Kelompok 2
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi dan Toksikologi I
Dosen Pengampu :
apt. Suparlan, M.Farm., M.Si
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberi judul “Makalah
Antianemia” ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini kami susun dengan tujuan
memenuhi tugas perkuliahan dari dosen pengampu. Makalah ini bertujuan memberikan
pengetahuan bagi kami selaku mahasiswa dan penulis serta bagi para pembaca.
Kami selaku penulis, mengucapkan terima kasih kepada apt. Suparlan selaku dosen
pengampu yang telah memberikan tugas kelompok ini, sehingga kami mendapat pengetahuan
dan wawasan yang lebih luas. Tidak lupa juga, kami mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang secara tidak langsung telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna, sehingga kami menerima kritik dan saran yang membangun. Kami
berharap semoga dengan ditulisnya makalah ini dapat berguna bagi penulis serta dapat
menambah dan pengalaman bagi pembaca.
Penulis
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
BAB I PENDAHULUAN
BAB II ISI
A. Anemia …………………………………….………………..…………..… 5
A. Kesimpulan ……………………………………….……………………… 17
B. Saran …….……………………………………….……….………………. 17
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurang darah atau anemia adalah kondisi ketika tubuh kekurangan sel darah merah
yang sehat atau ketika sel darah merah tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya, organ
tubuh tidak mendapat cukup oksigen sehingga membuat penderita anemia pucat dan
mudah lelah.
Anemia terjadi ketika tubuh kekurangan sel darah merah sehat atau hemoglobin.
Akibatnya, sel-sel dalam tubuh tidak mendapat cukup oksigen dan tidak berfungsi secara
normal (hipoksemia). Defisiensi zat gizi juga menjadi penyebab anemia seperti asam folat,
vitamin B12, protein, terutama zat besi.
Secara garis besar, anemia terjadi akibat tiga kondisi berikut ini:
Hal ini terjadi saat sumsum tulang tidak dapat membentuk sel darah merah dalam
jumlah cukup. Hal ini dapat disebabkan oleh infeksi virus, paparan zat kimia
beracun, obat-obatan, dan juga defisiensi gizi seperti zat besi dan asam folat.
3
Hal ini bisa disebut sebagai anemia hemolitik yang muncul saat sel darah merah
dihancurkan lebih cepat dari normal (umur sel darah merah normalnya 120 hari).
Sehingga 13 sumsum tulang penghasil sel darah merah tidak dapat memenuhi
kebutuhan tubuh akan sel darah merah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Anemia?
2. Apa yang dimaksud dengan Antianemia?
3. Bagaimana Fisiologi dan Farmakologi Antianemia?
C. Manfaat dan Tujuan
1. Mengetahui definisi dari Anemia.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Antianemia.
3. Mengetahui Fisiologi dan Farmakologi Antianemia.
4
BAB II
Rumusan masalah
A. Anemia
1. Definisi Anemia
Secara ilmiah, anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau
jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah
normal. Sel darah merah membawa oksigen (O2) dari paru-paru ke jaringan dan
organ-organ tubuh yang digunakan sebagai energi. Tanpa oksigen jaringan dan
organ-organ ini (khususnya hati dan otak) tidak dapat melaksanakan tugas dengan
semestinya. Dengan demikianlah orang yang terkena anemia lebih mudah lelah dan
kelihatan pucat.
Terdapat tiga tingkat kandungan Hb dalam darah, yaitu optimal, fungsional, dan
minimal. Disebut optimal jika kadarnya 12g/dL, pada keadaan ini tubuh berfungsi
secara wajar. Tetapi, jika jumlah kadarnya berkisar 10-12g/dL, maka disebut anemia
ringan dimana pada keadaan ini tubuh sebenernya masih bisa berfungsi tetapi fungsinya
tidak optimal. Namun, jika kadar Hb<8g/dL, pada keadaan ini tubuh mengalami proses
disfungsi (gangguan fungsi).
2. Penyebab Anemia
Penyebab umum dari anemia disebabkan oleh perdarahan hebat antara lain; akut
(mendadak), kecelakaan, pembedahan, persalinan, pecah pembuluh darah, kronik
(menahun), perdarahan hidung, wasir (hemoroid), ulkus peptikum, kanker atau polip di
5
saluran pencernaan, tumor ginjal atau kandung kemih, dan perdarahan menstruasi yang
sangat banyak.
3. Jenis-jenis Anemia
Anemia defisiensi zat besi merupakan anemia yang paling sering terjadi
pada remaja putri. Hal ini dapat terjadi karena kebutuhan zat besi yang
meningkat pada remaja putri setelah mengalami menstruasi, sedangkan asupan
zat besi yang didapat dari makanan kurang mencukupi. Zat besi merupakan
bagian dari molekul hemoglobin. Oleh sebab itu, ketika tubuh kekurangan zat
besi produksi hemoglobin akan menurun. Meskipun demikian, penurunan
hemoglobin sebetulnya baru akan terjadi jika cadangan zat besi (Fe) dalam
tubuh sudah benar-benar habis.
