Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ANTIANEMIA

Kelompok 2

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi dan Toksikologi I

Oleh : 1. Nuriko santoso (213310


2. Revi Nur Hidayah (21331014)
3. Rofingah (21331017)
4. Sintia Nurmala (21331018)
5. Wikasari (21331019)
6. Fatikhin (21331020)

Dosen Pengampu :
apt. Suparlan, M.Farm., M.Si

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TARUMANAGARA
JAKARTA SELATAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberi judul “Makalah
Antianemia” ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini kami susun dengan tujuan
memenuhi tugas perkuliahan dari dosen pengampu. Makalah ini bertujuan memberikan
pengetahuan bagi kami selaku mahasiswa dan penulis serta bagi para pembaca.

Kami selaku penulis, mengucapkan terima kasih kepada apt. Suparlan selaku dosen
pengampu yang telah memberikan tugas kelompok ini, sehingga kami mendapat pengetahuan
dan wawasan yang lebih luas. Tidak lupa juga, kami mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang secara tidak langsung telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna, sehingga kami menerima kritik dan saran yang membangun. Kami
berharap semoga dengan ditulisnya makalah ini dapat berguna bagi penulis serta dapat
menambah dan pengalaman bagi pembaca.

Jakarta, 2 Maret 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ………………………………………………………... 1

DAFTAR ISI …………………………………………………….…………… 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………………….…………… 3

B. Rumusan Masalah ………………………………………………………… 4

C. Manfaat dan Tujuan ………………………………………….…….……… 4

BAB II ISI

A. Anemia …………………………………….………………..…………..… 5

B. Pengobatan Anemia ………..……………………………..……………….. 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………….……………………… 17

B. Saran …….……………………………………….……….………………. 17

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 18

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurang darah atau anemia adalah kondisi ketika tubuh kekurangan sel darah merah
yang sehat atau ketika sel darah merah tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya, organ
tubuh tidak mendapat cukup oksigen sehingga membuat penderita anemia pucat dan
mudah lelah.

Orang dewasa dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinnya di bawah 14


gram per desiliter untuk laki-laki dan kurang dari 12 gram per desiliter untuk wanita.
Anemia dengan kadar hemoglobin di bawah 8 gram per desiliter sudah tergolong berat.
Kondisi ini disebut dengan anemia grafis.

Anemia terjadi ketika tubuh kekurangan sel darah merah sehat atau hemoglobin.
Akibatnya, sel-sel dalam tubuh tidak mendapat cukup oksigen dan tidak berfungsi secara
normal (hipoksemia). Defisiensi zat gizi juga menjadi penyebab anemia seperti asam folat,
vitamin B12, protein, terutama zat besi.

Secara garis besar, anemia terjadi akibat tiga kondisi berikut ini:

● Produksi sel darah merah yang tidak optimal

Hal ini terjadi saat sumsum tulang tidak dapat membentuk sel darah merah dalam
jumlah cukup. Hal ini dapat disebabkan oleh infeksi virus, paparan zat kimia
beracun, obat-obatan, dan juga defisiensi gizi seperti zat besi dan asam folat.

● Kehilangan darah secara berlebihan

Kehilangan darah dapat menyebabkan anemia disebabkan oleh perdarahan


berlebihan, pembedahan atau permasalahan dengan pembekuan darah.
Kehilangan darah yang banyak karena menstruasi pada remaja atau perempuan
juga dapat menyebabkan anemia. Semua faktor ini akan meningkatkan kebutuhan
tubuh akan zat besi, karena zat besi dibutuhkan untuk membuat sel darah merah
baru.

● Hancurnya sel darah merah yang terlalu cepat

3
Hal ini bisa disebut sebagai anemia hemolitik yang muncul saat sel darah merah
dihancurkan lebih cepat dari normal (umur sel darah merah normalnya 120 hari).
Sehingga 13 sumsum tulang penghasil sel darah merah tidak dapat memenuhi
kebutuhan tubuh akan sel darah merah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Anemia?
2. Apa yang dimaksud dengan Antianemia?
3. Bagaimana Fisiologi dan Farmakologi Antianemia?
C. Manfaat dan Tujuan
1. Mengetahui definisi dari Anemia.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Antianemia.
3. Mengetahui Fisiologi dan Farmakologi Antianemia.

