PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk lebih mengetahui dan memberikan gambaran secara lebih dalam
mengenai gangguan katup jantung khususnya mitral isufisiensi.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam makalah ini, adalah mahasiswa mengetahui:
a. Gangguan katup jantung khususnya mitral insufisiensi.
b. Asuhan keperawatan dengan gangguan mitral insufisiensi.
1
1.4 Manfaat
1. Mengetahui tentang gangguan katup jantung khususnya mitral isufisiensi.
2. Mengetahui asuhan keperawatan dengan gangguan mitral isufisiensi.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Etiologi
1. Insufisiensi mitral berat disebabkan oleh:
a. Prolaps katup mitral (idiopatik, Sindrom Marfan)
b. Dilatasi cincin katup mitral
c. Dilatasi ventrikel kiri
d. Ruptur cordae tendinae
e. Endokarditis bakteri
f. Kalsifikasi anulus mitral
g. Penyakit jantung iskemik yang menyebabkan disfungsi otot papiler
h. Myxoma atrium
i. Kardiomiopati hipertrofi
3
2.3 Patofisiologi
Insufisiensi mitral akibat reuma terjadi karena katup tidak bisa menutup
sempurna waktu sistol. Perubahan-perubahan katup mitral tersebut adalah
kalsifikasi, penebalan dan distorsi daun katup. Hal ini mengakibatkan koaptasi
yang tidak sempurna waktu sistol. Selain itu, pemendekan korda tendinea
mengakibatkan katup tertarik ke ventrikel terutama bagian posterior dan dapat
juga terjadi annulus atau rupture korda tendinea.
Selama fase sistol terjadi aliran regurgitan ke atrium kiri, mengakibatkan
gelombang V yang tinggi di atrium kiri, sedangkan aliran ke aorta berkurang.
Waktu diastole, darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel. Darah atrium kiri
tersebut berasal dari paru-paru melalui vena pulmonalis dan juga darah regurgitan
yang berasal dari paru-paru melalui vena pulmonalis dan juga darah regurgitan
yang berasal dari ventrikel kiri waktu sistol sebelumnya. Ventrikel kiri cepat
distesi, apeks bergerak ke bawah secara mendadak, menarik katup, kordae dan
otot papilaris. Hal ini menimbulkan vibrasi membentuk bunyi jantung ketiga.
Pada insufisiensi mitral kronik, regurgitasi sistolik ke atrium kiri dan vena
pulmonalis dapat ditoleransi tanpa meningkatnya tekanan di baju dan aorta
pulmonalis.
4
c. Hipertrofi atrium dan ventrikel kiri.
d. Kelainan gelombang T dan segmen ST yang non-spesifik.
e. Right axis deviation (RAD).
7. Atrium toraks
a. Hipertrofi atrium dan ventrikel kiri.
b. Hipertensi pulmonal dan kongesti pembuluh darah paru.
8. Kateter cor.
a. Refluks zat kontras melalui mitral selama sistolik.
b. Peningkatan gelombang V pada pulmonary capillary wedge pressure.
c. Peningkatan tekanan arteri pulmonalis, atrium kiri, PWP.
9. Echocardiografi
a. Dilatasi atrium dan ventrikel kiri.
b. Prolaps sebagian katup mitral ke atrium kiri.
5
g. Bila insufisiensi lanjut, tampak pelebaran vena-vena di
suprahiler.
2. Proyeksi lateral
a. Atrium kiri mendorong esofagus ke belakang.
b. Ventrikel kiri membesar ke belakang dan melewati vena cava
inferior.
6
b. Stenosis trikuspid.
c. Kardiomiopati restrikstif (pada diabetes melitus).
d. Myxoma atrium kanan atau tumor lain yang menyebabkan
obstruksi katup trikuspid.
7
BAB 3
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN INSUFISIENSI
MITRAL
3.1 Pengkajian
Gejala paling awal dari insufisiensi mitral adalah perasaan lemah dan lelah
yang disebabkan karena berkurangnya aliran darah, dispnea saat beraktivitas, dan
palpitasi. Gejala-gejala yang berat akan tercetus oleh gagal ventrikel kiri sehingga
menyebabkan penurunan curah jantung dan kongesti paru-paru. Temuan berikut
ini khas menyertai insufisiensi mitral kronis yang berat.
1. Auskultasi terdengar murmur sepanjang fase sistolik (bising holosistolik
atau pansistolik).
2. Elektrokardiogram pembesaran atrium kiri (P mitrale) bila irama sinus
normal; fibrilasi atrium; hipertropi ventrikel kiri.
3. Radiogram toraks: pembesaran atrium kiri; pembesaran ventrikel kiri;
kongesti vaskular paru-paru dalam berbagai derajat.
4. Temuan hemodinamika peningkatan tekanan atrium kiri dengan
gelombang v yag bermakna; peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri; peningkatan tekanan paru-paru bervariasi.
