Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN

ANALISIS GISI KESEHATAN MASYARAKAT

ANALISIS MASALAH GIZI DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG


BERDASARKAN STUDI STATUS GIZI INDONESIA (SSGI) 2021 DAN
RISET KESEHATAN DASAR 2018

OLEH
KELOMPOK 8

Angelina P.J. Monangin (NIM: 20111101165)


Gloria Eunike Tulangow (NIM: 20111101171)
Ester Prity Saisab (NIM: 20111101196)
Aurelia Magdalena Kodongan (NIM: 20111101166)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Analisis
Masalah Gizi di Kabupaten Bangka Belitung Berdasarkan Studi Status Gizi
Indonesia (SSGI) 2021 dan Riset Kesehatan Dasar 2018” tepat waktu. Laporan ini
dibuat untuk membantu mempermudah pemahaman dalam mendalami mata
kuliah analisis gizi kesehatan masyarakat.

Laporan ini kami susun dengan maksimal berdasarkan sumber-sumber yang ada
sehingga bisa memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu, kami
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlah berkontribusi dalam
pembuatan laporan ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu,
kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki kekurangan tersebut.

Akhir kata kami berharap agar dengan adanya laporan ini, pembaca bisa
memperoleh pengetahuan tentang Analisis Masalah Gizi di Kabupaten Bangka
Belitung Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 dan Riset
Kesehatan Dasar 2018 dengan baik.

Manado, November 2022

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI…………...……………………………………………………………………………………..……………ii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II HASIL ANALISIS & PEMBAHASAN........................................................3
2.1 Teori Stunting, Wasting, Underweight, Overweight......................................3
2.2 Data Balita Stunting, Wasting, Underweight, Overweight di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung.................................................................................6
2.3 Prevalensi Balita Stunting, Wasting, Underweight, Overweight Berdasarkan
Kabupaten/Kota di Provinsi Kep.Bangka Belitung..............................................9
2.4 Determinan Stunting, Wasting, Underweight, Overweight di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung...............................................................................12
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................34
3.1 Kesimpulan...................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................35

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram Batang Prevalensi Balita Stunted (Tinggi Badan Menurut


Umur)Kab. Bangaka Belitung..................................................................6
Gambar 2. Diagram Batang Prevalensi Balita Wasted (Berat Badan Menurut
Tinggi Badan) Kab. Bangaka Belitung...................................................7
Gambar 3. Diagram Batang Prevalensi Balita Underweight (Berat Badan Menurut
Umur) Kab. Bangka Belitung...................................................................8
Gambar 4. Diagram Batang Prevalensi Balita Overweight (Berat Badan Menurut
Tinggi Badan) Kab. Bangka Belitung.....................................................8
Gambar 5. Diagram Batang Prevalensi Balita Stunted (Tinggi Badan Menurut
Umur)Berdasarkan Kabupaten/Kota Di Provinsi Kep. Bangka
Belitung, SSGI 2021........................................................................... 9
Gambar 6. Diagram Batang Prevalensi Balita Wasted (Berat Badan
MenurutTinggi Badan)Berdasarkan Kabupaten/Kota Di Provinsi
Kep. Bangka Belitung, SSGI 2021........................................................10
Gambar 7. Diagram Batang Prevalensi Balita Underweight(Berat Badan Menurut
Umur)Berdasarkan Kabupaten/Kota Di Provinsi Kep. Bangka
Belitung, SSGI 2021......................................................................... 11
Gambar 8. Diagram Proporsi Perempuan Hamil Yang Pernah Mendapatkan Tablet
Tambah Darah..........................................................................................12
Gambar 9. Diagram Proporsi Perempuan Hamil Usia 10-54 Tahun Yang Bersalin
di Fasilitas Kesehatan..............................................................................13
Gambar 10. Diagram Proporsi Usia Subur/Pasangan Yang Menggunakan KB
Modern.......................................................................................................14
Gambar 11. Diagram Proporsi Balita Dengan Berat Badan Lahir < 2500 Gram...15
Gambar 12. Diagram Proporsi Balita Dengan Panjang Badan Lahir <48 CM.......16
Gambar 13. Diagram Proporsi Balita Yang Mendapatkan Inisiasi Menyusu Dini di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung...................................................17
Gambar 14. Diagram Proporsi Bayi Usia 0-5 Bulan Mendapatkan ASI Eksklusif18
Gambar 15. Diagram Proporsi Baduta Saat Pertama Kali diberikan MPASI Pada
Usia ≥ 6 Bulan......................................................................................
19
Gambar 16. Diagram Proporsi Anak Usia 0-23 Bulan Mengonsumsi Makanan
Beragam.........................................................................................................
20

iii
Gambar 17. Diagram Proporsi Anak Usia 0-23 Bulan Mengonsumsi Makanan
Beragam............................................................................................ 21
Gambar 18.Diagram Proporsi Balita yang Melakukan Penimbangan Berat Badan
Sesuai Standar ( ≥ 8X Setahun)..............................................................22
Gambar 19. Diagram Proporsi Balita yang Melakukan Pengukuran Tinggi Badan
Sesuai Standar ( ≥ 2X Setahun)..............................................................23
Gambar 20. Diagram Proporsi Anak 12-23 Bulan yang Mendapatkan Imunisasi
Dasar Lengkap..........................................................................................24
Gambar 21. Determinan Anak Usia 6-59 Bulan yang Mendapatkan Vitamin A di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung...................................................25
Gambar 22. Determinan Baduta yang Masih disusui di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung.......................................................................................26
Gambar 23. Determinan Balita yang Menderita ISPA Berdasarkan Diagnosa/
Gejala di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung..................................27
Gambar 24. Determinan Balita yang Menderita Pneumonia Berdasarkan
Diagnosa/ Gejala di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung................28
Gambar 25. Determinan Balita yang Menderita Diare Berdasarkan Diagnosa/
Gejala di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung..................................29
Gambar 26. Diagram Proporsi Balita yang Menderita Kecacingan Berdasarkan
Diagnosa/ Gejala......................................................................................30
Sumber: SSGI Tahun 2021............................................................................................30
Gambar 27. Diagram Proporsi Balita yang Menderita Campak Berdasarkan
Diagnosa/ Gejala......................................................................................30
Gambar 29. Diagram Proporsi Balita Sakit yang Berobat ke Fasilitas Pelayanan
Kesehatan………………………………….
………………………………………………………….32
Gambar 30. Diagram Proporsi Rumah Tangga yang Memiliki Akses Sarana Air
Minum Layak............................................................................................32

