Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR KESEHATAN MASYARAKAT

PRAKTIKUM ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN


“IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN GIZI BURUK PADA
MASYARAKAT SUKU BAJO DENGAN PENDEKATAN PENDAMPINGAN
GIZI ORANG TUA”

OLEH :
KELOMPOK 3
KELAS F

SARAH APRILIA NINGRUM J1A120359


SELA DIAN SAFITRI J1A120361
SISKA SEPTIANI J1A120363
SRI AYU NINGSI J1A120364
SUARLIN J1A120365
SUCIANA J1A120366
SUTRIANA SYAHRIR J1A120367
SYAFARUDDIN J1A120368
TRI WANTI OKTAVIA J1A120369
SRIWATURANDANG J1A120370
WA HAIKI J1A120371
WD SITI AISYAH NUR CAHYANI J1A120374
WA ODE SITTI ASNIAH J1A120375
WA ODE SRI WAHYU NINGSI J1A120376

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN
MASYARAKAT UNIVERSITAS HALU
OLEO
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat melaksanakan sebuah
praktikum dan menyelesaikannya dengan baik hingga menjadi sebuah laporan
praktikum Administrasi Kebijakan Kesehatan yang berjudul “Implementasi
Program Penanggulangan Gizi Buruk pada Masyarakat Suku Bajo dengan
Pendekatan Pendampingan Orang Tua”.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada ibu dosen dan kakak-kakak
asisten dosen yang telah membantu kami baik secara moral maupun materi serta
kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami
bisa menyelesaikan laporan ini tepat waktu.
Semoga laporan praktikum ini bermanfaat untuk penelitian lanjutan. Kami
menyadari sebagai manusia tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu , kami
akan menerima jika ada saran maupun kritik terhadap laporan praktikum yang
telah kami susun ini .

Kendari, 11 April 2022

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
DAFTAR TABEL..................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Tujuan Praktikum............................................................................................4
C. Manfaat Praktikum..........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................6
A. Administrasi Kebijakan Kesehatan.................................................................6
B. Konsep Dasar Gizi Buruk Pada Balita..........................................................10
C. Pengertian Gizi Kurang.................................................................................13
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................18
A. Diagram Masalah.........................................................................................18
B. Spesifikasi Masalah......................................................................................20
C. Indikator Keberhasilan Program.................................................................22
D. Strategi Program..........................................................................................24
E. Alternatif Strategi Program.........................................................................25
F. Prioritas Program..........................................................................................26
G. Detailed Program........................................................................................28
H. Cost Activity..................................................................................................29
I. Gantt chart.....................................................................................................32
BAB IV PENUTUP..............................................................................................34
A. Kesimpulan...................................................................................................34
B. Saran..............................................................................................................35
REFERENSI.........................................................................................................36
LAMPIRAN..........................................................................................................38

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram masalah........................................................................18
Gambar 2. Spesifikasi masalah.....................................................................20
Gambar 3. Detailed masalah.........................................................................28
Gambar 4. Cost activity................................................................................29
Gambar 5. Gantt chart..................................................................................32

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indikator keberhasilan program......................................................22


Tabel 2. Strategi program.............................................................................24
Tabel 3. Alternatif strategi program.............................................................25
Tabel 4. Prioritas program............................................................................26
Tabel 5. Jenis dan harga barang....................................................................29
Tabel 6. Total biaya kegiatan........................................................................30

v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Menentukan pohon masalah di mading....................................38
Lampiran 2. Proses praktikum berlangsung.................................................38

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka gizi buruk sampai saat ini masih tinggi dan menjadi fokus
perhatian dunia. Menurut data dari Food and Agriculture Organization
(FAO) sekitar 870 juta orang dari 1,7 miliar penduduk dunia atau satu dari
delapan orang penduduk dunia menderita gizi buruk. Sebagian besar
(sebanyak 852 juta) diantaranya tinggal di negara berkembang.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan
permasalahan gizi yang kompleks. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya
prevalensi stunting dan wasting. Menurut data Riskesdas (2013) prevalensi
gizi kurang pada tahun 2007 sebesar 18,4% kemudian mengalami
penurunan pada tahun 2010 menjadi 17,9% akan tetapi mengalami
peningkatan lagi menjadi 19,6% pada tahun 2013. Begitu juga prevalensi
gizi buruk pada tahun 2007 5,4% dan pada tahun 2010 turun menjadi 4,9%
kemudian mengalami peningkatan kembali pada tahun 2013 menjadi 5,7%
(Alpin, 2021).
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu Provinsi yang terbilang
masih tinggi presentasi kasus gizi buruk pada usia 0-23 bulan mencapai
6,3% dan 13,2% gizi kurang dan pada usia 0-59 bulan presentasi gizi buruk
mencapai 5,6% dan 16,4% gizi kurang (Alpin, 2021).
Kabupaten Konawe masuk dalam zona merah dengan jumlah kasus di
atas 10 (<10). Diketahui Kabupaten Konawe terdistribusi di beberapa
wilayah se-Kabupaten Konawe khususnya di pulau Bokori dengan wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Soropia ditemukan 2 kasus gizi buruk (Alpin,
2021).
Gizi kurang dan gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang
kekurangan nutrisi, atau nutrisinya dibawah rata-rata. Gizi kurang adalah
kekurangan bahan-bahan nutrisi seperti protein, karbonhidrat, lemak, dan
vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Cara menilai status gizi dapat

1
dilakukan dengan pengukuran antropometrik, klinik, biokimia, dan
biofisik. Pengukuran antropometrik dapat dilakukan dengan beberapa
macam pengukuran yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas, dan sebagainya. Dari beberapa pengukuran tersebut,
pengukuran Berat Badan (BB) sesuai Tinggi Badan (TB) merupakan salah
satu pengukuran antropometik yang baik dengan mengadopsi acuan havard
dan WHO-NCHS (World Health Organizatio–National Center For Health
Statistics) (Dedi Alamsyah dkk, 2017).
Gizi buruk biasanya terjadi pada anak balita dibawah usia 5 tahun.
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun. Anak balita usia 12-59 bulan merupakan kelompok umur yang
rawan terhadap gangguan kesehatan dan gizi. Pada usia ini kebutuhan
mereka meningkat, sedangkan mereka tidak bisa meminta dan mencari
makan sendiri dan seringkali pada usia ini tidak lagi diperhatikan dan
pengurusannya diserahkan kepada orang lain sehingga risiko gizi buruk
akan semakin besar. Anak yang gizi buruk akan mengalami penurunan daya
tahan sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi (Dedi Alamsyah dkk,
2017).
Gizi kurang dan gizi buruk secara patofisiologi pada anak balita (12-
59 bulan) adalah mengalami kekurangan energi protein, anemia gizi besi,
gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) dan kurang vitamin A.
Kekurangan sumber dari empat diatas pada anak balita dapat menghambat
pertumbuhan, mengurangi daya taha tubuh sehingga rentan terhadap
penyakit infeksi, mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan, penurunan
kemampuan fisik, gangguan pertumbuhan jasmani dan mental, stunting,
kebutaan serta kematian pada anak balita (Dedi Alamsyah dkk, 2017).
Gizi Buruk adalah suatu keadaan kekurangan energi dan protein berat
dengan gejala klinis kwashiorkor, marasmus atau marasmik-kwashiorkor.
Marasmus memiliki ciri anak sangat kurus, wajah tua, cengeng, kulit keriput
dan perut cekung. Kwashiokor memiliki ciri adanya edema di seluruh tubuh
terutama bagian ekstremitas, wajah sembab, mata sayu, rambut tipis

2
kemerahan seperti jagung dan otot yang mengecil. Sedangkan marasmik-
kwashiorkor adalah gabungan beberapa tanda marasmus dan kwashiokor
dengan gejala edema yang tidak menonjol (Aryani, 2019).
Gizi merupakan faktor penting dalam pola tumbuh kembang pada
manusia khususnya balita. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah
perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ
maupun individu yang bisa diukur dan berdampak pada aspek fisik,
sedangkan perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan
(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola
yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan
(Akbar, 2021).
Masa balita merupakan periode yang penting dalam proses tumbuh
kembang manusia. Status pertumbuhan dan berat badan anak (berat badan
kurang atau lebih berat) ialah faktor kunci dalam mengakhiri kesiapan
keluarga untuk mengubah lingkungan serta gaya hidup. Orang tua sering
salah menafsirkan status berat badan anak sehingga kesalahan persepsi
tersebut dapat menyebabkan pemberian makan yang tidak tepat.
Dampaknya, jika sudah terjadi pola pemberian makan serta gaya hidup
lingkungan yang signifikan sehingga memperburuk proses tumbuh kembang
anak, maka terjadi gizi kurang (Akbar, 2021).
Usia balita adalah usia dimana terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat cepat pada anak. Pada usia ini, balita
membutuhkan asupan zat gizi yang memenuhi dalam kualitas dan juga
jumlah yang baik dan cukup, hal ini dikarenakan aktivitas fisik balita yang
masih cukup tinggi (Rahmah.R. dkk, 2020).
Keadaan gizi balita yang kurang dan gizi buruk masih menjadi salah
satu dari banyaknya masalah kesehatan utama di negara-negara berkembang
seperti Indonesia. Masalah status gizi pada balita dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab
langsung berupa konsumsi makanan itu sendiri dan status infeksi. Penyebab
tidak langsung diantaranya ketersediaan pangan, pola asuh, pemberian

