Diare dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (penggantian hormon thyroid, pelunak feces dan laksatif, antibiotik dan kemoterapi, dan antasida), pemberian makanan per selang, gangguan metabolik, dan endokrin (diabetes, adisson, thyrotoksikosis), serta proses infeksi oleh virus atau bakteri (disentri, shigellosis, keracunan makanan). Proses penyakit lain yang dihubungkan dengan diare adalah gangguan nutrisi dan malabsorpsi (sindrom usus pekak, kolitis ulseratif, enteritis regional, dan penyakit siliaka), defisit springter anal, sindrom Zollinger Ellison, paralitik ileus dan obstruksi usus. B. Etiologi Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor : 1. Faktor Infeksi a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut: Infeksi bakteri; Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobakter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. Infeksi virus; Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Antrovirus dan lain-lain. Infeksi parasit; Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolitika, Giardia lambia, Trichomonas hominis), Jamur (Candida albicans). b. Infeksi Parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti; otitis media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronchopneumonia, enchefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun. 2. Faktor Malabsorpsi Malabsorpsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa): monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa. Malabsorpsi lemak Malabsorpsi protein 3. Faktor Makanan Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. 4. Faktor Psikologis Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar) C. Patogenesis Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah : 1. Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. 2. Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus. 3. Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula. D. Pathofisiologi Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi : 1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehydrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basah (asidosis metabolik, hopokalemia). 2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah). 3. Hipoglikemia 4. Gangguan sirkulasi darah E. Gejala Klinik Tergantung dari jenis diare, secara umum gejalanya : 1. BAB lebih dari 4 kali dengan jumlah 200 250 gr. 2. Anoreksia, pucat, iretable. 3. Vomoting, kejang, feces encer. 4. Terjadi perubahan perilaku. 5. Nyeri saat BAB. 6. Urine out put menurun. 7. Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, kemudian timbul diare. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu. 8. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam. 9. BB menurun. Pada bayi ubun-ubun besar, cekung. 10. Tonus dan turgor kulit berkurang. 11. Selaput lendir mulut dan bibir kering. F. Komplikasi Akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat menjadi berbagai komplikasi sebagai berikut : 1. Dehydrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik). 2. Renjatan hipovolemik. 3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram). 4. Hipoglikemia. 5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktose. 6. Kejang, terjadi pada dehydrasi hipertonik. 7. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik). G. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan tinja: makroskopis dan mikroskopis, pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi gula (sugar intolerance), biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai antibiotika (pada diare persisten). 2. Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama natrium, kalium, kalsium dan phospor serum pada diare yang disertai kejang). 3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal. 4. Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif
terutama pada diare kronik. II. KONSEP KEPERAWATAN A. Pengertian Keperawatan adalah ilmu dan kiat yang berkenaan dengan masalah-masalah fisik, psikologis, sosiologis, udaya dan spiritual dari individu. Ilmu keperawatan didasarkan atas kerangka teori yang luas; kiatnya tergantung pada ketrampilan merawat dan kemampuan perawat secara individual. Pentingnya perawat dalam sistem perawatan kesehatan telah dikenal dalam banyak hal yang posiif, dan profesi keperawatan itu sendiri sedang mengatakan kebutuhan untuk para praktisinya agar menjadi profesional dan bertanggung jawab. B. Proses Keperawatan Proses keperawatan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1950-an sebagai proses yang meliputi tiga tahap yaitu pengkajian, perencanaan, dan evaluasi yang berdasarkan pada metode ilmiah yaitu mengobservasi, mengukur, mengumpulkan data dan menganalisis temuan-temuan tertentu. Dengan penelitian, penggunaan data dan perbaikaan selama bertahun-tahun telah menghantarkan perawat untuk memperluas proses keperawatan menjadi 5 tahap yang memberikan metode proses berpikir yang terorganisasi untuk pengambilan keputusan klinik, pemecahan masalah, dan memberikan perawatan yang berkualitas, perawatan klien secara individual. Tahap-tahap proses keperawatan Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaang spesifik yaitu : 1. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Hal-hal yang perlu dikaji pada klien dengan diare dehydrasi adalah: a. Data Subyektif; - Frekuensi BAB 3 4 kali/hari atau lebih. - Napsu makan berkurang. - Nyeri perut. - Konsistensi feces encer yang terjadi perubahan warna. - Mual. - Vomoting - Lemas, lemah. - Orang tua cemas b. Data Obyektif - Feces encer mungkin disertai lendir atau darah. - Anak menjadi cengeng dan gelisah. - Suhu badan meningkat (36C - 37C) - Muntah - Anus dan daerah sekitarnya lecet/iritasi karena seringnya BAB. - BB menurun. - Turgor kulit menurun atau jelek. - Selaput lendir dan bibir kering. - Peristaltik meningkat.
2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurun, membatasi, mencegah, dan mengubah (A. Carpenito, 200) Tujuan diagnosa keperawatan untuk mengidentifikasi; 1) Masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit. 2) Faktor-faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah (etiologis); dan 3) Kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah. Langkah-langkah menentukan diagnosa keperawatan Langkah-langkah dalam diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi : 1) Klasifikasi dan analisa data. 2) Interpretasi data. 3) Validasi data. 4) Penentuan diagnosa keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian, maka ditemukan beberapa diagnosa keperawatan pada anak dengan diare yaitu : 1) Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan diare. 2) Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. 3) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi pada usus. 4) Resiko terjadi infeksi sekunder berhubungan dengan iritasi pada anus akibat diare. 5) Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan seringnya BAB. 6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan aktivasi RAS. 7) Kecemasan (orang tua) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit anaknya. 3. Intervensi Keperawatan 1) Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan diare. Tujuan : Klien dapat mempertahankan volume cairan yang adekuat dengan keseimbangan input dan out put serta bebas dari tanda dehidrasi. Intervensi : - Observasi TTV, takikardia dan demam. Kaji turgor kulit dan kelembabab membran mukosa. Rasional : Merupakan indikator adanya dehidrasi/hipovolemia dan untuk menentukan intervensi selanjutnya. - Pantau input dan out put cairan, catat/ukur diare dan kehilangan cairan melalui oral. Rasional : Untuk mengidentifikasi tingkat dehidrasi dan pedoman untuk penggantian cairan . - Penuhi kebutuhan cairan individu dengan menentukan jadwal pemberian. Rasional : Pemberian cairan yang teratur dapat membantu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit klien . - Timbang BB klien secara teratur/sesuai jadwal. Rasional : Penurunan BB menunjukan adanya kehilangan cairan yang berlebihan . - Anjurkan ibu klien untuk meningkatkan masukan oral bila mampu. Rasional : Memungkinkan penghentian tindakan dukungan cairan invasif dan membantu mengembalikan fungsi usus normal. - Berikan cairan tambahan infus sesuai indikasi. Rasional : Menggantikan kehilangan cairan dan memperbaiki keseimbangan cairan.
