Anda di halaman 1dari 21

SIAGA BENCANA DAN PPGD

Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Situasi Darurat Bencana

Dosen Pengampu :
Megawati, S.ST., M.Keb

Disusun Oleh :
Sarjana Terapan Kebidanan Semester VI
Kelompok 1 :
Annisaa’ Maulida P0712422007 Nur Anita P07124220050
Aprodhita Anggraini. P P07124220008 Nur Izza Muttaqin P07124220051
Eka Putri Nurhikmah. H P07124220018 Nuraini Mahmudah P07124220052
Icha Fatmasari P07124220029 Riska P07124220060
Melina Hidayah P07124220036 Siti Fatimah P07124220065
Nesa Wara Nurgrahayu P07124220041 Sri Lestari P07124220066
Syahira Dwi Damayanti P07124220068

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BANJARMASIN PRODI KEBIDANAN
PROGRAM SARJANA TERAPAN
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
Rahmat-Nya lah makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktu yang telah
ditentukan. Dalam pembuatan makalah ini kami membahas mengenai “Promosi
Kesehatan”
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada dosen kami ibu Megawati,
S.ST.,M.Keb Selaku dosen Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal
Neonatal yang telah memberikan kami tugas makalah ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan kami.
Kami sebagai penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada makalah
ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan agar makalah dapat
menjadi lebih baik lagi kedepannya. Semoga makalah ini bisa menambah
wawasan dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua
Banjarbaru, 17 Februari 2023

Penulis

I
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL.......................................................................................................I
KATA PENGANTAR...................................................................................I
DAFTAR ISI.................................................................................................II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Tujuan Pembahasan..................................................................................1
C. Manfaaat Pembahasan..............................................................................1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Remaja Pada Situasi Pengungsian............................................................2
B. Prinsip Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja............................................4
C. Menilai Kebutuhan Reproduksi Remaja...................................................7
D. Menanggapi Kebutuhan Kespro Remaja Bila Sumber Daya Memungkinkan
Dan Di Saat Situasi Sudah Lebih Stabil..................................................10
E. Program Berbasis Masyarakat Dan Pendidik Sebaya...............................12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................................16
B. Saran.........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................17

II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memastikan tersedianya layanan kesehatan reproduksi dalam situasi
darurat bencana adalah sangat penting karena merupkan HAM, dan apabila
dilaksanakan pada fase awal bencana akan dapat menyelamatkan nyawa dan
mencegah kesakitan bagi penduduk yang terkena dampak. Dalam situasi
normal sudah banyak permasalahan di bidang kesehatan reproduksi, seperti
tingginya angka kematian ibu, kasus kehamilan yang tidak di kehendaki,
kasus HIV/AIDS, dll, dan kondisi ini akan menjadi lebih buruk dalam
situasi darurat bencana. Kesehatan reproduksi juga telah menjadi salah satu
standar minimum di bidang kesehatan dalam respon bencana berdasarkan
piagam kemanusiaan internasional (SPHERE).
Dengan penjelasan diatas penulis tertarik untuk membahas mengenai
pemenuhan kesehatan reproduksi remaja pada situasi darurat bencana.
B. Manfaat Pembahasan
Adapun dari uraian tersebut kami akan membahas mengenai :
1. Remaja Pada Situasi Pengungsian
2. Prinsip Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
3. Menilai Kebutuhan Reproduksi Remaja
4. Menanggapi Kebutuhan Kespro Remaja Bila Sumber Daya
Memungkinkan Dan Di Saat Situasi Sudah Lebih Stabil
5. Program Berbasis Masyarakat Dan Pendidik Sebaya
C. Tujuan Pembahasan
Diharapkan dengan adanya pembahasan ini penulis dan juga para
pembaca dapat menambah wawasan mengenai pemenuhan kesehattan
reproduksi remaja pada situasi pengungsian atau darurat bencana.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Remaja Pada Situasi Pengungsian
Kesehatan reproduksi merupakan keadaan kesejahteraan fisik, mental
dan sosial meliputi siklus hidup manusia, sehingga dalam memenuhi
kebutuhan diperlukan kerjasama antar sektor dan program yang terpadu.
Intervensi kesehatan reproduksi pada situasi krisis di tingkat internasional
disebut dengan Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) yang merupakan
hasil dari pengalaman terhadap respon kemanuasiaan. Penetapan prioritas
kesehatan reproduksi remaja merupakan hal yang penting, karena pada situasi
krisis banyak remaja yang terpisah dari keluarga atau masyarakat, sementara
program pendidikan formal dan informal terhenti, serta jaringan masyarakat
dan sosial terganggu. Remaja terkadang merasa takut, stres, bosan atau tidak
mempunyai kegiatan apapun (Kemenkes, 2017).
Di Indonesia, PPAM telah terintegrasi dengan Peraturan Menteri
Kesehatan No.64 Tahun 2013 yang kemudian di perkuat dengan
dikeluarkannya Buku Pedoman PPAM Kesehatan Reproduksi dalam Situasi
Krisis Kesehatan di tahun 2015 sebagai pedoman rujukan program kesehatan
reproduksi dalam mengimplementasikan PPAM Kesehatan Reproduksi.
Salah satu bentuk pelayanan PPAM Kesehatan Reproduksi juga berfokus
kepada kesehatan reproduksi remaja pada situasi bencana (Kemenkes, 2017).
Dalam situasi bencana dan konflik, remaja perempuan akan mengalami
peningkatan risiko pemerkosaan, penyalahgunaan dan eksploitasi seksual
karena ketergantungan pada orang lain untuk bertahan hidup dan dipaksa
untuk melakukan pernikahan di usia remaja karena keterbatasan dalam
pengambilan keputusan dan kurangnya kemampuan untuk melindungi diri
sendiri. Selain remaja perempuan, remaja laki-laki juga memiliki risiko
mengalami kekerasan seksual (Kemenkes, 2017).
Dalam kondisi bencana dan krisis, kesehatan reproduksi perempuan
kurang diperhatikan. Kejadian kekerasan seksual dilakukan oleh orang dekat
seperti ayah, paman, kakak, adik atau sepupu bahkan tetangga. Hal
disebabkan karena pada saat terjadi bencana, penyintas akan tinggal

