Anda di halaman 1dari 42

RESPONSI

SEORANG PASIEN PEREMPUAN 54 TAHUN DENGAN MR SEVERE


E.C. PROLAPS AML

Disusun Oleh :

Lulut Khoridatur Rosida G99161076


Rianita Palupi G99161081
Naila Izzatus Saadah G99162132
Sitaresmi Raras Nirmala G99162127

Pembimbing :
dr. Heru Sulastomo, Sp.JP, FIHA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT JANTUNG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit katup jantung merupakan kelainan-kelainan pada aliran darah


yang melintasi katup jantung. Penyakit demam reumatik merupakan penyebab
lazim deformitas katup yang membutuhkan koreksi bedah, namun sebagian besar
penderita menyangkal adanya riwayat demam reumatik sebelumnya. Hal ini
disebabkan karena terjadinya demam reumatik mungkin sudah terlalu lama (masa
anak-anak), atau secara klinis tak memberikan keluhan yang mencolok. Jika
kelainan pada katup jantung ini tidak dikenali dan tidak dapat diobati dengan
serius maka berpotensi menimbulkan suatu komplikasi yang fatal seperti edema
paru, emboli sistemik, hipertensi pulmonal, dan endokarditis. (Boestan 2006).
Regurgitasi katup mitral atau insufisiensi mitral merupakan kelainan katup
mitral yang ditandai dengan aliran balik dari sebagian volume darah dari
verntrikel kiri kembali menuju atrium kiri. Insufisiensi mitral adalah daun katup
mitral yang tidak dapat menutup dengan rapat sehingga darah dapat mengalir
balik atau akan mengalami kebocoran (Arif Muttaqin, 2009). Kelainan katup
mitral ini disebabkan karena tidak dapat menutupnya katup dengan sempurna
pada saat sistol

Regurgitasi mitral memungkinkan aliran darah retrograde dari ventrikel


kiri ke atrium kiri akibat penutupan katup yang tidak sempurna. Derajat beratnya
regurgitasi mitral dapat diukur dalam persentase dari stroke volume kiri yang
mengalir mengalir balik ke atrium kiri menggunakan ekokardiografi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Katup Jantung
1. Anatomi Katup Jantung

Gambar 1. Katup Jantung

a) Katup Trikuspid
Katup trikuspid berada di antara atrium kanan dan ventrikel kanan.
Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan
menuju ventrikel kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah
kembalinya aliran darah menuju atrium kanan dengan cara menutup
pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid
terdiri dari 3 daun katup.
b) Katup Pulmonal
Darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan melalui trunkus
pulmonalis sesaat setelah katup trikuspid tertutup. Trunkus pulmonalis
bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan
berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal

3
trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun
katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila
ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir
dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis.
c) Katup Bikuspid
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium
kiri menuju ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid
menutup pada saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua
daun katup.
d) Katup Aorta
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta.
Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi
sehingga darah akan mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan
menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah
masuk kembali kedalam ventrikel kiri. Pembuluh darah yang terdiri
dari arteri, arteriole, kapiler dan venula serta vena merupakan pipa
darah dimana didalamnya terdapat sel-sel darah dan cairan plasma
yang mengalir keseluruh tubuh. Pembuluh darah berfungsi
mengalirkan darah dari jantung ke jaringan serta organ2 diseluruh
tubuh dan sebaliknya. Arteri, arteriole dan kapiler mengalirkan darah
dari jantung keseluruh tubuh, sebaliknya vena dan venula mengalirkan
darah kembali ke jantung.

2. Penyakit Katup Jantung

Penyakit katup jantung adalah kelainan pada jantung yang


menyebabkan kelainan-kelainan pada aliran darah yang melintasi katup
jantung. Katup yang terserang penyakit dapat mengalami dua jenis
gangguan fungsional :

4
1) Regurgitasi daun katup tidak dapat menutup rapat sehingga
darah dapat mengalir balik (sinonim dengan insufisiensi katup
dan inkompetensi katup)
2) Stenosis katup lubang katup mengalami penyempitan
sehingga aliran darah mengalami hambatan.
Insufisiensi dan stenosis dapat terjadi bersamaan pada satu katup,
dikenal sebagai lesi campuran atau terjadi sendiri yang disebut sebagai
lesi murni .
Disfungsi katup akan meningkatkan kerja jantung. Insufisiensi
katup memaksa jantung memompa darah lebih banyak untuk
menggantikan jumlah darah yang mengalami regurgitasi atau mengalir
balik sehingga meningkatkan volume kerja jantung. Stenosis katup
memaksa jantung meningkatkan tekanannya agar dapat mengatasi
resistensi terhadap aliran yang meningkat, karena itu akan meningkatkan
tekanan kerja miokardium. Respon miokardium yang khas terhadap
peningkatan volume kerja dan tekanan kerja adalah dilatasi ruang dan
hipertrofi otot. Dilatasi miokardium dan hipertrofi merupakan mekansime
kompensasi yang bertujuan meningkatkan kemampuan pemompaan
jantung (ODonnell MM, 2002).
Regurgitasi Katup Mitral (Inkompetensia Mitral, Insufisiensi
Mitral), (Mitral Regurgitation) adalah kelaianan katup mitral yang
ditandai dengan aliran balik sebagian volume darah dari ventrikel kiri
kembali menuju atrium kiri. Mitral Regurgitasi atau insufisiensi mitral
adalah bentuk yang paling umum dari penyakit jantung katup (Tierney
et.al, 2001). Insufisiensi mitral adalah daun katup mitral yang tidak dapat
menutup dengan rapat sehingga darah dapat mengalir balik atau akan
mengalami kebocoran (Arif Muttaqin, 2009). Insufisiensi mitralis
merupakan keadaan dimana terdapat refluks darah dari ventrikel kiri ke
atrium kiri pada saat sistolik, akibat katup mitral tidak menutup secara
sempurna. Kelainan katup mitralis yang disebabkan karena tidak dapat
menutupnya katup dengan sempurna pada saat systole

5
Menurut Sudarta (2013), Insufisiensi Mitral merupakan suatu
keadaan dimana katup mitral tidak menutup dengan sempurna. Fungsi
katup mitral yang baik tergantung dari koordinasi yang normal dari
aparatus mitral. Adapun aparatus mitral adalah dinding atrium kiri,
annulus mitralis, daun katup, korda tendinae, Papilaris dan dinding
ventrikel kiri. Apabila satu atau lebih dari ventrikel tersebut tidak
berfungsi karena penyakit, maka penutupan katup (koaptasi) akan tidak
sempurna maka terjadilah insufisiensi mitral.
Dari pendapat beberapa ahli ini dapat disimpulkan bahwa
insufisiensi mitral atau regurgitasi mitral adalah kerusakan katup mitral,
lengkapnya yaitu daun katup mitral yang tidak dapat menutup dengan
rapat sehingga darah dapat mengalir balik atau akan mengalami
kebocoran. Regurgitation (kebocoran dari katup yang tidak sempurna
menutup) disebabkan oleh penyakit yang melemahkan atau merusak katup
atau struktur pendukungnya. Memadai penutupan katup mitral
menyebabkan darah mengalir kembali ke atrium kiri. Aliran darah ke
seluruh tubuh menurun sebagai akibat jantung yang memompa lebih keras
untuk mencoba untuk mengimbanginya.
Insufisiensi mitral memungkinkan aliran darah retrograde dari
ventrikel kiri ke atrium kiri akibat penutupan katup yang tidak sempurna.
Selama sistolik, ventrikrel secara simultan mendorong darah ke dalam
aorta dan kembali kedalam atrium kiri. Kerja ventrikel kiri maupun atrium
kiri harus ditingkatkan agar dapat mempertahankan curah jantung. Pada
saat ventrikel kiri memompa darah dari jantung menuju ke aorta, sebagian
darah mengalir kembali ke dalam atrium kiri dan menyebabkan
meningkatnya volume dan tekanan di atrium kiri. Terjadi peningkatan
tekanan darah di dalam pembuluh yang berasal dari paru-paru, yang
mengakibatkan penimbunan cairan (kongesti) di dalam paru-paru. Derajat
beratnya MR dapat diukur dalam persentase dari stroke volume ventrikel
kiri yang mengalir balik ke atrium kiri (regurgitant fraction)
menggunakan ekokardiografi.

