Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen : Dewi Apriliyanti., Ners., M.Kep

Disusun oleh :

Nama : Elvant Olrando Darlin

Nim : 2019.C.11a.1007

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

          Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Anemia
defisiensi besi. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu proses
pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan, serta dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membaca.
Makalah ini mungkin kurang sempurna, untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini.

Palangka Raya, 11 oktober 2020

Penulis

ii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................................3
2.1 Definisi Anemia Defisiensi Besi..........................................................................3
2.2 Eritropoeitin...........................................................................................................3
2.3 Etiologi....................................................................................................................4
2.4 Gejala Anemia Defisiensi Besi...........................................................................5
2.5 Dampak Anemia Defisiensi Besi........................................................................6
2.6 Terapi ....................................................................................................................7
BAB 3 ASUHAN KEPERAWAAN...............................................................................10
3.1 Pengkajian..............................................................................................................10
3.2 Diagnosa Keperawatan...........................................................................................14
3.3 Rencana Keperawatan............................................................................................15
3.4 Implementasi .........................................................................................................30
3.5 Evaluasi..................................................................................................................32
BAB 4 PENUTUP..........................................................................................................33
4.1 Kesimpulan............................................................................................................33
4.2 Saran......................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................35

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Anemia yang paling umum ditemukan pada masyarakat adalah anemia
defisiensi besi. Diperkirakan 25% dari penduduk dunia atau setara dengan 3,5
milyar orang menderita anemia. Estimasi prevalensi secara global sekitar
51% dimana penyakit ini cenderung berlangsung pada negara yang sedang
berkembang. Pada negara berkembang terdapat 36% dari total perkiraan 3800
juta penduduknya menderita anemia, sedangkan pada negara maju hanya
terdapat 8% dari total perkiraan 1200 juta penduduknya.
Kandungan zat besi dalam tubuh total adalah sekitar 2 gr untuk perempuan
dan 6 gr untuk laki-laki. Sekitar 80% zat besi dalam tubuh fungsional terdapat
dalam Hb, sisanya terdapat di mioglobin dan enzim yang mengandung zat
besi.
Dewasa ini wanita rentan akan penyakit ini. Hal ini dapat dikarenakan
jumlah kebutuhan sel darah merah pada wanita lebih banyak bila
dibandingkan dengan laki – laki. Wanita mengalami fase menstruasi dan fase
kehamilan dan disaat itulah wanita banyak memerlukan pasokan sel darah
merah.
Prevalensi anemia defisiensi besi pada wanita hamil sangatlah tinggi, yaitu
sekitar 55% - 60%. Dalam suatu survei pada 42 desa di Bali yang melibatkan
1684 perempuan hamil didapatkan prevalens anemia defisiensi besi sebesar
46%, sebagian besar derajat anemia ialah ringan. Faktor risiko yang dijumpai
adalah tingkat pendidikan dan kepatuhan meminum pil besi (Baktaet
al, 2009).
Dampak yang ditimbulkan akibat anemia defisiensi besi sangat kompleks.
Menurut Ros dan Horton (1998), anemia defisiensi besi berdampak pada
menurunnya kemampuan motorik anak, menurunnya kemampuan kognitif,
menurunnya kemampuan mental anak, menurunnya produktivitas kerja pada
orang dewasa, yang akhirnya berdampak pada keadaan ekonomi, dan pada
wanita hamil akan menyebabkan buruknya persalinan, berat bayi lahir rendah,

iv
bayi lahir premature, serta dampak negatif lainnya seperti komplikasi
kehamilan dan kelahiran. Akibat lainnya dari anemia defisiensi besi adalah
gangguan pertumbuhan, gangguan imunitas, rentan terhadap pengaruh racun
dari logam-logam berat, dan seterusnya (Wulansari, 2006).

1.2. RUMUSAN MASALAH


1.) Apa anemia defisiensi besi itu?
2.) Mengapa wanita lebih rentan terkena anemia defisiensi besi?
3.) Bagaimana dampak dan cara pencegahan anemia defisiensi besi pada remaja
putri dan ibu hamil?
4.) Bagaimana asuhan keperawatan pada anemia defisiensi besi ?

1.3. TUJUAN
1.) Untuk menginformasikan kepada pembaca tentang definisi dari anemia
defisiensi besi.
2.) Untuk memberi penjelasan kepada pembaca khususnya wanita tentang
mengapa anemia defisiensi besi lebih rentan menimpa wanita.
3.) Untuk menginformasikan bagaimana dampak serta pencegahan anemia
defisiensi besi pada remaja putri dan ibu hamil.
4.) Untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada anemia defisiensi besi.

BAB 2

v
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyed iaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi
kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan
pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi merupakan
anemia yang paling sering dijumpai, terutama negara-negara tropic atau
negara dunia ketiga, oleh karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial
ekonomi (Bakta et al,2009).

2.2. Eritropoeitin
Eriptropoiesis diatur oleh hormone eritropoeitin. Hormon ini adalah
suatu polipeptida yang sangat terglikosikasi yang terdiri dari 165 asam amino
dengan berat molekul 30.400. Normalnya, 90% hormone ini dihasilkan di sel
intertisial peritubular ginjal dan 10%-nya di hati dan tempat lain. Tidak ada
cadangan yang sudah dibentuk sebelumnya dan stimulus untuk pembentukan
eritropoeitin adalah tekanan oksigen (O2) dalam jaringan ginjal. Karena itu
produksi eriptropeitin meningkat pada anemia, jika karena sebab metabolic
dan structural, hemoglobin tidak dapat melepaskan O2 secara normal, jika
O2 atmosfer rendah atau jika gangguan fungsi jantung dan paru atau
kerusakan sirkulasi ginjal mempengaruhi pengiriman O 2 ke ginjal.
Eritropoeitin merangsang eritropoiesis dengan meningkatkan jumlah sel
progenitor yang terikat untuk eritropoiesis. BFUE dan CFUE lanjut yang
mempunyai reseptor eritropoietin terangsang untuk berproliferasi,
berdiferensiasi, dan menghasilkan hemoglobin. Proporsi sel eritroid dalam
sumsum tulang meningkat dan dalam keadaan kronik, terdapat ekspansi
eritropoiesis secara anatomik ke dalam sumsum berlemak dan kadang-kadang
ke lokasi ekstramedular. Pada bayi, rongga sumsum tulang dapat meluas ke
tulang kortikal sehingga menyebabkan deformitas tulang dengan  penonjolan
tulang frontal dan prostrusi maksila atau sel limfoma non Hodgkin menjadi
pola folikular atau difus. Molekul adhesi dapat juga menentukan apakah sel

vi
bersirkulasi atau tidak dalam aliran darah, atau sel tetap dalam jaringan.
Molekul adhesi tersebut sebagian juga dapat menentukan apakah sel tumor
rentan terhadap pertahanan imun tubuh atau tidak (Hoffbrand et al,2005).

