Anda di halaman 1dari 11

1.

PENCERNAAN
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DIARE
1) Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan, semua data
dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien
saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan
aspek biologis, psikologis, social, maupun spiritual. Tujuan pengkajian
adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien.
Data yang diperoleh sangat berguna untuk menentukan tahap selanjutnya
dalam proses keperawatan. Kegiatan yang utama dalam tahap pengkajian
adalah pengumpulan data, pengelompokkan data, dan analisa data untuk
merumuskan diagnosa keperawatan. Metode utama yang dapat digunakan
dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan
fisik serta diagnostik (Asmadi, 2008).
a. Identifikasi anak dan keluarga
1) Anak: nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,umur,
diagnose keperawatan
2) Orangtua: nama, umur, pekerjaan, suku, pendidikan, alamat
3) Sibling Rivalry: urutan anak dalam keluarga, umur, keadaan
(hidup/meninggal)
b. Riwayat keperawatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
a) Serangan awal
Mula-mula anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat,
kemungkinan timbul diare.
b) Keluhan utama
Buang Air Besar (BAB) lebih dari 3x sehari dengan konsistensi cair mungkin
disertai lendir atau darah. Warna feses kuning kehijauan, mual muntah, tidak
nafsu makan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
a) Riwayat penyakit yang diderita
Riwayat penyakit yang sering pada anak dibawah 2 tahun biasanya batuk,
panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelum, selama, atau setelah diare. Hal
ini untuk melihat tanda atau gejala infeksi lain yang menyebbakan diare,
seperti OMA, onsillitis, faringitis, bronchopneumonia, dan ensefalitis.
b) Riwayat imunisasi
Kelengkapan anak terhadap imunisasi yang diberikan pada usia 0-14 bulan
dengan berbagai macam imunisasi yaitu BCG, DPT I, II, III, dan campak pada
usia 9 bulan, hepatitis serta polio.
Diare lebih sering terjadi dan berakibat pada anak dengan campak atau yang
menderita campak dalam 4 minggu terakhir yaitu akibat penurunan kekebalan
pada pasien.
3) Keadaan psikososial keluarga
a) Emosi anak ditandai dengan anak akan menangis, perasaan
gelisah, tidak mau diatur, interaksi anak dengan anggota
keluarga lain berkurang.
b) Tingkat perkembangan, mekanisme koping, kebiasaan anak
(pola makan, pola tidur, mainan yang disukai)
4) Kebutuhan dasar
a) Pola eliminasi
Pada pola eliminasi biasanya akan mengalami perubahan yaitu
buang air besar lebih dari 3x sehari, buang air kecil sedikit atau
jarang bahkan anuria pada anak dengan dehidrasi berat.
b) Pola nutrisi
Pada anak dengan diare biasanya disertai mual muntah dan
tidak nafsu makan yang menyebabkan terjadinya penurunan
berat badan.
c) Pola tidur atau istirahat
Pola tidur atau istirahat pada anak dengan diare akan terganggu
karena seringnya buang air besar dan adanya distensi abdomen
yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman sehingga anak
rewel dan dapat mengganggu istirahat tidurnya.
d) Pola aktifitas
Pada anak dengan diare pola aktifitasnya akan terganggu atau
berkurang dikarenakan kondisi tubuh yang lemah akibat buang
air besar yang terus menerus.
5) Pemeriksaan fisik
a) Fisiologis
Keadaan umum tampak lemah, kesadaran komposmentis
bahkan bisa berlanjut menjadi koma, suhu tinggi, nadi cepat
dan lemah, pernafasan agak cepat.
b) Pemeriksaan Sistematika
1) Inspeksi : bentuk kelopak mata normal (diare tanpa
dehidrasi), kelopak mata cekung (dehidrasi ringan/sedang),
kelopak mata sangat cekung (dehidrasi berat), mulut dan
lidah basah (tanpa dehidrasi), mulut dan lidah kering
(dehidrasi ringan/sedang), mulut dan lidah sangat kering
(dehidrasi berat), ubun-ubun cekung, anus dan sekitarnya
kemerahan dan lecet karena seringnya buang air besar.
2) Palpasi : turgor kulit kembali segera/sangat lambat.
3) Perkusi : kemungkinan adanya distensi abdomen
4) Auskultasi : bising usus meningkat (>20x/menit) Pemeriksaan
singkat pertumbuhan dan perkembangan pada anak penderita diare
biasanya mengalami gangguan pada pertumbuhan fisiknya karena
anak mengalami dehidrasi sehingga berat badan menurun, namun
jika kondisi tersebut tidak ditangani dengan cepat maka anak akan
mengalami gangguan perkembangan.
6) Pemeriksaan penunjang
Dikutip dari Hassan dan Alatas (2007), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
pada anak dengan diare, seperti:
a) Pemeriksaan feses
1) Makroskopis dan mikroskopis
2) pH dan kadar gula dalam feses dengan kertas lakmus dan tablet clinitest
bila diduga terdapat intoleransi gula
b) Pemeriksaan kadar ureum dna kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
c) Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor
dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang)
d) Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau
parasite secara kualitatif dan kuantitatif
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh perawat
profesional yang memberi gambaran tentang masalah atau status kesehatan
klien, baik aktual maupun potensial, yang ditetapkan berdasarkan analisis
dan interpretasi data hasil pengkajian. Pernyataan diagnosis keperawatan
harus jelas, singkat dan lugas terkait masalah kesehatan klien berikut
penyebabnya yang dapat diatasi melalui tindakan keperawatan. Diagnosa
keperawatan berfungsi untuk mengidentifikasi, memfokuskan, dan
memecahkan masalah klien secara spesifik. Komponen-komponen dalam pernyataan
diagnosis keperawatan meliputi masalah (problem), penyebab
(etiology), dan data (sign and symptom) (Asmadi, 2008).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan diare
menurut Sodikin (2011) adalah sebagai berikut:
a. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan
melalui feses atau emesis.
b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
yang tidak adekuat.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan pengeluaran feses yang berlebih atau
sering BAB
d. Takut pada anak berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua lingkungan
tidak dikenal, prosedur yang menimbulkan stess.
e. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang
pengetahuan
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah proses keperawatan yang penuh pertimbangan dan sistematis dan
mencakup pembuatan keputusan dan penyelesaian masalah. Dalam perencanaan
perawat merujuk pada data pengkajian klien dan pernyataan diagnosis sebagai
petunjuk dalam merumuskan tujuan klien dan merencanakan intervensi keperawatan
yang diperlukan untuk mencegah, mengurangi, atau menghilangkan masalah
kesehatan klien. Intervensi keperawatan adalah setiap tindakan berdasarkan penilaian
klinis dan pengetahuan yang perawat lakukan untuk meningkatkan hasil pada klien
(Kozier, Erb, Bermain, & Snyder, 2010)
a. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan
melalui feses atau emesis.