6
DERAJAT REGURGITASI MITRAL
Derajat Regurgitasi Mitral Fraksi Regurgitasi Regurgitant Orifice
Area
Derajat 1 (Ringan) < 20 %
Derajat 2 (Sedang) 20-40 %
Derajat 3 (Sedang-Berat) 40-60 %
Derajat 4 (Berat) < 60 % < 0.3 cm2

3. Epidemiologi
Di daerah lain selain dunia barat, penyakit jantung rematik adalah
penyebab utama dari insufisiensi mitral. Di amerika serikat, insufisiensi
mitral akut dan kronis mempengaruhi sekitar 5 pada 10000 orang.
Penyakit jantung rematik sebagai penyebab utama kelainan katup mitral.
Prolaps katup mitral telah diperkirakan untuk hadir dalam 4 % dari
populasi normal. Dengan bantuan warna Doppler echocardiography,
insufisiensi mitral ringan dapat dideteksi pada sebanyak 20 % orang
dewasa setengah baya dan lebih tua. Insufisiensi mitral secara independen
terkait dengan jenis kelamin perempuan, indeks masa tubuh lebih rendah,
usia lanjut, disfungsi ginjal, infark miokard sebelumnya, stenosis mitral
sebelumnya, dan prolaps katup mitral sebelumnya. Hal ini tidak
berhubungan dengan dislipidemia atau diabetes (Arif Muttaqin, 2008). Di
Indonesia 2-5 % populasi, paling tinggi pada usia 20-40 tahun, dan paling
banyak terjadi pada wanita. Biasanya wanita (2/3 kasus) dan ada faktor
keturunan.
Insufisiensi atau regurgitasi mitral dapat terjadi pada pasien dengan
penyakit jantung rematik, penyakit jantung iskemik, atau gagal jantung
kongestif. Namun, penyebab terseringnya adalah prolaps katup mitral.
Sekitar 2-5% dari populasi mengalami prolaps katup mitral. Penyakit ini
ditandai dengan penimbunan substansi dasar longgar di dalam daun dan
korda katup mitral, yang menyebabkan katup menjadi floopy dan
inkompeten saat sistol. Prolaps katup mitral jarang menyebabkan masalah
jantung yang serius. Namun, bisa menjadi penyulit sindrom Marfan atau
penyakit jaringan ikat serupa, dan pernah dilaporkan sebagai penyakit

7
dominan autosomal yang berkaitan dnegan kromosom 16p. Sebagian besar
timbul sebagai kasus yang sporadik.
Di Indonesia penyebab terbanyak Insufisiensi Mitral adalah
demam rematik yang meninggalkan kerusakan yang menetap. Mortalitas
dari Insufisiens Mitral pada 5 tahun 80% dan 10 tahun 60%. Kematian
disebabkan oleh gagal jantung progresif yaitu penurunan fungsi ventrikel
kiri sekitar 60-70%. Di Indonesia belum ditemukan studi penelitian yang
mengukur peningkatan fungsi ventrikel kiri setelah dilakukan MVR.
Faktor risiko pada prolaps katup mitral:
a. Wanita kurus yang memiliki kelainan dinding dada, skoliosis
atau penyakit lainnya . Penderita kelainan septum atrial yang
letaknya tinggi pada dinding jantung (ostium sekundum).
b. Kehamilan (karena menyebabkan meningkatnya volume
darah dan beban kerja jantung).
c. Kelelahan menjadi bertambah tua
d. Memiliki kerusakan jantung congenital
e. Sebelumnya pernah menderita demam rematik, endokarditis,
prolaps katup mitral, infark miocard, stenosis katup mitral.

4. Etiologi
Insufisiensi mitral terjadi bila bilah-bilah katup mitral tidak dapat
saling menutup selama sistole. Chordae tendinae memendek, sehingga
bilah katup tidak dapat menutup secara sempurna, akibatnya terjadilah
insufisiensi dari ventrikel kiri ke atrium kiri (Manurung, 2009). Demam
rematik menjadi penyebab utama dari regurgitasi katup mitral. Tetapi saat
ini, di negara-negara yang memiliki obat-obat pencegahan yang baik,
demam rematik jarang terjadi. Misalnya di Amerika Utara dan Eropa
Barat, penggunaan antibiotik untuk strep throat (infeksi tenggorokan
karena streptokokus), bisa mencegah timbulnya demam rematik. Di
wilayah tersebut, demam rematik merupakan penyebab umum dari

8
regurgitasi katup mitral, yang terjadi hanya pada usia lanjut, yang pada
masa mudanya tidak memperoleh antibiotik.
Di negara-negara yang memiliki kedokteran pencegahan yang
jelek, demam rematik masih sering terjadi dan merupakan penyebab
umum dari regurgitasi katup mitral. Di Amerika Utara dan Eropa Barat,
penyebab yang lebih sering adalah serangan jantung, yang dapat merusak
struktur penyangga dari katup mitral. Penyebab umum lainnya adalah
degenerasi miksomatous (suatu keadaan dimana katup secara bertahap
menjadi terkulai/terkelepai), disfungsi/ruptur muskulus papilaris sebagai
dampak iskemik jantung ( cepat menimbulkan edema paru akut dan syok),
endokarditis infektif, dan anomali kongenital. Di negara berkembang,
terbanyak penyebab insufisiensi mitral adalah demam reumatik yang
meninggalkan kerusakan menetap dari sisa fase akut(sekuele). Sekitar
30% penderita tidak mempunyai riwayat demam reumatik yang jelas.
Manifestasi klinis sangat bervariasi tergantung derajat gangguan
hemodinamik yang ditimbulkan.
Berdasarkan etiologinya saat ini insufisiensi atau regurgitasi mitral
dapat dibagi atas reumatik dan non reumatik (degenaratif, endokarditis,
penyakit jantung koroner, penyakit jantung bawaan, trauma dan
sebagainya).
a) Penyakit jantung rematik (PJR/RHD). PJR merupakan salah
satu penyebab yang sering dari insufisiensi mitral berat. Insufisiensi
mitral berat akibat PJR biasanya pada laki-laki. Proses rematik
menyebabkan katup mitral kaku, deformitas, retraksi, komisura
melengket/fusi satu sama lain, korda tendinae memendek, melengket
satu dengan yang lain.
b) Penyakit jantung koroner (PJK). Penyakit jantung koroner dapat
menyebabkan insufisiensi mitral melalui 3 cara:
1) Infark miokard akut mengenai muskulus Papillaris dapat berakibat
ruptura dan terjadi insufisiensi mitral akut dan berat. Terjadi
udema paru akut dan dapat berakibat fatal.

9
2) Iskemia muskulus papillaris (tanpa infark) dapat menyebabkan
regurgitasi sementara/transient insufisiensi mitral, terjadi pada
saat episode iskemia pada muskulus papillaris dan mungkin
terjadi pada saat AP.
3) PJK menyebabkan dilatasi ventrikel kiri (dan mungkin terjadi
pada saat AP) dan terjadi insufisiensi mitral.
c) Dilatasi ventrikel kiri/kardiomiopati tipe kongestif. Dilatasi LV
apapun penyakit yang mendasari menyebabkan dilatasi annulus
mitralis, posisi m. Papillaris berubah dengan akibat koaptasi katup
mitral tidak sempurna dan terjadi MR, adapun penyakit yang
mendasari antara lain : diabetes/kardiomiopati diabetik,
iskemia peripartal, hipertiroidisme, toksik, AIDS.
d) Kardiomiopati hipertrofik. Daun katup anterior berubah posisi selama
sistol dan terjadi MR.
e) Klasifikasi annulus mitralis. Mungkin akibat degenerasi pada lansia.
Dapat diketahui melalui ekokardiogram, foto thoraks, penemuan
biopsi.
f) Prolaps katup mitral (MVP). Merupakan penyebab sering MR.
g) Infective Endocarditis (IE). Dapat mengenai daun katup maupun
chorda tendinae dan merupakan penyebab MR akut.
h) Kongenital. Endocardial Cushion Defect (ECD), insufisiensi
mitral pada anomali ini akibat celah pada katub. Sindrom Marffan
yakni akibat kelainan jaringan ikat.

