Anda di halaman 1dari 10

TUGAS TERSTRUKTUR MALABSORBSI

TM 12

Mata Kuliah : Keperawatan Anak Sehat dan Sakit Akut

Dosen Pengampu : Ns. Rokhaidah, M.Kep.,Sp.Kep.An

Ditulis Oleh :
Kelompok 2

Maulida Azzahra 2110711040


Irta Tessania A 2110711052
Puti Nuurmuizz 2110711076

Kelas D

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

2022
PEMBAHASAN MATERI

1. DEFINISI SINDROM MALABSORBSI


Gangguan malnutrisi atau sindrom malabsorbsi adalah keadaan yang
menyebabkan kurangnya asimilasi nutrisi yang terintegrasi sebagai akibat maldigesti
atau malabsorbsi. Makronutrien seperti air, karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfat,
natrium, klorida, dan magnesium sangat dibutuhkan dalam jumlah banyak karena
digunakan sebagai pembentukan energi. Sedangkan mikronutrien seperti vitamin, besi,
seng, mangan, tembaga, selenium, iodida, dan flourida dibutuhkan dalam jumlah yang
cukup kecil namun jika kekurangan maka akan menimbulkan malnutrisi. Pada anak-
anak, kekurangan zat gizi yang disebabkan oleh sindrom malabsorbsi bisa
mempengaruhi tumbuh dan kembangnya.
Malabsorbsi makanan pada anak biasanya terjadi karena dinding usus rusak
akibat infeksi bakteri, virus, atau parasit. Karena infeksi tersebut, lapisan dinding tidak
dapat memisahkan zat-zat yang baik, seperti protein, kalsium, atau vitamin, menjadi
sel-sel kecil yang akan diedarkan ke seluruh tubuh lewat darah. Melainkan
mengeluarkannya bersama dengan zat jahat lain dalam bentuk feses dan dikeluarkan
dari tubuh.
Pada balita, malabsorbsi juga dapat terjadi karena tubuh tidak dapat
memproduksi enzim tertentu, yang diperlukan untuk mencerna zat makanan. Namun,
ada beberapa faktor lain juga yang bisa menyebabkan nutrisi tidak terserap ke dalam
tubuh, yaitu:
a. Terdapat luka di usus akibat infeksi, peradangan, trauma, atau operasi.
b. Penggunaan antibiotik dalam jangka waktu lama.
c. Intoleransi laktosa.
d. Infeksi HIV.
e. Penyakit ginjal, hati, atau pankreas.
f. Penyakit celiac disease, crohn’s disease, fibrosis kistik, atau pankreatitis kronis.
g. Cacat bawaan lahir seperti biliary atresia.
h. Mengalami kondisi short bowel syndrome, tropical sprue, atau whipple’s disease.
i. Terapi radiasi yang mengakibatkan cedera pada lapisan usus.
j. Tindakan operasi, misalnya operasi pengangkatan kantung empedu dan operasi
pemotongan atau pemanjangan saluran pencernaan.
k. Riwayat keluarga yang mengidap fibrosis kistik atau malabsorpsi dan kebiasaan
mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak.

2. PATOFISIOLOGI SINDROM MALABSORBSI


Secara normal, proses pencernaan dan penyerapan makanan akan melalui 3
tahapan, yaitu proses pengolahan makanan pada usus, penyerapan zat nutrisi oleh
lapisan mukosa usus, dan proses pengaliran zat nutrisi tersebut ke seluruh tubuh melalui
aliran darah. Gangguan penyerapan zat gizi makro (protein, lemak, dan karbohidrat)
atau mikro (vitamin dan mineral).
Gangguan penyerapan ini akan menyebabkan timbulnya keluhan dan dan gejala
yang beragam, mulai dari diare yang terus menerus hingga malnutrisi. Pada anak-anak
malabsorbsi dapat ditandai dengan adanya gangguan pada tumbuh kembangnya.

