PEMBAHASAN
Surabaya yang dilaksanakan mulai tanggal 19 Juni sampai 21 Juni 2017. Melalui
4.1 Pengkajian
pada pasien dan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik dan mendapatkan data
laki, usia 4 tahun, dan belum bersekolah. Diare paling sering menyerang anak-
anak, terutama usia antara 6 bulan sampai 3 tahun. Bila dilihat per kelompok
umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan insidensi tertinggi terdeteksi
pada anak balita (1-4 tahun) sedangkan menurut jenis kelamin insidensi laki-laki
Keluhan utama pada anak adalah anak BAB cair sebanyak 6 kali dalam
sehari dan demam tinggi. Ditemukan saat pengkajian anak dengan keadaan umum
lemas, mata cowong, membran mukosa yang kering serta malas minum. Ketika
75
76
seorang anak sakit muntah atau mengalami diare, mereka akan kehilangan garam
dan air dalam jumlah yang besar dari tubuh dan menjadi dehidrasi dengan sangat
cepat. Dehidrasi dapat sangat berbahaya apalagi bagi anak-anak dan bayi. Anak-
anak bahkan dapat meninggal jika mereka tidak diobati dengan tepat (CPS, 2013).
Dehidrasi pada anak dapat dilihat dari beberapa tanda, yaitu haluaran urine
yang kurang (jika anak memakai popok, maka anak hanya berganti 4 popok basah
karena urine), anak menangis tanpa air mata, membran kulit, mulut dan lidah
kering. Mata cowong (sunken eyes), warna kulit tidak cemerlang dan ubun-ubun
anak yang berusia kurang dari 12 bulan akan teraba cekung (CPS, 2013).
Ini disebabkan adanya infeksi yang terjadi pada usus anak yang dapat
menurun, dan lalu mineral serta air yang harusnya dapat kembali ke tubuh malah
keluar lewat diare (Nurarif & Kusuma, 2013). Demam tinggi juga dapat
disebabkan oleh infeksi yang terjadi di usus. Ketika tubuh terinfeksi, maka sistem
imun akan mendeteksi virus atau bakteri sebagai benda asing dan akan banyak
proses yang akan memicu tubuh untuk membunuh benda asing tersebut. Dari
beberapa proses tersebut akan muncul hasil kimiawi yang disebut pirogen yang
akan masuk dalam aliran darah. Ketika pirogen ini berjalan menuju otak, mereka
akan berinteraksi dengan bagian otak yaitu hipotalamus yang mana bertanggung
jawab untuk mengatur suhu tubuh. Ketika hipotalamus mendekteksi pirogen, dia
akan membuat suhu tubuh naik dan membuat tubuh memulai proses pembasmian
benda asing dan menambah suhu tubuh, yang mana ini disebut sebagai demam
(Johnson, 2015).
77
sebagai data dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang aktual maupun yang
normal. Tidak ada otot bantu nafas atau pernafasan cuping hidung. Pada
Batuk juga membantu menjaga agar anak tidak menghirup sesuatu ke jalan
terlihat kering. Anak muntah dua kali saat pengkajian. Anak BAB dengan
bising usus 18 x/menit. Diare terjadi karena adanya infeksi pada usus yang
menunjukkan nilai Leukosit 17,1 10^3/mL yaitu diatas batas normal yang
10,7 10^3/mL yang menunjukkan bahwa saat diare anak juga beresiko
juga mampu membuat kekurangan pada status nutrisi pada anak. Diantara
penyakit infeksi yang sering terjadi, penyakit diare adalah yang paling
yang menyebabkan pengeluaran feses lebih dari tiga kali kali dalam sehari
mengalami penurunan turgor kulit, turgor kulit kembali setelah tiga detik.
menurut orang tua, anak mudah diajak interaksi dan di dekati. Namun
setelah masuk rumah sakit, anak sangat sulit diajak berinteraksi dan
berkomunikasi.
Ditandai dengan anak BAB dengan konsistensi feses yang cair sebanyak 8
kali hingga waktu pengkajian dan muntah 2 kali saat pagi hari. Anak juga terlihat
lemas. Tanda-tanda vital anak didapatkan suhu: 37,7oC dengan nadi 90 x/menit,
atau instraselular. Hal ini meruju ke resiko dehidrasi, kehilangan air saja tanpa ada
perubahan natrium (Wilkinson, 2015). Pada diagnosa ini anak terlihat haus dan
anak kehilangan cairan yang berlebihan melalui rute normal yaitu diare
(Wilkinson, 2015).