- Observasi tetesan infus secara ketat. Rasional : Memberikan informasi tentang status cairan. Kecenderungan keseimbangan cairan negatif dapat menunjukan terjadinya defisit. - Penatalaksanaan pemberian obat sesuai instruksi. Rasional : Mempercepat proses penyembuhan dan berguna untuk meminimalkan kehilangan cairan. 2) Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Tujuan : Klien akan mempertahankan intake makanan dan minuman yang adekuat untuk mepertahankan berat badan dalam rangka pertumbuhan dengan kriteria hasil porsi makan dihabiskan, BB meningkat atau dipertahankan. Intervensi : - Buat jadwal masukan tiap jam, anjurkan mengukur cairan atau makanan dan minuman sedikit demi sedikit. Rasional : Pemberian makanan dan minuman yang teratur dapat membantu mempertahankan keseimbangan nutrisi klien. - Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi. Rasional: Merupakan indikator terhadap asupan makanan yang adekuat. - Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen. Rasional : Gangguan keseimbangaan cairan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung. - Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan segera jika klien dapat mentoleransinya melalui pemberian cairan oral. Rasional : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika klien sadar dan fungsi ganstrointestinalnya baik. - Libatkan keluarga (ibu klien) pada perencanaan makanan sesuai indikasi. Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatan keluarga dalam perawatan klien dan memberikan informasi untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien. 3) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi pada usus. Tujuan : Anak menunjukan suhu tubuh dalam batas normal (36-37C) Intervensi : - Pantau suhu tubuh klien setiap 1 jam, perhatikan apakah klien menggigil. Rasional : Untuk memantau peningkatan suhu tiba-tiba. Suhu 38,9 C 41,1 C menunjukan proses infeksi. Menggigil sering mendahului puncak peningkatan suhu. - Pertahankan lingkungan yang sejuk. Rasional : Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahakan suhu mendekati normal. - Beri kompres hangat dan hindari penggunaan alkohol/es. Rasional : Membantu mengurangi demam. Alkohol / air es dapat menyebabkan kedinginan dan mengeringkan kulit. - Kolaborasi untuk memberikan antipiretik (asetaminofen, ibuprofen) sesuai indikasi. Rasional : Mengurangi demam dengan aksi sentral pada hipotalamus. 4) Resiko terjadi infeksi sekunder berhubungan dengan iritasi pada anus akibat diare. Tujuan : Tidak terjadi infeksi sekunder dengan kriteria klien bebas dari tanda-tanda infeksi sistemik atau lokal. Intervensi : -Pertahankan keadaan kulit sekitar anus tetap kering dan bersih. Rasional :Mencegah terjadinya kontaminasi dan penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
-Pertahankan teknik aseptik dalam melakukan tindakan invasif. Rasional :Menurunkan resiko terjadinya infeksi silang. -Kolaborasi untuk pemberian antimikrobial/antibiotik sesuai indikasi. Rasional :Menurunkan kolonisasi bakteri atau jamur disekitar anus. -Libatkan keluarga dalam program perawatan klien untuk mempertahankan kulit tetap kering. Rasional :Membantu meningkatkan peran keluarga dan memberikan pemahaman tentang perawatan klien. 5)Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan seringnya BAB. Tujuan : Klien dapat mempertahankan integritas kulit dalam keadaan normal. Intervensi : -Pertahankan keadaan kulit sekitar anus tetap kering dan bersih. Rasional :Mencegah terjadinya kontaminasi dan iritasi. -Berikan perawatan kulit secara rutin, observasi pakaian klien agar tetap kering dan steril. Rasional : Mencegah terjadinya kerusakan dan meningkatkan penyembuhan. -Pertahankan keadaan kulit sekitar anus tetap kering dan bersih. Observasi ketat pada lipatan kulit Rasional :Kelembaban atau akskroriasi meningkatkan pertumbuhan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi. -Ajarkan kepada keluarga untuk tidak memberikan tekanan pada bagian tubuh tertentu. Rasional :Menurunkan tekanan sehingga dapat meningkatkan sirkulasi perifer dan menurunkan resiko kerusakan kulit. 6)Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan aktivasi RAS. Tujuan : Klien dapat beristirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan secara teratur. Intervensi : -Kaji kebiasaan tidur dan perubahan yang terjadi. Rasional:Mengidentifikasi dan menentukan intervensi yang tepat. -Ciptakan tempat tidur yang nyaman. Rasional: Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologi psikologis. -Ciptakan lingkungan yang kondusif dengan mengurangi kebisingan. Rasional: Memberikan situasi yang kondusif untuk tidur/istirahat. -Hindari mengganggu klien bila mungkin (misalnya; membangunkan untuk obat dan terapi) Rasional: Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar dan klien mungkin tidak dapat tidur setelah di bangunkan. 7)Kecemasan (orang tua) berhubungan dengan kurangnya kurangnya pengetahuan tentang penyakit anaknya. Tujuan : Kecemasan orang tua berkurang yang ditandai dengan meningkatnya kemampuan mereka dalam mendampingi dan memberi dukungan pada anak dengan menjelaskan kondisinya. Intervensi : -Berikan informasi yang adekuat pada orang tua dan keluarga. Rasional :Informasi yang adekuat merupakan suatu aspek penting dalam membantu proses perawatan klien. -Biarkan orang tua tetap mendampingi klien selama hospitalisasi. Rasional :Orang tua dapat mengetahui perkembangan informasi tentang kondisi anaknya. -Kaji pehaman orang tua tentang kondisi anaknya dan gambaran perawatan. Rasional :Mengetahui seberapa jauh pemahaman orang tua tentang konsi anaknya dan gambaran perawatan sehingga dapat membantu dalam melaksanakan intervensi selanjutnya.
-Jelaskan semua prosedur pada orang tua (keluarga). Rasional :Untuk meminimalkan rasa takut/cemas terhadap hal-hal yang tidak diketahui. -Beri dukungan emosional pada orang tua selama anak masih dirawat di RS. Rasional :Diharapkan orang tua dapat mengenal dan menghadapi rasa cemas dengan adanya dukungan dan konseling. DAFTAR PUSTAKA 1.Arif Mansjoer, 2002, Kapita Salekta Kedoktern, Edisi 3 Jilid 2, EGC, Jakarta. 2.Brunner & Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2, EGC, Jakarta. 3.Doenges, moorhouse & Burley, 2001, Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta. 4.Yusuf M., 2004, Diktat Kebutuhan Dasar Manusia I, Makassar. 5.Nursalam, 2001, Proses dan Dokumentasi Keperawatan; konsep dan Praktik Edisi I, Salemba Medika, Jakarta. 6.Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta. 7.Syahar Yakup, SKp., 2004, Dikatat PPKDM II, Makassar.
