yaitu 16 tahun, dengan usia terendah
15 dan tertinggi 17 tahun. Berdasarkan pemeriksaan hemoglobin (Hb) sebagian
sampel mengalami anemia, yaitu 92,9% sampel remaja putri perkotaan dan 76%
sampel remaja putri perdesaan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Permaesih (2005)
Remaja yang tinggal diperkotaan berisiko mengalami anemia sebesar 0,8 kali
dibanding remaja di perdesaan.
Hasil Penelitian Kasus 3 :
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah 3 semarang
yang berlokasi di jalan Tentara Pelajar No 91 Semarang Jawa Tengah, dimana Sekolah
Menengah Pertama Muhammadiyah 3 Semarang ini berdiri sejak tahun 1971 sampai
sekarang, saat ini Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah 3 Semarang telah
terakreditasi “A” dimana didalam sekolah ini terdiri dari 191 murid kelas 7, 171 murid
kelas 8 dan 214 murid kelas 9 dimana keseluruhan murid Sekolah Menengah Pertama
Muhammadiyah 3 berjumlah 576 murid yang terdiri dari 322 siswa dan 254 siswi.
Umur responden dalam penelitian ini berkisar antara 13 tahun sampai dengan 15 tahun
dengan rata rata 13,57 dan standar deviasi 0,759.

Distribusi frekuensi umur siswi SMP Muhammadiyah 3 Semarang sebagai berikut :

Tabel 1 Distribusi frekuensi umur siswi SMP Muhammadiyah 3 Semarang

Umur Frekuensi Presentasi (%)

13 26 59,1

14 11 25,

15 7 15,9

Jumlah 44 100,0

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat responden dengan umur 13 tahun sebanyak 26 siswi
( 59,1 % ), responden dengan umur 14 tahun sebanyak 11 siswi ( 25,0 % ), dan
responden dengan umur 15 tahun sebanyak 7 siswi ( 15,9 % ). Skor status gizi berkisar
antara -2,575 sampai dengan 1,975 dengan rata rata -0,61505 dan standar deviasi
1,305196. Distribusi frekuensi status gizi pada remaja putri SMP Muhammadiyah 3
Semarang sebagai berikut :

Tabel 2 Distribusi frekuensi status gizi remaja putri SMP Muhammadiyah 3 Semarang

Status Gizi Frekuensi Presentasi (%)

Baik 31 70,5
Kurang 13 29,5

Jumlah 44 100,0

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat responden dengan status gizi baik sebanyak 31 siswi
(70,5 % ) dan responden yang memiliki status gizi kurang hanya sebanyak 13 siswi
(29,5 % ). Skor anemia berkisar antara 9,90 sampai dengan 13,89 dengan rata rata
12,4475 dan standar deviasi 1,18915. Distribusi frekuensi anemia padaremaja putri
SMP Muhammadiyah 3 semarang sebagai berikut: Tabel 3 Distribusi frekuensi status
anemia pada remaja putri SMP Muhammadiyah 3 Semarang

Status Anemia Frekuensi Presentasi (%)

Anemia 17 38,6

Tidak anemia 27 61,4

Jumlah 44 100,0

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat responden yang tidak anemia sebanyak 27 siswi
( 61,4% ), dan responden yang memiliki anemia hanya sebanyak 17 siswi ( 38,6 % ).
Tabel 4 Distribusi frekuensi status gizi dengan anemia pada remaja putri SMP
Muhammadiyah 3 Semarang

Status gizi Status Anemia

Anemia Tidak anemia Jumlah

Kurang 13 ( 100,0 % ) 0 ( 0,0 % ) 13 ( 100,0% )

Baik 4 ( 12,9 %) 27 ( 87,1% ) 31 ( 100,0% )

Jumlah 17 ( 38,6% ) 27 ( 61,4% ) 44 ( 100,0% )

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki status gizi baik
dengan anemia sebanyak 4 siswi ( 12,9 % ), responden yang memiliki status gizi baik
tetapi tidak anemia sebanyak 27 siswi ( 87,1 % ), responden yang memiliki status gizi
kurang dengan anemia sebanyak 13 siswi ( 100,0 % ),dan responden yang memiliki
status gizi kurang tetapi tidak anemia sebanyak 0 siswi ( 0,0 % ). Berdasarkan hasil Uji
Chi-Square maka diperoleh nilai significancy 0,000 atau kurang dari 0,05 yang
menunjukkan bahwa hubu ngan antara status gizi dengan anemia bermakna.