2
dipengungsian dengan menggunakan tenda. Berdasarkan pengalaman, satu
tenda diisi tidak hanya satu kepala keluarga tetapi bias lebih. Selain tinggal
ditenda, pengungsi biasanya menggunakan fasilitas umum seperti masjid,
sekolah, bahkan bandara. Pada tempat tersebut pengungsi tinggal bersama
hanya menggunakan kain sebagai pembatas.
Remaja umumnya memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik
terhadap situasi baru dibandingkan dengan orang tua mereka. Mereka dapat
belajar beradaptasi dalam sistem tertentu lebih cepat untuk memahami dan
memenuhi kebutuhan mereka. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Remaja membutuhkan waktu untuk memiliki hubungan dekat yang
khusus
Pada situasi normal sebagian informasi diperolah dari teman sebaya
dan dari tokoh panutan dilingkungan keluarga atau masyarakat remaja
tersebut. Petugas kesehatan kemungkinan dapat menjadi tokoh panutan
penting bagi remaja pengaruh potensial ini harus disadari oleh petugas
kesehatan.
2. Remaja sering tidak memiliki orientasi masa depan yang jelas hal ini
dapat diperburuk oleh status mereka sebagai pengungsi
Kegiatan yang memberikan kesempatan bagi remaja untuk melihat
masa depan akan membantu mereka dalam mempertimbangkan
konsekuensi kegiatan seksual yang tidak aman dan mereka harus
bertanggung jawab atas kegiatan yang telah mereka lakukan
3. Perilaku remaja di daerah pengungsi mungkin tidak menjadi subjek
perhatian yang sama dengan situasi kondisi normal
Perpisahan dari orang tua dan tradisi dapat menyebabkan situasi
yang kurang terkontrol secara sosial, hal ini menyebabkan resiko yang
lebih tinggi terhadap kehamilan remaja, infeksi menular seksual (IMS),
penyalahgunaan obat, kekerasan,dan sebagainya.
4. Remaja tidak homogen
Kebutuhan remaja sangat bervariasi sesuai usia, jenis kelamin,
pendidikan,status pernikahan dan karakteristik psikososial. Remaja
wanita lebih rentan terhadap masalah kespro umum daripada laki-laki

3
dan mereka menanggung hampir semua konsekuensinya. Remaja
berusia 10-14 tahun memiliki kebutuhan yang berbeda dengan
kelompok yang berusia 16-18 tahun. Beberapa budaya mengharapkan
pernikahan seorang gadis pada usia 14 tahun sedangkan menurut
budaya lain hal ini tidak dapat diterima.
5. Remaja mengalami masa pubertas
Periode dalam perkembangan remaja yang terjadi pada usia 10-12
tahun untuk perempuan dan 12 sampai 15 tahun untuk laki-laki. Pada
masa ini terjadi pematangan alat reproduksi yang ditandai dengan
menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Petugas
kesehatan dapat memberikan kejelasan untuk menjaga kebersihan
mereka (mengganti pembalut, membersihkan kelamin saat mandi)
selama menstruasi dan menghindari kehamilan sebelum nikah..
6. Di negara dengan tingkat prevalensi IMS/HIV tinggi, remaja
merupakan kelompok yang paling rentan
Ketidakberdayaan perempuan atas kehidupan seksual dan
reproduksi merekamenyebabkan memiliki resiko yang lebih tinggi
terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman,
infeksi IMS/HIV semua ini sering terjadi di daerah pengungsian.
B. Prinsip Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
Penting bagi remaja untuk mengetahui bahwa layanan PKPR tidak
hanya sekedar penyuluhan saja di sekolah oleh petugas PKPR Puskesmas,
namun layanan PKPR juga dapat dilakukan langsung di Puskesmas Remaja
harus mengetahui bahwa adanya PKPR sebagai wadah untuk mengatasi
permasalahan kesehatan remaja. Pelayanan kesehatan pada kegiatan PKPR di
pusat kesehatan dilakukan oleh petugas kesehatan. Pelayanan PKPR berupa
pemeriksaan kesehatan, konseling, dan penyuluhan yang bertujuan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan
masalah kesehatan
Layanan kesehatan dapat memegang peranan penting dalam
mempromosikan dan melindungi kesehatan remaja. Meskipun demikian,
terdapat banyak sekali bukti bahwa remaja melihat layanan kesehatan yang