8
3.3 Intervensi
1. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan
ketidakmampuan ventrikel kiri untuk memompa darah.
Tujuan: dalam waktu 3 x 24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi
dan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang dan bebas gejala gagal jantung misalnya parameter
hemodinamik dalam batas normal, output urine adekuat).
Kriteria evaluasi: klien melaporkan penurunan episode dispnea,
berperan dalam aktivitas mengurangi beban kerja jantung, tekanan darah
dalam batas normal (120/80 mmHg, nadi 80x/menit), tidak terjadi
aritmia, denyut jantung dan irama jantung teratur, CRT kurang dari 3
detik.
Intervensi:
a. Kaji dan lapor tanda penurunan curah jantung
R/ kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan infark
miokardium yang lebih dari 24 jam pertama.
b. Catat bunyi jantung.
R/ S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa, irama
gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam
serambi yang distensi, murmur dapat menunjukkan
inkompetensi/stenosis mitral.
c. Palpasi nadi perifer.
R/ tanda penurunan curah jantung dapat diperlihatkan dengan ciri
menurunnya nadi, radial, popiteal, dorsalis pedis, dan post-tibial, nadi
mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi, dan gangguan
pulsasi (denyut kuat disertai dengan denyut lemah) mungkin ada.
d. Pantau adanya output urine, cata output dan kepekatan/konsentrasi
urine.
R/ ginjal berespons terhadap penurunan curah jantung dengan
mereabsorbsi cairan dan natrium, output urine biasanya menurun
selama 3 hari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat
9
meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke
sirkulasi bila klien tidur.
e. Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal.
R/ karena jantung tidak dapat diharapkan untuk benar-benar istirahat
untuk sembuh seperti luka pada patah tulang, maka hal terbaik yang
dilakukan adalah mengistirahatkan klien, dengan demikian, melalui
inaktivitas, kebutuhan pemompaan jantung diturunkan.
Istirahat akan mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga
cadangan jantung, dan menurunkan tekanan darah. Lamanya
berbaring juga merangsang diuresis karena berbaring akan
memperbaiki perfusi ginjal.
Istirahat juga mengurangi kerja otot pernapasan dan penggunaan
oksigen.
Frekuensi jantung menurun, yang akan memperpanjang periode
diastolik pemulihan sehingga memperbaiki efisiensi kontraksi jantung.
f. Atur posisi tirah baring yang ideal. Kepala tempat tidur harus
ditinggikan 20-30 cm (8-10 inci) atau klien didudukkan di kursi.
R/ klien yang mengalami penurunan curah jantung dapat berbaring
dengan posisi duduk untuk mengurangi kesulitan bernapas dan
mengurangi jumlah darah yang kembali ke jantung, yang dapat
mengurangi kongesti paru.
Pada posisi ini aliran balik vena ke jantung (preload) dan paru
berkurang, kongesti paru berkurang, dan penekanan hepar ke
diafragma menjadi minimal. Lengan bawah harus disokong dengan
bantal untuk mengurangi kelelahan otot bahu akibat berat lengan yang
menarik secara terus-menerus. Klien yang dapat bernapas hanya pada
posisi tegak (ortopnea) dapat didudukkan di sisi tempat tidur dengan
kedua kaki disokong kursi, kepala dan lengan diletakkan di meja
tempat tidur dan vertebra lumbosakral disokong dengan bantal. Bila
terdapat kongesti paru, maka lebih baik klien didudukkan di kursi
karena posisi ini dapat memperbaiki perpindahan cairan dari paru.
10
Edema yang biasanya terdapat di bagian bawah tubuh, berpindah ke
daerah sakral ketika klien dibaringkan di tempat tidur.
g. Kaji perubahan pada sensorik, contoh letargi, cemas, dan depresi.
R/ penurunan curah jantung dapat mengakibatkan tidak efektifnya
perfusi derebral.
h. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan dengan tenang.
R/ stres emosi menghasilkan respons vasokonstriksi, yang terkait
langsung dengan peningkatan tekanan darah, frekuensi, dan kerja
jantung.
i. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai dengan
indikasi.
R/ meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.
j. Kolaborasi untuk pemberian diet jantung.
R/ rasional dukungan diet adalah mengatur diet sehingga kerja dan
ketegangan otot jantung minimal, dan status nutrisi terpelihara, sesuai
dengan selera dan pola makan klien.
Pembatasan natrium. Pembatasan natrium ditujukkan untuk
mencegah, mengatur, atau mengurangi edema seperti pada hipertensi
atau gagal jantung.
k. Hindari manuver dinamik seperti berjongkok sewaktu melakukan
BAB dan mengepal-ngepalkan tangan.
R/ berjongkok. Berjongkok meningkatkan aliran balik vena dan
resistensi arteri sistemik secara simultan menyebabkan kenaikan
volume sekuncup (stroke volume) dan tekanan arterial. Peregangan
ventrikel kiri bertambah akan meningkatkan beban kerja jantung
secara simultan.
Latihan isometrik. Latihan isometrik: mengepal-ngepalkan tangan
(handgrip) secara terus-menerus selama 20-30 detik meningkatkan
resistensi arterial sistemis, tekanan darah, dan ukuran jantung. Latihan
ini akan meningkatkan beban kerja jantung.
l. Kolaborasi untuk pemberian obat:
11
R/ banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume
sekuncup, memperbaiki kontraktilitas, dan menurunkan kongesti.
1) Diuretik seperti furosemide (Lasix), sprinolakton (Aldakton)
R/ penurunan preload paling banyak digunakan dalam mengobati
klien dengan curah jantung relatif normal di tambah dengan
gejala kongestidiuretik blok reabsorbsi diuretik, sehingga
memengaruhi reabsorbsi natrium dan air.
2) Vasodilator seperti nitrat (zisosorbide dinitrat, Isodril)
R/ vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung,
menurunkan volume sirkulasi (vasodilator) dan tahanan vaskuler
sistemis (arteridilator) juga kerja ventrikel.
3) Captopril (capoten); lisinopril (Prinivil); enapril (vasotec)
R/ meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan
memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan konduksi
dan memperlama periode refraktori angiotensin dalam paru dan
menurunkan vasokonstriksi SVR dan TD.
m. Pemberian cairan intravena, pembatasan jumlah total cairan sesuai
dengan indikasi, hindari ciran dan natrium.
R/ karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, klien tidak dapat
menoleransi peningkatan volume cairan (preload) klien juga
mengeluarkan sedikit natrium, yang menyebabkan retensi cairan dan
meningkatkan kerja miokardium.
n. Pantau serial EKG dan perubahan foto rontgen toraks.
R/ depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena
peningkatan kebutuhan oksigen. Foto rontgen toraks dapat
menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti pulmonal.
12
Kriteria hasil: Klien tidak sesak napas, frekuensi pernapasan normal
(16-20 x/menit), respon batuk berkurang, output urin 30ml/jam
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi napas
R/ Indikasi edema paru, akibat sekunder dekompensasi jantung.
b. Kaji adanya edema
R/ Waspadai adanya gagal kongestif/kelebihan volume cairan
c. Pertahankan pemasukan total cairan 2000ml/24jam dalam toleransi
kardiovaskuler.
R/ Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi
memerlukan pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung.
d. Kolaborasi pemberian diet tanpa garam
R/ Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume
plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung
dan akan meningkatkan kerja miokardium.
e. Kolaborasi pemberian diuretik.
R/ Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan
menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko
terjadinya edema paru.
13
b. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang
yang tidak berat.
R/ Menurunkan kerja miokardium/konsumsi oksigen.
c. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas,contoh
bangun dari kursi, bila tak ada nyri, ambulasi, dan istirahat selama 1
jamsetelah makan.
R/ Aktivitas yang maju memberikan control jantung, meningkatkan
regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.
d. Berikan waktu istirahat diantara waktu aktivitas.
R/ Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak
terlalu memaksa kerja jantung.
3.4 Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dana ktivitas yang telah dicatat
dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini
dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan,
memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang
dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.
3.5 Evaluasi
1. Pasien mengungkapkan rasa nyaman dan cemas berkurang.
2. Bernapas dengan lebih baik, tidak cepat lelah dengan aktivitas.
3. Istirahat di antara kegiatan.
4. Berat badan stabil.
5. Dapat menjelaskan sifat penyakit, efek obat yang dimakannya, efek garam,
efek kegiatan/istirahat.
14
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Insufisiensi mitral adalah daun katup mitral yang tidak dapat menutup dengan
rapat sehingga darah dapat mengalir balik atau akan mengalami kebocoran
(sinonimnya adalah regurgitasi katup mitral dan inkompetensi mitral).
Insufisiensi mitral memungkinkan aliran darah retrograde dari ventrikel kiri
ke atrium kiri akibat penutupan katup yang tidak sempurna. Selama sistolik,
ventrikel secara simultan mendorong darah ke dalam aorta dan kembali ke dalam
atrium kiri. Kerja ventrikel kiri maupun atrium kiri harus ditingkatkan agar dapat
mempertahankan curah jantung.
4.2 Saran
Menjaga kesehatan jantung, agar tidak terjangkit penyakit jantung dengan
cara mengatur pola hidup sehat, seperti makan makanan kaya gizi (4 sehat 5
sempurna), tidak merokok, rajin berolahraga, dll.
15
DAFTAR PUSTAKA
http://id.scribd.com/doc/62692563/INSUFISIENSI-MITRAL
Baradero, Mary, SPC, MN, dkk. 2005. Klien Gangguan Kardiovaskular: Seri
Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.
16