Anda di halaman 1dari 11

"Ku harap tidak akan ada yang salah sangka saat melihat kita berdua disini.

"

Bukan kata-kata 'Selamat Malam' yang diucapkan Seungho ketika ia mendatangi meja dimana seorang
wanita cantik duduk sendirian disana. Setelah lelaki itu tersenyum berterimakasih pada pelayan yang
mengantarnya, Seong Eun dulu yang berdiri dan menyapa 'Selamat Malam' yang lalu dijawab Seungho
dengan hangat.

"Aku sebenarnya ingin memelukmu tapi," kata Seungho sambil mereka duduk berseberangan di kursi
masing-masing, ia tersenyum penuh arti. "Kau tak tahu siapa yang ada di sekitarmu.”

Mendengar ucapan Seungho membuat Seong Eun terkekeh ringan.

"Apa mungkin ada mata-mata Ginger di sekitarmu, Tuan?" Candanya sebentar, Seungho hanya
tersenyum tipis.

"Ginger? Punya mata-mata? Dia tak tertarik untuk cari hal yang semacam itu." Seungho ikut tertawa
kecil. “Sudah pesan makanan, Seong Eun?"

"Aku sudah pesan. Mungkin ada tambahan? Wine misalnya?" tawar Seongeun pada pria di hadapannya
sambil menaikan kedua bahu. "Aku pikir tak ada salahnya jika selesai makan kita minum sebentar sambil
berbincang."

"Ah, boleh. Karena cuaca sangat dingin di luar," kata Seungho disambung dengan gumaman 'satu gelas
saja tak akan rugi'. Selanjutnya lelaki itu terkekeh mendengar ucapan Seong Eun soal mata-mata.

Saat itu tepat seorang pelayan membawakan appetizer dan menaruhnya di hadapan mereka masing-
masing. Setelah pelayan itu pergi, mereka mulai menyuapkan hidangan pembuka mereka.

"Aku bicara tentangmu," kata Seungho sambil mengunyah pelan, mengembalikan pernyataannya yang
awal sambil menatap Seong Eun dengan senyum yang tak turun. "Kau tidak tiba-tiba mengirimkan pesan
ke ponselku karena salah mengira itu nomor Ginger 'kan?"

Seperti biasa, Yang Seungho selalu menebak tanpa gagal. Tak membiarkan Seong Eun mengelak, ia terus
memandangnya seperti itu sesuatu hal yang lumrah. Seungho tidak akan berjalan begitu saja dengan
wanita yang masih punya status istri seorang public figure tanpa ada alasan yang pasti, tentu saja itu
yang lalu membuatnya melenggang hingga makan malam dengan Kim Seong Eun.

Wanita itu kembali terkekeh dan menyeka mulutnya menggunakan lap sebelum menjawab.

"Aku tahu mana nomormu dan mana nomor istrimu. Aku juga bisa baca, Yang-nim. Lagipula, apa aku
tipe orang yang akan melakukan hal seperti itu?" Ia terkekeh lagi.

Seong Eun meraih gelas tangkai yang berisi air putih dan meneguk sedikit isinya. Wanita itu menghela
nafas sebentar lalu memberanikan diri untuk bertanya. "Kurasa mungkin kau tahu hal apa yang ingin
kubicarakan denganmu di sini," jeda sebentar, "iya, aku yakin kau tahu." Ucap Seong Eun yang kemudian
menarik datar kedua sudut bibirnya.
"Tentu aku tahu." Seungho tersenyum lebih tinggi—tanda bahwa dia tahu sesuatu dan sangat senang.
Seungho mengangkat gelasnya sedikit ke udara, mengajak Seong Eun untuk bersulang lalu menyesap
isinya sedikit.

