PEMBIMBING :
OLEH :
SMF ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
SURABAYA
2020
LEMBAR PERSETUJUAN
Oleh :
Gede Angga Dharmadiputra (20190420270)
Grasia Yanriko (20190420275)
Menyetujui :
ii
KATA PENGANTAR
Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis sampaikan kepada dr.
Sasongko, Sp.A selaku pembimbing kami dibagian ilmu kesehatan anak
RSU Haji Surabaya dan rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam
pembuatan referat ini.
Semoga referat ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi
para pembaca dan rekan-rekan sejawat.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................................ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iv
DAFTAR SINGKATAN...................................................................................................v
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................3
2.1 Definisi.............................................................................................................3
2.2 Epidemiologi...................................................................................................3
2.3 Etiologi.............................................................................................................4
2.4 Faktor Resiko.................................................................................................5
2.5 Klasifikasi........................................................................................................7
2.6 Patogenesis....................................................................................................7
2.7 Manifestasi Klinis...............................................................................................8
2.8 Diagnosis..............................................................................................................9
2.9 Diagnosis Banding...........................................................................................11
2.10 Tatalaksana......................................................................................................13
2.11 Komplikasi.......................................................................................................15
2.12 Pencegahan.....................................................................................................15
2.13 Prognosis.........................................................................................................17
BAB III............................................................................................................................18
KESIMPULAN...............................................................................................................18
3.1 Kesimpulan...................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................19
iv
DAFTAR SINGKATAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
besi dari lahir ke dewasa berarti bahwa sekitar 0,8 mg besi harus
diabsorbsi tiap harinya selama 15
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan
karena kekurangan besi yang digunakan untuk sintesis hemoglobin
(Hb). (Rahmatunnisa, 2016)
Anemia defisiensi besi terjadi ketika defisiensi besi yang
terjadi cukup berat sehingga menyebabkan eritropoesis terganggu
dan menyebabkan terbentuknya anemia. Keadaan ini akan
menyebabkan kelemahan sehingga menjadi halangan untuk
beraktivitas dan juga mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan pada anak. (Fitriany & Saputri, 2018)
2.2 Epidemiologi
Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga
dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja. Angka
kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar
5,5%, anak perempuan 2,6% dan gadis remaja yang hamil 26%. Di
Amerika serikat sekitar 6% anak berusia 1 – 2 tahun diketahui
kekurangan besi, 3 % menderita anemia. Lebih kurang 9% gadis
remaja di Amerika serikat kekurangan besi dan 2% menderita
anemia, sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan
besinya berkurang saat pubertas.
Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding
kulit putih. Keadaan ini mungkin berhubungan dengan status sosial
ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di indonesia
prevalensi ADB pada anak balita sekitar 25-35%. Dari hasil survei
kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1992 prevalensi ADB pada
anak balita di indonesia adalah 55,5%. Hasil survei rumah tangga
3
tahun 1995 ditemukan 40,5% anak balita dan 47,2% anak usia
sekolah menderita ADB. (Fitriany & Saputri, 2018)
2.3 Etiologi
Faktor utama penyebab anemia adalah asupan zat besi
yang kurang. (Amalia & Tjiptaningrum, 2016). Pada periode
intrauterine, satu-satunya sumber zat besi adalah besi yang
dialirkan melalui plasenta. Pada periode akhir kehamilan, jumlah
total besi pada janin adalah 75 mg / kg. Anemia fisiologis terjadi
pada periode postnatal dan simpanan besi yang tersedia cukup
untuk melakukan eritropoiesis dalam 6 bulan pertama kehidupan
jika tidak ada kehilangan darah yang signifikan. Pada bayi berat
lahir rendah dan pada bayi dengan kehilangan darah sebelum
kelahiran, cadangan besi habis lebih awal, karena cadangan
tersebut lebih kecil. Jumlah zat besi dalam ASI berada pada tingkat
tertinggi pada bulan pertama, tetapi menurun secara bertahap
dalam periode berikutnya dan berkurang hingga 0,3 mg / L kira-kira
pada bulan kelima. Meskipun jumlah zat besi yang diterima dari ASI
biasanya rendah, penyerapannya cukup tinggi (50%). Dengan
demikian, bayi menggunakan besi dari cadangan besi yang ada
dalam 6 bulan pertama sampai jumlah zat besi yang diterima dari
makanan meningkat. (Rahmatunnisa, 2016)
Penyebab anemia defisiensi besi jika dilahat dari umur, yaitu
: (Abdulsalam & Daniel, 2016)
1. Bayi dibawah umur 1 tahun.
Persediaan besi yang kurang karena berat
badan lahir rendah dan bayi kembar.
2. Anak umur 1-2 tahun
Masukan (intake) besi yang kurang karena
tidak mendapat makanan tambahan (hanya
minum susu).
4
Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang.
Malabsorbsi.
Kehilangan berlebihan karena perdarahan
antara lain karena infeksi parasit dan
divertikulum Meckeli.
3. Anak berumur 2-5 tahun
Masukan besi berkurang karena jenis makanan
kurang mengandung Fe- heme.
