Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KELOMPOK

MAKALAH
MATA KULIAH FARMAKOLOGI / Bd.6.304
“OBAT ANEMIA”
Dosen : Triana

Disusun Oleh :
Kelompok 1 (satu)
1. Anis Alfiani (P27824423223)
2. Hermawanti Trezza Yulanda (P27824423228)
3. Noor Camalia (P27824423232)
4. Rizkia Oktaviani Hadi (P27824423234)
5. Yeni Adelia (P27824423239)
6. Zhakina Hayun (P27824423243)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL TENAGA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat
waktu. Makalah ini merupakan tugas kelompok bagi mahasiswa prodi STR
Kebidanan Poltekkes Kemenkes Surabaya untuk memenuhi tugas mata kuliah
Farmakologi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dwi Wahyu Wulan S., SST., M.Keb., selaku ketua jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Surabaya.
2. Dwi Purwati, S.Kp., SST., M.Kes. selaku ketua prodi STR Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Surabaya
3. Trianah, selaku dosen mata kuliah Farmakologi Poltekkes Kemenkes
Surabaya
4. Seluruh pihak yang turut membantu dan kerja sama dalam menyelesaikan
makalah yang berjudul Obat Antibiotika Penisilin Dan Aminoglikosida.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak


kesalahan dan kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan,
pengalaman, dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan dalam
pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca.

Surabaya, 13 Januari 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum..........................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus.........................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................3
2.1 Anemia Pada Ibu Hamil..............................................................................3
2.2 Pengertian Obat Anemia.............................................................................5
2.3 Macam - macam obat anemia.....................................................................9
2.4 Cara kerja obat anemia...............................................................................11
2.5 Indikasi dan kontraindikasi obat anemia....................................................15
2.6 Dosis yang digunakan.................................................................................15
2.7 Efek samping dan cara mengatasinya.........................................................18
BAB 3 PENUTUP............................................................................................20
3.1 Kesimpulan.................................................................................................20
3.2 Saran...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................21

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat didefinisikan sebagaisetiap bahan yang menyebabkan
perubahan dalam fungsi biologic melalui efek kimiawinya. Pada
kebanyakan kasus, molekul obat berinteraksi sebagai suatu agonis
(activator) dan antagonis (inhibitor) dengan molekul spesifik dalam sistim
biologik yang memiliki peran regulatorik. Molekul sasaran inilah yang
disebut reseptor. Obat dapat berinteraksi secara kimiawi dengan
reseptoenya, molekul suatu obat harus memiliki kuran, muatan listrik,
bentuk, dan komposisi atom yang sesuai. (Nasif, 2023)
Anemia (bahasa Yunani) adalah keadaan saat jumlah sel darah
merah atau jumlahhemoglobin dalam sel darah merah berada di bawah
normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan
mereka mengangkut oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya ke
seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel
darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah,
sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang
diperlukan tubuh . keadaan ini sering menyebabkan energi dalam tubuh
menjadi menurun sehingga terjadi 5 L atau lemah, lesu, lemas, lunglai, dan
letih.
Dalam hal ini orang yang terkena anemia adalah orang yang
menderita kekurangan zat besi. Seseorang yang menderita anemia akan
sering mengalami keadaan pusing yang sedang hingga berat dikarenakan
Meningkatnya penghancuran sel darah merah, Pembesaran limpa,
Kerusakan mekanik pada sel darah merah, Reaksi autoimun terhadap sel
darah merah : Hemoglobinuria nokturnal paroksismal, Sferositosis
herediter, Elliptositosis herediter.Seseorang yang sering mengalami anemia
di sebabkan karena pasokan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ini,
bervariasi. Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang

1
tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa
menyebabkan stroke atau serangan jantung.
Badan kesehatan dunia (World Health Organization / WHO)
melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi
besi sekitar 35 – 75 %, serta semakin meningkat seiring dengan
pertambahan usia kehamilan. 1,3 % Anemia defisiensi zat besi lebih
cenderung berlangsung di negara yang sedang berkembang daripada
negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen (atau sekitar 1400 juta
orang) dari perkiraan populasi 3800 juta orang di negara yang sedang
berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di negara
maju hanya sekitar 8 % (atau kira - kira 100 juta orang) dari perkiraan
populasi 1200 juta orang. Di Indonesia prevalensi anemia pada kehamilan
masih tinggi yaitu sekitar 40,1 % (SKRT 2001). Lautan J dkk (2001)
melaporkan dari 31 orang wanita hamil pada trimester II didapati 23 (74
%) menderita anemia, dan 13 (42 %) menderita kekurangan besi.
Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia defisiensi zat besi pada
wanita hamil dan janin, oleh karena itu perlu kiranya perhatian yang cukup
terhadap masalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Melalui makalah ini, penulis ingin mencoba mempelajari lebih
dalam mengenai farmakologi khususnya mengenai obat anemia
1.3 Tujuan
1.3.1Tujuan Umum
Untuk mengetahui farmakologi khususnya mengenai obat anemia
1.3.2Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian obat anemia.
2. Untuk mengetahui macam-macam obat anemia.
3. Untuk mengetahui cara kerja atau khasiat obat anemia.
4. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi obat anemia.
5. Untuk mengetahui dosis yang digunakan.
6. Untuk mengetahui efek samping dan cara mengatasinya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anemia Pada Ibu Hamil


