Anda di halaman 1dari 18

~Happy Reading~

"Aku mencintaimu Nu, apakah kau mau menjadi kekasihku?"


Pemuda manis itu menelan salivanya dengan berat. 'bagaimana ini?' batinnya
kalut

"Aku tak akan memaksamu, katakan saja jika kau memang tidak menyukaiku"

Nunew menatap pria berkulit pucat di depannya yang juga sedang intens
menatapnya, Nunew bisa melihat pancaran kasih sayang dan jutaan cinta
untuknya di dalam mata obsidian itu.

"Hia.. "

"Katakan saja" kata Zee sambil terus menatap Nunew


"Jujur aku pikir kita hanya berteman baik, kau sudah seperti Kakakku
sendiri.."

"Lantas?" Potong Zee cepat, bosan rasanya mendengar kata-kata itu


"Bisakah kau memberiku waktu untuk mencintaimu? Merubah cara
pandangku padamu dari kakak menjadi kekasih"

Zee tersenyum lebar lalu memeluk Nunew erat "Kau tahu apa arti kata-kata
itu untukku Nu? Aku sangat bahagia sekali" Ucap Zee di sela-sela dekapan
eratnya

"Aku juga bahagia"

***

*Nunew pov*

Aku masih ingat kejadian itu, aku ingat bagaimana cara dia mencintaiku,
memperlakukanku dengan istimewa dan aku ingat bagaimana aku berbohong
kepadanya tentang perasaanku. Aku ini seorang Lelaki yang normal, tidak
mungkin aku mencintainya. Dia menganggap hubungan ini terlalu jauh, aku
memang menyukainya, menyayanginya juga memberikan banyak perhatian
kepadanya, tapi itu hanya sebatas pertemanan antara seorang senior dan
juniornya.

Namun aku sangat tidak kuat melihat rasa sayangnya yang begitu besar
padaku. Dia sangat mencintaiku dan sangat mengerti aku, dia tahu semuanya
yang aku suka dan yang tidak, bahkan dia tahu semua perasaanku baik itu
senang, sedih, marah, dan kecewa hanya dengan melihat mataku.

Semua itu pun sebenarnya aku lakukan tapi bukan untuknya, untuk seseorang
yang sudah bertahun-tahun mengisi hatiku tanpa pernah bisa aku
melepaskannya dan mengganti dengan yang lain terlebih lagi Hia.

Aku menerima cintanya karena aku tak punya alasan untuk menolak, ya ku
kira seperti itu.

*Nunew pov end*

***

"Ngghh.. Hiaaah.."

Nunew melenguh pelan, kini bukan hanya bibir dan lidah Zee yang bermain
tapi juga tangannya mulai mengelus punggung Nunew dan semakin
merapatkan tubuh mereka berdua hingga tidak ada jarak. Nunew mulai
terlena dengan semua itu, tangannya yang pasif mulai bergerak meraih
tengkuk Zee agar pagutan mereka lebih dalam lagi.

Zee melepaskan bibirnya lalu bergerak ke arah leher Nunew, mengecupnya


sesaat lalu kembali lagi ke bibir Nunew yang sudah bengkak, Nunew
menghindar dan melepaskan rangkulannya.
"Hia, aku harus pergi.. kuliahku akan dimulai sebentar lagi" katanya pelan
tanpa menatap Zee. Dia berbohong lagi.

Zee tersenyum lalu merapikan rambut Nunew "Baiklah, jam berapa kau
pulang? Aku akan menunggumu untuk makan malam"
Nunew menggeleng cepat "A..Aku akan pulang terlambat Hia. Jangan
menungguku"
Zee diam sebentar lalu mengangguk pelan "Aku mengerti, jangan lupa makan
Sayang"
Zee mengecup pipi Nunew sekilas lalu pergi meninggalkan Nunew yang
menunduk dalam "Aku jijik pada diriku sendiri, aku benci mengapa aku harus
selalu menuruti kemauannya, aku tidak mencintainya, apa dia masih belum
sadar juga? Mengapa terus memperlakukan aku seperti seorang gadis? Aku
ini seorang Lelaki dan terlebih aku Normal."

***

Nunew terus memaki dirinya sendiri, perasaannya begitu marah tapi tidak
tahu harus marah kepada siapa, tidak bisa membenci Zee yang sangat tulus
mencintainya, hanya bisa membenci dirinya sendiri.
Selama ini mereka pacaran diam-diam. Mereka berdua selalu bertemu di atap
kampus tiap sebelum kuliah atau sesudahnya, sisanya mereka tetap seperti
biasa jika berada di depan orang-orang, seperti tidak ada apa-apa. Orang tua
mereka juga sudah berteman dengan baik, Nunew sering bermain ke
apartemen Zee dan menginap di sana, begitu juga sebaliknya. Hanya saja
sejak mereka berpacaran Nunew jarang pergi ke sana lagi untuk menghindari
Zee.

