Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ANALISIS GIZI KESEHATAN MASYARAKAT


ANEMIA GIZI

Oleh :
Kelompok 5
5E
Agnes Marcella 20111101188
Zefanya Kalalo 20111101187
Gratia Lembong 20111101172
Angela V. Matialo 20111101164
Shenci E. Naibaho 20111101182

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat, akal, pikiran, serta karunianya sehingga kami dapat
menyusun dan menyelesaikan, tugas makalah yang berjudul “Anemia Gizi”
dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Analisis Gizi Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan
Masyarakat.
Makalah ini dapat selesai tersusun berkat hasil kerja dari berbagai pihak. Untuk
itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah terlibat
dalam pembuatan makalah ini dan telah membantu kami menyelesaikannya. Kami
juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu selaku dosen mata
kuliah.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa,
maupun penulisannya. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang membangun
dari semua pembaca akan kami terima dengan senang hati. Kami sangat
mengharapkan semoga dari makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih
luas dan dapat menginspirasi para pembaca.

Manado, Oktober 2022

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Pengertian Anemia.........................................................................................3
2.2 Anemia Gizi...................................................................................................4
2.3 Tanda dan Gejala Anemia............................................................................13
BAB III PENUTUP...............................................................................................15
3.1 Kesimpulan...................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anemia merupakan satu dari empat masalah gizi yang ada di indonesia disamping
tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah gangguan
akibat kurangnya yodium (GAKI), dan masalah kurangnya Vitamin A (Supariasa,
2000). Anemia lebih dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang darah. Penyakit
ini rentan dialami pada semua siklus kehidupan (balita, remaja, dewasa, bumil,
busui, dan manula). Penyebab anemia paling utama disebabkan karena
kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau
hambatan pada pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak.
Anemia zat gizi terjadi karena tiga hal penyebab utama yaitu, karena
kekurangan zat besi, kekurangan vitamin B12 dan asam folat. Selain itu vitamin C
berpengaruh terhadap kejadian anemia karena vitamin C membantu dalam
memperkuat daya tahan tubuh dan membantu melawan infeksi, serta membantu
dalam penyerapan zat besi (Budiyanto, 2002). Ada dua tipe anemia yang dikenal
selama ini yaitu anemia gizi dan non-gizi Anemia gizi besi terdiri dari : anemia
gizi besi, anemia gizi vitamin E, anemia gizi asam folat, anemia gizi vitamin B12
dan anemia gizi vitamin B6. Sementara anemia non gizi ialah : anemia sel sabit,
talasemia dan anemia aplastic. Berdasarkan latar belakang diatas, kelompok kami
akan membahas mengenai anemia gizi

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari anemia ?
2. Apakah yang dimaksud dengan anemia gizi?
3. Apakah yang menjadi penyebab anemia?
4. Bagaimanakah tanda dan gejala anemia?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian pengertian dari anemia
2. Mengetahui tentang anemia gizi

1
3. Mengetahui penyebab anemia
4. Mengetahui tentang tanda dan gejala anemia

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Anemia


Anemia adalah suatu kondisi tubuh dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah
lebih rendah dari normal (WHO, 2011). Hemoglobin adalah salah satu komponen
dalam sel darah merah/eritrosit yang berfungsi untuk mengikat oksigen dan
menghantarkannya ke seluruh sel jaringan tubuh. Oksigen diperlukan oleh
jaringan tubuh untuk melakukan fungsinya. Kekurangan oksigen dalam jaringan
otak dan otot akan menyebabkan gejala antara lain kurangnya konsentrasi dan
kurang bugar dalam melakukan aktivitas. Hemoglobin dibentuk dari gabungan
protein dan zat besi dan membentuk sel darah merah/eritrosit.
Anemia merupakan suatu gejala yang harus dicari penyebabnya dan
penanggulangannya dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan anemia di Indonesia tahun 2018 menurut
karakteristik umur 5-14 tahun sebesar 26,8% dan umur 15-24 tahun sebesar
32,0% dan berdasarkan jenis kelamin kejadian anemia pada laki-laki sebesar
20,3% dan perempuan sebesar 27,2% dapat dilihat dari data tersebut bahwa
kejadian anemia lebih tinggi pada perempuan dan menurut World Health
Organization (WHO), 2021 pada tahun 2019 di Indonesia anemia pada perempuan
umur 15-49 tahun yaitu sebesar 31,2%.