Kurangnya intake anak dan kejadian muntah yang sering akan membuat
nutrisi pada anak terganggu. Ketika anak mual, anak tidak akan mau makan, ini
laboratorium menunjukkan hasil sel darah merah yang kurang, ini disebabkan
karena tubuh kehilangan atau kekurangan iron, folat dan vitamin dari diare yang
80
terjadi pada anak. Muntah juga dapat mengakibatkan dehidrasi, yang dimana
ketika muntah mineral dan nutrisi yang lain ikut keluar (CPS, 2003). Meskipun
anak mengalami diare akut yang dikatakan sedang, diare ini dapat mengakibatkan
dehidrasi berat karena kehilangan cairan yang elektrolit dalam jumlah yang
mungkin untuk mengganti cairan tubuh anak yang hilang. Anak diberikan terapi
IV; D5 ½ NS sesuai dengan program. Anak juga diberi intervensi tata laksana
zinc merupakan salah satu cara yang dimanfaatkan untuk membantu megnatasi
diare, ini karena zinc bermanfaat untuk pertumbuhan sel dan menjaga
menyimpan zinc, ini sebabnya asupan mineral tersebut dibutuhkan setiap hari
pada gastrointestinal anak, membuat efek merugikan pada struktur serta fungsi
dari sistem pencernaan (WHO, 2017). Volume ciran yang kurang pada anak akan
teratasi dibuktikan dengan keseimbangan cairan, hidrasi yang adekuat dan status
nutrisi yaitu asuan makanan dan cairan yang adekuat pula. Selain itu anak akan
memiliki konstrasi urien yang normal dan hasil hemoglobin yang berada di batas
diare disertai dengan dehidrasi sedang. Akut diare terjadi saat intensitas buang air
besar pada pasien lebih dari yang biasa pasien lakukan, dan bertahan kurang dari
81
dua minggu. Diare ini dapat menyebabkan dehidrasi karena kehilangan cairan dan
dengan kejadian muntah yang sering, ini membuat anak akan menjadi lemas.
Anak terlihat kurang minat pada makanan dan menolak untuk makan, anak hanya
makan beberapa sendok nasi tim. Bising usus anak 18 x/menit dan hasil
hemoglobin anak yang kurang dari normal yaitu 10,2 10^3/mm. Berat badan anak
sebelum masuk rumah sakit dan setelah masuk tidak mengalami perubahan yang
dari kebutuhan metaoblik baik kalori total maupun zat gizi tertentu (Wilkinson,
2016). Diagnosa ini diangkat dengan beberapa faktor pendukung yaitu pada data
subyektif nyeri abdomen, anak menolak makan. Serta pad adata obyektif, anak
mengalami diare, adanya bukti kurangnya makan, membran mukosa yang buruk
Gangguan pencernaan dan gangguan absorpsi cairan dapat terjadi pada anak yang
yang disebabkan oleh infeksi (NRSCUS, 2012). Kurangnya intake anak dan
kejadian muntah yang sering akan membuat nutrisi pada anak terganggu. Muntah
juga dapat mengakibatkan dehidrasi, yang dimana ketika muntah mineral dan
nutrisi yang lain ikut keluar (Medical, 2015). Asupan nutrisi oleh anak terpantau
mengalami penurunan yang dapat dilihat pada pemasukan makanan dan karenanya
pemasukan kalori juga ikut berkurang pada saat mereka sakit. Setelah dilakukan
implementasi di harapkan status nutrisi yaitu asupan zat gizi untuk anak memenhi
bahwa anak malas makan dengna hanya menghabiskan setengah porsi makanan
hiperaktif dan memmbran mukosa yang buruk serta tonus otot yang melemah.
suhu anak 37,7oC. Hasil leukosit yang lebih dari batas normal yaitu 17.000 uL.