Tujuan:
Anak tidak dehidrasi, bebas dari deficit cairan dan elektrolit.

Kriteria Hasil:

1) yang ditandai dengan pengeluaran urine sesuai


2) pengisian kembali kapiler (capillary refill) kurang dari 2 detik
3) tugor kulit elastis, membran mukosa lembab
4) berat badan tidak menunjukan penurunan
5) cubitan perut kembali cepat
6) mukosa bibir lembab

Rencana Tindakan:

1. Kaji tanda-tanda vital


2. Kaji status dehidrasi: ubun-ubun, mata, turgor kulit, dan membran mukosa
3. Kaji adanya tanda-tanda syok dan status mental setiap 4 jam atau sesuai
indikasi untuk mengkaji hidrasi
4. Timbang berat badan anak untuk mengkaji dehidrasi
5. Kaji intake dan output (Urine, feses, dan emesis)
6. Kaji pengeluaran urine: grafitasi urine atau berat jenis urine (1.005- 1.020)
atau sesuai dengan usia pengeluaran urine 1-2 ml/kg bb
7. Berikan larutan dehidrasi oral untuk dehidrasi dan penggantian kehilangan
cairan. Berikan LRO sedikit tapi sering
8. Berikan cairan rendah natrium, seperti air, ASI, formula bebas laktosa
9. Kolaborasi dalam pemberian cairan dan elektrolit
10. Kolaborasi dalam pemberian obat anti diare dan antibiotic
11. Pemeriksaan lab sesuai program: elektrolit, Ht, pH, dan serum albumin
b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang
tidak adekuat.
Tujuan:
konsumsi anak menjadi adekuat
Kriteria Hasil:
1. BB anak sesuai dengan tingkat usia
2. Pemasukan makanan dan minuman kembali normal
3. Anak tidak muntah
4. Porsi makan anak dapat dihabiskan
Rencana Tindakan:
1. Mengkaji status nutrisi
2. Timbang berat badan anak setiap hari
3. Monitor intake dan output (pemasukan dan pengeluaran)
4. Setelah dehidrasi berikan anak minum oral dengan sering dan makan yang
sesuai dengan diit dan usia dan atau berat badan
5. Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik
6. Bagi bayi ASI tetap di teruskan
7. Bila bayi tidak toleran dengan ASI berikan formulas yang rendah laktosa
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengeluaran feses yang berlebih atau
sering BAB
Tujuan:
Kulit anak tetap utuh
Kriteria Hasil:
Tidak ada kemerahan pada daerah anus dan sekitarnya
Rencana Tindakan:

1. Kaji kerusakan kulit atau iritasi setiap buang air besar


2. Gunakan kapas lembab dan sabun bayi (atau pH normal) untuk memberikan anus
setiap buang air besar

3. Hindari dari pemakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab


4. Ganti popok /kain apabila lembab atau basah
5. Gunakan cream pada daerah yang lecet
6. Hindari penggunaan bedak
7. Jaga popok agar selalu kering
8. Biarkan daerah anus terbuka selama 5 menit-10 menit

4. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Asmadi (2008) implementasi adalah tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk implementasi
keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah
kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk menciptakan
hubungan saling percaya dan saling bantu, kemampuan untuk melakukan
teknik psikomotorik, kemampuan melakukan observasi sistematis,
kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi, dan
kemampuan evaluasi.
Adapun prinsip-prinsip implementasi pada anak dengan diare adalah:
a. Mempertahankan cairan dan elektrolit seimbang
b. Mempertahankan status nutrisi
c. Meminimalkan dampak hospitalisasi
d. Memberikan informasi pada orangtua tentang pengenalan penyakitnya
e. Mempertahankan integritas kulit

5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Asmadi (2008), evaluasi adalah tahap akhir dari proses
keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana
antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat
pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan dari
evaluasi dilakukan adalah untuk melihat dan menilai kemampuan klien
dalam mencapai tujuan, menentukkan apakah tujuan keperawatan telah
tercapai atau belum, mengkaji penyebab bila tujuan asuhan keperawata
belum tercapai. Evaluasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
a. Evaluasi formatif (proses)
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan untuk menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilakukan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi
empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yaitu subjektif (data berupa
keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisa data (perbandingan data
dengan teori), dan perencanaan.
b. Evaluasi sumatif (akhir)
Evalasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas
proses keperawatan dilakukan, sesuai dengan waktu yang telah
diteteapkan dalam tujuan untuk dapat menilai bahwa tujuan itu
tercapai.
2. PERKEMIHAN

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


SISTEM PERKEMIHAN POST PROSTATECTOMY

1. Pengkajian
Penulis menemukan data dalam kasus nyata yang diantaranya adalah pasien sebelum dibawa
ke rumah sakit mengeluh saat BAK nyeri dan bercampur darah, saat kencing membutuhkan
waktu lama. pasienmengatakan nyeri pada perut bagian bawah, hal ini disebabkan karena
prostat telah mengalami pembesaran sehingga menyumbat aliran urine. Penulis juga
memperoleh data yaitu pasien mengatakan ada luka bekas post operasi prostatectomy di perut
bagian bawah, pasien mengatakan tidak bisa tidur karena merasakan nyeri, sehari hanya tidur
1-2 jam saja. Terdapat luka post operasi prostatectomy di perut bagian bawah (Suprapubik),
keadaan umum pasien lemah, wajah pasien terlihat meringis menahan sakit, perubahan posisi
tidur dibantu orang lain, pasien terlihat mengantuk dan sering menguap.
Pada pemeriksaan laborat pada tanggal 1-5-2013 penulis menemukan data yang tidak normal
yaitu LED 25/mm (N: 0-20), Eosinofil 0%(N: 1-3), Neutrofil Segmen 71,9%(N: 50-70),
Hematokrit 30,9 (N: 42- 52), Eritrosit 3,44 10^6/uL (N: 4,7-6,1), RDW 15,60 (N: 32-36).

Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Touher) dijumpai nodul atau benjolan pada prostat.
Pada pemeriksaan USG abdomen terdapat pembesaran prostat dan ukurannya. Sedangkan
program terapi farmakologi yang diresepkan oleh dokter yaitu Infus RL 20 tpm, inj
cefotaxime 1 gr/12jam, inj ketorolac 30 mg/ml 8jam, inj ranitidin 25 mg/ml 12jam, Irigasi
Nacl, Diet TKTP.

