Anda di halaman 1dari 12

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada bab 4 akan dilakukan pembahasan mengenai asuhan keperawatan pada

pasien An Az dengan GEADS di ruang paviliun 5 Rumkital Dr. Ramelan

Surabaya yang dilaksanakan mulai tanggal 19 Juni sampai 21 Juni 2017. Melalui

pendekatan studi kasus untuk mendukung fakta di lapangan dengan teori.

Pembahasan terhadap proses asuhan keperawatan ini di mulai dari pengkajian,

rumusan masalah, perencanaan asuhan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi.

4.1 Pengkajian

Penulis melakukan pengkajian pada An Az dengan melakukan anamnesa

pada pasien dan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik dan mendapatkan data

dari pemeriksaan penunjang medis. Pembahasan akan dimulai dari:

4.1.1 Data Dasar

Berdasarkan data identitas yang di dapatkan, An Az berjenis kelamin laki-

laki, usia 4 tahun, dan belum bersekolah. Diare paling sering menyerang anak-

anak, terutama usia antara 6 bulan sampai 3 tahun. Bila dilihat per kelompok

umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan insidensi tertinggi terdeteksi

pada anak balita (1-4 tahun) sedangkan menurut jenis kelamin insidensi laki-laki

dan perempuan hampir sama (DepKes RI, 2011).

4.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan utama pada anak adalah anak BAB cair sebanyak 6 kali dalam

sehari dan demam tinggi. Ditemukan saat pengkajian anak dengan keadaan umum

lemas, mata cowong, membran mukosa yang kering serta malas minum. Ketika

75
76

seorang anak sakit muntah atau mengalami diare, mereka akan kehilangan garam

dan air dalam jumlah yang besar dari tubuh dan menjadi dehidrasi dengan sangat

cepat. Dehidrasi dapat sangat berbahaya apalagi bagi anak-anak dan bayi. Anak-

anak bahkan dapat meninggal jika mereka tidak diobati dengan tepat (CPS, 2013).

Dehidrasi pada anak dapat dilihat dari beberapa tanda, yaitu haluaran urine

yang kurang (jika anak memakai popok, maka anak hanya berganti 4 popok basah

karena urine), anak menangis tanpa air mata, membran kulit, mulut dan lidah

kering. Mata cowong (sunken eyes), warna kulit tidak cemerlang dan ubun-ubun

anak yang berusia kurang dari 12 bulan akan teraba cekung (CPS, 2013).

Ini disebabkan adanya infeksi yang terjadi pada usus anak yang dapat

didahului oleh makanan yang kebersihannya tidak terjaga yang akhirnya

menimbulkan infeksi. Ini lalu menyebabkan penyerapan makanan di usus

menurun, dan lalu mineral serta air yang harusnya dapat kembali ke tubuh malah

keluar lewat diare (Nurarif & Kusuma, 2013). Demam tinggi juga dapat

disebabkan oleh infeksi yang terjadi di usus. Ketika tubuh terinfeksi, maka sistem

imun akan mendeteksi virus atau bakteri sebagai benda asing dan akan banyak

proses yang akan memicu tubuh untuk membunuh benda asing tersebut. Dari

beberapa proses tersebut akan muncul hasil kimiawi yang disebut pirogen yang

akan masuk dalam aliran darah. Ketika pirogen ini berjalan menuju otak, mereka

akan berinteraksi dengan bagian otak yaitu hipotalamus yang mana bertanggung

jawab untuk mengatur suhu tubuh. Ketika hipotalamus mendekteksi pirogen, dia

akan membuat suhu tubuh naik dan membuat tubuh memulai proses pembasmian

benda asing dan menambah suhu tubuh, yang mana ini disebut sebagai demam

(Johnson, 2015).
77

4.1.3 Pemeriksaan Fisik

Pemerksaan fisik di dapatkan beberapa masalah yang bisa dipergunakan

sebagai data dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang aktual maupun yang

masih resiko. Adapun pemeriksaan persistem seperti tersebut di bawah ini:

1. Sistem Pernafasan (B2 – Breath)

Sistem pernafasan anak, irama nafas anak reguler dalam batas

normal. Tidak ada otot bantu nafas atau pernafasan cuping hidung. Pada

auskultasi, anak terdengar batuk, suara nafas tambahan ronkhi karena

sputum tidak dapat keluar secara adekuat.