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah gizi pada dasarnya merupakan refleksi konsumsi zat gizi yang
belum mencukupi kebutuhan tubuh. Seseorang akan mempunyai status gizi
baik apabila asupan gizi sesuai dengan kebutuhan tubuh. Asupan gizi yang
kurang dalam makanan dapat menyebabkan kasus kekurangan gizi, sebaliknya
orang dengan asupan gizinya berlebih akan menderita gizi lebih. Jadi, status
gizi adalah gambaran individu sebagai akibat dari asupan gizi sehari-hari.
(Par’i, 2016).
Menurut Depkes RI status gizi adalah tingkat keadaan gizi seseorang
yang dinyatakan menurut jenis dan beratnya keadaan gizi ; contohnya gizi
lebih, gizi baik, gizi kurang, dan gizi buruk. Sedangkan menurut Jellife dan
Beck status gizi adalah keadaan yang seimbang antara kebutuhan zat gizi dan
konsumsi makanan. Menurut Waspadji yang dikatakan status gizi optimal
adalah adanya keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi.
Kesehatan adalah harta paling berharga dari kehidupan, seluruh
aktivitas hanya bisa dilakukan ketika kondisi badan sehat. Menjalani pola
makansehat merupakan cara termudah untuk menjaga kebugaran badan
dan mencegah tubuh terserang dari penyakit. Menjaga asupan makanan dan
melakukan aktivitas fisik merupakan pondasi untuk memiliki tubuh yang
sehat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Stunting, Wasting, Underweight, dan Overweirght?
2. Bagaimana Data balita stunting, wasting, underweight, overweight di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung?
3. Bagaimana Prevalensi balita stunting, wasting, underweight, overweight
berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung?
4. Apa saja Determinan stunting, wasting, underweight, overweight di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui teori Stunting, Wasting, Underweight, dan Overweirght
2. Mengetahui Data balita stunting, wasting, underweight, overweight di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
3. Mengetahui Prevalensi balita stunting, wasting, underweight, overweight
berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
4. Mengetahui Determinan stunting, wasting, underweight, overweight di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

2
BAB II
HASIL ANALISIS & PEMBAHASAN

2.1 Teori Stunting, Wasting, Underweight, Overweight

A. Stunting
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari
kekurangan gizi kronis sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi dapat terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa
awal setelah anak lahir, tetapi baru tampak setelah anak berusia 2 tahun, di
mana keadaan gizi ibu dan anak merupakan faktor penting dari
pertumbuhan anak. (Rahayu, A., dkk. 2018)
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya
disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak
balita (Mahmudah, U & Yuliati, E. 2020).

B. Wasting
Wasting merupakan hasil dari kekurangan gizi akut. Wasting
merupakan status gizi yang diukur berdasarkan indikator berat badan
menurut tinggi badan ( BB/TB ) atau berat badan menurut panjang badan (
BB/PB ). Balita dikatakan mengalami kejadian wasting apabila memiliki
indeks pada ambang batas (Zscore) < -2 Standar deviasi.
Wasting menggambarkan keadaan kekurangan gizi dimana berat
badan Balita tidak sesuai dengan tinggi badan, sehingga terlihat kurus,
yang berakibat terganggunya pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak.
Konsumsi makanan yang kurang dan infeksi menjadi dua faktor yang
saling mempengaruhi kejadian wasting. (Efrizal, W. 2021)

C. Underweight
Underweight atau kekurangan berat badan disebabkan oleh
kurangnya jumlah asupan energi dibandingkan dengan energi yang
dikeluarkan. Kurangnya asupan energi atau ketidakcukupan konsumsi
zat-zat gizi penting yang diperlukan tubuh biasanya akan menyebabkan
menurunnya aktivitas yang dilakukan. (Fikawati dkk, 2017)
Status gizi individu pada fase awal kehidupan, terutama pada
1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dapat mempengaruhi tumbuh
kembangnya saat usia dewasa dan berdampak irreversible atau permanen.
Kekurangan gizi dapat berdampak pada pertumbuhan dan pematangan
organ yang terlambat, serta ukuran tubuh jauh lebih pendek (Kemenkes
RI, 2016).
Berdasarkan data WHO tahun 2017, yang mengalami kekurusan
didapatkan sekitar 13,5%, jumlah anak yang mengalami underweight

3
sekitar 91,3 juta jiwa. Untuk wilayah Asia didapatkan 16,6% dengan
jumlah anak yang mengalami underweight 59,7 juta jiwa. Di Indonesia
didapatkan sekitar 6,7% remaja yang kurus dan 2,6% remaja yang sangat
kurus (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).
Dampak underweight mengalami gangguan tumbuh kembang
otak, konsentrasi, mudah lelah, hingga aktivitas berkurang dan tidak
energik. Obsesi untuk menurunkan berat badan ditambah dengan pola
diet makanan yang salah menyebabkan munculnya masalah baru dalam
diri remaja yaitu terjadinya anoreksia nervosa (Fikawati, 2017).
Kemiskinan merupakan akar permasalahan gizi. Berdasarkan data
BPS, pada tahun 2007 sebesar 16,5 persen atau lebih dar 37 juta penduduk
Indonesia tergolong miskin (BPS, 2007). Soekirman (2005) berpendapat
bahwa proporsi anak underweight berbanding terbalik dengan pendapatan.
Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentase anak yang
kekurangan gizi; makin tinggi pendapatan, makin kecil persentasenya.
Hubungannya bersifat timbal balik, kurang gizi berpotensi sebagai
penyebab kemiskinan melalui rendahnya pendidikan dan produktivitas.
Sebaliknya, kemiskinan menyebabkan anak tidak mendapat makanan
bergizi yang cukup sehingga kurang gizi.
Selain kemiskinan permasalahan underweight ditentukan oleh
berbagai faktor yang menentukan. Kikafunda, Joyce et al (1998) dalam
penelitiannya di Uganda menemukan faktor risiko underweight adalah
status kesehatan anak, sumber air dalam rumah tangga, konsumsi susu sapi
dan status ekonomi keluarga. Sedangkan Rayhan, I MD and Khan H MS
(2006) dalam penelitiannya di Bangladesh menemukan faktor penyebab
underweight adalah jarak kelahiran, ukuran bayi saat lahir, indeks massa
tubuh (IMT) ibu, dan pendidikan orang tua. Penelitian yang di lakukan di
Oman oleh Alasfoor, Deena et al (2007) menunjukkan determinan
underweight adalah berat lahir anak, tinggi badan ibu, ketersediaan air
bersih di rumah tangga dan pola asuh dan perawatan ibu.
Ukuran keluarga yang besar meningkatkan risiko terjadinya
balita underweight dibandingkan balita yang memiliki ukuran keluarga
kecil. Jumlah anggota keluarga yang banyak berbanding lurus
dengan kejadian gizi kurang yang tinggi di tingkat keluarga. Keluarga
miskin akan memiliki beban yang lebih besar untuk memenuhi
kebutuhan makanan jika jumlah anggota keluarga banyak. Besar
keluarga mempengaruhi distribusi makanan dalam keluarga. Jika
jumlah anggota keluarga bertambah tentunya porsi makan untuk
tiap anggota keluarga berkurang. Hal ini tentunya akan menyebabkan
anggota keluarga yang masuk dalam kelompok umur balita akan
menjadi lebih rentan terhadap gizi kurang.

