Anda di halaman 1dari 25

Tugas

Trend dan isu perawatan anak

OLEH :

Ivoni astria guslina

DOSEN PEMBIMBING :
Maidaliza

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA


BUKITTINNGI
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya lah, maka kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu,
Berikut ini kelompok mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Trend Dan Issue
Keperawatan Anak”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk
mempelajari keperawatan anak. Makalah ini merupakan tugas individu dari materi nursing home.
Pembahasan di dalamnya kami dapatkan dari kuliah, browsing internet. Kami sadari makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membagun dari semua pihak sangat kami
harapkan demi kesempurnaannya.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat khusunya
bagi kami yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi teman-teman
dan kami khususnya

Batusangkar,14 juli 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Keperawatan anak merupakan hal yang patut dibahas, karena pada masa kanak- kanak banyak
hal yang dapat mempengaruhi pola pikir bahkan mempengaruhi perkembangan anak.Selain itu
trend dan isu yang berkembang dalam masyarakat sangat beragam, mulai dari yang bersifat
pembentukan moral, pelayanan kesehatan, sampai mengenai terapi trauma. Dewasa ini banyak
hal yang terjadi terkait masalah- masalah anak yang mengakibatkan/berefek pada fisik maupun
psikologis anak yang disebabkan oleh orang tua, lingkungan ataupun keterbatasan/kelainan yang
ditimbulkan faktor genetik/biologis anak tersebut. Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk
mengembangkan keilmuannya sebagai wujud kepeduliannya dalam meningkatkan kesejahteraan
umat manusia baik dalam tingkatan preklinik maupun klinik. Untuk dapat mengembangkan
keilmuannya maka keperawatan dituntut untuk peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
di lingkungannya setiap saat. Keperawatan anak sebagai cabang ilmu keperawatan juga tidak
terlepas dari adanya berbagai perubahan tersebut, seperti teknologi alat kesehatan, variasi jenis
penyakit dan teknik intervensi keperawatan. Adanya berbagai perubahan yang terjadi akan
menimbulkan berbagai trend dan isu yang menuntut peningkatan pelayanan asuhan keperawatan.
Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk membahas Trend dan Isu Keperawatan
Anak
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Trend dan Isu
3. Apa yang dimaksud dengan keperawatan anak?
4. Bagaimanakah trend dan isu keperawatan?
6. Bagaimanakah trend dan isu dalam keperawatan anak pada saat ini?
C. Tujuan
1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Trend dan isu
3. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan keperawatan anak
4. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan trend dan isu keperawatan.
6. Menjelaskan apa saja trend dan isu keperawatan anak pada saat ini.
D. Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui trend dan isu yang beredar dalam masyarakat tentang
keperawatann anak. Kemudian mahasiswa dapat menyikapi trend dan isu tersebut. Sehingga hal
tersebut dapat menunjang mahasiswa menjadi lebih baik dalam memberikan pelayanan
kesehatan terhadap klien
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Trend dan Isu
Trend adalah hal yang sangat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa, trend juga dapat
didefinisikan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi pada saat ini yang biasanya
sedang populer dikalangan masyarakat. Sementara Isu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang
dapat diperkirakan terjadi atau tidak terjadi pada masa mendatang, yang menyangkut ekonomi,
moneter, sosial, politik, hukum, pembangunan nasional, bencana alam, ataupun tentang kritis. Isu
adalah sesuatu yang sedang dibicarakan oleh banyak orang namun masih belum jelas faktanya
atau buktinya.
B. Pengertian keperawatan anak
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan yang profesional, yang merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, dengan bentuk pelayanan
yang mencakup biopsikososial-spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok,
masyarakat baik sehat maupun sakit dalam siklus kehidupan manusia. Menurut UU RI No. IV th
1979 ttg kesejahteraan anak, disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai
umur 21 tahun dan belum menikah Sedangkan menurut UU RI No. I th 1974 Bab IX ps 42
disebutkan bahwa anak yang sah adalah yang dilahirkan dalam atau sebagai perkawinan yang
sah. Dari kedua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian anak adalah
seseorang yang dilahirkan dalam atau sebagai perkawinan yang sah yang belum mencapai usia
21 tahun dan belum menikah.
Dalam keperawatan anak, perawat harus mengetahui bahwa prinsip keperawatan anak adalah :
1. Anak bukan miniatur orang dewasa
2. Anak sebagai individu unik & mempunyai kebutuhan sesuai tahap perkembangan
3. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada pencegahan & peningkatan derajat kesh,
bukan mengobati anak sakit
4. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada kesejahteraan
anak sehingga perawat bertanggung jawab secara komprehensif dalam memberikan askep
anak
5. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak & keluarga untuk mencegah,
mengkaji, mengintervensi & meningkatkan kesejahteran dengan menggunakan proses
keperawatan yang sesuai dengan moral ( etik ) & aspek hukum ( legal )
6. Tujuan keperawatan anak & remaja adalah untuk meningkatkan maturasi / kematangan
7. Berfokus pada pertumbuhan & perkembangan
C. Trend dan isu keperawatan
Trend dan isu keperawatan adalah sesuatu yang sedang dibicarakan banyak orang tentang
praktek/ mengenai keperawatan baik itu berdasarkan fakta maupun tidak, trend dan isu tentunya
menyangkut tentang aspek legal dan etis keperawatan. Setelah tahun 2000, dunia khususnya
bangsa Indonesia memasuki era globalisasi, pada tahun 2003 era dimulainya pasar bebas