A. PENGERTIAN. Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja. Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair. Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus. B. PENYEBAB Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu: 1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh: a) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya. b) Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida. 2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh: a) malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral. b) Kurang kalori protein. c) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir. Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu: 1. Faktor infeksi a) Infeksi enteral Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida albicous). b) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun. 2. Faktor malaborsi Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein. 3. Faktor makanan 4. Faktor psikologis
C. PATOFISIOLOGI Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya
makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut: 1. Kehilangan air (dehidrasi) Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare. 2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis) Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler. 3. Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak. 4. Gangguan gizi Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh: - Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah hebat. - Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama. - Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik. 5. Gangguan sirkulasi Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
D. MANIFESTASI KLINIS DIARE 1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang. 2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai wial dan wiata. 3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu. 4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat. 5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan. 6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik. 7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria). 8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan dalam. (Kusmaul). D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan tinja a) Makroskopis dan mikroskopis b) PH dan kadar gula dalam tinja c) Bila perlu diadakan uji bakteri 2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah. 3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal. 4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat. E. KOMPLIKASI 1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik). 2. Renjatan hipovolemik. 3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram). 4. Hipoglikemia. 5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus. 6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik. 7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan. F. DERAJAT DEHIDRASI Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan: a. Kehilangan berat badan 1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%. 2) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%. 3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10% b. Skor Mavrice King Bagian tubuh
Yang diperiksa Nilai untuk gejala yang ditemukan 0 1 2 Keadaan umum Kekenyalan kulit Mata Ubun-ubun besar Mulut Denyut nadi/mata Sehat Normal Normal Normal Normal Kuat <120 Gelisah, cengeng Apatis, ngantuk Sedikit kurang Sedikit cekung Sedikit cekung Kering Sedang (120-140) Mengigau, koma, atau syok Sangat kurang Sangat cekung Sangat cekung Kering & sianosis Lemas >40 Keterangan - Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan - Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang - Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat
Ringan Sedang Berat Keadaan umum Kesadaran Rasa haus Sirkulasi Nadi Respirasi Pernapasan Kulit Uub Baik (CM) + N (120) Biasa Agak cekung Agak cekung Biasa Normal Normal Gelisah ++ Cepat Agak cepat Cekung Cekung Agak kurang Oliguri Agak kering Apatis-koma +++ Cepat sekali Kusz maull Cekung sekali
Cekung sekali Kurang sekali Anuri Kering/asidosis G. KEBUTUHAN CAIRAN ANAK Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60 % air dan 40 % zat padat seperti protein, lemak dan mineral. Pada anak pemasukan dan pengeluaran harus seimbang, bila terganmggu harus dilakukan koreksi mungkin dengan cairan parentral, secara matematis keseimbangan cairan pada anak dapat di gambarkan sebagai berikut : Umur Berat Badan Total/24 jam Kebutuhan Cairan/Kg BB/24 jam 3 hari 10 hari 3 bulan 6bulan 9 bulan 1 tahun 2 tahun 4 tahun 6 tahun 10 tahun 14 tahun 18 tahun 3.0 3.2 5.4 7.3 8.6 9.5 11.8 16.2 20.0 28.7 45.0 54.0 250-300 400-500 750-850 950-1100 1100-1250 1150-1300 1350-1500 1600-1800
1800-2000 2000-2500 2000-2700 2200-2700 80-100 125-150 140-160 130-155 125-165 120-135 115-125 100-1100 90-100 70-85 50-60 40-50 Whaley and Wong (1997), Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil 1998), Suharyono, Aswitha, Halimun (1998) dan Bagian Ilmu Kesehatan anak FK UI (1988), menyatakan bahwa jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun adalah sebagai berikut : Derajat Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah Ringan Sedang Berat 50 75 125 100 100 100 25 25 25 175 200 250 Keterangan : PWL : Previous Water loss (ml/kg BB) NWL : Normal Water losses (ml/kg BB) CWL : Concomitant Water losses (ml/kg BB)
Faktor malabsorbsi
Gangguan peristaltik
Endotoksin Tekanan osmotik Hiperperistaltik Hipoperistaltik merusak mukosa usus Pergeseran cairan Makanan tidak Pertumbuhan bakteri dan elektrolit ke sempat diserap lumen usus Endotoksin berlebih Hipersekresi cairan dan elektrolit Isi lumen usus Rangsangan pengeluaran Hiperperistaltik Diare Gangguan keseimbangan cairan Kurang volume cairan (dehidrasi) Gangguan keseimbangan elektrolit
Hiponatremia Hipokalemia Pusing, lemah, letih, sinkope, anoreksia, Penurunan klorida serum mual, muntah, haus, oliguri, turgor kulit kurang, mukosa mulut kering, mata dan Hipotensi postural, kulit dingin, ubun-ubun cekung, peningkatan suhu tremor tubuh, penurunan berat badan kejang, peka rangsang, denyut jantung cepat dan lemah (Horne & Swearingen, 2001; Smeltzer & Bare, 2002
I. PENTALAKSANAAN 1. Medis Dasar pengobatan diare adalah: a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya. 1) Cairan per oral Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap
karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa. 2) Cairan parentral Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut: - Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes). 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes). 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit - Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes). - Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes). 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes). 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral. - Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1 %. Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts). Untuk bayi berat badan lahir rendah Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1 %). b. Pengobatan dietetik Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan: - Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh - Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim) - Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh. c. Obat-obatan Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain. 2. Keperawatan Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadinya gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai proses penyakit. Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan penataan lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.
a. Data fokus 1) Hidrasi - Turgor kulit - Membran mukosa - Asupan dan haluaran 2) Abdomen - Nyeri - Kekauan - Bising usus - Muntah-jumlah, frekuensi dan karakteristik - Feses-jumlah, frekuensi, dan karakteristik - Kram - Tenesmus b. Diagnosa keperawatan - Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara intake dan out put. - Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi usus dengan mikroorganisme. - Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi yang disebabkan oleh peningkatan frekuensi BAB. - Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, tidak mengenal lingkungan, prosedur yang dilaksanakan. - Kecemasan keluarga berhubungan dengan krisis situasi atau kurangnya pengetahuan. c. Intervensi 1) Tingkatkan dan pantau keseimbangan cairan dan elektrolit - Pantau cairan IV - Kaji asupan dan keluaran - Kaji status hidrasi - Pantau berat badan harian - Pantau kemampuan anak untuk rehidrasi - Melalui mulut 2) Cegah iritabilitas saluran gastro intestinal lebih lanjut - Kaji kemampuan anak untuk mengkonsumsi melalui mulut (misalnya: pertama diberi cairan rehidrasi oral, kemudian meningkat ke makanan biasa yang mudah dicerna seperti: pisang, nasi, roti atau asi. - Hindari memberikan susu produk. - Konsultasikan dengan ahli gizi tentang pemilihan makanan. 3) Cegah iritasi dan kerusakan kulit - Ganti popok dengan sering, kaji kondisi kulit setiap saat. - Basuh perineum dengan sabun ringan dan air dan paparkan terhadap udara. - Berikan salep pelumas pada rektum dan perineum (feses yang bersifat asam akan mengiritasi kulit). 4) Ikuti tindakan pencegahan umum atau enterik untuk mencegah penularan infeksi (merujuk pada kebijakan dan prosedur institusi). 5) Penuhi kebutuhan perkembangan anak selama hospitalisasi.