4
tersedia sebagai layanan yang tidak merespon terhadap kebutuhan mereka.
Remaja tidak mempercayai layanan dan menghindari penggunaan layanan
atau hanya mencari pertolongan ketika mereka sudah putus asa dan
memerlukan perawatan. Salah satu strategi penting dalam memfasilitasi akses
remaja terhadap layanan kesehatan reproduksi dan penggunaan layanan
kesehatan reproduksi oleh remaja adalah memastikan bahwa layanan yang
tersedia berkualitas tinggi dan “ramah remaja”. Pada saat yang sama, remaja
perlu dibuat menyadari tentang keberadaan layanan ramah remaja.
Layanan kesehatan reproduksi ramah remaja memiliki karakteristik-
karakteristik yang membuatnya lebih responsif terhadap kebutuhan kesehatan
reproduksi khusus dari remaja, termasuk penyediaan kontrasepsi, kontrasepsi
darurat, layanan aborsi aman, diagnosis dan pengobatan IMS,konseling, test
dan perawatan HIV serta layanan kehamilan dan pasca kehamilan. Prinsip
utama untuk dapat bekerja secara efektif dengan remaja adalah
denganmendorong partisipasi, kemitraan dan kepemimpinan remaja. Akibat
adanya hambatan-hambatan yang dihadapi remaja ketika mengakses
pelayanan kespro, mereka harus terlibat dalam semua aspek penyusunan
program. Misalnya, akan sangat membantu jika dapat mengidentifikasi remaja
yang dapat berperan sebagai pemimpin muda atau pendidik sebaya di
komunitas mereka.
Para pemuda ini akan membantu mengungkap kebutuhan teman sebaya
mereka selama perancangan program dan dapat membantu implementasi
kegiaan-kegiatan seperti, pendidikan sebaya, monitoring pelayanan kesehatan
yang peduli remaja dan rujukan ke konselor untuk masalah kekerasan berbasis
gender. Pelayanan akan lebih dapat diterima jika pelayanan tersebut
disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan yang diidentifikasi oleh remaja itu
sendiri. Meningkatkan partisipasi mereka sebagai sebuah kelompok, remaja
umumnya mempunyai kebiasaan yang berlaku dengan norma dan nilai
tertentu. Mereka mungkin tidak akan menanggapi pelayanan kesehatan yang
dirancang untuk orang dewasa mereka berada pada suatu tahap dimana
mereka membutuhkan kemampuan untuk mengontrol tubuh dan
kesehatannya.

5
Pada saat yang sama karena usia yang relatif muda dan relatif tidak
berpengalaman mereka membutuhkan bimbingan sensitif dan meyakinkan,
cara yang paling baik untuk mendukung remaja bertpartisipasi adalah dengan
mengembangkan kemitraan antara mereka dengan tenaga kesehatan di bawah
bimbingan dan tanggung jawab orang tua. Pelayanan peduli remaja akan lebih
diterima jika dirancang sesuai dengan ketersediaan waktu mereka. Prinsip lain
yang perlu diingat sebagai berikut :
1. Petugas kesehatan harus 4s (senyum salam, sapa, sabar) memahami hal-
halsensitif, dan memiliki informasi mengenai pelayanan untuk remaja.
Tokoh masyarakat dan orang tua dapat dilibatkan dalam mengembangkan
program yang ditargetkan untuk remaja. Petugas kesehatan dengan
budaya yang sama akan lebih diterima dalam memberikan pelayanan
dibandingkan dengan petugas yang berasal dari luar.
2. Program yang disusun harus mendukung kepemimpinan dan komunikasi
sebaiknya dilakukan oleh dengan teman sebaya ( peer educator ) teman
sebaya dianggap sebagai sumber informasi yang aman dan terpecaya.
3. Remaja harus dijamin mendapat penanganan kespro yang memadai serta
membutuhkan bantuan berupa pelayanan kespro khusus untuk kasus-
kasus kekerasan seksual dan aborsi yang tidak aman.
4. Remaja membutuhkan privasi, masalah yang membawa mereka ke
petugas kesehatan umumnya masalah yang membuat mereka merasa malu
dan bingung. Oleh sebab itu mereka membutuhkan ruangan konsultasi
yang aman dan nyaman di tempat pengungsian.
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) merupakan salah satu
program pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk remaja di puskesmas,
untuk mewujudkan "remaja sehat". Penting adanya sosialisasi tentang PKPR
kepada remaja sangat mempengaruhi pengetahuan remaja tentang PKPR.
Adanya peningkatan pengetahuan remaja tentang PKPR setelah diberikan
penyuluhan. Perubahan pengetahuan dan sikap salah satunya dapat
dipengaruhi melalui pendidikan kesehatan berupa pemberian penyuluhan
kesehatan. Remaja mendapatkan pembelajaran dan informasi dari penyuluhan
yang dilakukan sehingga menghasilkan suatu perubahan.

