OBAT ANEMIA
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anemia ( bahasa Yunani) adalah keadaan saat jumlah sel darah
merah atau jumlahhemoglobin dalam sel darah merah berada di bawah
normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan
mereka mengangkut oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh
bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah
atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat
mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh . keadaan ini
sering menyebabkan energi dalam tubuh menjadi menurun sehingga terjadi 5L
atau lemah, lesu, lemas, lunglai, dan letih.
Dalam hal ini orang yang terkena anemia adalah orang yang menderita
kekurangan zat besi. Seseorang yang menderita anemia akan sering
mengalami keadaan pusing yang sedang hingga berat dikarenakan
Meningkatnya penghancuran sel darah merah, Pembesaran limpa, Kerusakan
mekanik pada sel darah merah, Reaksi autoimun terhadap sel darah merah :
Hemoglobinuria nokturnal paroksismal, Sferositosis herediter, Elliptositosis
herediter.Seseorang yang sering mengalami anemia di sebabkan karena
pasokan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ini, bervariasi. Anemia bisa
menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa
melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan
stroke atau serangan jantung.
Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan
bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-
75%, serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan.
1,3% Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di negara yang
sedang berkembang daripada negara yang sudah maju. Tiga puluh enam
persen (atau sekitar 1400 juta orang) dari perkiraan populasi 3800 juta orang
di negara yang sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan
prevalensi di negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari
1
perkiraan populasi 1200 juta orang. Di Indonesia prevalensi anemia pada
kehamilan masih tinggi yaitu sekitar 40,1% (SKRT 2001). Lautan J dkk
(2001) melaporkan dari 31 orang wanita hamil pada trimester II didapati 23
(74%) menderita anemia, dan 13 (42%) menderita kekurangan besi.
Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia defisiensi zat besi pada wanita
hamil dan janin, oleh karena itu perlu kiranya perhatian yang cukup terhadap
masalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian obat anemia
2. Apa macam-macam obat anemia
3. Bagaimana cara kerja obat anemia
4. Bagaimana indikasi dan kontraindikasi
5. Bagaimana dosis yang digunakan
6. Apa efek samping dan cara mengatasinya
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian obat anemia
2. Untuk mengetahui macam-macam obat anemia
3. Untuk mengetahui bagaimana cara kerja obat anemia
4. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi obat anemia
5. Untuk mengetagui dosis obat
6. Untuk mengetahui efek samping obat
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
anemia seperti : Abortus, Partus prematur, Perdarahan postpartum,
Syok,Infeksi baik intrapartum maupun postpartum.
Anemia Megaloblastik
Disebabkan karena defisiensi asam folat, jarang sekali karena defisiensi
vitamin B12. Asam folat dibutuhkan dalam pembentukan asam nukleat dan
defisiensi asam folat menyebabkan gangguan proliferasi sel – ( antara lain
prilferasi sel sumsum tulang ). Pada anemia ini, terjadi hambatan sintesis
DNA menyebabkan partum-buhan sel yang tidak seimbang. Namun ketika
pembelahan sel terhambat, sintesis RNA tidak terpengaruh. Hasilnya adalah
komponen sitoplasma terutama hemoglobin disintesis dalam jumlah
berlebihan selama penundaan pembelahan sel. Akhirnya terjadi peningkatan
dalam ukuran sel. Defisiensi asam folat sering berdampingan dengan
defisiensi besi dalam kehamilan.
4
Anemia megaloblastik dalam kehamilan umumnya mempunyai prognosis
yang cukup baik. Pengobatan dengan asam folat hampir selalu berhasil.
Apabila penderita mencapai masa nifas dengan selamat dengan atau tanpa
pengobatan maka anemianya akan sembuh dan tidak akan timbul lagi. Hal ini
disebabkan karena dengan lahirnya anak keperluan akan asam folik jauh
berkurang. Anemia megaloblastik dalam kehamilan yang berat tidak diobati
mempunyai prognosis kurang baik. Angka kematian bagi ibu mendekati 50%
dan anak 90%. Terapi : Defisiensi asam folat diatasi dengan Pemberian 5 mg
asam folat 3 dd 1 selama kehamilan.
Etiologi :
Diet yang buruk
Sakit berkepanjangan
Gangguan Traktus Gastrointestinal
Antibiotika oral
Defisiensi vitamin C
Penyakit hepar
5
sumsum tulang, hati dan sel-sel lain untuk sintesa hemoglobin dan enzim
zat besi (metalo enzim). Kebutuhan zat besi sehari 1-2 mg.
Gejala kekurangan zat besi seperti anemi hipokrom, yaitu pucat, letih dan
lesu, jari-jari dingin, jantung berdebar, nyeri lidah, kuku dan kulit keriput.