3
ASI/MP-ASI, pola konsumsi rumah tangga, penyediaan MP-ASI, pola asuh
psikososial, kebersihan sanitasi, pelayanan kesehatan, dan kesehatan
lingkungan. Faktor-faktor tersebutlah yang nantinya akan berkaitan dengan
gizi balita pada sebuah keluarga (Rahmah,R. dkk, 2020).
Menanggapi data diatas laporan kami akan membahas mengenai
masalah gizi kurang di masyarakat pesisir suku bajo. Kami menganggap hal
ini penting untuk dibahas karena gizi kurang merupakan faktor penghambat
perkembangan suatu negara khususnya Indonesia.

B. Tujuan Praktikum
Secara khusus tujuan dari kegiatan praktikum Kesehatan masyarakat
sebagai berikut :
1. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan profesi Kesehatan
masyarakat yang berorientasi pada peningkatan derajat Kesehatan
masyarakat.
2. Meningkatkan kemampuan dasar profesionalisme dalam pemembangan
dan kebijakan Kesehatan.
3. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan mendekati masalah
kesehatan masyarakat secara holistic.
4. Meningkatkan kemampuan profesi kesehatan masyarakat yang
kompetetif dan mampu bersaing dikancah global.
5. Meningkatkan kemampuan profesi kesehatan masyarakat, menangani
permasalahan khusus kesehatan masyarakat.

C. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat kegiatan praktikum kesehatan masyarakat meliputi :
1. Mampu menentukan rangkaian masalah kesehatan secara spesifik
2. Mampu membuat indikator masalah kesehatan
3. Mampu mengembangkan program intervensi kesehatan
4. Mampu menentukan program spesifik masalah kesehatan dari banyak
masalah kesehatan dan keterbatasan sumber daya

4
5. Mampu melakukan pendekatan pemecahan masalah kesehatan berbasis
masyarakat
6. Interdisiplin dalam bekerja secara tim

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Administrasi Kebijakan Kesehatan


1. Pengertian Administrasi dan Administrasi Kesehatan
Secara terminologi, kata “administrasi” dalam bahasa Belanda,
“administratie” yang artinya segala kegiatan yang meliputi tulis-menulis,
ketik-mengetik, surat-menyurat atau korespondensi, kearsipan, agenda,
dan pekerjaan tata usaha kantor lainnya. Selain itu kata “administrasi”
dalam bahasa Yunani, “Administrare” yang artinya Ad (pada), ministrare
(melayani), berarti memberikan pelayanan. Dari akar kata “administrasi”
ini secara gamblang dapat dikatakan bahwa administrasi mempunyai
pengertian “pelayanan kegiatan tata usaha kantor” seperti pelayanan
pengetikan, pelayanan surat menyurat, dan lain sebagainya (Agustina,
2020).
Berikut rujukan dari beberapa ahli yang menyebut apa batasan dan
pengertian administrasi:
a. The Ling Gie, administrasi adalah segenap rangkaian perbuatan
penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia
untuk mencapai tujuan.
b. Sutarto, administrasi adalah suatu proses penyelenggaraan dan
pengurusan segenap tindakan/kegiatan dalam setiap usaha kerjasama
sekelompok manusia untuk mencapai tujuan.
c. Sondang P Siagian, administrasi adalah proses kerjasama antara dua
orang atau lebih berdasarkan rasionalitas tertentu untuk mencapai
tujuan bersama yang telah ditentukan.
d. Leonard D. White, administrasi sebagai suatu proses yang pada
umumnya terdapat pada semua kelompok negara (swasta, sipil atau
militer, usaha besar maupun usaha kecil).
e. William H. Newman, administrasi sebagai pedoman/petunjuk,
kepemimpinan dan pengawasan dari usaha-usaha sekelompok orang
untuk mencapai tujuan bersama.

6
f. Dwight Waldo, administrasi adalah bentuk daya upaya manusia yang
kooperatif yang mempunyai tingkat rasionalitas yang tinggi.
g. H.A. Simon, dkk, administrasi sebagai kegiatan sekelompok orang yang
mengadakan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
h. George R. Terry ̧ administrasi adalah upaya mencapai tujuan yang
ditetapkan dengan mempergunakan orang lain.
i. Robert D. Calkins, administrasi adalah kombinasi antara pengambilan
keputusan dengan pelaksanaan dari keputuan tersebut untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Administrasi kesehatan Masyarakat adalah cabang dari Ilmu
Administrasi yang khususnva mempelajari bidang Kesehatan suatu
Masyarakat. Ilmu kesehatan Masyarakat adalah cabang Ilmu kesehatan
yang mempelajari kondisi-kondisi dan kejadian-kejadian sehat dan sakit
pada masyarakat (Agustina, 2020).
2. Unsur Pokok Administrasi Kesehatan
Menurut Agustina (2020), unsur pokok administrasi kesehatan
sebagai berikut :
a. Masukan
Masukan (input) dalam administrasi adalah segala sesuatu yang
dibutuhkan untuk dapat melaksanakan pekerjaan administrasi. Masukan
ini dikenal pula dengan nama perangkat administrasi (tools of
administration). Masukan dan atau perangkat administrasi tersebut
banyak macamnya.
b. Proses
Proses (process) dalam administrasi adalah langkah langkah yang
harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses
ini dikenal pula dengan nama fungsi administrasi (functions of
administration). Pada umumnya proses dan ataupun fungsi administrasi
ini merupakan tanggung jawab pimpinan.

7
c. Keluaran
Keluaran (output) adalah hasil dari suatu pekerjaan administrasi.
Untuk administrasi kesehatan, keluaran tersebut dikenal dengan nama
pelayanan kesehatan (health services). Pada saat ini pelayanan
kesehatan tersebut banyak macamnya. Secara umum dapat dibedakan
atas dua macam. Pertama, pelayanan kedokteran (medical services).
Kedua, pelayanan kesehatan masyarakat (public health services).
d. Sasaran
Sasaran adalah kepada siapa keluaran yang dihasilkan, yakni
upaya kesehatan tersebut, ditujukan untuk administrasi kesehatan
sasaran yang dimaksudkan di sini dibedakan atas empat macam yakni
perseorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Dapat bersifat
sasaran langsung (direct target group), ataupun bersifat sasaran tidak
langsung (indirect target group).
e. Dampak
Dampak (impact) adalah akibat yang ditimbulkan oleh keluaran.
untuk administrasi kesehatan, dampak yang diharapkan adalah makin
meningkatnya derajat kesehatan. Peningkatan derajat kesehatan ini
hanya akan dapat dicapai apabila kebutuhan (needs) dan tuntutan
(demands) perseorangan, keluarga, kelompok dan atau masyarakat
terhadap kesehatan, pelayanan kedokteran serta lingkungan yang sehat
dapat terpenuhi. Kebutuhan dan tuntutan ini adalah sesuatu yang
terdapat pada pihak pemakai jasa pelayanan kesehatan (health
consumer).
3. Ruang Lingkup Administrasi Kesehatan
a. Kegiatan Administrasi
Telah disebutkan bahwa melaksanakan pekerjaan administrasi
sama artinya dengan melaksanakan semua fungsi administrasi. Dengan
pengertian yang seperti ini menjadi jelas bahwa kegiatan utama yang
dilakukan pada administrasi tidak lain adalah melaksanakan fungsi
administrasi itu sendiri, mulai dari fungsi berupa perencanaan,