1. Pengertian Anemia
Anemia dalam kehamilan merupakan suatu kondisi dengan kadar
hemoglobin (Hb) < 11 gr% ditandai dengan keluhan badan lemas, pucat,
mata berkunang-kunang bahkan jantung berdebar. Upaya pemeliharaan
kesehatan pada masa kehamilan harus di mulai sejak janin masih dalam
kandungan dengan meningkatkan nutrisi dan asupan gizi selama
kehamilan. Status gizi selama kehamilan dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin yang sedang di kandung. Penilaian status gizi ibu hamil
salah satunya dapat dilakukan melalui pengukuran kadar Hb, dengan
diketahui kadar Hb dapat mendiagnosis terjadinya anemia. Anemia pada
ibu hamil bukanlah masalah sederhana karena sel darah merah mempunyai
peranan penting membawa nutrisi dan oksigen untuk pertumbuhan janin
(Fajrin, 2020). Setengah dari wanita hamil mengalami anemia di
seluruh dunia. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa anemia ibu
selama kehamilan merupakan faktor risiko untuk hasil perinatal yang
merugikan seperti kelahiran prematur, berat badan lahir rendah (BBLR),
sehingga setiap ibu hamil perlu tercukupi kebutuhan zat besi selama
kehamilan. Saat keadaan tidak hamil, kebutuhan zat besi biasanya dapat
dipenuhi dari menu makanan sehat dan seimbang. Tetapi dalam keadaan
hamil, suplai zat besi dari makanan masih belum mencukupi sehingga
dibutuhkan suplemen berupa tablet tambah darah/Fe (Fajrin, 2020).
2. Cara Penilaian Anemia
Dalam kehamilan merupakan suatu kondisi dengan kadar
hemoglobin (Hb) < 11 gr% ditandai dengan keluhan badan lemas, pucat,
mata berkunang-kunang bahkan jantung berdebar. Upaya pemeliharaan
kesehatan pada masa kehamilan harus di mulai sejak janin masih dalam
kandungan dengan meningkatkan nutrisi dan asupan gizi selama

3
kehamilan. Status gizi selama kehamilan dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin yang sedang di kandung. Penilaian status gizi ibu hamil
salah satunya dapat dilakukan melalui pengukuran kadar Hb, dengan
diketahui kadar Hb dapat mendiagnosis terjadinya anemia. Di antara
metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan paling
sederhana adalah metode Sahli, dan yang lebih canggih adalah metode
sianmethemoglobin, pemeriksaan Hb elektrik. Pada metode Sahli,
hemoglobindihidrolisis dengan HCl menjadi globin ferroheme. Ferroheme
oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi menjadi ferriheme yang segera
bereaksi dengan ion CI membentuk ferrihemechlorid yang juga disebut
hematin atau hemin yang berwarna coklat. Warna yang terbentuk ini
dibandingkan dengan warna standar (hanya dengan mata telanjang). Untuk
memudahkan perbandingan warna standar dibuat konstan, yang diubah
adalah warna hemin yang terbentuk. Perubahan warna hemin dibuat
dengan cara pengenceran sedemikian rupa sehingga warnanya sama
dengan warna standar.
3. Faktor Penyebab Anemia
Faktor penyebab anemia pada ibu hamil adalah rendahnya
konsumsi zat gizi besi dan konsumsi tablet tambah darah. Faktor lainnya
yaitu kurangnya kandungan zat besi dalam makanan sehari-hari,
penyerapan zat besi dari makanan yang sangat rendah, adanya zat-zat yang
menghambat penyerapan zat besi, dan adanya parasit di dalam tubuh
seperti cacing tambang atau cacing pita, diare, atau kehilangan banyak
darah akibat kecelakan atau operasi. Dapat juga disebabkan karena
kebutuhan meningkat seperti pada ibu hamil, malabsorbsi dan diet yang
buruk. Selain itu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya anemia
kehamilan diantaranya sikap, gravid, umur, paritas, tingkat pendidikan,
status ekonomi dan kepatuhan konsumsi tablet Fe (Keisnawati, dkk, 2015).
Faktor umur merupakan faktor risiko kejadian anemia pada ibu hamil.
Umur seorang ibu berkaitan dengan alat – alat reproduksi wanita. Umur
reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 – 35 tahun. Kehamilan