Defisiensi ini dapat diobati dengan pemberian garam-garam ferro per-oral,
misalnya ferro fumarat, ferro sulfat, ferro klorida, dan lainnya. Pemberian
parenteral hanya bila ada kelainan lambung( pendarahan) atau rangsangan
yang hebat. Lagipula ada bahaya over dosis, sedangkan peroral tidak akan
terjadi over dosis sebab ada rintangan kontrol usus, kecuali pada anak-
anak dimana kontrol usus belum sempurna.
6
Pada pasien dengan anemia kritis dapat dilakukan transfusi sel darah
merah. Anemia kronis yang ditandai dengan gejala parah seperti denyut
jantung cepat, nafas tersengal dan pingsan mungkin harus segera ditangani
dengan transfusi darah.
5. Terapi farmakologi
Terapi untuk anemia bisa dilakukan dengan transfusi darah, transfusi RBC
untuk geriatri, pemberian oral atau parenteral vitamin B12, induksi asam
folat (menginduksi remisi eksogen hematologi). Pemberian parenteral
asam folat jarang diperlukan , karena asam folat oral diserap dengan baik
bahkan pada pasien dengan sindrom malabsorpsi . Dosis 1 mg asam folat
oral setiap hari sudah cukup untuk memulihkan anemia megaloblastik ,
memulihkan kadar folat serum normal.
7
Efek samping :
Intoleransi terhadap sediaan oral, Gejalanya: mual dan nyeri lambung,
konstipasi, diare dan kolik. Gangguan ini dapat dikurangi dengan
mengurangi dosis atau dengan pemberian sesudah makan, walaupun dg
cara ini absorpsi dapat berkurang.
Pemberian scr IM dapat menyebabkan reaksi lokal pada tempat suntikan
berupa rasa sakit, warna coklat pd tempat suntikan, peradangan lokal.
Pada pemberian IV, dapat terjadi reaksi sistemik. Reaksi yg dapat terjadi
dlm 10 menit setelah suntikan adalah: sakit kepala, nyeri otot dan sendi,
hemolisis, takikardi, flushing, berkeringat, mual, muntah, bronkospasme,
hipotensi, pusing dan kolaps
Reaksi yg lebih sering timbul dalam ½ – 24 jam setelah suntikan: demam,
menggigil, rash, urtikaria,nyeri dada,rasa sakit pada seluruh badan dan
ensefalopatia, syok atau henti jantung.
Intoksikasi akut : dpt terjadi setelah menelan Fe sebanyak 1 g. pada sal
cerna terjadi iritasi, korosi, sampai terjadi nekrosis. Gejalanya: mual
muntah, diare, hemetemesis serta feses berwarna hitam krn perdarahan
pada sal. , syok dan akhirnya kolaps kardiovaskular dg bahaya kematian.
Terapi intoksikasi akut adalah sbb:Diusahakan agar pasien muntah,
Diberikan susu atau telur yang dapat mengikat Fe sbg kompleks protein
Fe, Bila obat diminum kurang dari 1 jam sebelumnya, dapat dilakukan
bilasan lambung dg larutan nat bikarbonat 1%, Bila lebih dari 1 jam
bilasan lambung dpt menyebabkan perforasi,Untuk mengatasi efek toksik
sistemik maupun lokal pemberian deferoksamin (kelator) spesifik untuk
besi.
8
protein plasma sebagian besar terikat pada beta-globulin (transkobalamin
II),Sisanya terikat pada alfa-glikoprotein (transkobalamin I) dan inter-alfa-
glikoprotein ( transkobalamin III) vitamin B12 yang terikat pada
transkobalamin II akan di angkut ke berbagai jaringan, terutam hati yang
merupakan gudang utama penyimpanan vitamin B12 (50-90% ). Kadar
normal vitamin B12 dalam plasma adalah 200-900 pg ml dengan simpanan
sebanyak 1-10 mg dalam hepar.
Fungsi metabolik :Vit B12 bersama asam folat sangat penting untuk
metabolisme intrasel. Keduanya dibutuhkan untuk sintesis DNA yang
normal, sehingga defisiensi salah satu vitamin ini menimbulkan gangguan
produksi dan maturasi eritrosit (anemia megaloblastik). Defisiensi Vit
B12 juga menyebabkan kelainan neurologik. Bila tidak cepat diobati
dapat membuat pasien cacat seumur hidup. Dosis : Anemia pernisiosa: 1 -
10 mg sehari yg diberikan selama 190 hari, Terapi awal: dosis 100 mg
sehari parenteral selama 5 – 10 hari, Terapi penunjang: dosis pemeliharaan
100-200 mg sebulan sekali sampai diperoleh remisi yg lengkap (jumlah
eritrosit dalam darah +4,5 juta/mm3) dan morfologi hematologik berada
dalam batas-batas normal.