4
Asupan gizi berpengaruh langsung terhadap status gizi. Sejalan
dengan hal tersebut UNICEF (1997) dalam kerangka konsep strategi
dalam menanggulangi permasalahan gizi memasukan asupan gizi sebagai
faktor penyebab langsung (immediate cause) terjadinya kurang gizi,
ketidakmampuan dan kematian anak. Berbeda dengan hal tersebut Wishik
dan Vynckt (1976) menyatakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi
status gizi adalah sumber makanan, ketersediaan makanan, tempat
menyimpan makanan, konsumsi dan kualitas konsumsi.
Pencegahan underweight dapat dilakukan dengan membiasakan
diri dalam menerapkan Pesan Gizi Seimbang (PGS) yang terdiri dari pola
makan yang benar, berperilaku hidup bersih dan melakukan latihan
fisik sesuai anjuran (Kemenkes RI, 2014).

D. Overweight
Overweight merupakan suatu kelainan atau penyakit akibat
ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan energi yang keluar
sehingga menjadi timbunan jaringan lemak yang berlebihan di dalam
tubuh. Secara umum orang yang mengalami BB lebih dan obesitas
harapan hidupnya lebih pendek dibandingkan orang dengan BB normal.
Orang yang obesitas berisiko lebih tinggi dibandingkan orang normal
untuk mempunyai kadar gula darah tinggi.
Banyak faktor penyebab terjadinya kegemukan seperti faktor
genetik, faktor lingkungan dan perilaku makan yang kurang tepat. Faktor
lingkungan dan perilaku dikatakan faktor yang memberikan kontribusi
yang lebih besar terhadap kegemukan. Faktor perilaku dan lingkungan
sangat erat kaitannya dengan gaya hidup masyarakat. Gaya hidup
masyarakat saat ini sudah mengarah pada gaya hidup modern yang
ditandai dengan pola makan yang kebaratan dengan ciri-ciri makanan yang
tinggi karbohidrat, tinggi lemak dan rendahnya asupan serat yang disertai
dengan kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan oleh masyarakat
(Hardiansyah, 2016).
Dari berbagai penyebab di atas, faktor keturunan dan metabolisme
merupakan faktor yang tidak dapat dirubah, tetapi faktor yang lain seperti
perilaku makan, lingkungan, aktifitas fisik dapat dirubah asalkan ada
kemauan dan disiplin diri untuk berubah. Sebenarnya tidak ada penyebab
tunggal terjadinya BB-lebih dan obesitas. Sebaliknya juga tidak ada cara
tunggal untuk mencegah atau mengurangi BB-lebih dan obesitas.
Penanganannya dapat dikombinasikan antara diet, kegiatan fisik, dan
modifikasi perilaku, dan lain-lain agar mendapatkan hasil yang maksimal
sesuai yang diharapkan.
Penurunan berat badan secara berarti dapat dicapai dengan
pendekatan holistik yang meliputi:

5
1. Perencanaan makan yang benar yaitu makan secara teratur tiga kali dalam
sehari dengan komposisi yang tepat, yang terdiri atas karbohidrat 50%,
protein 20%, dan lemak 30% dari total kalori.
2. Aktifitas fisik/olah raga; dengan berolahraga, energi yang di keluarkan
akan meningkat, otot tubuhpun akan menjadi kencang dan secara
psikologis orang yang rajin berolah raga biasanya juga lebih fit dan lebih
percaya diri.
3. Perubahan tingkah laku dengan menanamkan motivasi dan disiplin diri
dalam usaha penurunan berat badan. Termasuk membiasakan diri
merencanakan makan yang benar dan berolahraga sesuai yang dianjurkan
serta menghindari makanan berlemak sebagai pelampiasan stress.
4. Pengobatan; diperlukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan
pengobatan yang memungkinkan penurunan berat badan yang efektif. Ada
dua mekanisme kerja obat-obat penurun berat badan, yaitu golongan
penekan nafsu makan yang bekerja di susunan syaraf pusat, dan
penghambat penyerapan lemak yang bekerja secara lokal di usus.

2.2 Data Balita Stunting, Wasting, Underweight, Overweight di Provinsi


Kepulauan Bangka Belitung

Balita Stunted Provinsi Bangka Belitung


18.95
18.9 18.88
18.85
18.8
18.75
18.7
18.65
18.6
18.6
18.55
18.5
18.45
SSGI, 2021 Riskesda, 2018

Balita Stunded Provinsi Bangka Belitung


Gambar 1. Diagram Batang Prevalensi Balita Stunted (Tinggi Badan
Menurut Umur)Kab. Bangaka Belitung

Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tingkat nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota tahun 2021 mengenai Prevalensi Balita Stunted (Tinggi
Badan Menurut Umur), Kabupaten Bangka Belitung memiliki prevalensi sebesar
18,6% dimana menempatkan Kab. Bangka Belitung berada pada urutan ke-29

6
tertinggi dari 34 provinsi sedangkan, hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 Kab.
Bangka Belitung memiliki prevalensi sebesar 18,88% .

Balita Wasted Kabupaten Bangka Belitung


6.4
6.2
6.2

5.8

5.6

5.4 5.32

5.2

4.8
SSGI, 2021 Riskesda, 2018

Balita Wasted Kabupaten Bangka Belitung

Gambar 1. Diagram Batang Prevalensi Balita Wasted (Berat Badan


Menurut Tinggi Badan) Kab. Bangaka Belitung

Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tingkat nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota tahun 2021 mengenai Prevalensi Balita Stunted (Tinggi
Badan Menurut Umur), Kabupaten Bangka Belitung memiliki prevalensi sebesar
6,2% dimana menempatkan Kab. Bangka Belitung berada pada urutan ke-28
tertinggi dari 34 provinsi sedangkan, hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 Kab.
Bangka Belitung memiliki prevalensi sebesar 5,32% .