2.3 ETIOLOGI
Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau pengunan elemen
tersebut melampaui kecepatan asimilasinya. Penurunan cadangan zat besi jika
bukan pada anemia yang nyata, biasanya dijumpai pada bayi dan remaja
dimana merupakan masa terbanyak pengunan zat besi untuk pertumbuhan.
Neonatal yang lahir dari perempuan dengan defisiensi besi jarang sekali
anemis tetapi memang memilki cadangan zat besi yang rendah. Bayi tidak
memilki cadangan yang diperlukan untuk pertumbuhan setelah lahir. ASI
merupakan sumber zat besi yang akurat secara marginal. Berdasarkan data
dari “The Third National Health and Nutriton Examination Survey”
( NHANES II ), defisiensi besi ditentukan oleh ukuran yang abnormal dari
serum feritn, transfering saturation, dan/atau erythrocyte protophorphyrin.
Kebutuhan zat besi yang sangat tinggi pada laki-laki dalam masa pubertas
dikarenakan peningkatan volume darah, masa otot dan myoglobin. Pada
wanita kebutuhan zat besi setelah menstruasi sangat tinggi karena jumlah
darah yang hilang, rata-rata 20 mg zat besi tiap bulan, akan tetapi pada
beberapa individu ada yang mencapai 58 mg. Pengunan obat kontrasepsi oral
menurunkan jumlah darah yang hilang selama menstruasi, sementara itu alat-
alat intrauterin meningkatkan jumlah darah yang hilang selama menstruasi.
Tambahan beban akibat kehilangan darah karena parasit seperti cacing
tambang menjadikan defisiensi zat besi suatu masalah dengan proporsi yang
mengejutkan.
Penurunan absorpsi zat besi, hal ini terjadi pada banyak keadan klinis. Setelah
gastrektomi parsial atau total, asimilasi zat besi dari makanan tergangu,
terutama 3 akibat peningkatan motiltas dan by pas usus halus proximal, yang
menjadi tempat utama absorpsi zat besi. Pasien dengan diare kronik atau
malabsorpsi usus halus juga dapat menderita defisiensi zat besi, terutama jika
duodenum dan jejunum proximal ikut terlibat. Kadang-kadang anemia

vii
defisiensi zat besi merupakan pelopor dari radang usus non tropical (celiac
sprue ). Kehilangan zat besi, dapat terjadi secara fisiologis atau patologis.
a. Secara Fisiologis :
- Menstruasi

- Kehamilan, pada kehamilan aterm, sekitar 90 mg zat besi hilang dari ibu
kepada fetus, plasenta dan perdarahan pada waktu partus.
b. Secara Patologis :
Perdarahan saluran makan merupakan penyebab paling sering dan
selanjutnya anemia defisiensi besi. Prosesnya sering tiba-tiba. Selain itu
dapat juga karena cacing tambang, pasien dengan telangiektasis herediter
sehinga mudah berdarah, perdarahan traktus gastrourinarius, perdarahan
paru akibat bronkiektasis atau hemosiderosis paru idiopatik.
Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi:
- Wanita menstruasi..

- Wanita menyusui/hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi.

- Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan


yang cepat.
- Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi,
jarang makan daging dan telur selama bertahun-tahun.
- Menderita penyakit maag.

- Penggunaan aspirin jangka panjang.

- Colon cancer.

- Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan


dengan brokoli dan bayam.

2.4 Gejala Anemia Defisiensi Besi


Ada banyak gejala dari anemia, setiap individu tidak akan mengalami
seluruh gejala dan apabila anemianya sangat ringan, gejalanya mungkin tidak
tampak. Beberapa gejalanya antara lain; warna kulit yang pucat, mudah lelah,

viii
peka terhadap cahaya, pusing, lemah, nafas pendek, lidah kotor, kuku sendok,
selera makan turun, sakit kepala (biasanya bagian frontal).
Defisiensi zat besi mengganggu proliferasi dan pertumbuhan sel. Yang
utama adalah sel dari sum-sum tulang, setelah itu sel dari saluran makan.
Akibatnya banyak tanda dan gejala anemia defisiensi besi terlokalisasi pada
sistem organ ini:
- Atropi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang.
- Stomatitis angularis (cheilosis); adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan
- Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklhloridia.

- Selaput pascakrikoid (Sindrom Plummer-Vinson) ; kesulitan dalam


menelan, pada defisiensi zat besi jangka panjang.
- Koilonikia (kuku berbentuk sendok) ; karena pertumbuhan lambat dari
lapisan kuku.
- Koilonychia; kuku sendok (spoon nail), karena pertumbuhan lambat dari
lapisan kuku, kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi
cekung sehingga mirip seperti sendok.
- Menoragia ; gejala yang biasa pada perempuan dengan defisiensi besi.

- Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

2.5 Dampak Anemia Defisiensi Besi


a. Anak – anak :
 Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
 Menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan otak.
 Meningkatkan resiko menderita penyakit infeksi karena d aya tahan
tubuh menurun.
b. Remaja :
 Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai
optimal.
 Menurunkan kemampuan fisik dan kebugaran.

ix
 Menakibatkan muka pucat.
c. Ibu hamil :
 Menimbulkan pendarahan sebelum atau saat persalinan.
 Meningkatkan resiko melahirkan Bayi dengan Berat Lahir Rendah atau
BBLR (<2,5 kg)
 Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian pada ibu
dan/atau bayinya.
2.6 Terapi
Defisiensi zat besi berespons sangat baik terhadap pemberian obat oral
seperti garam besi (misalnya sulfas ferosus) atau sediaan polisakarida zat besi
(misalnya polimaltosa ferosus). Terapi zat besi yang dikombinasikan dengan
diet yang benar untuk meningkatkan penyerapan zat besi dan vitamin C
sangat efektif untuk mengatasi anemia defisiensi besi karena terjadi
peningkatan jumblah hemoglobin dan cadangan zat besi. CDC
merekomendasikan penggunaan elemen zat besi sebesar 60 mg, 1-2 kali
perhari bagi remaja yang menderita anemia. Contoh dari suplemen yang
mengandung zat besi dan kandungan elemen zat besi dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.