4
diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena
pada kehamilan diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya
cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami
keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap
pemenuhan kebutuhan zat – zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan
pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya
tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini. Hasil
penelitian didapatkan bahwa umur ibu pada saat hamil sangat berpengaruh
terhadap kajadian anemia (Amirrudin dan Wahyuddin, 2014). Paritas
merupakan salah satu faktor penting dalam kejadian anemia zat besi pada
ibu hamil. Menurut Manuaba (2010), wanita yang sering mengalami
kehamilan dan melahirkan makin anemia karena banyak kehilangan zat
besi, hal ini disebabkan selama kehamilan wanita menggunakan cadangan
besi yang ada di dalam tubuhnya (Salmariantyty, 2012). Upaya pemerintah
yang dilakukan untuk menangani anemia pada ibu hamil salah satunya
adalah program pemberian tablet tambah darah.
2.2 Pengertian Obat Anemia
Obat yang dapat diberikan berupa suplemen zat besi (Fe) untuk
memulihkan kekurangan sel darah merah. Selain zat besi, vitamin B12 sering
diberikan untuk pengobatan anemia pernisiosa. Jalan terakhir jika anemia
sudah mencapai stadium akut dan parah adalah dengan transfusi darah.
1. Anemia Dalam Kehamilan
Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan. Hal ini disebabkan
karena dalam kehamilan keperluan zat – zat makanan bertambah dan
terjadi pula perubahan dalam darah dan sumsum tulang.
Darah bertambah banyak dalam kehamilan disebut hidremia atau
hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel-sel darah kurang
dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi peng-enceran
darah. Anemia dalam kehamilan sering terjadi terutama bila jarak antar
kehamilan pendek. Anemia dalam kehamilan menyebabkan: resiko infeksi
dan perdarahan. Pasca persalinan. Faktor nutrisi utama yang terkait : Zat

5
Besi, Asam Folat, Vitamin B. Penyebabnya : Kurang gizi, Kurang zat besi
dalam diet, Malabsorpsi, Penyakit – penyakit kronik
Gejala :
a. Takikardia
b. Gejala rasa lesu bagi sebagian besar wanita hamil dianggap biasa
maka gejala yang terkait dengan anemia dalam kehamilan jarang
muncul
c. Vasodilatasi perifer selama kehamilan menyebabkan wanita hamil
yang menderita anemia tidak nampak pucat.
d. Pemeriksaan kadar hemoglobin secara teratur pada wanita hamil
menu-runkan angka kejadian wanita hamil inpartus yang mengalami
anemia.
e. Pengaruh anemia dalam kehamilan, anemia dalam kehamilan
memberi pengaruh kurang baik bagi ibu baik dalam kehamilan,
persalinan maupun dalam masa nifas dan masa selanjutnya.
Berbagai penyulit dapat timbul akibat anemia seperti : Abortus,
Partus prematur, Perdarahan postpartum, Syok,Infeksi baik
intrapartum maupun postpartum.
2. Anemia Defisiensi Besi
Merupakan anemia yang paling sering ditemukan. Dapat
disebabkan karena kurang asupan besi dalam makanan, gangguan resorpsi,
gangguan penggunaan, atau karena pengeluaran besi terlalu banyak dari
tubuh misalnya pada perdarahan. Jika terjadi defisiensi besi, maka suplai
ke sumsum tulang juga berkurang sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhan basal produksi Hb. Hal ini menyebabkan setiap sel darah merah
yang terbentuk mengandung sedikit Hb.
Keperluan besi bertambah dalam kehamilan terutama dalam
trimester terakhir. Apabila masuknya besi tidak ditambah dalam kehamilan
maka mudah terjadi defisiensi besi, lebih-lebih pada kehamilan kembar.
Lagi pula di daerah khatulistiwa besi lebih banyak ke luar melalui air
peluh dan kulit. Di Indonesia asupan besi per hari untuk wanita tidak hamil

6
(12 mg), wanita hamil (17 mg), wanita menyusui (17 mg). Perubahan
adaptatif selama kehamilan : hemodilusi menyebabkan penurunan kadar
hemoglobin. Kadar Hb normal selama kehamilan > 110 g/L.
Terapi :Pencegahan : 100 mg Zat Besi dan Asam Folat 400 mcg/hari. Bila
asupan per oral dalam dosis besar tidak dapat dilaksanakan – alternatif:
pemberian zat besi parenteral.
3. Anemia Megaloblastik
Disebabkan karena defisiensi asam folat, jarang sekali karena
defisiensi vitamin B12. Asam folat dibutuhkan dalam pembentukan asam
nukleat dan defisiensi asam folat menyebabkan gangguan proliferasi sel –
( antara lain prilferasi sel sumsum tulang ). Pada anemia ini, terjadi
hambatan sintesis DNA menyebabkan partum-buhan sel yang tidak
seimbang. Namun ketika pembelahan sel terhambat, sintesis RNA tidak
terpengaruh. Hasilnya adalah komponen sitoplasma terutama hemoglobin
disintesis dalam jumlah berlebihan selama penundaan pembelahan sel.
Akhirnya terjadi peningkatan dalam ukuran sel. Defisiensi asam folat
sering berdampingan dengan defisiensi besi dalam kehamilan.
Anemia megaloblastik dalam kehamilan umumnya mempunyai
prognosis yang cukup baik. Pengobatan dengan asam folat hampir selalu
berhasil. Apabila penderita mencapai masa nifas dengan selamat dengan
atau tanpa pengobatan maka anemianya akan sembuh dan tidak akan
timbul lagi. Hal ini disebabkan karena dengan lahirnya anak keperluan
akan asam folik jauh berkurang. Anemia megaloblastik dalam kehamilan
yang berat tidak diobati mempunyai prognosis kurang baik. Angka
kematian bagi ibu mendekati 50% dan anak 90%. Terapi : Defisiensi asam
folat diatasi dengan Pemberian 5 mg asam folat 3 dd 1 selama kehamilan.
a. Etiologi :
 Diet yang buruk
 Sakit berkepanjangan
 Gangguan Traktus Gastrointestinal
 Antibiotika oral