Balita Underweight Provinsi Bangka Belitung


16 15.2

14

12 11.38

10

0
SSGI, 2021 Riskesdas, 2018

Balita Underweight Provinsi Bangka Belitung

7
Gambar 2. Diagram Batang Prevalensi Balita Underweight (Berat
Badan Menurut Umur) Kab. Bangka Belitung

Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tingkat nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota tahun 2021 mengenai Prevalensi Balita Stunted (Tinggi
Badan Menurut Umur), Kabupaten Bangka Belitung memiliki prevalensi sebesar
15,2% dimana menempatkan Kab. Bangka Belitung berada pada urutan ke-25
tertinggi dari 34 provinsi sedangkan, hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 Kab.
Bangka Belitung memiliki prevalensi sebesar 11,38%.

Balita Overweight Provinsi Bangka Belitung


6.5
6.4
6.4
6.3
6.2
6.1
6
5.9
5.9
5.8
5.7
5.6
SSGI, 2021 Riskesdas, 2018

Balita Overwweight Provinsi Bangka Belitung


Gambar 3. Diagram Batang Prevalensi Balita Overweight (Berat
Badan Menurut Tinggi Badan) Kab. Bangka Belitung

Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tingkat nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota tahun 2021 mengenai Prevalensi Balita Stunted (Tinggi
Badan Menurut Umur), Kabupaten Bangka Belitung memiliki prevalensi sebesar
5,9% dimana menempatkan Kab. Bangka Belitung berada pada urutan ke-2
tertinggi dari 34 provinsi sedangkan, hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 Kab.
Bangka Belitung memiliki prevalensi sebesar 6,4%.

8
2.3 Prevalensi Balita Stunting, Wasting, Underweight, Overweight
Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Kep.Bangka Belitung

Gambar 5. Diagram Batang Prevalensi Balita Stunted (Tinggi Badan


Menurut Umur)Berdasarkan Kabupaten/Kota Di Provinsi Kep.
Bangka Belitung, SSGI 2021.

Berdasarkan Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tingkat Nasional, Provinsi,
dan Kabupaten/Kota tahun 2021 mengenaipravelensi balita Stuned (Tinggi badan
menurut umur) berdasarkan Kabupaten/Kota Di Provinsi Kepulauan. Bangka
Belitung,pada Kabupaten Bangka Barat dengan tingkat pravelensi Balita Stuned
tertinggi 23,5% sedangkan Kabupaten Belitung memiliki tingkat pravelensi Balita
Stunted terendah 13,8%.

9
Gambar 6. Diagram Batang Prevalensi Balita Wasted (Berat Badan
MenurutTinggi Badan)Berdasarkan Kabupaten/Kota Di Provinsi Kep.
Bangka Belitung, SSGI 2021.

Berdasarkan Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tingkat Nasional, Provinsi,
dan Kabupaten/Kota tahun 2021 mengenaipravelensi balita Wasted (berat badan
menurut tinggi badan) berdasarkan Kabupaten/Kota Di Provinsi Kepulauan.
Bangka Belitung,pada Kabupaten Bangka Selatan dengan tingkat pravelensi
Balita Wasted tertinggi 8,3% sedangkan Kabupaten Bangka memiliki tingkat
pravelensi Balita Wasted terendah 5,0%.

10
Gambar 7. Diagram Batang Prevalensi Balita Underweight(Berat
Badan Menurut Umur)Berdasarkan Kabupaten/Kota Di Provinsi Kep.
Bangka Belitung, SSGI 2021.

Berdasarkan Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tingkat Nasional, Provinsi,
dan Kabupaten/Kota tahun 2021 mengenaipravelensi balita underweight (berat
badan menurut umur)berdasarkan Kabupaten/Kota Di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, pada Kabupaten Bangka Barat dengan tingkat pravelensi Balita
Underweight tertinggi 18,2 % sedangkan Kabupaten Kota Pangkal Pinang
memiliki tingkat pravelensi Balita Underweight terendah 11,7%.

11
2.4 Determinan Stunting, Wasting, Underweight, Overweight di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung

2.4.1 Determinan Perempuan Hamil yang Pernah Mendapatkan Tablet


Tambah Darah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 8. Diagram Proporsi Perempuan Hamil Yang Pernah
Mendapatkan Tablet Tambah Darah

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung


perempuan hamil yang pernah mendapatkan tablet tambah darah selama
kehamilan memiliki proporsi sebesar 92,1% dan ini merupakan angka yang tinggi.
Hal ini berkaitan dengan adanya peran aktif Dinas Kesehatan
Kepulauan Bangka Belitung dalam pemberian layanan tablet tambah darah
secara serentak, terutama bagi usia remaja putri dan ibu hamil. Tingginya
angka proporsi dalam hal ini juga dikarenakan adanya tingkat kepatuhan ibu
hamil dalam mengonsumsi tablet tambah darah selama masa kehamilan, dan
meningkatnya pengetahuan ibu hamil mengenai kecukupan gizi selama
kehamilan.

12
2.4.2 Determinan Perempuan Hamil Usia 10-54 Tahun Yang Bersalin di
Fasilitas Kesehatan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 9. Diagram Proporsi Perempuan Hamil Usia 10-54 Tahun
Yang Bersalin di Fasilitas Kesehatan

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, di Kepulauan Bangka Belitung tercatat bahwa


sebanyak 91,1% perempuan hamil usia 10-54 tahun yang memilih bersalin di
fasilitas kesehatan.
Angka proporsi yang cukup tinggi di daerah tersebut dipengaruhi oleh
adanya pemahaman atau pengetahuan masyarakat khususnya perempuan
hamil akan pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan sampai pada proses
persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, persalinan di
fasilitas pelayanan kesehatan lebih terjamin keamanan, kenyamanan, bahkan
keselamatan dalam proses persalinan bagi ibu dan bayi, karena dapat
dikontrol secara langsung oleh dokter dan petugas kesehatan lainnya.