Batuk adalah reflek penting yang membantu membersihkan jalan

nafas (saluran bercabaung yang membawa udara ke dalam paru-paru).

Batuk juga membantu menjaga agar anak tidak menghirup sesuatu ke jalan

nafas (Fajar dkk, 2014).

2. Sistem Eliminasi - Urine (B4 – Bladder)

Pada pengkajian ditemukan anak hanya kencing saat BAB sebelum


masuk rumah sakit, namun anak belum kecing sejak pukul 22.00 WIB
hingga waktu pengkajian. Saat kencing, urine yang keluar bewarna kuning
dengan jumlah yang keluar sangat sedikit. Salah satu ciri-ciri anak dengan
dehidrasi sedang adalah tidak ada haluaran urine pada anak. Namun pada
pasien an. Az haluaran urine masih ada keluar meskipun sedikit.

3. Sistem Pencernaan (B5 – Bowel)

Pada sistem pencernaan mulut anak terlihat bersih, mukosa bibir

terlihat kering. Anak muntah dua kali saat pengkajian. Anak BAB dengan

konsistensi cair sebanyak 8 – 9 kali sampai waktu pengkajian berlangsung,


78

bising usus 18 x/menit. Diare terjadi karena adanya infeksi pada usus yang

menyebabkan ketidakadekuatan usus untuk menyaring air dan mineral

serta nutrisi yang harusnya dapat kembali ke tubuh. Hasil laboratorium

menunjukkan nilai Leukosit 17,1 10^3/mL yaitu diatas batas normal yang

menujukkan adanya infeksi. Selain leukosit, hasil darah hemoglobin yaitu

10,7 10^3/mL yang menunjukkan bahwa saat diare anak juga beresiko

untuk kehilangan nutrisi.

Disamping menyebabkan kehilangan air dan elektrolit, diare akut

juga mampu membuat kekurangan pada status nutrisi pada anak. Diantara

penyakit infeksi yang sering terjadi, penyakit diare adalah yang paling

sering membuat seorang anak kekurangan nutrisi (NRSCUS, 2012).

Diare adalah perubahan pergerakan usus yang ditandai dengan

bertambahnya intesitas air, volume air atau meningkatnya intensitas buang

air besar. Menurunnya konsistensi feses dan frekuensi pergerakan usus

yang menyebabkan pengeluaran feses lebih dari tiga kali kali dalam sehari

adalah salah satu ciri terjadinya diare (Yin, 2016).

4. Muskuloskeletal (B6 – Bone)

Pada pengkajian muskuloskeletal ditemukan hasil bahwa anak

mengalami penurunan turgor kulit, turgor kulit kembali setelah tiga detik.

Sedangkan kekuatan otot anak bernilai 4 dengan penjelasan anak mampu

menggerakkan persendian dengan gaya gravitasi dan mampu melawan

tahanan berukuran sedang yang diberikan.


79

5. Pola koping toleransi stress

Pada pola koping toleransi stress, ini menunjukkan bagaimana

tingkat hospitalisasi anak di rumah sakit. Sebelum masuk rumah sakit,

menurut orang tua, anak mudah diajak interaksi dan di dekati. Namun

setelah masuk rumah sakit, anak sangat sulit diajak berinteraksi dan

berkomunikasi.

4.2 Diagnosa Keperawatan

4.2.1 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare.

Ditandai dengan anak BAB dengan konsistensi feses yang cair sebanyak 8

kali hingga waktu pengkajian dan muntah 2 kali saat pagi hari. Anak juga terlihat

lemas. Tanda-tanda vital anak didapatkan suhu: 37,7oC dengan nadi 90 x/menit,

nadi teraba normal namun lemah.

Anak beresiko mengalami penurunan cairan intravaskuler, interstitisal dan

atau instraselular. Hal ini meruju ke resiko dehidrasi, kehilangan air saja tanpa ada

perubahan natrium (Wilkinson, 2015). Pada diagnosa ini anak terlihat haus dan

mengalami penyimpangan yang mempengaruhi akses pemasukan nutrisi serta

anak kehilangan cairan yang berlebihan melalui rute normal yaitu diare

(Wilkinson, 2015).