3. Asam Folat
Pada pemberian oral absorpsi folat baik sekali, terutama di 1/3 bagian
proksimal usus halus. Dengan dosis oral yang kecil, absorpsi memerlukan
energi, sedangkan pada kadar tinggi absorpsi dapat berlangsung secar
difusi. Walaupun terdapat gangguan pada usus halus, absorpsi folat
biasanya masih mencukupi kebutuhan terutama sebagai PmGA.
Defisiensi folat sering merupakan komplikasi dari:gangguan di usus kecil,
alkoholisme yg menyebabkan asupan makanan buruk, efek toksik alkohol
pada sel hepar, anemia hemolitik yg menyebabkan laju malih eritrosit
tinggi, Obat-obat yang dapat menurunkan kadar folat dalam plasma.
Indikasi:Penggunaan folat adalah pada pencegahan dan pengobatan
defisiensi folat, Kebutuhan asam folat meningkat pada wanita hamil,
sekurang kurangnya 500 mg per hari, Hasil penelitian menunjukkan
9
adanya hubungan kuat antara individu antara defisiensi asam folat pada
ibu dengan insiden defek neural tuibe, spt spina bifida dan anensefalus
pada bayi yg dilahirkan. Dosis : Tergantung dari beratnya anemia dan
komplikasi yg ada. Untuk diagnostik: 0,1 mg per oral selama 10 hari.
Eritropoietin
Berinteraksi dengan reseptor eritropoietin pada permukaan sel induk sel
darah merah, menstimulasi poloferasi dan diferensiasi eritroit.
Eritropoietin juga menginduksi pelepasan retikulosis dari sumsum tulang.
Eritrpoietin endogen diproduksi oleh ginjal sebagai respon terhadap
hipoksia jaringan. Bila terjadi Anemia maka eritropoietin diproduksi lebih
banyak olh ginjal, dan hal ini merupakan tanda bagi sumsum tulang untuk
memproduksi sel darah.
Indikasi :Eritropoietin terutama diindikasikan untuk anemia pada pasien
gagal ginjal kronik. Pemberian eritropoietin dapat meningkatkan kadar
hematokrit dan hemoglobin, dan mengurangi/menghindarkan kebutuhan
transfusi. Dosisnya:50-150 IU/kg secara IV atau subkutan 3 x seminggu.
Untuk pasien anemia akibat gangguan primer atau sekunder pada sumsum
tulang kurang memberikan respon terhadap pemberian eritropoietin. Untuk
pasien ibi dosisnya lebih tinggi, sekitar 150-300 IU/L 3 x seminggu. Efek
samping : Hipertensi bertambah berat, paling sering akibat peningkatan
hematokrit yg terlalu cepat.
Kontraindikasi
Kelebihan zat besi, misalnya kondisi hemokromatosis, hemosiderosis.
10
Gangguan pada utilisasi zat besi, misalnya kondisi lead anaemia,
sideroachrestic anaemia, talasemia.
Anemia yang tidak disebabkan oleh defisiensi zat besi misalnya anemia
hemolitik.
Hipersensitif/alergi terhadap salah satu komponen dalam obat.
2. B12 (Sianokobalamin)
Indikasi
Anemia megaloblastik, pasca pembedahan lambung total dan pemotongan
usus, defisiensi vitamin B12.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas, tidak boleh digunakan untuk anemia megaloblastik pada
wanita hamil.
11
Dosis
Per oral : untuk defisiensi B12 karena faktor asupan makanan: dewasa 50-
150 mikrogram atau lebih, anak 50-105 mikrogram sehari, 1-3x/hari.
Injeksi intramuskular : dosis awal 1mg, diulang 10x dengan interval 2-3
hari. Dosis rumatan 1 mg per bulan. Sediaan: tablet 50 mikrogram, liquid
35 microgram/5 ml, injeksi 1 mg/ml.
3. Asam Folat
Indikasi
Penggunaan folat yang rasional adalah pada pencegahan dan pengobtan
defisiensi folat harus di ingat bahwa penggunaan secara membabibuta
pada pasien anemia pemisiosa dapat merugikan pasien, sebab folat dapat
memperbaiki kelainan darah pada anemia pemisiosa tanpa memperbaiki
kelainan neurologi sehingga dapat berakibat pasien cacat seumur hidup
Kebutuhan asam folat meningkat pada wanta hamil, dan dapat
menyebabkan defisiensi asam folat bila tidak atau kurang mendapatkan
asupan asam folat dari makananya. Beberapa penelitian mendapat adanya
hubungan kuat antara defisiensi asam folat pada ibu dengan insisens defek
neural tube, seperti sapina bifida dan anensefalus, pada bayi yang
dilahirkan. Wanita hamil membutuhkan sekurang-kurangnya 500 mg asam
folat per hari suplementasi asam folat di butuhkan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, untuk mengurangi insidens defek neuran tube.