13
2.4.3 Determinan Wanita Usia Subur/Pasangan Yang Menggunakan KB
Modern di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 10. Diagram Proporsi Usia Subur/Pasangan Yang
Menggunakan KB Modern

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, di Indonesia wanita usia subur/pasangan yang


menggunakan KB modern untuk proporsi mencapai 54,7%, sedangkan di
Kepulauan Bangka Belitung masuk dalam 6 provinsi teratas dengan proporsi
sebesar 65,4%.
Dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa wanita usia subur/pasangan di
Kepulauan Bangka Belitung cukup banyak yang berpartisipasi dalam
menggunakan program KB modern, dan hal ini secara tidak langsung dapat
menekan adanya jumlah pertumbuhan penduduk.

14
2.4.4 Determinan Balita Dengan Berat Badan Lahir < 2500 Gram di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 11. Diagram Proporsi Balita Dengan Berat Badan Lahir <
2500 Gram

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, dapat dilihat bahwa balita dengan berat badan
lahir <2500 gram di Indonesia ada 6,6% dan masih tergolong lebih rendah jika
dibandingkan dengan proporsi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang
mencapai 7,5%.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahun ibu mengenai
pemenuhan kebutuhan asupan gizi selama masa kehamilan, dan usia hamil
yang terlalu muda (<20 tahun) yang berkaitan dengan kejadian Berat Badan
Lahir <2500 gram pada anak.

15
2.4.5 Determinan Balita Dengan Panjang Badan Lahir <48 CM di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 12. Diagram Proporsi Balita Dengan Panjang Badan Lahir
<48 CM

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, balita dengan panjang badan lahir <48 cm di
Indonesia memiliki proporsi lebih rendah yaitu 19,4%, jika dibandingkan dengan
data di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang masuk dalam 6 provinsi
tertinggi balita dengan panjang badan lahir <48 cm yang mencapai proporsi
26,1%.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemberian ASI Eksklusif pada bayi
sehingga perubahan panjang badan lahir menjadi sangat lambat, dan Ibu tidak
melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) pada bayi saat lahir, serta pemenuhan
asupan gizi kurang selama masa kehamilan.

16
2.4.6 Determinan Balita Yang Mendapatkan Inisiasi Menyusu Dini di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 13. Diagram Proporsi Balita Yang Mendapatkan Inisiasi
Menyusu Dini di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, di Indonesia balita yang mendapatkan inisiasi


menyusu dini memiliki proporsi 48,6%. Sedangkan di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung sedikit lebih tinggi dengan proporsi 49,5%. Hal ini dipengaruhi
oleh masih kurangnya pemahaman ibu tentang perawatan payudara dan teknik
menyusui yang benar di Kepulauan Bangka Belitung, serta ibu yang kurang
percaya diri bahwa ASI yang dimilikinya dapat mencukupi kebutuhan nutrisi
bayinya.

17
2.4.7 Determinan Bayi Usia 0-5 Bulan Mendapatkan ASI Eksklusif di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 14. Diagram Proporsi Bayi Usia 0-5 Bulan Mendapatkan ASI
Eksklusif

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, di Indonesia ada 52,5% bayi usia 0-5 bulan
yang mendapatkan ASI Eksklusif. Sedangkan, untuk Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung bayi usia 0-5 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif menempati posisi 1
(satu) paling rendah dengan proporsi 36,2%, jika dibandingkan dengan 35
Provinsi lainnya.
Hal ini dipengaruhi oleh terbatasnya pemberian ASI Eksklusif pada
anak-anak di Kepulauan Bangka Belitung karena ibu lebih memilih
memberikan susu formula, sehingga hal ini memicu kasus bayi kurang gizi.
Kemudian, pendidikan dan pengetahuan ibu tentang gizi anak yang masih
kurang, sehingga pertumbuhan anak yang kurang baik. Dalam hal ini, Balita
yang tidak diberi ASI Eksklusif lebih tinggi proporsi stunting.

18
2.4.8 Determinan Baduta Saat Pertama Kali diberikan MPASI Pada Usia ≥ 6
Bulan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 15. Diagram Proporsi Baduta Saat Pertama Kali diberikan
MPASI Pada Usia ≥ 6 Bulan

Berdasarkan Hasil SSGI 2021, di Indonesia baduta saat pertama kali diberikan
mpasi pada usia ≥6 bulan memiliki proporsi sebesar 44,7% , sedangkan di
Provinsi di Kepulauan Bangka Belitung masuk dalam 7 provinsi terbawah dengan
proporsi sebesar 35,4% proporsi. Data ini menunjukan bahwa baduta saat pertama
kali diberikan mpasi pada usia ≥ 6 bulan sangat rendah.
Hal ini dikarenakan Rendahnya pengetahuan dan pemahaman yang baik pada saat
pemberian MPASI pertama kali, dan Hal ini juga dikarenakan keluarga dengan
perekonomian yang lebih baik akan memiliki kemampuan untuk membeli MPASI
lebih mudah dibandingkan dengan keluarga dengan perekonomian rendah. Hasil
penelitian menunjukan bahwa keluarga dengan perekonomian menengah ke atas
lebih cepat memberikan MPASI.

19
2.4.9 Determinan Anak Usia 0-23 Bulan Mengonsumsi Makanan Beragam
di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 16. Diagram Proporsi Anak Usia 0-23 Bulan Mengonsumsi
Makanan Beragam

Berdasarkan Proporsi SSGI 2021, di Indonesia Anak Usia 0-23 Bulan


Mengonsumsi Makanan Beragam mencapai proporsi sebesar 52,5%, sedangkan di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki proporsi sebesar 60,9%.
Dari hasil ini, dapat disimpulkan Pola asuh yang mencakup pengetahuan ibu
mengenai pemberian makanan beragam pada balita masih cukup rendah.

20
2.4.10 Determinan Balita yang Memiliki Buku KIA di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 17. Diagram Proporsi Balita yang Memiliki Buku KIA

Berdasarkan Proporsi SSGI 2021, di Indonesia Balita yang Memiliki Buku KIA
memiliki proporsi sebesar 83,0%, sedangkan di Kepulauan Bangka Belitung
memiliki cakupan proporsi yang sama dengan provinsi DKI Jakarta dengan
proporsi sebesar 88,1%.
Dapat diambil kesimpulan dari hasil proporsi tersebut menunjukkan bahwa ibu
yang memiliki buku KIA, secara langsung berpengaruh secara signifikan terhadap
pemanfaatan buku KIA yakni pengetahuan ibu dan dukungan petugas kesehatan.