***

Nunew berjalan tergesa, hari ini dia sudah terlanjur berjanji akan pulang
secepatnya untuk merayakan satu tahun sudah mereka berpacaran.
Sebenarnya Nunew tidak ingin melakukannya namun ketika melihat ke arah
mata obsidian itu, dia langsung mengangguk setuju dan di sinilah dia
sekarang sedang berjalan ke arah apartemennya dimana Zee sudah
menunggu.

Mata Nunew tertuju pada seorang perempuan yang sedang duduk sendirian
di sebuah taman yang sering dia lewati ketika pulang kuliah. Nunew tahu
siapa perempuan itu dan tanpa sadar dia berjalan ke arahnya.
"Prim" panggil Nunew pelan
Wanita itu menoleh perlahan dan begitu tahu siapa yang ada di depannya dia
menangis dengan kencangnya "Phi.. Phi New" isaknya sambil memeluk
Nunew dengan erat

Nunew terhuyung dan hampir terjatuh kalau saja tidak bisa menjaga
keseimbangan tubuhnya. Perlahan dia mengangkat tangannya lalu mengelus
rambut Prim dengan lembut
"Apa yang terjadi? Mengapa kau disini malam-malam begini?"
"Dew mencampakan aku.. dia.. berjalan bersama wanita lain, dia selingkuh
dengan adik kelasku Phi, aku sedih sekali" tutur Prim masih dengan
isakannya.
Nunew terdiam, seakan amarahnya mendadak naik dan dengan penuh
dendam mengepalkan tangannya.
"Kurang ajar sekali dia berani seperti itu, akan kuberi pelajaran anak itu"

"Tidak perlu Phi. Jangan melibatkan dirimu, kumohon. Aku tak ingin kau
celaka karena aku"
Nunew melepaskan pelukannya dan menatap wanita yang ada di depannya
dengan intens.
"Kau mau es krim?"
Prim tertawa dalam tangisnya lalu mengangguk

"Terimakasih Phi"

Nunew menggandeng jemari Prim lalu berjalan beriringan meninggalkan


taman, membawa Prim ke sebuah toko es krim dan memperhatikan Prim
yang sedang melahap es krimnya.

"Phi, apa kau baru saja pulang kuliah?" tanya Prim


DEG! Nunew ingat sesuatu, Zee sedang menunggunya dan pasti sangat cemas
sekali sekarang. Namun dia tidak bisa meninggalkan Prim begitu saja, ini
sudah malam dan bahaya kalau dia membiarkan Prim pulang sendirian.
"Ah, iya. Akhir-akhir ini aku sering menghadiri kelas tambahan"
"Dari dulu kau memang selalu rajin Phi, kau tetap Phi-ku yang baik sekali"
ucap Prim jujur. Nunew tersipu "Kau juga tetap Prim ku yang dulu"
"Phi, aku sudah selesai. Ayo kita pulang"
Kedua orang itu beranjak keluar dari toko es krim dan mulai berjalan
beriringan. Perlahan Nunew kembali meraih jemari Prim dan
menggenggamnya erat. Prim menoleh ke arah Nunew lalu tersenyum lebar
dan Nunew membalasnya.

***

Masih terngiang di telinga Nunew bagaimana Prim mengucapkan selamat


malam dan memintanya untuk sesekali datang berkunjung. Nunew masih
tersenyum sewaktu Zee berlari dan memeluknya dengan erat.
Nunew baru ingat lagi kalau Zee tengah menunggunya

"Hia"

"Nu, aku kira terjadi sesuatu padamu. Aku sangat khawatir, ponselmu juga
tidak aktif. Apa kau baik-baik saja?"
Zee melepaskan pelukannya dan menatap Nunew dengan dalam. Perlahan
Nunew tersenyum lebar "Aku baik-baik saja Hia, tidak perlu khawatir.
Zee menarik nafas lega "Syukurlah"

"Hia, maafkan aku.. tadi aku.."


"Sudahlah, tidak perlu minta maaf. Kau masuklah lalu istirahat, aku akan
pulang saja. Ini sudah malam"
"Tapi, bagaimana dengan.."
"Tidak usah dipikirkan, kita bisa merayakannya kapan saja. Iya kan?"

Zee mengelus pipi Nunew dengan lembut dan Nunew mengangguk pelan
"Selamat malam Nu".
Zee mengecup bibir plump Nunew dengan lembut "Aku mencintaimu"
Nunew dengan kaku mengangguk pelan "Selamat malam Hia"

Tanpa menatap Zee yang berjalan menjauh Nunew segera masuk ke dalam
apartemennya dan betapa kagetnya dia melihat pemandangan yang ada di
depannya. Zee mengecat ulang apartemennya menjadi warna pink, warna
kesukaannya juga menyiapkan sebuah kue tart di meja makan dan beberapa
minuman kaleng. Di samping kue ada sebuah kotak kecil dan surat. Perlahan
Nunew membukanya.

"Nu, tidak terasa sudah setahun kita menjalani ini semua. Aku
tahu terkadang semua ini masih begitu berat bagimu dan aku
sangat berterima kasih kau mau menerimaku, selalu memenuhi
permintaanku. Aku masih ingat setahun lalu saat kau menerima
perasaanku dan aku akan selalu mengingatnya karena itu
adalah hari yang paling membahagiakan bagiku. Aku berharap
kau juga merasakan kebahagiaan ini, aku berharap kau akan
tetap mencintaiku. Aku mencintaimu Nu."