"Aku bertemu Minjun kemarin dulu." Kata Seungho membersihkan sekitar mulutnya dengan serbet.
Lelaki itu lalu memandang Seong Eun ingin tahu. "Aku tak tahu kau sangat dekat dengan dia." Kata-kata
sangat dekat sengaja ditekankan oleh Seungho, jelas itu bermakna ganda dan Seungho berusaha untuk
tak mengintimidasi wanita di depannya ini. Ia lalu melanjutkan,

"Ginger tak tahu soal ini dan aku tak tahu apa yang ia lakukan jika dia tahu," kata Seungho menggeleng
pelan. "Meskipun sekarang kami tak seberapa ingin menyukai suamimu lagi, tapi kupikir Ginger juga
akan sedikit tak setuju kalau kau harus menjalin hubungan dengan Minjun."

Seong Eun mengedipkan matanya cepat, terlalu terkejut dengan fakta yang dibawa Seungho
kehadapannya. Membayangkan Ginger mengomelinya macam-macam tentang hubungannya dengan
Minjun membuat hatinya sedikit sedih dan Seong Eun tak tahu kenapa harus merasakan seperti itu.

Maksudnya, dia sudah menerima perlakuan yang lebih dari itu, dari seseorang yang ia pikir
mencintainya.

"Kau akan memberitahunya, Seungho?" kata Seong Eun hati-hati, tak terkesan menghakimi seorang
Seungho tak Seong Eun bertanya-tanya apakah manusia di depannya inin bisa terintimidasi.

"Kurasa tidak. Dia mengundang Minjun untuk makan malam di rumah kami besok Selasa," Seungho
menatap Seong Eun dari atas gelas yang ia pegang, senyum menggodanya kembali muncul. "Kau bisa
datang kalau kau mau."

"Dan kau akan membiarkan Ginger mengetahui semuanya sendiri?" Tanya SeongEun terkejut pada pria
yang kini hanya mengangkat kedua alis matanya.

SeongEun menyandarkan punggungnya pada badan kursi ketika pelyanan yang membereskan meja
untuk mengganti appetizer dengan main course datang. Di tengah pekerjaan pelayan yang menata
makanan di atas taplak meja putih bersih, SeongEun kembali mencondongkan tubuh pada Seungho.

"Ginger tak akan menembakku ‘kan jika aku datang ke kediaman kalian dan Minjun membongkar
semuanya di hadapan istrimu?" Seongeun berkata serius. "Jujur saja Seungho, setidaknya aku tahu akan
seperti apa jika semua itu terjadi nanti!"

"Hei, hei," Seungho terdengar geli saat pelayan menjauhi meja mereka. "Orang yang seharusnya punya
sifat itu aku dan bukan Ginger. Jadi jawabannya tidak, Ginger tak akan melakukan hal seperti itu."

Kalimat itu menjadi kalimat terakhir sebelum mereka mulai menyuapkan makan malam masing-masing.
Setelah berpikir lebih dalam, Seungho lalu bertanya pada Seong Eun.
"Seburuk itu kah?" tanya Seungho. "Hingga Minjun menjadi pilihanmu?"

Itu cukup membuat Seong Eun berhenti memotong steaknya, memandang Seungho dalam-dalam.
Begitukah? Apa Minjun pilihannya? Jawaban dari pertanyaan seberapa buruk keadaan rumah
jawabannya terlampau pasti tapi Minjun?

"Dengar," kata Seungho dengan nada yang mengejutkan sangat lembut. "Aku tahu kau mengalami
situasi buruk saat ini. Tapi jika kau sendiri tak punya kepastian apakah apa yang kau lakukan ini benar,
aku tak tahu apa yang akan terjadi. Aku sudah pernah melihat hal semacam ini, sahabat Ginger dengan
teman terdekat kita dan itu berakhir sangat tak baik."

"Lalu kalau ini terjadi pada sahabatku, kau tahu aku bukan orang penyabar seperti Ginger."

Seong Eun masih terdiam.

"Aku bukan bermaksud mengancam atau bagaimana. Seong Eun-ah. Aku hanya ingin kau menyelesaikan
apa yang harus kau selesaikan terlebih dahulu untuk memulai sesuatu yang baru."