ASEAN dimana banyak tenaga professional keluar dan masuk ke dalam negeri. Pada masa itu
mulai terjadi suatu masa transisi/pergeseran pola kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan
masyarakat tradisional berubah menjadi masyarakat yang maju. Keadaan itu menyebabkan
berbagai macam dampak pada aspek kehidupan masyarakat khususnya aspek kesehatan baik
yang berupa masalah urbanisaasi, pencemaran, kecelakaan, disamping meningkatnya angka
kejadian penyakit klasik yang berhubungan dengan infeksi, kurang gizi, dan kurangnya
pemukiman sehat bagi penduduk. Pergeseran pola nilai dalam keluarga dan umur harapan hidup
yang meningkat juga menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan kelompok lanjut
usia serta penyakit degeneratif.
Pada masyarakat yang menuju ke arah moderen, terjadi peningkatan kesempatan untuk
meningkatkan pendidikan yang lebih tinggi, peningkatan pendapatan dan meningkatnya
kesadaran masyarakat terhadap hukum dan menjadikan masyarakat lebih kritis. Kondisi itu
berpengaruh kepada pelayanan kesehatan dimana masyarakat yang kritis menghendaki
pelayanan yang bermutu dan diberikan oleh tenaga yang profesional. Keadaan ini memberikan
implikasi bahwa tenaga kesehatan khususnya keperawatan dapat memenuhi standart global
internasional dalam memberikan pelayanan kesehatan/keperawatan, memiliki kemampuan
professional, kemampuan intelektual dan teknik serta peka terhadap aspek social budaya,
memiliki wawasan yang luas dan menguasi perkembangan Iptek. Namun demikian upaya untuk
mewujudkan perawat yang professional di Indonesia masih belum menggembirakan, banyak
factor yang dapat menyebabkan masih rendahnya peran perawat professional, diantaranya :
1) Keterlambatan pengakuan body of knowledge profesi keperawatan. Tahun 1985
pendidikan S1 keperawatan pertama kali dibuka di UI, sedangkan di negara barat pada
tahun 1869.
2) Keterlambatan pengembangan pendidikan perawat professional
3) Keterlambatan system pelayanan keperawatan., ( standart, bentuk praktik keperawatan,
lisensi ) Menyadari peran profesi keperawatan yang masih rendah dalam dunia kesehatan
akan berdampak negatif terhadap mutu pelayanan kesehatan bagi tercapainya tujuan
kesehatan “ sehat untuk semua pada tahun 2010 “, maka solusi yang harus ditempuh
adalah :
1) Pengembangan pendidikan keperawatan.
Sistem pendidikan tinggi keperawatan sangat penting dalam pengembangan perawatan
professional, pengembangan teknologi keperawatan, pembinaan profesi dan pendidikan
keperawatan berkelanjutan. Akademi Keperawatan merupakan pendidikan keperawatan
yang menghasilkan tenaga perawatan professional dibidang keperawatan. Sampai saat ini
jenjang ini masih terus ditata dalam hal SDM pengajar, lahan praktik dan sarana serta
prasarana penunjang pendidikan.
2) Memantapkan system pelayanan perawatan professional
Depertemen Kesehatan RI sampai saat ini sedang menyusun registrasi, lisensi dan
sertifikasi praktik keperawatan. Selain itu semua penerapan model praktik keperawatan
professional dalam memberikan asuhan keperawatan harus segera di lakukan untuk
menjamin kepuasan konsumen/klien.
3) Penyempurnaan organisasi keperawatan
Organisasi profesi keperawatan memerlukan suatu perubahan cepat dan dinamis serta
kemampuan mengakomodasi setiap kepentingan individu menjadi kepentingan organisasi
dan mengintegrasikannya menjadi serangkaian kegiatan yang dapat dirasakan
manfaatnya. Restrukturisasi organisasi keperawatan merupakan pilihan tepat guna
menciptakan suatu organisasi profesi yang mandiri dan mampu menghidupi anggotanya
melalui upaya jaminan kualitas kinerja dan harapan akan masa depan yang lebih baik
serta meningkat.
D. Trend dan isu keperawatan anak
1. Imunisasi
Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit infeksi dengan menyuntikkan vaksin kepada anak
sebelum anak terinfeksi. Anak yang diberi imunisasi akan terlindung dari infeksi penyakit-
penyakit .Yang dapat menyebabkan infeksi sebelum mikroorganisme tersebut memiliki
kesempatanuntuk menyerang tubuh kita. Dengan imunisasi tubuh kita akan terlindungi dari
infeksi begitu pula orang lain. Karena tidak tertular dari kita
a. Tujuan Imunisasi
Tujuan dari imunisasi adalah untuk menguranggi angka penderitaan suatupenyakit yang sangat
membahayakan kesehatan bahkan bias menyebabkankematian pada penderitanya. Beberapa
penyakit yang dapat di hindari dengan imunisasi yaitu:
1. Hepatitis.
2. Campak.
3. Polio.
4. Difteri.
5. Tetanus.
6. Batuk Rejan.
7. Gondongan
8. Cacar air
9. TBC
b. Macam-Macam Imunisasi
1) Imunisasi Aktif.
Adalah kekebalan tubuh yang di dapat seorang karena tubuh yangsecara aktif membentuk zat
antibodi, contohnya: imunisasi polio ataucampak . Imunisasi aktif juga dapat di bagi dua macam:
a) Imunisasi aktif alamiah adalah kekebalan tubuh yang secara ototmatis di peroleh
sembuhdari suatu penyakit.
b) Imunisasi aktif buatanadalah kekebalan tubuh yang di dapat dari vaksinasi yang diberikan
untuk mendapatkan perlindungan dari sutu penyakit.
2) Imunisasi Pasif
Adalah kekebalan tubuh yang di dapat seseorang yang zat kekebalantubuhnya di dapat dari
luar.Contohnya Penyuntikan ATC (Anti tetanusSerum).Pada orang yang mengalami luka
kecelakaan. Contah lain adalah:Terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut
menerimaberbagi jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama
masakandungan.misalnya antibodi terhadap campak. Imunisasi pasif ini dibagi yaitu:
a) Imunisai pasif alamiahAdalah antibodi yang di dapat seorang karena di turunkan olehibu
yang merupakan orang tua kandung langsung ketika beradadalam kandungan.
b) Imunisasi pasif buatan.Adalah kekebalan tubuh yang di peroleh karena suntikan
serumuntuk mencegah penyakit tertentu
3) Jenis-Jenis Imunisasi
a) Imunisai BCG adalah prosuder memasukkan vaksin BCG yang bertujuanmemberi kekebalan
tubuh terhadap kuman mycobacterium tuberculosis dengan cara menghambat penyebaran
kumanb) Imunisasi hepatitis B adalah tindakan imunisasi dengan pemberianvaksin hepatitis B ke
tubuh bertujuan memberi kekebalan dari penyakithepatitis.