Elemental Iron
supplement Total iron (mg)
(mg)
Ferrous sulfate 324 66
Ferrous gluconate 325 36
Feostat chewable 100 33
Feostat liquid 100 33/5 ml
Slow Fe 160 50
Fe 50 extended release 160 50
Ferro-Sequels timed
50 50
release
Feosol caplets 50 50
Sumber: Drug facts and comparisons. St. Louis, MO: Facts and Comparisons,
1998.
Zat besi paling baik diabsorpsi jika dimakan diantara waktu makan.
Sayangnya, ketidaknyamanan abdominal, yang ditandai dengan kembung,
rasa penuh dan rasa sakit yang kadang-kadang, biasanya muncul dengan

x
sediaan besi ini. Tetapi resiko efek samping ini dapat dikurangi dengan cara
menaikkan dosis secara bertahap, menggunakan zat besi dosis rendah, atau
menggunakan preparat yang mengandung elemen besi yang rendah, salah
satunya glukonat ferosus. Kompleks polisakarida zat besi seringkali lebih
berhasil dibandingkan dengan garam zat besi, walaupun kenyataannya tablet
tersebut mengandung 150 mg elemen zat besi. Campuran vitamin yang
mengandung zat besi biasanya harus dihindari, karena sediaan ini mahal dan
mengandung jumblah zat besi yang suboptimal.
Retikulositosis dimulai 3-4 hari setelah inisiasi terapi zat besi, dengan
puncaknya sekitar 10 hari.
Pasien dapat tidak berespon dengan penggantian zat besi sebagai akibat
dari:
- Diagnosis yang tidak benar.

- Ketidak patuhan konsumsi tablet besi (Fe).

- Kehilangan darah melampaui kecepatan penggantian.

- Supresi sum-sum tulang oleh tumor, radang kronik, dll.

- Malabsorpsi, sangat jarang akan tetapi jika terjadi, diperlukan


penggantian zat besi parenteral.
Kompleks dekstran-zat besi dapat digunakan melalui suntikan im
setelah tes dengan dosis 25 mg untuk reaksi alergi.
- 100 mg dekstran-zat besi, per sesi terapi. Pemberian dapat diulang setiap
minggu sampai cadangan zat besi terpenuhi. Traktus Z sebaiknya
digunakan pada suntikan untuk mencegah mengembunnya gabungan
tersebut kedalam dermis, yang dapat menghasilkan pewarnaan kulit yang
tidak dapat dihilangkan.
- Pemberian secara iv dapat dilakukan pada pasien yang tidak dapat
menerima suntikan im atau yang memerlukan koreksi defisiensi zat besi
lebih cepat. Pendekatan yang paling nyaman adalah dengan
mengencerkan 500 mg campuran tersebut kedalam 100 ml cairan salin
steril dan memasukkan dosis percobaan sebanyak 1 ml. jika tidak terjadi
reaksi alergi, sisa solusi dapat diberikan dalam 2 jam. Pemberian iv

xi
sampai 4 g zat besi dalam satu keadaan memungkinkan koreksi defisiensi
zat besi dalam satu sesi. Sekitar 20% dari pasien mengalami artralgia,
menggigil dan demam yang tergantung dari dosis yang diberikan dan
dapat berlangsung sampai beberapa hari setelah infus.
Zat besi-dekstran harus digunakan secara hemat, jika perlu, pada semua
pasien dengan artritis reumatoid, karena gejala tersebut secara nyata dipacu
oleh penyakit ini. Obat anti inflamasi non steroid biasanya mengatur gejala
tersebut. Anafilaksis, komplikasi serius penggunaan zat besi-dekstran, jarang
muncul. Jika gejala awal muncul, infus dihentikan dan perbaikan keadaan
dengan benadril dan
epinefrin dapat dimulai.
Jumlah zat besi yang diperlukan untuk penggantian dapat dihitung dari
defisit
massa sel darah merah, dengan tambahan 1000 mg untuk mengganti
cadangan tubuh. Transfusi darah jarang diperlukan kecuali untuk pasien
dengan anemia defisiensi zat besi yang berat yang mengancam fungsi
kardiovaskular atau cerebrovaskular.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

xii
3.1 Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
a. Gejala :
1)  Keletihan, kelemahan, malaise umum
2)  Kehilangan produktivitas penurunan semangat untuk bekerja
3)  Toleransi  terhadap latihan rendah.
4)  Kebutuhan untuk tidur dan istirahat banyak.
b. Tanda  :
1) Takikardia/takipenia dispenia bekerja atau istirahat.
2) Lelatgi menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada
sekitarnya.
3) Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
4) Ataksia tubuh tidak tegak
5) Bahu menurun, postur tunggal, berjalan lambat dan tanda
tanda lain yang menunjukan keletihan.
2. Sirkulasi
a. Gejala :
1) Riwayat kehilangan darah kronis, misalnya pendarahan GI
kronis mentruasi berat (DB) angina CHF (akibat kerja
jantung berlebihan).
2) Riwayatendokritis infektif kronis.
3) palpitasi. (takikardia komponen).
b. Tanda : 
1) TD peningkatan sisitonik dengan diastolik stabil dan tekanan
nadi melebar : hipotensi postural
2) Disiritmia : abnormalistik EKG mis , depresi segemen ST
dan pendasftaran atau depresi gelombang
3) T : takikardia
4) Bunyi jantung murmur sistolik (DB)
5) Ekstremitas (warna) pucat pada kulit dan membran mukosa
(konjungtiva mulut faring bibir) dan dasar kuku. (catatan
pada pasien kulit hitam,pucat  dapat tampak sebagai keabu

xiii
abuan), kulit seperti berlilin,pucat (aplastik, AP) atau kuning
lemon terang (PA).
6) Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB).
7) Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke
perifer dan fasokontriksi kompensasi). Kuku: mudah patah,
berbentuk seperti sendok (koiloniklia) (DB).
8) Rambut : kering,mudah putus, menipis, tumbur uban secara
prematur (AP).
3. Integritas Ego
a. Gejala : Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pilihan
pengobatan, misalnya   penolakan transfusi darah.
b. Tanda : Depresi
4. Eliminasi
a. Gejala :
1)  Riwayat pielonifritis , gagal ginjal.
2)  Flatulen, sindrom malabsorbsi (DB).
3)  Hematemesis, feses dengan darah segar, melena.
4)  Diare atau konstipasi.
5)  Penurunan haluaran urine.
b. Tanda : Distensi abdomen
5. Makanan/Cairan
a. Gejala :
1) Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah
/ masukan  produk sereal tinggi ( DB).
2) Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring )
.
3) Mual/muntah, dispepsia, anoreksia.
4) Adanya penurunan berat badan.
5) Tidak pernah puas mengunyah atau pika untuk es, kotoran,
tepung jagung, cat, tanah liat . (DB)
b. Tanda :

xiv
1) Lidah tampak merah daging/halus (AP), desfiensi asam folat
dan vitamin B12,membran mukosa kering , pucat.
2) Tugor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas
(DB).
3) Stomatitis dan glositis (status defisiensi)
4) Bibir  : selitis , misalnya Inflamasi bibir dengan sudut mulut
pecah (DB)
6. Hygiene
a. Tanda : Kurang bertenaga, penampilan tak rapih.
7. Neurosensori
a. Gejala :
1) Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinitus,
ketidakmampuan berkonsetrasi.
2) Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
3) Kelamahan, keseimbangan buruk, kaki goyah , parastasie
tangan atau kaki (AP), klaudikasi sensasi menjadi dingin.
b. Tanda :
1) Peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis.
2) Mental : tak mampu berespon lambat dan dangkal.
3) Oftalmik : hemoragis retina (apalastik, ap).
4) Efitaksis, perdarahan dari lubang lubang ( aplastik) .
5) Gangguan koordinasi, ataksia : penurunanrasa getar dan posisi
dan , tanda romberg positif, paralisis (ap).
8. Nyeri/ Keamanan
a. Gejala : Nyeri abdomen samar, sakit kepala (DB)
9. Pernapasan
a. Gejala :
1) Riwayat TB, abses paru.
2) Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
b. Tanda : Takipnea ortopnea ,dan dispnea
10. Keamanan
a. Gejala :