- Sediakan mainan sesuai usia. - Masukan rutinitas di rumah selama hospitalisasi. - Dorong pengungkapan perasaan dengan cara-cara yang sesuai usia. 6) Berikan dukungan emosional keluarga. - Dorong untuk mengekspresikan kekhawatirannya. - Rujuk layanan sosial bila perlu. - Beri kenyamanan fisik dan psikologis. 7) Rencana pemulangan. - Ajarkan orang tua dan anak tentang higiene personal dan lingkungan. - Kuatkan informasi tentang diet. - Beri informasi tentang tanda-tanda dehidrasi pada orang tua. - Ajarkan orang tua tentang perjanjian pemeriksaan ulang. DAFTAR PUSTAKA 1. Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatik, Jakarta, EGC 2. Sachasin Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatik. Alih bahasa : Manulang R.F. Jakarta, EGC 4. Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat yang mengancam jiwa, Jakarta gaya baru
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah lima tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru yang menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau kurang waspada terhadap anak yang mengalami diare. Misalnya, pada sebagian kalangan masyarakat, diare dipercaya atau dianggap sebagai pertanda bahwa anak akan bertumbuh atau berkembang. Kepercayaan seperti itu secara tidak sadar dapat mengurangi kewaspadaan orang tua. sehingga mungkin saja diare akan membahayakan anak. (anaksehat.blogdrive.com). Menurut data United Nations Children's Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur. Data UNICEF memberitakan bahwa 1,5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare
Angka tersebut bahkan masih lebih besar dari korban AIDS, malaria, dan cacar jika digabung. Sayang, di beberapa negara berkembang, hanya 39 persen penderita mendapatkan penanganan serius.
Di Indonesia sendiri, sekira 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekira 460 balita setiap harinya akibat diare. Daerah Jawa Barat merupakan salah satu yang tertinggi, di mana kasus kematian akibat diare banyak menimpa anak berusia di bawah 5 tahun. Umumnya, kematian disebabkan dehidrasi karena keterlambatan orangtua memberikan perawatan pertama saat anak terkena diare. Diare disebabkan faktor cuaca, lingkungan, dan makanan. Perubahan iklim, kondisi lingkungan kotor, dan kurang memerhatikan kebersihan makanan merupakan faktor utamanya. Penularan diare umumnya melalui 4F, yaitu Food, Fly , Feces, dan Finger. Oleh karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Sesuai data UNICEF awal Juni 2010, ditemukan salah satu pemicu diare baru, yaitu bakteri Clostridium difficile yang dapat menyebabkan infeksi mematikan di saluran pencernaan. Bakteri ini hidup di udara dan dapat dibawa oleh lalat yang hinggap di makanan. (lifestyle.okezone.com). Angka kejadian diare di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur. Setiap anak di Indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6 2 kali per tahun Kasubdit Diare dan Kecacingan Depkes, I Wayan Widaya mengatakan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB (kejadian luar biasa) diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277
diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut, terutama disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat. (piogama.ugm.ac.id). Sedangkan di Provinsi Riau Pada 27 maret 2008 tercatat Diare 182 kasus yang diakibatkan adanya banjir di Provinsi Riau. Adapun kecamatan yang terkena banjir sebanyak 36 kecamatan, 164 desa, 29.950 Kepala Keluarga atau 60.950 Jiwa. (yankesriau.wordpress.com). Sepintas diare terdengar sepele dan sangat umum terjadi. Namun, ini bukan alasan untuk mengabaikannya, dehidrasi pada penderita diare bisa membahayakan dan ternyata ada beberapa jenis yang menular.Diare kebanyakan disebabkan oleh Virus atau bakteri yang masuk ke makanan atau minuman, makanan berbumbu tajam, alergi makanan, reaksi obat, alkohol dan bahkan perubahan emosi juga dapat menyebabkan diare, begitu pula sejumlah penyakit tertentu.
(lovenhealth.blogspot.com).
B. Tujuan Penulisan Tujuan Umum Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada anak dengan diare Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui tinjauan teoritis diare 2. Untuk mengetahui Pengkajian pada anak dengan diare 3. Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan pada anak dengan diare 4. Untuk mengetahui Intervensi keperawatan pada anak dengan diare 5. Untuk mengetahui Implementasi keperawatan pada anak dengan diare 6. Untuk mengetahui Evaluasi keperawatan pada anak dengan diare
A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja. Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus. Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.
2. Etiologi a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans). b. Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. c. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein. d. Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu. e. Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).
3. Manifestasi klinis Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul) Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tandatanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
4. Pemeriksaan Diagnostik - Pemeriksaan tinja. - Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup, bila memungkinkan. - Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal. - Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik.
5. Penatalaksanaan
Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam mengatasi pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau oral rehidration solution (ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan. Pemberian ini segera apabila gejala diare sudah mulai timbul dan kita dapat melakukannya sendiri di rumah. Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru dilakukan setelah gejala dehidrasi nampak.
Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit secara intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau dengan kata lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada sebagian masyarakat yang enggan untuk merawat-inapkan penderita, dengan berbagai alasan, mulai dari biaya, kesulitam dalam menjaga, takut bertambah parah setelah masuk rumah sakit, dan lain-lain. Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan respon time untuk mengatasi masalah diare semakin lama, dan semakin cepat penurunan kondisi pasien kearah yang fatal. Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain ORS. Apabila kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus penyebab diare dapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease). Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia lamblia, Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional, artinya antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman. Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak memerlukan antibiotik, maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius perlu dilakukan untuk menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan parah, pengobatan suportif didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut kalau kondisi sudah membaik.
6. Komplikasi Menurut Broyles (1997) komplikasi diare ialah: dehidrasi, hipokalemia, hipokalsemia, disritmia jantung (yang disebabkan oleh hipokalemia dan hipokalsemia), hiponatremia, dan shock hipovolemik.
B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, pemeriksaan fisik. Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah : 1. Identitas klien. 2. Riwayat keperawatan.
Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare. Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer. 3. Riwayat kesehatan masa lalu. Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi. 4. Riwayat psikososial keluarga. Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah. 5. Kebutuhan dasar. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang. Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman. Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen. 6. Pemerikasaan fisik. a. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat. b. Pemeriksaan sistematik : Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
Perkusi : adanya distensi abdomen. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis Auskultasi : terdengarnya bising usus. c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang. d. Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun. e. Pemeriksaan penunjang. f.Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
2. Diagnosa yang Mungkin Muncul a. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake terbatas (mual). b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus. c. Nyeri (akut) b.d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal. d. Kecemasan keluarga b.d perubahan status kesehatan anaknya e. Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b.d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif. f. Kecemasan anak b.d perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang baru
3. Intervensi dan Rasional Dx.1 Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake terbatas (mual) Tujuan : Kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan kriteria tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Berikan cairan oral dan parenteral sesuai dengan program rehidrasi Sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan
Pantau intake dan output. yang keluar bersama feses. Memberikan informasi status keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan cairan pengganti.
Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil pemeriksaan laboratorium Menilai status hidrasi, elektrolit dan keseimbangan asam basa
Kolaborasi pelaksanaan terapi definitif Pemberian obat-obatan secara kausal penting setelah penyebab diare diketahui
Dx.2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria terjadi peningkatan berat badan
Pertahankan
tirah
baring
dan
pembatasan
aktivitas
selama
fase
akut.
Pertahankan status puasa selama fase akut (sesuai program terapi) dan segera mulai pemberian makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan peristaltik sehingga terjadi kekurangan nutrisi. Pemberian makanan sesegera mungkin penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan.
Bantu pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan program diet Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi Mengistirahatkan kerja gastrointestinal dan mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi lebih lanju
Dx.3 : Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal. Tujuan : Nyeri berkurang dengan kriteria tidak terdapat lecet pada perirektal
Atur
posisi
yang tegangan
nyaman
bagi
klien,
misalnya dan
dengan
lutut
fleksi. nyeri
Menurunkan
permukaan
abdomen
mengurangi
Lakukan aktivitas pengalihan untuk memberikan rasa nyaman seperti masase punggung dan kompres hangat abdomen Meningkatkan relaksasi, mengalihkan fokus perhatian klien dan meningkatkan kemampuan koping Bersihkan area anorektal dengan sabun ringan dan airsetelah defekasi dan berikan perawatan kulit Melindungi kulit dari keasaman feses, mencegah iritasi
Kolaborasi pemberian obat analgetika dan atau antikolinergik sesuai indikasi Analgetik sebagai agen anti nyeri dan antikolinergik untuk menurunkan spasme traktus GI dapat diberikan sesuai indikasi klinis
Kaji keluhan nyeri dengan Visual Analog Scale (skala 1-5), perubahan karakteristik nyeri, petunjuk verbal dan non verbal
Mengevaluasi
perkembangan
nyeri
untuk
menetapkan
intervensi
selanjutnya
Dx.4
Kecemasan
keluarga
b/d
perubahan
status
kesehatan
anaknya.
Dorong keluarga klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan umpan balik tentang mekanisme koping yang tepat. Membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan dan alternatif pemecahan masalah
Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum terjadi pada orang tua klien yang anaknya mengalami masalah yang sama Membantu menurunkan stres dengan mengetahui bahwa klien bukan satu-satunya orang yang mengalami masalah yang demikian
Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus dalam membantu klien. Mengurangi rangsang eksternal yang dapat memicu peningkatan kecemasan
Dx.5 : Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif. Tujuan : Keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan anaknya, serta mampu mendemonstrasikan perawatan anak di rumah.
Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan tentang penyakit dan perawatan anaknya. Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental serta latar belakang pengetahuan sebelumnya.
Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari aktivitas sehari-hari. Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan partisipasi keluarga klien dan keluarga dalam proses perawatan klien
Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian serta efek samping yang mungkin timbul Meningkatkan pemahaman dan partisipasi keluarga klien dalam pengobatan.
Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi Meningkatkan kemandirian dan kontrol keluarga klien terhadap kebutuhan perawatan diri anaknya
Dx. 6 : Kecemasan anak b.d Perpisahan dengan orang tua, lingkugan yang baru Tujuan : Kecemasan anak berkurang dengan kriteria memperlihatkan tanda-tanda kenyamanan
Anjurkan pada keluarga untuk selalu mengunjungi klien dan berpartisipasi dalam perawatn yang dilakukan Mencegah stres yang berhubungan dengan perpisahan
Berikan sentuhan dan berbicara pada anak sesering mungkin Memberikan rasa nyaman dan mengurangi stress
Lakukan stimulasi sensory atau terapi bermain sesuai dengan ingkat perkembangan klien Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan secara optimum
4. Implementasi Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang telah direncanakan sebelumnya.
5. Evaluasi Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan sejauhmana tujuan tersebut tercapai. Bila ada yang belum tercapai maka dilakukan pengkajian ulang, kemudian disusun rencana, kemudian dilaksanakan dalam implementasi keperawatan lalau dievaluasi, bila dalam evaluasi belum teratasi maka dilakukan langkah awal lagi dan seterusnya sampai tujuan tercapai.
A.
Pengkajian 1. Identitas Pasien Nama Umur Jenis kelamin Alamat : Anak Arya : 4 bulan : laki-laki : Kulim Jalan Harapan Raya
: Tuan Endang :35 tahun : wiraswasta : SMA : sunda : Kulim Jalan Harapan Raya
1. Keluhan Utama Alas an masuk dengan keluhan BAB berlendir dan berdarah sudah 4 hari yang lalu. BAB yang sedikit tapi sering sekitar 7-8 kali perhari.ps. masuk via IGD Rujukan dr. Arya Bunda. 3. Keadaan Umum
Tingkat kesadaran compos mentis, panjang badan 65 cm, BB 6 kg, LILA 35 cm, lingkar kepala 18 cm, TTV: Suhu: 36,6 C, Nadi 140 x/menit, RR 46 x/menit, keluhan lain BAB berlendir dan berdarah serta encer.
4. Riwayat kesehatan keluhan utama BAB encer, berlendir dan berdarah,sehari bias 7-8 kali. Keluhan sudah ada 4 hari sebelum pasien masuk RS, factor pencetus adalah alergi susu sapi. Pada riwayat kesehatan dahulu tidak ada penyakit berat dan tidak ada dioperasi, keluarga tidak ada penyakit menular atau keturunan.
5. Riwayat Imunisasi imunisasi belum lengkap, imunisasi yang didapat adalah BCG, DPT, Polio, imunisasi yang belum didapat adalah Campak, waktu imunisasi adalah sebelum dirawat di RS.
6. Psikososial hubungan dengan anggota keluarga anak sangat dekat dengan ayah dan ibunya. ps tidak ada teman sebaya. karakter periang.