4) Metode Penelitian
Metode Penelitian Kasus 1 :
Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan rancangan cross
sectional. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan
kadar Hb terhadap 123 orang siswa remaja putri kelas I dan II SMAN 2 Sawahlunto.
Kriteria inklusi adalah semua siswa yang bersedia menjadi responden dengan
menandatangani informed consent, sedangkan kriteria ekslusi adalah remaja putri
yang memiliki riwayat haid abnormal, pindah sekolah dan yang menderita penyakit
kronis. Data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
secara langsung melalui pengukuran berat dan tinggi badan untuk menghitung status
gizi dengan cara menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) dan pengukuran kadar
hemoglobin dengan metode Cyanmethemoglobin oleh petugas laboratorium
Puskesmas Sei Durian Kota Sawahlunto. Data sekunder diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kota Sawahlunto tentang hasil skrining anemia pada remaja putri dan data
siswa dari SMAN 2 Sawahlunto. Selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data
menggunakan uji chi-square secara komputerisasi.

Metode Penelitian Kasus 2 :


Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan menggunakan desain
cross sectional. Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam ) bulan mulai bulan Maret –
Agustus 2015. Tempat penelitian ini adalah di SMA Negeri 2 Purwokerto mewakili
daerah perkotaan dan MA Al Ikhsan mewakili daerah perdesaan, dengan jumlah
sampel total minimal 100 remaja putri.
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dengan jawaban tertutup untuk
melihat gambaran faktor intern dan ekstern penyebab anemia yaitu kuesioner
pengetahuan gizi, menstruasi dan keadaan lingkungan sosial ekonomi keluarga.
Kuesioner sebelum digunakan telah di uji coba pada 30 remaja putri yang bersekolah
di SMA/MA/SMK di Kabupaten Banyumas dan diperbaiki hingga semua pertanyaan
uji validitas dan reliabilitasnya sesuai (p<0,05). Kuesioner terbuka berupa folmulir
food recall untuk melihat asupan. Pengukuran berat badan menggunakan timbangan
injak digital dengan ketelitian 0,1 kg dan microtoice untuk pengukuran tinggi badan
dengan kapasitas 2 meter dan ketelitian 0,1 cm. Status gizi remaja dihitung menurut z
score IMT per umur. Sedangkan pengukuran kadar hemoglobin darah menggunakan
strip test dengan bantuan perawat. Data dianalisa secara
univariat untuk melihat karakteristik sampel. Analisis bivariat menggunakan analisis
chi-square menggunakan tingkat signifikansi α = 5% untuk menganalisis hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Metode Penelitian Kasus 3 :

Penelitian yang dilakukan ini bersifat penelitian analitik observasional dengan


pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi Sekolah
Menengah Pertama Muhammadiyah 3 Semarang yang berjumlah 254 siswi dengan
rincian sebagai berikut. Sampel penelitian pada penelitian ini adalah siswa Sekolah
Menengah Pertama Muhammadiyah 3 Semarang yang memiliki rentang usia 13-15
tahun (remaja tengah) dan sesuai dengan kriteria inklusi yaitu siswi yang
sudahmenstruasi, siswi yang tidak sedang menstruasi, tidak mengkonsumsi tablet Fe,
siswi yang tidak menderita penyakit yang berat seperti (tumor/kanker, ginjal, infeksi
nematode usus, kelainan darah, dan gastritiskroonis), siswi yang tidak menderita
penyakit dalam 1 bulan yang lalu seperti (rawat inap di rumah sakit dan diare) dan
bersedia mengikuti penelitian sebagai responden dengan kesediaan orang tua mengisi
informed consent.Besar sampel yang didapatkan yaitu 44 siswi diperoleh dengan
caranon random sampling yaitupurposive sampling. Data status gizi yang
dikumpulkan dengan melakukan penimbangan berat badan dan perhitungan berat
badan berdasarkan umur, data anemia yang dikumpulkan dengan melakukan
pemeriksaan kadar Hemoglobin menggunakan metode cyanmethemoglobin.9Data
yang diperoleh dari hasil penelitian diolah dan dianalisis untuk mengetahui hubungan
antara status gizi dengan anemia. Analisis bivariate yaitu menggunakan uji Chi
Square.

Anda mungkin juga menyukai