21
2.4.11 Determinan Balita yang Melakukan Penimbangan Berat Badan Sesuai
Standar ( ≥ 8X Setahun) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 18.Diagram Proporsi Balita yang Melakukan Penimbangan
Berat Badan Sesuai Standar ( ≥ 8X Setahun)

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, Balita yang Melakukan Penimbangan Berat


Badan Sesuai Standar ( ≥ 8X Setahun) di Indonesia memiliki proporsi lebih
rendah yaitu 36,7%, sedangkan di Kepulauan Bangka Belitung memiliki cakupan
proporsi tergolong rendah yaitu sebesar 35,8%.
Hal ini dikarenakan Pada masa pandemi COVID-19 beberapa layanan kesehatan
berbasis masyarakat termasuk kegiatan Posyandu sempat terhenti, sehingga tidak
ada kegiatan pemantauan pertumbuhan di masyarakat,dan juga kurangnya
pengetahuan ibu dan kurangnya partisipasi ibu dalam pelayanan kesehatan
terhadap pemantauan status gizi balita.

22
2.4.12 Determinan Balita yang Melakukan Pengukuran Tinggi Badan Sesuai
Standar ( ≥ 2X Setahun) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 19. Diagram Proporsi Balita yang Melakukan Pengukuran
Tinggi Badan Sesuai Standar ( ≥ 2X Setahun)

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, Balita yang Melakukan Pengukuran Tinggi


Badan Sesuai Standar ( ≥ 2X Setahun) di Indonesia memiliki proporsi lebih
rendah yaitu 63,7%, sedangkan di Kepulauan Bangka Belitung memiliki proporsi
sebesar 65,1%. Hal ini dikarenakan rendahnya pengetahuan orang tua tentang
pertumbuhan balita di tinjau dari berat badan dan tinggi badan dan, kurangnya
motivasi ibu untuk melakukan pemeriksaan pertumbuhan tinggi badan anak.

23
2.4.12 Determinan Anak 12-23 Bulan yang Mendapatkan Imunisasi Dasar
Lengkap di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 20. Diagram Proporsi Anak 12-23 Bulan yang Mendapatkan
Imunisasi Dasar Lengkap

Berdasarkan Proporsi SSGI 2021, di Indonesia Anak 12-23 Bulan yang


Mendapatkan Imunisasi Dasar Lengkap proporsi sebesar 65,8%, sedangkan di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki proporsi sebesar 69,6%.
Hal ini disebabkan, pengetahuan ibu dan sikap ibu terhadap status imunisasi dasar
lengkap, dan juga Akses ke pelayanan kesehatan memiliki pengaruh secara
statistik terhadap status imunisasi dasar lengkap pada bayi.

24
2.4.13 Determinan Anak Usia 6-59 Bulan yang Mendapatkan Vitamin A di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 21. Determinan Anak Usia 6-59 Bulan yang Mendapatkan
Vitamin A di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, dapat dilihat bahwa di Indonesia ada 80,6%
Anak Usia 6-59 Bulan yang Mendapatkan Vitamin A, sedangkan di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung memiliki proporsi 75,6%. Hubungan pemberian
vitamin A pada anak usia 6-59 bulan terhadap status gizi anak dimana dalam
penelitian terkait Hubungan Suplementasi Vitamin A, Pemberian Imunisasi, dan
Riwayat Penyakit Infeksi Terhadap Kejadian Stunting Anak Usia 24-59 Bulan. Di
dapatkan bahwa Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan produksi matriks tulang
oleh osteoblast menurun sehingga proses remodeling terhambat kemudian
pembentukan tulang terganggu. Terganggunya pembentukan tulang berakibat
pada pertumbuhan yang nantinya terhambat dan muncul kejadian stunting.
Vitamin A menurut WHO (2011) sangat penting untuk membantu memerangi
infeksi pada masa kanak-kanak dan suplemen vitamin A telah teruji klinis
mengurangi keparahan infeksi pernapasan dan kematian pada anak-anak dengan
campak. Suplementasi vitmin A dapat menurunkan angka penyakit infeksi pada
anak, terutamadiare dan ISPA yang sering mengenai anak-anak. Pemberian
imunisasi dasar lengkap juga dapat menurunkan angka frekuensi sakit pada anak.
Angka frekuensi sakit yang rendah akan menurunkan risiko kejadian stunting
karena tubuh anak yang sehat dapat tumbuh tanpa hambatan. (PUSDATIN
Kemenkes RI, 2018)

25
2.4.14 Determinan Baduta yang Masih disusui di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 22. Determinan Baduta yang Masih disusui di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, dapat dilihat bahwa di Kepulauan Bangka


Belitung tercatat ada sebanyak 61,0% Baduta yang Masih disusui. Air susu
ibu yang kurang dapat mempengaruhi status gizi pada bayi, karena ASI
merupakan satu-satunya makanan bagi bayi. Asi juga dipengaruhi oleh
makanan yang dikonsumsi ibu, makanan ibu yang tidak seimbang akan
menghilangkan kebutuhan nutrisi yang seharusnya didapatkan oleh bayi,
salah satu pemicu rendahnya status gizi bayi usia 0-6 bulan yaitu rendahnya
pemberian ASI eksklusif (Hardianti,. Dkk. 2018).

26
2.4.15 Determinan Balita yang Menderita ISPA Berdasarkan Diagnosa/
Gejala di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 23. Determinan Balita yang Menderita ISPA Berdasarkan
Diagnosa/ Gejala di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, dapat dilihat bahwa Balita yang Menderita
ISPA Berdasarkan Diagnosa/ Gejala di kepulauan Bangka Belitung dengan
memiliki proporsi 12,4. Status gizi yang buruk akan lebih mudah terserang ISPA
dan balita yang menderita ISPA dapat menyebabkan balita mengalami gangguan
status gizi akibat gangguan metabolisme tubuh. World Health Organization
(WHO) Memperkirakan insiden Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di
negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran
hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita. Insiden Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian
balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada
golongan usia balita (Sunarni, dkk., 2017).

27
2.4.16 Determinan Balita yang Menderita Pneumonia Berdasarkan
Diagnosa/Gejala di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 24. Determinan Balita yang Menderita Pneumonia
Berdasarkan Diagnosa/ Gejala di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, dapat dilihat bahwa Pneumonia Berdasarkan


Diagnosa/ Gejala di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tergolong paling
rendah jika dibandingkan dengan setiap Provinsi yang ada, dengan proporsi
0,3%. Pneumonia merupakan infeksi saluran pernapasan akut yang menjadi
penyebab kematian utama pada balita di dunia, terutama di negara
berkembang. Salah satu faktor risiko dari pneumonia adalah status gizi yang
kurang.