4
BAB II

Rumusan masalah

A. Anemia

1. Definisi Anemia
Secara ilmiah, anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau
jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah
normal. Sel darah merah membawa oksigen (O2) dari paru-paru ke jaringan dan
organ-organ tubuh yang digunakan sebagai energi. Tanpa oksigen jaringan dan
organ-organ ini (khususnya hati dan otak) tidak dapat melaksanakan tugas dengan
semestinya. Dengan demikianlah orang yang terkena anemia lebih mudah lelah dan
kelihatan pucat.

Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah hemoglobin (Hb) dalam sel darah


merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang
diperlukan tubuh. Hemoglobin adalah pigmen yang membuat sel darah berwarna merah
yang pada akhirnya akan membuat darah manusia berwarna merah. Hemoglobin
merupakan media transport oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Selain itu,
hemoglobin juga berfungsi membawa karbondioksida hasil metabolisme dari jaringan
tubuh ke paru-paru untuk selanjutnya dikeluarkan saat bernafas.

Terdapat tiga tingkat kandungan Hb dalam darah, yaitu optimal, fungsional, dan
minimal. Disebut optimal jika kadarnya 12g/dL, pada keadaan ini tubuh berfungsi
secara wajar. Tetapi, jika jumlah kadarnya berkisar 10-12g/dL, maka disebut anemia
ringan dimana pada keadaan ini tubuh sebenernya masih bisa berfungsi tetapi fungsinya
tidak optimal. Namun, jika kadar Hb<8g/dL, pada keadaan ini tubuh mengalami proses
disfungsi (gangguan fungsi).

2. Penyebab Anemia

Penyebab umum dari anemia disebabkan oleh perdarahan hebat antara lain; akut
(mendadak), kecelakaan, pembedahan, persalinan, pecah pembuluh darah, kronik
(menahun), perdarahan hidung, wasir (hemoroid), ulkus peptikum, kanker atau polip di

5
saluran pencernaan, tumor ginjal atau kandung kemih, dan perdarahan menstruasi yang
sangat banyak.

3. Jenis-jenis Anemia

Berdasarkan penyebabnya anemia dibedakan menjadi 6, yaitu :

1. Anemia Defisiensi Zat Besi

Anemia defisiensi zat besi merupakan anemia yang paling sering terjadi
pada remaja putri. Hal ini dapat terjadi karena kebutuhan zat besi yang
meningkat pada remaja putri setelah mengalami menstruasi, sedangkan asupan
zat besi yang didapat dari makanan kurang mencukupi. Zat besi merupakan
bagian dari molekul hemoglobin. Oleh sebab itu, ketika tubuh kekurangan zat
besi produksi hemoglobin akan menurun. Meskipun demikian, penurunan
hemoglobin sebetulnya baru akan terjadi jika cadangan zat besi (Fe) dalam
tubuh sudah benar-benar habis.

2. Anemia Defisiensi Vitamin C

Anemia defisiensi vitamin c termasuk jarang terjadi. Anemia jenis ini


hanya terjadi ketika tubuh benar-benar kekurangan asupan vitamin c dari
makanan sehari-hari. Vitamin c sendiri berperan dalam absorpsi zat besi,
sehingga ketika tubuh kekurangan vitamin c, maka jumlah zat besi yang
diserap akan berkurang dan terjadi anemia.

3. Anemia Makrositik

Anemia ini terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin B12 atau asam folat.
Anemia ini memiliki ciri sel-sel darah abnormal dan berukuran besar
(makrositer) dengan kadar hemoglobin per eritrosit yang normal atau lebih
tinggi (hiperkrom) dan MCV (Mean Corpuscular Volume) tinggi. Selain
mengganggu proses pembentukan sel darah merah kekurangan vitamin B12
juga mempengaruhi sistem saraf sehingga penderita anemia ini akan
merasakan kesemutan di tangan dan kaki, tungkai dan kaki serta tangan seolah
mati rasa. Gejala lain yang dapat terlihat diantaranya buta warna termasuk
warna biru dan kuning, penurunan berat badan, warna kulit menggelap dan
penurunan kemampuan intelektual.

6
4. Anemia Aplastik

Anemia aplastik merupakan jenis anemia yang berbahaya, karena dapat


mengancam jiwa. Anemia aplastik terjadi apabila sumsum tulang tempat
pembuatan darah merah terganggu. Kejadian anemia aplastik menyebabkan
terjadinya penurunan produksi sel darah (eritrosit, leukosit dan trombosit).
Anemia aplastik terjadi karena disebabkan oleh bahan kimia, obat-obatan,
virus dan terkait dengan penyakit-penyakit yang lain.

5. Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik terjadi apabila sel darah merah lebih cepat dihancurkan
dari umur normalnya yaitu 120 hari. Akibat umur sel darah merah yang lebih
pendek, sumsum tulang belakang penghasil sel darah merah tidak dapat
memenuhi kebutuhan sel darah merah.

6. Anemia sel sabit

Anemia sel sabit (sickle cell anemia) adalah suatu penyakit keturunan
yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit, kaku, dan anemia
hemolitik kronik. Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki
hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal sehingga
mengurangi jumlah oksigen dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi
seperti sabit.

Sel yang berbentuk sabit akan menyumbat dan merusak pembuluh darah
terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang, dan organ lainnya serta
menyebabkan kurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini
rapuh dan dapat pecah pada saat melewati pembuluh darah yang pada akhirnya
dapat mengakibatkan kerusakan organ bahkan kematian.

B. Pengobatan Anemia
1. Antianemia

Pengobatan anemia harus dimulai dengan diagnosa yang tepat dari jenis
anemia, sehingga dapat dilakukan terapi yang spesifik dan intensif. Hematinik
(obat pembentuk darah) adalah obat-obat yang digunakan untuk menstimulasi atau
memperbaiki pembentukan sel-sel darah merah (eritrosit).

7
Eritrosit dibentuk dalam sumsum tulang yang tipis. Dalam pembentukannya,
dibutuhkan zat-zat tertentu seperti besi (Fe), vitamin B12, dan asam folat.
Ketiganya sangat penting dalam pembentukan sel darah merah (erytropoeisis).
Zat-zat tersebut diserap dari makanan, kemudian ditimbun dalam hati, kemudian
disalurkan ke sumsum tulang menurut kebutuhan tubuh. Besi (Fe) dibutuhkan
untuk produksi hemoglobin (Hb). Anemia sering terjadi akibat defisiensi atau
kekurangan besi (Fe).

2. Penggolongan Obat Antianemia


a. Suplemen besi (Fe)

Suplemen besi (Fe) berfungsi untuk mengatasi anemia yang diakibatkan


defisiensi zat besi dalam darah. Kekurangan zat besi ditandai dengan
berkurangnya jumlah sel darah merah.

Suplemen zat besi bekerja dengan meningkatkan kadar besi dalam tubuh, yang
diperlukan untuk membentuk hemoglobin dalam sel darah merah. Hemoglobin
adalah protein yang membantu mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh
tubuh. Ketika tubuh kekurangan zat besi, produksi sel darah merah dapat
terganggu, sehingga menyebabkan anemia.

Suplemen zat besi dapat membantu mengatasi anemia dengan meningkatkan


jumlah zat besi yang tersedia untuk membentuk hemoglobin dalam sel darah
merah. Selain itu, suplemen zat besi juga dapat membantu meningkatkan
jumlah sel darah merah dalam tubuh dengan cara meningkatkan produksi
eritropoietin, hormon yang merangsang produksi sel darah merah.

Contoh sediaannya yaitu ferro sulfat, ferro glukonat, ferro fumarat.

b. Vitamin B12 (sianokobalamin)

Vitamin B12 adalah suatu komponen koenzim yang penting dalam proses
pematangan sel darah merah. Vitamin ini digunakan dalam terapi obat anemia
megaloblastik.

Suplemen B12 bekerja dengan meningkatkan kadar vitamin B12 dalam tubuh
yang diperlukan untuk membentuk sel darah merah yang sehat. Vitamin B12

8
berperan dalam produksi DNA yang merupakan bahan dasar untuk sel-sel
tubuh.

Dalam proses pembentukan sel darah merah, vitamin B12 bekerja sama
dengan folat untuk membentuk neuklotida, yaitu blok bangunan DNA. Selain
itu, vitamin B12 juga membantu menjaga kesehatan sistem saraf dan
meningkatkan energi.

c. Asam Folat

Asam folat disintesis oleh mikroorganisme dalam usus. Fungsinya berperan


penting dalam pembentukan sel darah merah. Suplemen asam folat bekerja
dengan meningkatkan kadar asam folat dalam tubuh, yang juga diperlukan
untuk membentuk sel darah merah yang sehat.

