Anda di halaman 1dari 13

Disusun Oleh :

Kelompok 2
Nama Anggota :
1. Frisca Teovania Pattipawaej
2. Nelpi Halawane
3. Sabila
4. Angelin Ralahalu

SMK KESEHATAN TIANT MANDIRI


AMBON
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyakit katup jantung merupakan kelainan aliran darah melintasi katup jantung.
Katup normal adalah aliran searah dan aliran yang tidak terhalangi. Katup yang membuka
terjadi karena tekanan proximal katup lebih tinggi dari tekanan dalam ruang atau pembuluh
darah sebelah katup. Katup menutup terjadi karena tekanan distal lebih tinggi dari tekanan
dalam ruang proximal katup
Terdapat beberapa jenis gangguan fungsional yang disebabkan oleh kelainan katup,
salah satunya yaitu stenosis katup dan insufisiensi katup. Stenosis katup terjadi bila lumen
katup mengalami retriksi sehingga menghalangi aliran dan menyebabkan peningkatan beban
kerja karena ruang jantung perlu meningkatkan tekanan untuk mengatasi peningkatan
resistensi terhadap aliran darah. Insufesiensi katup adalah terjadi bila daun katup gagal
menutup dengan baik memungkinkan aliran balik darah menyebabkan peningkatan volume
kerja jantung karena jantung perlu memompa volume untuk mengganti darah yang mengalir
balik.

B. Tujuan Penulisan Makalah

Adapun tujuan dari penuliasan makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana
sebenarnya penyakit katub jantung dan sebagai pembelajaran bagi siswa dan untuk
menambah ilmu pengetahuan.

C. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian penyakit katup jantung itu ?
2. Bagaimana manifestasi klinis penyakit katup jantung ?
3. Bagaimana patofisiologi ( pathway dan penyimpangan KDM penyakit katup jantung)?
4. Bagaimana diagnosa keperawatan penyakit katup jantung ?
5. Bagaimana penatalaksanaan penyakit katup jantung?
D. Metode Penulisan

Adapun metode penulisan pada makalah ini dengan menggunakan metode


internet sebagai fasilitas yang memudahkan untuk memperoleh informasi.
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penyakit Katup Jantung


Penyakit katup jantung adalah suatu kondisi di mana katup jantung Anda tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Ada empat katup di dalam jantung Anda. Katup-katup ini bertanggung jawab
untuk membantu mengalirkan darah ke arah yang benar. Setiap kali jantung berdetak, katup membuka
dan menutup sekali. Ketika fungsi pembukaan dan penutupan jantung mengalami kerusakan, ini dapat
mengganggu aliran darah. Penyakit katup jantung juga mencakup kondisi apapun yang berhubungan
dengan katup, seperti stenosis karotid. Penyakit katup jantung dapat menyebabkan banyak gangguan
jantung lainnya, seperti hipertensi dan gagal jantung. Ada empat katup jantung yang masing-masing
terletak :
1. Di antara serambi (atrium) kanan dengan bilik (ventrikel) kanan, bernama katup trikuspid.
2. Di antara serambi kiri dengan bilik kiri, bernama katup mitral.
3. Di antara bilik kanan dengan pembuluh darah paru-paru (arteri pulmonaris), yaitu pembuluh darah
yang membawa darah menuju paru-paru untuk memperoleh oksigen, bernama katup pulmonal.
4. Di antara bilik kiri dengan pembuluh darah arteri besar (aorta), yaitu pembuluh darah yang
membawa darah berisi oksigen dari jantung ke seluruh tubuh, bernama katup aorta.

Jika terdapat salah satu atau beberapa dari katup jantung mengalami kelainan, seluruh proses
aliran darah termasuk oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh akan terganggu.
B. Manifestasi Klinis Penyakit Katup Jantung
Penyakit katup jantung dapat mengakibatkan berbagai gejala. Tanda-tanda dan gejala penyakit
katup jantung yang umum adalah:
1. Sesak napas
2. Palpitasi jantung/Denyut jantung cepat
3. Kelelahan
4. Ketidaknyamanan atau nyeri di dada
5. Pusing atau kelemahan
6. Pingsan
7. Sakit kepala
 Batuk
 Retensi air, yang dapat mengakibatkan pembengkakan pada bagian tubuh bawah dan perut
 Edema paru-paru
 Pembengkakan pada pergelangan kaki, kaki, atau perut
 Berat badan meningkat dengan cepat