7
 Defisiensi vitamin C
 Penyakit hepar
4. Anemia Hipoplastik/ Aplastik
Disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel
darah baru. Kegagalan sumsum tulang yang menyebabkan anemia jarang
terjadi selama kehamilan. Pada kehamilan biasanya sembuh spontan dan
diperkirakan merupakan reaksi imunologis yang terjadi selama kehamilan
Biasanya anemia hipoplastik karena kehamilan apabila selamat
mencapai masa nifas akan sembuh dengan sendirinya. Dalam kehamilan
berikutnya biasanya wanita menderita anemia hipoplastik lagi. Pada
kondisi yang berat jika tidak diobati mempunyai prognosis yang buruk
bagi ibu maupun anak. Gejalanya Pucat, lesu, takikardia, ulkus,
tenggorokan yang nyeri dan demam. Penyebabnya : kerusakan sumsum
tulang, defisiensi besi, stimulus eritropoetin yang inadekuat (dapat
disebabkan karena gangguan fungsi ginjal, atau penurunan kebutuhan O2
jaringan akibat penyakit metabolik seperti hipotiroid).
a. Terapi :
1) Hindari faktor – faktor penyebab
2) Prednisolone 10 – 20 mg qid
3) Tranfusi PRC-packed red cell dan trombosit (terminasi kehamilan)
4) Transplantasi sumsum tulang
5. Anemia Hemolitik
Pada anemia ini terjadi penghancuran sel darah merah berlangsung
lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar
menjadi hamil, apabila hamil maka anemia menjadi lebih berat.
Sebaliknya mungkin bahwa kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada
wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia.
Gejala proses hemolitik seperti anemia. Disamping itu terdapat
tanda regenerasi darah sumsum tulang. Pada hemolisis yang berlangsung
lama dijumpai pembesaran limpa dan pada kasus herediter kadang disertai
kelainan radiologis pada tengkorak dan tulang lain.

8
6. “Sickle Cell” Anemia
Sickle Cell Anemia adalah kelainan genetik yang hampir selalu
terjadi pada pasien kulit hitam. Ditandai dengan adanya kelainan molekul
hemoglobin yang disebut hemoglobin S sehingga bentuk eritrosit seperti
bulan sabit. Gambaran Klinik : Ditandai dengan anemia hemolitik kronis
dengan krisis berulang, Sering menderita UTI – urinary tract infection, Sel
eritrosit cenderung berubah bentuk saat terjadi hipoksia. Gejala dan Tanda
Anemia kronis: Eritrosit berubah bentuk seperti bulan sabit, Krisis
perdarahan, Manisfestasi lain : Kepekaan terhadap infeksi bakteri
meningkat, Pneumonia Bronchopneumonia, Infark paru, Kerusakan ginja,l
Gangguan SSP, Gangguan Mata.
2.3 Macam-Macam Obat Anemia
1. Zat - zat Anti Anemia
a. Asam Folat
Sumbernya sayuran berwarna hijau, hati, ragi, buah-buahan. Dalam
bahan makanan tersebut asam folat terdapat dalam senyawa konjugasi
(poligutamat). Senyawa ini dalam hati akan diuraikan oleh enzim dan
direduksi menjadi zat aktifnya (tetrahidro folic acid). Zat ini untuk
sintesis DNA dan RNA serta pembelahan sel.
b. Zat Besi (Fe)
Dalam makanan, zat besi terikat sebagai ferri kompleks, tetapi
dalam lambang diubah menjadi ferro klorida. Resorpsi hanya
berlangsung dalam duodenum, dalam lingkungan asam netral garam
ferro lebih mudah larut. Setalah diserap sebagai darah, maka akan
bergabung dalam protein menjadi ferritin yang disimpan sebagai
cadangan, sebagian diangkut ke sumsum tulang, hati dan sel-sel lain
untuk sintesa hemoglobin dan enzim zat besi (metalo enzim).
Kebutuhan zat besi sehari 1 - 2 mg.
Gejala kekurangan zat besi seperti anemi hipokrom, yaitu pucat,
letih dan lesu, jari - jari dingin, jantung berdebar, nyeri lidah, kuku dan
kulit keriput. Defisiensi ini dapat diobati dengan pemberian garam-