Seong Eun meletakan garpu dan pisau di samping piring ketika Seungho selesai bicara. Apa yang
diucapkan Seungho memang benar. Dirinya harus mengakhiri sebelum memulai sesuatu. Jangan sampai
ada yang terluka lagi. Jangan sampai ia menjadi di posisi yang lebih salah terutama untuk Seohyun.

"Aku mengerti. Tapi, yang membuatku tak sanggup adalah bertemu dengan Hyun Joong, Seungho- ya."
SeongEun terdiam ia menurunkan kedua tangannya dari atas meja ke kedua pahanya. "Aku tak mau air
mataku jatuh sekali lagi. Atau yang terparah, aku tak bisa menatapnya sama sekali."

"Dia orang yang paling aku cintai dan paling ku kagumi. Tapi, semuanya menjadi seperti ini. Aku rasa kau
tahu bagaimana rasa jika orang yang kau sayangi ternyata juga milik orang lain." Ucap Seong Eun
tertunduk. Selera makannya hilang seketika sekarang. Seungho menyerangnya tadi dan itu berhasil
membuat wanita yang menilik satu putri itu menjadi sedih.

Seohyun, Seohyun dan Seohyun.

Ketika ada air mata yang jatuh ke pipi Seong Eun tentu Seungho merasa sangat bersalah karenanya. Ia
menjulurkan tangan dan dan mengusap cairan bening itu dengan buku-buku jemarinya, setelah ia
menarik tangannya kembali Seungho menghembuskan nafas pelan.

"Jangan menangis," katanya. "Maafkan aku, harusnya aku tak mengatakan semua itu tadi."

Seong Eun tertawa salah tingkah sambil menyeka air matanya menggunakan serbet. "Justru karena kau
mengatakan itu aku jadi tahu apa yang harus aku lakukan. Terima kasih."

Seungho hanya tersenyum, ia kembali makan dan menyuruh Seong Eun juga ikut menghabiskan makan
malamnya. "Minjun cerita banyak sekali tentangmu," kata Seung Ho di sela-sela makannya. "Kadang aku
harus jadi orang bodoh yang tak mengenalmu jadi dia akan berhenti bicara. Kau tahu dia sangat-amat-
banyak bicara."
"Ah, dia memang terlalu aktif. Terutama bibirnya yang terus mengoceh." SeongEun akhirnya tertawa
ringan. Ia terbayang bagaimana Minjun yanh selalu berisik bicara ini-itu.

"Ada satu hal yang membuatku penasaran. Bagaimana caranya kalian kenal satu sama lain?"

Seungho tersneyum simpul dan menyesap minumannya. Ia lalu berkata. "Well, Ayahnya dulu adalah
kolega Ayahku, jadi aku mengenalnya kira-kira waktu SMA sampai kuliah. Kami sempat berpisah
beberapa lama ketika sesuatu terjadi. Lalu saat mulai dunia kerja, kami bertemu lagi."

Seungho mengangkat pundaknya acuh, tapi ia lalu memandang Seong Eun lekat-lekat sambil menarik
kedua sudut bibirnya penuh rahasia. "Dan.. kau tak akan mau tahu pekerjaan apa yang membuat kami
bertemu lagi."

Seungho mengulum senyum dan Seong Eun mengangkat kedua alisnya ingin tahu. Namun Seungho
membelokkan percakapan. "Bagaimana denganmu? Ku dengar dari Minjun kalian satu SMA dulu?"

Karena pengalihan topik dari Seungho, Seongeun mengangguk-angguk cepat. "Ah, iya. Ketua OSIS. Dulu
kami... pernah memulainya. Satu kali. Tidak lama." Jelas Seongeun memamerkan deretan giginya.

"Ya... kau tahulah... percintaan anak SMA." Lalu ia tertawa sambil bersandar. "Awalnya Minjun tak mau,
tapi aku memaksa. Dan ketika kami bertemu kembali, rasanya seperti... takdir?" SeongEun menggigit
bibir bawahnya sebentar. "Aku rasa bukan begitu." Ia tertawa lagi.