Kurangnya intake anak dan kejadian muntah yang sering akan membuat

nutrisi pada anak terganggu. Ketika anak mual, anak tidak akan mau makan, ini

dapat mengakibatkan kehilangan nutrisi secara tidak sehat. Pemeriksaan

laboratorium menunjukkan hasil sel darah merah yang kurang, ini disebabkan

karena tubuh kehilangan atau kekurangan iron, folat dan vitamin dari diare yang
80

terjadi pada anak. Muntah juga dapat mengakibatkan dehidrasi, yang dimana

ketika muntah mineral dan nutrisi yang lain ikut keluar (CPS, 2003). Meskipun

anak mengalami diare akut yang dikatakan sedang, diare ini dapat mengakibatkan

dehidrasi berat karena kehilangan cairan yang elektrolit dalam jumlah yang

banyak (Surawics & Blanca, 2015).

Intervensi yang dilakukan pada anak adalah melakukan re-hidrasi secepat

mungkin untuk mengganti cairan tubuh anak yang hilang. Anak diberikan terapi

IV; D5 ½ NS sesuai dengan program. Anak juga diberi intervensi tata laksana

untuk mengurangi diare dengan diberikannya terapi oral zinc 1 x 1. Suplemen

zinc merupakan salah satu cara yang dimanfaatkan untuk membantu megnatasi

diare, ini karena zinc bermanfaat untuk pertumbuhan sel dan menjaga

metabolisme tubuh. Sedangkan tubuh tidak memiliki kemampuan untuk

menyimpan zinc, ini sebabnya asupan mineral tersebut dibutuhkan setiap hari

(WHO, 2017). Kekurangan zinc dapat menyebabkan meningkatnya resiko infeksi

pada gastrointestinal anak, membuat efek merugikan pada struktur serta fungsi

dari sistem pencernaan (WHO, 2017). Volume ciran yang kurang pada anak akan

teratasi dibuktikan dengan keseimbangan cairan, hidrasi yang adekuat dan status

nutrisi yaitu asuan makanan dan cairan yang adekuat pula. Selain itu anak akan

memiliki konstrasi urien yang normal dan hasil hemoglobin yang berada di batas

normal (Wilkinson, 2015). Setelah dilakukan intervensi dalam 3 x 24 jam, anak

menunjukkan perbaikan serta masalah teratasi.

Analisis penulis, An. Az termasuk adalah pasien yang mengalami akut

diare disertai dengan dehidrasi sedang. Akut diare terjadi saat intensitas buang air

besar pada pasien lebih dari yang biasa pasien lakukan, dan bertahan kurang dari
81

dua minggu. Diare ini dapat menyebabkan dehidrasi karena kehilangan cairan dan

elektrolit dalam jumlah yang banyak (Surawics & Blanca, 2015).

4.2.2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mual dan muntah.

Data pengkajian mengungkapkan bahwa anak malas makan ditambah

dengan kejadian muntah yang sering, ini membuat anak akan menjadi lemas.

Anak terlihat kurang minat pada makanan dan menolak untuk makan, anak hanya

makan beberapa sendok nasi tim. Bising usus anak 18 x/menit dan hasil

hemoglobin anak yang kurang dari normal yaitu 10,2 10^3/mm. Berat badan anak

sebelum masuk rumah sakit dan setelah masuk tidak mengalami perubahan yang

signifikan yaitu 14 kg.

Diagnosa ini menunjukkan asupan nutrisi tidak mencukupi untuk

memenuhi kebutuhan metabolik. Anak mengalami asupan makanan yang kurang

dari kebutuhan metaoblik baik kalori total maupun zat gizi tertentu (Wilkinson,

2016). Diagnosa ini diangkat dengan beberapa faktor pendukung yaitu pada data

subyektif nyeri abdomen, anak menolak makan. Serta pad adata obyektif, anak

mengalami diare, adanya bukti kurangnya makan, membran mukosa yang buruk

serta menolak untuk makan (Wilkinson, 2016).

Diare mengakibatkan kekuranga nutrisi melalui kurangnya makanan yang

masuk, absorbsi nutrisi berkurang, dan naiknya kebutuhan katabolisme nutrisi..