c) Imunisasi polio adalah tindakan memberi vaksin poli (dalam bentuk oral)atau di kenal dengan
nama oral polio vaccine (OPV) bertujuan memberikekebalan dari penyakit
poliomelitis.Imunisasi dapat di berikan empatkali dengan 4-6 minggu.
d) Imunisasi DPT adalah merupakan tindakan imunisasi dengan memberi vaksin DPT (difteri
pertusis tetanus) /DT (difteri tetanus) pada anak yang bertujuan memberi kekebalan dari kuman
penyakit difteri,pertusis,dantetanus. Pemberian vaksin pertama pada usia 2 bulan dan berikutnya
dengan interval 4-6 minggu.
e) Imunisasi campak adalah tindakan imunisasi dengan memberi vaksin campak pada anak yang
bertujuan memberi kekebalan dari penyakit campak. Imunisasi dapat di berikan pada usia 9
bulan secara subkutan,kemudian ulang dapat diberikan dalam waktu interval 6 bulanatau lebih
setelah suntikan pertama . ( Asuhan neonates, bayi dan balita.
4) Mekanisme Imunisasi Dalam Proses Pencegahan Penyakit
Imunisasi bekerja dengan cara merangsang pembentukan antibody terhadap organisme
tertentu,tanpa menyebabkan seorang sakit
Indonesian Journal for Health Sciences
Vol. 6, No. 2, September 2022, Hal. 15-23
ISSN 2549-2721 (Print), ISSN 2549-2748 (Online) 15
journal.umpo.ac.id/index.php/IJHS
TREN MENOLAK VAKSIN
Feni Sulistyawati1*, Ni Putu Widarini1
1Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
ABSTRAK
Riwayat Artikel:
Disubmit: 04/01/2022
Diterima: 08/03/2022
Diterbitkan: 16/09/2022
Kata Kunci:
Tren, Menolak, Vaksin
Abstract:
Vaccination has an effect on the immune system and protects the body from various diseases that
can be stopped by vaccines. However, there are still people who refuse to be vaccinated. The
movement to reject the vaccine has been going on for a long time both at home and abroad. This
literature study aims to determine the rejection of vaccines that occur in developing and
developed countries. This article was written using a literature study of Google Schoolar
and Pubmed database searches from 2016-2020 with database keyword syntax and obtained 28
findings according to the topic. The results of the literature study show that the cause of refusal
in developing countries refers to religious beliefs that prohibit the use of vaccines, while in
developed countries it is caused by public distrust of government agencies, health authorities,
and the pharmaceutical industry which are believed to take advantage of the vaccine program
and myths that develop regarding the effects of vaccines. next to vaccinations that cause autism.
There is a need for health education taking into account beliefs, so as to be able to change
people's decisions to vaccinate, cooperation with the government and other multi-sectors in
vaccine campaigns as well as a firm policy from the government in assisting the implementation
of the vaccination program.
Abstrak:
Vaksinasi memberikan efek pada sistem kekebalan tubuh serta melindungi tubuh dari berbagai
penyakit yang dapat dihentikan dengan vaksin. Meski demikian masih terdapat masyarakat yang
menolak adanya vaksinasi. Gerakan penolakan vaksin tersebut sudah lama terjadi baik di dalam
maupun luar negeri. Studi literatur ini bertujuan untuk mengetahui penolakan vaksin yang terjadi
di negera berkembang dan negara maju. Artikel ini ditulis dengan menggunakan studi literatur
pencarian database Google Schoolar dan Pubmed dari tahun 2016-2020 dengan sintaks kata
kunci database dan diperoleh 28 temuan yang sesuai dengan topik. Hasil studi pustaka
menunjukkan bahwa penyebab penolakan di Negara berkembang lebih mengacu pada
kepercayaan agama yang melarang penggunaan vaksin sedangkan di negara maju disebabkan
ketidak percayaan masyarakat terhadap instansi pemerintahan, otoritas kesehatan, dan industri
farmasi yang diyakini mengambil keuntungan dengan adanya program vaksin serta mitos yang
berkembang terkait efek samping vaksinasi yang menyebabkan autisme. Diperlukan adanya
edukasi kesehatan dengan mempertimbangkan keyakinan, sehingga mampu mengubah
keputusan masyarakat dalam melakukan vaksinasi, kerja sama pemerintah dan multisektor
lainnya dalam kampanye vaksin serta adanya kebijakan yang tegas dari pemerintah dalam
membantu terlaksananya pencapaian program vaksinasi
PENDAHULUAN berniat memberi vaksin[4]. Secara global
Adanya kasus infeksi akhir-akhir ini ada sekitar 19,5 juta bayi melewatkan
yakni covid-19 menyebabkan keresahan di imunisasi dasar. Sekitar 60% tinggal di
masyarakat. Dalam upaya pencegahan dan wilayah Afrika Selatan, Pakistan, Nigeria,
penanggulangan, kita perlu belajar sejarah Ethiopia, Brazil, Angola, Republik
penyakit khususnya penyakit yang sudah Demokratik Kongo, Iraq, India dan
tua[1]. Dimulai dari munculnya beberapa Indonesia[5].
penyakit yang lazim dialami oleh penduduk Gerakan penolakan vaksin sudah
yang tinggal di kawasan timur Jawa pada lama terjadi baik di dalam maupun di luar
abad ke 19. Pada saat itu beberapa penyakit negeri. Mayoritas sekolah berbasis agama
menimbulkan permasalahan yaitu epidemik enggan melakukan vaksinasi[6]. Hal
seperti kolera, malaria dan cacar yang tersebut selaras dengan penelitian yang
menjangkiti hampir seluruh wilayah. Upaya dilakukan di Asia yakni Indonesia dengan
pelayanan kesehatan pertama kali pada hasil para orang tua khususnya ibu-ibu
masa itu dengan adanya kebijakan terkait memandang pemberian vaksin bukanlah
vaksinasi yang dikenal dengan separated cara terbaik untuk mencegah penyakit.
vaccination system yakni sistem pen- Mereka memilih mengkonsumsi bahan-
cacaran baru dengan metode pengulangan bahan alami serta menjauhi makanan yang
vaksin dari masa bayi[2]. mengandung bahan pewarna dan pengawet
Vaksinasi dilakukan untuk mem- serta bahan kimia buatan lainnya. Menurut
berikan efek pada sistem kekebalan tubuh mereka vaksin yang diimunisasikan berasal
dalam pembentukan antibodi khusus guna dari monyet, janin hasil aborsi dan babi
melindungi tubuh dari berbagai penyakit sehingga mereka mengganggapnya haram
yang sejatinya dapat dihentikan dengan serta menjijikkan[7].
adanya vaksinasi[3]. Meski demikian, tidak Gerakan anti vaksin juga terjadi di
sedikit masyarakat yang menolak adanya Eropa. Menurut Fournet et al tahun 2018
vaksin. Isu penolakan vaksin hingga menyatakan meskipun program pemberian
munculnya kelompok anti vaksin me- vaksin nasional efektif di Eropa namun ada
nyebabkan keresahan tidak hanya di beberapa kelompok minoritas dengan
kalangan tenaga kesehatan yang bertugas di ideologi tertentu yang enggan untuk
lapangan, namun juga orang tua yang melakukan vaksin sehingga berulang kali