6
C. Menilai Kebutuhan Reproduksi Remaja
1. Kebutuhan Kesehatan Reproduksi remaja
Menurut Mukhatib (2019) Kebutuhan Kesehatan Reproduksi remaja
dalam situasi darurat bencana terdiri dari 4 komponen yang diantaranya
yaitu:
a. Memastikan cluster/sektor kesehatan mengidentifkasi lembagauntuk
memimpin pelaksanaan PPAM
1) Menentukan koordinator kesehatan reproduksi
2) Menyelenggarakan pertemuan untuk mendiskusikan masalah
kesehatan reproduksi
3) Melaporkan hasil pertemuan kepada cluster /sector kesehatan
oleh koordinator kesehatan reproduksi.
b. Mencegah terjadinya kekerasan seksual dan memberikan pertolongan
bagi korbannya:
1) Memastikan bahwa sistem yang ada berjalan untuk melindungi
pengungsi terutama perempuan dari kekerasan seksual, misalnya
melalui pengaturan/disain kamp
2) Memastikan bahwa pelayanan medis termasuk
dukunganpsikososial tersedia bagi korban
3) Menginformasikan kepada masyarakat tentang adanyalayanan
bagi korban kekerasan seksual
c. Mencegah Penularan IMS/HIV:
1) Memastikan tersedianya transfusi darah yang aman dan rasional
untuk remaja
2) Memastikan diterapkannya standar kewaspadaan universal
3) Menjamin tersedianya kondom secara gratis
d. Merencanakan tersedianya pelayanan kesehatan reproduksi
komprehensif yang terintegrasi ke dalam layanan kesehatan
dasarsegera setelah situasi men!adi lebih stabil atau memungkinkan
1) Mengumpulkan data latar belakang sebelum bencana
2) Pemetaan wilayah yang memerlukan pelayanan kesehatan
reproduksi saat bencana

7
3) Mengidentifikasi staf untuk memberikan layanan kesehatan
reproduksi komprehensif
4) Menilai kapasitas staf dan merencanakan pelatihan
5) Memesan/mengadakan peralatan kesehatan reproduksi
2. Kebutuhan Riil Remaja
Kebutuhan riil remaja terkait hak mendapatkan informasi akurat
tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi ini kadang juga dibedakan
berdasarkan variasi kelompok. Misalnya, kebutuhan remaja desa berbeda
dengan remaja kota. Kerentanan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS)
antara ’remaja jalanan’ (anak jalanan) dan remaja sekolah juga berbeda.
Remaja yang bekerja sebagai buruh pabrik juga mempunyai
karakteristik dan masalah-masalah yang berbeda dengan remaja yang
bekerja di sektor informal, dan sebagainya. Sehingga pemenuhan
kebutuhan ini butuh disesuaikan dengan konteks sosial dan budaya yang
dihadapi masing-masing remaja. Namun demikian, secara umum menurut
Widaninggar (2018) kebutuhan riil menyangkut hak dasar remaja akan
informasi terkait seksualitas dan kesehatan reproduksi itu, antara lain
sebagai berikut :
a. Penyediaan layanan yang ramah dan mudah diakses bagi remaja,
tanpa memandang usia, jenis kelamin, status pernikahan, dan situasi
keuangan mereka.
b. Adanya dukungan terpenuhinya hak setiap remaja untuk menikmati
seks dan ekspresi seksualitas mereka dalam cara-cara yang mereka
pilih sendiri.
c. Penyediaan informasi dan pemberian hak mendapatkan pendidikan
mengenai reproduksi dan seksualitas. Informasi dan pendidikan yang
diberikan ini harus mendorong terjadinya independensi dan
keyakinan diri remaja, dan memberikan pengetahuan agar mereka
bisa membuat keputusan sendiri terkait reproduksi dan seksual
mereka.
d. Adanya jaminan kerahasiaan dalam relasi sosial dan seluruh aspek
dari seksualitas mereka.

