Anda di halaman 1dari 34

SIAGA BENCANA DAN PPGD

PENCEGAHAN KESAKITAN DAN KEMATIAN


PADA SITUASI KRISIS BENCANA

Dosen Pembimbing
Megawati, S.ST., M.Keb

Kelompok 2
Annisa Silvia Putri P07124220006
Aulia Syafitri P07124220007
Avionita Dwi Shofiyanti P07124220013
Ghina Aulia Rahmi P07124220024
Halimah P07124220025
Husnul Aisyiah P07124220027
Jesica Claudia P07124220031
Khoirun Nisa P07124220032
Kurnia Nurul Khadjijah P07124220033
Mila Fahrina P07124220037
Noor Azizah P07124220044
Nurliani P07124220053

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PRODI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN
TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “Pencegahan
Kesakitan dan Kematian pada Situasi Krisis Bencana”.
Selesainya makalah ini berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipahami dan diterapkan oleh semua pihak
yang membacanya dan dapat berguna dalam kegiatan perkuliahan. Kami
menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna.
Olh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca terhadap makalah ini. Kami beharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca semua. Aamiin.

Banjarbaru, 18 Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................
KATA PENGANTAR...........................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
A. Latar Belakang.......................................................................................
B. Tujuan....................................................................................................
C. Manfaat..................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................
A. Penyebab Mengapa Kesehatan Maternal dan Neonatal Sangat
Penting pada Krisis Kesehatan.............................................................
B. Tindakan Prioritas untuk Kesehatan Maternal dan Neonatal
sebagai Bagian dari PPAM...................................................................
C. Penyediaan Pelayanan ANC dan PNC setelah Situasi ebih anjut
Stabil dan Memungkinkan..................................................................
D. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal yang Berkualitas
18
BAB III PENUTUP..............................................................................................
A. Kesimpulan.........................................................................................
B. Saran...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi geografis negara Indonesia yang terletak diantara bertemunya
lempeng tektonik Australia, Asia dan Pasifik menyebabkan Indonesia lebih
sering atau rentan terhadap kejadian bencana alam. Oleh karena pertemuan
tiga lempeng ini, Indonesia seringkali dikenal dengan sebutan “The Rings of
Fire” yang artinya Cincin Api, cincin apai ini merupakan jajaran gunung api
seluas 40.00 km yang terbentang disepanjang cekungan Samudra Pasifik, oleh
karena itu negara Indonesia sering mengalami gempa bumi dan letusan
gunung berapi. Selain bencana gempa bumi dan gunung berapi, Indonesia juga
rentan terhadap bencana geologis seperti tanah longsor, banjir, angina putting
beliung. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, menyatakan bencana merupakan peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh factor alam atau factor
non alam sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana alam
merupakan serangkaian peristiwa oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Berdasarkan laporan data infografis BNPB sepanjang tahun2020 terdapat
4.650 total kejadian bencana di Indonesia terhitung sejak 1 Januari 2020
hingga 31 Desember 2020.
Ibu hamil, ibu pascapersalinan dan bayi baru lahir merupakan kelompok
rentan, terlebih pada saat bencana. Mereka memiliki kebutuhan yang berbeda,
sehingga diperlukan penanganan yang tersendiri, misalnya untuk pemenuhan
kebutuhan gizi, pemantauan ibu hamil risiko tinggi, pemantauan ibu pasca-
persalinan, dll. Pada situasi normal, Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi dan jumlah kematian akan
dapat meningkat pada situasi krisis kesehatan sehingga upaya mencegah
meningkatnya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal harus menjadi

1
prioritas penting. Pada situasi krisis kesehatan, pelayanan kesehatan
reproduksi ada kalanya tidak tersedia bahkan justru meningkat pada situasi
bencana. Ibu hamil dapat melahirkan sewaktu-waktu dan bisa saja terjadi
komplikasi, sehingga membutuhkan layanan kesehatan reproduksi berkualitas.
Penanggung jawab komponen maternal neonatal harus berkoordinasi untuk
memastikan setiap ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi baru lahir mendapatkan
pelayanan yang dibutuhkan. Memastikan petugas dapat menjangkau ibu hamil
dan ditempatkan di dalam satu tempat khususnya untuk ibu hamil yang akan
melahirkan dalam waktu dekat. Memastikan asupan gizi yang cukup bagi
kelompok rentan khususnya ibu hamil dan ibu menyusui, dan bayi baru lahir.
Masalah yang nampak saat ini adalah masalah kesehatan ibuhamil dan anak
diantaranya adalah kekurangan, kebersihan dan rentanterkena penyakit lainnya
seperti diare, ISPA dan yangbaru-baru ini adalah penyakit malaria hingga
masalahkomplikasi saat persalinan seperti pendarahan dan infeksi.
Data United Nations Population Fund (UNFPA) dan Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) melaporkan bahwa ada sekitar 61% dari kematian ibu yang
terjadi di negara negara yang rawan bencana pada tahun 2015. Lebih dari
sepertiga dari kasus kematian ibu terjadi ditengah bencana, salah satu
penyebabnya adalah kurangnya peralatan dan sistem perawatan kesehatan
dalam situasi bencana (Hesti, Yetti, and Erwani 2019). Pada tanggal 26
Desember 2004 pada kasus Tsunami di Oxfram yang terjadi melaporkan
bahwa pada Tsunami Sumadera Hindia terdapat 77% korban meninggal adalah
perempuan. Hal ini di garis besarkan akibat sebagian besar tenaga kesehatan
yang hanya berfokus pada penanganan awal korban bencana. Sehingga kurang
responsi tenaga kesehatan terhadap kesehatan reproduksi wanita di situasi
bencana (Arivia 2015).
Pelayanan kesehatan reproduksi pada saat bencana seringkali tidak tersedia
karena tidak dianggap sebagai prioritas, padahal selalu ada ibu hamil, ibu
bersalin dan bayi baru lahir yang membutuhkan pertolongan dalam situasi
krisis bencana. Pada saat bencana, bila pemberian pelayanan kesehatan
reproduksi dilaksanakan sesegera mungkin, dapat mencegah meningkatnya

2
kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Selain itu meskipun kasus
kekerasan seksual bersifat nyata pada situasi bencana, namun hanya sedikit
layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang tersedia pada situasi tersebut.
Padahal layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang nondiskriminatif dan
peka gender sangat dibutuhkan oleh korban. Selain itu, masih banyak korban
dan penyintas yang belum mendapatkan dukungan medis, layanan Sexual
Gender Based Violence (SGBV), dan akses kontrasepsi. Ketika layanan medis
tersedia, perempuan kembali lagi dihadapkan pada persoalan klasik dalam
dimensi gender yakni minimnya ruang-ruang privasi yang pada akhirnya akan
menghambat mereka untuk bersuara dan mendapatkan rasa aman dari
kekerasan (BNPB 2018).
Upaya pemerintah memberikan pelayanan kesehatan dalam kondisi krisis
akibat bencana terus ditingkatkan namun belum optimal, baik dari tenaga
kesehatan yang terlatih, peralatan, kompetensi maupun pengetahuan tenaga
kesehatan tersebut dalam hal ini salah satunya adalah tenaga bidan. Akibatnya
pelayanan masih terbatas pada penanganan masalah kesehatan secara umum,
sedang kesehatan reproduksi belum menjadi prioritas dan seringkali tidak
tersedia (Nurtyas 2019).
Kontribusi perawat dan bidan didapatkan beberapa komponen yang
dirasakan masih kurang yaitu tentang pembentukan gugus dan tim siaga
bencana. Pendidikan dan pelatihan terhadap bidan dan perawat untuk
meningkatkan kapasitas dalam manajemen kesiagaan bencana (Hesti, Yetti,
and Erwani 2019).
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang telah diakui oleh pemerintah dan
telah menyelesaikan pendidikan kebidanan yang pada umumnya bekerja di
puskesmas atau yang berada di masyarakat/komunitas yang paling dekat
terkena dampak dari bencana. Kontribusi bidan terhadap bencana/pengurangan
resiko darurat atau kesiapsiagaan sangat penting. Hal ini didukung oleh fakta
yang dari WHO yang menyebutkan bahwa kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan
perempuan perlu diperhatikan dalam manajemen korban massal sehingga
International Confederation of Midwives (ICM) asosiasi anggotanya untuk