Asam folat berperan penting dalam sintesis DNA dan RNA, serta dalam
pembentukan sel-sel darah merah. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan
anemia megaloblastik, yaitu kondisi di mana sel darah merah yang diproduksi
oleh tubuh lebih besar dari biasanya dan tidak mampu berfungsi dengan baik.

Suplemen asam folat dapat membantu mengatasi anemia dengan


meningkatkan kadar asam folat dalam tubuh sehingga membantu
memproduksi sel darah merah yang sehat.

d. Eritropoietin

Eritropoietin merangsang proliferasi dan diferensiasi eritrosit melalui interaksi


dengan reseptor eritropoetin di progentinor sel darah merah. Eritropoietin
bekerja dengan mengikat pada reseptor eritropoietin pada sel-sel prekursor sel
darah merah di sumsum tulang, sehingga merangsang produksi sel darah
merah dan meningkatkan kadar hemoglobin dalam tubuh.

3. Kegunaan Klinik
a. Suplemen Zat Besi

Suplemen zat besi digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien dengan
anemia karena kekurangan zat besi. Anemia yang disebabkan oleh kekurangan
zat besi merupakan jenis anemia yang paling umum terjadi. Suplemen zat besi

9
dapat membantu meningkatkan kadar zat besi dalam tubuh sehingga
membantu memproduksi sel darah merah yang sehat.

Suplemen zat besi juga dapat membantu mengurangi gejala anemia, seperti
kelelahan, sesak napas, dan pusing. Selain itu, suplemen zat besi juga dapat
membantu meningkatkan kemampuan tubuh untuk menangkal infeksi, karena
zat besi juga berperan dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

b. Vitamin B12

Secara farmakologi, cyanocobalamin merupakan bentuk sintetik dari vitamin


B12 yang berperan sebagai zat esensial yang dibutuhkan untuk proses
eritropoesis normal, sintesis nukleoprotein dan mielin, reproduksi sel, serta
pertumbuhan normal sel-sel dan jaringan tubuh.

c. Asam Folat

Asam folat merupakan nutrisi penting yang diperlukan tubuh untuk


membentuk sel darah merah yang sehat. Kekurangan asam folat dapat
menyebabkan anemia megaloblastik, yaitu kondisi di mana sel darah merah
yang diproduksi oleh tubuh lebih besar dari biasanya dan tidak mampu
berfungsi dengan baik.

Suplemen asam folat dapat membantu mengatasi anemia dengan


meningkatkan kadar asam folat dalam tubuh sehingga membantu
memproduksi sel darah merah yang sehat

d. Eritropoietin

Eritropoietin sintetik, atau lebih dikenal dengan nama epoetin atau


darbepoetin, dapat digunakan sebagai terapi antianemia pada pasien dengan
kondisi medis tertentu yang menyebabkan produksi sel darah merah yang
tidak mencukupi. Suplemen eritropoietin bekerja dengan merangsang sumsum
tulang untuk memproduksi lebih banyak sel darah merah.

4. Toksisitas, Efek Samping dan Kontra Indikasi


a. Suplemen Besi (Fe)

Toksisitas: Toksisitas besi bersifat korosif atau seluler. Toksisitas berkorelasi


dengan jumlah unsur besi dalam produk besi yang dicerna. Pemberian dosis 20

10
mg/kg besi elemental atau lebih dapat menyebabkan gejala toksisitas.
Iron-induced coagulopathy, kerusakan hati, gagal ginjal, kardiomiopati, dan
gangguan sistem saraf pusat dapat terjadi setelah mencapai kadar toksik. Pada
tingkat seluler, besi bebas memasuki sel dan berkonsentrasi di dalam
mitokondria. Hal ini akan mengganggu fosforilasi oksidatif, katalisasi lipid
peroksidase, membentuk radikal bebas, dan pada akhirnya menyebabkan
kematian sel.

Efek Samping : keluhan gastrointestinal yaitu keluhan yang sering dilaporkan


antara lain mual, muntah, perut kembung, nyeri perut, diare, konstipasi, dan
tinja hitam. Perubahan warna tinja pada pasien tidak memiliki makna secara
klinis, akan tetapi dapat menyamarkan diagnosis perdarahan saluran cerna.

