Nama Kelompok :
Dita Millenia
Dinda Pratiwi
Elsa Putri
Wellira Sahputri
Dosen Pembimbing:
Nurhamidah, M.Biomed
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya maka dapat
menyelesaikan makalah Diet penyait infeksi dan defisiensi “TERAPI DIET PADA PASIEN
ANEMIA GIZI”
Dalam penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan, baik
pada teknis penulisan maupun materi mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun penulis harapkan demi
mencapai kesempurnaan makalah berikutnya.
Sekian saya sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Anemia adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan kulit dan membran mukosa
pucat, dan pada test laboratorium didapatkan Hitung Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Hm),
dan eritrosit kurang dari normal. Rendahnya kadar hemoglobin itu mempengaruhi
kemampuan darah menghantarkan oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh yang
optimal. Anemia adalah penurunan kuantitas atau kualitas sel-sel darah merah dalam
sirkulasi, yang dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah, peningkatan
kehilangan sel darah merah melalui perdarahan kronik atau mendadak, atau lisis (destruksi)
sel darah merah yang berlebihan (Elizabeth Corwin, 2002).
Dimana insidennya 30% pada setiap individu di seluruh dunia. Prevalensi terutama
tinggi di negara berkembang karena faktor defisiensi diet dan atau kehilangan darah akibat
infeksi parasit gastrointestinal. Umumnya anemia asemtomatid pada kadar hemoglobin diatas
10 gr/dl, tetapi sudah dapat menyebabkan gangguan penampilan fisik dan mental.
Bahaya anemia yang sangat parah bisa mengakibatkan kerusakan jantung, otak dan organ
tubuh lain, bahkan dapat menyebabkan kematian. Sel darah merah mengandung hemoglobin
yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya ke
seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau
jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen
dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.
Anemia bukan suatu penyakit tertentu, tetapi cerminan perubahan patofisiologik yang
mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan
konfirmasi laboratorium (Baldy, 2006). Anemia merupakan masalah medik yang paling
sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, disamping berbagai masalah kesehatan utama
masyarakat, terutama di negara berkembang, yang mempunyai dampak besar terhadap
kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik (Bakta, 2006).
2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian anemia ?
2. Apa Klasifikasi anemia ?
3. Apa penyebab anemia ?
4. Apa patofisiologi anemia ?
5. Apa pencegahan anemia ?
3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian anemia
2. Untuk mengertahui klasifikasi anemia
3. Untuk mengetahui penyebab anemia
4. Untuk mengetahui patofisiologi anemia
5. Untuk mengetahui pencegahan anemia
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ANEMIA
B. Klasifikasi Anemia
1. Anemia Nutrisional
Terdapat banyak faktor yang bisa menyebabkan anemia defisiensi besi. Kondisi
tersebut antara lain:
Anemia yang tidak tertangani dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan
komplikasi yang membahayakan. Salah satunya adalah masalah pada jantung, seperti
detak jantung yang cepat dan tidak beraturan. Kondisi ini dapat
memicu kardiomegali atau gagal jantung. Untuk wanita hamil, komplikasi yang
timbul dari anemia defisiensi besi adalah kelahiran prematur atau berat badan lahir
yang rendah pada bayi. Pada bayi dan anak-anak, komplikasi yang dapat muncul
adalah gangguan pertumbuhan. Selain itu, anak-anak penderita anemia ini juga rentan
terkena infeksi. Kondisi ini dapat dicegah dengan memberi asi pada bayi selama 1
tahun, dan memberi sereal yang diperkaya zat besi (setelah bayi berusia 6 bulan)
sampai bayi bisa mengonsumsi makanan padat lainnya.
Meningkatkan Asupan Zat Besi
Penderita anemia defisiensi zat besi memerlukan tambahan asupan zat besi dari
makanan. Oleh karena itu, para penderita disarankan untuk lebih banyak
mengonsumsi:
Anemia defisiensi vitamin B12 atau folat (vitamin B9) adalah kondisi yang
berkembang ketika tubuh kekurangan vitamin B12 atau folat. Keadaan ini yang
menyebabkan tubuh menghasilkan sel darah merah yang tidak berfungsi dengan
baik. Anemia jenis ini akan terjadi, jika asupan makanan dengan vitamin B12 atau
folat pada tubuh tidak cukup, atau mengalami kesulitan memproses/menyerap zat-
zat tersebut.