Nunew menaruh surat itu di atas meja lalu membuka sebuah kotak kecil yang
ada di samping surat itu, ada sebuah cincin perak yang berkilauan tertimpa
cahaya lampu ruang makan dan ada sebuah surat di atasnya "Aku ingin kau
memakainya, aku ingin kau tahu kalau aku selalu milikmu"

Nunew menarik nafas berat lalu menutup lagi kotak kecil beserta surat yang
mendampinginya, memasukkan kue tart begitu saja ke dalam lemari
pendingin dan beranjak ke kamar.
***

*Nunew pov*

Inilah alasannya mengapa aku tidak bisa mencintai Prim dan menerimanya
saat dia menyatakan cinta padaku dulu. Hia selalu menganggap aku miliknya,
selalu seperti itu. Dia tidak bisa melihat aku berjalan dengan orang lain, dia
selalu cemburu jika aku dekat dengan yang lain. Aku lebih dulu mencintai
Prim, dia adalah gadis yang sangat baik. Selalu menghiburku, memberikan
aku makanan dan membuatkanku makan siang. Dia sangat mencintaiku, aku
masih ingat bagaimana dia dengan malu-malu memintaku menjadi
kekasihnya dan bagaimana aku menolaknya karena aku tidak enak dengan
Hia yang sudah lebih dulu menjadi kekasihku. Aku tahu Prim terluka, maka
dari itu dia menerima begitu saja Dew yang ternyata mengkhianatinya. Aku
terluka sewaktu melihatnya menangis, hatiku sangat sakit dan aku memaki
diriku sendiri ribuan kali karena aku tidak bisa melindunginya, karena aku
tidak bisa membuat orang yang kucintai bahagia.

Aku sadar, aku juga tidak bisa menyalahkan Hia atas semua ini. Salahku yang
begitu saja menerimanya tapi, itu semua karena aku tidak tahu kalau ternyata
Prim juga mencintaiku, aku sangat kalut sewaktu melihat dia dekat dengan
semua laki-laki di sekolah. Ternyata setelah aku tanyakan dia bilang dia
melakukan itu untuk membuatku sadar kalau dia mencintaiku. Aku sangat
bodoh sekali, aku sangat menyesal.
Kini Hia memintaku untuk memakai cincin itu, aku tidak bisa melakukannya,
sampai kapanpun aku tidak bisa mencintainya seperti aku mencintai Prim.

*Nunew pov end*

***

Sudah seminggu ini Nunew terus bertemu Prim di setiap pulang kuliah, dia
mengajak Prim pergi menonton atau sekedar pulang kuliah bersama.
Seminggu itu pula dia tidak pernah bertemu lagi dengan Zee. Nunew selalu
menghindari Zee dengan alasan ada kuliah tambahan atau harus pulang
secepatnya karena banyak tugas. Nunew juga jarang membalas semua pesan
singkat yang selalu dikirim Zee untuk mengingatkannya makan dan jangan
tidur terlalu malam. Nunew selalu cepat-cepat keluar dari kelasnya sebelum
Zee datang untuk menjemputnya.
Nunew hanya sesekali menelpon Zee agar Zee tidak curiga kemana dia akan
pergi dan dengan siapa dia pergi.
Kini Nunew sedang duduk di atap kampus, di tempatnya biasa bertemu Zee.
Nunew tidak sendirian, ada Prim di sebelahnya. gadis itu mengeluarkan kotak
makan siangnya lalu memberikannya kepada Nunew
"Phi, cobalah masakanku yang baru. Aku ingin membuatkan yang baru
untukmu"

Nunew membuka kotak makanan itu dan mencoba masakan yang ada di
dalamnya "Enak sekali, kau sangat berbakat"
"Benarkah Phi menyukainya?"
"Tentu saja"
Prim menatap Nunew dalam "Phi, apa aku masih bisa mencintaimu seperti
dulu?"
Perasaan bahagia itu merasuk ke dalam jiwa Nunew, mengisi segala gersang
yang sudah terlalu lama menghuni hatinya. Kata-kata Prim tadi seperti mata
air yang ditemukannya saat dia tersesat di tengah hutan tanpa penghuni.

"Phi, tidak boleh ya?" Air mata Prim menetes, melihat tidak ada reaksi dari
Nunew.
Nunew menghapus air mata itu dengan lembut "Tentu saja, kau selalu bisa.
Dari dulu kau selalu ada di sini" Nunew menuntun jemari Prim untuk
menyentuh dada nya yang bidang

"Benarkah?" Gadis yang ada di depannya seketika tersenyum bahagia

"Sebuah kesalahan terbesarku telah menyerahkanmu pada Dew"


Dengan satu gerakan Prim memeluk Nunew.
Nunew membalasnya, mengelus kepala Prim dengan sayang tanpa tahu di
belakangnya ada seseorang yang memejamkan mata menahan rasa sakit.