Kontra Indikasi: Ferrous sulfate dikontraindikasikan pada hipersensitivitas,


hemokromatosis, anemia hemolitik, hemosiderosis, ulkus peptikum aktif,
enteritis regional dan kolitis ulseratif. Pasien yang mendapat transfusi darah
berulang atau preparat besi parenteral juga tidak disarankan mengonsumsi
ferrous sulfate.

b. Vitamin B12 (Sianokobalamin)

Toksisitas:

efek samping : Pada beberapa kasus, vitamin B12 dosis tinggi mungkin dapat
menyebabkan efek samping berikut:

● Mual dan muntah


● Sakit kepala
● Kesemutan di tangan dan kaki
● Lelah atau lemas
● Diare
c. Asam Folat

Toksisitas : Diberikan di atas adalah dosis asam folat yang dianjurkan. Institute
of Medicine di National Academy of Sciences pada tahun 1998 menetapkan
batas atas yang dapat ditoleransi sebesar 1.000 mcg. Toksisitas dari folat
umumnya tidak terjadi karena larut dalam air dan dikeluarkan oleh tubuh.
Juga, tidak ada manfaat kesehatan dari asupan folat yang berlebihan. Tapi,

11
toksisitas folat terjadi ketika ada asupan yang sangat tinggi. Jika folat diambil
dalam jumlah tinggi seperti 1.000 atau 2.000 mcg, maka itu memberi
seseorang gejala yang sama yang terlihat pada kekurangannya. Seseorang
dapat menunjukkan gejala seperti disfungsi usus, insomnia, lekas marah dan
malaise. Gejala keracunan folat lainnya termasuk reaksi kulit dan bahkan
kejang.

Jika ada asam folat dosis tinggi lebih lanjut, maka cenderung mengganggu

efektivitas metotreksat, obat antikanker yang digunakan selama kemoterapi.

Hal ini juga dapat menghambat penyerapan estrogen, obat antikonvulsan,

barbiturat, seng dan sulfasalazine.

Efek Samping Konsumsi Asam Folat Dilansir laman Healthline, konsumsi


asam folat sejauh ini diketahui aman dan tidak ada efek samping. Beberapa
gejala yang mungkin muncul adalah reaksi hipersensitivitas, gejala saluran
cerna, hingga mual. Namun, hal ini wajar terjadi saat kehamilan.

Kontraindikasi asam folat adalah jika terdapat hipersensitivitas terhadap asam


folat, ditandai dengan eritema, ruam, gatal, kelemahan umum, bronkospasme,
dan anafilaksis.

d. Eritropoietin

Kontra indikasi : pasien dengan hipertensitidak terkontrol, riwayat


hipersensitif terhadap zat aktif atau zat tambahan dari eritropoietin beta,
pasien dengan riwayat infark miokard atau stroke pada bulan sebelumnya,
pasien dengan unstable angina pectoris, pasien yang memiliki risiko
tinggi mengalami trombosis vena dalam dan anak dengan gagal ginjal
kronik yang berusia dibawah 2 tahun.

Beberapa efek samping Erythropoietin yang umunya dirasakan para


konsumennya:

Demam
Kesulitan bernapas

12
Mual
Muntah
Merasa sakit pada bagian tulang
Merasa sakit pada bagian dada
Sakit kepala
Sakit perut
Pusing

5. Interaksi Obat
1) Suplemen Zat Besi

Suplemen zat besi dapat berinteraksi dengan beberapa jenis obat lainnya, yang
dapat mempengaruhi penyerapan, metabolisme, dan efektivitas suplemen
tersebut. Beberapa contoh interaksi obat suplemen zat besi antianemia adalah:

a. Antibiotik tetrasiklin dan kuinolon: Antibiotik ini dapat mengikat zat besi
dan menghambat penyerapannya dalam tubuh. Oleh karena itu, sebaiknya
suplemen zat besi dikonsumsi beberapa jam sebelum atau setelah
mengonsumsi antibiotik ini.
b. Antasida: Antasida dapat menghambat penyerapan zat besi. Jika
memungkinkan, sebaiknya antasida dikonsumsi beberapa jam sebelum
atau setelah mengonsumsi suplemen zat besi.
c. Obat anti-asam lambung (H2 blocker atau inhibitor pompa proton): Obat
ini dapat mengurangi kadar asam lambung dalam perut, yang dapat
menghambat penyerapan zat besi. Sebaiknya suplemen zat besi
dikonsumsi beberapa jam sebelum atau setelah mengonsumsi obat ini.
d. Obat-obatan yang mengandung kalsium: Kalsium dKontra indikasi :
Kontraindikasi cyanocobalamin adalah reaksi hipersensitivitas atau
anafilaksis terhadap obat atau komponen obat ini, terutama pada
pemberian secara parenteral. Jika pasien hendak menerima sediaan
intranasal sebelum dapat menoleransi sediaan parenteral, lakukan