7. Riwayat Tumbuh Kembang motorik halus, motorik kasar, kognitif dan bahasa berkembang dengan baik.
8. Jenis Kebutuhan a. makanan, pada kondisi sehat nakan teratur, makanan air tajin, 3x/ hari. selama sakit ps tidak diperbolehkan minum susu sapi oleh dokter, intake inadekuat, mengisap putting susu lemah, ASI diberikan tidak adekuat, ibu jarang menyusui bayinya.
b. cairan, selama sehat ps minum susu teratur, selama sakit masukan oral sebayak 300cc dan pemasukan parenteral sebanyak 250cc total 550 cc. c. eliminasi, selama sehat frekuensi BAK 5-6 kali perhari, warna kuning bening bau khas, jumlah 350- 400 cc/ hari. selama sakit frekuensi 6-7 kali perhari, warna kuning, bau khas, tidak terpasang kateter, ada tahana waktu BAK, ps tampak mengedan saat BAK. BAB selama sehat 1 x / hari, konsistensi lembek, mengikuti bentuk kolon. warna dan bau tidak terkaji. waktu sakit BAB 7-8 x / hari dengan konsistensi encer, tidak mengikuti bentuk kolon, warna kuning kemerahan, bau amis, jumlah tidak terkaji, ada lendir dan darah, ps tampak mengedan saat BAB dan meringis, tidak ada pemakaian laksatif. d. tidur, selama sehat pola tidur teratur, malam 9-10 jam, siang 1,5 jam, jumlah jam tidur 11,5 jam. waktu sakit, pola teratur, malam 9-10 jam, siang 11,5 jam, e. kebutuha bermain, waktu sehat, jenis permainan tepuk tangan frekuensi sering jika ps tidak bisa tidur, 16 menit tiap bermain, teman bermain ibu pasien. waktu sakit permainan sama.
9. Pemeriksaan Fisik a. kepala : lingkar kepala 37 cm, distribusi rambut hanya dibagian atas saja tekstur rambut halus, warna hitam, tidak ada lesi, wajah agak pucat. b. Mata : mata simetris, palpebra tidak ada pembengkakan, konjungtiva agak pucat, sclera putih,m ukuran pupil 2 cm, reaksi pupil +/+ kiri dan kanan.. c. Hidung : hidung simetris, warna sama dengan kulit sekitar, bersih, septumdan konka hidung tidak ada kelainan, tidak ada sekret dan polip. d. Telinga: posis sejajar kiri dan kana, tidak ada secret, membrane timpani tidak ada peradangan, ketajaman penuh. Tidak ada nyri aurikel dan mastoid. e. Mulut : simetris, bersih, bibir normal, gigi belum lengkap, tonsil normal. f. Thorak / dada paru : bentuk normal chest, simetris, pernafasan dada, gerakan paru simetris, ekspansi dada simetris, taktil fremitus teraba, sura paru sonor, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.
g. Jantung: iktus kordis tidak terlihat, precordial fraction rub tidak terlihat, iktus kordis teraba, batas jantung jelas dan tidak ada pembesaran, suara organ jantung pekak, bunyi jantung S1 dan S2 terdengar, intensitas S1>S2 dan bunyi reguler.Tidak ada bunyi jantung tambahan. h. Abdomen dan anus : abdomen bentuk soepel, simetris, warna sama dengan kulit sekitar, tidak ada lesi dan asites. Bising usus 38 x / menit, bunyi bruit tidak terdengar. Suara abdomen tympani, tidak terdapat massa dan pembesaran, titik mc burney tidak ada nyeri, tanda peritonitis tidak ada. Palpasi dalam pada hepar dan limpa tidak terdapat pembesaran dan nyeri. Warna anus merah muda / kemerah-merahan. terdapat lesi, tidak ada fistula dan hemoroid. i. Genitalia : simetris, tidak terpasang kateter dan tidak ada kelainan. j. Ektremitas dan punggung : punggung tidak ada lesi, tidak ada nyeri dan kelainan tulang belakang. Ekstremitas simetris, tidak ada edema dan deformitas tulang. Palpasi tulang dan sendi normal. Kekuatan otot 5. Tidak ada keterbatasan gerak. k. Kulit : lesi tidak ada, kulit lembab, turgor elastisitas, tekstur elastic, tidak ada kemerah merah.
10. Pemeriksaan Neurologis Reflek fisiologis: babynski +, rooting +, soaking lemah, bayi malas mengisap putting susu ibunya, reflek meningeal: kejang + tiap sebentar,sekitar 5 detik.
11. Hasil Pemeriksaan Diagnostic - Pemeriksaan Hb = 9,8 gr% ( 04 Nov. 2010) - Pemeriksaan Hb = 10,2 gr% ( 05 Nov. 2010) - Pemeriksaan Hb = 10,7 gr% ( 06 Nov. 2010)
Luminal 2 x 15 mg Oralit 50 mg tiap mencret Diit ML 700 kkal IVFD Kaen IIIB 28 tts / i
03-11-2010 : Luminal 2 x 15 mg Oralit 50 mg tiap mencret Diit ML 700 kkal IVFD Kaen IIIB 28 tts / i
02-11-2010 : Luminal 2 x 15 mg Oralit 50 mg tiap mencret Diit ML 700 kkal IVFD Kaen IIIB 28 tts / i
B.
Analisa Data No. 1. DO: BAB encer, berlendir serta berdarah Data Fokus Penyebab Alergi susu sapi Masalah Diare
KU ps. Lemah Bising usus 38x/menit BAB 7-8 Perhari TTV: Suhu: 36,6 C, Nadi 140 x/menit, RR 46 x/menit DS: Keluaga mengatakan BAB encer sudah 4 hari, jumlah sedikit.
2.
DO: Warna anus kemerahan Terdapat lesi disekitar anus Frekuensi diare 7-8 x/ hari Daerah sekitar anus lembab DS:
ekskresi/BAB sering
3.
Keluarga mengatakan lesi dibagian anus sudah 2 hari. Do: Bayi tampak malas menyusu kepada ibunya Reflek menyusu lemah BB turun = 6,5 kg 6 kg dalam 3 hari KU lemah Ps. Hanya minum susu ASI Hb: 9,8 gr% Wajah bayi agak pucat Kelemahan reflek menyusui Menyusui tidak efektif
DS:
Ibunya mengataka bahwa jarang menyusui anaknya Ibunya mengatakan mrnyusui anaknya tidak teratur
C.
Diagnosa Keperawatan
Diare b.d Alergi susu sapi kerusakan integritas kulit b.d ekskresi/BAB sering Menyusui tidak efektif b.d Kelemahan reflek menyusui
D.