9
garam ferro per - oral, misalnya ferro fumarat, ferro sulfat, ferro
klorida, dan lainnya. Pemberian parenteral hanya bila ada kelainan
lambung (pendarahan) atau rangsangan yang hebat. Lagipula ada
bahaya over dosis, sedangkan peroral tidak akan terjadi over dosis
sebab ada rintangan kontrol usus, kecuali pada anak-anak dimana
kontrol usus belum sempurna.
c. Vitamin B12 (Cyanocobalamin)
Sumber vitamin ini adalah makanan dari hewan: hati, daging, telur,
susu, dalam bentuk ikatan dengan protein. Kebutuhan orang sehari 2-5
mcg. Dalam lambung vitamin B12 dilepas dari ikatan kompleksnya
dengan protein oleh HCL yang segera diikat oleh glukoprotein yang
disebut intrinsik factor (Castle 1929) yang dihasilkan oleh mukosa
lambung bagian dasar. Dengan pengikatan ini zat tersebut baru dapat
diserap oleh reseptor spesifik di usus halus (ileum). Setelah diserap
vitamin B12 diangkut dan ditimbun dalam hati yang secara bertahap
dilepas sesuai kebutuhan tubuh. Defisiensi vitamin B12 dengan
gejala-gejala menglobaster, nyeri lidah, degenerasi otak, sumsum
tulang dan depresi psikis. Pengobatan terutama dengan injeksi, oral
vitamin B12 dengan kombinasi intrinsic factor (serbuk pylorus).
Obat - obat Anti Anemia (hematinika)
No Nama Generik Nama Sediaan Produsen
Dagang
1 Ferrosi sulfas + Asam Ferolat Tiap tablet: Indofarma
Folat Fe. Sulfat eksikatus
200mg, asam folat
0,25mg
2 Cyanocobalamin Vitamin 50mg/tablet IPI
B1₂
3 Fe Fumarat + Vit C + Ferofort Per Kapsul : Kalbe Farma
Vit. B dll Ferro Fumarate +
Vit. C + Folic Acid
+ Vit.B1 + Vit.B₂ +
Vit B6 + Vit B1₂ +
Niacinamide + Ca
Panthothenat +
Lyisin + Dioctyl

10
Na Sulfasuccinate
4 Fe Gluconat + Vit C + Sangobion Per Kapsul : Merck
Asam Folat Fe-Gluconate +
CuSO₄ + Mn
Sulfate + Vit C +
Folic Acid + Vit
B1₂ + Sorbitol
2. Terapi non farmakologi.
a. Mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi seperti sayuran,
daging, ikan dan unggas.
b. Dapat digunakan suplemen multi-vitamin yang mengandung vitamin
B12 dan asam folat sebagai terapi profilaksis maupun memperbaiki
defisiensi vitamin B12 ataupun asam folat.
c. Pada pasien dengan anemia kritis dapat dilakukan transfusi sel darah
merah. Anemia kronis yang ditandai dengan gejala parah seperti
denyut jantung cepat, nafas tersengal dan pingsan mungkin harus
segera ditangani dengan transfusi darah.
3. Terapi farmakologi
Terapi untuk anemia bisa dilakukan dengan transfusi darah, transfusi
RBC untuk geriatri, pemberian oral atau parenteral vitamin B12, induksi
asam folat (menginduksi remisi eksogen hematologi). Pemberian
parenteral asam folat jarang diperlukan , karena asam folat oral diserap
dengan baik bahkan pada pasien dengan sindrom malabsorpsi . Dosis 1
mg asam folat oral setiap hari sudah cukup untuk memulihkan anemia
megaloblastik , memulihkan kadar folat serum normal (Katzung, 2009).
2.4 Cara Kerja Obat Anemia
1. Tablet Besi (Fe)
Absorpsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di
duodenum dan jejenum proksimal; makin ke distal absorpsinya makin
berkurang. Zat ini lebih mudah di absorpsi dalam bentuk fero.
Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion
fero yang sudah di absorpsi akan di ubah menjadi ion feri dalam sel
mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk kedalam plasma dengan

11
perantara transferin, atau diubah menjadi feritin dan di simpan dalam sel
mukosa usus. Secara umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi dan
kebutuhan akan zat besi rendah, maka lebih banyak Fe di ubah menjadi
feritin. Setelah di absorpsi, Fe dalam tubuh akan di ikat dalam transferin
(siderofilin), suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian di angkut
ke beberapa jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot Fe.
Indikasi :Sediaan Fe hanya diindikasikan untuk pencegahan dan
pengobatan Anemia defisiensi Fe. Penggunaan diluar indikasi ini,
cenderung menyebabkan penyakit penimbunan besi dan keracunan besi.
a. Efek samping :
Intoleransi terhadap sediaan oral, Gejalanya: mual dan nyeri
lambung, konstipasi, diare dan kolik. Gangguan ini dapat dikurangi
dengan mengurangi dosis atau dengan pemberian sesudah makan,
walaupun dg cara ini absorpsi dapat berkurang.
Pemberian scr IM dapat menyebabkan reaksi lokal pada tempat
suntikan berupa rasa sakit, warna coklat pd tempat suntikan,
peradangan lokal.
Pada pemberian IV, dapat terjadi reaksi sistemik. Reaksi yg dapat
terjadi dlm 10 menit setelah suntikan adalah: sakit kepala, nyeri otot
dan sendi, hemolisis, takikardi, flushing, berkeringat, mual, muntah,
bronkospasme, hipotensi, pusing dan kolaps
Reaksi yg lebih sering timbul dalam ½ – 24 jam setelah suntikan:
demam, menggigil, rash, urtikaria,nyeri dada,rasa sakit pada seluruh
badan dan ensefalopatia, syok atau henti jantung.
Intoksikasi akut : dpt terjadi setelah menelan Fe sebanyak 1 g. pada
sal cerna terjadi iritasi, korosi, sampai terjadi nekrosis. Gejalanya:
mual muntah, diare, hemetemesis serta feses berwarna hitam krn
perdarahan pada sal. , syok dan akhirnya kolaps kardiovaskular dg
bahaya kematian. Terapi intoksikasi akut adalah sbb:Diusahakan agar
pasien muntah, Diberikan susu atau telur yang dapat mengikat Fe sbg
kompleks protein Fe, Bila obat diminum kurang dari 1 jam