Kebutuhan meningkat karena infeksi
berulang/menahun.
Kehilangan berlebihan karena perdarahan
antara lain karena infestasi parasit dan
divertikulum Meckeli.
4. Anak berumur 5 tahun – masa remaja
Kehilangan berlebihan karena perdarahan
antara lain karena infestasi parasit dan
polyposis.
5. Usia remaja – dewasa.
Pada wanita antara lain karena menstruasi
berlebihan.
5
mencapai 6 kali lipat dari berat badan lahir. Pada remaja
terjadi perubahan hormonal yang menyebabkan
terjadinya menstruasi.
2. Kurangnya besi yang diserap. Makanan bayi banyak
yang tidak mengandung daging oleh karena itu sebagian
besar zat besi dalam makanannya berbentuk non-heme
sehingga absorpsinya sangat Dipengaruhi faktor dalam
makanan. Pada anak kurang gizi didapatkan mukosa
usus yang mengalami perubahan secara histologis dan
fungsional sehingga terjadi sindrom malabsorpsi, enteritis
dan atrofi vili usus, hal ini dapat mengganggu
penyerapan besi.
3. Infeksi. Infeksi mudah dan sering terjadi pada bayi dan
anak, terutama di Negara sedang berkembang, misalnya
infeksi kronis akibat tuberculosis, infeksi parasit, infeksi
saluran nafas, diare dan lain sebagainya. Pada infeksi
zat besi banyak digunakan oleh sistem kekebalan tubuh
yaitu pada aktivitas fagositik netrofil dan proliferasi sel
limfosit.
4. Pendarahan saluran cerna. Perdarahan saluran cerna
pada anak paling sering disebabkan oleh infestasi cacing
tambang atau parasit lain. Pada bayi pendarahan saluran
cerna dapat disebabkan oleh alergi protein susu sapi,
diverticulum meckel, duplikasi usus, teleangiektasi
hemoragika dan polip usus.
5. Faktor lain yang berperan pada terjadinya ADB adalah
transfuse fero maternal, hemoglobinuria, dan iatrogenic
bloodloss akibat pengambilan darah vena berulang-
ulang.
2.5 Klasifikasi
6
Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka
defisiensi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan : (Pradiyadnya &
Suryani, 2018)
1. Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi
menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis belum
terganggu.
2. Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoesis) :
cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk
eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia
secara laboratorik.
3. Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai
anemia.
2.6 Patogenesis
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi
atau kebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh
sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi
menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif,
yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai
oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi
dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif.
Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi
menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit
tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut
sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan
pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free
protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi
transferrin menurun dan kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding
Capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferrin
dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka
eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai
7
menurun. Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut
sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia). Pada saat
ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa
enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan
faring serta berbagai gelaja lainnya. (Pradiyadnya & Suryani, 2018)
8
walaupun dengan penanganan, sehingga pencegahan menjadi sangat
penting. Pica, keinginan untuk mengkonsumsi bahan-bahan yang tidak
dapat dicerna, atau pagofagia, keinginan untuk mengkonsumsi es batu
merupakan gejala sistemik lain dari defisiensi besi. Pica dapat
menyebabkan pengkonsumsian bahan-bahan mengandung timah
sehingga akan menyebabkan plumbisme. (Julia, 2018)
2.8 Diagnosis
1. Anamnesis, meliputi:
2. Pemeriksaan Fisik
9
Dapat ditemukan koilonikia, glositis, stomatitis
angularis, takikardi, gagal jantung, protein-losing
entropathy.
Rentan terhadap infeksi.
Gangguan pertumbuhan.
Penurunan aktivitas kerja.
3. Pemeriksaan Penunjang
10
diikuti kenaikan kadar hemoglobin 1 g/dL atau
hematokrit 3% setelah 1 bulan menyokong diagnosis
anemia defisiensi besi. Kira-kira 6 bulan setelah
terapi, hemoglobin dan hematokrit dinilai kembali
untuk menilai keberhasilan terapi.
Pemeriksaan penunjang tersebut dilakukan sesuai
dengan fasilitas yang ada.
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata 31% (N: 32-35%)
3. Kadar Fe serum <50 µg/dL (N: 80-180 µg/dL)
4. Saturasi transferin <15% (N: 20-50%)
Kriteria ini harus dipenuhi, paling sedikit kriteria nomor
1, 3, dan 4. Tes yang paling efisien untuk mengukur
cadangan besi tubuh yaitu ferritin serum. Bila sarana
terbatas, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
1. Anemia tanpa perdarahan.
2. Tanpa organomegali.
3. Gambaran darah tepi: mikrositik, hipokromik,
anisositosis, sel target.
4. Respons terhadap pemberian terapi besi. (Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2009)
11
Penyebab alternatif paling sering dari anemia mikrositer adalah
thalassemia α atau β dan hemoglobinopati, yaitu hemoglobin E dan C.