2. Diagnosa
1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (pembedahan)
2) Hambatan aktivitas ditempat tidur berhubungan dengan keterbatasan
lingkungan, peralatan terapi
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive trauma,
pembedahan
3. Intervensi
1. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
nyeri berkurang/ hilang KH :Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang, Skala
nyeri 0- 3 Klien menjadi tenang/ rileks TTV : TD : 120/80 mmHg, N : 76 x/menit,
RR : 18x/menit, S : 36o C

2. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


mobilitas ditempat tidur dapat dilakukan secara mandiri KH : ADL dapat
dilakukan secara mandiri, Dapat mengatur posisi dari terlentangduduk, Dapat
melakukan aktivitas miring kanan-kiri, Mampu mengubah posisi ditempat tidur

3. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


tidak terjadi infeksi pada luka bekas operasi KH : Tidak ada tanda-tanda infeksi
(kemerahan, pus, nyeri, bengkak) , Tampak panjang luka ±5cm dan terdapat ±5
jahitan, Terpasang infus RL 20 tpm , Terpasang kateter, Terpasang drainase

4. Implementasi
a. Diagnosa Nyeri akut berhubungan dengan agens injuri fisik. Implementasi yang
dilakukan adalah mengkaji tanda-tanda vital pasien dan mengkaji riwayat nyeri
pasien, menjelaskan mengenai penyebab nyeri, mengajarkan teknik relaksasi. Penulis
tidak melakukan banyak jenis teknik relaksasi karena pasien agak lemah, yang penulis
ajarkan adalah guided imagery untuk mengurangi nyeri.
b. Diagnosa hambatan mobilitas di tempat tidur berhubungan dengan Nyeri. Imlementasi
yang dilakukan adalah mengakaji ADL yang dapat dilakukan pasien, mendekatkan
keperluan pasien (makanan, minuman, obat), mengajarkan latihan rom pasif dan aktif
kepada pasien, menganjurkan kepada keluarga untuk melatih rom aktif dan rom pasif
kepada klien. Penulis tidak bisa membantu setiap saat keperluan yang dibutuhkan
klien maka penulis menganjurkan kepada keluarga untuk membantu aktivitas klien.
c. Diagnosa keempat resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan,
Implementasi yang dilakukan adalah mengkaji tanda-tanda infeksi dari penampilan
luka, melakukan pencegahan infeksi dengan cara melakukan perawatan luka,
menganjurkan kepada pasien dan keluarga pasien untuk menjaga personal higine dan
diperoleh, memberikan injeksi cefotaxime 1gr/12jam, ranitidin 50mg/12jam dan
Ketorolac 30mg/8jam. Penulis tidak bisa memberikan injeksi terus menerus terkadang
injeksi diberikan oleh perawat rumah sakit dan terkadang juga mahasiswa lain
5. Evaluasi

Evaluasi dilakukan pada tanggal tanggal 3 Mei 2013 pukul 13.30 WIB. Berikut evaluasi yang
dilakukan untuk tiap diagnosa yang muncul.

1. Nyeri akut berhubungan dengan agens injuri fisik Penulis memperoleh data
subyektif: Pasien mengatakan masih merasakn nyeri. Data obyektif: P= Luka
bekas post operasi prostatectomy, Q= Seperti tertekan benda tumpul, R= Pada
perut bagian bawah, S= Skala 3, T= Hilang timbul. Assesmen: masalah
keperawatan nyeri teratasi sebagian. Planning: intervensi dilajutkan, lakukan
perawatan luka setiap hari, mengajarkan teknik relaksasi, kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian analgesik.

2. Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan nyeri Penulis


mendapatkan data subyektif: Pasien mengatakan belum bisa merubah posisi ke
duduk karena masih sakit tetapi merubah posisi miring ke kanan/kiri sudah bisa
mandiri. Data obyektif: Pasien masih belum bisa merubah posisi ke posisi duduk
tetapi merubah posisi tidur miring ke kanan dan kekiri sudah bisa. Assessment:
Masalah keperawatan hambatan mobilitas tidur berhubungan dengan nyeri teratasi
sebagian. Planning: Intervensi dilanjutkan, mengkaji ADL yang dapat dilakukan
pasien, dekatkan keperluan pasien (obat, makanan, minuman dll), ajarkan latihan
rom aktif dan rom pasif pada klien, bantu klien dalam beraktifitas (sibin, minum
obat, makan, minum), diskusikan dengan keluarga tentang ADL yang sesuai
dengan paien dan agar tetap membantunya dalam beraktifitas.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan Penulis


mendapatkan data subyektif: pasien mengatakan masih nyeri, Data obyektif: Tidak
ada tanda-tanda infeksi seperti gatal-gatal, kemerahan disekitar luka dan adanya
pus di luka. Assessment: Masalah keperawatan resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan kerusakan jaringan teratasi. Planning: Intervensi dilanjutkan, pantau tanda-
tanda infeksi pada luka, lakukan perawatan luka setiap hari untuk mencegah
infeksi.

Anda mungkin juga menyukai