8
e. Penyediaan informasi yang bisa diakses sesuai dengan perkembangan
remaja.
f. Setiap remaja yang aktif secara seksual atau tidak; dan yang memiliki
keragaman orientasi seksual bisa mendapatkan informasi agar mereka
merasa nyaman dengan tubuh dan seksualitas mereka sendiri.
g. Setiap remaja mendapatkan persiapan untuk memiliki ketrampilan
melakukan negosiasi dalam relasi sosialnya, termasuk dalam masa
pacaran dan dalam melakukan tindakan seks yang lebih aman (bagi
yang seksual aktif)
3. Komponen Kesiapan Penanggulangan Bencana
a. Sumber daya manusia
Tim siaga kesehatan reproduksi bertanggung jawab untuk
menyiapkan kemampuan sumber daya manusia untuk pelaksanaan
rencana kesiapsiagaan sesuai bidangnya masing-masing.
b. Pengorganisasian
c. Fasilitas, alat dan bahan Langkah-langkah:
1) Mengidentifikasi kebutuhan logistik kesehatan reproduksi
2) Mengidentifikasi tempat penyimpanan logistic
3) Mengidentifikasi tempat pelayanan
4) Mengidentifikasi institusi/organisasi (nasional/ internasional)
yang memiliki potensi dalam penyediaan logistik dan fasilitas
kesehatan reproduksi.
5) Penyediaan dan penyiapan kebutuhan material Kesehatan
Reproduksi yang terdiri dari:
a) RH kit
b) Bidan kit (di luar paket RH kit)
c) Individual kit: hygiene kit, kit bayi, kit ibu hamil, kit ibu
bersalin
d) Peralatan penunjang Kesehatan Reproduksi: tenda,
generator, lampu penerangan.
d. Perencanaan anggaran

9
Tiap tingkatan pemerintahan perlu menyiapkan alokasi anggaran
dan memobilisasi anggaran untuk membiayai rencana kegiatan pada
rencana kesiapsiagaan.
e. Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Langkah yang dilakukan adalah penyusunan materi KIE yang
berkaitan dengan situasi bencana seperti: Bagaimana mendapatkan
pelayanan dalam kondisi bencana, tempat-tempat pelayanan yang
tersedia,dan menyebarkannya secara luas kepada masyarakat.
f. Penyiapan Mekanisme Respon
Penyiapan mekanisme respon dapat dilakukan dengan melakukan
gladi/simulasi pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi dalam
situasi tanggap bencana. Simulasi pelaksanaan berdasarkan rencana
kesiapsiagaan dan tindakan operasional yang akan dibahas pada
bagian berikutnya. Tindak Lanjut Pasca Penyusunan Rencana
Kesiapsiagaan:
1) Pengesahan dan penetapannya dengan landasan hokum
2) Sosialisasi kepada pihak-pihak terkait
3) Pelaksanaan rencana kesiapsiagaan
D. Menanggapi Kebutuhan Kespro Remaja Bila Sumber Daya
Memungkinkan Dan Di Saat Situasi Sudah Lebih Stabil
Remaja membutuhkan informasi dasar mengenai seksual dan reproduksi,
mereka juga membutuhkan informasi mengenai bagaimana mereka dapat
melindungi kespronya. Dibeberapa tempat pengungsian, pendidikan formal
selesai setelah sekolah dasar karna itu informasi mengenai kespro harus
dikomunikasikan dengan cara yang kreatif. Berbagai bentuk kegiatan untuk
remaja seperti olahraga, pemutaran video, kelompok kerajinan tangan dapat
menjadi waktu yang tepat untuk menyebarluaskan informasi mengenai kespro
remaja yang penting bagi mereka. Kegiatan ini dapat dilakukan apabila
sumber daya manusia mencukupi atau apabila situasi sudah mulai stabil.
Telah dibuktikan bahwa pendidikan seksual menyebabkan terjadinya
perilaku yang aman dan menghindari kegiatan seksual yang lebih dini atau
lebih meningkat. Karena itu, remaja harus diberi informasi mengenai