8
Pengorganisasian, pelaksanaan sampai dengan fungsi pengawasan
(Terry). Karena kegiatan utama pada administrasi adalah melaksanakan
semua fungsi administrasi maka jelas pula bahwa melaksanakan
pekerjaan administrasi tidak sama dengan melaksanakan tata usaha.
Pekerjaan administrasai bukan sekedar mengetik, mengagenda dan
ataupun menyimpan arsip surat menyurat (office work) yang merupakan
pekerjaan pokok seorang tata usaha. Seseorang yang mengerjakan
pekerjaan administrasi berarti adalah seorang administrator atau
manajer, karena dalam mengerjakan administrasi, ia melakukan
perencanaan, pelaksanaan, penilaian untuk kemudian perencanaan
berikutnya.
b. Objek dan Subjek Administrasi
Telah disebutkan bahwa objek dan subjek administrasi kesehatan
adalah sistem kesehatan. Ini berarti untuk dapat menyelenggarakan
administrasi kesehatan perlu dipahami dahulu apa yang dimaksud
dengan sistem kesehatan. Pengertian tentang sistem kesehatan banyak
macamnya. Menjabarkan batasan sebagaimana yang dirumuskan oleh
WHO (1984), yang dimaksud dengan sistem kesehatan adalah suatu
kumpulan dari berbagai faktor yang komplek dan saling berhubungan
yang terdapat pada suatu negara dan yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok serta
masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan.
Sistem kesehatan itu sendiri mencakup hal yang amat luas. Jika
disederhanakan dapat dibedakan atas dua subsistem. Pertama, subsistem
pelayanan kesehatan. Kedua, subsistem pembiayaan kesehatan untuk
dapat terselenggaranya upaya kesehatan yang baik, kedua subsistem ini
perlu ditata dan dikelola dengan sebaik baiknya.

9
4. Manfaat Administrasi Kesehatan
Secara umum berbagai manfaat tersebut dapat dibedakan atas tiga
macam yakni:
a. Dapat dikelola sumber, tata cara dan kesanggupan secara efektif dan
efisien.
b. Dapat dipenuhi kebutuhan dan tuntutan secara tepat dan sesuai.
c. Dapat disediakan dan diselenggarakan upaya kesehatan sebaik baiknya.
B. Konsep Dasar Gizi Buruk pada Balita
1. Pengertian Gizi
Masalah gizi buruk masih menjadi isu kesehatan nasional bahkan
secara global. Gizi buruk merupakan penyebab kematian tertinggi anak di
negara berkembang. Malnutrisi (gizi buruk) adalah keadaan kekurangan
energi dan protein berat akibat ketidakseimbangan antara ambilan
makanan dengan kebutuhan gizi. Gangguan pemenuhan zat gizi kronis
merupakan faktor resiko tinggi terjadinya gizi buruk yang ditandai dengan
malabsorbsi atau kegagalan metabolik (Alpin, 2021).
Gizi merupakan suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-
organ, serta menghasilkan energi. Untuk mengetahui apakah pasien
mendapatkan gizi yang baik atau tidak, bisa dilakukan dengan pengukuran
kadar gizi. Salah satu cara adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang
dikenal dengan antropometri (ukuran tubuh). Antropometri gizi
merupakan penilaian status gizi dengan pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai
jenis ukuran tubuh antara lain berat badan, tinggi badan, lingkar lengan
atas, lingkar kepala, lingkar dada, dan lapisan lemak bawah kulit. Tanda-
tanda dari gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan menjadi
marasmus, kwashiorkor atau marasmik-kwashiorkor (Maulana dkk, 2020).

10
Ciri-ciri gizi buruk yaitu tubuh kekurangan energi dan protein
tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi atau
menderita sakit dalam waktu lama yang ditandai dengan status gizi sangat
kurus menurut berat badan terhadap tinggi badan, Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar atau Riskedas Tahun 2013. yang diselenggarakan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dari Kementrian Departemen
Kesehatan Republik Indonesia melaporkan prevalensi berat kurang sekitar
19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi kurang,
jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan pravalensi nasional tahun
2007 yaitu sebesar 18,4 persen. Data Riskesdas tersebut sebagai acuan
yang bisa dilihat masyarakat Indonesia tentang masalah gizi yang dibagi
dalam kategori gizi kurang (underweight), kurus (wasting), pendek
(stunting), dan kegemukan (obese) (Maulana dkk, 2020).
Situasi tersebut dapat dihindari jika masyarakat memiliki
pengetahuan tentang kesehatan, pengetahuan dapat diperoleh dari buku-
buku atau situs-situs internet yang membahas tentang penyakit gizi buruk,
akan tetapi untuk mempelajari hal tersebut tidaklah mudah karena selain
memerlukan waktu yang cukup lama untuk memahaminya, sumber-
sumber tersebut juga belum tentu dapat mendiagnosis jenis penyakit
seperti yang dilakukan oleh seorang dokter. Oleh karena itu diperlukan
suatu sistem yang lebih praktis dan memiliki kemampuan layaknya
seorang dokter dalam mendiagnosis penyakit, sistem tersebut adalah
sistem pakar. Sistem pakar adalah sistem komputer yang dibuat
sedemikian sehingga memiliki penalaran layaknya seorang dokter.
(Maulana dkk, 2020).
2. Gizi Buruk
Gizi buruk adalah salah satu penyakit yang masih terjangkit
dimasyarakat, ciri-ciri nya yaitu tubuh kekurangan energi dan protein
tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi atau
menderita sakit dalam waktu lama yang ditandai dengan status gizi sangat
kurus menurut berat badan terhadap tinggi badan. Masalah gizi yang
dibagi dalam kategori gizi kurang (underweight), kurus (wasting), pendek
(stunting), dan kegemukan (obese). Tanda-tanda gizi buruk secara garis
11
besar dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu Marasmus, Kwashiorkor,
dan Marasmic-Kwashiorkor (Maulana dkk, 2020).
a. Jenis-Jenis Gizi Buruk
Ada tiga jenis gizi buruk, masing-masing memiliki ciri dan
gejala sebagai berikut:
1. Marasmus:
1) Badan nampak sangat kurus seperti tulang hanya terbungkus
kulit;
2) Wajah seperti orang tua;
3) Mudah menangis/cengeng dan rewel;
4) Kulit menjadi keriput;
5) Jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy
pant/pakai celana longgar);
6) Perut cekung, dan iga gambang;
7) Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang);
8) Diare kronik atau konstipasi (susah buang air).
2. Kwashiorkor:
1) Edema (pembengkakan) umumnya seluruh tubuh terutama
punggung kaki dan wajah membulat dan lembab;
2) Pandangan mata sayu;
3) Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah
dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok;
4) Terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel;
5) Terjadi pembesaran hati;
6) Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada
posisi berdiri atau duduk;
7) Terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang
meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu
terkelupas (crazy pavement dermatosis);
8) Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut;
9) Anemia dan diare.

12
3. Marasmik-Kwashiorkor: memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala
klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak
mencolok.
1) Oedema umumnya diseluruh tubuh dan terutama pada kaki
(dorsum pedis).
2) Wajahnya membulat dan sembab
3) Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi
berdiri dan duduk, anak-anak berbaring terus-menerus.
4) Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis.
5) Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia).
6) Pembesaran hati.
7) Sering disertai infeksi, anemia, dan diare/mencret.
8) Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut.
9) Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah
menjadi hitam terkelupas (crazy pavement dermatosis)
10) Pandangan mata anak tampak sayu.