3
memastikan bahwa bidan dapat berpartisipasi dan mengambil peran dalam
kesiapsiagaan bencana (Hesti et.al., 2019).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yaitu untuk menjelaskan dan memaparkan teori mengenai
pencegahan kesakitan dan kematian pada situasi krisis bencana secara
umum.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui penyebab spesifik mengapa kesehatan maternal
dan neonatal sangat penting pada krisis kesehatan.
b. Untuk mengetahui dan memahami tindakan prioritas untuk kesehatan
maternal dan neonatal sebagai bagian dari PPAM pada situasi darurat
bencana.
c. Untuk mengetahui apa saja penyediaan pelayanan ANC dan PNC
setelah situasi lebih lanjut stabil dan memungkinkan pada situasi
darurat bencana.
d. Untuk mengetahui apa saja pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal yang berkualitas pada situasi darurat bencana.

C. Manfaat
Mahasiswa dapat memahami apa saja penyebab mengapa kesehatan
maternal dan neonatal sangat penting, selain itu juga mengetahui tindakan
prioritas yang harus dilakukan pada saat situasi darurat bencana. Pada
penyediaan pelayanan juga diharapkan dapat memahami mengenai apa saja
penyedian pelayanan yang berkualitas dan memungkinkan pada situasi
bencana.
D.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Penyebab Mengapa Kesehatan Maternal dan Neonatal Sangat Penting


pada Krisis Kesehatan
Ibu hamil, ibu pascapersalinan dan bayi baru lahir merupakan kelompok
rentan, terlebih pada saat bencana. Mereka memiliki kebutuhan yang berbeda,
sehingga diperlukan penanganan yang tersendiri, misalnya untuk pemenuhan
kebutuhan gizi, pemantauan ibu hamil risiko tinggi, pemantauan ibu pasca-
persalinan, dll. Pada situasi nomal, Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi dan jumlah kematian akan
dapat meningkat pada situasi krisis kesehatan sehingga upaya mencegah
meningkatnya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal harus menjadi
prioritas penting.
Dalam situasi darurat bencana, kebutuhan akan kesehatan ibu dan anak
sering kali terabaikan. Risiko komplikasi pada perempuan ketika hamil
maupun bersalin karena terpaksa harus melahirkan tanpa bantuan tenaga
kesehatan terlatih. Risiko terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, kekrasan
seksual dan gangguan psikologis dapat juga terjadi dalam situasi bencana.
Ketersediaan layanan kesehatan ibu dan anak pada situasi bencana akan
menyelamatkan jiwa.
Kesehatan ibu dan anak pasca bencana merupakan hal yang kritis terutama
ibu dan anak dalam pengungsian. Wanita, anak-anak, orang yang berusia
lanjut, ataupun orang cacat adalah kelompok yang harus diperhatikan secara
khusus dalam masa pengungsian. Hal ini karena rawannya pelanggaran
terhadap hak asasi mereka selama tinggal di pengungsian, misalnya,
kesehatan, pelecehan seksual, diskriminasi, dan pembatasan akses. Dengan
demikian, sangat penting pemerintah menjamin perlindungan atas diri mereka
dan memberi kesempatan bagi mereka untuk berpartisipasi dalam mengelola
tempat dan sarana pengungsian sehingga mampu memenuhi dan melindungi
hak asasi mereka. Hal ini termaktub dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun

5
1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 41 ayat 2: "Setiap penyandang cacat,
orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak berhak memperoleh
kemudahan dan perlakuan khusus".
Pada situasi krisis kesehatan, pelayanan kesehatan reproduksi ada kalanya
tidak tersedia bahkan justru meningkat pada situasi bencana. Ibu hamil dapat
melahirkan sewaktu- waktu dan bisa saja terjadi komplikasi, sehingga
membutuhkan layanan kesehatan reproduksi berkualitas. Penanggung jawab
komponen maternal neonatal harus berkoordinasi untuk memastikan setiap ibu
hamil, ibu melahirkan dan bayi baru lahir mendapatkan pelayanan yang
dibutuhkan. Memastikan petugas dapat menjangkau ibu hamil dan
ditempatkan di dalam satu tempat khususnya untuk ibu hamil yang akan
melahirkan dalam waktu dekat. Memastikan asupan gizi yang cukup bagi
kelompok rentan khususnya ibu hamil dan ibu menyusui, dan bayi baru lahir.
Pelayanan kesehatan ibu pasca bencana mulai dari pelayanan kehamilan
(Antenatal Care), persalinan (Intranatal Care), nifas (Postnatal Care), Keluarga
Berencana (KB), Gangguan Reproduksi maupun kegawatdaruratan medis.
Pelayanan Keluarga Berencana yang sering menjadi kendala. Keterbatasan
akses kontrasepsi dalam situasi bencana dapat meningkatkan angka kehamilan
yang tidak diinginkan, serta peningkatan insiden IMS dan HIV. Pelayanan
kesehatan anak pasca bencana mulai dari pelayanan bayi baru lahir, bayi,
balita dan anak. Perlindungan penyintas tidak hanya terkait dengan
penyembuhan fisik, tetapi yang tidak kalah penting adalah penanganan luka
trauma akibat bencana. Bencana alam merupakan salah satu kejadian yang
diikuti dengan trauma psikologis.
Masalah yang nampak saat ini adalah masalah kesehatan ibu hamil dan
anak diantaranya adalah kekurangan, kebersihan dan rentan terkena penyakit
lainnya seperti diare, ISPA dan yang baru-baru ini adalah penyakit malaria
hingga masalah komplikasi saat persalinan seperti pendarahan dan infeksi. Ibu
hamil yang mengalami stress tinggi pasca bencana asupan energi dan protein
nya lebih rendah, beresiko mengalami kekurangan energy kronis dan
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Gempa bumi akan

6
membawa trauma psikologis yang parah pada anak-anak, dengan efek buruk
tidak hanya pada fungsi fisiologis.