Prevalensi Anemia Gizi di Indonesia :


Anemia gizi besi merupakan salah satu dari empat masalah gizi utama di
Indonesia. Pada wanita hamil, anemia dapat meningkatkan prevalensi kematian
dan kesakitan ibu, dan bayinya. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007)
menunjukkan anemia gizi besi (Fe) pada ibu hamil di Indonesia sebesar 24,5%,
dan tidak ditemukan data anemia gizi besi ibu hamil berdasarkan provinsi.
Berdasarkan Profil Kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2008, terdapat 28,1% ibu
hamil yang mengalami anemia gizi besi. Hasil penelitian dalam skala kecil
(skripsi) di Kabupaten Takalar dan Maros dengan responden ibu hamil yang telah

3
kontak dengan pelayanan kesehatan ternyata ditemukan anemia gizi sebesar
63,9% di Takalar dan 79,4% di Maros.

Diagnosis Anemia
Penegakkan diagnosis anemia dilakukan dengan pemeriksaaan laboratorium kadar
hemoglobin/Hb dalam darah dengan menggunakan metode Cyanmethemoglobin
(WHO, 2001). Hal ini sesuai dengan Permenkes Nomor 37 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat. Rematri dan WUS
menderita anemia bila kadar hemoglobin darah menunjukkan nilai kurang dari 12
g/dL.

Klasifikasi Anemia menurut Kelompok Umur

Anemia terjadi karena berbagai sebab, seperti defisiensi besi, defisiensi asam
folat, vitamin B12 dan protein. Secara langsung anemia terutama disebabkan
karena produksi/kualitas sel darah merah yang kurang dan kehilangan darah baik
secara akut atau menahun.

2.2 Anemia Gizi


1. Anemia Gizi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul karenakekurangan zat besi
sehingga pembentukan sel-sel darah merah dan fungsilain dalam tubuh terganggu
(Adriani & Wirjatmadi, 2012)
Menurut WHO, lebih dari 2 milyar penduduk dunia beresiko anemia besi
atan menderita berbagai bentuk anemia besi. Hampir setengah dari populasi

4
wanita dan anak-anak di negara berkembang menderita anemia. Anak-anak
penderita anemia besi menderita gangguan perkembangan fisik dan mental.
Wanita hamil dan bayi yang menderita anemia besi akan mengalami pengurangan
yang nyata akam kemampuannya melawan infeksi.
Anemia besi pada dewasa menyebabkan kelelahan dan berdampak pada
rendahnya kapasitas produktivitas kerja. Lebih jauh lagi, defisiensi besi (dalam
hal simpanan zat besi dalam tubuh) dapat terjadi tanpa anemia klinis. Zat gizi besi
ditemukan pada pangan produk hewani, sayuran, biji-bijian/padi-padian, dan
tumbuhan. Daging mengandung zat besi yang siap untuk diserap, akan tetapi zat
besi yang bersumber dari sayuran-sayuran (nabati) hanya sedikit yang terserap.
Abssorsi zat besi dapat ditingkatkan apabila makanan (menu) mengandung daging
dan kaya vitamin C dikonsumsi bersamaan.
Penyebab utama anemia besi adalah bioavailasilitas yang rendah dari zat-
zat besi dari pangan yang berbasis sereal dan polongan-polongan yang selanjutnya
rendahnya penyerapan zat gizi besi dari makanan. Status zat gizi besi penduduk
(masyarakat) dapat ditingkatkan dengan cara memodifikasi kebiasaan pangan dan
penyerapan teknik pengolahan pangan yang tepat. Pemecahan permasalah kurang
zat besi atau dikenal sebagai Anemi Gizi Besi (AGB) melalui intervensi berbasis
pangan dan berbasis bukan pangan. Intervensi berbasis pangan terdiri dari
peningkatan konsumsi akanan sumber zat besi melalui penyuluhan gizi seimbang,
dan fortifikasi zat besi. Intervensi bukan pangan berupa suplementasi zat besi.
a. Intervensi berbasis pangan
i). Peningkatan konsumsi makanan sumber zat besi
Anak-anak pada umumnya dididik untuk menyukai sayur bayam karena
mengandung banyak zat besi. Semua sayur hijau dan kacng-kacngan dianggap
baik antara lain karena juga mengandung banyak zat besi. Pada waktu itu, belum
banyak diketahui bahwa zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sulit disrap
oleh usus dan pemanfaatannya untuk tubuh (niulai biologinya) rendah. Dalam
memilih makanan sumber zat besi, selain memperhatikan jumlahnya yang
terdapat dalam makanan, juga memperhatikan daya serap dan nilai biologinya.
Makanan yang mengandung banyak zat besi yang mudah diserap dan nilai
biologinya tinggi adalah makanan dari hewan, khusunya hati, daging, unggas dan