C. Pengertian Gizi Kurang


Balita merupakan kelompok masyarakat yang membutuhkan zat-zat
gizi yang cukup untuk mengimbangi kecepatan pertumbuhan dan
perkembangan. Kecukupan pemenuhan kebutuhan gizi menjamin
pertumbuhan yang sehat, fungsi organ yang baik, sistem kekebalan tubuh
yang kuat dan perkembangan kognitif yang optimal. Sebaliknya,
kekurangan gizi akan menimbulkan dampak yang merugikan di masa
depan, bahkan dapat menimbulkan kematian (Fitriyanto, 2020).
Gizi kurang merupakan suatu keadaan dimana kebutuhan nutrisi
pada tubuh tidak terpenuhi dalam jangka waktu tertentu sehingga tubuh
akan memecah cadangan makanan yang berada di bawah lapisan lemak
dan lapisan organ tubuh (Ayu, 2018).
Balita dikategorikan mengalami gizi kurang apabila berat badannya
berada pada rentang Zscore ≥-2.0 s/d Zscore ≤-3.0 (Nasution, 2012). Anak
dengan status gizi kurang ditandai dengan tidak adanya kenaikan berat

13
badan setiap bulannya atau mengalami penurunan berat badan sebanyak
dua kali selama enam bulan (Depkes, 2005). Penurunan berat badan yang
terjadi berkisar antara 20-30% dibawah berat badan ideal. Gizi kurang
dapat berkembang menjadi gizi buruk, yaitu keadaan kurang gizi yang
berlangsung lama sehingga pemecahan cadangan lemak berlangsung terus-
menerus dan dampaknya terhadap kesehatan anak akan menjadi semakin
kompleks, terlebih lagi status gizi yang buruk dapat menyebabkan
kematian (Ayu, 2018).
1. Etiologi
Secara umum, status gizi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
faktor langsung dan tidak langsung.
a. Faktor langsung
Terdapat dua faktor yang memengaruhi status gizi secara
langsung yaitu asupan nutrisi dan infeksi suatu penyakit. Asupan nutrisi
sangat memengaruhi status gizi, apabila tubuh memperoleh asupan
nutrisi yang dibutuhkan secara optimal maka pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan akan berlangsung
maksimal sehingga status gizi pun akan optimal (Almatsier, 2002).
Infeksi penyakit berkaitan erat dengan perawatan dan pelayanan
kesehatan. Infeksi penyakit seperti diare dan infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) akan mengakibatkan proses penyerapan nutrisi terganggu
dan tidak optimal sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi
Asupan nutrisi (Ayu, 2018).
Asupan nutrisi harus memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi
yang dibutuhkan oleh tubuh, konsumsi makanan harus beragam, bergizi
dan berimbang. Makanan yang bergizi adalah makanan yang
mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh diantaranya,
karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Namun, seringkali anak
cenderung kurang berminat terhadap makanan bergizi dan bermasalah
dalam pemberian makanan karena faktor kesulitan makan, anak
memilih-milih makanan dan lain sebagainya (Ayu, 2018).

14
Gangguan kesulitan makan pada anak perlu mendapat perhatian
yang serius agar tidak menimbulkan dampak negatif nantinya. Dampak
negatif yang ditimbulkan diantaranya adalah kekurangan gizi,
menurunnya daya intelegensi dan menurunnya daya tahan tubuh anak
yang akan berdampak pula terhadap kesehatan anak, anak lebih mudah
terserang penyakit dan tumbuh kembang anak tidak berlangsung
dengan optimal (Ayu, 2018).
2. Infeksi
Penyakit infeksi dapat menyebabkan penurunan nafsu makan dan
keterbatasan dalam mengkonsumsi makanan, balita yang terkena
penyakit infeksi cenderung mengalami penurunan berat badan, hal ini
disebabkan karena terjadi peningkatan metabolisme dalam tubuh balita
dan biasanya juga diikuti penurunan nafsu makan. Penurunan berat
badan yang terus menerus dapat menyebabkan terjadinya penurunan
status gizi sampai menyebabkan gangguan gizi (Cono, 2021).
Infeksi suatu penyakit berkaitan erat dengan buruknya sanitasi
lingkungan dan tingginya kejadian penyakit menular. Infeksi penyakit
terutama infeksi berat dapat memperburuk status gizi karena
memengaruhi asupan gizi sehingga kemungkinan besar akan
menyebabkan kehilangan zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Keadaan
patologis seperti diare, mual muntah, batuk pilek atau keadaan lainnya
mengakibatkan penurunan nafsu makan dan asupan makanan serta
peningkatan kehilangan cairan tubuh dan zat gizi. Berkurang atau
hilangnya nafsu makan mengakibatkan penurunan asupan nutrisi
sehingga absorpsi zat gizi pun menurun (Ayu, 2018).
a. Faktor tidak langsung
1) Tingkat pengetahuan
sikap dan perilaku tentang gizi dan kesehatan walaupun
bahan makanan dapat disediakan oleh keluarga dan daya beli
memadai, tetapi karena kekurangan pengetahuan ini dapat
menyebabkan keluarga tidak menyediakan makanan beraneka
ragam setiap harinya, terjadi ketidakseimbangan antara asupan
nutrisi dengan kebutuhan tubuh (Ayu, 2018).

15
2) Pendapatan keluarga
Sebagian besar jumlah pendapatan penduduk Indonesia
adalah golongan rendah dan menengah, hal ini akan berdampak
pada pemenuhan bahan makanan terutama makanan bergizi. Oleh
sebab keterbatasan ekonomi yang dialami, maka masyarakat
cenderung tidak mampu untuk membeli bahan pangan/ makanan
yang baik sehingga berdampak terhadap tingkat pemenuhan
kebutuhan nutrisi yang cenderung menurun (Ayu, 2018).
3) Sanitasi lingkungan
Tingkat higienitas dan sanitasi merupakan salah satu faktor
risiko terhadap kejadian gizi buruk pada balita. Sanitasi yang baik
merupakan salah satu parameter tercapainya gizi balita yang baik.
Tingkat higienitas dan penyakit infeksi berhubungan sinergi
dengan gizi anak balita. Penyakit infeksi yang sering kali
mempengaruhi terjadinya gizi buruk antara lain infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) dan diare (Ariesthi, 2020).
4) Pola Asuh
Dalam masa pengasuhan lingkungan pertama yang
berhubungan dengan anak adalah orang tua. Anak tumbuh dan
berkembang dibawah asuhan dan perawatan orang tua, oleh
karena itu orang tua merupakan dasar pertama bagi pembentukan
pribadi anak. Melalui orang tua anak beradaptasi dengan
lingkungannya untuk mengenal dunia sekitarnya serta pola
pergaulan hidup yang berlaku dilingkungannya. Dengan demikian
dasar pengembangan dari seorang individu telah dipraktikkan
oleh orang tua melalui praktik pengasuhan anak sejak ia masih
bayi (Nuraliyani, 2018).

16
3. Patofisiologi
Gizi kurang pada balita terjadi sebagai dampak kumulatif dari
berbagai faktor baik yang berpengaruh secara langsung maupun tidak
langsung. Faktor yang berpengaruh langsung terhadap status gizi balita
diantaranya asupan nutrisi yang tidak tercukupi dan adanya infeksi.
Asupan nutrisi sangat memengaruhi status gizi, apabila tubuh
memperoleh asupan nutrisi yang dibutuhkan secara optimal maka
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan
kesehatan akan berlangsung maksimal sehingga status gizi pun akan
optimal (Almatsier, 2002). Infeksi penyakit berkaitan erat dengan
perawatan dan pelayanan kesehatan. Infeksi penyakit seperti diare dan
infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) akan mengakibatkan proses
penyerapan nutrisi terganggu dan tidak optimal sehingga akan
berpengaruh terhadap status gizi (Ayu, 2018).
Faktor yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap status
gizi balita diantaranya faktor tingkat pengetahuan orang tua mengenai
pemenuhan kebutuhan nutrisi, faktor ekonomi dan sanitasi lingkungan
yang kurang baik. Tingkat pengetahuan yang kurang serta tingkat
ekonomi yang rendah akan mengakibatkan keluarga tidak menyediakan
makanan yang beragam setiap harinya sehingga terjadilah ketidak
seimbangan antara asupan nutrisi dengan kebutuhan metabolik tubuh.
(Ayu, 2018).
Asupan nutrisi yang tidak kuat dan tidak mampu memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh serta adanya penyakit infeksi akan
mengakibatkan absorpsi nutrien tidak berlangsung seperti seharusnya
sehingga akan berdampak terhadap keberlangsungan sistem tubuh.
Apabila hal ini dibiarkan berlangsung dalam jangka waktu tertentu
maka terjadilah penurunan berat badan, pucat pada kulit, membran
mukosa dan konjungtiva, kehilangan rambut berlebihan, hingga
kelemahan otot yang merupakan tanda dan gejala defisit nutrisi (Ayu,
2018).