3. PENGKAJIAN
a. Identitas
Untuk umur pasien pada diare akut, sebagian besar adalah anak dibawah 2
tahun. Insiden paling tinggi umur 6-11 bulan karena pada masa ini mulai diberikan
makanan pendamping. Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir sama dengan
anak perempuan (Susilaningrum, 2013).
b. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengalami buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB
< 4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/
sedang), atau BAB >10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung <14 hari
maka diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila berlangsung selama 14
hari atau lebih adalah diare persisten. (Nursalam, 2008).
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengalami:
1) Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan kemungkinan timbul diare.
2) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja
berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
3) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya
makin lama makin asam.
4) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
5) Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak.
6) Diuresis: Terjadi oliguria (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi.
Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada dehidrasi
ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat)
(Nursalam, 2008).
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak
Diare lebih sering terjadi pada anak-anak dengan campak atau yang baru
menderita campak dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari penurunan
kekebalan tubuh pada pasien. Selain imunisasi campak, anak juga harus
mendapatkan imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG, imunisasi DPT,
serta imunisasi polio.
2) Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik), makan
makanan basi, karena faktor ini merupakan salah satu kemungkinan penyebab
diare.
3) Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja, menggunakan botol
susu, tidak mencuci tangan setelah buang air besar, dan tidak mencuci tangan
saat menjamah makanan.
4) Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun
biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelumnya,
selama, atau setelah diare. Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda dan
gejala infeksi lain yang menyebabkan diare seperti OMA, tonsilitis, faringitis,
bronkopneumonia, dan ensefalitis (Nursalam, 2008).
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang dapat
menular ke anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak dijamin
kebersihannya yang disajikan kepada anak. Riwayat keluarga melakukan
perjalanan ke daerah tropis (Nursalam, 2008; Wong, 2008).
f. Riwayat Nutrisi
Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare, meliputi:
1) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko
diare dan infeksi yang serius.
2) Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masak dan diberikan
dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah
menimbulkan gangguan pencemaran.
3) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum
biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus ingin minum
banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak bisa
minum (Nursalam, 2008).

4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Respirasi
1) Inspeksi : adanya frekuensi pernafasan yang meningkat, irama pernafasan
tidak teratur, dan adanya penumpukan sekret.
2) Palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri.
3) Perkusi : paru normal.
4) Auskultasi : anak akan mengalami dispnea, pernafasan cepat > 30 x/menit
karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan).
b. Kardiovaskuler
1) Palpasi : anak dengan diare kronis akan mengalami nadi cepat dan lemah >
120 x/menit. Hal ini akibat dari manifestasi pola pernafasan, badan terasa
panas tetapi suhu akral dingin karena perfusi jaringan menurun sehingga
cardiac output meningkat.
2) Auskultasi : pada dehidrasi berat dapat terjadi gangguan sirkulasi, bunyi
jantung S1, S2 murmur atau bunyi tambahan lainnya.
c. Persyarafan
Pada anak dengan diare, terjadi kemungkinan anak mengalami
dehidrasi, yaitu terdapat dua atau lebih dari tanda dan gejala klinis berupa letargi
atau penurunan kesadaran, sakit kepala, dan disorientasi.
d. Perkemihan
Pada pasien dengan diare kronis urin produksi oliguria sampai anuria
(200- 400 ml/ 24 jam), frekuensi berkurang dari sebelum sakit. Jika anak
mengalami dehidrasi, urin yang dihasilkan akan berwarna kuning gelap atau
kecoklatan.
e. Pencernaan
Secara umum, anak akan mengalami defisit kebutuhan nutrisi
dikarenakan mual muntah dan dehidrasi. Defekasi lebih dari 3 kali dalam sehari,
feses berbentuk encer, terdapat darah, lendir, lemak serta berbuih/berbusa. Perut
terasa sakit saat dilakukan palpasi, dan kembung saat dilakukan perkusi.
Auskultasi : terdengar peristaltik usus meningkat (gurgling) > 5-20 detik dengan
durasi 1 detik.
f. Muskuloskeletal
Anak tampak lemah, aktivitas menurun. Pada saat dilakukan palpasi
terdapat hipotoni, kulit kering, elastisitas menurun. (Pritayani, 2013)
g. Penginderaan
1) Mata : Pada keadaan diare dan mengalami dehidrasi, ditemukan mata
cowong dan reflek pupil menurun.
2) Hidung : Pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan asidosis
metabolik sehingga kompensasinya adalah alkalosis respiratorik untuk
mengeluarkan CO2 dan O2, Nampak adanya pernafasan cuping hidung.
3) Telinga : Kemungkinan terjadi infeksi telinga (OMA, OPA) berpengaruh
pada kemungkinan infeksi parenteral yang pada akhirnya menyebabkan
terjadinya diare.
4) Lidah : Inspeksi pada lidah biasanya ditemukan lidah berwarna putih
terutama pada bagian tengah lidah. Hal ini disebabkan karena terjadi
penurunan nafsu makan pada anak dehidrasi.
5) Kulit : Pada anak yang mengalami dehidrasi kulit menjadi kering
h. Endokrin
Pada sistem endokrin tidak ditemukan adanya kelainan.