B. Tindakan Prioritas Untuk Kesehatan Maternal dan Neonatal Sebagai


Bagian dari PPAM
Sejak awal respon di setiap situasi bencana sektor kesehatan harus
menetapkan satu organisasi sebagai koordinator kesehatan reproduksi. Bisa
berupa sebuah LSM internasional, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) atau
lembaga PBB, harus segera menugaskan seorang petugas kesehatan reproduksi
tetap untuk jangka waktu minimal tiga bulan guna memberi dukungan teknis
dan operasional kepada mitra kesehatan dan untuk memastikan bahwa
kesehatan reproduksi adalah prioritas serta mencapai cakupan yang baik untuk
layanan PPAM.
1. Tujuan Tindakan Prioritas Dalam Kesehatan Maternal Dan Neonatal
a. Mencegah Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual telah dilaporkan dari kebanyakan situasi darurat
bencana, termasuk yang disebabkan oleh bencana alam. Semua pelaku
dalam situasi kemanusiaan harus menyadari risiko kekerasan seksual
dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan multisektoral untuk
mencegah dan melindungi penduduk yang terdampak, khususnya
perempuan dan anak perempuan. Dalam kolaborasi dengan mekanisme
sektor/cluster kesehatan secara keseluruhan, petugas kesehatan
reproduksi dan staf program kesehatan reproduksi harus :
1) Memastikan perempuan, pria, remaja dan anak-anak memiliki
akses terhadap layanan kesehatan dasar, termasuk layanan
kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi
2) Mendesain dan menempatkan fasilitas kesehatan untuk
meningkatkan keamanan fisik, melalui konsultasi dengan
masyarakat, khususnya pada perempuan dewasa dan remaja
3) Berkonsultasi dengan penyedia layanan dan pasien tentang
keamanan difasilitas fasilitas kesehatan

7
4) Menempatkan toilet dan tempat mencuci laki-laki dan perempuan
secara terpisah di fasilitas kesehatan di tempat yang aman dengan
penerangan jalan yang memadai pada malam hari, dan memastikan
bahwa pintu-pintu dapat dikunci dari dalam
5) Mempekerjakan perempuan sebagai penyedia layanan, pekerja
kesehatan masyarakat, staf program dan penerjemah
b. Mengurangi Penularan HIV
Dalam mengurangi penularan HIV sejak permulaan respon
bencana, petugas kesehatan reproduksi harus bekerja dengan para mitra
sektor kesehatan untuk :
1) Menetapkan praktik transfusi darah yang aman dan rasional
2) Memastikan penerapan tindakan pencegahan standar menjamin
tersedianya kondom gratis.
3) Meskipun bukan komponen dari PPAM, adalah penting untuk
membuat antiretroviral (ARV) tersedia agar dapat melanjutkan
pengobatan bagi orang-orang yang masuk dalam program ARV
sebelum keadaan darurat, termasuk perempuan yang terdaftar
dalam program PMTCT.
Transfusi darah yang aman Penggunaan secara rasional dan aman
untuk transfusi darah sangat penting untuk mencegah penularan HIV
dan infeksi-infeksi lain yang dapat menular melalui transfusi
(TTI/Transfusion-Transmissible Infection) seperti hepatitis B, hepatitis
C dan sifilis. Jika darah yang tercemar HIV ditransfusikan, maka
penularan HIV kepada penerima hampir 100%. Transfusi darah tidak
boleh dilakukan jika fasilitas, perlengkapan dan staf yang terlatih tidak
ada. Transfusi darah yang rasional mencakup:
1) Transfusi darah hanya dalam keadaan yang mengancam nyawa dan
bila tidak ada alternative lain;
2) Menggunakan obat-obatan untuk mencegah atau mengurangi
perdarahan aktif (misalnya oksitosin)

8
3) Mengangu pengganti darah untuk mengganti volume yang hilang
seperti cairan pengganti berbasis kristaloid (ringer laktat, normal
salin) atau substitusi berbasis koloid (haemaccell, gelofusin) jika
memungkinkan.
Transfusi darah aman mencakup : pengumpulan darah hanya dari
donor darah sukarela yang tidak dibayar dengan risiko rendah tertular
infeksi lain melalui transfuse (TTI) dan menetapkan kriteria seleksi
donor darah yang lebih ketat melakukan skrining terhadap semua darah
untuk transfusi, minimal untuk HIV 1 dan 2, hepatitis B, hepatitis C,
dan sifilis, dengan menggunakan alat tes yang paling tepat. Satu tes
skrining HIV tidak cukup untuk menentukan status HIV.
2. Kegiatan Prioritas Untuk Mencegah Meningkatnya Kesakitan Dan
Kematian Maternal Dan Neonatal
Dalam Memastikan ketersediaan layanan kegawatdaruratan
kebidanan dan perawatan neonatal maka diberikan pelayanan berupa :
a. Di fasilitas kesehatan: penolong persalinan terlatih dan supply untuk
pertolongan persalinan normal dan penanganan komplikasi kebidanan
dan bayi baru lahir
b. Di rumah sakit rujukan: staf medis yang terampil dan supply untuk
penanganan kegawatdaruratan kebidanan dan bayi baru lahir
c. Membangun sistem rujukan untuk memfasilitasi transportasi dan
komunikasi dari masyarakat ke puskesmas dan antara puskesmas dan
rumah sakit
d. Menyediakan kit persalinan bersih untuk ibu hamil yang terlihat dan
penolong persalinan jika terpaksa melahirkan di rumah ketika akses
ke fasilitas Kesehatan tidak memungkinkan
e. Rencanakan untuk mengintegrasikan layanan kesehatan reproduksi
komprehensif kedalam layanan kesehatan dasar. Mulailah
merencanakan integrasi kegiatan kesehatan reproduksi komprehensif
ke dalam pelayanan kesehatan dasar pada fase awal respon darurat.
Jika tidak dilakukan, ini dapat menyebabkan penundaan yang tidak

9
perlu dalam penyediaan layanan ini, yang meningkatkan risiko
terjadinya kehamilankehamilan yang tidak diinginkan, penularan IMS
(infeksi menular seksual), komplikasi dalam kekerasan berbasis
gender, serta kesakitandan kematian pada ibu dan bayi baru lahir.
3. Tujuan PPAM Kespro
Dalam tujuan PPAM Kespro poin ke 4 terdapat tindakan mencegah
kesakitan dan kematian maternal dan neonatal yang harus dilakukan,
antara lain :
a. Memastikan adanya tempat khusus untuk bersalin di beberapa tempat
seperti pos kesehatan, di lokasi pengungsian atau di tempat lain yang
sesuai
b. Memastikan tersedianya pelayanan persalinan normal dan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal (PONED dan PONEK) di
fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
c. Membangun sistem rujukan untuk memfasilitasi transportasi dan
komunikasi dari masyarakat ke puskesmas dan puskesmas ke rumah
sakit
d. Tersedianya perlengkapan persalinan yang diberikan pada ibu hamil
yang akan melahirkan dalam waktu dekat
e. Memastikan masyarakat mengetahui adanya layanan pertolongan
persalinan dan kegawatdaruratan maternal dan neonatal
f. Ketersediaan alat kontrasepsi untuk memenuhi kebutuhan
4. Tindakan Prioritas Logistik Kespro
Penentuaan logistik kesehatan reproduksi terdapat dua bagian, pada
saat krisis dan post krisis serta dalam ada dalam bidang Paket Pelayanan
Awal Minimum (PPAM) Kesehatan Reproduksi dan Layanan kesehatan
reproduksi komprehensif. Dalam pelayanan maternal dan neonatal
tindakan yang dilakukan akan dijelaskan dalam tabel berikut :

Krisis Post Krisis


Angka kematian kasar > Angka kematian kembali
1/10,000 hari ke level penduduk sekitar

10
Bidang Paket pelayanan awal Layanan kesehatan
minimum (PPAM) reproduksi komprehensif
Kesehatan reproduksi
Pelayanan Maternal • Memastikan  Menyediakan layanan
Dan Neonatal tersedianya layanan Ante Natal Care
kegawatdaruratan (ANC)
kebidanan dan neonatal • Menyediakan layanan
• Membangun sistem Post Natal Care (PNC)
rujukan 24/7 untuk • Melatih penolong
kegawatdaruratan persalinan terlatih
kebidanan dan neonatal (bidan, dokter dan
(Emergency Obstetric perawat) dalam
and Neonatal melakukan layanan
Care/EmONC) kegawatdaruratan
• Menyediakan kit kebidanan dan
persalinan bersih bagi neonatal (Emergency
ibu hamil yang’ terlihat Obstetric and
dan penolong persalinan Neonatal Care/EmOC)
• Menginformasikan  Meningkatkan akses
kepada masyarakat kepada PONED
tentang layanan yang (Pelayanan Obstetric
tersedia Neonatal Emergency
Dasar) dan PONEK
(Pelayanan Obstetric
Neonatal Emergency
Komprehensif)