5
ikan. Daya serap dan nilai biologi zat besi makanan dipeangruhi oleh empat hal
yaitu : jumlah kandungan zat besi, bentuk kimia-fisik zat besinya, adanya
makanan lain yang memicu atau menghambat absorpsi zat besi, dan cara
pengolahan makanan. Zat besi dalam makanan ada yang berbentuk zat besi heme
(heme iron) seperti yang terdapat dalam daging, unggas, dan ikan atau zat besi
bukan heme (non-heme) sepert yang terdapat dalam susu, telur, beras dan zat
lainnya, sayur dan buah-buahan. Zat besi heme lebih mudah diserap, yaitu 20-30
persenn pada keadaan normal, dan 40-50 persen pada penederita anemi.
Sedangkan zat besi bukan heme pada beras dan serealia lainnya hanya sekitar 5
persen, dan tergantung pada ada tidaknya zat pemacu atau penghambat
penyerapan zat besi. Zat aktif yang memacu (enhancers) penyerapan zat besi
adalah vitamin C dan asam sitrat yang terdpat dalam buah-buahan seperti pepaya,
jambu biji, pisang, mangga, jeruk, apel, nenas dan lain-lain; asam malat dan asam
tartarat yang terdapat dalam sayursayuran tertentu seperti wortel, kentang, brokoli,
tomat, kobis dan labu kuning (waluh); asam amino sistein yang terdapat dalam
daging sapi, daging kambing, daging babi, daging ayam, hati dan ikan. Suatu
hidangan yangg mengandung salah satu atau lebih dari jenis makanan tadi, akan
membantu optimalisasi penyerapan zat besi. Zat aktif yang menghambaat
(inhibitors) penyerapan zat besi umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
mengandung zat aktif pitat dan polipenol. Contoh makanan yang mengandung
pitat adalah selaput luar beras (dedak atau katul), beras, jagung, protein kedelai,
susu coklat, dan kacang-kacangan. Sedang yang mengandung polipenol antara
lainteh, kopi, bayam, bumbu oregano, dan kacang-kacangan. Sedang zat kapur
(kalsium) dan phosphat yang banyak terdapat dalam susu dan keju juga
merupakan zat aktif penghambat penyerapan zat besi. Dengan informasi di aatas
ternyaa tidak mudah memperoleh zat gizi yang cukup dari makanan yang
sederhana dan murah yang hanya terdiri dari tumbuh-tumbuhan seperti nasi,
sayuran dan lauk tempe dan tahu. Untuk mencukupi kebutuhan zat besi, terutama
bagi bayi dan anak-anak, sumber terbaik harus berasal dari makanan hewani
(kecuali susu). Padahal mereka yang anemi umumnya masyarakat yang
dikategorikan tidak mampu sehingga makanan hewan tidak terjangkau oeh
kebanyakan mereka. Dengan kata lain, bagi masyarakat miskin yang beresiko