5. Patofisiologi
Katup mitral yang tidak bisa menutup dengan sempurna pada saat
sistolik pada insufisiensi mitral dapat diakibatkan karena kalsifikasi,
penebalan dan distorsi daun katup. Selama fase sistolik terjadi aliran balik
ke atrium kiri, sedangkan aliran ke aorta berkurang. Walaupun demikian
output ventrikel kiri ke aorta harus dipertahankan secara optimal dengan
mekanisme kompensasi, ventrikel kiri berkontraksi lebih kuat, sampai

10
timbul dekompensasi. Akhirnya ventrikel kiri akan berdilatasi juga sebagai
akibat volume darah yang banyak masuk dari atrium kiri pada saat sistolik.
Pada saat diastolik darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Darah
atrium kiri tersebut berasal dari paru-paru melalui vena pulmonalis dan
juga darah dari insufisiensi yang berasal dari atrium kiri, dimana dilatasi
ini akan menyebabkan insufisiensi semakin banyak, timbul hipertensi
pulmonal seperti yang terjadi pada stenosis mitral (Boestan, 2006)
Pada insufisiensi katup mitral, terjadi penurunan kontraktilitas
yang biasanya bersifat irreversible, dan disertai dengan terjadinya
kongestif vena pulmonalis yang berat dan edema pulmonal. Patofisiologi
insufisiensi mitral dapat dibagi ke dalam fase akut, fase kronik yang
terkompensasi dan fase kronik yang dekompensasi
a) Fase akut sering disebabkan adanya kelebihan volume di atrium dan
ventrikel kiri. Ventrikel kiri menjadi overload karena setiap kontraksi
tidak hanya memompa darah menuju aorta tetapi juga terjadi
regurgitasi ke atrium kiri. Pada kasus akut, stroke volume ventrikel
kiri meningkat tetapi cardiac output menurun.
b) Fase kronik terkompensasi terjadi secara perlahan dari beberapa bulan
sampai beberapa tahun. Pada fase ini ventrikel kiri menjadi hipertropi
dan terjadi peningkatan volume diastolik yang bertujuan untuk
meningkatkan stroke volume yang menyebabkan pelebaran atrium kiri
dan tekanan pada atrium akan berkurang. Hal ini akan memperbaiki
drainase dari vena pulmonalis sehingga gejala dan tanda kongesti
pulmonal akan berkurang.
c) Fase kronik dekompensasi akan terjadi kontraksi miokardium
ventrikel kiri yang inadekuat untuk mengkompensasi kelebihan
volume dan stroke volume vetrikel kiri akan menurun. Penurunan
stroke volume menyebabkan penurunan cardiac output dan
peningkatan end-systole volume. Peningkatan end-systole volume
akan meningkatkan tekanan pada ventrikel dan kongestif vena
pulmonalis sehingga akan timbul gejala gagal jantung kongestif.

11
6. Tanda dan Gejala
Insufisiensi katup mitral yang ringan bisa tidak menunjukkan
gejala. Kelainannya bisa dikenali hanya jika dokter melakukan
pemeriksaan dengan stetoskop, dimana terdengar murmur yang khas, yang
disebabkan pengaliran kembali darah ke dalam atrium kiri ketika ventrikel
kanan berkontraksi. Secara bertahap, ventrikel kiri akan membesar untuk
meningkatkan kekuatan denyut jantung, karena ventrikel kiri harus
memompa darah lebih banyak untuk mengimbangi kebocoran balik ke
atrium kiri.
Ventrikel yang membesar dapat menyebabkan palpitasi (jantung
berdebar keras), terutama jika penderita berbaring miring ke kiri. Atrium
kiri juga cenderung membesar untuk menampung darah tambahan yang
mengalir kembali dari ventrikel kiri. Atrium yang sangat membesar sering
berdenyut sangat cepat dalam pola yang kacau dan tidak teratur (fibrilasi
atrium), yang menyebabkan berkurangnya efisiensi pemompaan jantung.
Pada keadaan ini atrium betul-betul hanya bergetar dan tidak memompa;
berkurangnya aliran darah yang melalui atrium, memungkinkan
terbentuknya bekuan darah. Jika suatu bekuan darah (trombus) terlepas, ia
akan terpompa keluar dari jantung dan dapat menyumbat arteri yang lebih
kecil sehingga terjadi stroke atau kerusakan lainnya.
Regurgitasi yang berat akan menyebabkan berkurangnya aliran
darah sehingga terjadi gagal jantung, yang akan menyebabkan batuk, sesak
nafas pada saat melakukan aktivitas dan pembengkakan tungkai.
Gejala yang timbul pada IM tergantung pada fase mana dari
penyakit ini. Pada fase akut gejala yang timbul seperti decompensated
congestive heart failure yaitu: sesak nafas, oedem pulmo, orthopnea,
paroksimal nocturnal, dispnoe, sampai syok kardiogenik. Pada fase kronik
terkompensasi mungkin tidak ada keluhan tetapi individu ini sensitif
terhadap perubahan volume intravaskuler.
Regurgitasi katup mitral dapat ditoleransi dalam jangka waktu lama
tanpa keluhan pada jantung, baik saat istirahat maupun beraktivitas. Sesak

12
napas dan lekas lelah merupakan keluhan awal secara berangsur-angsur
menjadi ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, dan edema perifer.
Pada pemeriksaan fisik, fasies mitral lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan stenosis mitral. Pada palpasi tergantung derajat
regurgitasinya, mungkin didapatkan peningkatan aktivitas jantung kiri.
Pada auskultasi terdengar bising pansistolik yang bersifat
meniup (blowing) di apeks, menjalar ke aksila, dan mengeras pada
ekspirasi. Bunyi jantung pertama melemah, katup tidak menutup sempurna
pada akhir diastolik. Pada saat tersebut tekanan atrium dan ventrikel kiri
sama. Terdengar bunyi jantung ketiga akibat pengisian cepat ke ventrikel
kiri pada awal diastolik dan diikuti diastolic flow murmur karena volume
atrium kiri yang besar mengalir ke ventrikel kiri.
Gejala yang umum terjadi pada Insufisiensi mitral:
1. Sesak napas, terutama saat mengeluarkan tenaga atau saat
berbaring
2. Fatigue, terutama pada saat aktivitas meningkat
3. Batuk, terutama pada malam hari atau ketika berbaring
4. Jantung berdebar-debar, sensasi dari detak jantung
5. Kaki atau pergelangan kaki bengkak
6. Murmur jantung
7. Buang air kecil yang berlebihan (ODonnell MM, 2002).
7. Diagnosis
Regurgitasi katup mitral biasanya diketahui melalui murmur yang
khas, yang bisa terdengar pada pemeriksaan dengan stetoskop ketika
ventrikel kiri berkontraksi. Elektrokardiogram (EKG) dan rontgen dada
bisa menunjukkan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pemeriksaan yang
paling informatif adalah ekokardiografi, yaitu suatu tehnik penggambaran
yang menggunakan gelombang ultrasonik. Pemeriksaan ini dapat
menggambarkan katup yang rusak dan menentukan beratnya penyakit.
Anamnesis
Asimptomatis
Simptomatis
Palpitasi

13
Lemah
Dispneu deffort
Ortopnu
Paraxysmal nocturnal dyspnea.
Pemeriksaan fisik
Thrill sistolik di apeks
Iktus kordis kuat angkat
Hanya terdengar bising sistolik di apeks
Bising pansistolik, menjalar ke lateral (punctum maksimum di
apeks)
Bunyi jantung 1 melemah
Fibrilasi atrium.
Pemeriksaan penunjang
Pada insufisiensi mitral yang ringan mungkin hanya terlihat
gambaran P mitral dengan aksis dan kompleks QRS yang masih
normal. Pada tahap lanjut terlihat aksis yang bergeser ke kiri dan
disertai hipertrofi ventrikel kiri. Blok berkas kanan yang tidak
komplit (rsR di V1) didapatkan pada 5% pasien. Semakin lama
penyakit, kemungkinan timbulnya aritmia atrium semakin besar.
Kadang-kadang timbul ekstrasistolik, takikardi, dan flutter atrium,
paling sering fibrilasi, yang awalnya paroksismal dan akhimya
menetap.
Pada pemeriksaan foto toraks, kasus ringan tanpa
gangguan hemodinamik yang nyata, besar jantung biasanya normal.
Pada keadaan lebih berat terlihat pembesaran atrium kiri dan
ventrikel kiri, serta mungkin tanda-tanda bendungan paru. Kadang-
kadang terlihat perkapuran pada anulus mitral.
Fonokardiografi dilakukan untuk mencatat konfirmasi
bising dan mencatat adanya bunyi jantung ketiga pada insufisiensi
mitral sedang sampai berat. Ekokardiografi digunakan untuk
mengevaluasi gerakan katup, ketebalan, serta adanya perkapuran
pada mitral. Ekokardiografi Doppler dapat menilai derajat
regurgitasi. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan ada
tidaknya reuma aktif / reaktivasi (Manurung, 2009)

8. Tatalaksana

14
Medikamentosa
Terapi utama adalah reduksi preload dan afterload, terutama pada
regurgitasi mitral dengan edema pulmonar.