17
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Diagram Masalah

Gizi Buruk pada masyarakat


suku bajo (pulau bokori)

Sanitasi linkungan
Metabolisme
tubuh terganggu Sanitasi mempengaruhi
sistem metabolisme

Faktor
pendidikan Kurangnya biaya untuk
Kurangnya memenuhi kebutuhan gizi
pengetahuan Faktor ekonomi
Profesi mata pencaharian
tentang yang rendah (nelayan)
kesehatan

Stigma masyarakat

Budaya dan adat Masyarakat lebih nyaman


istiadat berobat di dukun dari
pada tenaga medis

Akses yang sulit di tempuh

Sulitnya transportasi karena


Faktor Geografis menggunakan perahu

Kurangnya tenaga
Kesehatan di wilayah
tersebut

Gambar 1. Diagram masalah

18
Penyebab timbulnya gizi kurang dapat dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu asupan
makanan dan penyakit infeksi. Faktor eksternal yaitu pendidikan orang tua, jenis
pekerjaan, pendapatan orang tua, pengetahuan ibu ketersediaan pangan dan pola
konsumsi pangan (Nurmaliza, 2019).
Status gizi anak balita salah satunya dipengaruhi oleh faktor kondisi
sosial ekonomi, antara lain pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anak,
pengetahuan dan pola asuh ibu serta kondisi ekonomi orang tua secara
keseluruhan. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian,
penyerapan, dan penggunaan makanan. Pengertian lain menyebutkan bahwa status
gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu, atau perwujudan dari status tubuh yang berhubungan dengan gizi dalam
bentuk variabel tertentu (Nurmaliza, 2019).
Kurangnya pengetahuan gizi dan kesehatan orangtua, khususnya ibu
merupakan salah satu penyebab kekurangan gizi pada anak balita. Pengetahuan
ibu tentang gizi adalah yang diketahui ibu tentang pangan sehat, pangan sehat
untuk golongan usia tertentu dan cara ibu memilih, mengolah dan menyiapkan
pangan dengan benar. Pengetahuan gizi ibu yang kurang akan berpengaruh
terhadap status gizi balitanya dan akan sukar memilih makanan yang bergizi untuk
anaknya dan keluarganya. Pengetahuan tentang gizi dan pangan yang harus
dikonsumsi agartetap sehat merupakan faktor penentu kesehatan seseorang,
tingkat pengetahuan ibu tentang gizi juga berperan dalam besaran masalah gizi di
Indonesia (Nurmaliza, 2019).
Faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik terutama pada perilaku dan
praktik pemberian makan kepada anak juga menjadi penyebab anak stunting
apabila ibu tidak memberikan asupan gizi yang cukup dan baik. Ibu yang masa
remajanya kurang nutrisi, bahkan di masa kehamilan, akan sangat berpengaruh
pada pertumbuhan tubuh dan otak anak (Putri, 2019).
Pelaksanaan program penanggulangan gizi buruk sangat diperlukan
pengelolaan atau manajemen operasional yang baik. Tersedianya dana Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK) untuk puskesmas dan dukungan adiministrasi

19
manajemen pada pelaksanaan program sangat membantu pencapaian program
tersebut. Ditambah lagi kegiatan penilaian evaluasi program merupakan bagian
integral dari fungsi manajemen yang didasarkan pada sistem informasi
manajemen dan dilaksanakan untuk mengukur pencapaian hasil kerja
(Tunggadewi, 2020).
Pelaksanaan program gizi buruk masih terkendala, terutama hambatan saat
pemantauan balita gizi buruk, dimana kesadaran dan partisipasi masyarakat
rendah membawa anaknya ke posyandu, mobilitas dan sarana prasana kurang
memadai (Tunggadewi, 2020).
Dari penjelasan diatas, bahwa pengetahuan orang tua menjadi peran utama
dalam masalah gizi, diikuti pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua,
ketersediaan pangan, serta pola konsumsi pangan akan gizi kesehatan sangat
berpengaruh terhadap keberlangsungan gizi pada ibu dan anak. Maka dibutuhkan
penanggulangan masalah gizi yang baik dan terpadu dengan cara adanya
intervensi dari petugas gizi/kesehatan kepada masyarakat bajo pulau bokori
utamanya pada ibu dan anak untuk mengatasi masalah gizi yang sedang
berlangsung tersebut.
B. Spesifikasi Masalah

kematian
akibat gizi
ketersediaan buruk
pangan yang
rendah

kemampuan
mengelola
sumber daya
alam yang
ada

Gambar 2. Spesifikasi Masalah

20
Penentuan spesifikasi masalah diambil dari akar permasalahan serta 3
masalah penting/masalah utama yang menjadi pemicu timbulnya masalah pada
kasus ini :
Kematian akibat gizi buruk disebabkan oleh ketersediaan pangan yang
rendah. Apabila ketahanan pangan selalu kurang dari kecukupan dalam jangka
waktu tertentu dapat mengakibatkan kurang gizi walaupun tidak menderita
penyakit. Akan tetapi ketahanan pangan yang cukup namun masyarakat terjangkit
penyakit, dapat menyebabkan gizi buruk. Jika ketahanan pangan kurang maka
status gizi menjadi kurang dan menyebabkan turunnya derajat kesehatan. Dengan
demikian maka ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan aspek gizi dan
kesehatan. Ketersediaan pangan yang rendah disebabkan oleh kurangnya
kemampuan masyarakat suku bajo pesisir dalam mengelola sumber daya alam
yang ada sehingga pesisir kepulauan bajo masih mengalami kasus gizi buruk.
Sumber daya alam yang tidak digunakan dengan baik akan menyebabkan
hilangnya sumber daya alam tersebut. Bila sumber daya alam ini hilang atau habis
maka generasi mendatang tidak dapat lagi memanfaatkannya sehingga
ketersediaan pangan rendah. Ketidakmampuan mengelola sumber daya alam
disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan bagi masyarakat suku bajo ini
cukup memprihatinkan karena akan mempengaruhi tingkat pengetahuan mereka
dalam berbagai masalah kesehatan salah satunya gizi buruk. Dimana ditemukan
bahwa masyarakat pesisir disuku bajo memiliki kebiasaan yaitu kaum ibu-ibu ikut
membantu suami dalam mencari nafkah, kebiasaan ini menyebabkan pola
konsumsi dan pemenuhan nutrisi bagi anak menjadi terganggu karena pemberian
makanan yang tidak tepat waktu.

21
C. Indikator Keberhasilan Program
Tabel 1. Indikator Keberhasilan Program

Indikator Populasi Indikator


Sasaran Target Capaian Indikator Program Penghambat
Program
Persentase Input : petugas kesehatan, petugas Akses ke empat
balita yang Gizi. pelayanan
mendapatkan 90% 80% Proses : Posyandu , pelayanan kesehatan
PMT kesehatan
Output : layanan PMT
Persentase Input : ibu, balita, petugas gizi Ibu masih
balita yang Proses : pemberdayaan pelayan mempercayai hal-
BBLR gizi pada ibu hal tradisional
80% 75% Output : layanan penyuluhan (memakan kepiting,
udang yang
menimbulkan iritasi
pada ibu dan anak)
Persentase Input : ibu, orang tua, keluarga Kesalahpahaman
balita yang proses : pemberian asupan nutrisi ibu kepada petugas
stunting 90% 80% seperti ikan, daging , telur, gizi tentang
buah, sayuran dan vitamin. pemberian nutrisi
output : layanan kontroling
Persentase Input : ibu dan keluarga Ketidakpedulian
tingkat Proses : pemberian pengetahuan ibu dan keluarga
pengetahuan 90% 75% tentang pentingnya terhadap
ibu rendah kesehatan gizi yang baikpentingnya
Output : layanan edukasi kesehatan gizi
Persentase Input : orang tua, pemerintah kota 1. Kurangnya
pendapatan Proses : pemerintah kota usaha untuk
dibawah menyediakan lapangan mencari
UMR kerja dan pekerjaan tetap pekerjaan
Output : lapangan kerja 2. Kurangnya
85% 70%
pengetahuan
untuk
mengelola
sumber daya
alam yng ada
Persentase Input : orang tua, keluarga, 1. masyarakat
pengobatan petugas gizi tidak mau untuk
tradisional Proses : penyuluhan Pentingnya memilih
(pengobatan pengobatan medis yang pengobatan
tumbuhan lebih modern dibandingkan medis
herbal) pengobatan tradisional. 2. masyarakat
Dengan cara melakukan lebih nyaman
85% 75%
edukasi penyuluhan, dan percaya
memberikan buku panduan kepada tenaga
kesehatan, poster pengobatan
pengobatan modern,dan tradisional
planfet Kesehatan gizi ibu
dan anak
Output : tanaman obat herbal
Sumber : Data Primer 2022