6
tinggi aatau rawan terkena anemi, diperlrukan pilihan lain untuk mendapatkan zat
besi yang cukup jumlahnya dan tinggi mutunya (mudah diserap dan
dimanfaatkan) Caranya dengan menambahkan zat besi ke dalam makanan mereka
sehari-hari melalui teknologi yang dikenal sebagai teknologi fortifikasi.
ii). Fortifikasi zat besi
Dibandingkan dengan fortifikasi vitamin A dan zat iodium, teknologi fortifikasi
zat besi lebih sulit, oleh karena sifat kimiawi zat besi beragam dana memerlukan
penyesuaian dengan pangan yang akan difortifikasi. Beberapa kriteria harus
dipenuhi dalam memilih jenis zat besinya sebagai fortifikan (zat yang
ditambahkan), yaitu : keamanannya (safety), harga terjangkau (affordability),
stabil sifat kimiawinya tidak berubah-ubah), nilai biologi (biovailability), reaksi
terhadap senyawa lain, dan efikasinya dalam meningkatkan kadar hemoglobin.
Terdapat empat jenis senyawa besi yang dipakai sebagai fortifikan,yaitu ferro
sulfat, ferro fumarat, ferro laktat dan zat besi elemen. Masing-masing senyawa
besi ini mempunyai kelebihan dan kekurangannya sebagai fortifikan. Misalnya
ferro sulfat mempunyai nilai biologi tinggi dan murah, tetapi penyerapannya
dihambat oleh pitat dann tanin, serta mudah berubah warna dan berpengaruh pada
rasa. Ferro fumarat sangat baik dn banyak digunakan padda gandum untuk
makanan tambahan pendamping air susu ibu (MP-ASI), bubur makanan anak,
biskuit dan lain-lain, tetapi relatif harganya mahal. Ferro fuarat saat ini
digunnakan di venezuela untuk fortifikasi tepung terigu dan tepung jagung. Ferro
laktat hanya digunakan untuk fortifikasi minuman, seperti susu sirop dan
minuman khusus untuk. Sedang zat besi elemen (element iron), adalah senyawa
yang terbanyak di pakai di banyak negara berkembang, karena murah. Disamping
keempat senyawa zat besi tersebut di atas, mulai awal tahun 1990-aan oleh
sekelompok pakar anemi gizi besi internasional (INACG) diperkenalkan jenis
senyawa zat besi lain sebagai fortifikasi yaitu sodium iron
ethylenediaminetetraacetic acid (NaFeEDTA) yang disingkat dengan EDTA.
Kesitimewaan EDTA adalah lebih mudah diserap meskipun berada bersama zat-
zat penghambat, dan dapat ditambahkan pada berbagai jenis panggana tanpa
mempengaruhi rasa dan warna. Sedang pilihan utnuk kendaraan (vehicle) yaitu
pangan yang akan difortifikasi, harus memenuhi kriteria sebagaia berikut