***

Mereka berjalan bergandengan tangan, sama-sama tersenyum dan bercerita


tentang hal yang ringan namun cukup mengisi perjalanan pulang. Berkali-kali
Prim mencuri pandang ke arah Nunew dan sewaktu Nunew memergokinya
Prim hanya bisa tersipu lalu menundukkan kepalanya.
"Nah! Kita sampai" kata Nunew sewaktu mereka tiba di depan rumah Prim
"Phi, Terimaksih sudah mengantarku pulang"

Nunew mengelus kepala Prim dengan lembut "Tentu saja aku akan
mengantarmu pulang"
Prim sedikit mengangkat tumitnya lalu mengalungkan tangannya ke tengkuk
Nunew agar bisa meraih bibir plump milik pemuda manis itu.

'Hia' Nunew luar biasa kaget, selama ini bibirnya hanya disentuh oleh Zee.
Refleks yang ada di kepalanya hanya Zee, hanya Zee. Prim terus melumat
bibir Nunew dan akhirnya pemuda itu membalas, mencoba mengusir
bayangan Zee di pikirannya. Mencoba membawa dirinya pada takdir yang
sebenarnya.

"Aku mencintaimu Phi" ucap Prim setelah selesai dengan aksinya

"Aku juga.. " jawab Nunew pelan


"Sampai jumpa besok, aku akan membawakan makanan lagi untukmu. Tidur
yang nyenyak"
"Kau juga"
Nunew melihat Prim sampai dia menghilang di balik pintu rumahnya lalu
berbalik untuk berjalan pulang sebelum dia dengan begitu kagetnya melihat
seseorang yang dikenalnya berdiri tidak jauh dari tempatnya.

"Hia.." Nunew kehilangan kata-kata. Pasti Zee telah melihat semuanya.


Zee berjalan mendekat ke arah Nunew lalu tersenyum lebar dan senyuman itu
berhasil membuat Nunew menangis dengan sejuta perasaan bersalah.

"Nu, apa kau bahagia?" tanya Zee pelan


"Hia.." Nunew menarik lengan baju Zee
"Apa dia begitu berarti untukmu?"
Nunew diam tak menjawab, sebelah hatinya berkata ya dan sebelah hatinya
ragu. Nunew menunduk dalam.

"Aku anggap itu sebagai jawaban"

"Dengarkan aku Hia.."

"Kali ini biarkan aku bicara yang terakhir Nu, setelah itu kau tak perlu
berpura-pura mendengarku lagi" Kata Zee sambil menggenggam tangan
Nunew erat "Aku tahu kau tidak akan pernah mengatakannya maka dari itu
biarkan aku yang mengatakannya. Aku ingin hubungan ini berakhir"

Seperti disambar petir, seluruh tubuh Nunew bergetar. Kata-kata itu,


sekalipun dia tidak bisa mencintai Zee, sedetikpun dia tak pernah
memikirkannya. Nunew merasakan jemari Zee perlahan melepaskan
tangannya.

"Hia, maafkan aku.. "


"Semoga kau bahagia Nu"

Zee berbalik lalu berjalan perlahan "Hia, apakah kita akan tetap seperti dulu?"
tanya Nunew.
"Kau jahat sekali Nu, kau masih meminta setelah aku berikan semuanya. jika
masih kurang semoga wanita itu bisa memberimu semuanya"
Zee tak berbalik lagi. Kakinya dengan cepat melangkah meninggalkan Nunew
yang berdiri kaku. Bukan, bukan seperti ini yang Nunew inginkan. Jika
memang mereka harus berpisah bukan seperti ini jalannya.

***

*Zee pov*

Sejak lama aku sudah tahu Nu, perasaanmu padaku bukanlah perasaan cinta.
Kau terus memaksa dirimu menerimaku. Kau terus memberikan apa yang
hatimu tidak rela, pun aku tahu sejak awal bagaimana kau menatapnya.
Bagaimana kau tersenyum jika melihatnya tertawa dan merasakan sakit yang
lebih dalam jika dia menangis. Aku sudah tahu tapi aku ingin berusaha
menjadi yang terbaik. Aku ingin menjadi satu-satunya. Kau tahu setiap
malam aku berharap kalau besok pagi kau menyambutku dengan riang,
tersenyum kepadaku seolah aku hanyalah untukmu, seolah hanya akulah
sumber kebahagiaanmu.
Hari ini kau benar-benar telah membuktikannya kepadaku dari sekian banyak
hari yang kuanggap semua itu adalah proses bagimu untuk mencintaiku. Hari
ini aku menemukan jawaban dari semua pertanyaanku tiap malam, kau
memang bukan untukku dan aku harus melepasmu. Semoga kau bahagia Nu.