22
Indikator keberhasilan program dilihat dari indikator populasi dengan
sasaran masyarakat suku bajo pulau bokori dengan target program 90% namun
yang tercapai sebesar 80% hal ini di buktikan dengan imunisasi berdasarkan
pertimbangan analisis, ketidak tercapaian ini di karenakan akses ketempat pelayanan
kesehatan tidak memadai, dalam menjalankan program dilakukan oleh petugas
kesehatan/petugas gizi dengan proses melakukan posyandu dan pelayanan
kesehatan.
Indikator keberhasilan program dilihat dari indikator populasi dengan sasaran
persentase balita BBLR program 80% namun yang tercapai sebesar 75%, ketidak
tercapaian ini dikarenakan ibu masih mempercayai hal-hal yang berbau adat istiadat
serta kepercayaan tradisional yang menganggap bahwa menganggap makanan
tertentu dapat menimbulkan masalah bagi bayi seperti mengkonsumsi kepiting dapat
menimbulkan iritasi pada kulit bayi, dalam menjalankan program dilakukan oleh
petugas kesehatan/petugas gizi, dengan proses pemberdayaan pelayanan gizi pada
ibu.
Indikator keberhasilan program dilihat dari indikator populasi dengan sasaran
persentase balita stunting dengan target program 90% namun yang tercapai sebesar
80% , ketidak tercapaian ini di karenakan adanya kesalahpahaman ibu kepada peugas
gizi tentang pemberian nutrisi, dalam menjalankan program dilakukan oleh petugas
kesehatan/petugas gizi, dengan proses pemberdayaan pelayanan gizi pada ibu.
Indikator keberhasilan program dilihat dari indikator populasi dengan sasaran
persentase tingkat pengetahuan ibu rendah, denga target program 90% namun yang
tercapai sebesar 75%, ketidak tercapaian ini di karenakan ketidakpedulian ibu
terhadap asupan makanan yang baik, dalam menjalankan program dilakukan oleh
petugas kesehatan/petugas gizi, dengan proses pemberdayaan pelayanan gizi pada
ibu melalui edukasi.
Indikator keberhasilan program dilihat dari indikator populasi dengan sasaran
presentasi pendapatan rendah, dengan target program 85% namun yang tercapai
sebesar 70%, ketidak tercapaian ini di karenakan kurangnya peralatan tangkap yng
memadai, cuaca buruk, kurangnya pengeahuan untuk mengelola sumber daya rumput
laut, dalam menjalankan program dilakukan oleh petugas kesehatan/petugas gizi,

23
semua bentuk program di biayai oleh pendapat kepala keluarga dengan proses
pemerintah kota menyediakan lapangan pekerjaan dan pekerjaan tetap.
Indikator keberhasilan program dilihat dari indikator populasi dengan sasaran
persentase pengobatan tradisional program 85% namun yang tercapai 75%,
ketidaktercapaian ini dikarenakan orang tua dan keluarga masih mempercayai hal-hal
yang berbau tradisional yang menganggap bahwa tumbuhan herbal dapat menjadi
alternatif pengobatan yang tepat untuk mengatasi masalah penyakit mereka dari pada
menggunakan pengobatan medis yang sesuai standar kesehatan, dalam menjalankan
program dilakukan oleh petugas gizi , dengan proses penyuluhan pentingnya
pengobatan medis.

D. Strategi Program
Tabel 2. Strategi Program
SISTEM PROGRAM

INPUT PROSES OUTPUT


1. Petugas gizi/petugas Memberikan Layanan edukasi/
kesehatan penyuluhan kesehatan penyuluhan kesehatan
gizi gizi

2. Keluarga Memberikan saran Layanan pelaksanaan

3. Ibu Melakukan pelaksanaan Layanan pelaksanaan


(menjaga dan merawat (mengkomsumsi
kesehatan gizi) vitamnin dan makanan
yang bernutrisi)
4. Kader Kesehatan melakukan edukasi dan layanan edukasi dan
percontohan percontohan

5. BKKBN Meningkatkan mutu Layanan mutu gizi


gizi

Sumber : Data Primer 2022

Dalam strategi program dengan sistem program yang mencakup input,


proses,dan output. Dimana untuk input petugas gizi dengan proses memberikan

24
penyuluhan kesehatan gizi kepada kader kesehatan daerah tersebut. dengan output
layanan penyuluhan kesehatan gizi kepada masyarakat tersebut.
Dimana input keluarga dengan proses memberikan saran gizi baik dengan
output yaitu memberikan makanan yang bernutrisi
Dimana untuk input ibu dengan proses melakukan pelaksanaan dan output
layanan pelaksanaan (mengkomsumsi vitamin dan makanan bernutrisi).
Dimana input kader kesehatan dengan proses melakukan melakukan edukasi
dan percontohan dengan output layanan edukasi dan percontohan.
Dimana input BKKBN dengan proses meningkatkan mutu gizi, dengan output
layanan mutu gizi.

E. Alternatif Strategi Program

Tabel 3. Alternatif Strategi Program


]
ALTERNATIF
Sistem
program
Versi 1 Versi 2 Versi 3 Versi 4 Versi 5
INPUT Petugas gizi Keluarga Ibu Kader BKKBN
kesehatan

PROSES Memberikan Memberikan Melakukan Melakukan Meningkatkan


penyuluhan Saran pelaksanaan edukasi dan mutu gizi
gizi percontohan

OUTPUT Layanan Layanan Layanan Layanan Layanan mutu


penyuluhan pelaksanaan pelaksanaan edukasi dan gizi
kesehatan percontohan
gizi

Sumber : Data Primer 2022

Alternatif strategi program dalam sistem programnya yang memuat input,


proses,dan output. Pada alternatif versi 1 inputnya adalah petugas gizi dengan proses
yaitu memberikan penyuluhan kesehatan gizi kepada ibu, dan untuk outputnya
adalah layanan penyuluhan kesehatan gizi
Pada alternatif versi 2 inputnya adalah keluarga dengan prosesnya melakukan
pelaksanaan yaitu dengan memberi saran mengenai asupan gizi baik dan dengan
outputnya layanan pelaksanaan.

25
pada alternatif versi 3 inputnya adalah ibu melakukan pelaksanaan yaitu
memerhatikan asupan gizi anak dan dengan output layanan pelaksanaan.
pada alternatif versi 4 inputnya kader kesehatan dengan proses melakukan
melakukan edukasi dan percontohan dan output layanan edukasi dan percontohan
pada alternatif versi 5 inputnya BKKBN dengan proses meningkatkan mutu
gizi dan output layanan mutu gizi.
F. Prioritas Program
Tabel 4. Prioritas Program
Prioritas
BOBOT/SCORE

Pertimbangan
Petugas Kader
memilih Orang Tua Keluarga BKKBN
Gizi Kesehatan
Biaya 5 5 5 5 3

Waktu 2 4 5 2 3

Ketersediaan 5 3 3 4 2
tenaga

Akses 5 4 2 4 2
komunikasi

Kepentingan 5 5 2 4 3
politik

Fasilitas 4 1 1 3 4

Total 26 24 18 22 17

Sumber :Data Primer, 2022.

Keterangan : 5 : Sangat Tinggi

4 : Tinggi

3 : sedang

2 : Rendah

1 : Sangat Rendah

26
Gizi buruk saat ini menjadi masalah kesehatan yang sangat memprihatinkan,
terlebih status gizi pada anak di masyarakat bajo. Anak balita merupakan salah satu
kelompok usia yang mendapatkan prioritas utama oleh pemerintah dan BKKBN
dalam hal upaya perbaikan gizi karena kelompok anak pada usia tersebut masih
sangat memerlukan gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan
anak yang baik memerlukan stimulasi yang baik dari orang tua. Orang tua pun
wajib mengetahui berbagai aspek perkembangan yang dialami oleh anak pada
berbagai rentang usia. Orang tua sebaiknya juga penting mengetahui dan
memahami bagaimana pemeriksaan dan stimulasi dini tumbuh kembang pada anak
mereka, sehingga setiap keterlambatan yang terjadi pada anak dapat di deteksi dan
di stimulasi dengan cepat. Kualitas generasi penerus bangsa tergantung dari kualitas
tumbuh kembang anak, terutama usia toodler (1-3) tahun, dimana anak
menunjukkan perkembangan otak yang sangat signifikan, keluarga harus
mengupayakan agar anaknya dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal
untuk mengindari tumbuh kembang yang abnormal, meragukan ataupun
menyimpang. Penyimpangan tumbuh kembang harus dideteksi (ditemukan) sejak
dini, terutama sebelum berumur 3 tahun, supaya dapat segera di intervensi
(diperbaiki), bila deteksi terlambat, maka penanganan terlambat, sehingga
penyimpangan sukar untuk diperbaiki. Masa anak dianggap sebagai fase yang
penting karena akan menentukan kualitas kesehatan, kesejahteraan, pembelajaran,
dan perilaku dimasa yang akan datang serta masa depan masyarakat tergantung
pada anak-anak yang mampu mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal (Simanjuntak, 2019).
Dalam mempertimbangan prioritas yaitu dalam melakukan scoring pada ke 5
variabel pada masing-masing input. Total yang didapatkan untuk orang tua
adalah 26 , disusul keluarga dengan total skor 24, lalu untuk petugas gizi dengan
skor 18, kemudian untuk kader kesehatan memiliki total skor 17, dan untuk
BKKBN mendapatkan total skor 22.
Dari semua total skor yang didapatkan orang tua menjadi prioritas program
dengan skor total sebesar 26, dari gabungan semua prioritas pertimbangan
memilih.

