Anda di halaman 1dari 8

Background Immanuel Kant

Deontologi adalah pendekatan etika yang berfokus pada tugas dan aturan. Filsuf paling
berpengaruh yang terkait dengan cara berpikir deontologis adalah Immanuel Kant. Immanuel
Kant lahir di Konigsberg pada tahun 1724 dari pasangan Johann Georg Kant dan Anna
Regina Kant. Pendidikan dasarnya ditempuh Kant di Saint George’s Hospital School
kemudian di lanjutkan ke Collegium Fredericianum, sebuah sekolah yang berpegang pada
nasihat Pietist. Pietist merupakan suatu agama di Jerman yang mendasarkan kepercayaannya
pada pengalaman religious dan studi kitab suci. Pada tahun 1740 Kant menempuh pendidikan
di University of Konigsberg dan mempelajari filosofi, matematika dan ilmu dunia. Pada
tahun 1755-1770 Kant bekerja sebagai dosen dan pada tahun 1770 Kant memperoleh gelar
profesor di Konigsberg.

● Manusia merupakan makhluk rasional dan otonom


● Hukum moral bersifat universal dan objektif
● Berbakti = Bermoral
● Individu yang tidak menjalankan kewajiban akan terikat etis untuk menjalankannya
● Tindakan yang di motivasi kewajiban lebih baik di bandingkan tindakan yang di
motivasi oleh rasa cinta
● Seseorang tidak boleh menggunakan orang lain sebagai sarana untuk mencapai tujuan
pribadinya
Definisi Kantianisme
1. Panca indera, akal budi, rasio.

Kita sudah tahu tentang arti empirisme yang mementingkan pengalaman


inderawi dalam memperoleh pengetahuan dan rasionalisme yang mengedepankan
penggunaan rasio dalam memperoleh pengetahuan, tetapi rasio yang kita ketahui
adalah sama dengan akal dan logis, namun Kant memberi definisi berbeda. Pada
Kant istilah “rasio” memiliki arti yang baru, bukan lagi sebagai langsung
kepada pemikiran, tetapi sebagai sesuatu yang ada “di belakang” akal budi dan
pengalaman inderawi. Dari sini dapat dipilah bahwa ada tiga unsur: akal budi
(Verstand), rasio (Vernunft), dan pengalaman inderawi.

2. Dalam filsafatnya Kant mencoba untuk mensinergikan antara rasionalisme dan


empirisme.

Ia bertujuan untuk membuktikan bahwa sumber pengetahuan itu diperoleh tidak


hanya dari satu unsur saja melainkan dari dua unsur yaitu pengalaman inderawi dan
akal budi. Pengetahuan a-priori merupakan jenis pengetahuan yang datang lebih
dulu sebelum dialami, seperti misalnya pengetahuan akan bahaya, sedangkan a-
posteriori sebaliknya yaitu dialami dulu baru mengerti misalnya dalam
menyelesaikan Rubix Cube. Kalau salah satunya saja yang dipakai misalnya hanya
empirisme saja atau rasionalisme saja maka pengetahuan yang diperoleh tidaklah
sempurna bahkan bisa berlawanan. Filsafat Kant menyebutkan bahwa pengetahuan
merupakan gabungan (sintesis) antara keduanya.

3. Pandangan Subyek Pengamatan Filsafat

Dari sini timbullah bahwa Kant adalah seorang Kopernikan dalam bidang filsafat.


Sebelum Kant, filsafat hampir selalu memandang bahwa orang (subyek) yang
mengamati obyek, tertuju pada obyek, penelitian obyek dan sebagainya. Kant
memberikan arah yang sama sekali baru, merupakan kebalikan dari filsafat
sebelumnya yaitu bahwa obyeklah yang harus mengarahkan diri kepada subyek.
Kant dapat dikatakan sebagai seorang revolusioner karena dalam ranah
pengetahuan ia tidak memulai pengetahuan dari obyek yang ada tetapi dari yang
lebih dekat terlebih dahulu yaitu si pengamat obyek (subyek).
Kelebihan dan kekurangan Kantanisme