terjangkit wabah penyakit yang seharusnya pustaka dilakukan dengan mengekstraksi
mampu dicegah dengan pemberian vaksin data dari penelitian yang relevan sebagai
[8]. Berdasarkaan pemaparan literatur studi sampel. Penulis memilih artikel
terkait penolakan vaksin yang terjadi di penelitian yang telah ditemukan ber-
beberapa wilayah maka pada pembahasan dasarkan kriteria inklusi yakni
ini akan dijelaskan tentang analisa judulpenelitian, kajian desain metode
perbedaan tren menolak pemberian vaksin penelitian,
di negara berkembang dan negara maju. pengumpulan data dan instrumen yang
METODE PENELITIAN digunakan dan hasil yang sesuai dengan
Penulisan ini menggunakan metode topik pembahasan. Selain itu kriteria
studi literatur dari jurnal nasional dan eksklusi yakni artikel dengan desain yang
internasional. Pada jurnal nasional melalui tidak jelas kaitanya dengan metodologi
website https://scholar.google.co.id/ serta tidak sesuai dengan topik
dengan tiga kata kunci yakni yang pertama pembahasan dikeluarkan dari review.
“Penolakan Vaksin Indonesia”, pengaturan HASIL DAN PEMBAHASAN
rentang waktu 2016-2020 ditemukan 1.240 1. Definisi dan Sejarah Vaksin
temuan dan diperoleh 9 temuan. Kedua Asal mula terbentuknya kata vaksin
“Penolakan Vaksin Malaysia” ditemukan diambil dari bahasa latin yakni vacca yang
242 temuan dan diperoleh 5 temuan. artinya sapi dan vaccinia atau cacar air.
Ketiga “Penolakan Vaksin Thailand” Vaksin merupakan suatu antigen yang
ditemukan 167 temuan dan diperoleh 3 diperlukan tubuh dalam pembentukan
temuan. Selain itu, pada jurnal sistem kekebalan aktif terhadap suatu
internasional melalui penyakit sehingga dapat mengurangi
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/ dengan pengaruh adanya infeksi dari organisme
kata kunci “Vaccine Refusal”, pengaturan alami maupun liar. Bentuk vaksin berupa
rentang waktu 2016-2020 dan free fulltext galur virus yang dimatikan atau dilemahkan
ditemukan 403 temuan dan diperoleh 11 sehingga tidak berbahaya dan berupa
temuan. Berdasarkan hasil temuan tersebut organisme mati hasil pemurnian seperti
diperoleh total 28 temuan yang sesuai protein, peptide, partikel yang mirip virus
dengan topik pembahasan. dan lain-lain. Vaksin juga mampu mem-
Pengumpulan data dalam tinjauan persiapkan sistem antibodi tubuh manusia
maupun hewan dalam mempertahankan diri Peraturan Menteri Kesehatan Republik
dari serangan patogen utamanya yang Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 Tentang
berasal dari bakteri dan virus [3]. Penyelenggaraan Imunisasi[9] terdiri dari
Sejarah vaksinasi dimulai saat abad (1) Vaksin Measles, Mumps, Rubela
ke-19 tepatnya di daerah Jawa. Ada (MMR) mencegah penyakit campak,
beberapa penyakit epidemi yang menyebar gondongan serta penyakit rubela, (2)
baik secara lokal dan regional maupun Vaksin Tifoid mencegah penyakit tifus
supralocal mulai dari kolera, malaria, dan direkomendasikan untuk anak > 2 tahun,
cacar. Epidemi yang paling utama pada (3) Vaksin varisela adalah vaksin yang
masa itu adalah adanya demam tifus. terdapat dalam bentuk bubuk kering berasal
Sementara pada abad ke-20 beberapa dari varisela-zoster yang dilemahkan, (4)
penyakit tersebut menjadi kurang penting Vaksin Hepatitis-A merupakan vaksin yang
karena hanya terjadi per kasus saja. terbuat dari virus yang dimatikan, (5)
Sedangkan pada awal abad ini, justru Vaksin Influenza mencegah komplikasi
muncul penyakit baru yang mempunyai yang berhubungan dengan influenza, (6)
pengaruh signifikan terhadap kesehatan Vaksin Pneumokokus mencegah infeksi
masyarakat di Jawa, yaitu epidemi yang disebabkan oleh infeksi pneumonia
influenza yang terjadi pada tahun 1918 dan penyebab penyakit meningitis dan
epidemi PES yang terjadi mulai tahun pneumonia. Terdiri dari Pneumokokus
1911. Kebijakan pemerintah kolonial pada polisakarida Vaksin (PPV) dan
masa itu berdampak terhadap perkembang- Pneumokokus Konyugasi Vaksin (PCV)
an kesehatan masyarakat di daerah tersebut. [10], (7) Vaksin Rotavirus melindungi bayi
Keberhasilan Belanda dalam pengiriman dan anak dari radang lambung, (8) Vaksin
vaksin yang masih aktif secara langsung ke Japanese Ensephalitis, (9) Vaksin Human
Batavia dengan dimasukkan ke dalam pipa Papillomavirus (HPV) mencegah adanya
kapiler pada pertengahan abad ke 19 infeksi terkait HPV, (10) Vaksin Herpes
merupakan catatan pengiriman vaksin Zoster mencegah penyakit infeksi akibat
pertama yang dikirimkan secara langsung reaktivasi dari virus cacar air (Virus
dari Eropa ke Indonesia[2]. Varicella Zoster) yang menyerang sistem
Saat ini beberapa jenis vaksin yang saraf dan biasanya ditandai dengan ruam
digunakan oleh pemerintah dalam kulit, (11) Vaksin Hepatitis B memberikan
perlindungan dan mengurangi insiden polio. Hal ini tentu berisiko untuk
timbulnya penyakit hati kronik dan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB)[12].
karsinoma hati., (12) Vaksin Dengue Selain itu, keraguan akan penggunaan
berasal dari virus yang berada di dalam vaksin mengalami peningkatan secara
Flavivirus dimana memiliki empat serotipe global termasuk pada kampanye yang
yakni dengue 1, dengue 2, dengue 3 dan dilakukan sejak bulan Agustus 2018 terjadi
dengue 4. Vaksin ini digunakan untuk banyak penolakan oleh beberapa kelompok
mencegah penyakit demam berdarah[11]. di beberapa wilayah tanah air[13]. Seperti
Dari sekian banyak vaksin yang di yang dijelaskan dalam artikel seminar
jabarkan, terdapat tiga cakupan vaksin nasional sains, penolakan vaksin terjadi di
terendah di dunia pada tahun 2016 beberapa negara di asia tenggara termasuk
diantaranya rotavirus dengan cakupanglobal Indonesia, Malaysia, dan Thailand[14],
diperkirakan mencapai 25% pada 90 Eropa[8] dan Amerika[15].
negara, pnemukokus dengan cakupan se- 2. Penolakan Vaksin Negara Ber-
besar 42%, dan rubella dengan cakupan kembang
global mencapai 47%[5]. Di Indonesia, kasus penolakan vaksin
Angka cakupan yang rendah terjadi di beberapa wilayah dengan ber-
menandakan bahwa penyakit infeksi yang bagai macam penyebab mulai dari
seharusnya mampu ditekan dengan adanya keyakinan orang tua yang dipengaruhi oleh
vaksinasi justeru bertambah banyak karena beberapa faktor hingga isu agama tertentu
adanya imbas dari keraguan yang berujung yang menyatakan larangan untuk pemberi-
pada penolakan akan vaksinasi. Berdasar- an vaksin. Fenomena pemberian vaksin
kan data dari GAVI, WHO dan UNICEF yang menarik perhatian publik adalah saat
menyebutkan bahwa setidaknya 80 juta kampanye pemberian vaksin measles