Gangguan pencernaan dan gangguan absorpsi cairan dapat terjadi pada anak yang

mengalami penurunan aktivitas enzim pencernaan dan perpindahan antara usus

lebih cepat. Gangguan penyerapan diperburuk dengan hancurnya preferensial sel


82

yang disebabkan oleh infeksi (NRSCUS, 2012). Kurangnya intake anak dan

kejadian muntah yang sering akan membuat nutrisi pada anak terganggu. Muntah

juga dapat mengakibatkan dehidrasi, yang dimana ketika muntah mineral dan

nutrisi yang lain ikut keluar (Medical, 2015). Asupan nutrisi oleh anak terpantau

mengalami penurunan yang dapat dilihat pada pemasukan makanan dan karenanya

pemasukan kalori juga ikut berkurang pada saat mereka sakit. Setelah dilakukan

implementasi di harapkan status nutrisi yaitu asupan zat gizi untuk anak memenhi

kebutuhan metabolik (Wilkinson, 2015)

Analisis penulis, An. Az menunjukkan malas makan, serta adanya bukti

bahwa anak malas makan dengna hanya menghabiskan setengah porsi makanan

yang diberikan. Saat pengkajian didapatkan anak mengalami bisisng usus

hiperaktif dan memmbran mukosa yang buruk serta tonus otot yang melemah.

4.2.3 Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

Data pengkajian menunjukkan, pada tanda-tanda vital: nadi 100x/menit,

suhu anak 37,7oC. Hasil leukosit yang lebih dari batas normal yaitu 17.000 uL.

Anak terlihat rewel, malas minum serta ekstrimitas terlihat basah. Data ini

menunjukkan anak mengalami demam diakibatkan oleh infeksi yang terjadi.

Pada buku Diagnosis Keperawatan milik Judith M. Wilkinson (2016)

diagnosa ini terjadi karena anak beresiko terhadap kegagalan untuk memelihara

suhu tubuh dalam batas normal. Ini menunjukkan beberapa faktor-faktor resiko

yaitu dehidrasi dengan anak tidak dapat mengeluarkan keringat di tambah dengan

anak terpajan suhu lingkungan yang tinggi.


83

Pada intervensi atau perencanaan anak dikaji tanda hipertermia secara

berkala dan memberikan suhu ruangan yang stabil. Suhu ruangan yang lebih

tinggi dari suhu tubuh akan membuat sistem tubuh berpikir bahwa anak

membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk hangat. Maka suhu ruangan yang

diatur akan membuat anak lebih nyaman serta demam tidak naik. Selain itu

mengedukasi keluarga untuk memberikan asupan minum yang cukup. Saat

demam, anak merasa enggan untuk makan dan minum. Namun dehidrasi juga

salah satu penyebab suhu tubuh naik dan minum air putih diharapkan dapat

memeuhi kebutuhan cairan semaksimal mungkin (HCM, 2006). Hasil yang

diharapkan adalah anak akan mengalami keseimbangan antara produksi pnas,

kenaikan panas dan kehilangan panas (Wilkinson, 2016).

Infeksi yang disebabkan oleh bakteria atau virus yang menumpuk di darah,

tulang sumsum akan memproduksi banyak sel darah putih untuk melawan infeksi.

Infeksi ini dapat mengarah ke inflamasi yang mana akan membuat jumlah sel

darah putih meningkat. Ketika tubuh terinfeksi, maka sistem imun akan

mendeteksi virus atau bakteri sebagai benda asing dan akan banyak proses yang

akan memicu tubuh untuk membunuh benda asing tersebut. Dari beberapa proses

tersebut akan muncul hasil kimiawi yang disebut pirogen yang akan masuk dalam

aliran darah. Ketika pirogen ini berjalan menuju otak, mereka akan berinteraksi

dengan bagian otak yaitu hipotalamus yang mana bertanggung jawab untuk

mengatur suhu tubuh. Ketika hipotalamus mendekteksi pirogen, dia akan

membuat suhu tubuh naik dan membuat tubuh memulai proses pembasmian benda

asing dan menambah suhu tubuh, yang mana ini disebut sebagai demam (Cathy,

2015).
84

Gastroenteritis karena bakteri terjadi ketika bakteri menyebabkan infeksi

dalam usus. Ini akan mengakibatkan inflamasi dalam perut dan usus. Pasien juga

akan mengalami beberapa gejala seperti muntah, sakit perut dan diare. Ini dapat

terjadi akrena kurangnya kebersihan. Infeksi juga dapat terjadi setelah kontak

langsung dengan binatang atau memakan makanan atau minuman yang

terkontaminasi dengan bakteri (atau substansi racun yang diproduksi bakteri

(Marcin, 2016).