Langkah pencegahan dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan yang kaya akan
vitamin B12 dan folat. Sumber vitamin B12 yang baik adalah daging, telur, ikan
salmon, ikan kod, sereal, produk kedelai, susu, dan produk olahan susu. Bagi
vegetarian atau vegan, ada produk pengganti untuk daging dan produk olahan susu.
Sedangkan sumber folat yang baik, di antaranya beras cokelat, kol, brussel, brokoli,
asparagus, kacang polong, dan kacang arab.
Tembaga adalah mineral yang bermanfaat untuk mencegah dan mengobati defisiensi
tembaga. Manfaat tembaga adalah membantu tubuh menggunakan zat besi dan gula,
serta berguna dalam menjalankan fungsi saraf dan pertumbuhan tulang. Pada bayi,
tembaga berperan penting dalam membantu perkembangan otak, sistem kekebalan
tubuh, dan pertumbuhan tulang yang kuat. Tembaga sangat penting karena
kekurangan tembaga dapat memicu penyakit anemia dan osteoporosis. Dalam
kondisi normal, kebutuhan tembaga dapat terpenuhi melalui makanan. Namun, saat
seseorang tidak dapat mencukupi kebutuhan tembaga dari makanan atau mengalami
defisiensi tembaga, maka diperlukan suplemen tambahan.
Ada beberapa kondisi yang membuat seseorang perlu mendapat asupan tembaga,
misalnya:
Diare.
Gangguan pencernaan, ginjal, dan pankreas.
Luka bakar.
Menjalani operasi bedah perut.
Stres berkepanjangan.
Suplemen tembaga biasanya tersedia dalam bentuk tablet dan kapsul. Berikut adalah
pembagian dosis tembaga berdasarkan tujuan penggunaannya:
Untuk mengatasi defisiensi Dosis yang diberikan akan disesuaikan dengan kondisi
dan usia penderita, serta seberapa parah tingkatan defisiensi tembaga yang dialami.
Anemia sel sabit adalah jenis anemia akibat kelainan genetik di mana bentuk sel
darah merah tidak normal sehingga mengakibatkan pembuluh darah kekurangan
pasokan darah sehat dan oksigen untuk disebarkan ke seluruh tubuh. Dalam
kondisi normal, bentuk sel darah merah itu bundar dan lentur sehingga mudah
bergerak dalam pembuluh darah, sedangkan pada anemia sel sabit, sel darah
merah berbentuk seperti sabit yang kaku dan mudah menempel pada pembuluh
darah kecil. Akibatnya, aliran sel darah merah yang mengandung hemoglobin atau
protein pembawa oksigen terhambat hingga menimbulkan nyeri dan kerusakan
jaringan.
Anemia sel sabit bukanlah penyakit menular. Kondisi ini disebabkan mutasi gen
yang diturunkan dari kedua orang tua (harus keduanya) atau disebut resesif
autosomal. Sedangkan anak yang mewarisi mutasi gen hanya dari salah satu
orang tua hanya jadi pembawa penyakit anemia sel sabit dan tidak menunjukkan
gejala apa pun. Mutasi gen pada penderita anemia sel sabit menyebabkan produksi
sel darah merah dengan bentuk yang tidak normal, sehingga menimbulkan berbagai
gangguan pada tubuh.
Adanya penyumbatan pada pembuluh darah bisa menurunkan fungsi atau bahkan
merusak organ-organ tubuh, seperti ginjal, limpa, hati, dan otak. Kondisi ini dapat
menimbulkan beberapa komplikasi, di antaranya:
Kulit pucat
Mudah lelah
Terlihat lemah
Pusing
Tidak nafsu makan
Sulit berkonsentrasi
Mudah marah
Jantung berdebar
Sesak napas
Selain kurang darah, terdapat beberapa kelainan yang dapat dialami oleh penderita
thalasemia, seperti:
Penyakit kuning.