12
sebelumnya, dapat dilakukan bilasan lambung dg larutan nat
bikarbonat 1%, Bila lebih dari 1 jam bilasan lambung dpt
menyebabkan perforasi,Untuk mengatasi efek toksik sistemik maupun
lokal pemberian deferoksamin (kelator) spesifik untuk besi.
2. VITAMIN B12 (Sianokobalamin)
Sianokobalamin diabsorpsi baik dan cepat setelah pemberian IM
dan SK . Kadar dalam plasma mencapai puncak dalam waktu 1 jam setelah
suntikan IM. Absorpsi ini berlangsung dengan 2 mekanisme yaitu dengan
perantaraan faktor instrinsik castle (fic) dan absorpsi secara langsung.
Setelah di absorpsi, hampir semua vitamin B12 dalam darah terikat dengan
protein plasma sebagian besar terikat pada beta-globulin (transkobalamin
II),Sisanya terikat pada alfa-glikoprotein (transkobalamin I) dan inter-alfa-
glikoprotein ( transkobalamin III) vitamin B12 yang terikat pada
transkobalamin II akan di angkut ke berbagai jaringan, terutam hati yang
merupakan gudang utama penyimpanan vitamin B12 (50-90% ). Kadar
normal vitamin B12 dalam plasma adalah 200-900 pg ml dengan simpanan
sebanyak 1-10 mg dalam hepar.
Fungsi metabolik :Vit B12 bersama asam folat sangat penting
untuk metabolisme intrasel. Keduanya dibutuhkan untuk sintesis DNA
yang normal, sehingga defisiensi salah satu vitamin ini menimbulkan
gangguan produksi dan maturasi eritrosit (anemia megaloblastik).
Defisiensi Vit B12 juga menyebabkan kelainan neurologik. Bila tidak
cepat diobati dapat membuat pasien cacat seumur hidup. Dosis : Anemia
pernisiosa: 1 -10 mg sehari yg diberikan selama 190 hari, Terapi awal:
dosis 100 mg sehari parenteral selama 5 – 10 hari, Terapi penunjang: dosis
pemeliharaan 100-200 mg sebulan sekali sampai diperoleh remisi yg
lengkap (jumlah eritrosit dalam darah +4,5 juta/mm3) dan morfologi
hematologik berada dalam batas-batas normal.
3. Asam Folat
Pada pemberian oral absorpsi folat baik sekali, terutama di 1/3
bagian proksimal usus halus. Dengan dosis oral yang kecil, absorpsi

13
memerlukan energi, sedangkan pada kadar tinggi absorpsi dapat
berlangsung secar difusi. Walaupun terdapat gangguan pada usus halus,
absorpsi folat biasanya masih mencukupi kebutuhan terutama sebagai
PmGA.
Defisiensi folat sering merupakan komplikasi dari:gangguan di
usus kecil, alkoholisme yg menyebabkan asupan makanan buruk, efek
toksik alkohol pada sel hepar, anemia hemolitik yg menyebabkan laju
malih eritrosit tinggi, Obat-obat yang dapat menurunkan kadar folat dalam
plasma. Indikasi:Penggunaan folat adalah pada pencegahan dan
pengobatan defisiensi folat, Kebutuhan asam folat meningkat pada wanita
hamil, sekurang kurangnya 500 mg per hari, Hasil penelitian menunjukkan
adanya hubungan kuat antara individu antara defisiensi asam folat pada
ibu dengan insiden defek neural tuibe, spt spina bifida dan anensefalus
pada bayi yg dilahirkan. Dosis : Tergantung dari beratnya anemia dan
komplikasi yg ada. Untuk diagnostik: 0,1 mg per oral selama 10 hari.
4. Eritropoietin
Berinteraksi dengan reseptor eritropoietin pada permukaan sel
induk sel darah merah, menstimulasi poloferasi dan diferensiasi eritroit.
Eritropoietin juga menginduksi pelepasan retikulosis dari sumsum tulang.
Eritrpoietin endogen diproduksi oleh ginjal sebagai respon terhadap
hipoksia jaringan. Bila terjadi Anemia maka eritropoietin diproduksi lebih
banyak olh ginjal, dan hal ini merupakan tanda bagi sumsum tulang untuk
memproduksi sel darah.
Indikasi :Eritropoietin terutama diindikasikan untuk anemia pada
pasien gagal ginjal kronik. Pemberian eritropoietin dapat meningkatkan
kadar hematokrit dan hemoglobin, dan mengurangi/menghindarkan
kebutuhan transfusi. Dosisnya:50-150 IU/kg secara IV atau subkutan 3 x
seminggu. Untuk pasien anemia akibat gangguan primer atau sekunder
pada sumsum tulang kurang memberikan respon terhadap pemberian
eritropoietin. Untuk pasien ibi dosisnya lebih tinggi, sekitar 150-300 IU/L