xv
1) Riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia, misalnya
Benzen, insektidia, fenibulzaton, naftalen
2) Riwayat terpanjang pada radiasi baik sebagai pengobatan atau
kecelakaan
3) Riwayat kangker
4) Terapi kanker tidak toleran terhadap dingin/panas.
5) Transfusi darah sebelumnya
6) Gangguan penglihatan.
7) Penyembuh luka buruk sering infeksi
b. Tanda :
1) Demam rendah mengigil
2) Berkeringat malam
3) Limfomadenopati umum.
4) petekien dan ekomisis (aplastik)
11. Seksualitas
a. Gejala :
1) Perubahan aliran nebstruasi misalnya menoragia atau amenore
(DB)
2) Hilang libido (pria/wanita)
3) Imponten.
b. Tanda : Serviks dan dinding vagina pucat.                 
12. Penyuluhan/Pembelajaran
a. Gejala :
1) Kecendrungan keluarga untuk anemia (DB/AP)
2) Penggunaan antikovulsan masa lalu/saat ini antibiotik agen
kemotrapi (gagal sumsum tulang) aspirin obat antiinflamasi
atau antikogulan.
3) Pengguna alkohol klinis
4) Adanya/berulang episode pendarahan aktif (DB)
5) Riwayat penyakit hati ginjal : masalah hematologi penyakit
seliak atau penyakit malabsopsi lain : entrntis regional
manifestasi cacing pita polokointrapi masalah autoimun

xvi
(mis.,antobodi pada sel pariental faktor intrinsik antibodi
tiroid dan sel T)
6) Pembedahan sebelumnya misalnya splektomi ekesi tumor
pengganti katub prostetik eksis bedah dedumen atau rekseksi
gaster gasterektomi pasrsial /total (DB/AP)
7) Riwayat adanya masalah dengan penyembuhan luka atau
perdarahan infeksi kronis penyakit granumolatus kronis atau
kanker ( sekunder anemia ).
13. Pertimbangan
Rencana Pemulangan : Dapat memerlukan bantuan dalam pengobatan
(injeksi) aktivitas perawatan diri dan atau pemeliharaan rumah perubahan
rencana diet.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan patofisiologi di atas ditemukan diagnosa keperawatan sebagai
berikut :
1. Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Penurunan komponen
selular yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrisi ke sel.
2. Intoleran Aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara
suplasi oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
3. Perubahan Nutrisi: Kurang Dari kebutuhan Tubuh berhubungan
denganKegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna
makanan/absorbsi Nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sdm
normal.
4. Integritas Kulit, Kerusakan, Risiko Tinggi Terhadap berhubungan
dengan Perubahan sirkulasi dan neurologis ( anemia ) / Gangguan
mobilitas / Defisit nutrisi
5. Konstipasi Atau Diare berhubungan dengan Penurunan masukan diet /
Perubahan proses pencernaan / Efek samping terapi obat
6. Infeksi, Risiko Tinggi Terhadap berhubungan dengan Pertahanan
sekunder (tidak adekuat misalnya penurunan hemoglobin leukopenia,
atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)

xvii
7. Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Tentang Kondisi Prognosis,
Dan Kebutuhan Pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/
mengingat/ Salah interpretasi informasi.
3.3 Rencana Keperawatan
1. Perubahan Perfusi Jaringan
Dapat dihubungkan dengan : Penurunan komponen selular yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrisi ke sel.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
a. Palpitasi,angina,kulit pucat, membran mukosa, kering, kuku, dan
rambut rapuh.
b. Ekstremitas dingin penularah haluaran urine mual/muntah distensi
abdomen perubahan TD pengisi kapiler lambat ketidak mampuan
berkonsisten disorientasi.
Hasil yang diharapkan kriteria evaluasi pasien akan : Menunjukan perfusi
adekuat misalnya tanda vital stabil membran mukosa warna merah muda
pengisisan kapiler baik, haluran urine adekuat mental seperti biasa.
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Awasi tanda vital kaji Memberikan informasi tentang
pengisian kapiler, warna derajat/kekuatan perfusi
kulit/membran mukosa dasar jaringan dan membantu
kuku. menemukan kebutuhan
intervensi
2. Tinggikan kepala tempat tidur meningkat ekspensi paru dan
sesuai toleransi memaksimalkan oksigen untuk
kebutuhan selular. Catatan
kontraindikasi bila ada
hipotensi.
3. Awasi upaya pernapasan : dispenia generic menunjukan
auskultasi bunyi napas GJK kerena rengangan jantung
berhentikan adventisius lama/peningkatan kompensi
curah jantung.
4. Selidiki keluhan nyeri dada Iskemia selular mempengaruhi
palpasi, jaringan miokardial/protensial

xviii
risiko infark
5. Kaji untuk respon verbal Dapat mengidentifikasi
melambat mudah terangsang gangguan fungsi serebral
agitasi gangguan memori karena hipoksia atau defisiensi
binggung. vitamin B12
6. Orientasi/orientasikan ulang membantu memperbaiki proses
pasien sesuai kebutuhan catat pikir dan kemampuan
jadwal aktivitas pasien berpikir melakukan /mempertahankan
komunikasi dan aktivitas. kebutuhan AKS.
7. Catat keluhan rasa dingin vasokontriksi (Ke organ vital)
pertahankan suhu lingkungan menurunkan sirkulasi perifer.
dan tubuh hangan sesuai Kenyamanan pasien/kebutuhan
indikasi. rasa hangat harus seimbang
dengan kebutuhan untuk
menghindari panas berlebihan
pencetus vasodilatasi
(Penurunan Fungsi Organ)
8. Hindari penggunaan bantalan Termostrap jaringan dermal
penghangat atau botol air dangkal karena gangguan
panas. Ukur suhu air mandi oksigen.
dengan thermometer
Kolaborasi :
9. Awasi pemeriksaan Mengidentifikasi definisi dan
laboraturium mis.Hb/Ht dan kebutuhan pengobatan respon
jumlah SDM,GDA terhadap terapi.
10. Berikan SDM darah meningkatkan jumlah sel
lengkap/packed produk darah pembawa oksigen ;
sesuai indikasi. Awasi ketat memperbaiki definisi untuk
untuk komplikasi transfusi. Menurunkan resiko pendarahan,
11. Berikan oksigen tambahan Maksimal transpor oksigen
sesuai indikasi kejaringan.
12. Siapkan intervensi Transplasi sumsum tulang
pembedahan sesuai indikasi belakang pada kegagalan
tulang/anemia plastrik