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada gastroenteritis adalah :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare dan muntah.
b. Diare berhubungan dengan peningkatan motilitas usus
c. Nyeri akut berhubungan dengan hiperperistalsis.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
dan muntah.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan defekasi yang sering
6. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
(diare dan muntah)
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria Hasil :
1) Mukosa bibir lembab
2) Turgor kulit elastis
3) TTV dalam batas normal
4) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
5) Intake dan output cairan seimbang
Intervensi dan rasional :
1) Pantau status hidrasi
Rasional : Untuk mengetahui adanya tanda-tanda dehidrasi dan mencegah
syok hipovolemik
2) Monitor intake cairan dan output
Rasional : Untuk mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
mengatur keseimbangan cairan.
3) Berikan terapi IV, sesuai program
Rasional : Untuk memberikan hidrasi cairan tubuh secara parenteral
4) Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan oral
Rasional : Untuk mempertahankan cairan

b. Diare berhubungan dengan peningkatan motilitas usus.


Tujuan : Diare dapat teratasi
Kriteria Hasil :
1) Pola eliminasi defekasi yang normal
2) Tidak ada darah atau lendir dalam feses
3) Mukosa bibir lembab
4) TTV dalam batas normal
Intervensi dan rasional :
1) Kaji dan observasi pola BAB (frekuensi, warna, konsistensi, jumlah feses)
Rasional : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya
tiap defekasi
2) Anjurkan pasien untuk menghindari susu, kopi, makanan pedas, dan makanan
yang mengiritasi saluran cerna
Rasional : Menghindari diare berlanjut
3) Berikan diet cair untuk mengistirahatkan usus
Rasional : Menghindari iritasi, meningkatkan istirahat usus
4) Anjurkan pasien untuk makan dalam porsi kecil, tetapi sering dan tingkatkan
kepadatannya secara bertahap
Rasional : Untuk menjaga asupan makanan yang dibutuhkan tubuh
5) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan motilitas atau peristaltik usus dan menunjukkan
sekresi digestif untuk menghilangkan kram dan diare

c. Nyeri berhubungan dengan hiperperistalsis


Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
1) Skala nyeri berkurang
2) Tidak ada ketegangan abdomen
3) Pasien melaporkan pola tidur yang baik
Intervensi dan rasional :
1) Kaji nyeri, karakteristik, lokasi, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas,dan
faktor presipitasinya
Rasional : Untuk mengetahui tingkat nyeri
2) Beri analgetik yang sesuai program
Rasional : Pemberian analgetik untuk mengendalikan nyeri
3) Berikan informasi pada pasien dan keluarga tentang nyeri, seperti penyebab
nyeri dan berapa lama berlangsung
Rasional : Memberikan pengetahuan mengenai penyebab nyeri pasien
4) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis (relaksasi, terapi musik,
hipnosis)
Rasional : Meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada tingkat yang dapat
diterima pasien
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
1) Memperlihatkan asupan makanan dan cairan yang adekuat
2) Pasien mampu menghabiskan makanan satu porsi
3) Tidak ada mual muntah
Intervensi dan rasional :
1) Timbang BB pasien pada interval yang tepat
Rasional : Untuk memantau perubahan atau penurunan BB
2) Identifikasi faktor pencetus mual dan muntah
Rasional : Untuk memberikan tindakan keperawatan mengatasi mual muntah
3) Berikan antiemetik dan atau analgesik sebelum makan atau sesuai program
Rasional : Mengatasi atau menghilangkan rasa mual muntah
4) Tanyakan makanan kesukaan pasien dan sajikan dalam keadaan hangat
Rasional : Makanan kesukaan yang tersaji dalam keadaan hangat akan
meningkatkan keinginan untuk makan.
5) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan (misalnya pindahkan
barang-barang dan cairan yang tidak enak dipandang)
Rasional : Tempat yang bersih akan mendukung pasien untuk peningkatan nafsu
makan

e. Resiko kerusakan integritas jaringan anus berhubungan dengan peningkatan


defekasi
Intervensi dan Rasional :
1) Kaji daerah perianal
Rasional : Untuk mengetahui luas kerusakan jaringan anus
2) Anjurkan pada keluarga untuk selalu membersihkan dan mengerikan daerah
anus setiap kali BAB
Rasional : Menjaga agar daerah anus tidak lembab
3) Berikan salep pada daerah anus setelah dibersihkan
Rasional : Mengurangi iritasi pada daerah perianal
DAFTAR PUSTAKA

Fauziah Primadiba, A. (2019). BAB II Tinjauan Pustaka Malnutrisi (Vol. 8, Issue 5, p.


55).

Handayani, V. V. (2020). Balita Terlalu Kurus, Awas Malabsorpsi Kronis.


https://www.halodoc.com/artikel/balita-terlalu-kurus-awas-malabsorpsi-kronis

Anda mungkin juga menyukai