C. Patofisiologi Penyakit Katup Jantung

1. Stenosis Mitralis

Stenosis mitralis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Untuk mengisi
ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan
yang lebih besar untuk mendorong darah melalui katup yang menyempit sehingga terjadi
peningkatan perbedaan tekanan antara ruang. Otot atrium kiri mengalami hipertrofi untuk
meningkatkan tekanan(1). Terjadi peningkatan volume atrium kiri akibat ketidakmampuan atrium untuk
mengosongkan diri sehingga terjadi dilatasi atrium(2).
Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan kebelakang yang direspon dengan
peningkatan tekanan vena pulmonalis kedalam pembuluh darah paru(3). Sedangkan tekanan arteria
pulmonalis harus meningkat akibat peningkatan kronis resistensi vena pulmonalis. Respon ini
mengakibatkan perbedaan tekanan yang memadai untuk mendorong darah melalui paru-paru. sehingga
terjadi kongesti paru-paru(4), mulai dari kongesti vena ringan sampai edema interstasial yang kadang
disertai transudasi cairan kedalam alveoli. Sementara itu, hipertensi vena pulmonalis(5) meningkatkan
resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteria pulmonalis. Ventrikel kanan meresponnya dengan
hipertrofi otot(6).
Disisi lain, pembuluh darah paru mengalami perubahan anatomis yang bertujuan kapiler paru
terhadap tekanan ventrikel kanan dan aliran darah paru yang meninggi. Terjadi perubahan struktur
pada dinding arteri kecil dan arteriola yang menyempitkan lumen pembuluh dan meningkatkan
resistensi pembuluh darah paru. Resistensi ini mengakibatkan peningkatan progresif tekanan arteri
pulmonalis sampai setinggi tekanan sistemik. Ventrikel kanan tidak dapat memompakan darah dengan
tekanan tinggi untuk jangka waktu yang lama. Akhirnya ventrikel kanan tidak dapat berfungsi sebagai
pompa dan mengalami kegagalan. Kegagalan ventrikel kanan ini dipantulkan kebelakang kedalam
sirkulasi sistemik, menimbulkan kongesti pada vena sistemik dan edema perifer(7). Gagal jantung
kanan dapat disertai oleh regurgitasi fungsional katup trikuspidalis akibat pembesaran ventrikel kanan.
Stenosis mitralis stadium akhir berkaitan dengan gagal jantung kanan yang disertai pembesaran
vena sistemik, hepatomegali, edema perifer, dan asites. Gagal jantung kanan dan dilatasi ventrikel dapat
menimbulkan regurgitasi trikuspidalis fungsional. Namun stenosis mitralis tidak perlu dibiarkan berlanjut
sampai stadium ini. Begitu gejala timbul, penyakit ini dapat ditangani secara medis, dan bila perlu dengan
koreksi pembedahan.
Temuan berikut ini sering dijumpai pada stenosis mitralis:
1. Auskultasi: bising diastolic berfrekuensi rendah dan bunyi jantung pertama (sewaktu katup
AV menutup) mengeras, dan timbul suara saat pembukaan daun katup (opening snap) akibat
hilangnya kelenturan daun katup.
2. Ekokardiografi: alat diagnostic noninvasive utama yang digunakan untuk menilai keparahan
stenosis mitralis. EKG biasanya memberikan perhitungan daerah katup yang akurat.
3. Elektrokardiogram: pembesaran atrium kiri (gelombang P melebar dan bertakik (paling jelas
pada sadapan II) dikenal sebagai “P mitral”) bila irama sinus normal: hipertrofi ventrikel
kanan; vibrilasi atrium lazim terjadi tetapi tidak spesifik untuk stenosis mitralis.
4. Radiografi dada: pembesaran atrium kiri dan ventrikel kanan; kongesti vena pulmonalis:
edema paru insterstisial; redistribusi pembuluh darah paru ke lobus bagian atas; klasifikasi
katup mitralis.
5. Temuan hemodinamik: peningkatan selisih tekanan pada kedua sisi katup mitralis;
peningkatan tekanan atrium kiri dan tekanan baji kapiler pulmonalis dengan gelombang A
yang menonjol; peningkatan tekanan arteri pulmonalis; curah jantung rendah; peningkatan
tekanan jantung sebelah kanan dan tekanan vena jugularis, dengan gelombang V yang
bermakna di bagian atrium kanan atau vena jugularis jika terdapat insufisiensi trikuspidalis.