C. Penyediaan Pelayanan ANC dan PNC Setelah Situasi Lebih Lanjut Stabil
dan Memungkinkan
Pada tahap pasca krisis, ketika kondisi telah stabil menggunakan
mekanisme yang digunakan pada situasi normal yakni dengan mengembalikan
pelayanan komprehensif sesegera mungkin (Kementrian Kesehatan, 2021;
Nurtyas, 2019):
1. Menyediakan pelayanan ANC, pertolongan persalinan dan PNC
2. Memperluas pelayanan bayi baru lahir
3. Melakukan pelatihan terkait kesehatan maternal dan neonatal: PONED,
PONEK, perawatan neonatal
4. Meningkatkan akses ke pelayanan kesehatan maternal dan neonatal dengan
mengatasi masalah 3 terlambat:

11
a. Terlambat dalam membuat keputusan
b. Terlambat dalam menjangkau fasilitas kesehatan
c. Terlambat dalam mendapatkan penanganan
Pada situasi stabil, pelayanan ANC yang disediakan seperti biasanya yakni
dengan minimal 6 kali kunjungan selama kehamilan serta pelayanan yang
diberikan berupa
1. Menilai kesehatan ibu, termasuk riwayat dan gejala klinis
2. Deteksi & menangani komplikasi
3. Membuat perencanaan kelahiran
4. Memberi konseling (gizi, persalinan bersih, KB)
5. Menekankan tindakan pencegahan (syphilis, tetanus, malaria, kekurangan
yodium. IMS dll) -> ANC terintegrasi
6. 10T (Tensi, Timbang BB dan TB, TFU, TT dan Tablet Fe, Pemeriksaan
Lab, temu wicara, ukur LILA, letak janin dan DJJ. tata laksana kasus)
(SPM→ 7T)
Sebab semua kehamilan mempunyai faktor resiko, maka bidan perlu
menilai faktor risiko ibu hamil seperti berikut.
1. Riwayat kebidanan yang buruk
2. Postur tubuh yg sangat pendek
3. Umur ibu < 15 tahun
4. Grand multipara atau nullipara
5. Perbedaan ukuran-usia kehamilan
6. Kehamilan tidak diinginkan
7. Gangguan sosial yang ekstrem
8. Kehamilan ganda
9. Letak yang tidak normal
Mencegah, mendeteksi & menangani
1. Anemia
2. Gangguan hipertensi
3. Perdarahan vagina
4. Sifilis Kelahiran premature

12
5. IMS/HIV/AIDS
6. Malaria dan parasit usus
7. Kondisi medis yang serius

Pada situasi stabil, pelayanan PNC yang disediakan yakni dengan


kunjungan post partum dalam 24-48 jam serta pelayanan yang diberikan
berupa

Ibu Bayi
1. Kondisi umum, sepsis 1. Kondisi umum, pastikan tetap hangat
2. Payudara 2. Inisiasi Menyusu Dini
3. Lokia, kondisi perineum 3. Menyusui sesuai permintaan bayi
4. Diskusi soal gizi, higiene, 4. Berat badan bayi
menyusul 5. Perawatan tali pusat
5. Beri tablet besi, asam folat 6. Diskusi perawatan bayi: imunisasi.
yodium bila sesuai. Vitamin A pemantauan pertumbuhan
6. KB 7. Anjuran ASI Eksklusif selama 6 bulan

Sistem perawatan kesehatan memiliki peran penting yaitu masyarakat


membutuhkan intervensi darurat dan perawatan kesehatan jangka panjang.
Untuk mencegah sistem perawatan kesehatan dari kewalahan, dan untuk
memberikan perawatan psikososial jangka pendek dan jangka panjang yang
optimal bagi mereka yang terkena dampak, rekomendasi berikut dibuat.
1. Merencanakan dan melatih mobilisasi sistem cepat untuk dapat dengan
cepat mendiagnosis gejala kontaminasi dan memberikan perawatan.
2. Mengembangkan dan mengoordinasikan jaringan (elektronik) untuk
penyebaran informasi yang cepat antara berbagai organisasi (sistem medis,
responden pertama, organisasi kesehatan masyarakat, pihak berwenang,
dll.).
3. Bersiap untuk tindakan dekontaminasi dan karantina.
4. Menerapkan sistem triase yang membantu membedakan mereka yang
memiliki masalah medis dengan yang memiliki gejala karena takut
terpapar. Untuk mencapai ini, sistem perawatan kesehatan mental harus

13
bergabung dengan sistem kesehatan masyarakat dan sistem tanggap
darurat.
5. Melatih tanggap psikologis setelah bencana, seperti ketakutan, kemarahan,
dan gejala somatik.
6. Bersiap untuk tindak lanjut dan pendaftar, yang diperlukan dalam jangka
panjang untuk mengidentifikasi mereka dengan cedera psikis seperti
kerusakan akibat radiasi yang terlambat atau kanker, atau gangguan
kejiwaan. Evakuasi dan pelayanan kesehatan pada korban pasca bencana
peru dilakukan tindakan triage sebagai upaya pemilahan prioritas pasien
berdasarkan urgensi dilakukannya tatalaksana dan pertimbangan sumber
daya yang tersedia untuk tatalaksana tersebut. Hal ini didasarkan pada
prioritas ABC (Airway dengan proteksi cervical spine, Breathing,
Circulation dengan kontrol perdarahan).

Dalam triage perlu dilakukan pencatatan usia, tanda vital, mekanisme


cedera, urutan kejadian, dan perjalanan penyakit pada fase pra Rumah Sakit.
Pembagian triage sebagai berikut:
1. Prioritas Nol (Hitam): Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak
mungkin diresusitasi.
2. Prioritas Pertama (Merah): Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian
cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal:
gagal nafas, cedera torakoabdominal, cedera kepala atau maksilofasial
berat, syok atau perdarahan berat, luka bakar berat, ibu hamil).
3. Prioritas Kedua (Kuning): Pasien memerlukan bantuan, namun dengan
cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman
jiwa dalam waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis
cakupan yang luas (misal: cedera abdomen tanpa syok, cedera dada tanpa
gangguan respirasi, fraktur mayor tanpa syok, cedera kepala atau tulang
belakang leher tidak berat, serta luka bakar ringan).
4. Prioritas Ketiga (Hijau): Pasien dengan cedera minor yang tidak
membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana

14
namun memerlukan penilaian ulang berkala (cedera jaringan lunak, fraktur
dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan
nafas, serta gawat darurat psikologis).