"Takdir adalah ketika Yang Seungho bertemu dengan Ginger Goodwin!"

Seungho tertawa bersama Seong Eun, ia menunjuk Seong Eun sambil mengangguk pelan. "Ya, kurasa itu
benar-benar takdir. Tak ada orang yang sengaja bertemu dengan situasi macam aku dan Ginger. Tak
akan ada yang berani. Sejenak aku pikir waktu itu dia bukan manusia. Kau tahu? Mungkin sejenis
goblin."

Seungho senang melihat Seong Eun bisa melepaskan kesedihannya dan tertawa bersamanya. Ia
mengeluarkan beberapa lelucon lagi dan Seong Eun memintanya untuk berhenti. Dia bisa menangis dan
tidak dapat makan kalau Seungho membuka mulutnya.

"Kau tidak boleh bicara macam itu tentang istrimu," kata Seong Eun menegur meskipun tertawa.
Seungho menggidikkan bahunya acuh sambil menyandarkan diri di kursi dengan santai.

"Oh, kalau begitu kau harus katakan pada Ginger untuk berhenti bilang pada Jaebum dia bisa ikut geng
mafia ku karena wajah kami sudah bisa bikin orang mati." Kata Seungho dan Seong Eun terkekeh pelan.

"Lho, memang kau punya perkumpulan macam itu? Mafia?"

Seungho terdiam sebentar, lalu menaikkan senyumnya.

"Kau tak akan mau tahu."


Seong Eun kembali mengerutkan kening, berapa rahasia yang dipunya Yang Seungho dalam hidupnya?
Seberapa besar rahasia itu? Sebelum pikirannya melayang kemana-mana, Seungho kembali membuka
suara.

"Lalu... ku dengar kau sudah mengenalkannya pada Seohyun?" tanya Seungho ingin tahu. "Apa tidak
terlalu cepat?"

"Soal Minjun? Iya. Aku sudah mengenalkannya. Oh, Seungho! Kalau kau bisa menghukumku, hukumlah
aku! Saat itu Seohyun mendadak menjadi hening dan tidak seceria dulu." Ujar Seongeun yang
memegang kening menggunakan dua tangan.

"Kebodohanku akan putriku! Dan... kau tahu Minjun, bukan? Dia senang memeluk orang-orang
terdekatnya! Tapi, sungguh! Sampai saat ini aku masih belum menjawab semua pertanyaan yang
ditanyakan oleh Minju padaku!" Jelas SeongEun sambil menggelengkan kepala, mengibaskan kedua
tangannya lalu menggaruk rambutnya yang sengaja dibuat ikal.

"Ah... aku kalut!" Candanya sedikit.

Seungho terdiam sebentar. "Minjun tak suka memelukku," kata Seungho pura-pura berpikir, tapi
kemudian lelaki itu menaikkan satu alisnya.

"Apa dia akhirnya melamarmu? Bagaimana Seohyun? Tanggapannya akan Minjun?"

SeongEun mengangkat kedua bahunya lalu menghela nafas. "Sebetulnya...sudah. Tapi, seperti yang
kukatakan tadi. Aku belum menjawab semua pertanyaannya," jeda sebentar, "belum. Aku belum bicara
secara intensif dengannya. Aku khawatir Seohyun tak mau menerima Minjun dalam kehidupan kami
berdua."

Seungho bisa mendengar jelas kesusahan disela-sela kalimat Seong Eun, dalam hati ia berpikir
bagaimana Seong Eun bisa menangani itu semua dalam tubuh kecilnya. Seungho bisa membayangkan
masalah-masalah itu bagaikan kembang api yang meledak kesana kemari tak berujung. Jadi Seungho
memilah milah kata lagi pokok tidak asal meluncur seperti tadi, sebagai lelaki dia harusnya malu
mengatakan hal seperti mengancam seperti itu pada wanita.

Maksudnya, ini Seong Eun, bukan kolega pekerjaan yang biasanya cari masalah.