xix
2. Intoleran Aktivitas
Dapat dihubungin dengan : Ketidakseimbangan antara suplasi oksigen
(pengiriman ) dan kebutuhan.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
a. Kelemahan dan kelelahan
b. Mengeluh penurunan toleransi aktivitas/latihan  
c. Lebih banyak memerlukan istirahat tidur.
d. Palpitasi, takkikardia, peningkatan tekanan darah atau respons
pernapasan dengan kerja ringan
Kriteria Hasil yang diharapkan :
a. Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasu aktivitas sehari-
hari).                                  
b. Menunjukan penurunan tanda fisiologi intoleransi misalnya nadi
pernapasan dan TD masih dalam rentang normal pasien.
Intervesi Rasional
1. Kaji kemampuan pasien Mempengaruhi pilihan
untuk melakukan tugas/AKS intervensi /bantuan
normal catat laporan
kelelahan, dan kesulitan
menyelesaikan tugas.
2. Kaji kehilangan / gangguan Menunjukan perubahan
keseimbangan gaya jalan neurologi karena defisiensi
kelemahan otot. vitamin B12 mempengaruhi
kemampuan pasien/ resiko
cedera.
3. Awasi TD nadi, pernapasan Manifestasi kardio pulmonal
selama dan susadah aktivitas dari upaya jantung dan paru
catat respon terhadap tingkat untuk membawa jumlah
aktivitas (misalnya oksigen adekuat kejaringan.
Peningkatan denyut jantung
disritmia, pusing, dispnea,
takipnea dan sebagainya)
4. Berikan lingkup tenang. Meningkat istirahat untuk

xx
Pertahankan tirah baring bila menurunkan kebutuhan
didasarkan pantau dan bastasi oksigen tubuh dan
pengunjung, telepon dan menurunkan renganan jantung
gangguan berulang tindakan dan paru.
yang tidak direncanakan.
5. Ubah posisi pasien dengan Hipotensi postirual atau
perlahan dan pantau terhadap hipoksida sebral dapat
pusing. menyebabkan pusing
berdenyut dengan peningkatan
cedera.
6. Prioritas jadwal asuhan Mempertahankan tingkat
keperawatan untuk energi dan meningkat
meningkatkan istirahat. regangan pada pasien sisitem
Periode istirahat dengan jantung dan pernapasan.
periode aktivitas.
7. Berikan bantuan dalam Membantu bila perlu harga
aktivitas/ambulanisasi bila diri tingkat bila pasien
perlu kemungkinan pasien melakukan sesuatu sendiri.
untuk melakukan sebanyak
mungkin.
8. Rencanakan kemajuan Meningkat secara bertahap
aktivitas dengan pasien, tingkat aktivitas sampai
termasuk aktivitas pasien normal dan memperbaiki
yang pandang perlu. Tingkat tonus/otot /stamina tanpa
tingkat aktivitas sesuai kelemahan meningkat harga
toleransi. diri dan rasa terkontrol.
9. Gunakan teknik penghematan Mendorong pasien melakukan
energi mis. Mandi dengan banyak dengan membatasi
duduk untuk melakukan penyimpangan energi dan
tugas-tugas mencegah kelemahan.
10. Anjurkan pasien untuk Regang/ stres kardiopulmonal
menghentikan aktivitas bila berlebihan /stres dapat
palpitasi nyeri dada, napas menimbulkan dekompensasi
pendek, kelemahan atau /kegagalan.

xxi
pusing terjadi.

3. Perubahan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh


Dapat dihubungkan dengan : Kegagalan untuk mencerna atau
ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi Nutrient yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah normal.
Kemungkinan dibuktikan oleh:          
a. Penurunan berat badan/berat badan dibawah normal untuk usia, tinggi,
dan bangun badan.
b. Penurunan lipatan kulit trisep.
c. Perubahan gusi, membrane mukosa mulut.
d. Penurunan toleransi untuk aktivitas, kelemahan, dan kehilangan tonus
otot.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
a. Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan
nilai laboratorium normal.
b. Tidak mengalami tanda malnutrisi.
c. Menunjukan perilaku, perubahan polaPL hidup untuk meningkatkan
dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
Intervensi Rasiomal
Mandiri
1. Kaji riwayat nutrisi, Mengidentifikasi defisiensi,
termasuk makanan yang menduga kemungkinan
disukai. intervensi.
2. Observasi dan catat Mengawasi masukan kalori atau
masukan makanan pasien. kualitas kekurangan konsumsi
makanan.
3. Timbang berat badan tiap Mengawasi penurunan berat
hari. badan atau efektivitas intervensi
nutrisi.
4. Berikan makan sedikit dan Makan sedikit dapat menurunkan
frekuensi sering dan atau kelemahan dan meningkatkan
makan diantara waktu pemasukan juga mencegah
makan. distensi gaster.

xxii
5. Observasi dan catat Gejala GI dapat menunjukkan
kejadian mual/muntah, efek anemia (hipoksia) pada
flatus, dan gejala lain yang organ.
berhubungan.
6. Berikan dan bantu hygiene Meningkatkan nafsu makan dan
mulut yang baik, sebelum pemasukan oral, menurunkan
dan sesudah makan, pertumbuhan bakteri,
gunakan sikat gigi halus meminimalkan kemungkinan
untuk penyikatan yang infeksi.
lembut.
7. Berikan pencuci mulut Teknik perawatan mulut khusus
yang diencerkan bila mungkin diperlukan bila jaringan
mukosa oral luka. rapuh/luka/perdarahan dan nyeri
berat.
Kolaborasi
8. Konsul pada ahli gizi. Membantu dalam membuat
rencana diet untuk memenuhi
kebutuhan individual.
9. Pantau pemeriksaan Meningkatkan efektivitas
laboratorium, mis. Hb/ht, program pengobatan, termasuk
bun, al-bumin, protein, sumber diet nutrisi yang
transferin, besi serum, b12, dibutuhkan
asam folat, tibc, elektrolit
serum.
10. Berikan obat sesuai Kebutuhan penggantian
indikasi, misalnya : tergantung pada tipe anemia dan
vitamin dan suplemen atau adanya masukan oral yang
mineral, misalnya buruk dan defisiensi yang
sianokobalamin (vitamin diidentifikasi.
B12), asam folat (Flovite),
asam askorbat (vitamin C).
11. Beri dextran (IM/IV). Diberikan sampai deficit
diperkirakan teratasi dan

xxiii
disimpan untuk yang tak dapat
diabsorsi atau terapi besi oral, bila
kehilangan darah terlalu cepat
untuk penggantian oral menjadi
efektif.
12. Tambahan besi Mungkin berguna pada beberape
oral,  misalnya fero sulfat tipe anemia defisisensi besi
(Feosol), fero glukonat
(Fergon)
13. Asam hidroklorida (HCI). Mempunyai sifat absorpsi vitamin
B12 selama minggu pertama
terapi.
14. Anti jamur atau pencuci Mungkin diperlukan pada adanya
mulut anestetik jika stomatitis/glositis untuk
diindikasi. meningkatkan penyembuhan
jaringan mulut dan memudahkan
masukan.
15. Berikan diet halus, rendah Bila ada lesi oral, nyeri dapat
serat, menghindari membatasi tipe makanan yang
makanan panas, pedas, atau dapat ditoleransi pasien
terlalu asam sesuai
indikasi.