10
IMS/HIV/AIDS dan kehamilan dini serta penyuluhan yang memadai. Remaja
harus memiliki keterampilan tertentu untuk dapat mengambil keputusan yang
bertanggung jawab atas perilaku seksual mereka, mereka harus mampu
menolak tekanan, bersikap tegas, melakukan negosiasi dan menyelesaikan
konflik. Penyuluhan oleh teman sebaya dapat sangat efektif untuk
memantapkan keterampilan dan sikap ini. Remaja yang tidak bersekolah dan
dinikahkan segera setelah mendapat menstruasi biasannya sulit untuk
dijangkau namun biasanya masyarakat terkadang mengijinkan petugas
kesehatan yang berkaitan dengan persiapannya untuk menjadi orangtua.
Banyak diantara korban perkosaan dan kekerasan seksual adalah remaja putri,
tetapi remaja putra pun rentan terhadap kekerasan seksual harus mendapat
pelayanan kesehatan segera dan mendapat akses terhadap lingkungan yang
aman.
Daerah pengungsian, remaja putri dan putra kadang-kadang terpaksa
melakukan seks komersial semata-mata untuk kelangsungan hidup mereka.
Anggota komunitas pengungsi harus dilibatkan dalam mengidentifikasi cara
untuk melindungi gadis dan perempuan terhadap kekerasan dan pemaksaan
seksual. Jika remaja hamil, penting untuk memberikan pelayan antenatal yang
baik, karena umumnya remaja yang berusia dibawah 15 tahun rentan terhadap
komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Banyak remaja yang hamil
melakukan aborsi yang tidak aman, mereka membutuhkan pelayanan jika
terjadi komplikasi aborsi tidak aman.
Trauma yang dihadapi oleh pengalaman sebagai pengungsi menyebabkan
kelompok remaja enggan mencari pelayanan untuk kesehatan seksual mereka.
Tetapi mereka perlu mengetahui bahwa pelayanan ini tersedia untuk mereka
dan mereka dapat memperoleh pelayanan dan dukungan jika mereka
membutuhkannya dan mereka tidak akan dihakimi atau dihukum. Informasi
mengenai pelayanan ini harus diletakan di tempat-tempat berkumpulnya
remaja atau diberikan melalui kegiatan sosial dan lainnya, dukungan
psikososial harus diberikan oleh penyuluh terlatih jika dibutuhkan terutama
dalam kasus kekerasan seksual dan kehamilan yang tidak diiginkan. Remaja
pria juga lebih rentan terhadap penyalah gunaan napza terlebih lagi bila

11
remaja tersebut memiliki kepribadian yang beresiko seperti mudah cemas,
depresi, berperilaku anti social, sudah meroko diusia muda, kurang taat
beragama, atau situasi sosial mendukung penyalahgunaan.
Oleh sebab itu petugas kesehatan harus jeli terhadap perubahan fisik dan
perilaku remaja khususnya remaja pria. Selain napza dan minum-minuman
keras juga sangat berbahaya bagi keutamaan fisik dan psikis remaja pria, oleh
sebab itu petugas kesehatan setidaknya mengenal tanda-tanda keracunan dari
minuman keras
E. Program Berbasis Masyarakat Dan Pendidik Sebaya
1. Definisi Pendidik Sebaya, Persyaratan dan Uraian Tugas
Pendidik Sebaya adalah orang yang menjadi narasumber bagi
kelompok sebayanya. Mereka adalah orang yang aktif dalam kegiatan
sosial di lingkungannya, misalnya aktif di karang taruna, pramuka, OSIS,
pengajian, PKK dan lain-lain. Pendidik Sebaya berusia 10 - 24 tahun.
panduan Pelaksanaan Tugas Pendidik Sebaya adalah sebagai berikut :
a. Menggunakan bahasa yang sama sehingga informasi mudah
dipahami oleh sebayanya.
b. Teman sebaya mudah untuk mengemukakan pikiran dan
perasaannya di hadapan pendidik sebayanya.
c. Pesan-pesan sensitif dapat disampaikan secara lebih terbuka dan
santai.
d. Syarat-syarat Pendidik Sebaya
1) Aktif dalam kegiatan sosial dan populer di lingkungannya;
2) Berminat pribadi menyebarluaskan informasi KR;
3) Lancar membaca dan menulis;
4) Memiliki ciri-ciri kepribadian, antara lain: ramah, lancar
dalam mengemukakan pendapat, luwes dalam pergaulan,
berinisiatif dan kreatif, tidak mudah tersinggung, terbuka
untuk hal-hal baru, mau belajar serta senang menolong;
e. Uraian Tugas Pendidik Sebaya
1) Menyampaikan informasi substansi program KRR
2) Melaksanakan advokasi dan KIE tentang PIK-KRR