"Pasti berat untukmu," kata Seungho tersenyum prihatin. "Aku ikut sedih tahu apa yang terjadi padamu
dan Seohyun. Saranku, cobalah bicara dengan Seohyun tentang semuanya. Kalau sama-sama wanita
akan lebih mudah untuk mengerti."

Pelayan datang mengambil makanan mereka dan menggantinya dengan makanan penutup, Seong Eun
hanya mengangguk pelan dan meneguk minumannya lagi, ia lalu meminta pada pelayan menambahkan
minuman ke gelasnya yang hampir kosong.
"Baiklah. Akan kucoba. Mungkin aku harus bicara lebih lembut dari biasanya pada Seohyun." Seong Eun
mengangguk setuju dan ketika makanan penutup diantar oleh pelayan, Seong Eun juga Seungho
berterima kasih singkat pada pelayan tersebut.

"Aku ingin minta tolong padamu!"

Kedua alis Seungho berjingit. Wanita di depannya tiba-tiba mencondongkan kepala dengan dahi
berkerut. Nada suaranya pun hampir berbisik.

"Jika Minjun bicara ingin bertemu dengan HyunJoong atau semacamnya padamu, tolong larang dia!
Entah tapi ada sorot mata lain di dirinya. Meski tersenyum, senyumnya itu seperti senyummu yang
serinh aku lihat!"

Sebelum memakan makanan manis di piringnya, Seungho memandang Seong Eun dengan tatapan
menyipit. "Itu. Senyum. Kau selalu bilang begitu pada Ginger, dan kau mengatakannya padaku? Nah,
sekarang aku mengerti," kata Seungho mengangguk pelan. "Kau pikir senyumku ini apa? Aku ini kalau
tersenyum selalu tulus."

Seungho lalu mempraktekkan senyumnya.

"Dan soal Minjun, dia belum mengatakan apapun, tapi coba pikirkan Seong Eun. Memang dia mau bilang
kalau dia akan melakukan sesuatu pada Hyun Joong? Kurasa tidak. Dia tak akan mengatakannya
padaku."

"Jadi, Ginger cerita soal itu padamu?" SeongEun tertawa tak percaya. Ia khawatir kalau Seungho bisa
saja menembaknya sekarang juga. "Orang bilang 'ada yang lain... di senyummu...' Begitu!" Ia tertawa
lagi.

Ketika Seungho bicara soal Minjun, Seongeun mengangguk. "Oke, kurasa hanya perasaanku. Tapi,
sungguh! Minjun... dia beda dengan pria lain tapi terlihat sama denganmu!" Seongeun menunjuk
Seungho dengan telunjuknya. Ia rasa Seungho mengerti maksud dari perkataannya.

"Dia berbada denganku, Seong Eun," Seungho menggelengkan kepalanya sok dramatis. "Aku tak suka
peluk-peluk orang lain dan Minjun suka. Meskipun aku banyak omong, Minjun tak tahu kapan berhenti.
Jadi, maaf, aku tersinggung kalau kau menyama-nyamakanku dengan Minjun. Ah... ya. Satu lagi."

Seong Eun mengangkat alis di sela-sela tawanya.

"Aku tidak mencintaimu, tapi Minjun melakukannya."

Kini ganti Seungho yang tertawa karena Seong Eun mulai merona.

"Tapi, serius, Seungho," kata Seong Eun menekan-nekan pipinya seakan-akan itu bisa menghilangkan
warna pink dari sana. "Kau harus menghentikan Minjun kalau dia mau berbuat sesuatu. Entah apa itu."
Seungho mengunyah dessertnya pelan sambil mengangguk.

"Tentu saja," kata Seungho. "Tanpa kau beri tahu pun, aku pasti akan melakukannya."

Seong Eun bisa bernafas lega sekarang. Ia bisa percayakan Kim Minjun pada rekannya. Satu suapan
terakhir dari dessert pesanan Seongeun pun telah masuk ke dalam mulut. Makan malam selesai.