1. Diuretik (Furosemide)
Diuretik digunakan untuk menurunkan preload dan volume
ventrikel kiri. Furosemide merupakan penurun preload yang baik.
Peningkatan ekskresi air dengan mempengaruhi sistem ko-
transportchloride-binding, yang menghambat reabsorbsi kalium
dan klorida pada loop Henle dan tubule renal bagian distal. Dosis
dewasa adalah 1 mg/kg, sedangkan pada anak-anak 2 mg/kg, dosis
pada infant dapat dimulai dengan 1mg/kg dan dapat ditingkatkan
sampai mendapatkan efek yang diinginkan.
2. ACE inhibitor (Captopril)
Untuk menurunkan afterload. Menurut penelitian, penurunan pada
afterload dapat menurunkanchambersize dan jumlah regurgitasi,
tetapi keuntungan jangka panjang belum pasti (Tierney et.al, 2001)

Fibrilasi atrium juga membutuhkan terapi. Obat - obatan seperti


beta-blocker, digoxin dan verapamil dapat memperlambat denyut jantung
dan membantu mengendalikan fibrilasi. Bila ada dekompensasi, terapi
sesuai dengan dekompensasi kordis. Dekompensasi berat : Vasolidator
(beda dengan Mitral Stenosis). Pemberian antibiotik dapat diberikan untuk
mencegah reaktivasi reuma dan timbulnya endokarditis infektif, dapat juga
sebagai preventif sebelum menjalani tindakan pencabutan gigi atau
pembedahan.
Secara umum, terapi dengan obat-obatan bersifat non kuratif dan
digunakan pada regurgitasi ringan sampai dengan sedang atau pada pasien
dimana tindakan pembedahan tidak dimungkinkan.

Pembedahan
Indikasi untuk dilakukannya tindakan pembedahan pada
insufisiensi mitral kronik dijelaskan dalam algoritma berikut :

15
(Nishimura et al, 2017)
Tindakan pembedahan pada insufisiensi katup mitral merupakan terapi
kuratif. Terdapat dua pilihan tindakan bedah regurgitasi katup mitral yaitu:
1. Perbaikan katup mitral
2. Penggantian katup mitral

Pembedahan Perbaikan Katup Mitral


Perbaikan katup mitral adalah tindakan pembedahan yang lebih
banyak dipilih bila dibandingkan dengan penggantian katup mitral. Hal
ini dikarenakan perbaikan katup dianggap memiliki hasil yang lebih baik
untuk masa selanjutnya pasien, pada penggantian katup dengan katup
bioprostetik hanya memiliki umur antara 10-15 tahun dan pada
penggantian katup dengan katup sintetis pasien diharuskan secara
berkelanjutan menggunakan zat yang mengurangi penggumpalan darah
atau antikoagulan untuk mengurangi resiko stroke.
Terdapat dua kategori pendekatan umum mengenai teknik
pelaksanaan perbaikan katup mitral. Yang pertama adalah reseksi dari
segmen valvular yang mengalami prolaps (dikenal sebagai pendekatan
Carpentier), yang kedua adalah pemasangan chordae artifisial (buatan)
untuk menjadi jangkar segmen yang mengalami prolaps dengan otot
papilaris (dikenal sebagai pendekatan David).

16
Pembedahan Penggantian Katup Mitral
Penggantian Katup Mitral adalah suatu prosedur pembedahan
jantung dimana katup mitral pasien yang mengalami gangguan diganti
dengan katup mekanik buatan atau katup bioprostetik. Pembedahan
penggantian katup mitral dilakukan dikarenakan katup mitral yang terlalu
keras / kencang / sempit (pada stenosis katup mitral) sehingga darah sulit
mengalir ke ventrikel kiri, atau justru sebaliknya katup mitral terlalu
longgar / terbuka / bocor (pada insufisiensi katup mitral) sehingga darah
bocor kembali ke atrium kiri dan dapat kembali lagi menuju paru.

9. Pencegahan

Pencegahan bisa dengan terapi umum dilakukan yaitu


a) Mencegah demam rematik dengan mengobati infeksi radang
tenggorokan dengan antibiotic .
b) Menjaga tekanan darah yang sehat.
c) Istirahat : kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-
benar dikurangi dengan tirah baring mengingat konsumsi O2 yang
relatif meningkat. Dengan istirahat benar, gejala-gejala gagal jantung
dapat jauh berkurang.
d) Diet : umumnya di berikan makan lunak dengan rendah garam.
Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan. Klien dengan gizi kurang di
berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan 80-
100 ml / kgBB / hari dengan maksimal 1500 ml / hari.
e) Memperhatikan gaya hidup dan lingkungan yang sehat.
f) Mengkonsumsi antibiotik sebelum menjalani tindakan pencabutan gigi
atau pembedahan.

10. Prognosis

a) Hasilnya bervariasi, biasanya kondisi ini ringan, sehingga tidak ada


terapi atau pembatasan diperlukan. Gejala biasanya dapat dikontrol
dengan obat-obatan.

17
b) Sesekali Dekompensasi kordis kiri (LVF) timbul, keadaan umum
penderita merosot cepat
c) Lebih lama bebas keluhan dari pada stenosis mitral.

B. Prolaps Katup Mitral (MVP)


Prolaps katup mitral (MVP), yang pertama kali dijelaskan hampir 50 tahun
yang lalu, terdiri dari leaflet katup mitral yang menebal dan berpindah tidak
menentu ke atrium kiri selama sistol (Criley, 2006). Prolaps katup mitral
sebagai entitas klinis telah dikenal selama 50 tahun. Sebelum penyakit dalam
bentuknya yang lebih ringan dengan klik sistolik salah didiagnosis sebagai
perikardial adhesi, dan pada stadium lanjut dengan regurgitasi mitral
progresif keliru dikaitkan dengan penyakit jantung rematik. Meskipun
laporan sebelumnya menggunakan angiografi ventrikel kiri untuk
mengkonfirmasi diagnosis, kemunculan echocardiography, terutama
transthoracic transthoracic (TTE) dan transesophageal echocardiography
(TEE) diakui sebagai metode diagnostik superior.
Prolaps katup mitral adalah penyebab regurgitasi mitral yang paling umum
yang dirujuk untuk operasi di dunia Barat. Regurgitasi mitral reumatik lebih
sering terjadi di negara-negara berkembang, di mana kebanyakan kasus
penyakit katup bedah dikaitkan dengan etiologi reumatik. Pengamatan bahwa
radang kardiak akut dapat menyebabkan prolaps katup mitral menambah
kebingungan dalam membedakan rematik dari kasus non-rematik.
Awalnya dinamakan sindrom Barlow, juga disebut billowing mitral cusp
syndrome, floppy valve syndrome, systolic click-murmur syndrome, dan
myxomatous mitral valve. Sejak uraian pertama terbit tahun 1963, banyak
yang telah diketahui tentang patologi yang mendasarinya, riwayat alamiah,
dan kemungkinan komplikasi, seperti endokarditis bakteri, regurgitasi mitral
berat, dan kematian jantung mendadak . Perkembangan dari ekokardiografi
telah menyediakan alat yang ideal untuk mempelajari kelainan katup ini dan
memahami struktur 3 dimensi (Monin, 2005)

18
1. Definisi
MVP didefinisikan sebagai perpindahan sistolik abnormal dari
leaflet katup mitral yang superior dan posterior dari ventrikel kiri ke
atrium kiri. Hal ini dapat terjadi karena berbagai mekanisme patogen
menyebabkan pembesaran abnormal atau relatif dari 1 atau lebih bagian
alat katup mitral, termasuk leaflet katup mitral, chordae tendineae, otot
papiler, dan anulus valvular. MVP dibagi menjadi bentuk klasik dan
nonklasik berdasarkan ketebalan leaflet. Katup yang prolaps dengan leaflet
lebih dari 5 mm dianggap bentuk klasik, sedangkan yang memiliki leaflet
kurang dari 5 mm tebal dianggap bentuk non-klasik (Deveroux, 2001).

2. Prevalensi
MVP adalah kelainan jantung katup yang paling umum di negara-
negara industri, dengan perkiraan prevalensi umumnya berkisar antara 3%
sampai 5%. Analisis terbaru yang dilakukan pada studi kohort
Framingham Heart menunjukkan prevalensi MVP menjadi 2,4% 1,3%
untuk MVP klasik dan 1,1% untuk nonklasik), yang lebih rendah dari yang

19
dilaporkan sebelumnya. Tidak ada perbedaan signifikan dalam persentase
wanita dengan MVP dibandingkan dengan pria. (Freed, 1999)

3. Etiologi
MVP dapat dibedakan menjadi MVP primer atau 'non-sindromik',
dan MVP sekunder atau 'syndromik'. Dalam kasus terakhir, MVP terjadi
pada gangguan jaringan ikat seperti sindrom Marfan, sindrom Loeys-
Dietz, Ehlers-Danlos, osteogenesis imperfecta, pseudoxanthoma
elasticum, dan sindrom aneurisma-osteoarthritis yang baru dilaporkan'.
MVP telah juga telah diamati pada kardiomiopati hipertrofik, dan dapat
menyebabkan patofisiologi penyumbatan khas miopati ini (Devereux,
2001).