Kelainan bentuk wajah, seperti tupai.
Perut membengkak, akibat pembesaran organ limpa (splenomegali) dan
pembesaran hati (hepatomegali).
penyebab thalasemia
Thalasemia terjadi akibat kelainan genetik. Gen yang mengalami kelainan (mutasi)
adalah gen yang menghasilkan komponen sel darah merah (hemoglobin). Kondisi
ini menyebabkan gangguan produksi sel darah merah yang sehat, sehingga sel
darah merah akan lebih cepat dihancurkan. Kondisi ini membuat penderita
thalasemia mengalami anemia atau kurang darah. Jika salah satu orang tua
memiliki kelainan genetik yang menyebabkan thalasemia, anak yang dilahirkan
berisiko mengalami thalasemia jenis ringan (thalasemia minor). Namun jika kedua
orang tua memiliki kelainan genetik ini, anak yang dilahirkan berisiko mengalami
thalasemia yang berat, yaitu thalasemia mayor. Selain berdasarkan tingkat
keparahannya, thalasemia juga dapat dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan rantai gen
yang rusak, yaitu thalasemia alfa dan thalasemia beta.
Diagnosis Thalasemia,
Thalasemia dapat diketahui melalui gejala yang timbul, serta pemeriksaan yang
dilakukan oleh dokter. Dokter akan melakukan pemeriksaan darah untuk melihat
kelainan sel darah merah dan kelainan genetik penyebab thalasemia.
Komplikasi Thalasemia,
a. Anak-anak:
Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
Menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan otak.
Meningkatkan risiko menderita penyakit infeksi karena system imun menurun.
b. Wanita:
Anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit.
Menurunkan produktivitas kerja.
Menurunkan kebugaran.
c. Remaja putri:
Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal.
Menurunkan kemampuan fisik olahragawati.
Mengakibatkan muka pucat.
d. Ibu hamil:
Menimbulkan perdarahan sebelum atau saat persalinan.
Meningkatkan risiko melahirkan Bayi dengan Berat Lahir Rendah atau BBLR
(<2,5 kg).
Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan/atau bayinya.
D. Patofisiologi anemia gizi
Anemia gizi besi terjadi ketika pasokan zat besi tidak mencukupi untuk pembentukan sel
darah merah optimal, sehingga sel sel darah merah yang terbentuk berukuran lebih kecil
(mikrositik), warna lebih muda (hipokromik). Simpanan besi dalam tubuh termasuk besi
plasma akan habis terpakai lalu konsentrasi transferin serum mengikat besi untuk
transportasinya akan menurun. Simpanan zat besi yang kurang akan menyebabkan deplesi zat
massa sel darah merah dengan hemoglobin yang di bawah normal, setelah itu pengangkutan
darah ke sel-sel di berbagai bagian tubuh juga berada di bawah kondisi normal (Irianto,
2014).
E. Pencegahan Anemia
a. Makan-makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan, hati,
ayam, telur) dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna hijau tua, kacang-
kacangan dan tempe).
b. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang mengandung sumber vitamin C yang
bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi, misalnya daun katuk, daun
singkong, bayam, jambu, jeruk, tomat, dan nanas.
c. Minum 1 tablet penambah darah setiap hari khususnya saat mengalami haid.
d. Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia segera konsultasikan ke dokter
untuk mencari penyebabnya dan diberikan pengobatan.
e. Menghindari atau mengurangi minum kopi, teh, es teh, minuman yang
mengandung karbonat dan minum susu pada saat makan yang akan menghambat
penyerapan asupan zat besi di dalam tubuh.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
https://www.academia.edu/20805804/TERAPI_NUTRISI_PADA_ANEMIA
https://www.alodokter.com/anemia-defisiensi-besi/gejala
https://www.halodoc.com/kesehatan/anemia-defisiensi-vitamin-b12-dan-folat
https://www.halodoc.com/kesehatan/anemia-defisiensi-vitamin-b12-dan-folat