"Biar aku saja yang bayar. Sesekali, wanita mentraktir pria. Dan katakam pada Ginger aku membayar
makanan di restoran mahal ini!" Ujar Seong Eun sambil terkekeh. Ia mengangkat gelas berisi wine merah
lalu mengajak Seungho untuk ber-cheers. "Terima kasih sudah mau repot-repot menemuiku di sela
kesibukanmu, Yang-nim."

Seungho membenturkan gelas mereka pelan dan meneguk isinya sampai habis. Setelah membersihkan
mulutnya dengan serbet Seungho menggeleng pelan saat Seong Eun berkata demikian.

"Tidak tidak. Kau tak boleh bayar," kata Seungho tersenyum tinggi. "Itu akan menjatuhkan harga diriku,
aku punya harga diri yang sangat tinggi."

Seong Eun tertawa sambil meletakan gelas. Ia berusaha agar wine di dalam mulutnya tal sampai
menyembur pada Seungho. "Aku akan pinta pada pihak hotel untuk hapus rekaman CCTV! Bagaimana?"

"Aku tak butuh bantuan pihak hotel hanya untuk menghapus macam begitu," Seungho terkekeh. Ia lalu
berdiri dan menunggu Seong Eun untuk berjalan bersama-sama ke lobi depan.

"Sungguh," Seong Eun masih enggan mengalah. "Aku yang mengajakmu, jadi aku yang akan
membayarnya."

"Itu tidak sopan," Seungho mengerutkan keningnya sambil melihat ke sekitar. Ia lalu kembali
memandang Seong Eun masih dengan senyum yang tinggi. "Sudahlah, menyerah saja."

"Baiklah. Baiklah." Seongeun menyerah mengangkat kedua tangannya dan membiarkan suami dari
sahabatnya tersebut mengeluarkan kartu kredit dari dalam dompet.

"Kau tak anggap aku berhutang, kan hanya karena kau harus menjaga harga dirimu di depan umum?"
Canda Seongeun sembari terkekeh ringan.

Keduanya melangkah ke pintu keluar hotel. Mobil milik Seungho sudah tiba diantarkan oleh petugas
hotel. Sedang Seongeun tetap berdiri di sana ketika si Yang itu memegang pembuka pintu mobilnya.

"Pulang bersamaku?" tawar Seungho menaikkan satu alisnya. "Di dalam akan sepi. Aku menyetir
sendirian."

Seong Eun terkekeh pelan, kalau begini mana percaya Seungho itu sudah punya istri dan dua anak
kembar? Seongeun menggeleng pelan dengan senyum di bibirnya.
"Kau pasti kaget siapa yang akan datang." Ujar Seongeun.

Sebuah mobil sedan hitam mewah tiba dengan membunyikan klakson sebanyak dua kali. Kim Minjun
keluar dari mobil tersebut sambil heboh sendiri melihat rekannya masih berdiri di sana.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Minjun berisik lalu beralih menoleh pada Seongeun yang masih
berdiri di tempat yang sama.

"Kalian... kencan?" Minjun mempertemukan kedua telunjuknya. "Seungho-hyung, jangan main di


belakang istrimu!" Candanya sambil melipat tangan di depan dada.

Seungho tertegun sebentar lalu merubah air mukanya menjadi oh-oke-jadi-kalian-merencanakan-ini


dengan kedua alis terangkat tinggi.

"Oh," kata Seungho memandang mengikuti Seong Eun yang menghampiri Minjun. "Kau mengajakku
makan malam, bicara tentang ini-itu lalu tiba-tiba dia muncul—"

Minjun hanya nyengir, Seungho memotongnya dengan, "jangan senyum kau bocah sialan."

Tapi Minjun tetap cengar-cengir seperti habis menang taruhan anak-anak.

Seongeun terkekeh dan berkata. "Maaf, ya. Setelah aku mengatakan bahwa akan bertemu denganmu
hari ini. Dia memaksa untuk menjemput. Maaf." Seongeun mempertemukan kedua telapak tangannya di
depan wajah. Ia harus memohon ampun sebelum Seungho menebasnya tepat di leher.