*Zee pov end*

***

Nunew berjalan dengan lesu menyusuri lorong-lorong kelasnya. Seminggu


telah berlalu dari kejadian menyedihkan itu dan sampai sekarang Zee
sekalipun tidak pernah menghubunginya meskipun Nunew telah beberapa
kali mencoba untuk bertemu atau hanya sekedar bertegur sapa, Zee selalu
berpura-pura tidak melihatnya bahkan untuk menyapanya saja susah karena
Zee selalu berjalan bergerombol dengan teman kelasnya. Nunew hanya ingin
semuanya baik-baik saja antara dia dan Zee meskipun pada kenyataannya dia
tidak bisa menerima Zee dan mencintai Prim.
"Phi, kau kenapa? Sakit? Wajahmu lesu sekali" Prim menyentuh kening
Nunew "Kau kurang sehat ya?"
Nunew menggeleng "Aku baik-baik saja"

"Phi, aku sebal sekali dengan Dew. Berani sekali dia mengumbar kemesraan
di kampus"
Nunew diam 'biasanya kalau melihatku lesu Hia langsung bertanya makanan
apa yang terakhir aku makan, apa aku kurang tidur, apa perutku sakit, apa
ada yang mau dia belikan untukku, dan tanpa ku suruh dia langsung
membelikan aku obat. Hia, kau dimana sekarang?'
"Phi, kau dengar kan?" Prim menyenggol lengan Nunew pelan.

"Hmm? Apa?"

"Itu lihatlah, ternyata rumor itu benar ya, Phi Zee kencan dengan Tu.
Bukankah dia sangat dekat denganmu Phi? Ku dengar Phi Zee tidak suka
wanita ternyata sama saja"
Mata foxy itu menangkap sepasang kekasih yang sedang bercumbu di depan
kelas. Nunew lemas, Hianya bukan laki-laki yang seperti itu, dia tidak pernah
mengumbar kemesraan, dia juga tidak pernah menatap wanita seperti itu,
selama ini hanya Nunew yang ditatapnya, bukan yang lain.

Kontan Nunew berdiri dan tanpa alasan berjalan ke arah dimana Zee sedang
bersama perempuan itu. Prim memperhatikan dengan ekspresi yang kaget.
"Hia.." Panggil Nunew pelan
Zee yang sedang berdiri menghadap Tontawan menoleh pelan. Mata obsidian
yang tadinya menatap hangat berubah menjadi sorot mata yang dingin begitu
melihat siapa orang yang ada di depannya
"Sayang, kau tunggu dulu di sini, aku akan kembali"
Wanita itu mengangguk dan sedikit tersenyum ke arah Nunew yang tak
sempat membalasnya. Nunew berjalan menghindari segala keramaian yang
ada di sekitarnya juga meninggalkan Prim yang terus menatap bayangannya
tanpa mengerti apapun.

"Apa kabarmu?" tanya Nunew berbasa-basi


Zee tersenyum tawar "Tidak sebaik dirimu, sepertinya"
"Hia, mengapa kau menghindariku, tidak menjawab telponku dan semua
pesanku?"

"..." Zee diam tak menjawab, pandangannya lurus ke depan menerawangi


langit-langit yang berada di atas kepalanya.
"Dan mengapa kau berkencan dengannya?"
"..."
"Jawab aku!" Nunew menekan suaranya agak keras. Zee menatapnya tajam
"Haruskah kuberi tahu?"
Air mata Nunew menetes. Demi Tuhan, Hianya bukan yang ini, Hianya selalu
menatap mata Nunew dengan lembut dan selalu tersenyum sekalipun Nunew
selalu menyakiti perasaannya
"Kau tidak mencintainya Hia, Aku tahu itu.." Isak Nunew.

"Lalu apa bedanya denganmu? Kau juga menerimaku karena tidak ada alasan
untuk menolak, Kau juga tidak mencintai aku, Kau juga berpura-pura bahagia.
Mengapa hanya kau yang boleh melakukan itu sedangkan aku tidak?"

Nunew menatap Zee tidak percaya "Sampai kapan kau akan begini? Pukul aku
atau maki aku sepuasmu, apa saja asal jangan seperti ini"
Zee tersenyum jijik "Sejak kapan kau seperti ini Nunew? bahkan biasanya kau
pun tidak perduli dengan semua yang kulakukan untukmu"
Zee beranjak pergi sewaktu Nunew menarik lengan bajunya "Jangan
tinggalkan aku Hia"
Zee memejamkan matanya lalu menghela nafas dalam "Seandainya dulu kau
menjawab 'iya' saat aku berkata hal yang sama"

Zee berlalu setelah melepaskan jemari Nunew yang menggenggam lengan


bajunya. Air mata Nunew mengalir satu per satu.
"Aku sendiri tidak tahu kalau ternyata aku sudah terbiasa dengan cintamu Hia,
aku sendiri tidak menyadari perasaan ini sebelum kau pergi. Ku mohon
maafkan aku dan kembalilah" isaknya pelan.

***

"Phi Zee"

"Oh, Tu, apa yang membawamu kemari?"


Wanita cantik itu tersenyum lebar sambil duduk di sebelah Zee "Kau tidak
pernah datang lagi ke Klub musik, ada apa?"
Zee mengaduk Vanilla Latte-nya pelan sambil memikirkan beberapa alasan
untuk menjawab "Tidak ada, hanya sedang sibuk saja"
Tontawan tersenyum meledek "Lalu mengapa Senior Nunew menanyakanmu
padaku? kalian bertengkar? Sudah putus?" Tebaknya
Zee tersenyum getir " Katakan saja apa yang kau mau dariku"

"Sebenarnya aku ingin meminta bantuanmu dan kebetulan sekali kau sudah
putus dengan.."
Zee melirik Tontawan tajam, gadis itu tertawa lebar
"Ups, maksudku..."