7
dihasilkan oleh pabrik tertentu, dikonsumsi oleh banyak orang termasuk
kelompok sasaran,, harganya setelah difortifiksi tetap terjangkau, rupa dan rasa
tidak berubah, dan sesuai dengan sifat kimiawi zat fortifikan.
1. Fortifikasi tepung terigu
Atas dasar berbagai persyaratan tersebut pangan yang paling banyak difortifikasi
di dunia adalah tepung gandum (wheat) atau tepung terigu. Sebenarnya pangan
jenis serealia lain seperti beras, jagung dan gandum sudah mengandung berbagai
macam zat gizi mikro sepeti vitammin B1, B2, niav=cin, dn juga zat besi. Tetapi
oleh karena dalam poses penggilingan selaput luarnya sebagiann besar hilang atau
rusak,, maka proses fortifikasi sebearnya mengembalikan zat-zat yang hilang.Di
negara mju fortifikasi tepung gndum sudah diilakukan sejak tahun 1930-an
dengan tujuan untuk menggant za-zat gizi yang hilang dari proses penggilingan.
Selain dengan zat besi tep[ung gandum di beberapa negara difortifikasi juga
dengan beberapa jenis vitamin B, vitamin A dan kalsium. Terdapat
kecenderungan bahwa koonsumen tepung terigu tidak lagi terbatas pada golongan
penduduk berpenghasilan menengah keatas (dalam bentuk roti) tetapi juga
golongan berpenghasilan rendah (terrutama dalam bentuk mie instant). Fortifikasi
tepunng gandum atau terigu dimulai dengan percobaan tahun 1998 dan sifatnya
masih sukarela. Jenis zat besi yang dipakai di indonesia adalah jenis zat besi
elemen dengan dosis 40-60 ppm sesuai dengan standar yang ditentukan
pemerintah. Pada bulan Januari 2000 pemerinntah telah menyetujui untuk
menjadikan frtifikasi zat besi suatu kehrusan (mandatory) dan akan dicantumkan
dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Di dalam standar tersebut dicantumkan
keharusan semua tepung terigu difortifikasi dengan zat besi, seng, vitamin B1,
vitamin B2 dan asam folat.
2. Fortifikasi garam
Selama ini yang umumnya diketahui adalah fortifikasi garam dengan zat yodium
bukan dengan zat besi. Tetapi sejk 20 tahun terakhir ini para pakar gizi dan
teknologi pangan berusaha untuk mengembangkan teknologi fortifikasi ganda
terhadap garan dengan zat yodium dan sekaligus dengan zat besi. Upaya untuk
fortifikasi garam dengan zat besi terutama didorong oleh keberhasilan teknologi
fortifikasi garam dengan zat yodium yang dikenak dengan teknologi yodisasi

8
garam. Daya tarik garam sebagai kendaraan fortifikasi karena garam dipastikan
menrupakan satu-satunya pangan yang selalu dibutuhkan dan berada di setiap
rumah tangga baik kaya maupun miskin dan dimanapun mereka berada. Harga
agaram umumnya selalu terjangkau daya beli kelompok penduduk miskin
sekalipun. Di beberapa negara produksi garam di pusatkan bahkan dimonopoli
satu atau beberapa pabrik, sehingga memudahkan pelaksanaan dan peengawasan
proses fortifikasi. Ditinjau segi lamanya keinginan untuk fortifikasi ganda yang
ssudah berlangsung sejak tahun 1980-an, nampaknya para pakar menemui
kesulitan, terutama dalam mempertahhannkan kastabilan kombinasi senyawa zat
besi dan zat iodium sebagai fortifikan. Baru pada tahun 1999 kesulitan itu mulai
terpecahkan. The Micronutrient Inititaive (MI), suatu LSM internasional yang
bergerak di bidang zat gizi mikro pada bulan april 1999 mengumumkan
keberhasiln Universitas Torornto emecahkan misteri kestabilan fortifikasi ganda.
Setelah melakukan berbagai penelitian lapangan di Ghana, Bangladesh dan
Guatemala, para peneliti dari Universitas Toronto dapat menemukan senyawa
ganda besi dan iodium yang stabl, dappat diterima konsumen, biaya rekatif murah
dan efektif mengtasi Anemi Gizi Besi pada wanita dan anak-anak di populasi
dengan prevalensi AGB tinggi.

b. Intervensi berbasis bukan pangan (Suplementasi)


Di banyak negara berkembang dimana prevalensi Anemia Gizi Besi cukup tinggi
upaya fortifikasi zat besi saja dianggap tidak cukup. Oleh karena fortifikasi
bersifat umum, maka tidak jarang kelompok sasaran yang seharusnya perlu
memperoleh tambahan zat besi tidak terjangkau. Untuk menjamin bahwa program
mencapai sasaran, upaya fortifikasi didampingi dengan upaya supelemntasi zat
besi dalam bentuk pemerian tambahan (suplemen) zat besi (ferro sulfat) dalam
bentuk pil, kapsul atau sirop. Sasaran suplementasi adalah mereka yang rawan
atau beresiko tinggi menderita Anemi Gizi Besi. Mereka adalah ibu hamil, ibu
menyususi, wanita usia subur yang jelas mempunyai hemoglobin rendah, bayi dan
anak balita dan anak sekolah. Tujuan suplementasi dapat bersifat pengobatan
(kuratif) dan pencegahan (preventif) tergantung pada tahapan kurang zat besinya.
Apabila suplemen diberikan kepada sasaran yang nyata menderita Anemia Gizi