Untuk melakukan evakuasi pada ibu hamil diperlukan teknik yang tepat
dan aman untuk ibu dan calon bayinya. Berikut beberapa teknik evakuasi
secara umum:
1. Firefighter’s Carry. Teknik evakuasi dengan satu penolong atau biasa
disebut dengan teknik repling. Namun teknik ini dilakukan saat sudah
dipastikan korban tidak mengalami patah tulang punggung karna akan
memperparah keadaan.
2. Pack-strap Carry. Teknik ini digunakan ketika firefighter carry tidak aman
digunakan, metode ini lebih disarankan untuk jarak jauh daripada cradle
carry. Dapat dilakukan pada korban yang tidak sadar.
3. Chair lift. Mobilisasi dengan kursi bisa digunakan untuk korban sadar
maupun tidak, tanpa cedera kepala/ spinal. Metode ini bagus untuk
mobilisasi korban melalui tangga/ turunan/ naikan dengan dua penolong.
4. Two-handed Seat Carry. Metode ini digunakan untuk mobilisasi jarak jauh.
Korban dapat sadar maupun tidak, tetapi tidak dapat berjalan atau
menopang tubuh bagian atas.
5. Hammock Carry Metode ini bisa digunakan oleh tiga penolong atau lebih.
Anggota yang paling kuat berada di sisi dengan jumlah penolong yang
paling sedikit (jika jumlah ganjil).
6. Logroll Pada kasus cedera spinal, digunakan teknik logroll dengan tujuan
memindahkan korban tanpa menggerakkan vertebra atau istilah lainnya
adalah inline immobilisation (posisi leher dan batang badan harus segaris,
amankan leher dengan neck collar atau yang sejenis (sandal bag), jika tidak
tersedia dapat diamankan dengan dipegang). Selain untuk mempermudah
proses memindahkan korban ke alat (karena alat yang menyesuaikan posisi
korban), logroll juga digunakan untuk memeriksa bagian bawah tubuh
korban.

15
Pada korban hamil dengan gangguan punggung tidak dapat dievakuasi
dalam posisi miring, melainkan dengan cara berikut:
1. Uterus ditekan dari arah kiri ke kanan korban. Walaupun tindakan ini
efektif untuk memulihkan aliran darah jantung yang normal bagi korban
maupun janin, tetapi tindakan ini memerlukan lebih dari satu orang
penolong untuk menjaga uterus tetap di sisi kana korban.
2. Letakkan bantal kecil, selimut, atau handuk pada pinggang kiri korban.
Elevasi setinggi 4 inchi untuk mengurangi tekanan uterus pada vena cava
inferior. Setelah evakuasi korban, langkah selanjutnya adalah pengobatan
cedera. Ada banyak tantangan untuk kesehatan wanita dalam bencana.
Semua aspek perawatan untuk wanita hamil (perawatan prenatal,
intrapartum, dan postpartum) dapat dikompromikan. Opsi kontrasepsi
dapat dikurangi. Kekerasan seksual dapat menyebabkan peningkatan
penyakit dan cedera menular seksual. Apabila korban mengalami cedera
dan fraktur diperlukan teknik balut bidai dengan imobilisasi. Korban
dengan perdarahan yang masif diperlukan penanganan segera dengan
resusitasi cairan. Trauma adalah penyebab utama non-obstetri dari
morbiditas dan mortalitas ibu dan merupakan 46% kematian ibu. Karena
perubahan fisiologis dan anatomi kehamilan, risiko trauma pada ibu dan
janin meningkat dengan usia kehamilan. Perubahan anatomi kehamilan ini
mengubah pola cedera. Peningkatan pembengkakan pembuluh panggul
menyebabkan peningkatan risiko perdarahan retroperitoneal dan
hematoma.

Trauma abdominal tumpul dapat menyebabkan cedera pada kandung


kemih, limpa, dan patah tulang panggul. Trauma tumpul juga dapat
menyebabkan ruptur uterus perlambatan cepat, terutama di mana telah ada
operasi caesar sebelumnya. Luka tusuk perut bagian atas dapat menyebabkan
cedera usus yang lebih kompleks karena perpindahan isi perut bagian atas.

16
Selain menghadapi konstelasi cedera yang sama dari cedera ortopedi,
infeksi, dan kerawanan pangan seperti pria, wanita juga memiliki risiko unik
yang inheren berdasarkan peran sosial mereka dan kerentanan terhadap
predator seksual. Risiko unik ini selama bencana termasuk kehilangan
kehamilan, konsekuensi jangka panjang pada hasil kehamilan dan kesuburan
masa depan, kekerasan seksual, dan penyakit menular seksual. Persalinan
ketika proses evakuasi lebih sulit ditangani dan lebih berbahaya. Hal ini harus
didampingi oleh petugas medis yang kompeten sampai fasilitas kesehatan
yang dituju. Saat evakuasi pun dapat menyebabkan perburukan kondisi pada
korban ibu hamil, seperti perdarahan, syok, Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC), dan eklampsia.
1. Perdarahan yang sering terjadi disebabkan adanya solusio plasenta. Hal ini
dapat terjadi tanpa manifestasi perdarahan pervaginam. Dalam beberapa
menit korban dapat kehilangan setengah volume darahnya dan
menyebabkan syok yang apabila tidak segera ditangani dapat
menyebabkan kematian. Untuk menghindari korban jatuh dalam kondisi
syok, harus segera dilakukan pemasangan IV (intravena) line.
2. Syok biasanya merupakan akibat dari perdarahan. Hal ini biasanya dapat
diatasi dengan baik, tidak menunjukkan gejala/sindrom pre-syok, kecuali
terjadi kolaps pebuluh darah yang mendadak.
3. DIC biasanya terjadi pada ibu hamil dengan pre-eklampsi berat, sindrom
HELLP, dan perdarahan intrapartum Hal ini dapat muncul tiba-tiba dan
dapat mengakibatkan kematian.

Beberapa hari pasca bencana pun dapat timbul kasus baru, diantaranya
adalah kekurangan makanan. Biasanya pada saat bencana, gizi pada ibu hamil
dan menyusui tidak diperhatikan. Padahal pada Ibu hamil dan menyusui
memerlukan tambahan zat gizi. Ibu hamil perlu penambahan energi 300 Kal
dan Protein 17 gram, sedangkan ibumenyusui perlu tambahan Energi 500 Kal
dan Protein 17 gram. Suplementasi vitamin dan mineral untuk ibu hamil
adalah Fe 1 tablet setiap hari. Khusus ibu nifas (0-42 hari) diberikan 2 kapsul

17
vitamin A dosis 200.000 IU, yaitu 1 kapsul pada hari pertama, dan 1 kapsul
pada hari berikutnya (selang waktu minimal 24 jam). Pemberian vitamin dan
mineral dilakukan oleh petugas Kesehatan

Wanita yang tinggal di daerah terkena dampak bencana berisiko lebih


besar untuk tidak atau lebih pendek lamanya menyusui dibandingkan dengan
wanita pada umumnya. Maka dari itu dukungan menyusui untuk ibu menyusui
sangat diperlukan karena manfaat ASI (Air Susu Ibu) sangat diperlukan bagi
bayi. ASI dapat berfungsi sebagai proteksi pertama dari penyakit-penyakit
yang dapat timbul pasca bencana.

Selain masalah gizi, kesehatan mental pada ibu hamil seperti depresi dan
kecemasan sangat umum terjadi pasca bencana. Hubungan antara masalah
kesehatan mental dan kesehatan ibu adalah yang utama karena mereka secara
langsung atau tidak langsung meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu,
serta gangguan tumbuh kembang janin. Bencana menyebabkan terbatasnya
akses ke perawatan prenatal yang tepat, layanan persalinan yang aman, dan
metode kontrasepsi.

D. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal yang Berkualitas


1. Rencana Layanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal Komprehensif
Pada Kondisi Darurat Bencana
Pada kondisi normal angka kematian ibu dan bayi di Indonesia
masih sangat tinggi dan kondisi ini dapat menjadi lebih buruk pada situasi
kondisi bencana karena sulit mendapat pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal atau karena pelayanan tersebut tidak tersedia. Oleh karena itu
PPAM bertujuan untuk mencegah meningkatnya kesakitan dan kematian
maternal dan neonatal.
Dalam kondisi bencana, di pengungsian, sekitar 4% dari populasi
akan menjadi hamil dalam suatu periode waktu. Pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal dalam situasi bencana utamanya ditujukan untuk

18
mengenali tanda bahaya serta penanganan kegawatdaruratan melalui
tindakan penyelamatan nyawa yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
terampil untuk menangani komplikasi maternalpada periode kehamilan,
persalinan dan nifas dan pada neonatal.
Untuk itu penting memastikan tersedianya tenaga yang mampu
memberikan pelayanan “pelayanan kegawatdaruratan kebidanan” dan
mampu melakukan tindakan perawatan bayi baru lahir esensial secara
berkesinambungan dan komprehensif pada kondisi darurat bencana.
Dari ketiga komponen Kesehatan Maternal dan Neonatal, yang
merupakan bagian dari PPAM adalah pertolongan persalinan. Bukan
berarti bahwa ANC dan PNC tidak penting, tetapi karena keterbatasan
sumberdaya, pada kondisi darurat bencana pelayanan di fokuskan pada
pertolongan persalinan untuk menyelamatkan nyawa karena kematian
banyak terjadi pada saat proses persalinan. Tetapi jika bencana berskala
kecil dan sumber daya manusia dan sumber daya lain termasuk alat dan
bahan tersedia, maka ke 3 komponen tersebut dapat di berikan. Perbedaan
antara Kesehatan Maternal dan Neonatal pada situasi darurat bencana
melalui PPAM dan pada situasi normal melalui Kesehatan Maternal dan
Neonatal Komprehensif :

19
Berdasarkan tabel di atas, berikut ini yang harus dilakukan untuk
mencegah kesakitan dan kematian maternal dan neonatal pada fase
tanggap darurat:
a. Memastikan tersedianya layanan kegawatdaruratan kebidanan dan
neonatal
b. Membangun system rujukan 24/7 untuk kegawatdaruratan kebinanan
dan neonatal (PONED dan PONEK)
Perlu dilakukan penilaian tentang kondisi fasilitas kesehatan
termasuk fasilitas puskesmas PONED dan RS PONEK, apakah fasilitas
tersebut masih berfungsi dan apakah tenaga kesehatan terlatih dan alat dan
bahan untuk penanganan kegawatdaruratan kebidanan tersedia dan
mencukupi. Data tersebut dapat dipergunakan untuk membangun system
rujukan termasuk merujuk ke fasilitas PONED dan PONEK yang masih

20
berfungsi setelah bencana. Perlu dipastikan bahwa sarana transportasi
termasuk ambulans, perahu motor dan alat transportasi lain tersedia karena
pada bencana berskala besar sering kali fasilitas infrastruktur seperti jalan
dan jembatan banyak yang rusak dan terputus. Perlu dipikirkan alat
transportasi alternatif untuk mencapai fasilitas rujukan.
a. Menyediakan kit persalinan bersih bagi ibu hamil yang terlihat dan
penolong persalinan.
b. Menginformasikan kepada masyarakat tentang layanan yang tersedia.
Koordinator kesehatan reproduksi harus memastikan petugas kesehatan
mampu mengatasi kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal dengan
menyediakan alat, bahan-bahan dan obat-obatan untuk pertolongan
persalinan. Pelayanan kegawatdaruratan neonatal meliputi:
a. Resusitasi
b. perlindungan suhu tubuh
c. Pencegahan infeksi (kebersihan, memotong dan merawat tali pusar
secara higienis,
d. Perawatan mata)
e. Pengobatan penyakit pada neonatal dan perawatan bayi prematur/berat
badan lahir rendah
Pelayanan kegawatdaruratan obstetri meliputi:
a. penanganan perdarahan
b. Preklamsi/eklampsi
c. Infeksi
d. Persalinan lama
e. Abortus
Ketersediaan pelayanan kegawatdaruratan untuk ibu hamil beserta
janinnya sangat menentukan kelangsungan hidup ibu dan bayi baru lahir.
Misalnya, perdarahan sebagai sebab kematian langsung terbesar dari ibu
bersalin perlu mendapat tindakan dalam waktu kurang dari 2 jam, dengan
demikian keberadaan puskesmas mampu PONED dan Rumah Sakit
PONEK menjadi sangat penting. Pelayanan PONED meliputi :

21
a. Pemberian antibiotik melalui infus
b. Obat uterotonika melalu infus (oksitosin)
c. Obat anti konvulsi melalui infus (magnesium sulfat)
d. Pengeluaran sisa hasil konsepsi dengan menggunakan Aspirasi Vakum
Manual
e. Melakukan manual placenta
f. Kelahiran melalui vagina yang dibantu (dengan vakum)
g. Resusitasi neonatal
Penting untuk menekankan bahwa jika puskesmas mempunyai
penolong persalinan kompeten dan peralatan serta perlengkapan yang
cukup, maka semua ibu hamil harus diberitahu dimana lokasi puskesmas
tersebut dan harus didorong untuk melahirkan di sana. Informasi ini dapat
diberikan pada saat mendistribusikan kit individu kepada masyarakat. Jika
pelayanan rujukan 24/7 tidak mungkin tersedia maka perlu dipastikan ada
petugas kesehatan di puskesmas yang tetap dapat melakukan pelayanan
emergensi obstetri dasar dan perawatan neonatal melalui bimbingan dan
konsultasi ahli. Dalam situasi ini, akan sangat membantu bila ada sistem
komunikasi, seperti penggunaan radio atau telepon seluler, untuk
berkomunikasi dan berkonsultasi dengan tenaga yang lebih ahli.
2. Pertolongan Persalinan dalam Situasi Darurat Bencana
Pelayanan persalinan merupakan pelayanan prioritas dalam kondisi
bencana. Proses melahirkan terdiri dari persalinan, kelahiran dan periode
segera setelah kelahiran. Proses ini harus terjadi di fasilitas kesehatan yang
memastikan adanya privasi, aman, khusus dan dilengkapi dengan
pemenuhan alat serta petugas kesehatan yang kompeten yang diperlukan
dan transportasi serta komunikasi ke rumah sakit rujukan untuk
kegawatdarurat kebidanan dan neonatal.
Petugas kesehatan reproduksi harus memastikan bahwa semua
fasilitas layanan memiliki protokol klinis/Standar Operating Prosedur
(SOP) serta tindakan kewaspadaan standard terkait dengan penanganan
limbah untuk cairan ketuban, darah dan plasenta. Mencuci tangan dan

22
kewaspadaan standard lainnya harus dilakukan Hal yang perlu dilakukan
pada pelayanan persalinan dalam kondisi bencana adalah :
a. Menilai kemajuan persalinan dengan menggunakan Partograf.
Partograf harus digunakan untuk setiap kelahiran untuk memantau
kemajuan persalinan, kondisi ibu dan fetus secara ketat serta sebagai
alat bantu pembuatan keputusan untuk penanganan lebih lanjut dari
rujukan.
b. Pencegahan perdarahan pasca melahirkan
Salah satu penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan pasca
persalinan. Manajemen aktif kala tiga akan mengurangi risiko plasenta
tertahan dan perdarahan pasca melahirkan.
Petugas kesehatan kompeten harus melakukan manajemen aktif
kala tiga ke semua ibu. Tata laksana ini mencakup:
1) Pemberian obat uterotonika (oksitosin), kepada ibu dalam waktu
satu menit
setelah kelahiran bayi.
2) Peregangan tali pusat terkendali
3) Masase uterus dari luar setelah plasenta dilahirkan oksitosin
merupakan uterotonika yang direkomendasikan untuk pencegahan
dan perawatatan perdarahan pasca persalinan atonik. Perlu
diperhatikan kesulitan untuk memastikan praktek penyuntikan
aman dan ada tidaknya lemari pendingin untuk penyimpanan
oksitosin. Karena oksitosin mengalami penurunan
keaktifitasannya jika disimpan di atas suhu.
c. Pelayanan kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Selain perawatan esensial selama persalinan dan kelahiran, layanan
PONED harus dilakukan di tingkat pusat kesehatan masyarakat untuk
menangani komplikasi selama kelahiran termasuk masalah-masalah
bayi baru lahir, atau menstabilkan ibu sebelum dirujuk ke rumah sakit.
Pastikan petugas kesehatan telah terampil tentang prosedur penanganan
kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal Informasikan protokol/ SOP