12
3) Melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik minat remaja
untuk datang ke PIK-KRR
4) Melakukan pencatatan dan pelaporan
f. Pengetahuan yang perlu dimiliki Pendidik Sebaya Pengetahuan
yang perlu dimiliki adalah :
1) Pengetahuan Kesehatan Reproduksi, mencakup: organ
reproduksi dan fungsinya, proses terjadinya kehamilan,
Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS,
metode kontrasepsi dan lain-lain;
2) Pengetahuan mengenai hukum, agama dan peraturan
perundang-undangan mengenai Kesehatan Reproduksi.
g. Keterampilan yang perlu dimiliki Pendidik Sebaya Pendidik
Sebaya harus memiliki keterampilan komunikasi interpersonal,
yaitu hubungan timbal balik yang bercirikan:
1) Komunikasi dua arah;
2) Perhatian pada aspek verbal dan non-verbal.
3) Penggunaan pertanyaan untuk menggali informasi, perasaan
dan pikiran;
4) Sikap mendengar yang efektif.
2. Persiapan Pendidikan Pendidik Sebaya
Persiapan yang harus dilakukan oleh Pendidik Sebaya sebelum
melakukan pertemuan
a. Membaca kembali topik yang akan disajikan, baik dari buku
panduan yang telah dimiliki maupun bacaan lainnya;
b. Menyiapkan alat bantu sesuai topik yang akan dibicarakan,
misalnya alat peraga, contoh-contoh kasus, kliping koran, dan lain-
lain
c. Tempat pendidikan Sebaya dapat dilakukan dimana saja asalkan
nyaman buat Pendidik Sebaya dan kelompoknya. Kegiatan tidak
harus dilakukan di ruangan khusus. Bisa dilakukan di teras mesjid,
di bawah pohon yang rindang, diruang kelas yang sedang tidak
dipakai, di aula gereja, dan sebagainya. Tempat pendidikan sebaya

13
sebaiknya tidak ada orang lalu-lalang dan jauh dari kebisingan
sehingga diskusi bias berlangsung tanpa gangguan.
3. Penyelenggaraan Pendidikan Sebaya
a. Jumlah ideal peserta kegiatan pendidikan sebaya yang ideal diikuti
oleh tidak lebih dari 12 peserta agar setiap peserta mempunyai
kesempatan bertanya. Bila peserta terlalu banyak, tanya jawab
menjadi kurang efektif, dan peserta tidak akan mendapatkan
pemahaman serta pengetahuan yang cukup memadai
b. Pendidik Sebaya (PS) mencari teman seusia yang berminat
terhadap kesehatan reproduksi. Hindari cara-cara pemaksaan. Para
peserta harus bersedia mengikuti seluruh pertemuan yang telah
disepakati.
c. Untuk dapat memahami keseluruhan materi kesehatan reproduksi,
paket pertemuan sekurangnya 8 kali. Setiap kali pertemuan
berlangsung antara 2- 2½ jam.
d. Tempat dan waktu pertemuan ditentukan bersama oleh peserta.
e. Pendidikan diberikan oleh dua orang Pendidik Sebaya. Satu
pendidik menyampaikan dan memandu diskusi. Satu pendidik
lainnya melakukan pencatatan terhadap pertanyaan yang diajukan
peserta, observasi tentang proses diskusi, serta membantu
menjawab pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh Pendidik
Sebaya pertama. Peran Pendidik Sebaya dilakukan bergantian
dengan tujuan agar setiap pendidik mempunyai kesempatan untuk
menyampaikan informasi dan memandu diskusi. Selain itu mereka
juga bisa saling memberikan umpan balik selama menjadi
pemandu.
f. Pendidik Sebaya memulai acara dengan menyampaikan materi
selama tidak lebih dari setengah jam, waktu selebihnya digunakan
untuk diskusi dan menampung pertanyaan.
g. Bila ada pertanyaan yang tidak bias dijawab, jawaban bisa ditunda
untuk ditanyakan kepada mereka yang lebih ahli, bisa dokter/
paramedis, tokoh masyarakat atau tokoh agama, dan lain-lain.

14
h. Topik-topik yang perlu dibahas
1) Pengenalan organ reproduksi laki-laki dan perempuan dan
fungsinya masing-masing;
2) Proses terjadinya kehamilan, termasuk kehamilan yang tidak
diinginkan dan bahaya aborsi yang tidak aman;
3) Metode-metode pencegahan kehamilan (metode kontrasepsi);
4) Penyakit-penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS;
5) Seksualitas; dan
6) Narkoba.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan reproduksi merupakan keadaan kesejahteraan fisik, mental dan
sosial meliputi siklus hidup manusia, sehingga dalam memenuhi kebutuhan
diperlukan kerjasama antar sektor dan program yang terpadu. Penetapan
prioritas kesehatan reproduksi remaja merupakan hal yang penting, karena
pada situasi krisis banyak remaja yang terpisah dari keluarga atau masyarakat,
sementara program pendidikan formal dan informal terhenti, serta jaringan
masyarakat dan sosial terganggu. Remaja terkadang merasa takut, stres, bosan
atau tidak mempunyai kegiatan apapun.
Dengan permasalahan tersebut pemerintah membentuk PKPR atau
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja yang dimana ini merupakan salah satu
program pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk remaja di puskesmas,
untuk mewujudkan "remaja sehat". Penting adanya sosialisasi tentang PKPR
kepada remaja sangat mempengaruhi pengetahuan remaja tentang PKPR.
Adanya peningkatan pengetahuan remaja tentang PKPR setelah diberikan
penyuluhan. Perubahan pengetahuan dan sikap salah satunya dapat
dipengaruhi melalui pendidikan kesehatan berupa pemberian penyuluhan
kesehatan. Remaja mendapatkan pembelajaran dan informasi dari
penyuluhan yang dilakukan sehingga menghasilkan suatu perubahan.
B. Saran
Diharapkan kepada penulis berikutnya untuk selalu up to date mengenai
penanganan keadaan darurat bencana terkhusus pada kesehatan reproduksi
remaja, hal ini dikarenakan pada situasi seperti itu yang paling rentan
terhadap dampak negatif adalah remaja.