anak usia kurang dari 1 tahun memiliki rubella. Pada tahun 2017, adanya tindakan
risiko untuk menderita penyakit difteri, penolakan dari para orang tua mengantar-
campak dan polio. Saat ini terdapat 64% kan Kementerian Kesehatan pada situasi
dari 107 negara mengalami gangguan atau krisis[16]. Bumerang negatif terhadap
penundaan pelaksanaan layanan imunisasi kampanye vaksin MR yang dilaksanakan
rutin dan 60 negara menunda pelaksanaan oleh Kementerian Kesehatan RI sebagian
kampanye imunisasi terutama campak dan besar terjadi akibat adanya tokoh kunci
atau opinion leader yang berpengaruh ter- yang berasal dari wahyu Tuhan. Kehalalan
hadap persepsi dan prilaku khalayak yang sumber, bahan, dan prosedur pembuatan-
menerima pesan. Opinion leader dalam hal nya menjadi perhatian utama dalam hadis
ini adalah institusi keagamaan yang tersebut[6].
menerbitkan temuan tentang kandungan Isu penolakan vaksin di Malaysia
vaksin MR[17]. Pengetahuan ibu terhadap tidak kalah dengan Indonesia. Gencarnya
vaksin MR juga mempengaruhi minat kelompok penolak vaksin dalam menyuara-
dalam keikutsertaan vaksin tersebut[18]. kan terkait larangan vaksin pada agama
Dalam penelitian Taswin dkk[19] terdapat tertentu berdampak pada berkurangnya
hubungan pengetahuan dan sikap dengan peminat vaksin di negara tersebut. Ber-
minat pemberian vaksin Measles Rubella dasarkan laman online The Malaysian
(MR). Medical Gazatte menjelaskan bahwa
Yufika dkk dalam penelitainnya penerimaan masyarakat terhadap peng-
mengungkapkan sebanyak 15,9% orang tua gunaan vaksin anak-anak mendapat dua
khususnya pada kalangan ibu muda dan reaksi yang berbeda. Secara umum, mereka
kelompok dengan tingkat pendidikan yang yang menolak vaksin dapat dikategorikan
lebih rendah menyatakan keraguan ter- menjadi dua jenis. Pertama, kelompok
hadap vaksinasi anak dengan masalah vaccine refusal adalah masyarakat yang
keamanan dan keefektifan vaksin[20]. sangat kaku menolak vaksin dengan
Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin berbagai alasan dan tuduhan karena ingin
baik penerimaan terhadap pemberian mencegah anaknya divaksinasi. Di antara
vaksin[21]. Penyebab lain keraguan akan tuduhan utama mereka adalah mengenai
vaksin dikarenakan adanya kesalahpaham- status halal dan ilegal dari vaksin tersebut.
an terhadap informasi vaksin yang mereka Selanjutnya, kelompok kedua dikenal
dapat serta kurang adanya dukungan dari sebagai vaccine hesitancy adalah mereka
lingkungan juga ikut mengambil peranan tidak seratus persen menolak vaksin dan
[22]. Kayakinan agama juga memberikan tidak begitu kaku dalam menolak vaksin.
pengaruh terhadap penerimaan vaksin[23]. Akan tetapi, mereka tidak mengambil
Dasar yang digunakan dalam hal ini adalah vaksin karena beberapa faktor teknis seperti
di dalam salah satu hadis mengajarkan kendala waktu, kurangnya sarana
tentang metode berdasarkan petunjuk Nabi transportasi atau kendala keuangan. Orang-
orang di kelompok kedua lebih banyak menerima vaksinasi[29].
yang menentang vaksin dan sikap mereka Serupa dengan Indonesia dan
masih bisa diubah[24]. Meskipun sudah Malaysia, Thailand yang merupakan salah
terdapat fatwa dari Majlis Muzakarah satu prevalensi kanker serviks tertinggi di
Jawatan Kebangsaan Jakim berkaitan dunia, terutama disebabkan oleh Human
dengan kehalalan vaksin, orang-orang yang Papilloma Virus (HPV) juga terjadi
menentang mereka sangat meyakini bahwa penolakan terhadap vaksinasi. Infeksi HPV
vaksin yang dikeluarkan oleh pemerintah yang semestinya berhasil dicegah dengan
mengandung unsur najis dan haram[25]. vaksinasi[30] menjadi kurang maksimal
Anak-anak yang tidak menerima pemberian akibat terjadi beberapa penolakan di
vaksin lebih cenderung perempuan, daerah wilayah tersebut[31]. Penelitian lain terkait
perkotaan serta memiliki ibu yang tidak seroprevalensi campak nasional dari
percaya bahwa vaksin dapat mencegah anggota RTA yang lahir antara tahun 1977
penyebaran penyakit, dan mendapat dan 1990, menemukan aprevalensi campak
perawatan di fasilitas swasta[26]. 78,5% yakni lebih rendah dari rekomendasi
Berdasarkan berita kompas inter- WHO[32]. Penyebab penolakan vaksin
nasional, di daerah Johor, sekitar 7% anak- HPV yakni pengambilan keputusan
anak menolak adanya vaksinasi pada perempuan dalam memperoleh vaksin HPV
program vaksin yang diadakan pemerintah berdasarkan persepsi diri sendiri dan
setempat. Penolakan mengakibatkan pandangan pihak ketiga seperti keluarga,
munculnya 4 kasus difteri di daerah teman, dan tenaga kesehatan[31]. Selain itu
tersebut[27]. Penolakan vaksin juga adanya hubungan antara pengetahuan,
terdapat di Kuala Lumpur sebanyak 14,5%. keyakinan, dan penerimaan orang tua
Penyebab utama penolakan vaksin tersebut terhadap vaksinasi HPV untuk anak
yaitu enggan menjadi penerima pertama perempuan mereka kaitannya dengan
vaksin baru, pengalaman masa lalu yang variabel sosio-demografis dan agama[30].
negatif, ketidakpercayaan pada industri 3. Penolakan Vaksin Negara Maju
farmasi, ketidakpercayaan pada sistem dan Selain di negera berkembang, kontro-
penyedia kesehatan[28]. Kepercayaan versi penolakan vaksin juga terjadi di
budaya, tradisional, dan agama lokal yang negara maju yakni beberapa negara di
unik juga menyebabkan keraguan dalam benua Eropa yakni Rumania dan Perancis
serta benua Amerika yakni negara juga menyebabkan berkurangnya cakupan
Amerika. Mayoritas dari mereka yang vaksinasi sehingga mengurangi efektivitas
menolak vaksin bukan lagi dari segi proses vaksinasi dan mengancam kesehatan
keyakinan dan agama akan tetapi logika masyarakat[36].
serta cara berfikir masyarakat yang Pengaruh kontekstual yang di-
cenderung rasional terkait kontrovesi identifikasi dalam keraguan terhadap
vaksin yang pro pemerintah. Beberapa vaksin di Eropa yakni adanya informasi
negara di Eropa semakin digambarkan negatif dari media, cara komunikasi
sebagai wilayah di dunia dengan tingkat pemimpin yang kurang tepat, serta adanya
kepercayaan paling rendah terhadap keraguan terhadap industri farmasi[35]
vaksinasi, dan khususnya dalam keamanan kekhawatiran tentang potensi efek samping
vaksin[33]. Beberapa kelompok besar juga vaksin dan ketidakpercayaan terhadap
menolak adanya vaksin baru seperti otoritas kesehatan, petugas kesehatan, dan
komunitas Orthodox Protestant, Roma, orang baru juga menjadi faktor penyebab
Irish Travellers dan komunitas Orthodox terjadinya keraguan terhadap vaksin di
Jewish. Dalam setiap grup terdapat Eropa[36]. Salah satu kasus yang dilapor-
berbagai keyakinan dan keberatan terhadap kan oleh Davidson, terjadinya keraguan