2. Regurgitasi Mitralis / Insufiensi Mitralis

Regurgitasi mitralis memungkinkan aliran darah berbalik dari ventrikel kiri ke atrium kiri
akibat penutupan katub yang tidak sempurna. Selama sistolik ventrikel secara bersamaan mendorong
darah kedalam aorta dan kembali kedalam atrium kiri. Kerja ventrikel kiri dan atrium kiri harus
ditingkatkan agar dapat mempertahankan curah jantung. Ventrikel kiri harus memompakan darah yang
cukup guna mampertahankan aliran darah normal ke aorta dan darah yang kembali melalui katup
mitralis. Beban volume tambahan yang ditimbulkan oleh katup yang mengalami insufisiensi akan
mengakibatkan dilatasi ventrikel(1). Dilatasi dinding ventrikel akan meningkatkan kontraksi
miokardium dan menyebabkan dinding ventrikel mengalami hipertrofi(2) sehingga meningkatkan
kontraksi selanjutnya. Regurgitasi tidak hanya menimbulkan beban volume bagi ventrikel kiri
namun juga atrium kiri. Atrium kiri berdilatasi(3) untuk memungkinkan peningkatan volume dan
kekuatan kontraksi atrium. Selanjutnya atrium mengalami hipertrofi(4) untuk meningkatkan kekuatan
kontraksi dan curah atrium. Regurgitasi mitralis merupakan lesi yang berlangsung secara terus menerus.
Saat volume dan ukuran semakin menungkat maka fungsi katup makin memburuk. Bila lesi semakin
parah, katup makin memburuk. Bila lesi semakin parah, atrium kiri tidak mampu lagi untuk
meregang dan melindungi paru-paru. Ventrikel kiri mendapat beban yang terlalu berat dan aliran
darah melalui aorta menjadi berkurang. Pada saat yang bersamaan dimungkinkan terjadi kongesti
kebelakang secara bertahap. Mulai dari kongesti vena pulmonalis(5), kongesti paru(6), hipertensi arteria
pulmonalis(7), sampai hipertrofi ventrikel kanan(8). Insufisiensi mitralis juga dapat menyebabkan gagal
jantung kanan, walaupun lebih jarang daripada stenosis mitralis.
Gejala paling awal pada regurgitasi mitralis adalah:
1. Rasa lemah dan lelah akibat berkurangnya aliran darah,
2. Dispnea saat beraktivitas dan,
3. Palpitasi.
Gejala berat dicetuskan oleh kegagalan ventrikel kiri sehingga menyebabkan penurunan curah
jantung dan kongesti paru-paru. Temuan ini biasanya terdapat pada infusiensi mitralis kronis yang
berikut:
1. Auskultasi: bising sepanjang fase sistol (bising holosistolik atau pansistolik).
2. Elektrokardiografi: memastikan pembesaran ruang jantung, pemeriksaan aliran darah dengan
warna pada katup mitralis memberikan pola gangguan aliran darah akibat regurgitasi pada
katup mitralis.
3. Elektrokardiogram: pembesaran atrium kiri (P mitrale) bila iramanya sinus normal; fibrilasi
atrium; hipertrofi ventrikel kiri.
4. Radigrafi dada: pembesaran atrium kiri; pembesaran ventrikel kiri; kongesti pembuluh darah
pari-paru dalam berbagi derajat.
5. Temuan hemodinamika: peningkatan tekanan atrium kiri dengan gelombang v yang bermakna;
pentingkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri, berbagai peningkat tekanan paru-paru.