23
secara luas tentang obatobatan, peralatan dan suplai tersedia di semua
pusat kesehatan.
d. Seperti halnya kedaruratan maternal, kedaruratan neonatal tidak selalu
dapat diprediksi.
Misalnya, mungkin saja bayi tidak bernafas sehingga staf harus
siap untuk melakukan resusitasi neonatal disetiap persalinan. Lebih
jauh lagi, komplikasi ibu dapat menyebabkan bayi baru lahir terganggu
secara bermakna sehingga petugas kesehatan harus siap sebelum
kelahiran terjadi.

e. Tanda bahaya pada kehamilan merupakan faktor penentu untuk


melakukan intervensi medis yang digunakan dalam menangani
komplikasi kebidanan yang merupakan penyebab utama kematian
maternal di seluruh dunia. Menggambarkan tanda bahaya terkait
dengan layanan PONED dan PONEK. Sejumlah layanan penting tidak
disebutkan tetapi dimasukkan ke dalam tandatanda bahaya ini.
Misalnya, saat melakukan bedah sesar berarti tindakan anestesi/
pembiusan harus diberikan. Apabila situasi sudah mulai stabil dan
memungkinkan, bisa dilaksanakan pemberian pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal yang lain seperti ANC dan PNC melalui
pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif pada kondisi normal.
3. Peran Bidan dalam Melaksanakan Pelayanan Kesehatan pada
Maternal dan Neonatal
a. Pemeriksaan fisik
Tujuan pelaksanaan pemeriksaan fisik pada ibu hamil agar ibu
hamil mengetahui kesejahteraan dan kesehatan ibu dan bayi yang
berada didalam kandungan. Antenatal Care adalah asuhan yang
diberikan tenaga kesehatan mulai dari konsepsi sampai persalinan.
Asuhan diberikan berdasarkan keadaan fisik, emosional, dan sosial ibu,
janin pasangan, serta anggota keluarga. Asuhan kebidanan pada ibu

24
hamil sangat diperlukan untuk menjamin kesehatan ibu dan janin (S
Nurmawan 2021).
b. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan dimaksudkan untuk menambah pengetahuan
ibu hamil tentang kebutuhan nutrisi selama kehamilan serta
pengetahuan ibu tentang kehamilan beresiko tinggi (bahaya dalam
kehamilan).
Kegiatan ini dimulai dengan berdiskusi dengan ibu hamil dan
keluarga untuk menggali pengetahuan ibu dan keluarga tentang nutrisi
selama kehamilan dan bahaya dalam kehamilan. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan ibu hamil dan keluarga
tentang nutrisi pada ibu hamil dan resiko tinggi dalam kehamilan.
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan terhadap individu yang
bersifat preventif care untuk mencegah terjadinya masalah yang
kurang baik bagi ibu maupun janin. Pelayanan antenatal merupakan
upaya kesehatan perorangan yang memperhatikan ketelitian dan
kualitas pelayanan medis yang diberikan, agar dapat melalui persalinan
dengan sehat dan aman diperlukan kesiapan fisik dan mental ibu,
sehingga ibu dalam keadaan status kesehatan yang optimal, salah satu
yang termausk dalam pelayanan kesehatan adalah pemberian
penyuluhan kesehatan yang dapat meningkatkan pengetahuan
seseorang (S Nurmawan 2021).
c. Demonstrasi yoga dan senam ibu hamil
Pemeriksaan kehamilan atau yang lebih sering Antenatal care
adalah kegiatan yang diberikan untuk ibu sebelum melahirkan atau
dalam masa kehamilan. Pemeliharaan terhadap kesehatan ibu dan
kandungannya termasuk senam hamil. Asuhan kehamilan ini
diperlukan karena walaupun pada umumnya kehamilan berkembang
dengan normal dan menghasilkan kelahiran bayi yang sehat cukup
bulan melalui jalan lahir, namun kadang-kadang tidak sesuai dengan
yang diharapkan. Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan

25
menjadi masalah sehingga diperlukan untuk dilakukan senam hamil
secara kontinyu (S Nurmawan 2021).
d. Penyuluhan kesehatan tentang kelas ibu hamil.
Pelayanan kesehatan yang maksimal akan memberikan kepuasan
bagi pasien. Dari keseluruhan kegiatan pengabdian yang telah
dilaksanakan tampak seluruh ibu hamil merasa senang dan puas akan
pelayanan kesehatan yang diterimanya. Kepuasan di ambil dari kata
(Satisfaction) yang artinya membuat atau melakukan kata ini diambil
dari bahasa latin “Satis” dan “Facto”. Maka dari itu dapat disimpulkan
bahwa arti dari kepuasan ini merupakan upaya dalam memenuhi atau
membuat sesuai dengan cukup baik. (Abarca 2021).
Berdasarkan pendapat dari Hannah & Krap (1991) yang di kutip
oleh (S Nurmawan 2021) bahwa dalam terciptanya kepuasan dari
pelanggan maka perusahaan tersebut harus dapat memenuhi kebutuhan
setiap konsumennya. Factor tersebut dapat dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu:
1) Faktor yang mempengaruhi produk dari layanan Kesehatan
tersebut
2) Faktor yang memang berhubungan pada pelayanan yang telah
diberikan pada layanan kesehatan
3) Faktor berdasarkan pada pengalaman penjualan, dari segi
professional, dan kenyamanan dalam proses layanan kesehatan.
Dari ketiga faktor tersebut maka ini akan dilakukan kesesuaian
kepada Pasien terkait pada proses pelayanan kesehatannya.

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ibu hamil, ibu pascapersalinan dan bayi baru lahir merupakan kelompok
rentan, terlebih pada saat bencana. Mereka memiliki kebutuhan yang berbeda,
sehingga diperlukan penanganan yang tersendiri. Dalam situasi darurat
bencana, kebutuhan akan kesehatan ibu dan anak sering kali terabaikan. Risiko
komplikasi pada perempuan ketika hamil maupun bersalin karena terpaksa
harus melahirkan tanpa bantuan tenaga kesehatan terlatih. Risiko terhadap
kehamilan yang tidak diinginkan, kekrasan seksual dan gangguan psikologis
dapat juga terjadi dalam situasi bencana. Ketersediaan layanan kesehatan ibu
dan anak pada situasi bencana akan menyelamatkan jiwa.
Kesehatan reproduksi adalah prioritas serta mencapai cakupan yang baik
untuk layanan PPAM. Tujuan dari tindakan prioritas dalam kesehatan
maternal dan neonatal adalah mencegah kekerasan seksual dan mengurangi
penularan HIV. Untuk kegiatan nya antara lain di fasilitas kesehatan ataupun
rumah sakit rujukan staf medis terlatih dan supply untuk pertolongan
persalinan normal dan penanganan komplikasi dan kegawatdaruratan
kebidanan pada bayi baru lahir, membangun sistem rujukan, menyediakan kit
persalinan bersih untuk ibu hamil yang terlihat dan penolong persalinan jika
tidak memungkinkan di fasilitas kesehatan, dan merencanakan untuk
menggabung layanan kesehatan reproduksi komprehensif kedalam layanan
kesehatan dasar.
Pada situasi stabil, pelayanan ANC yang disediakan seperti biasanya yakni
dengan minimal 6 kali kunjungan selama kehamilan serta pelayanan menilai
kesehatan ibu, deteksi dan menangani komplikasi, membuat perencanaan
kelahiran, memberi konseling, menekan tindakan pencegahan dan melakukan
10T. Pada situasi stabil, pelayanan PNC yang disediakan yakni dengan
kunjungan post partum dalam 24-48 jam serta pelayanan yang diberikan
berupa pada ibu dinilai kondisi umum, payudara, lokia dan kondisi perineum,
pemberian obat-obatan sesuai kebutuhan, disusi mengenai gizi menyusui dan