"Jadi, bagaimana, hyung?" Tanya Minjun kemudian dengan satu tangan merangkul punggung Seongeun
di sebelahnya.

Seungho mengeluarkan suara 'ooh' pelan, tanda kalau dia setengah kagum setengah mengejek Minjun
yang berani merangkul Seong Eun di depannya.

"Kau bilang padaku untuk tidak main di belakang Ginger, kau tahu apa yang sedang kau lakukan
sekarang?" Seungho menumpukan badan dengan siku diatas mobilnya. "Jangan lakukan itu di depan
umum, bodoh. Seong Eun itu masih istri orang."

Sudah makan malam dengan lelaki lain, di jemput juga dengan orang yang berbeda. Mau dibilang apa
dia kalau ada paparazzi yang memotret? Tapi Minjun hanya terkekeh.

"Kalau dari tadi tidak ada berita di internet atau apa pun yang menggemparkan media, kurasa hyung
sudah bekerja keras di dalam sana."

Seungho berdecak. "Aku selalu berpikir, tidak sepertimu. Kau harus berterimakasih padaku karena aku
sudah menyuruh Hoseok dan yang lainnya untuk berj—lebih baik kau pulang, hari sudah semakin gelap."

Seungho mengibaskan tangannya pada Minjun yang terkekeh dan Seong Eun yang penasaran apa yang
lelaki itu katakan.
"Kalian bicara apa, sih? Padahal masih pakai bahasa Korea, tapi kenapa aku jadi seperti orang linglung di
sini?" Ucap Seongeun.

Dua rekanan itu tertawa pelan lalu memandang satu sama lain. Kim Minjun menggeleng perlahan lalu
menggiring Seongeun untuk masuk ke dalam mobilnya sebelum ia kembali ke hadapan Seungho.

"Aku tak akan bertanya padanya atau pun pada hyung soal apa yang kalian bicarakan. Tapi, aku hanya
ingin beritahu satu hal." Minjun menoleh pada Seongeun yang duduk menunggu. "Aku juga punya
ambisi untuk mendapatkan sesuatu. Tidak. Tapi, kita dibesarkan seperti itu. Jadi, jika hyung coba
melarangku tentang hal-hal yang berhubungan dengan Seongeun, aku mohon jangan lakukan." Lanjut
Minjun dan kembali menatap Seungho.

Seungho menatap Minjun dalam-dalam, mencari tawa di pandangan itu tapi ia gagal. Seungho
mendenguskan tawa. "Dan kau, tak bisa melarangku untuk apapun yang ingin kulakukan padamu," kata
Seungho menarik satu sudut bibirnya.

"Kita dibesarkan seperti itu."

Tak ada yang bicara diantara keduanya, tapi lalu Seungho hanya menepuk pundak Minjun pelan sambil
membuka pintu mobilnya dan berkata.

"Aku terus mengawasimu, anak nakal."

Minjun hanya tersenyum tipis, lalu Seungho berhenti sebelum ia masuk ke mobil. Menoleh pada Minjun
yang masih berdiri di tempatnya.

"Oh ya, katakan pada Seong Eun, datanglah main ke rumah untuk melihat si kembar. Dan, kau, jangan
lupa datang Selasa minggu depan. Ginger bisa membunuhmu kalau kau tak datang."

Setelah mengucapkan salam perpisahan, Seungho masuk ke mobilnya dan menyalakan mesin untuk
mulai berjalan pulang.

Fin 􀀆

OMAKE

Hidupnya memang susah beberapa akhir kebelakang ini, jadi ketika ia diminta untuk jadi semacam
'sasaeng' untuk mendapatkan berita tentang Kim Hyun Joong dengan uang yang lumayan, Kim Bongsuk
tak mau menyia-nyiakannya.