⮚ Kelebihan Etika Kantianisme

Etika Kantianisme memiliki sejumlah kekuatan atau kelebihan. Sebagai suatu perintah wajib,
etika Kantianisme bersifat universal atau berlaku bagi semua orang tanpa jaminan. Selain itu
perintah moralnya bersifat pasti dan tegas (rigoris), tanpa syarat atau tidak dapat disangkal
karena berdasarkan pada suara hati. Hal ini memperkuat aspek individu atau pribadi karena
setiap pribadi mengetahui dan bertanggung jawab terhadap hati nuraninya masing-
masing. Etika Kantianisme juga memberi dasar kokoh bagi rasionalitas dan objektivitas
kesadaran moral. Kant rbahwa prinsip moralitasnya dapat diturunkan secara apriori dari akal
budi murni dan tidak dapat ditentukan baik oleh objek tindakan maupun oleh subjek
kepentingan-kepentingan pelaku. (2010, Sudarminta)
Etika Kantianisme juga menjamin otonomi dan sangat menjunjung tinggi martabat manusia
karena memperlakukan manusia sebagai tujuan dirinya sendiri, bukan sebagai sarana. Dalam
hal ini etika Kantianisme dapat bekerja kritis terhadap sikap utilitarian yang sering kali
tindakan penggusuran atau pengorbanan seseorang atau kelompok demi kepentingan banyak
orang. Sikap Kant sangat jelas, setiap manusia adalah pengada rasional yang bermartabat
luhur dan memiliki kebebasan.

⮚ Kelemahan Etika Kantianisme

Selain memiliki kelebihan, etika Kantianisme juga memiliki beberapa kelemahan. Etika


Kantianisme bersifat individualis karena segala pertimbangannya hanya berdasarkan suara
hati pribadi, tidak lagi mengindahkan aspek sosial atau kebersamaan. Kaidah moral etika
Kantianisme juga abstrak dan sulit untuk diterapkan dalam kehidupan yang konkret karena
terlalu formal dan tidak melihat konteks sosial, budaya, agama, dsb.
Prinsip penguniversaliannya tidak mengindahkan gradasi (kedewasaan) rasionalitas dan
moral kesadaran sehingga dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata karena seolah-olah
semua orang (termasuk anak-anak dan orang cacat mental) memiliki tingkat rasionalitas dan
moral yang sama.
Selain itu etika Kantianisme terlalu bergantung pada pujian suara hati padahal suara hati
manusia belum tentu benar. Etika Kantianisme juga tidak memberi tempat bagi adanya
dilema moral dan tidak dapat memberi jalan keluar jika terjadi konflik moral atau tabrakan
antar kewajiban dalam keadaan konkret. Anggap saja kalau dalam suatu peristiwa, ada
seorang pemuda yang menyembunyikan rekannya dari kejaran seorang pembunuh, ditanya
oleh pembunuh itu apakah ia tahu dimana teman itu berada. Apa yang harus dilakukan teman
itu: berbohong (dengan begitu menyelamatkan kawannya) atau mengatakan kebenaran
(dengan akibat kematiannya)? Dalam keadaan seperti ini, Kant tidak menunjukkan jalan
keluar yang harus dilakukan.
Perbandingan Kantianisme dengan Teori Lain
Perbedaan utama antara Kantianisme dan Utilitarianisme ialah Kantianisme adalah teori
moral deontologi sedangkan utilitarianisme adalah teori moral teleologi. Kedua-dua
Kantianisme dan utilitarianisme adalah teori etika yang menyatakan standard etika tindakan.
Walau bagaimanapun, kedua falsafah ini mengambil pendekatan yang berbeda mengenai
etika. Oleh itu, Kantianisme dianggap sebagai falsafah yang bertentangan dengan
Utilitarianisme.

Kantianisme adalah pemahaman di mana setiap kita mengambil keputusan, kita harus
membayangkan bagaimana kita adalah pihak yang dirugikan. Pahaman ini menjelaskan
bahawa bila dilakukan sesuatu tindakan, maka tindakan itu dilakukan tanpa memperhatikan
kepentingan orang lain.

Sedangkan Pandangan Utilitarianisme pada dasarnya merupakan suatu paham etis-etika yang
menempatkan tindakan-tindakan yang dapat dikatakan baik adalah yang berguna,
memberikan faedah (manfaat), dan menguntungkan, sedangkan tindakan-tindakan yang tidak
baik adalah yang memberikan penderitaan dan kerugian

Kantianisme adalah teori etika yang dikemukakan oleh ahli falsafah Jerman Immanuel Kant
(1724-1804) pada abad 18. Menurut beliau, akhlak sesuatu tindakan tidak berdasarkan
akibatnya. Oleh itu, teori ini adalah teori moral deontologi. Teori deontologi atau deontologi
adalah yang menumpu kepada etika yang melibatkan tanggung jawab, kewajiban moral, dan
komitmen. Kant menggambarkan teori ini untuk memberikan garis panduan etika kepada
orang apabila membuat keputusan atau tindakan etika.