14
3 x seminggu. Efek samping : Hipertensi bertambah berat, paling sering
akibat peningkatan hematokrit yg terlalu cepat.
2.5 Indikasi & Kontraindikasi
1. Tablet Fe
a. Indikasi
Untuk pengobatan pada defisiensi zat besi laten dan anemia (anemia
defisiensi zat besi). Terapi pencegahan defisiensi zat besi selama masa
kehamilan.
b. Kontraindikasi
 Kelebihan zat besi, misalnya kondisi hemokromatosis,
hemosiderosis.
 Gangguan pada utilisasi zat besi, misalnya kondisi lead anaemia,
sideroachrestic anaemia, talasemia.
 Anemia yang tidak disebabkan oleh defisiensi zat besi misalnya
anemia hemolitik.
 Hipersensitif/alergi terhadap salah satu komponen dalam obat.
c. Dosis Dan Aturan Pakai
Dosis dan lamanya terapi tergantung pada tingkat defisiensi zat
besi. Anak-anak (>12 tahun), dewasa dan ibu menyusui : Gejala
defisiensi zat besi : 1 tablet, 1 – 3 hari sehari selama 3 – 5 bulan,
sampai diperoleh angka haemoglobin normal. Selanjutnya terapi
diteruskan selama beberapa minggu dengan 1 tablet sehari untuk
melengkapi cadangan zat besi.
Defisiensi zat besi laten : 1 tablet sehari. Wanita hamil : Gejala
defisiensi zat besi : 1 tablet dua sampai tiga kali sehari sampai didapat
angka haemoglobin normal. Selanjutnya terapi diteruskan dengan 1
tablet sehari setidaknya sampai akhir masa kehamilan untuk
melengkapi cadangan zat besi.
Defisiensi zat besi laten dan pencegahan defisiensi zat besi : 1
tablet sehari. Dosis harian dapat dibagi dalam beberapa dosis atau
dapat dimakan sekaligus. Maltofer tablet dapat dikunyah atau ditelan

15
langsung dan harus dimakan selama atau segera setelah makan. Jika
zat besi diperlukan dengan segera (Hb rendah, pengobatan bersamaan
dengan EPO, dll), sebaiknya digunakan sediaan zat besi parenteral
untuk mensubtitusi zat besi sehingga zat besi tersedia dengan cepat.
2. B12 (Sianokobalamin)
a. Indikasi
Anemia megaloblastik, pasca pembedahan lambung total dan
pemotongan usus, defisiensi vitamin B12.
b. Kontraindikasi
Hipersensitivitas, tidak boleh digunakan untuk anemia megaloblastik
pada wanita hamil.
c. Dosis
Per oral : untuk defisiensi B12 karena faktor asupan makanan: dewasa
50-150 mikrogram atau lebih, anak 50-105 mikrogram sehari,
1-3x/hari. Injeksi intramuskular : dosis awal 1mg, diulang 10x dengan
interval 2-3 hari. Dosis rumatan 1 mg per bulan. Sediaan: tablet 50
mikrogram, liquid 35 microgram/5 ml, injeksi 1 mg/ml.
3. Asam Folat
a. Indikasi
Penggunaan folat yang rasional adalah pada pencegahan dan
pengobtan defisiensi folat harus di ingat bahwa penggunaan secara
membabibuta pada pasien anemia pemisiosa dapat merugikan pasien,
sebab folat dapat memperbaiki kelainan darah pada anemia pemisiosa
tanpa memperbaiki kelainan neurologi sehingga dapat berakibat pasien
cacat seumur hidup
Kebutuhan asam folat meningkat pada wanta hamil, dan dapat
menyebabkan defisiensi asam folat bila tidak atau kurang mendapatkan
asupan asam folat dari makananya. Beberapa penelitian mendapat
adanya hubungan kuat antara defisiensi asam folat pada ibu dengan
insisens defek neural tube, seperti sapina bifida dan anensefalus, pada
bayi yang dilahirkan. Wanita hamil membutuhkan sekurang-kurangnya

16
500 mg asam folat per hari suplementasi asam folat di butuhkan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, untuk mengurangi insidens defek
neuran tube.
b. Kontraindikasi
Kontraindikasi Utama : Pengobatan Anemia Pernisiosa dan Anemia
megaloblastik lainnya yang diakibatkan defisiensi vitamin B 12.
Penderita dengan anemia pernisiosa tidak boleh diobati dengan
asam folat sebelum diberikan vitamin B12 (karena pada keadaan ini
asam folat mungkin hanya menyembuhkan secara hematologik tetapi
memperbanyak manifestasi neurologik dan defisiensi vitamin B12).
Masalah yang paling sering ditemukan dalam obstatri adalah
peningkatan resiko konvulsi pada wanita yang menderita epilepsi
(MRC, 1991). Wanita yang beresiko tinggi untuk mengalami anemia
pernisiosa harus menjalani pemeriksaan kadar vitamin B12 dalam
serum darahnya sesegera mungkin untuk menyingkirkan keadaan yang
berpotensi sangat mengganggu kesehatan tetapi dapat diobati. Jika
diberikan pada penderita anemia pernisiosa, suplemen asam folat
khususnya dengan dosis tinggi akan menutupi tanda dan gejala
kelainan yang progresif yang masuk (anemia dan glositis) sehingga
degenerasi neurologis yang menyertai kelainan tersebut berlangsung
tanpa diketahui (BNF, 2000). Bahaya menutupi gejala anemia
pernisiosa ini merupakan salah satu alasan mengapa otoritas kesehatan
tidak bersedia untuk melakukan fortifikasi roti dan sereal dengan asam
folat. Anemia pernisiosa terutama mengenai wanita dengan usia yang
lebih lanjut, tetapi kadang-kadang dapat terjadi pada wanita muda
dengan riwayat kelainan ini yang kuat dalam keluarganya.
c. Dosis
Yang digunakan tergantung dari beratnya anemia dan komplikasi yang
ada. Umumnya folat diberikan per oral, tetapi bila keadaan tidak
memungkinkan, folat diberikan secar IM atau SK.