4. Manifestasi Klinis
Mayoritas pasien dengan MVP tidak menunjukkan gejala.
Beberapa orang mungkin mengalami palpitasi atau nyeri dada atipikal.
Pada pasien dengan regurgitasi mitral parah, dispnea atau gejala lain dari
cadangan jantung yang berkurang dapat terjadi. Dalam studi terkontrol,
palpitasi adalah satu-satunya gejala yang pasti terkait dengan MVP. Gejala
lain yang terkait dengan MVP adalah sinkop atau presyncope yang
disebabkan oleh hipotensi ortostatik (Otsuji, 2008).

5. Evaluasi Diagnostik
Auskultasi Jantung
Auskultasi harus dilakukan dengan diafragma stetoskop di posisi
terlentang, kiri dekubitus, dan posisi duduk. Fitur auskultasi klasik dari
MVP adalah klik midsystolic diikuti oleh murmur sistolik pertengahan
sampai akhir. Hasil klik terjadi akibat ketegangan tiba-tiba apparatus katup
mitral saat leaflet berkembang ke atrium kiri selama sistol. Murmur
menengah sampai nada tinggi yang paling kencang di apeks menunjukkan
turbulensi aliran regurgitasi. Temuan ini (murmur dan klik) sangat sensitif

20
terhadap intervensi fisiologis dan farmakologis. Manuver yang
mengurangi ukuran ventrikel kiri (misalnya fase tegang manuver Valsava,
tiba-tiba berdiri, menghirup amil nitrit) mengakibatkan terjadinya prolaps
sebelumnya dan, oleh karena itu, munculnya klik dan murmur
sebelumnya. Sebaliknya, peningkatan volume ventrikel kiri (misalnya,
disebabkan oleh perubahan mendadak dari posisi berdiri ke posisi
terlentang, latihan angkat kaki, jongkok, atau isometrik) menunda onset
klik dan murmur. Bila onset murmur tertunda, durasi dan intensitasnya
berkurang, yang mencerminkan tingkat regurgitasi mitral yang lebih
rendah. (Devereux, 2001)

Ekokardiografi
Echocardiography adalah baku emas untuk mendiagnosis MVP.
Umumnya, hanya pasien dengan temuan fisik atau riwayat keluarga positif
untuk MVP yang harus menjalani ekokardiografi. Tidak ada konsensus
mengenai kriteria ekokardiografi untuk mendiagnosis MVP. Tidak ada
satu pandangan pun yang harus dianggap diagnostik. Pada ekokardiografi
M-mode, MVP biasanya ditandai dengan perpindahan posterior 2 mm atau
lebih lebih besar dari satu atau kedua leaflet. Pada ekokardiografi 2
dimensi, perpindahan sistolik dari satu atau kedua leaflet mitral dalam
tampilan sumbu parasternal panjang, terutama saat mereka
menggabungkan sisi atrium pada bidang annular, menunjukkan
kemungkinan MVP yang tinggi. Keandalan diagnosis MVP bila dilihat
hanya pada pandangan 4-ruang apikal patut dipertanyakan. Juga, diagnosis
MVP lebih kuat bila ketebalan leaflet lebih besar dari 5 mm. Redundansi
leaflet sering dikaitkan dengan anulus mitral yang membesar dan tendon
chordae memanjang. Adanya atau tidak adanya regurgitasi mitral
merupakan faktor penting, dan MVP lebih mungkin terjadi bila regurgitasi
mitral terdeteksi (pada ekokardiografi Doppler) sebagai jet eksentrik
berkecepatan tinggi selama sistole akhir. (Cheitlin, 1997)
6. Komplikasi

21
Prognosis anak-anak dengan MVP sangat baik; mayoritas tetap
asimtomatik selama bertahun-tahun. Namun, sebagian kecil pasien dengan
MVP mengalami regurgitasi mitral berat, endokarditis infektif, iskemia
serebral, atau kematian mendadak. Secara keseluruhan, risiko komplikasi
morbid atau mortal pada pasien dengan MVP adalah 1% per tahun. 26 di
beberapa pasien, setelah periode asimtomatik yang berkepanjangan,
seluruh proses penyakit memasuki fase akselerasi karena pembesaran
ventrikel atrium kiri dan kiri, atrial fibrillation, atau ruptur chordae
tendineae. MVP berkontribusi terhadap sekitar 4000 operasi katup mitral
dan 1200 kasus endokarditis infektif di Amerika Serikat setiap tahunnya.
(Deveroux, 2001)

22
BAB III
STATUS PASIEN

A. Anamnesis
1. Identitas Penderita
Nama : Ny. S
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Ledok, RT/RW 001/009 Bangkleyan, Jati, Blora, Jawa
Tengah
Tanggal masuk : 29 Oktober 2017
Tanggal periksa : 31 Oktober 2017
No. RM : 0139xxxx

2. Keluhan Utama
Sesak napas.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD DR. Moewardi dengan keluhan sesak
saat malam hari sejak keluar dari RS Sragen 1 minggu yang lalu. Keluhan
dirasakan hilang timbul memberat dengan aktivitas. Pasien nyaman dalam
keadaan duduk. Sesak tidak dipengaruhi debu atau udara dingin. Keluhan
memberat 2 hari terakhir. Pasien tidur dengan 1-2 bantal. Pasien juga
mengeluh batuk sejak 2 minggu ini, kadang berdahak namun sulit keluar
dan kadang batuk kering. Demam sebelumnya (+) hilang timbul, nyeri
dada (-), berdebar (-), mengi (-), mual (-), muntah (-), penurunan BB (-).
BAB dan BAK tidak ada keluhan.

23
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit jantung : (+) 2 minggu yang lalu di rawat di RS
Sragen 1 minggu didiagnosis PJK dengan terapi : Aspilet 1 x 80 mg,
Clopidogrel 1 x 75 mg, Concor 1 x 2,5 mg, Ramipril 1 x 5 mg,
Simvastatin 1 x 2 mg, Furosemid 1 x 40 mg.
Hasil Echocardiography (14/10/17): EF 52-55% prolaps AML, MR
Severe, AR Severe. RWMA (-).
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat diabetes melitus : disangkal
- Riwayat dislipidemia : disangkal
- Riwayat asma : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat diabetes melitus : disangkal
- Riwayat dislipidemia : disangkal
- Riwayat asma : disangkal

6. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok aktif : disangkal.
- Riwayat merokok pasif : (+) Suami dan Bapak pasien
- Riwayat olah raga : tidak olahraga
- Riwayat konsumsi alkohol : disangkal

7. Riwayat Sosial dan Ekonomi


Pasien bekerja sebagai petani namun saat ini tidak bekerja karena
sakit. Pasien menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan BPJS.

B. Pemeriksaan Fisik

24
1. Keadaan umum
Compos mentis (E4V5M6), tampak gizi baik (berat badan :45 kg, tinggi
badan: 150 cm, BMI: 20 kg/m2)

2. Tanda vital
Tensi : 129/55 mmHg
Laju napas : 26 x/menit
Denyut nadi : 104x/menit
Detak jantung : 104x/menit
Suhu : 36,9 C
Saturasi O2pulse : 98 % dengan O2ruangan

3. Keadaan Sistemik
Kulit : sawo matang, ikterik (-), anemis (-), sianosis (-)
Kepala : mesocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung(-/-),
edema palpebra (-/-)
Telinga : sekret (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : mukosa basah (-), sianosis (-)
Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax : bentuk normochest, simetris, retraksi (-),
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat di SIC VI 2 cm lateral LMCS
Perkusi : batas jantung melebar caudolateral
Auskultasi : bunyi jantung SI-SII intensitas normal, reguler,
bising(+) sistolik 4/6 di apeks menjalar ke axila
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi : fremitus raba dada kanan sama dengan dada kiri

25
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara nafas tambahan (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan disangkal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Oedem Akral dingin

negatif negatif negatif negatif


negatif negatif negatif negatif

C. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG

Hasil : Sinus Rhythm, HR 95 bpm, normoaxis, poor R wave


progression V1-V4, T inverted V1-V3.