"Maksudmu kau berharap kami putus?"

"Kau sendiri tampaknya bahagia-bahagia saja padahal dengan melihatmu


menatapnya saja aku tahu kau sangat mencintai Senior Nunew"

"Lalu aku harus menangis di depanmu seperti yang belum lama kau lakukan?"

Kali ini Tontawan yang mendadak kesal "Sudah, jangan diingat lagi! Aku
punya ide untuk menarik perhatiannya dan kupikir ini bagus juga untukmu"

"Firasatku tidak enak"

"Kumohon berpura-puralah menjadi kekasihku"


Hampir saja Zee menyemburkan minumannya ke arah wajah Tontawan "Ap..
Apa?"
"Ayolah, Ku yakin kalau denganmu pasti dia akan sadar perasaannya padaku
bukan hanya perasaan senior ke juniornya, tolong akuu Kumohon .. aku
sangat menyukai Phi Bright" kata Tontawan sambil memohon- mohon

"Hah.. mengapa juga aku harus setuju? Dan mengapa harus aku?"

"Kau terkenal di kampus dan yang mereka tahu kau belum punya kekasih, Phi
Bright juga dekat denganmu pasti dia akan cemburu dan yang terakhir, Senior
Nunew pasti akan menyadari perasaannya padamu"
Zee diam 'menyadari perasaannya padaku? Perasaan kalau dia memang
benar-benar tidak mencintaiku?' batin Zee.

"Aku tahu dia mencintaimu, hanya saja dia masih penasaran dengan
perasaannya kepada Prim"
Zee mengalihkan pandangannya ke arah jendela kafe "Jangan bermimpi"
jawabnya pelan
"Percayalah padaku Phi.."

"Jika kau melihat caraku menatapnya seperti itulah juga cara Nunew menatap
Prim" ucap Zee.
"Kalau begitu lupakan dia dan bantu akuuu.. Phi.." Tontawan memasang
wajah memelasnya, Zee kontan tertawa
"Baiklah, kalau berhasil aku akan mendapat margin yang besar kan?"
Tontawan mengerucutkan bibirnya "Sejak kapan kau seperti ini? kupikir kita
berteman"
Zee mengacak-acak rambut Tontawan "Begitu saja marah"
"Nanti aku carikan yang cantik untukmu" Rayu Tontawan lagi
"Bagiku hanya Nunew yang cantik" jawan Zee pelan
"Kalau begitu yang pintar dan kaya"
"Aku tidak butuh yang seperti itu, Aku sudah pintar dan kaya"
"Pantas saja dia meninggalkanmu" Tontawan tertawa lagi
"Kau benar" Zee bangkit dari duduknya dan Tontawan mengikuti dari
belakang
"Kapan semuanya mulai?" tanya Zee lagi
"Besok"

***

Nunew duduk di bawah ranjang tidurnya. Di depannya telah berjejer semua


barang-barang yang pernah diberikan Zee kepadanya termasuk benda
berkilau yang ada di sebuah kotak kecil. Jangan tanyakan sudah berapa liter
air mata yang keluar dari mata foxy itu,Nunew sendiri tidak mengerti
mengapa jiwanya terasa kosong dan rasanya sebagian dari dirinya telah hilang
entah kemana. Begitu Zee pergi dia baru menyadari ada banyak hal yang juga
terbawa pergi termasuk sebagian hatinya. Setelah Zee pergi rasa sesak itu
datang terus-menerus seolah rasa bersalah yang bertumpuk menjadi satu.
Perasaan cintanya pada Prim yang dulu menggebu-gebu terasa hambar setiap
kali dia ingat tatapan Zee yang penuh luka malam itu. Nunew benar-benar
tidak ingin semuanya menjadi seperti ini. belum lagi kenyataan bahwa Zee
sekarang sudah berubah, dia bukan lagi Hia yang dulu dikenalnya. Zee yang
menatapnya lembut dan selalu tersenyum kepadanya telah berubah menjadi
Zee yang menatapnya dingin juga senyumnya telah hilang dan wanita itu,
wanita yang dilihatnya bersama Zee tadi pagi adalah adik kelasnya sendiri.
Tontawan. Hatinya mendadak sangat ngilu jika mengingat kemesraan mereka
di depannya.

Nunew membuka kotak kecil itu dan sekali lagi membaca surat yang ada di
dalamnya. Kali ini tangisan Nunew bertambah keras, didekapnya surat itu ke
dadanya lalu dia memasukkan cincin perak itu ke dalam jari manis kirinya
"Kembalilah padaku dan maafkan aku Hia, kini aku tahu kalau aku sangat
mencintaimu" gumam Nunew pelan sambil terisak sebelum tubuhnya
mendadak lemas dan semuanya gelap.