Intervensi No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) 1 Diare b.d Alergi susu sapi Ditandai dengan : Keluaga mengatakan BAB encer sudah 4 hari, jumlah sedikit. Intervensi (NIC)
Setelah dilakukan tidakan Fluid management keperawatan dalam 5 x 24 jam Timbang popok/pembalut jika eliminasi BAB dan status hidrasi diperlukan efektif. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan Monitor vital sign Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian Kolaborasikan pemberian cairan intravena IV Monitor status nutrisi Dorong masukan oral
Kriteria hasil: BAB encer, berlendir serta Tidak ada diare berdarah KU ps. Lemah Bising usus 38x/menit BAB 7-8 Perhari Konsistensi tidak cair Ada ampas
TTV: Suhu: 36,6 C, Nadi 140 TTV dalam batas normal x/menit, RR 46 x/menit Bising usus dalam batas normal
Kontrol bising usus Dorong keluarga untuk membantu pasien minum susu Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk Berikan oralit sesuai indikasi
2 kerusakan integritas kulit b/d ekskresi/BAB sering DO: Warna anus kemerahan Terdapat lesi disekitar anus Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tidakan Skin care keperawatan dalam 5 x 24 jam Hindari kerutan padaa tempat tidur membrane mukosa dan kulit kembali efektif Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali Frekuensi diare 7-8 x/ hari Integritas kulit yang baik bisa Monitor kulit akan adanya dipertahankan (sensasi, Daerah sekitar anus lembab elastisitas, temperatur, hidrasi, kemerahan pigmentasi) DS: Oleskan lotion atau minyak/baby oil Keluarga mengatakan lesi Tidak ada luka/lesi pada kulit dibagian anus sudah 2 hari. Perfusi jaringan baik pada derah yang tertekan Monitor status nutrisi pasien
Memandikan pasien dengan sabun Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan dan air hangat mencegah terjadinya sedera Jaga kulit tetap kering berulang Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
Setelah dilakukan tidakan Nutrition Management keperawatan dalam 7 x 24 jam Kaji BB setiap hari status nutrisi dan menyusui efektif. Kaji adanya kelemahan dan kelasan bayi dalam menyusui Kriteria Hasil :
Tidak terjadi penurunan berat Kaji adanya pucat badan yang berarti Beritahu ibu pentingnya ASI bagi bayi Ibu mau menyusui anaknya dengan teratur Reflek menyusui anak baik Hb dalam batas normal Bayi tidak lagi malas mengisap putting susu
DS:
Bayi tidak lagi pucat Ibunya mengatakan bahwa jarang menyusui anaknya Ibunya mengatakan mrnyusui anaknya tidak teratur
E.
Implementasi dan Evaluasi Tanggal / hari 04 Nov. 2010 09.00 09.10 10.00 Jam No. Dx Implementasi Evaluasi Paraf
I Mengukur TTV
S: -
TTD
Mengkaji keadaan umum O: ps - berat popok 500 gr Memberikan cairan lewat - TTV: S: 36,6 C infus
Kamis
12.00
N: 140x/menit
Mengukur balance cairan Mengkaji BAB Menimbang popok Mengukur bising usus
RR:46 X/menit - IVFD=RL 20 tts / menit mikro. - Balance cairan +150 ml - KU ps lemah - BAB encer, berlendir, dan berdarah - Bisisng usus = 38 x / menit A: Diare b.d Alergi susu sapi belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan
04 Nov. 2010
09.00 II 09.10
S:
TTD
keluaga mengatakan ada lesi dibagian Mengkaji frekuensi diare anus setiap 24 jam Mengobservasi tanda O: tanda kerusakan integritas frekuensi diare 7-8 x/ hari kulit terdapat kemerahan disekitar anus verbeden setiap hari ps. Tamapk tenag setelah dimandikan dan diberi lotion A: kerusakan integritas kulit b/d ekskresi/BAB sering belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan
19.15 Kamis
04 Nov. 2010
Kamis
10.00 III mengkaji kekuatan menusui S:pada bayi O: menimbang BB 12.00 - Ps. Alergi susu sapi Mengkaji turgor kulit 12.10 - Diit diberikan sesuai konsultasi ahli gizi Mengkaji adanya alergi 12.15 - BB: 6 kg Mengkaji tingkat kerajinan ibu
TTD
12.30
sesuai- Lingkungan nyaman selama pemberian diit - Tidak ada perubahan pigmen kulit - Hb 9,8 gr% A: Menyusui tidak efektif b.d Kelemahan reflek menyusui belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
12.45
Mengukur Hb
Jam
No. Dx
Implementasi
Evaluasi
Paraf
I Mengukur TTV
S: -
TTD
Mengkaji keadaan umum O: ps - berat popok 400 gr Memberikan cairan lewat - TTV: S: 36,8 C infus
Sabtu
Mengukur balance cairan Mengkaji BAB Menimbang popok Mengukur bising usus
N: 148 x /menit RR:50 x /menit - IVFD=RL 20 tts / menit mikro. - Balance cairan +170 ml - KU ps lemah - BAB encer, berlendir, dan berdarah - Bisisng usus = 36 x / menit A: Diare b.d Alergi susu sapi belum teratasi P=Intervensi dilanjutkan
06 Nov. 2010
09.00 II 09.10
S:
TTD
keluaga mengatakan masih ada lesi Mengkaji frekuensi diare dibagian anus setiap 24 jam Mengobservasi tanda O: tanda kerusakan integritas frekuensi diare 6-7 x / hari kulit terdapat kemerahan disekitar anus verbeden setiap hari ps. Tampak tenag setelah dimandikan dan diberi lotion A: kerusakan integritas kulit b/d ekskresi/BAB sering belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan
19.15 Sabtu
06 Nov. 2010
Sabtu
10.00 III mengkaji kekuatan menusui S:pada bayi O: menimbang BB 12.00 - Ps. Alergi susu sapi Mengkaji turgor kulit 12.10 - Diit diberikan sesuai konsultasi ahli gizi Mengkaji adanya alergi 12.15 - BB: 6,1 kg Mengkaji tingkat kerajinan ibu 12.30 dalam menyusui bayinya. - Turgor kulit jelek Memberiakn indikasi diit sesuai- Lingkungan nyaman selama pemberian diit - Tidak ada perubahan pigmen kulit - Hb 10,2 gr% 13.00 A: Menyusui tidak efektif b.d Kelemahan reflek menyusui belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
TTD
12.45
Mengukur Hb
Jam
No. Dx
Implementasi
Evaluasi
Paraf
I Mengukur TTV
S: -
TTD
Mengkaji keadaan umum O: ps - berat popok 350 gr Memberikan cairan lewat - TTV: S: 36,5 C infus
Jumat
Mengukur balance cairan Mengkaji BAB Menimbang popok Mengukur bising usus
N: 140 x /menit RR: 46 x /menit - IVFD=RL 20 tts / menit mikro. - Balance cairan +170 ml - KU ps lemah - BAB encer, berlendir, dan berdarah - Bising usus = 32 x / menit A: Diare b.d Alergi susu sapi belum teratasi P=Intervensi dilanjutkan
05 Nov. 2010
09.00 II 09.10
S:
TTD
keluaga mengatakan masih ada lesi Mengkaji frekuensi diare dibagian anus setiap 24 jam Mengobservasi tanda O: tanda kerusakan integritas frekuensi diare 5 x / hari kulit terdapat kemerahan disekitar anus verbeden setiap hari ps. Tampak tenag setelah dimandikan dan diberi lotion A: kerusakan integritas kulit b/d
19.15 Jumat
ekskresi/BAB sering belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan 05 Nov. 2010 10.00 III mengkaji kekuatan menusui S:pada bayi O: menimbang BB 12.00 - Ps. Alergi susu sapi Mengkaji turgor kulit 12.10 - Diit diberikan sesuai konsultasi ahli gizi Mengkaji adanya alergi 12.15 - BB: 6,3 kg Mengkaji tingkat kerajinan ibu 12.30 - Turgor kulit jelek dalam menyusui bayinya. Memberiakn indikasi diit - Lingkungan nyaman selama pemberian sesuai diit - Tidak ada perubahan pigmen kulit - Hb 10,7 gr% 13.00 A: Menyusui tidak efektif b.d Kelemahan reflek menyusui belum teratasi P : intervensi dilanjutkan TTD
Jumat
12.45
Mengukur Hb
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian Sesuai dengan pengkajian teoritis dibandingkan dengan Pengkajian pada Anak Arya dengan Gastroenteritis maka didapatkan data senajng sebagai berikut :
No. 1. DO:
Data Senjang
Masalah Diare
BAB encer, berlendir serta berdarah KU ps. Lemah Bising usus 38x/menit BAB 7-8 Perhari TTV: Suhu: 36,6 C, Nadi 140 x/menit, RR 46 x/menit DS: Keluaga mengatakan BAB encer sudah 4 hari, jumlah sedikit.