Karakteristik talasemia yang paling sering muncul adalah menurunnya
jumlah sel darah merah namun dengan jumlah RDW normal atau
meningkat sedikit. Keracunan timbal dapat menyebabkan anemia
12
2.10 Tatalaksana
Setelah diagnosis maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi
terhadap anemia defisiensi besi dapat berupa :
1. Terapi kausal : tergantung penyebab, misalnya ; pengobatan
cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia.
Terapi kausal harus dilakukan kalau tidak maka anemia akan
kambuh kembali.
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi
dalam tubuh (iron replacemen theraphy).
a. Terapi besi per oral : merupakan obat pilihan pertama
(efektif, murah, dan aman). Preparat yang tersedia : ferrosus
sulphat (sulfas fenosus). Dosis anjuran 3 x 200 mg. Setiap 200 mg
sulfas fenosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian
sulfas fenosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorpsi besi 50 mg/hari
dapat meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal.
Preparat yang lain : ferrosus gluconate, ferrosus fumarat, ferrosus
lactate, dan ferrosus succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal,
tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama dengan sulfas
fenosus.
b. Terapi besi parenteral
Terapi ini sangat efektif tapi mempunyai efek samping lebih
berbahaya, dan lebih mahal. Indikasi :
Intoleransi terhadap pemberian oral.
Kepatuhan terhadap berobat rendah.
Gangguan pencernaan kolitis ulseratif yang dapat kambuh
jika diberikan besi.
Penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada
gastrektomi.
13
Keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga
tidak cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral.
14
Anemia yang sangat simpomatik, misalnya anemia dengan
gejala pusing yang sangat menyolok.
Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang
cepat seperti pada kehamilan trisemester akhir atau
preoperasi.
4. Respon terhadap terapi
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang penderita
dinyatakan memberikan respon baik bila :
Retikulosit naik pada minggu pertama, menjadi normal
setelah hari 10-14 diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari.
Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu.
Jika respon terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan :
Dosis besi kurang.
Masih ada pendarahan cukup banyak.
Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum.
Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik,
peradangan menahun, atau pada saat yang sama ada
defisiensi asam folat.
Diagnosis defisiensi besi salah
Jika dijumpai keadaan diatas maka, lakukan evaluasi kembali dan
ambil tindakan yang tepat. (I Wayan, 2017)
2.11 Komplikasi
Penyakit jantung anemia.
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan. (Ketut, 2017)
2.12 Pencegahan
1. Pencegahan primer
15
menghindari bahan yang menghambat absorbsi besi seperti teh,
fosfat, dan fitat pada makanan.
Menghindari minum susu yang berlebihan dan meningkatkan
makanan yang mengandung kadar besi yang berasal dari hewani.
Pendidikan kebersihan lingkungan
2. Pencegahan sekunder
Skrining ADB
Skrining ADB dilakukan dengan pemeriksaan Hb atau Ht, waktunya
disesuaikan dengan berat badan lahir dan usia bayi. Waktu yang
tepat masih kontroversial. American Academy of Pediatrics (AAP)
menganjurkan antara usia 9–12 bulan, 6 bulan kemudian, dan usia
24 bulan. Pada daerah dengan risiko tinggi dilakukan tiap tahun
sejak usia 1 tahun sampai 5 tahun.
Skrining dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan MCV, RDW, feritin
serum, dan trial terapi besi. Skrining dilakukan sampai usia remaja.
Nilai MCV yang rendah dengan RDW yang lebar merupakan salah
satu alat skrining ADB.
Skrining yang paling sensitif, mudah dan dianjurkan yaitu
protoporphyrin zinc erythrocyte (ZEP).
Bila bayi dan anak diberi susu sapi sebagai menu utama dan
berlebihan sebaiknya dipikirkan melakukan skrining untuk deteksi
ADB dan segera memberi terapi.
3. Suplementasi besi
16
Bayi <1 kg: 4 mg/kgBB/hari, diberikan sejak usia 2 minggu
4. Bahan makanan yang sudah difortifikasi seperti susu formula untuk bayi
dan makanan pendamping ASI seperti sereal. (Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2009)
2.13 Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena
kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian
dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi
klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi. (Ketut,
2017)
17
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan
karena kekurangan besi yang digunakan untuk sintesis
hemoglobin. Penyebab anemia defisiensi besi ini dibagi
berdasarkan usia untuk mencari penyebab berdasarkan skala
prioritas dengan tujuan untuk menghemat biaya dan waktu. Faktor
yang berperan pada terjadinya anemia defisiensi besi yaitu
kebutuhan meningkat, kurangnya besi yang diserap, infeksi,
pendarahan saluran cerna dll.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena
cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.
Tatalaksana pengobatan anemia defisiensi besi adalah
dengan memperbaiki etiologi yang menjadi dasar terjadinya
anemia. Apabila terjadi anemia defisiensi besi maka segera obati
dengan menggunakan preparat besi dan dicari kausanya serta
pengobatan terhadap kausa ini harus juga dilakukan.
Dengan pengobatan yang tepat dan adekuat maka anemia
defisiensi besi ini dapat disembuhkan.
18
DAFTAR PUSTAKA
19