***

"Hia..Hiaaa..Hiaaa jangan pergi.. jangan pergi"


Prim memandang Nunew yang tengah mengigau dengan cemas juga prihatin.
Sudah tiga hari ini Nunew sakit dan tidak masuk kuliah. Setiap hari Prim
datang ke apartemen Nunew bergantian dengan orang tua Nunew dan setiap
hari itu juga dia harus sabar menghadapi Nunew yang tidak pernah mau
bicara apalagi makan. Nunew hanya berdiam diri sendirian di balkon
apartemennya dan setiap malam badannya panas juga terus bermimpi buruk.
"Prim, apa Nunew bertengkar dengan Zee?" tanya Nyonya Chawarin, ibunda
Nunew.

Prim menggeleng pelan "Aku tidak mengerti Mae, tapi terakhir kali aku
melihat Phi Nunew begitu sedih setelah bicara empat mata dengan Phi Zee"
"Setiap hari dia hanya memanggil nama Zee, aku jadi khawatir"
"Mereka memang sangat dekat Mae, mungkin saja ada salah paham"
"Mereka sudah bersama sejak dulu dan tidak pernah terpisah baru kali ini
Nunew sakit dan selalu menyebut nama Zee"

"Biar aku yang akan menyuruhnya datang Mae"


Wanita separuh baya itu mengangguk sambil tersenyum "Aku akan ke bawah
sebentar menghangatkan bubur untuknya"
Prim mengangguk, begitu Nyonya Chawarin pergi Prim duduk di meja belajar
yang ada di samping ranjang yang menghadap ke jendela "Ah, Aku akan
membuatkan seribu kupu-kupu kertas untuk Phi, agar Phi cepat sembuh"

Prim mencari beberapa kertas ke dalam sebuah laci di dekat meja belajar
Nunew, betapa kagetnya dia begitu melihat banyak benda berwarna pink yang
terbungkus rapi, juga beberapa amplop surat dan lembaran foto yang
tersusun rapi. Prim melihatnya satu per satu dan sukses tercengang dengan
apa yang dibacanya.

***

"Hei! Phi Zee!"

Zee yang sedang makan siang di kantin kampus bersama Tontawan menghela
nafas pelan."Mau apa kau?" tanya Zee dingin
"Kau ini kekasih macam apa? Phi Nunew sakit dan kau tak pernah datang
untuk menjenguk!"
"Kekasih?" tanya Zee kaget
"Benar, aku sudah tahu semuanya. kau memang tidak menyukai perempuan
dan menyukai Phi Nunew" jawab Prim berapi-api.
"Lalu? Kau senang?" tanya Zee
"Tidak, karena Phi Nunew tidak mencintaiku dan senang karena akhirnya aku
tahu apa yang membuatnya menderita"

"Aku? membuatnya menderita?"

"Iya"

"Dia yang memilih untuk bersamamu"

"Memang dia memilihku tapi dia tidak bisa hidup tanpamu, sudah empat hari
ini dia mengigau dan terus menyebut namamu setiap tidur, tidak mau makan,
tidak mau bicara. Kau puas?"
Rasanya seperti ada petir yang menyambar Zee, dia hanya terdiam tanpa bisa
membuka suara
"Phi, pergilah jenguk dia" kata Tontawan
"Dia mencintaimu Phi Zee. Meskipun aku sama sekali tidak menyangkanya
tapi memang hanya ini yang bisa aku lakukan untuknya" kata Prim pelan
sambil menghapus air matanya
"Apa yang kau tunggu Phi?" kata Tontawan lagi.
Zee memejamkan matanya erat-erat sebelum pergi berlari meninggalkan
kedua wanita yang ada di depannya.

***

Zee menatap pemuda manis yang tengah tertidur di balkon apartemen.


Wajahnya sembab dan terlihat sayu sekali. Tubuhnya lebih kurus dibanding
dulu saat terakhir dia bertemu dengan Nunew. Zee duduk di sebelah Nunew,
menyandarkan Nunew di bahunya, mengelus rambutnya, menggenggam
jemari mungil yang lemah. Zee menangkap sesuatu, dilihatnya sebuah cincin
melingkar di jari manis Nunew, Zee tersenyum pelan.
Satu menit. Dua menit. Sampai sepuluh menit kemudian Zee baru merasakan
ada sedikit gerakan dari tubuh mungil Nunew.
Perlahan Nunew membuka matanya. Dia ingat wangi farfum ini dan dia tahu
siapa yang memakainya tapi mana mungkin Zee datang ke tempatnya, Zee
sangat membencinya.

"Kau sudah bangun Nu?"Nunew mengerjap-ngerjapkan matanya lalu


mendongak pelan "Hia.. " katanya tidak percaya.

"Mengapa kau tidak mau makan? Kau juga tidur di luar seperti ini,
seharusnya kau tidur di dalam dan makan yang banyak agar kau cepat sehat"
Nunew tidak menjawab, dia terus menangis sambil terisak di pelukan Zee.
Menumpahkan semua perasaan rindu juga rasa bersalahnya yang menumpuk
hingga membuatnya sesak.