13
intradermal test terlebih dahulu (terutama pada pasien yang dicurigai
memiliki risiko anafilaksis terhadap cyanocobalamin).

e. apat menghambat penyerapan zat besi. Sebaiknya suplemen zat besi


dikonsumsi beberapa jam sebelum atau setelah mengonsumsi obat yang
mengandung kalsium.
f. Obat pengikat asam empedu: Obat ini dapat mengikat zat besi dan
menghambat penyerapannya. Sebaiknya suplemen zat besi dikonsumsi
beberapa jam sebelum atau setelah mengonsumsi obat ini.

2) Vitamin B12

Vitamin B12, seperti halnya obat-obatan lainnya, dapat berinteraksi dengan


obat-obatan lain yang sedang dikonsumsi. Beberapa contoh interaksi obat
vitamin B12 antianemia adalah:

● Obat antiepilepsi: Obat-obatan seperti fenitoin, karbamazepin, dan


fenobarbital dapat mengurangi kadar vitamin B12 dalam tubuh. Oleh
karena itu, pasien yang menggunakan obat ini sebaiknya memeriksakan
kadar vitamin B12 dalam tubuh dan, jika perlu, mengonsumsi suplemen
vitamin B12.
● Obat-obatan golongan antibiotik: Beberapa jenis antibiotik, seperti
neomisin, kloramfenikol, dan aminoglikosida, dapat mengganggu
penyerapan vitamin B12. Oleh karena itu, pasien yang menggunakan obat
ini sebaiknya memeriksakan kadar vitamin B12 dalam tubuh dan, jika
perlu, mengonsumsi suplemen vitamin B12.
● Obat-obatan antasid dan inhibitor pompa proton: Obat-obatan ini dapat
mengurangi penyerapan vitamin B12 dalam tubuh. Sebaiknya, pasien yang
menggunakan obat ini mengonsumsi suplemen vitamin B12 pada waktu
yang berbeda dengan obat tersebut.
● Metformin: Obat diabetes ini dapat mengurangi kadar vitamin B12 dalam
tubuh. Oleh karena itu, pasien yang menggunakan metformin sebaiknya
memeriksakan kadar vitamin B12 dalam tubuh dan, jika perlu,
mengonsumsi suplemen vitamin B12.

14
● Obat-obatan kemoterapi: Beberapa jenis obat kemoterapi dapat
mempengaruhi penyerapan vitamin B12 dalam tubuh. Pasien yang
menjalani kemoterapi sebaiknya memeriksakan kadar vitamin B12 dalam
tubuh dan, jika perlu, mengonsumsi suplemen vitamin B12

3) Asam Folat

Asam folat, seperti halnya obat-obatan lainnya, dapat berinteraksi dengan


obat-obatan lain yang sedang dikonsumsi. Beberapa contoh interaksi obat asam
folat antianemia adalah:

1. Obat antiepilepsi: Obat-obatan seperti fenitoin, karbamazepin, dan


fenobarbital dapat menurunkan kadar asam folat dalam tubuh. Oleh karena
itu, pasien yang menggunakan obat ini sebaiknya memeriksakan kadar asam
folat dalam tubuh dan, jika perlu, mengonsumsi suplemen asam folat.
2. Obat-obatan golongan antibiotik: Beberapa jenis antibiotik, seperti
sulfonamida dan trimetoprim, dapat mempengaruhi penyerapan dan
penggunaan asam folat dalam tubuh. Oleh karena itu, pasien yang
menggunakan obat ini sebaiknya memeriksakan kadar asam folat dalam
tubuh dan, jika perlu, mengonsumsi suplemen asam folat.
3. Obat-obatan antasid dan inhibitor pompa proton: Obat-obatan ini dapat
mengurangi penyerapan asam folat dalam tubuh. Sebaiknya, pasien yang
menggunakan obat ini mengonsumsi suplemen asam folat pada waktu yang
berbeda dengan obat tersebut.
4. Metformin: Obat diabetes ini dapat mengganggu penyerapan asam folat
dalam tubuh. Oleh karena itu, pasien yang menggunakan metformin
sebaiknya memeriksakan kadar asam folat dalam tubuh dan, jika perlu,
mengonsumsi suplemen asam folat.
5. Obat-obatan kemoterapi: Beberapa jenis obat kemoterapi dapat
mempengaruhi penyerapan dan penggunaan asam folat dalam tubuh. Pasien
yang menjalani kemoterapi sebaiknya memeriksakan kadar asam folat dalam
tubuh dan, jika perlu, mengonsumsi suplemen asam folat