Sudah menunggu lama di depan rumah Kim, pemuda itu lantas mengikuti istri Kim Hyun Joong ke
sebuah hotel.

"Berita yang bagus," pikirnya. "Dengan siapa dia akan ke hotel ini?"
Dadanya berdegup kencang, dia akan mendapatkan banyak berita setelah itu uang akan berdatangan.
Klub malam, dia akan datang!

Bongsuk sedikit kecewa karena nyatanya wanita itu tak memilih untuk check-in tapi membelok ke arah
restaurant. Meskipun uangnya pas-pasan, tapi cukuplah hanya sekedar secangkir kopi. Jadi ia
memberanikan diri untuk masuk--untungnya hari itu bajunya tak lusuh-lusuh amat--dan duduk tak jauh
dari wanita yang masih berstatus istri Kim Hyun Joong itu.

Ia segera mensetting kameranya ready untuk tiap kejadian yang akan terjadi di meja itu. Kelihatannya
Kim Seong Eun tengah menunggu seseorang, bukan Kim Hyun Joong pasti. Jadi Bongsuk ikut menunggu
setelah memesan secangkir kopi panas dan memasang lensa kamera sedikit sembunyi mengarah ke
meja Kim Seong Eun.

Tak seberapa lama seorang laki-laki datang, dengan jas dan dandanan sangat rapi. Bongsuk tersenyum
licik, tentu saja wanita itu tak akan mau untuk punya pasangan yang lebih rendah dari Kim Hyun Joong.
Bisa jadi itu pengusaha kaya atau pewaris perusahaan. Bongsuk mulai mengambil gambar.

Ia mendekatkan kamera ketika lelaki itu mengusap wajah Kim Seong Eun. Ya ampun, dia akan dapat
berita besar dan bisa jadi jutawan kalau ia menyerahkan ini ke kantor berita. Nanti bisa sedikit
ditambahi ini-itu dan boom! Berita besar akan muncul setengah jam lagi.

Namun ia berhenti mengambil foto ketika seseorang langsung duduk tepat di hadapannya. Seorang
pemuda tampan dengan senyum tinggi menatapnya santai.

"Y-ya?" tanya Bongsuk mengangkat satu alisnya terkejut.

"Kau tahu," pemuda itu mengambil kamera dari tempat tersembunyi Bongsuk yang lengah, ia langsung
berdesis 'ya, ya!' tapi pemuda asing itu tak menghiraukannya dan malah membuka tempat memori card.
"Disini dilarang mengambil foto. Kau tak lihat peraturan di depan?"

Pemuda tersebut mengambil memori card dan menatap Bongsuk lekat-lekat, tak ada senyum di wajah
orang itu ketika ia mematahkan SD card Bongsuk jadi berkeping-keping.

"Dan sepertinya, kau tak tahu tengah berurusan dengan siapa."

Sontak itu membuat Bongsuk bangkit, sepertinya dia tengah diancam. Pemuda itu hanya menatapnya
tanpa ekspresi ketika Bongsuk menyambar kamera dari tangannya. Namun baru saja berbalik, Bongsuk
sudah menabrak seorang pelayan berbadan tegap tinggi.

"Mau kemana pak?" Kata pelayan itu perlahan.

Bongsuk sudah kalang kabut duluan, pelayan itu bertukar pandangan dengan pemuda yang duduk
tenang lalu langsung mencengkeram lengan Bongsuk hingga ia mengerang tertahan.

"Saya bisa tunjukkan jalan keluarnya."


Keduany lalu pergi, Bongsuk menyeret langkahnya. Pemuda itu menyandarkan punggung santai ke kursi.
Ia menoleh pada subjek kemera itu tadi. Senyumnya naik dan menunjukkan lesung pipit tatkala Yang
Seungho mengangguk pelan padanya.

"Oh, kopi!" kata Shin Hoseok lalu menyeruput kopi yang bahkan belum disentuh oleh yang beli itu.
Tersenyum lebar bangga sudah menyelesaikan tugasnya.

Anda mungkin juga menyukai