vaksinasi[8]. Selain itu, lingkungan terhadap pemerintah, otoritas kesehatan dan
masyarakat sipil juga mempertanyakan industri farmasi dikarenakan mereka
keuntungan dari vaksin yang semakin menganggap ketiganya mengambil ke-
banyak dan efektif. Keraguan dan untungan dari adanya program vaksinasi
penolakan terhadap vaksin tidak hanya tersebut[37].
untuk vaksin tertentu, tetapi seringkali Di Amerika, penolakan vaksin telah
secara umum[34]. Di Romania, penolakan menjadi cerita yang berulang di media
vakasinasi sebesar 30,3% dan 11,7% orang selama lebih dari satu dekade[15].
tua melaporkan menolak vaksinasi anak Penentangan terhadap vaksin muncul
mereka. Beberapa vaksin yang di tolak setelah diperkenalkannya vaksin cacar pada
yakni vaksin varicella menimbulkan akhir abad ke-18[38]. Dalam penelitian
keraguan 35%, vaksin campak 27,7%, HPV yang dilakukan Phadkke dkk[39], meng-
24,1%,dan vaksin gondok 23,4%[35]. Di gambarkan dari 1.416 kasus campak lebih
Perancis, muncul keragu-raguan vaksin dari separuh (56,8%) tidak memiliki
riwayat vaksinasi campak dengan 32 KESIMPULAN
laporan terjangkit wabah pertusis, termasuk Tren penolakan vaksin terjadi di
10.609 orang yang divaksinasi kisaran, negara berkembang (Indonesia, Malaysia
24%-45% dari individu tidak bersedia dan Thailand) dan negara maju (negara-
divaksinasi. Penentangan juga terjadi di negara di benua Eropa dan Amerika).
Brasil, mayoritas individu yang ragu-ragu Kedua negara memiliki latar belakang pe-
berada di antara dua kutub. Hasil nolakan yang berbeda. Penyebab penolakan
pengamatan pada tahun 2016 terjadi negara berkembang lebih mengacu pada
penurunan cakupan vaksinasi di wilayah kepercayaan agama yang melarang peng-
tersebut[40]. gunaan vaksin. Sedangkan di negara maju
Penyebab terjadinya keraguan disebabkan ketidakpercayaan masyarakat
vaksinasi di Amerika adalah penurunan terhadap instansi pemerintahan, otoritas
kepercayaan pada vaksin, profesional kesehatan, dan industri farmasi yang hanya
medis yang memberikan vaksin, dan ilmu- mengambil keuntungan dengan adanya
wan yang mempelajari serta mengembang- program vaksin serta mitos yang ber-
kan vaksin[15], adanya mitos serta kembang terkait efek samping vaksinasi
ketidakpercayaan akan vaksin, peran orang yang menyebabkan autisme.
tua atau pengasuh yang salah mencari Berdasarkan penyebab terjadinya
sumber informasi, pengalaman pribadi penolakan vaksin diperlukan adanya
dengan layanan kesehatan, masalah sosial edukasi tidak hanya dari sisi kesehatan
[38] alasan agama dan filosofi[39]. akan tetapi juga pendekatan secara
Ketidakpercayaan terhadap vaksin di keyakinan, sehingga mampu untuk meng-
Amerika juga terjadi karena adanya mitos ubah keputusan masyarakat dalam me-
yang berkembang dimana mereka ber- lakukan vaksinasi. Selain itu kerja sama
anggapan bahwa vaksin MMR dan campak pemerintah dan multisektor lainnya dalam
menyebabkan terjadinya autisme[37]. Ada- kampanye vaksin serta adanya kebijakan
nya peningkatan jumlah mereka yang yang tegas dari pemerintah juga akan mem-
rentan terhadap infeksi yang sejatinya bantu terlaksananya pencapaian program
mampu dicegah dengan adanya vaksinasi vaksinasi. Dalam pembahasan ini masih
adalah salah satu dari konsekuensi
penolakan vaksin[41].
berupa data dan argumentasi dari .php/riptek/article/view/30/31.
beberapaliteratur yang hanya diambil dari [5] IDAI, “Capai Imunisasi Lengkap:
sedikit Bersama Melindungi dan Terlindung,”
sampel di negara berkembang maupun Seputar pekan imunisasi dunia, 2018.
negara maju sehingga masih diperlukan http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imu
sumber lain yang lebih akurat serta nisasi/seputar pekan dunia (accessed
observasi yang lebih mendalam terkait Oct. 13, 2020).
penolakan vaksin di beberapa negara [6] A. Y. Muallifah, “Mengurai Hadis
berkembang maupun negara maju Tahnik dan Gerakan Anti Vaksin,” J.
DAFTAR PUSTAKA Living Hadis, vol. 2, no. 2, p. 253,
[1] D. Novidiantoko, Merajut Asa Di 2018, doi:
Tengah Pandemi Covid-19 10.14421/livinghadis.2017.1334.
(Pandangan Akademisi UNHAS). [7] D. Wulandari and M. Dwidiyanti,
Yogyakarta: Deepublish, 2020. “Pengetahuan dan Persepsi Ibu yang
[2] I. G. W. Wisnuwardana, “Kebijakan Menolak Pemberian Imunisasi Dasar
Pemerintah Kolonial Dalam Balita,” IJMS - Indones. J. Med. Sci.,
Penanganan Penyakit Cacar Di Jawa vol. 4 No. 1, no. 1, pp. 44–55, 2017,
Abad XIX-XX,” J. Pendidik. dan [Online]. Available:
Ilmu-Imu Sosisal, vol. 4, no. 1, pp. 1– http://ejournal.ijmsbm.org/index.php/ij
15, 2016. ms/article/view/97.
[3] J. Ahyar and M. Muzir, Kamus Istilah [8] N. Fournet et al., “Under-vaccinated
Ilmiah: Dilengkapi dengan Kata Baku groups in Europe and their beliefs,
dan Tidak Baku, Unsur Serapan, attitudes and reasons for non-
Singkatan dan Akronim, dan vaccination; Two systematic reviews,”
Peribahasa. Jawa Barat: CV Jejak, BMC Public Health, vol. 18, no. 1, pp.
2019. 1–17, 2018, doi: 10.1186/s12889-018-
[4] Makarim F.R, “Kewajiban Imunisasi 5103-8.
Dasar, Manfaat Dan Keamanan,” [9] Permenkes 65 tahun, “Berita Negara,”
Reptek, vol. 3, no. 2, pp. 11–20, 2010, 2017.
[Online]. Available: [10] S. D. Rachmawati, W. Barlianto, and
https://riptek.semarangkota.go.id/index Ariani, Pedoman Praktis Imunisasi
Pada Anak, 1st ed. Malang: UB Press, Penolakan Vaksin di Beberapa Negara
2019. Asia dan Ancaman Penyakit,” vol. 1,
[11] F. Ahsan, N. Y. Rahmawati, and F. N. no. 1, pp. 128–134, 2020.
Alditia, Lawan Virus Corona Studi [15] T. C. Smith, “Vaccine rejection and
Nutrisi Untuk Kekebalan Tubuh. hesitancy: A review and call to action,”
Surabaya: Airlangga University Press, Open Forum Infect. Dis., vol. 4, no. 3,
2020. pp. 1–7, 2017, doi:
[12] Kementerian Kesehatan RI, “Buletin 10.1093/ofid/ofx146.
Surveilans PD3I dan Imunisasi,” 2020. [16] W. Yulianti and R. F. Boer,
[Online]. Available: “Manajemen krisis public relations
https://www.who.int/docs/default- dalam menangani penolakan imunisasi
source/searo/indonesia/sit-rep/buletin- measles rubella,” Profesi Humas J.
surveilans-pd3i-dan-imunisasi-edisi-2- Ilm. Ilmu Hub. Masy., vol. 4, no. 2, p.
2020.pdf?sfvrsn=2a76da54_2. 290, 2020, doi:
[13] P. Pronyk et al., “Vaccine hesitancy in 10.24198/prh.v4i2.23700.
Indonesia,” Lancet Planet. Heal., vol. [17] A. K. Pontoh, F. M. Soeharno, M. A.
3, no. 3, pp. e114–e115, 2019, doi: Risiad, M. Magister, I. Komunikasi,
10.1016/S2542-5196(18)30287-0. and U. Indonesia, “Efek Bumerang
[14] Mursinah, N. Susanti, and Herna, Negatif Pesan Persuasif Kampanye
“Prosiding Seminar Nasional Sains