9
besi, maka cara ini lebih bersifat kuratif. Dapat pula bersifat pencegahan apabila
diberikan dengan tujuan untuk mencegah agar tidak terjadi kurang zat bei; dan
apabila sudah terjadi kurang zat besi dicegah agar tidak terjadi anemi. Dalam
kenyataan lebih bersifat kuratif oleh karena biasanya yang mendapat suplemen
adalah mereka yang sudah anemi dengan hemoglobin rendah atau sangat rendah.
Mereka umumnya adalah ibu hamil dan ibu menyusui. Di Indonesia upaya
suplementasi zat besi kepada ibu hamil dan menyususi merupakan bagian dari
program Puskesmas. Setiap kunjungan pemeriksaan kehamilan, kepada ibu hamil
3 bulan dibagikan tabket tambah darah (TTD) berupa ferro sulfat yang ditambah
denga asam folat. Bentuk pil ada yang harus dimakan setiap hari atau satu minggu
sekali selama beberapa bulan. Selain kepada wanita hamil tablet tambah darah
juga diberikan kepada wanita usia subur yang akan menikah, pekerja wania dan
anak sekolah dengan tujuan pencegahan. Kepada bayi dan balita yang anemia Gizi
Besi suplemen diberikan dalam bentuk sirop.

Kekurangan pasokan zat gizi besi (Fe) yang merupakan inti molekul hemoglobin
sebagai unsur utama sel darah merah. Akibat anemia gizi besi terjadi pengecilan
ukuran hemoglobin, kandungan hemoglobin rendah, serta pengurangan jumlah sel
darah merah. Anemia zat besi biasanya ditandai dengan menurunnya kadar Hb
total di bawah nilai normal (hipokromia) dan ukuran sel darah merah lebih kecil
dari normal (mikrositosis). Tanda-tanda ini biasanya akan menggangu
metabolisme energi yang dapat menurunkan produktivitas. Serum ferritin
merupakan petunjuk kadar cadangan besi dalam tubuh. Pemeriksaan kadar serum
ferritin sudah rutin dikerjakan untuk menentukan diagnosis defisiensi besi, karena
terbukti bahwa kadar serum ferritin sebagai indikator paling dini menurun pada
keadaan bila cadangan besi menurun. Dalam keadaan infeksi kadarnya
dipengaruhi, sehingga dapat mengganggu interpretasi keadaan sesungguhnya.

Anemia gizi besi terjadi melalui beberapa tingkatan, yaitu :


1. Tingkatan pertama disebut “Anemia Kurang Besi Laten” merupakan keadaan
dimana banyaknya cadangan zat besi berkurang dibawah normal, namun besi di
dalam sel darah dan jaringan masih tetap normal.

10
2. Tingkatan kedua disebut “Anemia Kurang Besi Dini” merupakan keadaan
dimana penurunan besi cadangan terus berlangsung sampai habis atau hampir
habis, tetapi besi dalam sel darah merah dan jaringan masih tetap normal.
3. Tingkatan ketiga disebut “Anemia Kurang Besi Lanjut” merupakan
perkembangan lebih lanjut dari anemia kurang besi dini, dimana besi di dalam sel
darah merah sudah mengalami penurunan, tetapi besi di dalam jaringan tetap
normal.
4. Tingkatan keempat disebut “Kurang Besi dalam Jaringan” yang terjadi setelah
besi dalam jaringan yang berkurang