3. Stenosis Aorta
Stenosis aorta menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta pada waktu sistolik ventrikel.
Dengan meningkatnya resistensi terhadap ejeksi ventrikel, maka beban tekanan ventrikel kiri meningkat.
Sebagai akibatnya ventrikel kiri menjadi hipertrofi agar dapat menghasilkan tekanan yang lebih tinggi
untuk mempertahankan perfusi perifer; hal ini menyebabkan timbulnya selisih tekanan yang mencolok
antara ventrikel kiri dan aorta. Hipertrofi mengurangi daya renggang dinding ventrikel, dan dinding
relative menjadi kaku. Jadi meskipun curah jantung dan volume ventrikel dapat dipertahankan dalam
batas-batas normal, tekanan akhir diastolic ventrikel akan sedikit meningkat.
Trias gejala khas yang berkaitan dengan stenosis aorta: 1. Angina, 2. Sinkop, dan 3. Kegagalan
ventrikel kiri. Apabila diabaikan, gejala-gejala ini menandakan prognosis yang buruk dengan lemungkina
hidup rata-rata kurang dari lima tahun. Tanda-tanda yang menonjol pada stenosis aorta berat adalah
ebagai berikut:
1. Auskultasi: bising ejeksi sistolik, pemisahan bunyi jantung kedua yang paradoksal.
2. Elektrokardiografi: alat pilihan untuk menilai mobilitas dan katup, keteblan katup, klasifikasi
pada katup, penyatuhan sub-valvular, perkiraan daerah katup, dan tampilan komisura.
3. Elektrokardiogram: hipertrofi ventrikel kiri ; catat hantaran.
4. Radiografi dada: dilatasi pasca stenosis pada aorta asendens ( akibat trauma local ejeksi darah
bertekanan tinggi yang mengenai dinding aorta ) ; klasifikasi katup ( paling baik di amati dari
lateral atau oblik ).
5. Temuan hemodinamika: perbedaan tekanan aorta yang bermakna ( 50 sampai 100 mm Hg);
peningkatan tekanan diastolic akhir ventrikel kiri; pengisisan karotis yang tertunda.

4. Regurgitasi Aorta / Insufiensi Aorta


Regurgitasi aorta menyebabkan refluks darah dari aorta kedalam ventrikel kiri sewaktu relaksasi
ventrikel. Pada prinsipnya, jaringan perifer dan ventrikel kiri bersaing untuk mendapatkan darah yang
kelur dari ventrikel selama sistolik. Besarnya aliran darh kedepan atau “ runoff “ ke perifer terhadap
aliran retrograt keventrikel bergantung pada derajat penutupan katup dan resistensi relatif terhadap aliran
darah perifer dan ventrikel. Resistensi pembuluh darah perifer biasanya rendah pada insufisiensi aorta,
tampaknya merupakan mekanisme kompensasi untuk memaksimalkan aliran darah kedepan.. namun pada
stadium lanjut resistensi pperifer akan meningkat, sehingga juga meningkatkan aliran retrogat melalui
katup aorta dan mempercepat perkembangan pnyakit.
Tanda – tanda berikut ini berkaitan dengan regurgitasi aorta kronis :
1. Auskultasi : bising diastoli, bising ausflint yang khas atau bising diastoli yang kasar, systolic
ejection click isebabkan oleh peningkatan volume ejeksi.
2. Elektrokardiogram : hipertrofi ventrikel kiri.
3. Radiografi dada : pembesaran ventrikel kiri, dilatasi aorta proksimal.
4. Temuan hemodinamik : pengisian dan pengosongan denyut arteri yang cepat, tekanan nadi
melebar diserai peningkatan tekanan sistemik dan penurunan tekanan diastolic.
5. Kateterisasi jantung : ventrikel kiri tampak opak selamam penyuntikan bahan kontras kedalam
pangkal aorta.
Temuan temuan khas pada sirkulasi perifer terjadi akibat kerja miokardium yang hiperdinamis
dan rendahnya resistensi perifer. Ejeksi ventrikel kiri berkekuatan besar dan bervolume tinggi yang di
ikuti dengan aliran darah secara cepat ke perifer danke ventrikel kiri melalui katup yang bocor akan
mengakibatkan peregangan cepat pembuluh darah yang menyebabkan pengosongan mendadak. Dinamika
kardiovaskuler ini dapat bermanifestasi sebagai :
2. Denyut pukulan air ( waterhammer pulse ) atau denyut corrigen, dicirikan oleh pengisian dan
pengosongan cepat denyut nadi.
3. Denyut tembakan pistol ( pistolshot pulse ) atau bising duroziez, terdengar melalui auskultasi
pada arteria femoralis.
4. Pulsasi kapiler quincke, terlihat sebagai perubahan warna pembuluh darah kecil di dasar kuku
yang secara bergantian menjadi merah dan menjadi pucat.
5. Penonjolan sistolik di kepala yang terjadi saat pembuluh darah kolaps di leher terisi dengan cepat
( atau tanda de musset ).
D. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d perubahan dalam preload/peningkatan tekanan atrium dan
kongesti vena.
2. Risiko kelebihan volume cairan b/d gangguan filtrasi glomerulus.
3. Nyeri akut b/d iskemia jaringan miokard.
4. Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
5. Ansietas b/d perubahan status kesehatan.