1. Penerapan nursing home pada jurnal diatas adalah


Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa imunisasi mempunyai tujuan
moral yang sangat baik, imunisasi pada dasarnya adalah upaya untuk melindungi anak
dan masyarakat dari suatu penyakit berbahaya pada masa yang akan datang. Adapun
beberapa penolakan yang terjadi baik karena agama, takut akan efek samping yang
ditimbulkan, tidak yakin dapat mecegah penyakit tertentu atau karena biaya, maka
dengan penjelasan yang baik tentang keuntungan dan risiko imunisasi pada pasien
disertai dengan rasa menghormati tidak menghakimi, perawat atau petugas kesehatan
akan lebih mudah untuk bekerjasama dengan pasien.Pasien dan keluarga adalah pihak
penerima layanan kesehatan. Mereka berhak untuk mengetahui tentang baik buruknya
tindakan yang akan diberikan kepada mereka. Sehingga saran yang dianjurkan bagi
penerima layanan kesehatan adalah: Mintalah informasi selengkap mungkin mulai dari
persiapan, prosedur, alat yang digunakan, cara kerja sampai dengan kemungkinan-
kemungkinan yang dapat ditimbulkan jika mereka menerima suatu tindakan kesehatan.
Bagi Pemberi Pelayanan: Berikan informasi yang sejujurnya, lengkap dan tidak
memaksa; Lakukan tindakan sesuai dengan SOP (Standars Operating Procedur); Lakukan
tindakan keperawatan atau kesehatan dengan hati; Gunakan informed consent setiap kali
akan memberikan tindakan dengan pemberian informasi yang jelas sebelumnya, sehingga
jika menghadapi sebuah penolakan, ada bukti yang sah.