16. Berikan suplemen nutrisi Meningkatkan masukan protein


misalnya Ensure, Isocal. dan kalori.

4. Integritas Kulit, Kerusakan, Risiko Tinggi Terhadap


Faktor risiko meliputi:                      
a. Perubahan sirkulasi dan neurologis ( anemia )
b. Gangguan mobilitas
c. Defisit nutrisi
Kemungkinan dibuktikan oleh : (tidak dapat diterapkan, adanya tanda-
tanda dan gejala-gejala membuat diagnose Actual).
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi pasien akan:          

xxiv
a. Mempertahankan integritas kulit
b. Mengidentifikasi factor risiko/ perilaku/ individu untuk mencegah
cedera dermal.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji integritas kulit, catat Kondisi kulit dipengaruhi oleh
perubahan pad turgor, sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi.
gangguan warna, hangat
local, eritema, ekskoriasi.
2. Ubah posisi secara Jaringan dapat menjadi rapuh dan
periodic dan pijat cenderung untuk infeksi dan
permukaan tulang bila rusak.
pasien tidak bergerak
atau di tempat tidur.
3. Ajarkan permukaan kulit Area kulit membatasi iskemia
kering dan bersih. Batasi jaringan/mempengaruhi hipoksia
penggunaan sabun. seluler.
4. Bantu untuk latihan Area lembab, terkontaminasi
rentang gerak pasif atau memberikan media yang sangat
aktif. baik untuk pertumbuhan
organisme patogenik. Sabun dapat
mengeringkan kulit secara
berlebihan dan meningkatkan
iritasi.
Kolaborasi
5. Gunakan alat pelindung, Meningkatkan sirkulasi jaringan,
misalnya kulit domba, mencegah stasis. Menghindari
keranjang, kasur tekanan kerusakan kulit dengan
udara/air, pelindung mencegah/menurunkan tekanan
tumit/siku, dan bantal terhadap permukaan kulit.
sesuai indikasi.
                       
5. Konstipasi Atau Diare
Dapat dihubungkan:             
a. Penurunan masukan diet

xxv
b. Perubahan proses pencernaan
c. Efek samping terapi obat
Kemungkinan dibuktikan oleh:       
a. Perubahan pada frekuensi, karakteristik, dan jumlah feses.
b. Mual/muntah, penurunan napsu makan
c. Laporan nyeri abdomen tiba-tiba, kram.
d. Gangguan bunyi usus.
Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan:       
a. Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus
b. Menunjukan perubahan perilaku/ pola hidup, yang diperlukan sebagai
penyebab, faktor pemberat.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Observasi warna feses, Membantu mengidentifikasi
konsistensi, frekuensi, dan penyebab/ faktor pemberat dan
jumlah. intervensi yang tepat.
2. Auskultasi bunyi usus. Bunyi usus secara umum
meningkat pada diare dan
menurun pada konstipasi.
3. Awasi masukan dan haluaran Dapat mengidentifikasi dehidrasi,
dengan perhatian khusus pada kehilangan berlebihan atau alat
makanan/ cairan dalam mengidentifikasi defisiensi
diet.
4. Dorong masukkan cairan Membantu dalam memperbaiki
2500-3000 ml/hari dalam konsistensi feses bila konstipasi.
toleransi jantung. Akan membantu
mempertahankan status hidrasi
pada diare.
5. Hindari makanan yang Menurunkan distress gastric dan
membentuk gas. distensi abdomen.
6. Kaji kondisi kulit perianal Mencegah ekskorisi kulit dan
dengan sering, catat kerusakan.
perubahan dalam kondisi
kulit atau mulai kerusakkan.

xxvi
Lakukan perawatan perianal
setiap defekasi bila terjadi
diare.
Kolaborasi
7. Konsul dengan ahli gizi untuk Serat menahan enzim pencernaan
memberikan diet seimbang dan mengabsorpsi air dalam
dengan tinggi serat dan bulk. alirannya sepanjang traktus
intestinal dan dengan demikian
menghasilkan bulk, yang bekerja
sebagai perangsang untuk
defekasi
8. Berikan pelembek feses, Mempermudah defekasi bila
stimulant ringan, laksatif konstipasi terjadi.
pembentuk bulk, atau enema
sesuai indikasi. Pantau
keefektifan.
9. Berikan obat antidiare Menurunkan motilitas usus bila
misalnya difenoxilat diare terjadi.
hidroklorida dengan atropn
(Lomotil) dan obat
pengabsorpsi air., misalnya
Metamucil.

6. Infeksi, Risiko Tinggi Terhadap


Faktor risiko meliputi:
a. Pertahanan sekunder (tidak adekuat mis: penurunan hemoglobin
leukopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)
b. Pertahanan utama tidak adekuat misalnya kerusakan kulit, stasis
cairan tubuh, prosedur invasive, penyakit kronis, malnutrisi
Kemungkinan dibuktikan oleh : Tidak dapat diterapkan adanya tanda-
tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa actual.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:          

xxvii
a. Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/ menurunkan risiko
infeksi
b. Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau
eritema, dan demam.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Tingkatkan cuci tangan Mencegah kontaminasi silang/
yang baik oleh pemberi kolonisasi bacterial. Catatan:
perawatan dan pasien. pasien dengan anemia berat/
aplastik dapat berisiko akibat
flora normal kulit.
2. Pertahankan teknik Menurunkan risiko
aseptic ketat pada kolonisasi/infeksi bakteri.
prosedur/perawatan
luka.
3. Berikan perawatan kulit, Menurunkan risiko kerusakan
perianal dan oral dengan kulit/ jaringan dan infeksi
cermat.
4. Dorong perubahan Meningkatkan ventilasi semua
posisi/ambulasi yang segmen paru dan membantu
sering, latihan batuk, memobilisasi sekresi untuk
dan napas dalam mencegah pneumonia.
5. Tingkatkan masukan Membantu dalam pengenceran
cairan adekuat secret pernapasan untuk
mempermudah pengeluaran dan
mencegah statis cairan tubuh
(misalnya pernapasan dan ginjal).
6. Pantau/ batasi Membatasi pemajanan pada
pengunjung. Berikan bakteri/ infeksi. Perlindungan
isolasi bila isolasi dapat dibutuhkan pada
memungkinkan. Batasi anemia aplastik, bila respons
tumbuhan hidup/ bunga imun sangat terganggu.
potong.
7. Pantau suhu. Catat Adanya proses inflamasi/infeksi

xxviii
adanya menggigil dan membutuhkan
takikardia dengan atau evaluasi/pengobatan
tanpa demam.
8. Amati eritema/cairan Indikator infeksi lokal. Catatan:
luka pembentukan pus mungkin tidak
ada bila granulosit tertekan.
Kolaborasi
9. Ambil specimen untuk Membedakan adanya infeksi,
kultur/ sensitivitas mengidentifikai pathogen khusus
sesuai indikasi. dan mempengaruhi pilihan
pengobatan.
10. Berikan antiseptik Mungkin digunakan secara
topikal, antibiotic propilaktik untuk menurunkan
sistemik kolonisasi atau untuk pengobatan
proses infeksi local

7. Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Tentang Kondisi Prognosis,


Dan Kebutuhan Pengobatan
Dapat dihubungkan dengan:      
a. kurang terpajan/mengingat.
b. Salah interpretasi informasi.
c. Tidak mengenal sumber informasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh:  
a. Pertanyaan, meminta informasi.
b. Pernyataan salah konsepsi.
c. Tidak akurat mengikuti instruksi.
d. Terjadi komplikasi yang dapat di cegah.
Hasil yang diharapkan/ criteria evaluasi pasien akan:     
a. Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostic, dan
rencana pengobatan.
b. Mengidentifikasi faktor penyebab.
c. Melakukan tindakan yang perlu / perubahan pola hidup.
Intervensi Rasional

xxix
1. Berikan informasi tentang Memberikan dasar pengetahuan
anemia spesifik. sehingga pasien dapat membuat
Diskusikan kenyataan pilihan yang tepat. Menurunkan
bahwa terapi tergantung ansietas dan dapat meningkatkan
pada tipe dan beratnya kerjasama dalam program terapi
anemia
2. Tinjau tujuan dan persiapan Ansietas/ takut tentang
untuk pemeriksaan ketidaktahuan meningkatkan
diagnostic tingkat stress, yang selanjutnya
meningkatkan beban jantung.
Pengetahuan tentang apa yang
diperkirakan menurunkan
ansietas
3. Jelaskan bahwa darah Ini sering merupakan kekuatiran
diambil untuk pemeriksaan yang tidak diungkapkan yang
laboratorium tidak akan dapat memperkuat ansietas
memperburuk anemia pasien
4. Tinjau perubahan diet yang Daging merah, hati, kuning telur,
diperlukan untuk sayuran berdaun hijau, biji
memenuhi kebutuhan diet bersekam dan buah yang
khusus (ditentukan oleh dikeringkan adalah sumber besi.
tipe anemia/ defisiensi) Sayuran hijau, hati, dan buah
asam adalah sumber asam folat
dan vitamin C (meningkatkan
absorpsi besi)
5. Kaji sumber-sumber Sumber tidak adekuat dapat
(misalnya keuangan dan mempengaruhi kemampuan
memasak) untuk membuat/ menyiapkan
makanan yang tepat
6. Dorong untuk Menurunkan ketersediaan
menghentikan merokok oksigen dan menyebabkan
vasokontriksi
7. Instrusikan dan peragakan Penggantian besi biasanya
pemberian mandiri preparat membutuhkan waktu 3-6 bulan

xxx
besi oral sementara injeksi vitamin
B12 mungkin perlu untuk selama
hidup pasien
8. Diskusikan pentingnya Kelebihan dosis obat besi dapat
hanya meminum obat yang menjadi toksik
diresepkan
9. Sarankan minum obat Besi paling baik diabsorpsi pada
dengan makanan atau lambung kosong. Namun garam
segera setelah makan besi merupakan iritan lambung
dan dapat menyebabkan
dyspepsia, diare, dan distensi
abdomen bila diminum saat
lambung kosong
10. Encerkan preparat cair Besi yang tak dilarutkan dapat
(lebih baik dengan sari menempel di gigi. Asam
jeruk) dan diberikan askorbat meningkatkan absorpsi
dengan sedotan besi
11. Peringatkan bahwa feses Pengeluaran besi berlebihan
dapat tampak hitam akan mengubah warna feses
kehijauan
12. Tekankan pentingnya Suplemen besi tertentu (misalnya
memelihara kebersihan feosol) dapat meninggalkan sisa
mulut pada gigi dan gusi
13. Instruksikan pasien/ orang Mencegah ekstravasasi
terdekat tentang pemberian (kebocoran) dengan nyeri yang
besi parenteral menyertai
14. Pemberian obat dengan Z- Obat dapat mewarnai kulit
track
15. Gunakan jarum terpisah Kemungkinan efek samping
untuk mengambil obat dan terapi memerlukan evaluasi
injeksi ulang untuk pilihan dan dosis
obat

xxxi
16. Peringatkan tentang Penurunan produksi lekosit
kemungkinan reaksi potensial risiko untuk infeksi,
sistemik, (misalnya catatan. Cairan purulen bukan
kemerahan pada wajah, bentuk abses granulosit
muntah, mual, mialgia) dan (aplastik)
diskusikan pentingnya
melaporkan gejala
17. Diskusikan peningkatan Menurunkan risiko perdarahan
kerentanan terhadap dari jaringan yang rapuh
infeksi, tanda/gejala yang
memerlukan intervensi
medis, misalnya demam,
sakit tenggorok: eritema/
luka basah, urine berkabut,
rasa terbakar saat defekasi
18. Identifikasi masalah Efek anemia (lesi oral) dan atau
keamanan, misalnya bukti suplemen besi meningkatkan
meniup hidung dengan risiko infeksi/bakterimia.
keras, olahraga kontak,
konstipasi/ feses keras,
penggunaan pencukur
elektrik, sikat gigi halus
19. Telaah kebersihan mulut, Meningkatkan kecenderungan
pentingnya perawatan gigi perdarahan.
teratur
20. Instruksikan untuk Mungkin memerlukan bantuan
menghindari produk aspirin dengan persiapan makan/ penjual
makanan.