Kant menjelaskan bahwa tugas, persahabatan, dan nilai moral penting untuk menentukan
moral tindakan. Lebih penting lagi, beliau menekankan baawa tugas harus menjadi aspek asas
yang harus dipertimbangkan ketika melakukan tindakan. Selain itu, beliau juga menjelaskan
bahwa manusia, sebagai makhluk rasional, harus menggunakan keupayaan penalaran mereka
atau pemikiran rasional apabila membuat keputusan etika. Oleh itu, kant mengatakan bahwa
seseorang akan terlibat dalam keputusan / tindakan yang baik secara moral apabila dia
dibimbing dan dimotivasi hanya oleh persahabatan dan kewajiban.
sedangkan Utilitarianisme adalah falsafah etika yang diperkenalkan oleh tokoh-tokoh perintis
seperti Jeremy Bentham (memperkenalkan utilitarianisme klasik), John Stuart Mill, Henry
Sidgwick, dan G.E Moore. Utilitarianisme adalah berdasarkan prinsip utiliti, yang memberi
penekanan pada idea untuk menjadi lebih berguna dan bermanfaat untuk mayoritas. Teori ini
juga telah dibangunkan sebagai hasil daripada usaha untuk mengarahkan undang-undang
England untuk mempertimbangkan kebaikan bersama daripada kebaikan sosial mereka ketika
merumuskan undang-undang. Utilitarianisme menganggap kebaikan etika sesuatu keputusan
atau tindakan dengan mencari kebaikan moralnya dalam perasaan manusia untuk
kebahagiaan dan kesenangan yang lebih besar terhadap mayoritas.

Utilitarianisme dianggap sebagai salah satu pendekatan paling kuat untuk etika normatif
dalam falsafah. Selain itu, terdapat dua cakupan mengenai utilitarianisme sebagai perbuatan
dan peraturan utilitarianisme.
Contoh Kasus :
Pada artikel yang dibuat oleh Samuel Kerstein ditahun 2018 yang berisi tentang pandangan
Kantianism pada kasus euthanasia. Dalam artikel tersebut menceritakan tentang seorang atlet
muda yang baru saja mengalami kelumpuhan. Sebagai individu yang berusia muda, dengan
segala eksistensinya dan harapan tentang masa depan, ketika harus menjadi individu yang
tidak berdaya, tentu saja dianggap sebagai siksaan pada pasien tersebut. Dia berniat untuk
mengakhiri hidupnya dengan bantuan dokter (Voluntary Active Euthanasia). Dengan
pertimbangan ketidaksanggupannya menahan sakit yang diderita dan merasa sudah tidak ada
harapan lagi untuk kehidupannya di masa depan. Pasien menggunakan hak otonominya untuk
melakukan VAS.

Atas permintaan dari pasien tersebut, dokter yang merawatnya mempertimbangkan


kemungkinan untuk melakukan Euthanasia sesuai dengan permintaan pasien (Physician
Assist Suicide). Dengan niat untuk membebaskan pasien dari rasa sakit yang dideritanya. Dan
memberikan hak otonomi yang dimiliki pasien. Dengan menggunakan etika beneficience dan
melakukan tindakan non maleficience.

Namun menurut teori Kantianism, hal ini tidak dibenarkan. Permintaan VAS dari pasien tidak
dibenarkan karena bagaimanapun mengakhiri hidup sendiri itu tidak dibenarkan oleh hukum.
Dan dokter yang akan melakukan PAS juga tidak dibenarkan karena menurut pandangan
Kantianism, melakukan pembunuhan adalah salah dan melanggar hukum. Dokter tidak
memiliki kewajiban untuk mengurangi penderitaan pasiennya dengan mencabut nyawanya
lebih cepat dari kodratnya.
Daftar Pustaka
Hamersma, Dr.Harry. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern.  Jakarta:Gramedia, 1990.
Sudarminta: Etika Umum: kajian tentang beberapa masalah pokok dan teori etika
normatif. Jakarta: STF Driyarkara, 2010.
Magnis Suseno, Franz. Etika Dasar: masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta:
Kanisius, 1987.
Petrus L.Tjahjadi, Simon. Diktat Sejarah Filsafat Barat Modern. Jakarta:STF Driyarkara,
2014.
Rachel, James terj. A.Sudiarja. Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius, 2004.
J. Sudarminta: Etika Umum: kajian tentang beberapa masalah pokok dan teori etika
normatif (Jakarta: STF Driyarkara, 2010) , 138.

Kerstein, S. (2019). Hastening death and respect for dignity: Kantianism at the end of life.
Bioethics, 33(5), 591–600. https://doi.org/10.1111/bioe.12561

Anda mungkin juga menyukai