2. Seperti apa peran perawat


Peran perawat dalam penolakan imunisasi ini dimasyarakat adalah
Ditinjau dari Prinsip Etik
Dalam area praktek perawat, semua pemberi pelayanan dibatasi oleh prinsip-prinsip etik
tertentu termasuk autonomy, beneficence dan nonmaleficence.Dengan merujuk prinsip
prinsip etik tersebut, pemberi pelayanan kesehatan dan orang tua secara teoritis harus
mampu untuk bekerja bersama untuk mencapai consensus Autonomy.Prinsip etik yang
pertama adalah Autonomy dimana pasien dalam hal ini adalah anak mempunyai
kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih tindakan tertentu yang memperbolehkan
setiap orang untuk memutuskan apa yang terbaik untuk dirinya. (Halperin MD & Mac
Donald, 2007 dalam Alison Fernbach 2010). Anak yang masih muda dianggap tidak
kompeten dan kurang pengetahuan untuk membuat pilihan dengan implikasi sepanjang
hidup(Baines 2008 dalam Alison F, 2010). Hal ini akan menjadi tidak beralasan untuk
menganggap bahwa bayi (infant) atau anak dapat membuat keputusan secara otonomi
untuk diimunisasi. Siapa yang secara moral ditunjuk untuk membuat keputusan bagi
anak? Menurut Baines (2008), orang tua mungkin tidak mempunyai otonomi atas
keputusan ini akan tetapi mereka mempunyai otoritas sebagai orang tua dan karena alasan
ini, perawat tidak boleh mengesampingkan orang tua dalam proses pengambilan
keputusan. Hal ini tidak untuk dikatakan, akan tetapi pendapat orang tua secara otomatis
menentukan tindakan.Setiap kasus harus diujikan secara individu untuk menentukan apa
yang terbaik untuk anak mereka dan komunitas .
Berdasarkan prinsip-prinsip etik ini,orang tua yang memutuskan untuk
mengimunisasikan anak atau tidak harus berdasarkan pada apa yang menurut mereka
terbaik bagi anak-anaknya. Walaupun persepsi terhadap apa yang terbaik untuk anak
bersifat sangat subyektif dan mungkin berlawanan dengan persepsi petugas kesehatan.
Pemikiran tenaga professional harus didasarkan pada ‘scientific research” dan
‘evidence‘.Hal ini menjadi tanggung jawab setiap petugas kesehatan / clinician untuk
memberikan intervensi kesehatan profilaksis untuk kehidupan anak yang lebih baik dan
memberikan perlindungan dari penyakit-penyakit infeksi yang mungkin menimbulkan
masalah kesehatan pada masa yang akan datang
1. Jika penolakan karena keyakinan bahwa imunisasi sangat berbahaya bagi anak-anak
mereka, maka perawat berkewajiban untuk (a). menjelaskan risiko efek samping yannng
jauh lebih sedikit daripada tidak mendapatkan imunisasi, (b) berikan informasi yang up-
to-date, (c) Jelaskan kebingungan atau mispersepsi yang mungkin mereka miliki, (d)
Yakin untuk menyampaikan kebenaran bahwa imunisasi tidak 100% efektif dan aman,
2. Jika karena alasan memberikan lebih dari 1 imunisasi pada satu waktu akan
menimbulakn nyeri dan trauma pada anak,maka perawat dapat menggunakan metode
untuk mengurangi nyeri disesuaikan usia anak
3. Jika alasan perhatian terhadap 1 atau 2 imunisasi secara khusus berbahaya, maka
sampaikan secara jujur tentang risiko dan keuntungan dari setiap vaksin dan diskusikan
setiap imunisasi secara terpisah.
4. Jika alasan karena biaya, maka diskusikan dengan keluarga strategi yang efektif untuk
menentukan biaya dan rujuk pada pelayanan non swasta yang memberikan vaksinasi
gratis
3. Factor factor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan nursing home
Penyebab penolakan negara berkembang lebih mengacu pada kepercayaan agama yang
melarang penggunaan vaksin. Sedangkan di negara maju disebabkan ketidakpercayaan
masyarakat terhadap instansi pemerintahan, otoritas kesehatan, dan industri farmasi yang
hanya mengambil keuntungan dengan adanya program vaksin serta mitos yang ber-
kembang terkait efek samping vaksinasi yang menyebabkan autisme.
Dengan adanya isu di atas sangat berpengaruh perhadap pelaksanaan nursing home.
4. Analisis terhadap pelaksanaan nursing home terhadap kekinian ( teknologi
informasi )

Pemerintah telah menetapkan imunisasi rutin lengkap sebagai prasyarat pendaftaran


masuk Sekolah Dasar melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri Tahun 2022
antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, serta
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Koordinasi tersebut untuk memastikan setiap sekolah memasukkan agenda Bulanan


Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) sebagai kegiatan wajib Unit Kesehatan Sekolah (UKS)
sehingga adanya kesadaran dari orang tua untuk mengimunisasi anak-anaknya.

BIAS merupakan kegiatan nasional meliputi pemberian imunisasi pada anak Sekolah
Dasar (SD) sederajat yang dilaksanakan dua kali setahun pada setiap bulan Agustus untuk
imunisasi Campak, Rubela, dan Human Papiloma Virus (HPV). Sedangkan setiap bulan
November untuk imunisasi Diphteria Tetanus (DT) dan Tetanus diphteria (Td).

Kementerian Kesehatan mencatat, cakupan BIAS pada tahun 2022 sudah mencapai 90
persen. Namun, Masih ada capaian imunisasi Tetanus Diphteria lanjutan yang masih di
bawah 90 persen. Untuk meningkatkan cakupan tersbut diharapkan Kolaborasi
pemerintah pusat, daerah, tokoh masyarakat dan tokoh agama dapat lebih ditingkatkan.

Untuk mengejar cakupan imunisasi tersebut, pemerintah menggelar Webinar Pastikan


Imunisasi Rutin di Lengkapi Pada Usia Sekolah Dalam Rangka Koordinasi dan Evaluasi
Cakupan Hasil Pelaksanaan BIAS Tahun 2022 secara hybrid pada Selasa (28/02/2023).

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Trend dan isu keperawatan adalah sesuatu yang sedang dibicarakan banyak
orang tentang praktek/ mengenai keperawatan baik itu berdasarkan fakta maupun
tidak, trend dan isu tentunya menyangkut tentang aspek legal dan etis keperawatan.
Trend dan isu keperawatan anak
1. Imunisasi
Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit infeksi dengan menyuntikkan vaksin
kepada anak sebelum anak terinfeksi. Anak yang diberi imunisasi akan terlindung dari
infeksi penyakit-penyakit

B. Saran
Dalam menyikapi tren dan isu keperawatan anak yang beredar, mahasiswa keperawatan harus
mampu memberikan kemampuan terbaik dalam pelayanan kesehatan. Sehingga masyarakat lebih
nyaman dan dapat menerima tren dan isu mengenai keperawatan anak untuk mendapat kesehatan
yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul (2005), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Ed I: Jakarta,
Salemba Medika
M. Hafiz Al-Ayouby. (2017). DAMPAK PENGGUNAAN GADGET PADA ANAK
USIA DINI. Ekp, 13(3), 1576–1580.
Sacharin, Rossa. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta
Upartini, yupi.2004.buku ajar konsep dasar keperawatan anak.jakarta:EGC
Wong. Whalley. 2005. Manual of Pediatric Nursing. Philadelphia. Mosby Company

Anda mungkin juga menyukai