2. Laboratorium darah (29 Oktober 2017)

26
Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 13.6 g/dl 13.5 17.5
Hematokrit 41 % 33 45
Leukosit 8,0 ribu/ul 4.5 11.0
Trombosit 312 ribu/ul 150 450
Eritrosit 5.09 juta/ul 4.50 5.90

INDEX ERITROSIT
MCV 81.1 /um 80.0 96.0
MCH 26.7 Pg 28.0 33.0
MCHC 32.9 g/dl 33.0 36.0
RDW 12.4 % 11.6 14.6
MPV 9.2 Fl 7.2 11.1
PDW 17 % 25 65
HITUNG JENIS
Eosinofil 2.50 % 0.00 4.00
Basofil 0.50 % 0.00 0.200
Netrofil 57.70 % 55.00 80.00
Limfosit 35.20 % 22.00 44.00
Monosit 4.10 % 0.00 7.00
KIMIA KLINIK
Gula Darah
109 mg/dl 60 140
Sewaktu
SGOT 22 u/l < 35
SGPT 28 u/l < 45
Albumin 4.0 g/dl 3.5-5.2
Creatinine 0.8 mg/dl 0.8 1.3
Ureum 45 mg/dl < 50
ELEKTROLIT
Natrium darah 142 mmol/L 136 145
Kalium darah 4.2 mmol/L 3.7 5.4
Klorida darah 109 mmol/L 98 106
SEROLOGI
Non
HbsAg Non reactive
reactive
KIMIA KLINIK (ANALISA GAS DARAH)
PH 7.557 7.350 7.450
BE 1.5 mmol/L -2 - +3
PCO 2 26.7 mmHg 27.0 - 41.0
PO2 69.9 mmHg 83.0 108.0
Hematokrit 38 % 37-50
HC03 24.0 mmol/L 21.0 28.0

27
Total CO2 24.8 mmol/L 19.0 24.0
O2 saturasi 95.9 % 94.0 98.0
LAKTAT
Arteri 1.40 mmol/L 0.36 0.75

28
3. Foto Thorax (29 Oktober 2017)

Foto Thoraks AP
Cor: Bentuk dan ukuran kesan membesar dengan CTR 62% pinggang
jantung menghilang , apex jantung grounded
Paru: Tampak infiltrat di paracardial kanan disertai airbroncogram (+).
Tampak perihilar hazziness di kedua lapang paru
Sinus costophrenicus kanan kiri tajam
Hemidiagphragma kanan kiri normal
Trakea di tengah
Sistema tulang baik
Kesimpulan:
1. Cardiomegaly dengan konfigurasi LAH dan LVH disertai oedem
pulmonum
2. Pneumonia

29
D. Diagnosis
Anatomi : MR severe ec prolaps AML
Fungsional : DC NYHA IV EF 52-55%
Etiologi : Prolaps AML
Penyerta : Suspek pneumonia

E. Terapi
Terapi IGD :
1. Injeksi Furosemide 80 mg IV ekstra

Plan Terapi:

1. Mondok bangsal Aster 5


2. Bedrest tidak total
3. Diet jantung III 1700 kkal
4. O2 3 lpm bila SpO2 < 90 %
5. Infus NaCl 0,9 % 20 ml / jam
6. Injeksi Furosemide 20 mg/8 jam iv
7. Valsartan 80 mg/12 jam po
8. Concor 1.25 mg/24 jam
9. OBH syr CI/ 8jam

Plan Diagnosis:
1. Rontgen Thorax
2. Cek profil lipid dan asam urat

F. Follow Up
Keluhan/KU/ Pemeriksaan/Diagn
Tanggal Penatalaksanaan
VS osis
29/10/17 TD:130/60mmHg Px Fisik Terapi
DPH 0 HR : 98x/menit Mata 1. Bedrest tidak total
RR : 20x/menit Anemis (-/-), ikterik (-/-) 2. O2 3 lpm nasal kanul
Aster 5 Nadi: 98x/menit Leher 3. Diet jantung III 1700 kkal
17.00 SiO2: 98% JVP 5+2 cm 4. Infus NaCl 0.9% 20
dengan O2 3 lpm Cor ml/jam iv

30
nasal kanul I: IC tak tampak 5. Inj. Furosemid 20 mg/8
P:IC kuat angkat di SIC jam iv
VI 2 cm caudolateral 6. Valsartan 80 mg/12 jam
LMCS po
P: Batas jantung melebar 7. Concor 1.25 mg/24 jam
ke caudolateral po 2.5 mg /24 jam
A: BJ I-II (N) reguler, 8. OBH syr CI/8 jam
bising (+) pansistolik 4/6
dari apeks ke axilla Terapi dari TS paru :
Pulmo 1. Inj. Cefoperazone
SDV (+/+), RBH (-/-) sulbactam 1 gr/12 jam
Abdomen 2. N Acetyl Cystein
Supel, nyeri tekan (-), 200mg/8jam po
bising usus (+)
Ekstremitas Plan
Oedema tidak ada, akral 1. Balance cairan
dingin tidak ada 2. Cek lab melengkapi

Diagnosis :
A(x): MR severe ec
prolaps AML
F(x) : DC NYHA IV EF
52-55 %
E(x) : Prolaps AML
Penyerta :
- HAP (TS paru)
30/10/17 Sesak (-) Nyeri Px Fisik Terapi
DPH I dada (-) Mata 1. Bedrest tidak total
Aster 5 Berdebar (-) Anemis (-/-), ikterik (-/-) 2. O2 3 lpm nasal kanul
05.00 TD: 90/40 mmHg Leher 3. Diet jantung III 1700 kkal
HR: 80 x/menit JVP 5+2 cm 4. Infus NaCl 0.9% 20
RR: 20 x/menit Cor ml/jam iv
Nadi: 80 x/menit I: IC tak tampak 5. Inj. Furosemid 20 mg/8
SiO2: 99% P:IC kuat angkat di SIC jam iv
dengan O2 3 lpm VI 2 cm caudolateral 6. Valsartan 80 mg/12 jam
LMCS po
P: Batas jantung melebar 7. Concor 2.5 mg /24 jam po
ke caudolateral 8. OBH syr CI/8 jam
A: BJ I-II (N) reguler,
bising (+) pansistolik 4/6 Terapi dari TS paru :
dari apeks ke axilla 1. Inj. Cefoperazone
Pulmo sulbactam 1 gr/12 jam
SDV (+/+), RBH (-/-) 2. N Acetyl Cystein
Abdomen 200mg/8jam po
Supel, nyeri tekan (-),
bising usus (+) Plan

31
Ekstremitas 1. Balance cairan
Oedema tidak ada, akral 2. Cek lab melengkapi
dingin tidak ada 3. Cek sputum mo/g/k/r
4. Echocardiography
Diagnosis :
A(x): MR severe ec
prolaps AML
F(x) : DC NYHA IV EF
52-55 %
E(x) : Prolaps AML
Penyerta :
- HAP (TS paru)
Hasil Lab Profil Lipid dan Asam Urat (30/10/17)

Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujuka
n
Asam Urat 10.5 mg/dl 2.4 6.1
Kolesterol Total 123 mg/dl 50 200
Kolesterol LDL 74 mg/dl 88 201
Kolesterol HDL 28 mg/dl 37 92
Trigliserida 123 mg/dl <150
31/10/17 Sesak (-) Nyeri Px Fisik Terapi
DPH II dada (-) Mata 1. Bedrest tidak total
Aster 5 Berdebar (-) Anemis (-/-), ikterik (-/-)2. O2 3 lpm nasal kanul
05.00 TD: 100/50 Leher 3. Diet jantung III 1700 kkal
mmHg JVP 5+2 cm 4. Infus NaCl 0.9% 20
HR: 83x/menit Cor ml/jam iv
RR: 20 x/menit I: IC tak tampak 5. Inj. Furosemid 20 mg/8
Nadi: 83 x/menit P:IC kuat angkat di SIC jam iv inj furosemid 20
SiO2: 97% VI 2 cm caudolateral mg/12 jam iv
dengan O2 3 lpm LMCS 6. Valsartan 80 mg/12 jam
P: Batas jantung melebar po
ke caudolateral 7. Concor 2.5 mg /24 jam po
A: BJ I-II (N) reguler, 8. OBH syr CI/8 jam
bising (+) pansistolik 4/6 9. Allupurinol 100 mg/24
dari apeks ke axilla jam po
Pulmo 10. Alprazolam 0.2 mg 0-0-1
SDV (+/+), RBH (-/-)
Abdomen Terapi dari TS paru :
Supel, nyeri tekan (-), 1. Inj. Cefoperazone
bising usus (+) sulbactam 1 gr/12 jam
Ekstremitas 2. N Acetyl Cystein
Oedema tidak ada, akral 200mg/8jam po
dingin tidak ada
Plan