17
Untuk tujuan diagnostik digunakan dosis 0,1 mg per oral selam 10
hari yang hanya menimbulkan respons hematologik pada pasien
defisiensi folat. Hal ini membedakannya dengan defisiensi vitamin
B12 yang baru memberikan respons hematologik dengan dosis 0,2 mg
per hari atau lebih.
4. ERITROPIN
a. Indikasi
Pengobatan anemia pd gagal ginjal kronik. Pengobatan anemia pd
pasien kanker yg menjalani kemoterapi. Meningkatkan kadar sel darah
merah pd donasi darah, mencegah penurunan kadar hemoglobin pd
pasien yg akan menjalankan bedah mayor.
b. Kontra indikasi
Hipertensi yg tdk terkendali. Hipersensitif td produk derivat sel hewan
mamalia atau albumine manusia. Anemia.
c. Dosis
Gagal ginjal kronik Dosis awal 50 units/kgBB inj IV atau SK selama
1-2 mnt selama 4 minggu. Dosis dpt ditingkatkan s/d 25 units/kg
selama 4 minggu. Jika anemai sudah dikoreksi, diberikan dosis
pemeliharaan 25-50 units/kgBB2-3x/minggu.
2.6 Efek Samping & Cara Mengatasi
Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi dalam sediaan
oral, dan ini sangat tergantung dari jumlah Fe yang dapat larut dan yang
diabsorpsi pada setiap pemberian. Gejala yang timbul dapat berupa mual dan
nyari lambung (+ - 7 – 20 %),konstipasi (+ - 10 %), diare (+ - 5 %) dan kolik.
Gangguan ini biasa ringan dan dapat dikurangi dengan mengurangi dosis atau
dengan pemberian sesudah makan, walaupun dengan cara ini absorpsi dapat
berkurang. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Pemberian Fe secara IM dapat menyebabkan reaksi local pada tempat
suntikan yaitu berupa rasa sakit,warna coklat pada tempat suntikan,
peradangan lokal dengan pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan lokal

18
lebih sering terjadi pada pemakaian IM dibandingkan IV. (farmakologi dan
terapi FKUI.2007)
Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan
terjadi pada anak akibat menelan terlalu banyak tablet FeSO4 yang seperti
gula-gula. Kelainan utama terdapat pada saluran cerna,mulai dari iritasi,korosi
sampai tejdai neksrosis. Gejala yang timbul berupa mual, muntah, diare,
hemetemesis serta fese berwarna hitam karena perdarahan pada saluran
cerna,syok dan akhirnya kolaps kardiovaskular dengan bahaya kematian. Efek
korosif dapat menyebabkan stenosis pylorus dan terbentuknya jaringan parut
berlebihan dikemudian hari. Gejala keracunan tersebut di atas dapat timbul
dalam waktu 30 menit atau setelah beberapa jam minum obat. Terapi yang
dapat dilakukan adalah pertam-tama diusahakan agar pasien muntah,
kemudian diberikan susu atau telur yang dapat mengikat Fe sebagai kompleks
protein Fe. Bila obat diminum kurang dari 1 jam sebelumnya,dapat dilakukan
bilasan lambung dengan menggunakan larutan natrium bikarbonat 1%.
Selanjutnya kedaan syok dehidrasi dan asidosis harus diatasi. (farmakologi
dan terapi FKUI.2007)

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan :
Anemia adalah turunnya kadar sel darah merah atau hemoglobin
dalam darah (Anonim).anemia dapat diketahuui dengan adanya
pemerisaan darah lengkap laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap
adalah pemeriksaan yang dilakukan pada darah manusia dengan
menghitung seluruh komponen pembentuk darah. Banyak cara penangan
yang dilakukan untuk mengatasi penyakit ini salah satunya adalah
pemberian fe, dan lain - lain.
Obat anemia adalah obat yang dapat diberikan berupa suplemen zat
besi (fe) untuk memulihkan kekurangan sel darah merah. Selain zat besi,
vitamin B12 sering diberikan untuk pengobatan anemia pernisiosa. Jalan
terakhir jika anemia sudah mencapai stadium akut dan parah adalah
dengan transfusi darah.
3.2 Saran
Karena kesehatan adalah nikmat yang paling berharga yang
diberikan oleh Tuhan Maha Esa, maka dari itu keseharan perlu di pelihara,
dan diertahankan. Sebelum mengobati lebih baik mencegah, maka dari itu
keseharan perlu di pelihara, dan diertahankan. Sebelum mengobati lebih
baik mencegah.

20
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan.G.Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUI. Jakarta


Drs.Priyanto, Apt, M. Biomed. 2008. Farmakologi Dasar untuk Mahasiswa
Farmasi dan Keperawatan. Liskonfi. Jawa Barat
http://farmakologibhm.blogspot.co.id/p/blog-page_14.html 08.40

21

Anda mungkin juga menyukai