2.4.17 Determinan Balita yang Menderita Diare Berdasarkan Diagnosa/


Gejala di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

28
Sumber: SSGI Tahun 2021
Gambar 25. Determinan Balita yang Menderita Diare Berdasarkan
Diagnosa/ Gejala di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, dapat dilihat bahwa Balita yang Menderita
Diare Berdasarkan Diagnosa/ Gejala di Indonesia ada 9,8% dan masih tergolong
lebih rendah jika dibandingkan dengan proporsi di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung yang mencapai proporsi sebesar 11,7%. Penyakit Diare masih
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di negara
berkembang.

29
2.3.20 Determinan Balita yang Menderita Kecacingan Berdasarkan
Diagnosa/ Gejala di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 26. Diagram Proporsi Balita yang Menderita Kecacingan
Berdasarkan Diagnosa/ Gejala

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, balita yang menderita kecacingan di Indonesia


memiliki proporsi lebih rendah yaitu 2,8%, jika dibandingkan dengan data di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang berada di urutan ke-5 tertinggi adanya
balita yang menderita kecacingan dengan proporsi 4,4%. Penyebab cacingan pada
balita, yang tidak disadari orang tua yaitu balita yang kecenderungan memasukkan
tangan atau benda yang kurang bersih ke dalam mulut tanpa cuci tangan terlebih
dahulu. Penyakit cacingan ini merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan balita menderita kurang gizi, sehingga jika orang tua mengabaikan
penyakit cacingan pada anak maka dampak yang terjadi ialah perkembangan
mental dan fisik anak menjadi terganggu, membuat anak menjadi mudah sakit
karena penurunan sistem imunitasnya, stunting atau fisik anak menjadi lebih
pendek dan kecil dari teman seusianya, berkurangnya kecerdasaan anak serta pada
beberapa kasus juga dapat menyebabkan kematian pada anak. Kematian anak
akibat cacingan biasanya dikarenakan sudah terlalu banyaknya cacing di dalam,
hingga membuat cacing berjelajah ke organ tubuh yang lain seperti paru-paru dan
lainnya.

30
2.3.21 Determinan Balita yang Menderita Campak Berdasarkan
Diagnosa/ Gejala di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Sumber: SSGI Tahun 2021
Gambar 27. Diagram Proporsi Balita yang Menderita Campak
Berdasarkan Diagnosa/ Gejala

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, dapat dilihat bahwa balita yang menderita
campak di Indonesia ada 3,5% dan tergolong lebih tinggi jika dibandingkan
dengan proporsi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu 2,7%. Hal ini
berkaitan dengan adanya peran aktif orang tua dalam memberikan imunisasi
campak pada anak dan kesadaran orang tua terhadap manfaat dari imunisasi
campak.

2.3.22 Determinan Anggota Rumah Tangga yang Memiliki Jaminan


Pelayanan Kesehatan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Sumber: SSGI Tahun 2021
Gambar 26. Diagram Proporsi Anggota Rumah Tangga yang
Memiliki Jaminan Pelayanan Kesehatan
Sumber: SSGI Tahun 2021

31
Gambar 28. Determinan Anggota Rumah Tangga yang Memiliki
Jaminan Pelayanan Kesehatan di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, di Indonesia proporsi anggota rumah tangga


yang memiliki jaminan pelayanan kesehatan mencapai 36,8%, sedangkan di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berada di urutan ke-9 tertinggi dengan
proporsi sebesar 46,0%. Angka proporsi yang cukup tinggi di daerah tersebut
dipengaruhi oleh adanya pemahaman atau pengetahuan masyarakat akan manfaat
jaminan pelayanan kesehatan, dalam hal ini yaitu masyarakat dapat dengan
mudah melakukan akses ke fasilitas kesehatan atau mendapatkan pelayanan
kesehatan. Serta juga segala kebutuhan obat terpenuhi dan juga berkurangnya
orang orang yang sakit.
2.3.23.Determinan Balita Sakit yang Berobat ke Fasilitas Pelayanan
Kesehatan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Gambar 29. Diagram Proporsi Balita Sakit yang Berobat ke Fasilitas
Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan proporsi SSGI 2021, di Indonesia balita sakit yang berobat ke


fasilitas pelayanan kesehatan untuk proporsi mencapai 93,2%, sedangkan di
Kepulauan Bangka Belitung proporsi sebesar 90,9%. Hal ini dipengaruhi oleh
adanya pemahaman orang tua akan fasilitas pelayanan kesehatan yang baik.

32
2.3.24. Determinan Rumah Tangga yang Memiliki Akses
Sarana Air Minum Layak di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021


Sumber: SSGI Tahun 2021
Gambar 30. Diagram Proporsi Rumah Tangga yang Memiliki Akses
Sarana Air Minum Layak
Berdasarkan proporsi SSGI 2021, dapat dilihat bahwa rumah tangga yang
memiliki akses sarana air minum layak di Indonesia ada 66,3% dan masih
tergolong lebih rendah jika dibandingkan dengan proporsi di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung yang mencapai 74,8%. Dari hasil ini dapat dilihat masyarakat
memahami atau memiliki pengetahuan terkait air minum yang layak. Air minum
yang berkualitas (layak) adalah air minum yang terlindung meliputi air ledeng
(keran), keran umum, hydrant umum, terminal air, penampungan air hujan (PAH)
atau mata air dan sumur terlindung, sumur bor atau sumur pompa, yang jaraknya
minimal 10 m dari pembuangan kotoran, penampungan limbah dan pembuangan
sampah. Air minum yng ideal seharusnya jernih, tidak berbau, tidak berwarna,
tidak berasa. Dengan menggunakan air bersih dapat terhindar dari penyakit
seperti diare, kolera, disentri, tipes, cacingan, penyakit kulit hingga keracunan.

33
2.3.25. Determinan Rumah Tangga yang Memiliki Akses Sanitasi
Layak di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: SSGI Tahun 2021

Gambar 31. Diagram Proporsi Rumah Tangga yang Memiliki Akses Sanitasi
Layak
Berdasarkan proporsi SSGI 2021, rumah tangga yang memiliki akses sanitasi
layak di Indonesia memiliki proporsi lebih rendah yaitu 81,9%, jika dibandingkan
dengan data di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang berada di urutan ke-3
tertinggi yang mencapai proporsi 93,8%. Dari hasil ini, dapat disimpulkan
masyarkat memahami Fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan antara
lain dilengkapi dengan kloset jenis leher angsa, serta tempat pembuangan akhir
tinja, yang digunakan sendiri atau bersama.