16
DAFTAR PUSTAKA
Andry. (2021). Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Remaja Tentang Pkpr. Jurnal
Of Tulenirsing. Volume 3 No1

Bencana. Intervensi Komunitas, 1(2), 157-165.Iwgrhc 2019. Buku Pedoman


Lapangan Antar Lembaga Kesehatan Reproduksi Dalam Situasi Darurat
Bencana.

Fatmawati, A., Djuwitaningsih, I., Deswani, D., & Gunawan, A. (2020). Pelatihan
Dan Pendampingan Konseling Sebaya Tentang Kesehatan Reproduksi
Remaja Di Daerah

Lulu. (2019). Evaluasi Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Peduli


Remaja (Pkpr) Di Puskesmas Rangkah. Jurnal Kegiatan Muhamadiah.
Edisi Khusu 2019.

Masri,Dkk. 2008. Kurikulum Dan Modul Pelatihan Pemberian Informasi


Kesehatan Reproduksi Remaja Oleh Pendidik Sebaya. Direktorat Remaja
Dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi, Bkkbn

Mukhatib Md. 2019. Problem Kesehatan Reproduksi Remaja: Tawaran Solusi,


Disampaikan Pada Seminar Nasional Seksualitas Dan Kesehatan
Reproduksi Remaja Di Pp. Nuris, Juni 2009. Jember-Jawa Timur.

Novitasari, A. D. (2021). Pelaksanaan Program Sekolah Siaga Bencana Melalui


Kegiatan Ekstrakurikuler Pmr Di Smp Negeri 2 Adimulyo. Social Studies,
9(3)

Pp Ibi Dan Ima.2018. Modul Bahan Ajar Paket Pelayanan Awal Minimum ( Ppam
) Kesehatan Reproduksi ( Kespro ) Pada Krisis Kesehatan( Situasi
Tanggap Darurat Bencana)

Purnamasari, E., Yenti, Z., & Syamsuddin, S. (2021). Literasi Kesehatan


Reproduksi Remaja Di Kelurahan Durian Luncuk Kabupaten Batanghari
Provinsi Jambi (Doctoral Dissertation, Uin Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi).

Saputri, L. A., Fitriah, I. P., & Merry, Y. A. (2020). Efektivitas Penggunaan Buku
Saku Higiene Menstruasi Dan Pencegahan Kekerasan Dalam Situasi
Bencana Pada Remaja Putri. Jurnal Kebidanan Dan Kesehatan
Tradisional, 5(2), 75-83

Sartika, A., Oktarianita, O., & Padila, P. (2021). Penyuluhan Terhadap


Pengetahuan Remaja Tentang Pkpr. Journal Of Telenursing
(Joting), 3(1), 171-176.

17
Siswantara, P., Soedirham, O., & Muthmainnah, M. (2019). Remaja Sebagai
Penggerak Utama Dalam Implementasi Program Kesehatan
Remaja. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia, 7(1), 55-66

Veri, N., Mutiah, C., Alchalidi, A., & Baharuddin, B. (2020). Edukasi Paket
Pelayanan Awal Minimum (Ppam) Untuk Kesehatan Reproduksi Dalam
Situasi Darurat Bencana Pada Bidan Desa Di Kecamatan Langsa Lama
Kota Langsa. Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat (Pkm),
3(2), 446-453.

Wibowo.M,Gustina.E,Hastuti.Skw.(2020).Upaya Meningkatkan Pengetahuan


Pendidik Sebaya Pusat Informasi Konseling Remaja Tentang Kesehatan
Reproduksi.Jurnal Pengabdian Dan Pemberdayaan Masyarakat.Volume 4
( No 2 )

Widaninggar. 2018 Pedoman Pelatihan Dan Modul Pendidikan Kecakapan Hidup


(Life Skills Education) Untuk Pencegahan Hiv Dan Aids. Pusat
Pengembangan Kualitas Jasmani Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta.

18

Anda mungkin juga menyukai