32
Diagnosis : 1. Balance cairan
A(x): MR severe ec 2. Cek hasil
prolaps AML Echocardiography
F(x) : DC NYHA IV EF
52-55 %
E(x) : Prolaps AML
Penyerta :
- Hipeurisemia (as.urat :
10.5)
- HAP (TS paru)

Hasil Echocardiography (30/10/17)

Kesimpulan:
Kontraktilitas LV baik EF 56 %
AR Moderate ec prolaps LCC
MR Severe ec prolaps

01/1/17 Sesak (-) Nyeri Px Fisik Terapi


DPH III dada (-) Mata 1. Bedrest tidak total
Aster 5 Berdebar (-) Anemis (-/-), ikterik (-/-) 2. O2 3 lpm nasal kanul
05.00 TD: 90/40 mmHg Leher 3. Diet jantung III 1700 kkal

33
HR: 88x/menit JVP 5+2 cm 4. Infus NaCl 0.9% 20
RR: 20 x/menit Cor ml/jam iv
Nadi: 88 x/menit I: IC tak tampak 5. Inj. Furosemid 20 mg/8
SiO2: 98% P:IC kuat angkat di SIC jam iv inj furosemid 20
dengan O2 3 lpm VI 2 cm caudolateral mg/12 jam iv
LMCS 6. Valsartan 80 mg/12 jam
P: Batas jantung melebar po
ke caudolateral 7. Concor 2.5 mg /24 jam po
A: BJ I-II (N) reguler, 8. OBH syr CI/8 jam
bising (+) pansistolik 4/6 9. Allupurinol 100 mg/24
dari apeks ke axilla jam po
Pulmo 10. Alprazolam 0.2 mg 0-0-1
SDV (+/+), RBH (-/-)
Abdomen Terapi dari TS paru :
Supel, nyeri tekan (-), 1. Inj. Cefoperazone
bising usus (+) sulbactam 1 gr/12 jam
Ekstremitas 2. N Acetyl Cystein
Oedema tidak ada, akral 200mg/8jam po
dingin tidak ada
Plan
Diagnosis :
A(x): MR severe ec
prolaps AML
F(x) : DC NYHA IV EF
52-55 %
E(x) : Prolaps AML
Penyerta :
- Hipeurisemia (as.urat :
10.5)
- HAP (TS paru)

34
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien datang ke IGD RSUD DR. Moewardi dengan keluhan sesak saat
malam hari sejak keluar dari RS Sragen 1 minggu yang lalu. Keluhan dirasakan
hilang timbul memberat dengan aktivitas. Sesak tidak dipengaruhi debu atau
udara dingin. Keluhan memberat 2 hari terakhir. Pasien tidur dengan 1-2 bantal.
Pasien juga mengeluh batuk sejak 2 minggu ini, kadang berdahak namun sulit
keluar dan kadang batuk kering. Demam sebelumnya (+) hilang timbul, nyeri
dada (-), berdebar (-), mengi (-), mual (-), muntah (-), penurunan BB (-). BAB
dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat penyakit jantung : (+) 2 minggu yang lalu di rawat di RS Sragen 1
minggu didiagnosis PJK dengan terapi : Aspilet 1 x 80 mg, Clopidogrel 1 x 75
mg, Concor 1 x 2,5 mg, Ramipril 1 x 5 mg, Simvastatin 1 x 2 mg, Furosemid 1 x
40 mg. Hasil Echocardiografi: EF 52-55% prolaps AML, MR Severe, AR Severe.
RWMA (-).
Terdapat riwayat merokok pasif dari suami dan ayah pasien. Tidak ada
riwayat penyakit jantung pada keluarga pasien.
Hasil pemeriksaan keadaan umum dan tanda vital pasien didapatkan pasien
dengan kesadaran kompos mentis, tampak sesak napas. Tekanan darah pasien
129/55 mmHg, laju napas 26x/menit, denyut nadi 104 x/menit, detak jantung 104
x/menit, dan saturasi O2 sebesar 98% dengan oksigen ruangan.
Orthopnea adalah sesak yang terjadi pada posisi tidur datar dan membaik
dengan posisi duduk. Jumlah bantal yang digunakan saat tidur dapat menjadi
indikator adanya orthopnea. Pasien sering memerlukan bantal atau lebih untuk
dapat mengurangi gejala sesak. Gejala seperti ini dapat ditemui pada pasien gagal
jantung kiri atau penyakit katup mitral. Pada saat berbaring terlentang aliran balik
vena sistemik ke jantung kanan meningkat, menyebabkan aliran darah ke paru
meningkat yang menyebabkan sesak. Namun, pasien dengan penyakit paru
obstruktif atau serangan asma juga tidak dapat tidur dengan posisi datar.

35
Sesak tidak dipengaruhi debu maupun udara dingin menyingkirkan
kemungkinan adanya sesak karena alergi debu, udara dingin, maupun sesak
karena asma.
Keluhan sesak napas tersebut hilang timbul dan memberat dengan aktivitas,
biasa disebut dyspnea on effort. Hal ini disebabkan oleh peningkatan heart rate
yang tidak diimbangi dengan preload yang mencukupi, sehingga stroke volume
rendah dan cardiac output rendah. Hal ini juga menyebabkan volume darah balik
ke jantung juga tidak sebanyak biasanya, sehingga mengakibatkan penumpukan
pada jantung dan mengakibatkan sesak.
Paroxismal noctural dyspnea (PND) adalah sesak yang terjadi secara tiba-tiba
selama tidur. Umumnya terjadi 2 hingga 4 jam setelah tidur dan disertai dengan
diaforesis, batuk, kadang-kadang wheezing. Secara gradual akan berkurang (dalam
10-20 menit) setelah posisi duduk. PND merupakan tanda klasik dari edema paru
interstisiel dan seringkali disebabkan oleh gagal jantung. Ketika dalam kondisi
edema pulmo, cairan akan cenderung berada di bawah sesuai gravitasi, saat tidur
dalam posisi mendatar cairan akan memenuhi lapang paru sehingga
pengembangan paru akan terhambat sehingga mengakibatkan sesak. Saat pasien
dalam posisi duduk cairan akan cenderung berada di dasar paru, sehingga
pengembangan paru tidak terlalu terhambat sehingga sesak berkurang.
Paroxismal Nocturnal Dyspnea (PND), orthopnea, dan dispnea on effort
tersebut merupakan ciri dari gagal jantung kiri. Pada gagal jantung, ventrikel kiri
tidak kosong dengan benar, masih banyak darah yang tidak terpompa keluar,
sedangkan darah terus mengalir ke arah jantung. Hal ini menyebabkan
peningkatan tekanan di atrium dan pembuluh darah di dekatnya. Darah yang
menuju jantung menjadi tertahan dan memicu retensi atau penumpukan cairan
(edema) di paru-paru, organ perut dan kaki. Hal ini juga mempengaruhi ginjal,
mengganggu fungsi ginjal dan menyebabkan retensi garam dan air, menyebabkan
edema.
Keluhan batuk dua minggu dan demam mungkin disebabkan oleh hospital
acquired pneumonia, diperkuat dengan riwayat rawat inap pasien di RS Sragen
selama 1 minggu. Hal ini dapat dikonsulkan pada TS bagian Paru.