34
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Stunting menjadi salah satu masalah gizi yang prioritas di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung khususnya di Kabupaten Bangka Barat yang
memiliki angka tertinggi terjadinya stunting. Hasil SSGI 2021, Provinsi
Kepulauan bangka Belitung masuk dalam 5 provinsi yang mempunyai
masalah gizi dengan kategori akut dengan prevalensi stunting <20%.
Wasting umumnya disebabkan oleh kombinasi dari dua faktor, yakni
asupan makanan harian dan penyakit infeksi. Hasil SSGI 2021, Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung masuk dalam 6 provinsi yang mempunyai
prevalensi wasting terendah yaitu 6,2% dari 36 Provinsi. Terkait dengan hasil
SSGI 2021 ada beberapa penyebab wasting pada anak di Provinsi Kepulauan
bangka Belitung
Menurut SSGI 2021 Prevalensi Balita Underweight di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung dengan jumlah presentase 15,2% merupakan balita yang
mengalami underweight.
Menurut SSGI 2021 Prevalensi Balita Overweight di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung dan Kepulauan Riau berada di urutan ke-1 tertinggi dengan
presentase 5,9%. dan yang menempati urutan terakhir adalah provinsi Maluku
Utara sebesar (1,4%) .

35
DAFTAR PUSTAKA
Antolis, P. V., & Setiawati EM, M. (2012). PROPORSI DAN STATUS GIZI
ANAK USIA 6-24 BULAN YANG MENGALAMI KESULITAN MAKAN
DI SEMARANG:(Studi Kasus di Kelurahan Tandang dan
Sendangguwo) (Doctoral dissertation, Fakultas Kedokteran). Diakses
pada 22 November 2022 http://eprints.undip.ac.id/37731/
Budiasri, R., Hadju, V., & Sirajuddin, S. (2013). Infeksi Kecacingan dan Status
Gizi pada Anak Sekolah Dasar di Wilayah Pesisir Kota
Makassar. Universitas Hasanuddin. Diakses pada 22 November 2022
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/
NGZlNDFlYTc0NGI4ZmU1YjMwZDc0NDFiYTJjNDA5ZDUxNDlkN
mE2YQ==.pdf
Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan Pencatatan
Sipil dan Pengendalian Pendudukan Keluarga Berencana (DP3ACSKB).
(2020). Profil Kependudukan 69 Desa Stunting Tahun 2019. Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung. Diakses dari
https://dp3acskb.babelprov.go.id/sites/default/files/publikasi/PROFIL
%20KEPENDUDUKAN%20DESA%20STUNTING%20TAHUN
%202019.pdf pada 22 November 2022
Efrizal, W. (2021). Analisis Status Gizi Baduta (0-2 tahun) di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung Berdasarkan e-PPGBM Agustus 2020. Jurnal
kesehatan, 14(1), 17-25. Diakses dari
https://journals.ums.ac.id/index.php/jk/article/download/12331/pdf pada
22 November 2022\
Haris, A., Fitri, A., & Kalsum, U. (2019). Determinan kejadian stunting dan
underweight pada balita suku anak dalam di desa Nyogan kabupaten
Muaro Jambi tahun 2019. Jurnal Kesmas Jambi, 3(1), 41-54. Diakses
pada 22 November 2022
https://online-journal.unja.ac.id/jkmj/article/view/7598
Izhar, M. D. (2020). Determinan Kejadian Overweight pada Wanita Usia Subur di
Kota Jambi. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 20(2), 410-
417. Diakses pada 22 November 2022
http://ji.unbari.ac.id/index.php/ilmiah/article/view/951/680
Julianti, E., & Elni, E. (2021). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Stunting Pada Balita. Bhamada: Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kesehatan (E-Journal), 12(2), 27-32.
Mahmudah, U & Yuliati, E. (2020). Modul Pelatihan Upaya Pencegahan Stunting
Pada Balita Melalui Pendidik Paud (Pendidikan Anak Usia Dini). CV.
Alinea Media Dipantara. Diakses dari
https://books.google.com/books/about/Modul_Pelatihan_Upaya_Pencega
han_Stuntin.html?hl=id&id=kNUnEAAAQBAJ pada 22 November 2022

36
Putra, W. N. (2017). Hubungan pola makan, aktivitas fisik dan aktivitas sedentari
dengan overweight di SMA Negeri 5 Surabaya. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 5(3), 298-310. Diakses pada 22 November 2022 https://e-
journal.unair.ac.id/JBE/article/download/5414/4275
Rahayu, A., dkk. 2018. Stunting dan Upaya Pencegahannya. Yogyakarta : CV
mine. Diakses dari https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://kesmas.ulm.ac.id/id/wp-content/
uploads/2019/02/BUKU-REFERENSI-
STUDYGUIDESTUNTING_2018.pdf&ved=2ahUKEwi5jK3wo7D7Ah
V3SGwGHWaeBOoQFnoECBUQAQ&usg=AOvVaw0byvr1P3yEv5PY
IMP7dRWP pada 22 November 2022.
Rosha, B. C., Hardinsyah, H., & Baliwati, Y. F. (2019). Analisis Determinan
Underweight Anak 0-23 Bulan Pada Daerah Miskin Di Jawa Tengah Dan
Jawa Timur. Indonesian Journal of Health Ecology, 11(1), 79823.
Diakses pada 22 November 2022
https://media.neliti.com/media/publications/79823-ID-analisis-
determinan-underweight-anak-0-2.pdf
Sihadi. (2010). Masalah Kelebihan Berat Badan pada Orang Dewasa di Indonesia.
Jurnal Kedokteran FK UKI. Diakses pada 22 November 2022
https://core.ac.uk/download/pdf/328169873.pdf
TIM RISKESDAS 2018. (2019). Laporan Riskesdas 2018 Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung. Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Litbang Kesehatan
(online). Diakses dari https://www.litbang.kemkes.go.id/laporan-riset-
kesehatan-dasar-riskesdas/ pada 22 November 2022
Zahtamal, Z., Nurlisis, N., Rany, N., & Septiani, W. (2019). Efektivitas media
bergambar dan penyuluhan metode ceramah tanya jawab (CTJ) terhadap
perilaku makan, aktivitas fisik dan pola tidur remaja underweight tahun
2019. Al-Tamimi Kesmas: Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat (Journal
of Public Health Sciences), 8(2), 118-130. Diakses pada 22 November
2022
https://jurnal.stikes-alinsyirah.ac.id/index.php/kesmas/article/view/542

37

Anda mungkin juga menyukai