3. Anemia Makrositik
Anemia ini terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin B12 atau asam folat.
Anemia ini memiliki ciri sel-sel darah abnormal dan berukuran besar
(makrositer) dengan kadar hemoglobin per eritrosit yang normal atau lebih
tinggi (hiperkrom) dan MCV (Mean Corpuscular Volume) tinggi. Selain
mengganggu proses pembentukan sel darah merah kekurangan vitamin B12
juga mempengaruhi sistem saraf sehingga penderita anemia ini akan
merasakan kesemutan di tangan dan kaki, tungkai dan kaki serta tangan seolah
mati rasa. Gejala lain yang dapat terlihat diantaranya buta warna termasuk
warna biru dan kuning, penurunan berat badan, warna kulit menggelap dan
penurunan kemampuan intelektual.
6
4. Anemia Aplastik
5. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik terjadi apabila sel darah merah lebih cepat dihancurkan
dari umur normalnya yaitu 120 hari. Akibat umur sel darah merah yang lebih
pendek, sumsum tulang belakang penghasil sel darah merah tidak dapat
memenuhi kebutuhan sel darah merah.
Anemia sel sabit (sickle cell anemia) adalah suatu penyakit keturunan
yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit, kaku, dan anemia
hemolitik kronik. Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki
hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal sehingga
mengurangi jumlah oksigen dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi
seperti sabit.
Sel yang berbentuk sabit akan menyumbat dan merusak pembuluh darah
terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang, dan organ lainnya serta
menyebabkan kurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini
rapuh dan dapat pecah pada saat melewati pembuluh darah yang pada akhirnya
dapat mengakibatkan kerusakan organ bahkan kematian.
B. Pengobatan Anemia
1. Antianemia
Pengobatan anemia harus dimulai dengan diagnosa yang tepat dari jenis
anemia, sehingga dapat dilakukan terapi yang spesifik dan intensif. Hematinik
(obat pembentuk darah) adalah obat-obat yang digunakan untuk menstimulasi atau
memperbaiki pembentukan sel-sel darah merah (eritrosit).
7
Eritrosit dibentuk dalam sumsum tulang yang tipis. Dalam pembentukannya,
dibutuhkan zat-zat tertentu seperti besi (Fe), vitamin B12, dan asam folat.
Ketiganya sangat penting dalam pembentukan sel darah merah (erytropoeisis).
Zat-zat tersebut diserap dari makanan, kemudian ditimbun dalam hati, kemudian
disalurkan ke sumsum tulang menurut kebutuhan tubuh. Besi (Fe) dibutuhkan
untuk produksi hemoglobin (Hb). Anemia sering terjadi akibat defisiensi atau
kekurangan besi (Fe).
Suplemen zat besi bekerja dengan meningkatkan kadar besi dalam tubuh, yang
diperlukan untuk membentuk hemoglobin dalam sel darah merah. Hemoglobin
adalah protein yang membantu mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh
tubuh. Ketika tubuh kekurangan zat besi, produksi sel darah merah dapat
terganggu, sehingga menyebabkan anemia.
Vitamin B12 adalah suatu komponen koenzim yang penting dalam proses
pematangan sel darah merah. Vitamin ini digunakan dalam terapi obat anemia
megaloblastik.
Suplemen B12 bekerja dengan meningkatkan kadar vitamin B12 dalam tubuh
yang diperlukan untuk membentuk sel darah merah yang sehat. Vitamin B12
8
berperan dalam produksi DNA yang merupakan bahan dasar untuk sel-sel
tubuh.
Dalam proses pembentukan sel darah merah, vitamin B12 bekerja sama
dengan folat untuk membentuk neuklotida, yaitu blok bangunan DNA. Selain
itu, vitamin B12 juga membantu menjaga kesehatan sistem saraf dan
meningkatkan energi.
c. Asam Folat
Asam folat berperan penting dalam sintesis DNA dan RNA, serta dalam
pembentukan sel-sel darah merah. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan
anemia megaloblastik, yaitu kondisi di mana sel darah merah yang diproduksi
oleh tubuh lebih besar dari biasanya dan tidak mampu berfungsi dengan baik.
d. Eritropoietin
3. Kegunaan Klinik
a. Suplemen Zat Besi
Suplemen zat besi digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien dengan
anemia karena kekurangan zat besi. Anemia yang disebabkan oleh kekurangan
zat besi merupakan jenis anemia yang paling umum terjadi. Suplemen zat besi
9
dapat membantu meningkatkan kadar zat besi dalam tubuh sehingga
membantu memproduksi sel darah merah yang sehat.
Suplemen zat besi juga dapat membantu mengurangi gejala anemia, seperti
kelelahan, sesak napas, dan pusing. Selain itu, suplemen zat besi juga dapat
membantu meningkatkan kemampuan tubuh untuk menangkal infeksi, karena
zat besi juga berperan dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
b. Vitamin B12
c. Asam Folat
d. Eritropoietin
10
mg/kg besi elemental atau lebih dapat menyebabkan gejala toksisitas.