36
Pada pemeriksaan fisik, yaitu pada palpasi dan perkusi didapatkan ictus cordis
kuat angkat di SIC VI 2 cm lateral LMCS dan batas jantung melebar caudolateral,
menunjukkan adanya kardiomegali akibat dari heart failure tersebut.
Sedangkan pada auskultasi didapatkan bunyi jantung SI-SII intensitas
normal,reguler, bising(+) sistolik 4/6 di apeks menjalar ke axila. Hal ini
menunjukkan adanya gangguan pada katup mitral, yang paling banyak terjadi
adalah mitral regurgitasi.
Ada banyak penyebab congestive heart failure, salah satunya adalah penyakit
katup jantung. Katup jantung yang rusak dapat memungkinkan darah mengalir
balik atau mungkin menghalangi laju aliran darah ke dan dari jantung. Pada kasus
ini, dugaan yang terjadi adalah CHF disebabkan oleh kelainan pada katup mitral,
yaitu mitral regurgitasi.
Mitral regurgitasi merupakan keadaan dimana terdapat refluks darah dari
ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat sistolik, akibat katup mitral tidak menutup
secara sempurna. Aliran darah ke seluruh tubuh menurun sebagai akibat jantung
yang memompa lebih keras untuk mencoba untuk mengimbanginya
Insufisiensi mitral memungkinkan aliran darah retrograde dari ventrikel kiri ke
atrium kiri akibat penutupan katup yang tidak sempurna. Selama sistolik,
ventrikrel secara simultan mendorong darah ke dalam aorta dan kembali kedalam
atrium kiri. Kerja ventrikel kiri maupun atrium kiri harus ditingkatkan agar dapat
mempertahankan curah jantung. Pada saat ventrikel kiri memompa darah dari
jantung menuju ke aorta, sebagian darah mengalir kembali ke dalam atrium kiri
dan menyebabkan meningkatnya volume dan tekanan di atrium kiri. Terjadi
peningkatan tekanan darah di dalam pembuluh yang berasal dari paru-paru, yang
mengakibatkan penimbunan cairan (kongesti) di dalam paru-paru. Hal ini
diperkuat dengan hasil foto thorak pasien yang menunjukkan kardiomegali
dengan konfigurasi LAH dan LVH disertai oedem pulmonum.
Derajat beratnya MR dapat diukur dalam persentase dari stroke volume
ventrikel kiri yang mengalir balik ke atrium kiri (regurgitant fraction)
menggunakan ekokardiografi. Pada pasien ini hasil echocardiografi menunjukkan

37
kontraktilitas LV baik EF 56%, MR severe ec. prolaps AML, dan AR moderate
ec. prolaps LCC.
Dari hasil echocardiografi terebut dapat diketahui penyebab mitral regurgitasi
pasien yaitu prolaps katup mitral yang memang merupakan penyebab sering pada
mitral regurgitasi. Faktor resiko prolaps katup mitral yang terdapat pada pasien ini
yaitu tubuh kurus, usia tua, dan riwayat demam rematik. Pada keluarga pasien
tidak didapatkan adanya riwayat penyakit jantung.
Pasien diberikan oksigen sebesar 3 lpm dengan menggunakan nasal kanul
ketika sampai di IGD RSDM. Pemberian oksigen berfungsi untuk
mengoptimalkan oksigenasi ke jaringan. Pemberian furosemide yang merupakan
golongan diuretik bertujuan untuk mengurangi isi cairan tubuh sehingga edema
pulmo berkurang dan dapat mengurangi sesak pada pasien. Fungsi pemberian
valsartan yaitu untuk membuka penyempitan pembuluh darah sehingga akan
meningkatkan aliran darah. Pemberian concor (golongan B-bloker) bertujuan
untuk menurunkan tekanan darah dan mengurangi heart rate yang cepat sehingga
memperpanjang diastolic refill time. Pemanjangan diastolic refill time dapat
memberi kesempatan memperbanyak volume diastole sehingga cardiac output
meningkat. Dengan meningkatnya cardiac output, sesak pasien akan berkurang.
Pada MR severe dan prolaps AML dianjurkan untuk segera dilakukan operasi
penggantian katup, namun hal ini memerlukan banyak pertimbangan seperti usia
pasien, dan resiko-resiko operasi lainnya yang dapat dikonsultasikan dengan TS
bagian jantung.

38
BAB V
PENUTUP

1. Penyakit katup jantung merupakan penyakit jantung dengan insiden yang


masih cukup tinggi, terutama di negara berkembang seperti Indonesia.
2. Penyakit katup jantung menyebabkan kelainan-kelainan pada aliran darah
yang melintasi katup tersebut. Katup yang terserang penyakit dapat
menimbulkan 2 jenis gangguan fungsional, yaitu insufisiensi dan stenosis
katup.
3. Insufisiensi mitral merupakan keadaan dimana terdapat refluks darah dari
ventrikel kiri ke atrium kiri saat sistolik, akibat dari katup mitral tidak dapat
menutup secara sempurna. Penyebab tersering insufisiensi mitral adalah
penyakit jantung rematik dan prolaps katup mitral.
4. Penegakan diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Ekokardiografi merupakan baku emas penegakan
diagnosis prolaps katup mitral.

39
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Muttaqin., 2009. Gangguan Sistem Kardiovaskular dan hematologi.


Salemba Medika, Jakarta.
Boestan IN dan Baktijasa B, 2006. Penyakit Katup Jantung. Dalam Standar
Diagnosis Dan Terapi Penyakit Jantung Dan Pembuluh Darah, edisi 4,
editor: Soetomo M dan Lefi A, bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit
Umum Dr. Soetomo, Surabaya, halaman 7-20.
Bonow RO, Carabello B, de Leon AC, et al. Guidelines for the management of
patients with valvular heart disease: executive summary. A report of the
American College of Cardiology/American Heart Association Task Force
on Practice Guidelines (Committee on Management of Patients with
Valvular Heart Disease). Circulation 1998;98:194984.

Cheitlin MD, Alpert JS, Armstrong WF, et al. ACC/AHA Guidelines for the
Clinical Application of Echocardiography. A report of the American
College of Cardiology/ American Heart Association Task Force on
Practice Guidelines (Committee on Clinical Application of
Echocardiography). Developed in collaboration with the American
Society of Echocardiography. Circulation 1997; 95:1686744.

Criley JM, Lewis KB, Humphries JO, Ross RS. Prolapse of the mitral valve:
clinical and cine-angiocardiographic findings. Br Heart J 2006;28:488
96

Davies MJ, Moore BP, Braimbridge MV, et al. The floppy mitral valve. Study of
incidence, pathology, and complications in surgical, necropsy, and
forensic material. Br Heart J 1998;40:46881.

Devereux RB, Jones EC, Roman MJ, Howard BV, Fabsitz RR, Liu JE, Palmieri
V, Welty TK, Lee ET. Prevalence and correlates of mitral valve prolapse

40
in a population-based sample of American Indians: the Strong Heart
Study. Am J Med. 2001; 111:679685. [PubMed: 11747846]

Freed LA, Levy D, Levine RA, et al. Prevalence and clinical outcome of mitral-
valve prolapse. N Engl J Med 1999; 341:17.

Gaffney FA, Bastian BC, Lane LB, et al. Abnormal cardiovascular regulation in
the mitral valve prolapse syndrome. Am J Cardiol 1993;52:31620.

Herdman, T. Heather. 2012. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan


Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
Johanna JM, Nalini M, Rajamannan, Raphael R, Kumar AS, Jonathan R,
Carapetis and Yacoub MH, 2008. The Need For A Global Perspective On
Heart Valve Disease Epidemiology, JHVD,vol 17 (1), hal 135.
Manurung D, 2009. Regurgitasi Mitral-Kardiologi. Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, edisi 5, editor: Sudoyono AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M dan Setiati S, Interna Publishing, Jakarta, halaman 1679-
1685.
Monin JL, Dehant P, Roiron C, Monchi M, Tabet JY, Clerc P, Fernandez G,
Houel R, Garot J, Chauvel C, Gueret P. Functional assessment of mitral
regurgitation by transthoracic echocardiography using standardized
imaging planes. J Am Coll Cardiol 2005;46:3029.

Nahimura, R.A., Otto, C.M., Bonow R.A., et al. 2017 AHA/ACC Focused Update
of the 2014 AHA/ACC Guideline for the Management of Patients With
Valvular Heart Disease. A Report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical Practice
Guidelines. Circulation 2017: 20
johODonnell MM dan Carleton PF, 2002. Penyakit Katup Jantung-Gangguan
Sistem Kardiovaskular. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit volume 1, edisi 6, editor: Price SA dan Wilson LM,

41
editor Bahasa Indonesia: Hartanto H, Wulansari P, Susi N dan Mahanani
DA, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, halaman 613-629.

Otsuji Y, Levine RA, Takeuchi M, Sakata R, Teo C. Mechanism of ischemic


mitral regurgitation. J Cardiol 2008;51:14556.
Penny FC. Madelline. Pathofisiology: Clinical concept pf disease processes. Ed.
4. Terjemahan: Anugerah P. EGC. Jakarta. 1991. 561 77.
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Sudarta, Wayan I.2013.Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler.Yogyakarta:Goyen Publishing

Tierney, et al, M.A. 2001. Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit Dalam).
Terjemahan Gofir, abdul.2002. 1 ed. Jakarta: Salemba medikpp.269-81.
Wilkinson, Judith M. dan Ahren, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan edisi 9. Jakarta: EGC.
Zaidema. Cacat katup jantung. Dalam : Penyakit jantung. Nurcaya.199:94100.

42

Anda mungkin juga menyukai