3.4 Implementasi ( Menurut Smeltzer, Suzanne C. )


1. Pendidikan dan pencegahan kepada pasien
Pendidikan dan pencegahan sangat penting karena defisien besi
sangat sering pada wanita menstruasi dan hamil. Sumber makanan tinggi
besi meliputi daging organ (hati sapi, ayam atau anak sapi), daging

xxxii
lainnya, kacang-kacangan (black, pinto dangarbazo), sayuran hijau,
kismis, dan sirup manis, makan-makanan kaya-besi bersama dengan
sumber vitamin C akan meningkatkan absorbs. Antasida tidak boleh
dimakan bersama besi karena fosfat akan membentuk kompleks dengan
besi.
Pemilihan diet seimbang sangat dianjurkan. Bimbingan nutrisi
perlu diberikan kepada mereka yang di abnormalnya tidak adekuat. Pasien
yang mempunyai riwayat “nyemil” perlu bombing bahwa diet semacam
ini tidak mengandung cukup besi yang dapat diabsorbsi.
Pada beberapa kasus, pemberian besi dekstran IM dan IV perlu
diresepkan, artinya, apabila besi oral tidak dapat diabsorbsi atau tidak
dapat ditoleransi atau apabila dibutuhkan sejumlah besar besi. Lebih
disukai rute IV. Injeksi IM mengakibatkan nyeri lokal, dan dapat
menimbulkan pewarnaan kulit. Besi dekstran harus diinjeksikan dalam-
dalan pada masing-masing pantat menggunakan teknik Z-track. Sebelum
pemberian dosis penuh secara parenteral, perlu diberikan percobaan
dengan dosis kecil untuk menghindari risiko anafilaksis, yang lebih sering
pada injeksi IM dibandingkan injeksi IV.
Pada pasien anemia defisiensi-besi didorong untuk melanjutkan
terapi sepanjang yang diresepkan, meskipun mungkin mereka tidak
mengalami kelemahan. Apabila suplemen besi menimbulkan keluhan
lambung, pasien dinasehati untuk menelannya bersama makanan sampai
gejala menghilang, dan kemudian kembali pada jadwal di antara waktu
makan agar absorbsinya maksimum.
Pasien harus diberi informasi bahwa garam besi sering merubah
warna tinja menjadi hijau gelap atau hitam. Besi bentuk cair dapat
mewarnai gigi; maka pasien dinasehati untuk minum obat ini dengan
sedotan, dan membilas mulut dengan air, serta melaksanakan hygiene
mulut yang baik. Karena sulfat ferosus cenderung dideposisi di gigi dan
gusi, pasien harus dinasehati untuk melakukan upaya higine mulut
sesering mungkin.

xxxiii
3.5 Evaluasi ( Menurut Smeltzer, Suzanne C. )
Hasil yang Diharapkan :
1. Mampu bertoleransi dengan aktivitas normal
Mengikuti rencana (progresif istrahat, aktivitas, dan latihan.)
2. Mencapai atau mempertahankan nutrisi yang adekuat
a. Makan makanan tinggi protein, kalori dan vitamin
b. Menghindari makanan yang menyebabkan iritasi lambung
c. Mengembangkan rencana makan yang memperbaiki nutrisi optimal
3. Tidak mengalami komplikasi
a. Menghindari aktivitas yang memyebabkan palpitasi, pusing, dan
dispnu
b. Mempergunakan upaya istrahat dan kerja untuk mengurangi dispnu
c. Mempunyai tanda-tanda vital normal
d. Tidak mengalami tanda retensi cairan (curah urin berkurang, distensi
vena leher)
e. Berorientasi terhadap nama, waktu, dan tempat situasi
f. Tetap bebas dari cedera.

BAB 4
PENUTUP

xxxiv
4.1. KESIMPULAN
1.) Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyed iaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong
(depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan
hemoglobin berkurang. Kurangnya besi berakibat pada kurangnya
pasokan sel darah merah yang ada dalam tubuh, sehingga dapat
menimbulkan berbagai gangguan klinik serta kelainan.
2.) Wanita lebih rentan terkena anemia defisiensi besi karena kebutuhan
akan zat besi yang lebih banyak daripada pria. Wanita mengalami
menstruasi yang mengakibatkan darah menghilang rata – rata 20 mg zat
besi tiap bulannya, bahkan ada yang mencapai 58 mg. Pada ibu hamil,
memberikan nutrisi pada fetus, sehingga jumlah Fe berkurang. Terlebih
lagi bagi ibu melahirkan yang mengeluarkan banyak darah, sehingga
asupan Fe perlu ditambah untuk mengurangi resiko melahirkan Bayi
dengan Berat Lahir Rendah (BBLR).
3.) Dampak yang timbul dari anemia defisiensi besi bagi remaja putri dan
ibu hamil dapat menakibatkan penurunan aktifitas fisik, pucat dan lemas
dan gangguan kesehatan serta berbagai kelainan. Pada ibu hamil dapat
mengakibatkan bayi lahir dengan berat badan dibawah normal bahkan
dapat meningkatkan angka kematian bayi dan ibu atau salah satu
diantaranya saat proses persalinan. Namun, hal tersebut dapat dicegah
dan dihindari dengan mengatur pola makan yang seimbang, mencukupi
kebutuhan Fe dengan tablet besi (Fe) ataupun tablet penambah darah.

4.2 SARAN
1.) Sebaiknya wanita perlu memahami dan memerhatikan serta memperluas
pengetahuannya tentang anemia defisiensi besi. Karena wanita menjadi
subyek utama penderita anemia defisiensi besi. Dengan mempelajari
beberapa dampak dan cara pencegahannya serta beberapa terapi yang
dapat dilakukan, diharapkan kasus anemia defisiensi besi pada wanita
dapat berkurang dan dapat melahirkan masyarakat yang sehat.

xxxv
2.) Sebaiknya para wanita tidak perlu terlalu cemas dengan anemia defisiensi
besi, karena dapat dicegah dan dihindari, bahkan bisa diobati dengan
berbagai terapi. Namun juga tetap harus waspada apabila terdapat
beberapa kelainan, karena memungkinkan menderita ADB yang
berkepanjangan dan sudah termasuk parah.
3.) Sebaiknya mencegah anemia defisiensi besi dengan menjaga pola makan
yang benar, istirahat yang cukup dan memenuhi kebutuhan besi (Fe) serta
mengkonsumsi tablet besi (Fe) secara teratur sesuai kebutuhan yang
dianjurkan.

DAFTAR PUSTAKA

xxxvi
Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia, 2009.
Bakta, I Made.,Suega,Ketut.,Dharmayuda, Tjokro Gde., 2009. “Anemia
Defisiensi Besi,” Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : Internal
Publising FK UI., Edisi ke-4., hal. 1127-1135., 2009.
Wijaya, Yoppy. Anemia Defisiensi Zat Besi. Surabaya : Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, 2007. Available from :
http://last3arthtree.files.wordpress.com/2009/02/anemia-defisiensi-zat-
besi.pdf (akses 7 Desember 2014)
Kartamihardja, Emmy., 2008. Anemia Defisiensi Besi. Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.Available
from: http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2008/ANE
MIA%20DEFISIENSI%20BESI.pdf. (akses 7 Desember 2014)
Muhammad,Adang.,Sianipar, Osman., 2005. Penentuan Defisiensi Besi
Anemia Penyakit Kronis Menggunakan Peran Indeks sTfR-F. Indonesian
Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory,Vol.12,No.1,Nov
2005:9-15.
Wijaya, Andre Tjie. Anemia Defisiensi Besi. (online)
http://www.kerjanya.net/faq/4477-anemia-defisiensi-besi.html. 1 Maret 2014.

xxxvii

Anda mungkin juga menyukai