27
kebersihan dan KB. Pada bayi ada kondisi umum, IMD, jam menyusui, berat
badan bayi, perawatan tali pusat, diskusi perawatan bayi dan ASI eksklusif.
Dari ketiga komponen Kesehatan Maternal dan Neonatal, yang merupakan
bagian dari PPAM adalah pertolongan persalinan. Bukan berarti bahwa ANC
dan PNC tidak penting, tetapi karena keterbatasan sumberdaya, pada kondisi
darurat bencana pelayanan di fokuskan pada pertolongan persalinan untuk
menyelamatkan nyawa karena kematian banyak terjadi pada saat proses
persalinan. Perlu dilakukan penilaian tentang kondisi fasilitas kesehatan
termasuk fasilitas puskesmas PONED dan RS PONEK, apakah fasilitas
tersebut masih berfungsi dan apakah tenaga kesehatan terlatih dan alat dan
bahan untuk penanganan kegawatdaruratan kebidanan tersedia dan
mencukupi. Perlu dipastikan bahwa sarana transportasi termasuk ambulans,
perahu motor dan alat transportasi lain tersedia karena pada bencana berskala
besar sering kali fasilitas infrastruktur seperti jalan dan jembatan banyak yang
rusak dan terputus.
Proses melahirkan terdiri dari persalinan, kelahiran dan periode segera
setelah kelahiran, harus terjadi di fasilitas kesehatan yang memastikan adanya
privasi, aman, khusus dan dilengkapi dengan pemenuhan alat serta petugas
kesehatan yang kompeten yang diperlukan dan transportasi serta komunikasi
ke rumah sakit rujukan untuk kegawatdarurat kebidanan dan neonatal. Petugas
kesehatan reproduksi harus memastikan bahwa semua fasilitas layanan
memiliki protokol klinis/Standar Operating Prosedur (SOP) serta tindakan
kewaspadaan standard terkait dengan penanganan limbah untuk cairan
ketuban, darah dan plasenta. Mencuci tangan dan kewaspadaan standard
lainnya harus dilakukan.

B. Saran
Diharapkan pemerintah dapat mengoptimalkan pemberian pelayanan
kesehatan dalam kondisi krisis akibat bencana. Tersedianya tenaga kesehatan
yang terlatih, peralatan, kompetensi maupun pengetahuan tenaga kesehatan
salah satunya bidan agar masalah kesehatan terutama kesehatan reproduksi

28
dapat ditangani. Tersedianya sarana dan fasilitas serta ketersediaan layanan
sesuai dengan SOP, sehingga pelayanan kesehatan reproduksi dapat
dilaksanakan sesegera mungkin agar bisa mencegah peningkatan kesakitan
dan kematian ibu dan bayi baru lahir

29
DAFTAR PUSTAKA

Abarca, Roberto Maldonado. 2021. “Kualitas Pendidikan Di Indonesia.” Nuevos


Sistemas de Comunicación e Información 2013–15.
Daisy, Lovely, dkk (2021). PEDOMAN PELAKSANAAN PAKET
PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM) KESEHATAN
REPRODUKSI PADA KRISIS KESEHATAN. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Direktorat
Kesehatan Keluarga.
Ika Nuria Syafira Iswarani (2019) MANAJEMEN PENYELAMATAN IBU
HAMIL PASCA BENCANA 72 MANAJEMEN PENYELAMATAN IBU
HAMIL PASCA BENCANA, JURNAL BERKALA ILMIAH
KEDOKTERAN e-ISSN: 2549-225X. Vol. 2 No. 2, Agustus 2019, Hal. 72-
80
Iswarani Syafira Nuria Ika, dkk. (2019). Manajemen Penyelamatan Ibu Hamil
Pasca Bencana. Jurnal Berkala Ilmiah Kedokteran,2(2). Hal 2549-225
Kemenkes RI. (2017). Pedoman Pelayanan: Paket Pelayanan Awal Minimum
(PPAM) Kesehatan Reproduksi Pada Krisis Kesehatan. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI
Kemenkes, RI. (2017). Pedoman Pelaksanaan Paket Pelayanan Awal Minimum
(PPAM) Kesehatan Reproduksi Pada Krisis Kesehatan. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI
Kementrian Kesehatan. (2021). Pedoman PPAM Kemenkes 2021. Modul Pedoman
Pelaksanaan Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM Kesehatan Reproduksi
Pada Situasi Krisis Kesehatan.
https://gizikia.kemkes.go.id/assets/file/pedoman/Pedoman PPAM Kemenkes
2021.pdf

Kristiana, Lusi Dan Ristrini.(2013). Sistem Pelayanan Kesehatan Tanggap Darurat


Di Kabupaten Ciamis. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 16(3). 297–
304.
Martiany, D. "Penanganan Khusus Pengungsi Perempuan Pada Masa Tanggap
Darurat Bencana SULTENG". Puslit, 2018; Vol X(19) , 13-18.
Nurtyas, Maratusholikhah. (2019). PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK
PASCABENCANA (STUSI KASUS GEMPA DAN TSUNAMI DI
HUNTARA BALAROA, PALU, SULAWESI TENGAH). Yogyakarta:
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Respati Yogyakarta.

30
Putri, Bidanti. dkk. (2019). Makalah Pencegahan Kesakitan Maternal Dan
Neonatal Pada Situasi Darurat Bencana. Jakarta: Poltekkes Kemenkes
Jakarta III.
Salsabila, C. (2022). PERENCANAAN TATA KELOLA GIZI MASYARAKAT
PESISIR AKIBAT PENGARUH BENCANA ALAM. Humantech: Jurnal
Ilmiah Multidisiplin Indonesia, 1(12), 1934-1940.
Setyaningsih, D. (2019, April). Gambaran Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Pasca Gempa di Desa Salut kecamatan Kayangan Kabupaten Lombok
Utara. In Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu (Vol. 1, No. 1).
Siti Nurmawan Sinaga, Suani Fitri, Diana Magdalena Barus, Eti Suriyanti
Simanjuntak, Sri Sundari, Amnita Rochani, Sukma Sitepu, Iswarani, I, N,
S., dkk. (2019). Manajemen Penyelamatan Ibu Hamil Pasca Bencana.
Jurnal Berkala Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.2 Hal 72-80.
Wulandari, I. A., & Farahdiba, I. (2021). Pengaruh Pelatihan Kesehatan
Reproduksi Dalam Situasi Bencana Terhadap Perilaku Bidan Di Kota
Makassar 2021. Jurnal Kesehatan Delima Pelamonia, 5(2), 64-72.

31

Anda mungkin juga menyukai