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi anemia akibat
kekurangan zat besi adalah sebagai berikut:
 Mempraktekkan pola makan bergizi seimbang. Pola makan bergizi
seimbang terdiri dari aneka ragam makanan, termasuk sumber pangan
hewani yang kaya zat besi, dalam jumlah yang proporsional. Makanan
yang kaya sumber zat besi contohnya hati, ikan, daging dan unggas.
Sedangkan buah-buahan akan meningkatkan penyerapan zat besi karena
mengandung vitamin C yang tinggi.
 Fortifikasi bahan makanan yaitu: menambahkan satu atau lebih zat gizi
kedalam pangan untuk meningkatkan nilai gizi pada pangan tersebut.
Penambahan zat besi ini umumnya dilakukan pada industri pangan, untuk
itu disarankan membaca label kemasan. Selain itu, tepung terigu sejak
tahun 2000 sudah diperkaya zat besi.
 Pada keadaan dimana zat besi dari makanan tidak tersedia atau sangat
sedikit, maka kebutuhan terhadap zat besi perlu didapat dari suplemen
tablet tambah darah. Pemberian TTD secara rutin selama jangka waktu
tertentu bertujuan untuk meningkatkan kadar hemoglobin secara cepat, dan
perlu dilanjutkan untuk meningkatkan simpanan zat besi didalam tubuh.
Apabila pola makan sudah memenuhi gizi seimbang, maka suplementasi
TTD tidak diperlukan lagi. Oleh karena itu perlu selalu dilakukan
pendidikan mengenai pola makan bergizi seimbang, selain perlu
memberikan pendidikan mengenai pentingnya konsumsi TTD terutama

11
untuk ibu hamil. Konsumsi TTD masih diperlukan oleh masyarakat
Indonesia, terutama karena pada umumnya pola makan masyarakat kurang
kaya zat besi.

2. Anemia Gizi Vitamin E


Anemia defisiensi vitamin E dapat mengakibatkan integritas dinding sel darah
merah menjadi lemah dan tidak normal sehingga sangat sensitif terhadap
hemolysis (pecahnya sel darah merah). Karena vitamin E adalah faktor esensial
bagi integritas sel darah merah
3. Anemia Gizi Asam Folat
Anemia gizi asam folat disebut juga anemia megaloblastik atau makrositik; dalam
hal ini keadaan sel darah merah penderita tidak normal dengan ciri-ciri bentuknya
lebih besar, jumlahnya sedikit dan belum matang. Penyebabnya adalah
kekurangan asam folat dan vitamin B12. Padahal kedua zat itu diperlukan dalam
pembentukan nukleoprotein untuk proses pematangan sel darah merah dalam
sumsum tulang.
4. Anemia Gizi Vitamin B12
Anemia ini disebut juga pernicous , keadaan dan gejalanya mirip dengan anemia
gizi asam folat , anemia jenis ini disertai dengan gangguan pada sistem alat
pencernaan bagian dalam , vitamin ini di kenal sebagai penjaga nafsu makan dan
mencegah terjadinya anemia ( kurang darah ) dengan membentuk sel darah
merah , kekurangan vitamin b12 dapat terjadi karena gangguan dari dalam tubuh
kita sendiri .
5. Anemia Vitamin B6
Anemia ini disebut juga siderotic . dimana keadaannya mirip dengan anemia gizi
zat besi, kekurangan vitamin b6 akan menggangu sintetsis ( pembentukan )
hemoglobin.

2.3 Penyebab Anemia


Ada 3 penyebab anemia, yaitu:
1. Defisiensi zat gizi

12
 Rendahnya asupan zat gizi baik hewani dan nabati yang merupakan
pangan sumber zat besi yang berperan penting untuk pembuatan
hemoglobin sebagai komponen dari sel darah merah/eritrosit. Zat gizi lain
yang berperan penting dalam pembuatan hemoglobin antara lain asam
folat dan vitamin B12.
 Pada penderita penyakit infeksi kronis seperti TBC, HIV/AIDS, dan
keganasan seringkali disertai anemia, karena kekurangan asupan zat gizi
atau akibat dari infeksi itu sendiri
2. Perdarahan (Loss of blood volume)
 Perdarahan karena kecacingan dan trauma atau luka yang mengakibatkan
kadar Hb menurun.
 Perdarahan karena menstruasi yang lama dan berlebihan
3. Hemolitik
 Perdarahan pada penderita malaria kronis perlu diwaspadai karena terjadi
hemolitik yang mengakibatkan penumpukan zat besi (hemosiderosis) di
organ tubuh, seperti hati dan limpa
 Pada penderita Thalasemia, kelainan darah terjadi secara genetik yang
menyebabkan anemia karena sel darah merah/eritrosit cepat pecah,
sehingga mengakibatkan akumulasi zat besi dalam tubuh.