27
G. Detailed Program

Gambar 3. Detailed Program

Detailed program dalam persiapan dengan rapat internal pihak puskesmas


memiliki durasi 1 hari yang sebagai penanggung jawab yaitu Siska Septiani .
dalam rapat koordinasi dengan dinkes memiliki durasi 3 hari dengan penanggung
jawab Sutriana Syahrir. Dalam pembuatan materi edukasi gizi diperlukan waktu 6
hari dengan penanggung jawab Sarah Aprilia Ningrum. Untuk pembuatan poster
diperlukan waktu 2 hari dengan penanggung jawab Suciana.
Dalam implementasi dalam melakukan pekatihan gizi orang tua diperlukan
waktu 5 hari dengan penanggung jawab Sri Ayu Ningsi, serta implementasi
penyuluhan gizi yang berlangsung selama 3 hari dengan penanggung jawab
Suarlin.
Kemudian dalam evaluasi dengan laporan evaluasi di perlukan waktu 7 hari
dengan penanggung jawab Wa Haiki. Serta dilakukan rapat evaluasi dengan
durasi 3 hari dengan penanggung jawab Syafarudin.

28
H. Cost Activity

Gambar 4. Cost Activity


Gambar di atas jika kita spesifikasikkan satu persatu yaitu :
1. Masing-masing jenis barang dan harganya
Tabel 5. Jenis dan Harga Barang
Jenis Barang Harga (Rupiah)
Paket Konsumsi Rp. 28.000
LCD Rp. 420.000
Laptop Rp. 350.000
ATK Rp. 42.000
Biaya Pencetakan Poster Rp. 56.000
Honor Pemateri Rp. 252.000
Biaya Transportasi Rp. 28.000
Sumber :Data Primer, 2022.

29
1. Perhitungan semua total kegiatan
Tabel 6. Total Biaya Kegiatan
No. Jenis Waktu Mulai Selesai Nama Biaya yang
Kegiatan Sumber dibutuhkan
yang didanai

Persiapan 12 hari 4/13/2 4/29/22 Rp.


2 8:00 1:00 6.034.000
AM PM
Rapat 1 hari 4/13/2 4/13/22 paket Rp.
internal 2 8:00 5:00 konsumsi[24] 2.450.000
1. pihak AM PM ; lcd;
puskesmas laptop;alat
tulis[24]
Rapat 3 hari 4/14/2 4/18/22 paket Rp.
koordinasi 2 8:00 5:00 konsumsi[20] 2.170.000
2.
dengan AM PM ;lcd;laptop;al
dinkes at tulis[20]
Membuat 6 hari 4/19/2 4/27/22 paket Rp. 770.000
3. materi 2 8:00 1:00 konsumsi[7];l
edukasi gizi AM PM aptop;atk[3]
Membu 2 hari 4/27/2 4/29/22 biaya Rp. 644.000
at 2 1:00 1:00 pencetakan
4.
poster PM PM poster[3];atk[
3];laptop
Implementasi 8 hari 4/29/2 5/11/22 Rp.
2 1:00 1:00 4.900.000
PM PM

30
Nama
Jenis Biaya yang
No Durasi Mulai Selesai Sumber
Kegiatan dibutuhkan
yang didanai
Melakukan 5 hari 4/29/2 5/6/22 paket Rp.
pelatihan gizi 2 1:00 1:00 konsumsi[15] 2.100.00
orang tua PM PM ;lcd;laptop;at 0
5.
k[15];honor
pemateri;biay
a transport
Melakukan 3 hari 5/6/22 5/11/22 paket Rp.
penyuluhan 1:00 1:00 konsumsi[25] 2.800.00
gizi PM PM ;lcd;laptop;at 0
6.
k[25];honor
pemateri;biay
a transport
Evaluasi 10 hari 5/11/2 5/25/22 Rp.
2 1:00 1:00 2.492.00
PM PM 0
Laporan 7 hari 5/11/2 5/11/22 laptop;atk Rp. 392.000
7. evaluasi 2 1:00 1:00
PM PM
Rapat evaluasi 3 hari 5/12/2 5/16/22 paket Rp.
2 8:00 5:00 konsumsi[15] 2.100.00
AM PM ;lcd;laptop;at 0
8.
k[15];honor
pemateri;biay
a transport
Sumber :Data Primer, 2022.
Cost activity dalam persiapan memiliki anggaran sebesar Rp. 431.00 dengan
rapat internal pihak puskesmas memiliki anggaran sebesar Rp. 175.00, untuk biaya
paket konsumsi sebanyak 24 kotak , laptop 1 unit, LCD 1 unit dan ATK 15 unit.

31
Dalam rapat koordinasi dengan dinkes memiliki anggaran sebesar Rp. 155.00,
untuk biaya paket konsumsi sebanyak 20 kotak, laptop 1 unit, LCD 1 unit, dan ATK
15 unit. Dalam pembuatan materi edukasi memiliki anggaran Rp. 55.00, dimana
paket konsumsi 7 kotak, laptop 1 unit, dan ATK. Dalam proses pembuatan poster
biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.46.00 dengan baiaya percetakan sebanyak 3,
ATK 3 unit, laptop 1 unit.
Implementasi dalam melakukan implementasi memiliki anggaran sebanyak
Rp.350.00 dimana dalam melakukan pelatihan gizi orang tua memiliki angggaran
Rp.150.00 paket konsumsi sebanyak 15 kotak, LCD 1 unit, dan laptop 1 unit, dalam
melakukan penyuluhan gizi memiliki anggaran sebesar Rp. 200.00 dengan paket
konsumsi sebanyak 25 kotak, laptop 1 unit dan LCD 1 unit.
Dalam melakukan evaluasi memiliki anggaran sebesar Rp. 178.00, dalam
laporan evaluasi biaya yang di pakai Rp. 28.00 dengan laptop 1 unit , ATK 1 unit,
dalam rapat evaluasi Rp. 150.00 dengan paket konsumsi 15 kotak, , LCD 1 unit, dan
laptop 1 unit.

I. Gantt chart

Gambar 5. Gantt chart

Ghantt Chart adalah sebuah keterangan dari keseluruhan kegiatan program,


mulai dari hari, bulan, tanggal, tahun, serta bahan-bahan material.
Dimulai dari kegiatan pertama ada rapat internal pihak puskesmas memiliki
durasi 12 hari dimulai pada tanggal 4 April 2022 dengan bahan materialnya paket

32
konsumsi 24 kotak ,LCD 1 unit, Laptop 1 unit, alat tulis 24 unit dan rapat koordinasi
dengan dinkes memiliki durasi 1 hari dengan bahan material paket konsumsi 20
kotak, LCD 1 unit, Laptop 1 unit, alat tulis 20 unit. Disusul hari ke 2 membuat materi
edukasi gizi yang berjalan 3 hari dimulai pada tanggal 14 april 2022 dengan bahan
materialnya paket konsumsi 7 kotak,, Laptop 1 unit, ATK 3 unit. Di hari terakhir
persiapan membuat poster dengan durasi 2 hari pada tanggal 27 April 2022 dengan
bahan material biaya pencetakan poster 3 unit, ATK 3 unit, Laptop 1 unit. Untuk
implementasi bagian melakukan pelatihan gizi orang tua memiliki durasi 5 hari
dimulai pada tanggal 29 April 2022 dengan bahan material paket konsumsi 15 kotak,
Laptop 1 unit, ATK 15 unit, honor pemateri untuk 1 orang, biaya transport untuk 1
orang. Selanjutnya melakukan penyuluhan gizi yang berlangsung selama 3 hari
dimulai pada tanggal 6 Mei 2022 dengan bahan material paket konsumsi 25 kotak,
LCD 1 unit, Laptop 1 unit, ATK 25 unit, honor pemateri 1 orang, biaya transport 1
orang.
Evaluasi pada laporan memiliki durasi 7 hari mulai dari tanggal 11 Mei 2022
dengan bahan material Laptop 1, ATK 1 unit. Disusul rapat evaluasi yang berdurasi 3
hari pada tanggal 20 Mei 2022 dengan bahan material paket konsumsi 15 kotak,
LCD 1 unit, Laptop 1 unit, ATK 15 kotak, honor pemateri 1 unit, biaya transport
untuk 1 orang.