4) Eritropoeietin

Eritropoietin (EPO) adalah obat yang digunakan untuk mengatasi anemia yang
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk penyakit ginjal kronis, kanker, dan

15
terapi kemoterapi. Berikut adalah beberapa interaksi obat yang perlu
diperhatikan jika menggunakan eritropoetin sebagai antianemia:

a. Obat-obatan yang mempengaruhi produksi sel darah merah: Penggunaan


eritropoetin bersamaan dengan obat-obatan lain yang mempengaruhi
produksi sel darah merah seperti siklosporin, mycophenolate, dan sirolimus
dapat meningkatkan risiko efek samping seperti trombosis dan hipertensi.
b. Obat-obatan yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh: Obat-obatan
yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh seperti vaksin dan
imunoglobulin dapat mempengaruhi efektivitas eritropoetin.
c. Obat-obatan yang mempengaruhi pembekuan darah: Obat-obatan yang
mempengaruhi pembekuan darah seperti heparin dan warfarin dapat
mempengaruhi efektivitas eritropoetin dan meningkatkan risiko perdarahan.
d. Obat-obatan yang mempengaruhi fungsi ginjal: Penggunaan eritropoetin
bersamaan dengan obat-obatan yang mempengaruhi fungsi ginjal seperti
NSAID dapat meningkatkan risiko gagal ginjal akut.

16
BAB III

A. Kesimpulan

Anemia atau kurang darah adalah kondisi di mana jumlah sel darah
merah atau hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah
berada di bawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang
berperan dalam mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke
seluruh bagian tubuh.

Penyebab anemia secara garis besar diakibatkan oleh :

1. Produksi sel darah merah yang tidak optimal.


2. Kehilangan darah secara berlebihan.
3. Hancurnya sel darah merah yang terlalu cepat.

Jenis anemia berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi 6, yaitu :

1. Anemia defisiensi zat besi.


2. Anemia defisiensi vitamin C.
3. Anemia makrositik.
4. Anemia aplastik.
5. Anemia hemolitik.
6. Anemia sel sabit.
B. Saran

Dengan ditulisnya makalah ini, diharapkan pembaca lebih mengerti mengenai


anemia, jenis dan penyebabnya serta mendapat manfaat pengetahuan mengenai
antianemia. Terutama bagi penulis, diharapkan dapat menulis makalah dengan
lebih baik lagi kedepannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Atikah, Fahrini dkk. (2019). BUKU REFERENSI METODE ORKES-KU (RAPORT


KESEHATANKU) DALAM MENGIDENTIFIKASI POTENSI KEJADIAN
ANEMIA GIZI PADA REMAJA PUTRI. Yogyakarta. CV Mine.

Sari, D. dkk (2013). golongan obat anti anemia. Program Studi DIII Kebidanan.
STIKes YPIB Majalengka. 2013.

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka. Antianemia - Antikoagulan -


Antiplatelet. Diakses pada 1 Maret 2023 dari
https://onlinelearning.uhamka.ac.id/pluginfile.php/527972/mod_resource/content/
1/kuliah%206_%20anti%20anemia%2C%20antikoagulan%2C%20antiplatelet.pd
f

Anonim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ERITROSIT. PEMILIHAN ANTIANEMIA


BERGANTUNG PADA PENYEBAB ANEMIA. ANEMIA. Diakses pada 1 Maret
2023 dari
https://adoc.pub/queue/bab-ii-tinjauan-pustaka-eritrosit-pemilihan-antianemia-ber
ga.html

Anonim. Farmakologi Obat Antianemia. Diakses pada 1 maret dari


https://slideplayer.info/slide/2486156/

Anonim. Obat Antianemia. Diakses pada 2 Maret 2023 dari


https://id.scribd.com/presentation/339109281/Anti-Anemia#

18

Anda mungkin juga menyukai