"Sudahlah Nu, jangan menangis lagi" kata Zee sembari mengusap air mata
Nunew
"Maafkan aku Hia, aku.. aku.."
"Aku tahu Nu. Sekarang kau makan dulu ya? aku akan mengambilkan bubur
untukmu"
Nunew menahan Zee agar tidak bangkit dan terus memeluk Zee dengan erat
"Aku mencintaimu, Sungguh sangat mencintaimu" kata Nunew pelan di
dalam pelukannya.

Perlahan Zee melepaskan pelukannya lalu merengkuh wajah Nunew dengan


kedua tangannya, mengelus pipi yang mulai kurus dan mengecup bibir Nunew
dengan lembut "Aku juga sangat mencintaimu, jangan pernah memilih yang
lain lagi ya? berjanjilah padaku untuk selalu di sampingku, jangan menolakku
lagi"
Nunew mengangguk pelan "Aku berjanji, saat kau pergi kau juga membawa
pergi sebagian hidupku"
"Benarkah?" Goda Zee

Nunew tertunduk malu, wajahnya memerah. Zee tertawa lebar "Sepertinya


kau memang sangat mencintaiku, sampai tidak makan dan selalu menyebut
namaku"

Nunew memanyunkan bibirnya "Benar, kau puas? Bahkan aku hampir mati
berdiri melihat kau bermesraan dengannya"
"Tontawan? "Zee tertawa lagi
"Entahlah siapa namanya"
"Hei, dia adik kelasmu juga kan? Kita satu klub bahkan kau menanyakan
kabarku padanya"
"Kau tahu darimana? Apa dia bercerita?" tanya Nunew serius
"Tentu saja, kami berteman dan gara-gara itu aku harus berpura-pura
menjadi kekasihnya"
Nunew mengernyit heran "Kau? Berpura-pura? Jadi itu semua hanya
pura-pura?"

Zee mengelus pipi Nunew dengan lembut "Dia sangat menyukai Bright dan
dia adalah satu-satunya orang yang mengetahui hubungan kita bahkan dia
orang yang menyadarkan aku kalau sebenarnya aku mencintaimu Nu dan
dengan semua sandiwara ini dia juga ingin membantuku mengetahui
perasaanmu sebenarnya padaku" Jelas Zee lagi.
"Benarkah?"

"Tentu saja, sekarang giliranmu. Bagaimana dengan Prim?"

"Dia tadi ke sini dan memutuskan untuk melepasku. Apa dia menemuimu?"

"Ya, tadi dia datang ke kampus dan berteriak sampai semua orang tahu"
kenang Zee dengan mimik agak sebal

"Jadi kalau dia tidak datang ke sini kau tidak tahu aku sakit?" sungut Nunew
sambil lagi-lagi memasang wajah cemberutnya.

Zee tertawa lagi "Nu, sekecil apapun hal yang kau lakukan aku pasti tahu. aku
melihatnya dari matamu dan aku tahu kau sakit karena sewaktu kau pingsan
Ibumu menelponku dan memintaku datang"
"Jadi kau ada di sini?"
"Setiap malam saat kau tidur setelah Prim pulang"
"Mengapa Mae tidak cerita padaku?"
"Aku yang melarangnya, aku tak ingin memaksa perasaanmu lagi, aku tak
ingin membuatmu tersiksa dengan semua yang aku lakukan"

Nunew menggeleng pelan "Mau dengar ceritaku?"


Zee tersenyum lalu mengangguk "Faktanya aku tidak pernah bisa
membencimu karena mencintaiku, aku membenci diriku sendiri yang tidak
pernah bisa menganggapmu orang yang kucintai dan semuanya masih tertuju
untuk Prim tapi setelah kau pergi, aku baru tahu kalau sebenarnya akulah
yang membutuhkanmu, aku sadar aku telah banyak bergantung padamu
bahkan semua itu tidak ku temukan pada Prim" jelas Nunew.

"Mau dengar ceritaku?" kali ini Zee yang bertanya. Nunew mengangguk
antusias
"Aku sangat bahagia sewaktu kau selalu memanggil namaku saat tidur dan
aku bahagia akhirnya kau memakai ini" Zee mengangkat jemari Nunew yang
di genggamnya, Nunew tersipu lagi "Hanya dengan melihatmu saja aku sudah
bahagia Nu, tak perduli apa arti diriku untukmu"

"Ya, kau tahu Hia.. Kau memang paling tahu siapa yang sesungguhnya aku
cintai" kata Nunew sambil menatap Zee dalam "Terima kasih sudah kembali,
aku sangat bahagia menjadi kekasihmu"

Zee tak menjawab, dia meraih wajah Nunew dan mengulum bibir plump itu
dengan lembut.
Dengan penuh rasa cinta Nunew membalasnya seolah ingin terbuai lebih
dalam lagi di setiap pagutan yang diberikan Zee kepadanya.
"Aku mencintaimu Hia.." bisik Nunew di sela-sela ciumannya. Zee tersenyum
lebar dan melanjutkan sampai di bagian paling akhir, kamar tidur Nunew.

~END~

Anda mungkin juga menyukai