33
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Gizi kurang dan gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang
kekurangan nutrisi, atau nutrisinya dibawah rata-rata. Gizi kurang adalah kekurangan
bahan-bahan nutrisi seperti protein, karbonhidrat, lemak, dan vitamin yang
dibutuhkan oleh tubuh. Faktor yang sering disebut sebagai salah satu penyebab anak
kekurangan gizi adalah faktor pendidikan. Faktor pendidikan orang tua karena
kurangnya pengetahuan tentang kesehatan yang menimbulkan kurangnya gizi pada
anak. Faktor lainnya yaitu masalah ekonomi seperti kurangnya biaya untuk
memenuhi kebutuhan gizi yang menyebabkan anak kekurangan gizi.
Penentuan spesifkasi masalah diambil dari akar permasalahan serta 3 masalah
penting/ masalah utama yang menjadi pemicu timbulnya masalah pada kasus ini.
Antara lain ;
1. Kemampuan mengelola sumber daya alam yang ada;
2. Ketersediaan pangan yang rendah;
3. Kematian gizi buruk;
Pada indikator keberhasilan program dapat dilihat dari indikator populasi
dengan sasaran masyarakat suku bajo pulau bokori dengan target program 90%
namun yang tercapai sebesar 80% hal ini di buktikan dengan imunisasi berdasarkan
pertimbangan analisis, ketidak tercapaian ini di karenakan akses ketempat pelayanan
kesehatan tidak memadai, dalam menjalankan program dilakukan oleh petugas
kesehatan/petugas gizi.
Indikator keberhasilan program dilihat dari indikator populasi dengan sasaran
presentasi balita BBLR program 80% namun yang tercapai sebesar 75%, ketidak
tercapaian ini di karenakan ibu masih mempercayai hal-hal yang berbau adat istiadat
serta kepercayaan tradisional yang menganggap bahwa menganggap makanan
tertentu dapat menimbulkan masalah bagi bayi seperti mengkonsumsi kepiting dapat
menimbulkan iritasi pada kulit bayi, dalam menjalankan program dilakukan oleh
petugas kesehatan/petugas gizi, semua bentuk program di biayai oleh BOK dengan
proses pemberdayaan pelayanan gizi pada ibu.

34
Untuk itu dalam strategi program dengan sistem program yang mencakup
input, proses,dan output. Dimana untuk input petugas gizi dengan proses
memberikan penyuluhan kesehatan gizi kepada kader kesehatan daerah tersebut.
dengan output layanan penyuluhan kesehatan gizi kepada masyarakat tersebut. Lalu
untuk input keluarga dengan proses memberikan saran gizi baik dengan output yaitu
memberikan makanan yang bernutrisi, Dimana untuk input ibu dengan proses
melakukan pelaksanaan dan output layanan pelaksanaan (mengkomsumsi vitamin
dan makanan bernutrisi), Dimana input kader kesehatan dengan proses melakukan
melakukan edukasi dan percontohan dengan output layanan edukasi dan
percontohan, Dimana input BKKBN dengan proses meningkatkan mutu gizi, dengan
output layanan mutu gizi, Dimana input pemerintah kota dengan proses memberikan
kebijakan dengan output layanan kebijakan.
B. Saran
1. Perlunya pendampingan orang tua dalam mencegah gizi buruk pada anak dengan
lebih memperhatikan kebutuhan pangan.
2. Perlunya edukasi mengenai gizi buruk pada masyarakat suku bajo khususnya
dikalangan orang tua, agar dapat memantau status gizi pada anak.

35
REFERENSI

Aa Maulana Fathi Ichwan, Eka Wahyu Hidayat, Husni Mubarok. 2020. Sistem
Pakar Diagnosa Gizi Buruk Berbasis Web Menggunakan Metode
Certainty Factor (CF). Vol.3, No.2, pp. 75-81 ISSN 2621-1416.

Agustina, D. 2020. Administrasi Kebijakan Kesehatan.

Alpin. 2021. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Status Gizi Buruk Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Tawanga Kabupaten Konawe. Nursing Care
and Health Technology Journal. Volume 1 Nomor 2. (NCHAT) 1 (2), 87-
93.

Alpin, Wa Ode Salma, Ramadhan Tosepu. 2021. Faktor-Faktor Yang


Memengaruhi Kejadian Gizi Buruk Pada Balita Dimasa Pandemik
COVID-19 Di Wilayah Kerja Puskesmas Tawanga Kabupaten Konawe
Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Ilmiah Obsgin-VOL.13. NO.3.

Dedi Alamsyah, Maria Mexitalia, Ani Margawati, Suharyo Hadisaputro, Henry


Setyawan. 2017. Beberapa faktor risiko gizi kurang dan gizi buruk pada
balita 12-59 bulan (studi kasus di kota Pontianak). Jurnal Epidemiologi
Kesehatan Komunitas 2 (1), 46-53.

Dewi Simanjuntak, Anita Sindar. 2019. Sistem Pakar Deteksi Gizi Buruk Balita
Dengan Metode Naive Bayes Classifier. Jurnal Inkofar Volume 1 No. 2.

Elisabeth Gladiana Cono, Maria Paula Marla Nahak, Angela Muryati Gatum.
2021. Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Pada Balita
Usia 12- 59 Bulan Di Puskesmas Oepoi Kota Kupang. CHMK Health
Journal Volume 5, Nomor 1.

Gusti Ayu, Desi Widiantari. (2018). Konsep Dasar Gizi Kurang. Poltekes,
Denpasar.

Kadek Dwi Ariesthi, Odilia Esem, Hironima Niyati Fitri. 2020. Pengaruh Sumber
Air Minum Dan Sanitasi Lingkungan Terhadap Kejadian Gizi Kurang
Pada Balita Di Kabupaten Kupang. CHM-K Applied Scientifics Journal
Volume 3 Nomor 3.

K Fredy Akbar, Idawati Binti Ambo Hamsa, S Kep Darmiati, Adi Hermawan,
Ayuni Muspiati Muhajir, A Md Kep. 2021. Strategi Menurunkan
Prevalensi Gizi Kurang pada Balita. Deepublish.

Lisa Dwi Aryani, Muhammad Aldy Riyandry. 2019. Vitamin D sebagai Terapi
Potensial Anak Gizi Buruk. Vol 1 No 1 : Jurnal penelitian perawat
profesional.

36
Nanda Yansih Putri , Meran Dewina. 2020. Pengaruh Pola Asuh Nutrisi Dan
Perawatan Kesehatan Terhadap Kejadian Stunting Usia 2 – 5 Tahun Di
Desa Sindang Kabupaten Indramayu Tahun 2019. Jurnal Kesehatan Indra
Husada Vol 8, No1.

Nuraliyani, Epa Yohanta. 2018. Faktor Tidak Langsung Dengan Kejadian Gizi
Kurang Dan Buruk Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kutabumi
Kabupaten Tangerang. Jurnal Kesehatan, Vol. 7 No. 2.

Nurmaliza, and Sara Herlina. 2019. "Hubungan pengetahuan dan pendidikan ibu
terhadap status gizi balita." Jurnal Kesmas Asclepius 1.2 : 106-115.

Rabbina Rahmah, Syamsul Arifin, Lisda Hayatie. 2020. Hubungan Ketersediaan


Pangan Dan Penghasilan Keluarga Dengan Kejadian Gizi Kurang Dan
Gizi Buruk Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Beruntung Raya.
Homeostasis, Vol. 3 No. 3, Des 2020: 401-406.

Raden Edi Fitriyanto1, Soeroyo Mahfudz. 2020. Management of Severe


Malnutrition of Under Five Years Old Patients in RSUD Wonosari. AJIE -
Asian Journal of Innovation and Entrepreneurship. Vol. 05, Issue. 01.

Tunggadewi, Gayatri, and Zulhaida Lubis. 2021. "Implementasi Program


Penanggulangan Gizi Buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli."
Tropical Public Health Journal 1.2 : 33-41.

37
LAMPIRAN
Lampiran 1. Menentukan pohon masalah di mading

Menentukan pohon masalah pada madding yang dilakukan di ruang kelas Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.

Lampiran 2. Proses praktikum berlangsung

Proses berlangsungnya praktikum adminitrasi kebijakan kesehatan yang dilakukan


di ruang kelas Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.

38
39
40
41
42

Anda mungkin juga menyukai