Iron-induced coagulopathy, kerusakan hati, gagal ginjal, kardiomiopati, dan
gangguan sistem saraf pusat dapat terjadi setelah mencapai kadar toksik. Pada
tingkat seluler, besi bebas memasuki sel dan berkonsentrasi di dalam
mitokondria. Hal ini akan mengganggu fosforilasi oksidatif, katalisasi lipid
peroksidase, membentuk radikal bebas, dan pada akhirnya menyebabkan
kematian sel.
Toksisitas:
efek samping : Pada beberapa kasus, vitamin B12 dosis tinggi mungkin dapat
menyebabkan efek samping berikut:
Toksisitas : Diberikan di atas adalah dosis asam folat yang dianjurkan. Institute
of Medicine di National Academy of Sciences pada tahun 1998 menetapkan
batas atas yang dapat ditoleransi sebesar 1.000 mcg. Toksisitas dari folat
umumnya tidak terjadi karena larut dalam air dan dikeluarkan oleh tubuh.
Juga, tidak ada manfaat kesehatan dari asupan folat yang berlebihan. Tapi,
11
toksisitas folat terjadi ketika ada asupan yang sangat tinggi. Jika folat diambil
dalam jumlah tinggi seperti 1.000 atau 2.000 mcg, maka itu memberi
seseorang gejala yang sama yang terlihat pada kekurangannya. Seseorang
dapat menunjukkan gejala seperti disfungsi usus, insomnia, lekas marah dan
malaise. Gejala keracunan folat lainnya termasuk reaksi kulit dan bahkan
kejang.
Jika ada asam folat dosis tinggi lebih lanjut, maka cenderung mengganggu
d. Eritropoietin
Demam
Kesulitan bernapas
12
Mual
Muntah
Merasa sakit pada bagian tulang
Merasa sakit pada bagian dada
Sakit kepala
Sakit perut
Pusing
5. Interaksi Obat
1) Suplemen Zat Besi
Suplemen zat besi dapat berinteraksi dengan beberapa jenis obat lainnya, yang
dapat mempengaruhi penyerapan, metabolisme, dan efektivitas suplemen
tersebut. Beberapa contoh interaksi obat suplemen zat besi antianemia adalah:
a. Antibiotik tetrasiklin dan kuinolon: Antibiotik ini dapat mengikat zat besi
dan menghambat penyerapannya dalam tubuh. Oleh karena itu, sebaiknya
suplemen zat besi dikonsumsi beberapa jam sebelum atau setelah
mengonsumsi antibiotik ini.
b. Antasida: Antasida dapat menghambat penyerapan zat besi. Jika
memungkinkan, sebaiknya antasida dikonsumsi beberapa jam sebelum
atau setelah mengonsumsi suplemen zat besi.
c. Obat anti-asam lambung (H2 blocker atau inhibitor pompa proton): Obat
ini dapat mengurangi kadar asam lambung dalam perut, yang dapat
menghambat penyerapan zat besi. Sebaiknya suplemen zat besi
dikonsumsi beberapa jam sebelum atau setelah mengonsumsi obat ini.
d. Obat-obatan yang mengandung kalsium: Kalsium dKontra indikasi :
Kontraindikasi cyanocobalamin adalah reaksi hipersensitivitas atau
anafilaksis terhadap obat atau komponen obat ini, terutama pada
pemberian secara parenteral. Jika pasien hendak menerima sediaan
intranasal sebelum dapat menoleransi sediaan parenteral, lakukan
13
intradermal test terlebih dahulu (terutama pada pasien yang dicurigai
memiliki risiko anafilaksis terhadap cyanocobalamin).
2) Vitamin B12
14
● Obat-obatan kemoterapi: Beberapa jenis obat kemoterapi dapat
mempengaruhi penyerapan vitamin B12 dalam tubuh. Pasien yang
menjalani kemoterapi sebaiknya memeriksakan kadar vitamin B12 dalam
tubuh dan, jika perlu, mengonsumsi suplemen vitamin B12
3) Asam Folat
4) Eritropoeietin
Eritropoietin (EPO) adalah obat yang digunakan untuk mengatasi anemia yang
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk penyakit ginjal kronis, kanker, dan
15
terapi kemoterapi. Berikut adalah beberapa interaksi obat yang perlu
diperhatikan jika menggunakan eritropoetin sebagai antianemia:
16
BAB III
A. Kesimpulan
Anemia atau kurang darah adalah kondisi di mana jumlah sel darah
merah atau hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah
berada di bawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang
berperan dalam mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke
seluruh bagian tubuh.
17
DAFTAR PUSTAKA
Sari, D. dkk (2013). golongan obat anti anemia. Program Studi DIII Kebidanan.
STIKes YPIB Majalengka. 2013.
18