Kontraindikasi
Kontraindikasi Utama : Pengobatan Anemia Pernisiosa dan Anemia
megaloblastik lainnya yang diakibatkan defisiensi vitamin B 12.
Penderita dengan anemia pernisiosa tidak boleh diobati dengan asam folat
sebelum diberikan vitamin B12 (karena pada keadaan ini asam folat
mungkin hanya menyembuhkan secara hematologik tetapi memperbanyak
manifestasi neurologik dan defisiensi vitamin B12). Masalah yang paling
sering ditemukan dalam obstatri adalah peningkatan resiko konvulsi pada
wanita yang menderita epilepsi (MRC, 1991). Wanita yang beresiko tinggi
12
untuk mengalami anemia pernisiosa harus menjalani pemeriksaan kadar
vitamin B12 dalam serum darahnya sesegera mungkin untuk
menyingkirkan keadaan yang berpotensi sangat mengganggu kesehatan
tetapi dapat diobati. Jika diberikan pada penderita anemia pernisiosa,
suplemen asam folat khususnya dengan dosis tinggi akan menutupi tanda
dan gejala kelainan yang progresif yang masuk (anemia dan glositis)
sehingga degenerasi neurologis yang menyertai kelainan tersebut
berlangsung tanpa diketahui (BNF, 2000). Bahaya menutupi gejala anemia
pernisiosa ini merupakan salah satu alasan mengapa otoritas kesehatan
tidak bersedia untuk melakukan fortifikasi roti dan sereal dengan asam
folat. Anemia pernisiosa terutama mengenai wanita dengan usia yang lebih
lanjut, tetapi kadang-kadang dapat terjadi pada wanita muda dengan
riwayat kelainan ini yang kuat dalam keluarganya.
Dosis
Yang digunakan tergantung dari beratnya anemia dan komplikasi yang
ada. Umumnya folat diberikan per oral, tetapi bila keadaan tidak
memungkinkan, folat diberikan secar IM atau SK.
Untuk tujuan diagnostik digunakan dosis 0,1 mg per oral selam 10 hari
yang hanya menimbulkan respons hematologik pada pasien defisiensi
folat. Hal ini membedakannya dengan defisiensi vitamin B12 yang baru
memberikan respons hematologik dengan dosis 0,2 mg per hari atau lebih.
4. ERITROPIN
Indikasi
Pengobatan anemia pd gagal ginjal kronik. Pengobatan anemia pd pasien
kanker yg menjalani kemoterapi. Meningkatkan kadar sel darah merah
donasi darah, mencegah penurunan kadar hemoglobin pd pasien yg akan
menjalankan bedah mayor.
13
Kontra indikasi
Hipertensi yg tdk terkendali. Hipersensitif td produk derivat sel hewan
mamalia atau albumine manusia. Anemia.
Dosis
Gagal ginjal kronik Dosis awal 50 units/kgBB inj IV atau SK selama 1-2
mnt selama 4 minggu. Dosis dpt ditingkatkan s/d 25 units/kg selama 4
minggu. Jika anemai sudah dikoreksi, diberikan dosis pemeliharaan 25-50
units/kgBB2-3x/minggu.
14
kemudian diberikan susu atau telur yang dapat mengikat Fe sebagai kompleks
protein Fe. Bila obat diminum kurang dari 1 jam sebelumnya,dapat dilakukan
bilasan lambung dengan menggunakan larutan natrium bikarbonat 1%.
Selanjutnya kedaan syok dehidrasi dan asidosis harus diatasi.
15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Anemia adalah turunnya kadar sel darah merah atau hemoglobin dalam
darah (Anonim).anemia dapat diketahuui dengan adanya pemerisaan darah
lengkap laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap adalah pemeriksaan yang
dilakukan pada darah manusia dengan menghitung seluruh komponen
pembentuk darah. Banyak cara penangan yang dilakukan untuk mengatasi
penyakit ini salah satunya adalah pemberian fe, dan lain-lain.
Obat anemia adalah obat yang dapat diberikan berupa suplemen zat besi
(fe) untuk memulihkan kekurangan sel darah merah. Selain zat besi, vitamin
B12 sering diberikan untuk pengobatan anemia pernisiosa. Jalan terakhir jika
anemia sudah mencapai stadium akut dan parah adalah dengan transfusi darah.
B. SARAN
Karena kesehatan adalah nikmat yang paling berharga yang diberikan
oleh Tuhan Maha Esa, maka dari itu keseharan perlu di pelihara, dan
diertahankan. Sebelum mengobati lebih baik mencegah, maka dari itu
keseharan perlu di pelihara, dan diertahankan. Sebelum mengobati lebih baik
mencegah.
16
DAFTAR PUSTAKA
17