Anak terlihat rewel, malas minum serta ekstrimitas terlihat basah. Data ini
diagnosa ini terjadi karena anak beresiko terhadap kegagalan untuk memelihara
suhu tubuh dalam batas normal. Ini menunjukkan beberapa faktor-faktor resiko
yaitu dehidrasi dengan anak tidak dapat mengeluarkan keringat di tambah dengan
berkala dan memberikan suhu ruangan yang stabil. Suhu ruangan yang lebih
tinggi dari suhu tubuh akan membuat sistem tubuh berpikir bahwa anak
membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk hangat. Maka suhu ruangan yang
diatur akan membuat anak lebih nyaman serta demam tidak naik. Selain itu
demam, anak merasa enggan untuk makan dan minum. Namun dehidrasi juga
salah satu penyebab suhu tubuh naik dan minum air putih diharapkan dapat
Infeksi yang disebabkan oleh bakteria atau virus yang menumpuk di darah,
tulang sumsum akan memproduksi banyak sel darah putih untuk melawan infeksi.
Infeksi ini dapat mengarah ke inflamasi yang mana akan membuat jumlah sel
darah putih meningkat. Ketika tubuh terinfeksi, maka sistem imun akan
mendeteksi virus atau bakteri sebagai benda asing dan akan banyak proses yang
akan memicu tubuh untuk membunuh benda asing tersebut. Dari beberapa proses
tersebut akan muncul hasil kimiawi yang disebut pirogen yang akan masuk dalam
aliran darah. Ketika pirogen ini berjalan menuju otak, mereka akan berinteraksi
dengan bagian otak yaitu hipotalamus yang mana bertanggung jawab untuk
membuat suhu tubuh naik dan membuat tubuh memulai proses pembasmian benda
asing dan menambah suhu tubuh, yang mana ini disebut sebagai demam (Cathy,
2015).
84
dalam usus. Ini akan mengakibatkan inflamasi dalam perut dan usus. Pasien juga
akan mengalami beberapa gejala seperti muntah, sakit perut dan diare. Ini dapat
terjadi akrena kurangnya kebersihan. Infeksi juga dapat terjadi setelah kontak
(Marcin, 2016).
Analisis penulis adalah anak mengalami demam tinggi saat diare terjadi
dan masalah teratasi bersamaan dengan diare yang berhenti. Ini membuktikan
bahwa infeksi pada pencernaan yang mengakibatkan diare, membuat suhu tubuh
anak meningkat.
sekret.
Anak mengalami batuk sejak masuk ke rumah sakit. Anak terdengar batuk
berdahak dengan suara nafas tambahan ronkhi. Tidak ada otot bantu nafas dan
sputum tidak dapat keluar. Tanda-tanda vital anak: RR: 20x/menit dan irama nafas
reguler. Batuk dengan sputum yang tidak dapat keluar mengakibatkan anak batuk
sekret atau obstruksi saluran nafas guna mempertahankan jalan nafas yang bersih
data obyektif yaitu anak mengalami suara nafas tambahan (ronkhi), adanya
mengakibatkan adanya akumulasi sekret pada saluran nafas. Adanya sekret yang
anak dapat mengalami batuk disertai dengan dahak yang tidak dapat keluar
(Muttaqin, 2012).
Analisa penulis bahwa an. Az batuk berdahak namun masalah tidak selesai
dada dan minum air hangat. Anak tidak mendapatkan terapi obat untuk mengatasi
menangis, namun saat di rumah sakit anak menangis keras saat di dekati dan
yang secara sadar dikenali sebagai bahaya. Anak berperilaku menghindar dan
anak dari sistem pendukung yaitu rumah, dalam situasi yang berpotensi
menimbulkan stress dan dalam hal ini adalah rumah sakit (Wilkinson, 2016).
karena anak mengidentifikasikan perawat sebagai hal yang membuat sakit untuk
dirinya. Anak juga satu kamar dengan pasien lain yang sebaya, untuk mengurangi
ketakutan anak dikenalkan pada orang lain. Dalam hal ini, saat dikenalkan akan
86
juga diberikan contoh bahwa pasien lain dapat mencapai keberhasilan dalam
mengatasi pengalaman yang sama seperti; di suntik obat atau makan. Penulis juga
(Sisilaningrum, 2013).
Analisis penulis, anak cukup kooperatif dan masalah teratasi pada hari
terakhir anak dirawat. Pada hari kedua, anak hanya diberikan intervensi penguatan
verbal dan non-verbal yang dapat membantu menurunkan ketakutan karena anak
sudah dapat membina hubungan saling percaya dan saling mengenal dengan