Analisis penulis adalah anak mengalami demam tinggi saat diare terjadi

dan masalah teratasi bersamaan dengan diare yang berhenti. Ini membuktikan

bahwa infeksi pada pencernaan yang mengakibatkan diare, membuat suhu tubuh

anak meningkat.

4.2.4 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubugan dengan akumulasi

sekret.

Anak mengalami batuk sejak masuk ke rumah sakit. Anak terdengar batuk

berdahak dengan suara nafas tambahan ronkhi. Tidak ada otot bantu nafas dan

sputum tidak dapat keluar. Tanda-tanda vital anak: RR: 20x/menit dan irama nafas

reguler. Batuk dengan sputum yang tidak dapat keluar mengakibatkan anak batuk

terus menerus, terdengar suara ronkhi saat auskultasi.

Diagnosa ini diangkat karena anak tidak mampu untuk membersihkan

sekret atau obstruksi saluran nafas guna mempertahankan jalan nafas yang bersih

(Wilkinson, 2016). Diagnosa ini diangkat dan diperkuat dengan ditemukannya

data obyektif yaitu anak mengalami suara nafas tambahan (ronkhi), adanya

sputum berlebihan dan tidak ada batuk efektif.


85

Batuk diawali dari masuknya mikrobakterium ke saluran nafas,

mikrobakterium akan mengakibatkan peradangan dalam tenggorokkan dan

mengakibatkan adanya akumulasi sekret pada saluran nafas. Adanya sekret yang

tidak dapat dikeluarkan menghambat pemasukan oksigen ke dalam paru-paru dan

anak dapat mengalami batuk disertai dengan dahak yang tidak dapat keluar

(Muttaqin, 2012).

Analisa penulis bahwa an. Az batuk berdahak namun masalah tidak selesai

meskipun intervensi sudah diberikan beberapa kali kombinasi seperti clapping

dada dan minum air hangat. Anak tidak mendapatkan terapi obat untuk mengatasi

batuknya. Sampai 3 x 24 jam, diagnosa ini hanya teratasi sebagian.

4.2.5 Ketakutan berhubungan dari terpisah dari sistem pendukung dalam


situasi yang berpotensi menimbulkan stres.
Anak di rumah mudah bergaul dengan orang lain dan tidak mudah

menangis, namun saat di rumah sakit anak menangis keras saat di dekati dan

cenderung menghidar saat di dekati perawat.

Diagnosa ini diangkat karena anak berespons terhadap persepsi ancaman

yang secara sadar dikenali sebagai bahaya. Anak berperilaku menghindar dan

meningkatkan kewaspadaan. Ini diangkat karena berhubungan dengan terpisahnya

anak dari sistem pendukung yaitu rumah, dalam situasi yang berpotensi

menimbulkan stress dan dalam hal ini adalah rumah sakit (Wilkinson, 2016).

Intervensi yang dilakukan adalah membina hubungan saling percaya,

karena anak mengidentifikasikan perawat sebagai hal yang membuat sakit untuk

dirinya. Anak juga satu kamar dengan pasien lain yang sebaya, untuk mengurangi

ketakutan anak dikenalkan pada orang lain. Dalam hal ini, saat dikenalkan akan
86

juga diberikan contoh bahwa pasien lain dapat mencapai keberhasilan dalam

mengatasi pengalaman yang sama seperti; di suntik obat atau makan. Penulis juga

mengajarkan keluarga menggunakan imajinasi terbimbing, yaitu mengajak anak

membayangkan apa yang ia sukai untuk mengurangi ketakutan (Wilkinson, 2016).

Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada

lingkungan runah sakit unuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan atau

pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya. Tetapi pada

umumnya hospitalisasi dapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat

menimbulkan gangguan emosi atau tingkah laku yang mempengaruhi

kesembuhan dan perjalanan penyakit anak selama dirawat di rumah sakit

(Sisilaningrum, 2013).

Analisis penulis, anak cukup kooperatif dan masalah teratasi pada hari

terakhir anak dirawat. Pada hari kedua, anak hanya diberikan intervensi penguatan

verbal dan non-verbal yang dapat membantu menurunkan ketakutan karena anak

sudah dapat membina hubungan saling percaya dan saling mengenal dengan

teman sebaya dalam satu kamar.

Anda mungkin juga menyukai