2.4 Tanda dan Gejala Anemia


Anemia hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan di laboratorium. Namun
demikian, ada beberapa tanda dan gejala yang dapat dijadikan petunjuk ketika
menderita anemia. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang biasanya akan
ditemukan jika menderita anemia :
1. Cepat merasa lelah, menjadi mudah mengantuk dan sulit untuk berkonsentrasi.
2.Lemah, menjadi malas beraktivtas, seperti kekurangan energi
3.Sesak napas, pada keadaan yang cukup berat, anemia juga sering kalidisertai
dengan sesak napas.
4.Pucat, tanda pucat ini, paling mudah di temukan pada bagian konjungtiva mata.
5.Pusing, terutama saat berubah posisi, perasaan ini paling banyak dirasakan saat
duduk kemudian berdiri.

13
6.Sakit kepala
7.Jantung berdebar-debar
8.Tangan terasa dingin
9.Nyeri dada

Tanda dan Gejala Anemia

14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Anemia lebih dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang darah. Penyakit
ini rentan dialami pada semua siklus kehidupan (balita, remaja, dewasa,
bumil, busui, dan manula).
 Ada dua tipe anemia yang dikenal selama ini yaitu anemia gizi dan non-
gizi Anemia gizi besi terdiri dari : anemia gizi besi, anemia gizi vitamin E,
anemia gizi asam folat, anemia gizi vitamin B12 dan anemia gizi vitamin
B6. Sementara anemia non gizi ialah : anemia sel sabit, talasemia dan
anemia aplastic.
 Ada 3 penyebab anemia, yaitu: defisiensi zat gizi, Perdarahan (Loss of
blood volume) dan hemolitik.
 Anemia hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan di laboratorium.
Namun demikian, ada beberapa tanda dan gejala yang dapat dijadikan
petunjuk ketika menderita anemia. Antara lain : cepat merasa lelah, sakit
kepala, pusing atau kepala terasa melayang dll.

15
DAFTAR PUSTAKA

Citrakesumasari. 2012. Anemia Gizi Masalah dan Pencegahannya. Yogyakarta :


Kalika. https://core.ac.uk/download/pdf/25489511.pdf diakses (8 Oktober
2022)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Pedoman Pencegahan dan


Penanggulangan Pada Remaja Putri dan Wanita Usia Subur (WUS).
https://gizi.kemkes.go.id/katalog/revisi-buku-pencegahan-dan-
penanggulangan-anemia-pada-rematri-dan-wus.pdf (diakses 8 Oktober
2022)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2021. Buku Pedoman


Penatalaksanaan Tablet Tambah Darah.
https://promkes.kemkes.go.id/buku-pedoman-penatalaksanaan-pemberian-tablet-
tambah-darah (diakses 8 Oktober 2022)

Nurbadriyah, Wiwit Dwi. 2018. Anemia Defisiensi Besi. Yogyakarta :


Deepublish.
https://www.researchgate.net/publication/342465257_Anemia_Defisiensi_
Besi (diakses 8 Oktober 2022)

Sandala, Thania C., Maureen I. Punuh & Yulianti Sanggelorang. 2022. Gambaran
Pengetahuan Tentang Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri di SMA
Negeri 3 Manado. Jurnal KESMAS Vol. 11 No.2
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/kesmas/article/view/39245 (diakses
8 Oktober 2022)

16
Yuniastuti, Ari. 2014. Nutrisi Mikromineral dan Kesehatan. Semarang : Unnes
Press. http://lib.unnes.ac.id/27080/1/2014-BUKU_AJAR_NUTRISI.pdf
(diakses 8 Oktober 2022)

17

Anda mungkin juga menyukai