2.
DO: Warna anus kemerahan Terdapat lesi disekitar anus Frekuensi diare 7-8 x/ hari Daerah sekitar anus lembab DS:
ekskresi/BAB sering
3.
Keluarga mengatakan lesi dibagian anus sudah 2 hari. Do: Bayi tampak malas menyusu kepada ibunya Reflek menyusu lemah BB turun = 6,5 kg 6 kg dalam 3 hari KU lemah Ps. Hanya minum susu ASI Hb: 9,8 gr% Kelemahan reflek menyusui Menyusui tidak efektif
DS: Ibunya mengatakan bahwa jarang menyusui anaknya Ibunya mengatakan mrnyusui anaknya tidak teratur
Data senjang diatas sesuai dengan pengkajian teoritis yang telah dibuat.
B. Diagnosa Keperawatan Secara teoritis diagnosa keperawatan yang berkemungkinan muncul pada diare ada 6 diagnosa. Dari 6 diagnosa keperawatan tersebut, hanya 3 diagnosa yang kelompok temukan pada kasus ini. Adapun diagnosa yang muncul pada anak Arya Yaitu: 1. Diare b.d Alergi susu sapi Diagnosa ini diangkat karena bayi tersebut diare disebabkan oleh alergi susu sapi. 2. kerusakan integritas kulit b.d ekskresi/BAB sering Diagnosa ini diangkat karena pada anus pasien sudah terdapat lesi dan warnanya merah muda 3. Menyusui tidak efektif b.d Kelemahan reflek menyusui Diagnosa ini diangkat karena bayi tampak malas menyusui dan menyusui tidak teratur C. Perencanaan 1. Intervensi Fluid management diangkat diharapkan eliminasi BAB dan status hidrasi bias efektif 2. Intervensi Skin care diangkat diharapkan membrane mukosa dan kulit kembali efektif 3. Intervensi Nutrition Management diangkat diharapkan status nutrisi dan menyusui efektif.
4. Implementasi a. Diare b.d Alergi susu sapi 1. Mengukur TTV 2. Mengkaji keadaan umum ps 3. Memberikan cairan lewat infus 4. Mengukur balance cairan 5. Mengkaji BAB 6. Menimbang popok 7. Mengukur bising usus
b. kerusakan integritas kulit b/d ekskresi/BAB sering 1. Mengkaji adnya lesi 2. Mengkaji frekuensi diare setiap 24 jam 3. Mengobservasi tanda tanda kerusakan integritas kulit 4. Memandikan ps 5. Melakukan verbeden
c. Menyusui tidak efektif b.d Kelemahan reflek menyusui 1. mengkaji kekuatan menusui pada bayi 2. menimbang BB 3. Mengkaji turgor kulit
4. Mengkaji adanya alergi 5. Mengkaji tingkat kerajinan ibu dalam menyusui bayinya. 6. Memberiakan diit sesuai indikasi 7. Mengukur Hb
Dalam asuhan keperawatn hanya implementasi diatas saja yang dilaksanakan, ada beberapa intervensi yang tidak dilakukan karena keterbatasan waktu bagi kelompok untuk mengelola pasien.
E. Evaluasi Dalam evaluasi ini tidak semua criteria hasil dapat tercapai karena keterbatasan waktu dari kelompok untuk mengelola asuhan keperawatan pada anak Arya.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil penerapan proses keperawatan yang kelompom lakukan pada An. A dengan Gastroenteritis diruangan Merak I RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dapat ditemukan 3 diagnosa keperawatan yang muncul yaitu:
Diare b.d Alergi susu sapi kerusakan integritas kulit b.d ekskresi/BAB sering Menyusui tidak efektif b.d Kelemahan reflek menyusui Setelah Perencanaan keperawatan disusun, dalam pelaksanaan keperawatan, kelompok dapat
melaksanakan semua rencana keperawatan yang telah disusun Dalam melaksanakan tindakan
keperawatan kelompok bekerjasama dengan klien, keluarga, dan perawat ruangan. Selain itu, implementasi keperawatan tersebut disesuaikan dengan kondisi dan fasilitas ruangan perawatan klien.
B. Saran Bagi Institusi Diharapkan dapat menambah koleksi bacaan di perpustakaan sehingga mudah dalam pembuatan tugas. Bagi Rumah Sakit Diharapkan data ini dapat menjadi referensi dalam pembuatan asuhan keperawatan yang mengacu pada standar SNL (Standard Nursing Language) yang dianjurkan oleh NANDA.
DAFTAR PUSTAKA
A.H. Markum, 1991, Buku Ajar Kesehatan Anak, jilid I, Penerbit FKUI
Price & Wilson 1995, Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Ed.4, EGC, Jakarta
Soeparman & Waspadji, 1990, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Ed. Ke-3, BP FKUI, Jakarta.
Suharyono, 1986, Diare Akut, lembaga Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta
Whaley & Wong, 1995, Nursing Care of Infants and Children, fifth edition, Clarinda company, USA.
NANDA