E. Penatalaksanaan
Terapi suportif yang baik mungkin mengurangi angka kesakitan dan angka kematian
A. Obat-obatan
1) Antibiotika selama 10 hari untuk membasmi kuman dapat diberikan
- Penicillin G i.m. 600.000 – 1.200.000 IU/hr. atau
- erythromicin 1 gram/hr
Terapi ini apabila diberikan pada anak yang terinfeksi Strepto faringitis akan dapat mencegah
terjadinya DR (pencegahan primer)

2) Asam asetilsalisilat (aspirin) untuk antiradang 100-150 mg/kgBB/hari pada anak atau 6-8 gram/hr
bagi orang dewasa, dibagi dalam 5-6 dosis selama 4-6 minggu
3) Kortikosteroid (prednison 60-100mg/hr dibagi 4 dosis, tapering-off setelah 2 minggu), khususnya
bila ada payah jantung
Terapi supresif ini diberikan biasanya beberapa minggu sampai gejala radang reda, LED
mendekati normal, C.reaktive protein negatif.
4) Obat untuk payah jantung bila diperlukan
5) Pencegahan sekunder terhadap demam reuma ulang dengan pemberian

- Penicillin long-acting ( Penadur LA) atau preparat oral penicillin 200.000 IU 2X/hr.
Bila tidak tahan penicillin dapat diberi Sulfadiazine 1 gram/hr dosis tunggal. Pencegahan sekunder
diberikan selama 5 tahun sesudah serangan dengan memperhatikan adanya penyakit jantung rematik,
carditis berat, paparan area infeksius Strepto, prevalensi penyakit jantung reuma, bila perlu pencegahan
yang lebih lama harus dilanjutkan
6) Antibiotika profilaksis terhadap komplikasi Endokarditis setiap tindakan intervensi/operasi
B. Non – obat
1. Rehabilitasi fisik
Bertujuan agar toleransi terhadap aktifitas fisik bertambah tanpa menimbulkan keluhan lain atau
perubahan EKG atau meningkatnya denyut jantung secara berlebihan
Pelaksanaan:
- fase akut perlu istirahat total sampai tanda-tanda radang reda seperti berikut
a. demam hilang tanpa salisilat
b. nadi istirahat kurang dari 100/mnt
c. EKG normal/stabil
d. Laju enap darah normal
e. Friction rub/bising gesek perikard tidak dijumpai
- ambulasi sambil dipantau keluhan dan tanda vital sebelum dan sesudah latihan
- lamanya pengurangan aktifitas tergantung berat ringannya gangguan fungsi jantung,
bisa berlangsung beberapa bulan

2. Nutrisi
Biasanya nafsu makan berkurang sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh akibat
hipermetabolisme yang disebabkan demam dan keradangan
Hasil yang diharapkan:
- keseimbangan nutrisi mengembalikan kondisi/berat badan ke keadaan sebelum sakit ditunjang
oleh laboratorium
Pelaksanaan:
- diet tinggi karbohidrat dan protein mengimbangi hipermetabolisme akibat demam,radang dan
infeksi agar tidak terjadi proses katabolisme.
- vitamin dan mineral
- kebersihan gusi,gigi dan mulut dijaga/bersihkan tiap 4 jam
- makanan yang merangsang selera makan
- cairan/minuman cukup, untuk mencegah dehidrasi, kecuali bila ada tanda payah jantung maka
kurangi cairan dan garam
- menimbang berat badan setiap hari sebagai evaluasi nutrisi dan cairan
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit katup jantung merupakan kelompok kondisi yang ditandai oleh kerusakan satu atau lebih
katup jantung, menghasilkan gangguan aliran darah ke seluruh ruang jantung. Demam reuma masih
merupakan masalah utama di negara-negara berkembang, sementara penyakit jantung congenital terjadi
pada 8-10 kasus per 1000 kelahiran hidup di seluruh dunia.

B. Saran
Penyakit ini sangat berbahaya jika tidak tertangani secara maksimal, jika anggota keluarga atau orang
terdekat diketahui mengalami gejala dari penyakit ini segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
memastikan penyakit yang diderita serta dapat dilakukan perawatan lebih lanjut terkait dengan
penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA

Nanda Internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga

Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai