Anda di halaman 1dari 85

A

i
ADA APA DENGAN ANEMIA ?
Penulis :
Qorinah Estiningtyas Sakilah Adnani, SST., M.Keb., Ph.D
Dr.Sc. Dina Oktavia, S.Hut., M.Si
Lani Gumilang, SST., MM
Meylani Zakaria, S.Keb.,Bd
Ade Zayu Cempaka Sari, SST
Ira Nufus Khaerani, S.Tr. Keb, Bdn
Dr. Evi Novianti
Prof. Sunardi, Ph.D

Editor :
Dewi Susanti, SST, M.Keb
Dian Purnama, S.Pd

Desain Cover :
Apriliyanto Rhamadhan, S.Pd

Penata Letak :
Lila Andana Fitri, S.T.

ISBN : 978-623-5877-38-9 (PDF)

Diterbitkan oleh :
CV. Penulis Cerdas Indonesia
Anggota IKAPI No. 280/JTI/2021
Jalan Selat Karimata E6/No. 1
Kota Malang
E-mail: Idbookstore.official@gmail.com
Website: Idbookstore.id

Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang memperbanyak atau


memindahkan sebagian atau selurruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, bak
secara elektronis maupun mekanis, termasuk me-fotokopi, merekam, atau
dengan system penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.

ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan


rahmat serta hidayah- Nya sehinga buku dengan judul “Ada Apa Dengan
Anemia?” ini dapat diselesaikan. Buku ini diharapkan dapat membantu
para tenaga kesehatan dalam mengurangi kejadian anemia di Indonesia
yang masih relative banyak.

Dalam buku ini diringkas sebaik mungkin agar dapat dinikmati


oleh kalangan umum yang membahas informasi mengenai anemia,
yang di mulai dari konsep darah, pengertian anemia, bahan pangan
pencegahan anemia, dan faktor lingkungan terhadap kejadian anemia.

Disadari bahwa buku ini masih banyak kekurangannya, sehingga


kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan
demi penyempurnaan buku ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya buku ini
terutama kepada Universitas Padjadjaran yang telah memberikan
dukungan sehingga buku ini dapat diselesaikan.
Bandung, 2022

Penulis

iii
iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................ iii


DAFTAR ISI...................................................................................... v
PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB 1 KONSEP DARAH.................................................................. 7
A Komposisi Darah.................................................................. 7
B Karakteristik Darah.............................................................. 13
BAB 2 PENGERTIAN ANEMIA...................................................... 15
BAB 3 BAHAN PANGAN PENCEGAH ANEMIA........................ 39
A Bahan Pangan Pencegah Anemia................................... 39
BAB 4 FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP ANEMIA.... 65
A Soisiodemografi..................................................................... 65
B Lingkungan Pertanian........................................................... 66
C Polusi Udara.......................................................................... 68
BAB 5 PENUTUP.............................................................................. 71
A Simpulan................................................................................ 71
B Saran...................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 73

v
vi
PENDAHULUAN

Anemia merupakan keadaan dimana seseorang


memiliki kadar hemoglobin (Hb) <13g/dL pada laki-laki
atau <12g/dL pada perempuan. Penyakit ini merupakan
penyebab kecacatan tertinggi kedua di dunia. Sekitar
25% orang di dunia terkena anemia. Diperkirakan bahwa
setengah dari populasi penderita anemia tersebut terkena
Anemia Defisiensi Besi (ADB). ADB merupakan anemia
yang timbul akibat berkurangnya cadangan besi dalam
tubuh. Penyakit ini dikaitkan oleh kelompok berisiko yaitu
wanita, ibu hamil, anak balita-remaja, dan faktor sosio-
ekonomi yang rendah. Penyakit ini memiliki gejala klinis
seperti anemia pada umumnya dan dapat ditemukan gejala
khas seperti kuku sendok, stomatitis angularis, disfagia,
dan atropi papil lidah. Diagnosis dapat dilakukan melalui
pemeriksaan darah lengkap, apusan darah tepi, dan status
besi pada pasien. Prinsip utama dalam penanganan ADB
yaitu suplementasi zat besi dan atasi penyebab terjadinya
ADB, serta pemberian transfusi darah dengan indikasi
tertentu. Apabila ADB tidak ditangani dengan baik, penyakit
ini dapat menyebabkan gangguan pada kognitif, penurunan
aktivitas, dan perubahan tingkah laku pada pasien.1

Berdasarkan data World Health Organization (WHO)


2011, secara global prevalensi anemia pada ibu hamil di
seluruh dunia sebesar 38,2%, dengan prevalensi paling

1
tinggi di wilayah Asia Tenggara, yakni 48,7%. Berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi
anemia defisiensi besi pada ibu hamil di Indonesia adalah
48,9%, jumlah ini meningkat 11,8% jika dibandingkan
dengan angka di tahun 2013.2

Anemia defisiensi besi terjadi pada 75% kasus anemia


akibat defisiensi nutrisi. Tingginya prevalensi defisiensi
zat besi dan mikronutrien lain selama kehamilan di negara
berkembang masih menjadi masalah, dan anemia masih
menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas maternal
dan perinatal yang cukup sering. Anemia defisiensi besi
pada maternal dapat menyebabkan gangguan kinerja fisik,
kesulitan bernapas, kelelahan, palpitasi, kesulitan tidur,
penurunan kinerja kognitif, dan perilaku serta depresi
postpartum. Anemia pada kehamilan berhubungan dengan
peningkatan risiko preeklamsia, perdarahan pasca salin,
infeksi, dan lama rawat inap. Pada janin dan bayi yang
dilahirkan, anemia defisiensi besi dapat menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, berat badan lahir rendah, dan
kelahiran preterm. Besi juga bermanfaat untuk metabolisme
dan fungsi saraf. Anak yang lahir dengan defisiensi besi
berisiko mengalami kesulitan perkembangan kognitif,
sosialemosional, fungsi adaptif, dan motorik.2

Buku ini berisi beberapa informasi yang bermanfaat


bagi tenaga kesehatan tentang anemia. Adapun menu yang
terdapat di dalam buku sebagai berikut:

2
1. Konsep anemia
2. Bahan pangan pencegah anemia
3. Faktor lingkungan penyebab anemia.
Buku ini telah disesuaikan dengan kebutuhan
informasi tenaga kesehatan dan kondisi masyarakat
Indonesia yang telah diidentifikasi berdasarkan kajian
masalah yang telah dilakukan penulis dan diperuntukkan
untuk tenaga kesehatan khususnya bidan di Indonesia

Suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan kadar


hemoglobin pada tubuh disebut Anemia. Hemoglobin
merupakan metaloprotein, dimana protein berisikan zat besi
yang terdapat dalam eritrosit berperan untuk membawah
oksigen melalui paru-paru lalu mengalir ke sekujur tubuh.
Pengurangan zat besi untuk sintesis hemoglobin (Hb)
merupakan salah satu gejala anemia bernama anemia
defisiensi besi. Keadaan tubuh lemas termasuk gejala
anemia yang ditandai kondisi hiperdinamik yaitu detak
jantung kuat, cepat, telinga berdering, dan jantung berdebar.
Anemia defisiensi besi terjadi disebabkan oleh banyak
faktor seperti infeksi, zat besi tidak terpenuhi, perdarahan
saluran cerna, kebutuhan yang meningkat, dan lain-lain.
Ada beberapa cara untuk mendiagnosis anemia defisiensi
besi yaitu dengan cara pemeriksaan penunjang, pemeriksaan
fisik, dan anamnesis. Perawatan yang dapat dilakukan pada
pasien anemia defisiensi besi dengan memberikan zat besi
diminum secara langsung (oral), transfusi darah, serta
intramuskular.3

3
Hasil dari data World Health Organization menyatakan
salah satu penyebab angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
berkembang sangat tinggi sebabkan oleh pendarahan 28%.
Ibu hamil yang mengalami anemia dan kekurangan energi
kronik disebabkan oleh infeksi dan pendarahan. Populasi
dunia yang mengalami anemia terjadi sekitar 1,62 miliar,
dengan prevalensi 25,4% pada anak sekolah dasar, dan 305
juta anak sekolah dilaporkan menderita anemia di seluruh
dunia. Permasalahan gizi pada penduduk wanita di Asia
Tenggara yang berada pada rentang umur 10-19 (remaja)
menderita anemia defisiensi zat besi pada tingkat ringan
sampai berat sekitar 25-40%. Pengidap Anemia Defisiensi
Zat Besi di Amerika Serikat (AS) sangat tinggi pada wanita
usia 15 sampai 45 tahun sekitar 5% - 10% dan anak kecil
sekitar 20%. 3

Di indonesia penderita anemia pada ibu hamil


berjumlah 48,9% dan kelompok ibu hamil yang berumur
15-24 tahun menderita anemia sekitar 84,6% (Riskesdas,
2018). Menurut survei tahun 2008 yang dilakukan
oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang
mencakup dua provinsi diantaranya Jawa Tengah dan Jawa
Timur mencakup 10 kabupaten yang melaporkan 82%
remaja putri menderita anemia (Hb < 11,5 gr/dl). 3

Pada akhir masa bayi dan masa anak-anak awal


sering terjadi prevalensi tertinggi secara epidemiologi
disebabkan oleh defisiensi besi pada masa ibu mengandung

4
dan percepatan pertumbuhan pada masa kanak-kanak,
disertai makanan dan konsumsi susu formula dengan
asupan zat besi yang rendah. Selain itu, anemia defisiensi
besi (ADB) sering terjadi pada masa pubertas karena
percepatan pertumbuhan, tidak mencukupi asupan zat besi,
dan diperparah dengan keluarnya darah menstruasi pada
remaja perempuan. Prevalensi ADB diperlihatkan dari data
Survei Kesehatan Rumah Tangga 2007. 3

Prevalensi ADB pada anak di bawah usia 5 tahun


terjadi sekitar 40% sampai 45% di Indonesia. Survei
Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 memperlihatkan
bahwa prevalensi anemia defisiensi besi pada bayi usia 0-6
bulan dan 6-12 bulan, anak di bawah usia 5 tahun masing-
masing adalah 48,1%, 61,3%, dan 64 ,8%. 3

Efek kekurangan zat besi berhubungan faktor dasar


metabolisme besi dan nutrisi. Tubuh bayi baru lahir
terkandung 0,5 gram zat besi, sedangkan tubuh orang
dewasa mengandung 5 gram zat besi. Perubahan kadar zat
besi sejak lahir hingga dewasa berarti kehidupan seorang
anak semasa 15 tahun pertama yang sekitar 0,8 mg zat
besi harus diserap setiap harinya. Beberapa jumlah kecil
zat besi diperlukan untuk mengganti jumlah yang hilang
dalam proses kerusakan sel. Jadi sangat perlu penyerapan
sekitar 1 mg per hari untuk mempertahankan angka positif
sesuai usia anak. Jumlah zat besi yang perlu menyerap
dalam tubuh kurang dari 10% per hari, maka konsumsilah

5
makanan 8 sampai 10 mg zat besi setiap harinya yang
bermanfaat menjaga jumlah zat besi dalam tubuh. Pesatnya
pertumbuhan usia bayi yang dapat menyebabkan kesulitan
untuk mempertahankan kandungan zat besi sekitar 1 mg/L
dalam susu sapi atau air susu ibu pada tubuh bayi. Bayi yang
disusui oleh ibunya memiliki kelebihan, karena jumlah zat
besi yang terserap secara efektif 2 sampai 3 kali daripada
bayi yang mengkonsumsi susu sapi. 3

Taraf ekonomi dan sosial sangat berkaitan dengan


penyakit anemia defisiensi besi karena ADB sering terjadi
dari negara tropis hingga negara berkembang. Angka
penyakit anemia defisiensi besi banyak dialami oleh wanita
dengan jumlah 23,90% sedangkan pria 18,40%, dan mudah
terkena anak usia balita sampai anak remaja, dimana
perkotaan memiliki persentase rendah sekitar 20,60%
dibandingkan dengan pedesaan jumlah persentase yang
tinggi 22,80%. Resiko prevalensi Anemia defisiensi besi
di Afrika Selatan digolongkan menjadi beberapa kelompok
yaitu:
1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV 71,3%
2. Ibu hamil 60,6%
3. Perempuan dewasa 9,7% sampai 10,5%
4. Anak-anak dibawah 5 tahun 61,3%.
Di indonesia, Salah satu masalah kesehatan yang
umum terjadi di Indonesia adalah penyakit ADB dengan
prevalensi sekitar 16% sampai 50% pada pria, 25% sampai
48% pada wanita yang tidak hamil, dan 46% sampai 92%

6
pada wanita yang sedang hamil. Data lain melaporkan
prevalensi pada wanita yang sedang hamil cukup tinggi
yang sejumlah 45%, pada remaja sejumlah 5,8%, dan 15,8%
pada remaja perempuan yang berusia 12 sampai 15 tahun
dengan status sosial ekonomi cukup rendah. Berdasarkan
hasil data di atas, pentingnya masyarakat mempunyai
kesadaran untuk mengidentifikasi dan mengetahui tata cara
dalam menangani penyakit ADB dengan baik. 1
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu
upaya untuk meningkatkan pengetahuan terhadap anemia.
Peran tenaga kesehatan sangat diperlukan di sini untuk
meningkatkan capaian program vaksinasi dan menjamin
derajat kesehatan masyarakat Indonesia secara optimal.

1. Materi
a. Komposisi darah
b. Pengertian anemia
c. Bahan pangan pencegah anemia
d. Faktor lingkungan penyebab anemia

2. Tujuan
Tujuan penulisan buku ini adalah:
a. Memberikan informasi tentang komposisi darah kepada tenaga
kesehatan
b. Membantu memudahkan tenaga kesehatan untuk memahami
pengertian anemia
c. Memberikan informasi tentang bahan pangan pencegah anemia

7
d. Membantu memberikan informasi mengenai faktor lingkungan
penyebab anemia

3. Petunjuk Penggunaan Modul

Penggunaan buku ini adalah sebagai berikut:


a. Bacalah dan pahami setiap ulasan materi pada buku ini hingga
selesai
b. Kegiatan pemberian edukasi ini dilakukan oleh tenaga kesehatan
khususnya mahasiswa kebidanan

8
BAB 1 KONSEP DARAH

A. Komposisi darah

Cairan yang terdapat pada tubuh manusia atau


disebut dengan darah memiliki fungsi utama yaitu
mengirimkan oksigen diedarkan ke semua jaringan tubuh
yang membutuhkan sel darah. Fungsi lain dari darah
adalah nutrisi disuplai ke tubuh, diangkutnya zat sisa hasil
metabolisme, dan menyimpan berbagai macam komponen
sistem kekebalan yang dirancang untuk melindungi tubuh
dari bermacam-macam penyakit. Korpuskula 45% dan
Plasma darah 55% merupakan komposisi darah yang
terbentuk menjadi dua bagian besar. 4

Eritrosit atau sel darah merah berada di dalam


korpuskula dengan kandungan eritrosit sebanyak 90% yang
bekerja untuk mengangkut oksigen. Terdapat juga keping
darah atau trombosit sebanyak 0,6% sampai 1,0% di dalam
korpuskula, trombosit berfungsi untuk membantu proses
terjadinya pembekuan darah. Sel darah putih atau leukosit
juga berada di dalam korpuskula dengan kandungan 0,25%
berguna untuk menjaga imunitas tubuh dan mengatasi virus
atau bakteri yang mencoba menyerang tubuh. 4

9
Gambar 1.1 Komposisi Darah

Albumin berisikan larutan air, hormon berbagai jenis


protein, bahan pembeku darah, dan bermacam-macam
jenis garam, hal tersebut merupakan plasma darah. Warna
merah terang terjadi pada darah disebabkan adanya ikatan
oksigen. Penyebab darah yang berwarna merah berasal dari
hemoglobin, respiratory protein atau protein pernapasan
dengan bentuk heme yang berisikan zat besi, yang merupakan
tempat terikatnya molekul – molekul oksigen. Pada saat
pelepasan oksigen sel darah merah tidak berwarna merah
terang atau sedikit kehitam-hitaman dan pembuluh darah
serta kulit menjadi berwarna kebiruan. Perubahan warna
darah ini dapat digunakan dalam mengukur kejenuhan
oksigen pada darah arterial.4

Organ terbesar pada tubuh adalah darah, dengan


berat sekitar 5,5 kg dan volume lebih dari 5 liter dan bagi
pria dengan berat badan 70 kg. Fungsi organ lain dalam
tubuh dibantu oleh darah yang mengalir ke seluruh tubuh
manusia. Terdapat 3 jenis sel-sel darah pada darah perifer

10
normal yaitu eritrosit (sel darah merah) dan leukosit (sel
darah putih) dan platelet dimana ketiga komponen darah
menyatu pada plasma darah. 2

Konsentrasi yang dimiliki plasma darah sebanyak


50% sampai 60% jumlah volume darah. Na+ merupakan
kation terbesar pada plasma dan beberapa kation dengan
jumlah konsentrasi lebih kecil yaitu K+, Ca2+, Fe3+ dan
Mg2+. Albumin adalah protein yang memiliki komposisi
terbesar sebanyak 60% yang berada di dalam plasma darah
serta bertugas menyeimbangkan darah dan jaringan pada
osmotik. 2

Komposisi darah yang paling besar adalah sel darah


merah dengan jumlah 5x10 sel per liter darah dan volume
darah menjangkau 45%. Kurang lebih 2 sampai 3 juta sel
darah merah dibuat setiap detik. Eritrosit bertahan dalam
sirkulasi selama 120 hari sebelum diangkut pada limpa dan
diambil dari sel fagosit oleh sistem retikuloendotelial. Inti
sel tidak dimiliki oleh Eritrosit. Dengan bentuk sel darah
merah yang bikonkaf memberikan kemudahan menembus
ke membran kapiler yang paling kecil, dengan meningkatkan
luas permukaan, dapat memfasilitasi pertukaran gas dan
partikel di antara sel membran. Banyaknya hemoglobin
yang tiba ke permukaan sel yang disebabkan oleh hal
tersebut. 2

11
Pengangkutan oksigen dan karbondioksida dari paru-
paru ke jaringan merupakan proses sel darah merah. Tingkat
kemampuan sel darah merah diukur dengan pencapaiannya
untuk memasuki sistem mikrovaskulatur tanpa memberikan
defek mekanik. Oksigen yang diangkut oleh pigmen, serta
ditentukan takaran warna merah dari eritrosit merupakan
proses hemoglobin dalam sel darah merah. Heme dan
globin merupakan 2 komponen dari Hemoglobin, porfirin
dikandung oleh molekul besi disebut heme, dan senyawa
protein adalah globin. Setiap sel darah merah mengandung
kurang lebih 5-6 x 10 molekul hemoglobin. 2

Gambar 1.2 Eritrosit

Sel darah dengan jumlah terbesar yang berada di


posisi kedua adalah Trombosit, terhitung kurang lebih 150–
440x109 per liter darah. Dengan bentuk tidak bernukleus,
diskoid, dan sitoplasma granule termasuk trombosit dengan
bentuk normal. Lapisan luar membran kaya akan reseptor
dapat mendukung trombosit untuk melakukan berbagai
fungsi. Trombosit berisikan lapisan glikolipid, glikokaliks,

12
dan mukopolisakarida yang menyelubungi membran lemak
yang asimetris. Mikrotubulus dan aktin termasuk bagian
dari Sitoskeleton pada trombosit. Trombosit berawal dari
sel megakariosit berposisi di sumsum tulang dan telah
beredar selama 10 pada 12 hari.2

Pada sistem hemostasis trombosit memainkan peran


yang sangat utama. Trombosit tidak menempel secara
permanen pada sel endotel, tetapi kerusakan pada pembuluh
darah mengekspos matriks jaringan dan memungkinkan
trombosit untuk melekat, menyebabkan trombosit
mengeluarkan butiran yang memicu segala sesuatu yang
berhubungan dengan, pertumbuhan bekuan fibrin, dan
reaksi perdarahan.2

Gambar 1.3 Trombosit

Terdapat Leukosit yang kurang lebih 5x109 sel


darah putih per liter darah yang mana berisikan macam-
macam jenis sel berperan pada bagian oleh sistem imunitas,

13
bekerja baik secara spesifik maupun non-spesifik terhadap
organisme dan zat lain dari luar tubuh. Leukosit terbagi
menjadi lima jenis yaitu basofil, neutrofil, eosinofil,
limfosit, dan monosit. Basofil, neutrophil, dan eosinofil,
disebut granulosit karena memiliki butiran di sitoplasma.
Ketiga sel ini bereaksi cukup cepat pada zat lain berasal
dari luar.2

Granulosit mengandung sebanyak 50% sampai 75%


dari semua sel darah putih yang ada. Leukosit mononuklear
terkenal sebagai monosit dan limfosit karena polanya yang
tidak bersegmen, bulat, dan berinti. Azurophilic granules
merupakan sel yang mempunyai granul tipis dan terkecil.
Kedua sel ini lebih lambat dari tiga sel sebelumnya, tetapi
memiliki kemampuan lebih defensif. Monosit merupakan
sel fagosit tidak nonspesifik yang menyebar di aliran darah
dan menyerupai makrofag. 2

Gambar 1.4 Leukosit

14
B. Karakteristik Darah

Berikut ini beberapa penjelasan tentang ciri-ciri


umum pada darah seperti warna, viskositas, pH, volume,
dan komposisinya (Desmawati, 2013) :

1. Warna

Banyaknya O2 berhubungan dengan hemoglobin


pada eritrosit menyebabkan darah arteri berwarna merah
terang namun sebaliknya bila kekurangan O2 daripada
darah arteri dapat menyebabkan warna dari darah vena
lebih gelap atau tua.

2. Viskositas
Viskositas darah 3⁄4 lebih tinggi dari pada viskositas
air yaitu sebesar 1.048- 1.006. 3. pH pH darah bersifat
alkali dengan pH 7.35-7.45 (netral 7.00). 4. Volume Pada
orang dewasa volume darah sekitar 70-75 ml/kg BB, atau
sekitar 4-5 liter.

Secara umum darah bekerja untuk pertahanan,


transport (membawah), dan alat homeostasis. Namun,
fungsi darah terbagi menjadi beberapa bagian (Sadikin,
2002):

1. Membawa makanan melalui saluran pencernaan


dengan menyerap makanan dan mengedarkan ke
sekujur tubuh
2. Paru-paru mengambil O2 dan membawanya ke
seluruh tubuh.

15
3. Membawa bahan buangan dari jaringan ke alat
ekskresi misalnya ginjal, kulit, paru-paru, dan hati
yang kemudian disalurkan ke empedu dan saluran
pencernaan menjadi feses.
4. Bahan yang dibutuhkan dalam satu jaringan
diproduksi di jaringan lain sebagai alat transportasi
antar jaringan.
5. Menurut Sadikin (2002) menjaga homeostatis dalam
tubuh, seperti mengatur keseimbangan distribusi air,
menjaga suhu tubuh, dan menjaga keseimbangan
asam basa sehingga pH darah dan cairan tubuh lainnya
terjaga pada tingkat yang semestinya. Melindungi
tubuh dari serangan zat dan senyawa asing yang
umumnya dianggap berpotensi berbahaya.

16
BAB 2 PENGERTIAN ANEMIA

Anemia merupakan keadaan tubuh dimana kadar


Hb atau sel darah merah dibawah normal. Pria dan wanita
memiliki kadar hemoglobin normal yang tidak sama. 13
gr/dL merupakan kadar hemoglobin (Hb) secara normal
untuk pria berbeda dengan wanita yang mempunyai kadar
hemoglobin normal sekitar 12 gr/dL. Ketika kadar eritrosit
di dalam tubuh kurang dari normal, hal itu merupakan salah
kelainan darah umum atau disebut Anemia. Hal ini pada
akhirnya akan menimbulkan gangguan kesehatan akibatnya
kekurangan hemoglobin dalam darah akan mengganggu
suplai oksigen ke tubuh. 5

Proses penyakit yang biasanya tergolong akut atau


kronis adalah tanda dari anemia. Anemia akut berkembang
secara cepat, sedangkan anemia kronis berkembang dalam
jangka waktu yang lama. Anemia akut atau anemia kronis
dapat ditentukan dari gejalanya, anemia akut cenderung
berkembang secara tiba-tiba dan menjadi parah, sedangkan
anemia kronis bermula dari perlahan-lahan dan bertingkat-
tingkat. Kelelahan, denyut nadi cepat, tanda dan gejala
hiperdinamik seperti tinnitus, denyut nadi terasa kuat, dan
jantung berdebar merupakan gejala utama dari anemia. 5

Anemia berat dapat menyebabkan kelesuan,


kebingungan, dan penyakit yang mengancam jiwa seperti
angina pektoris, gagal jantung, infark miokard, dan aritmia.

17
Zat besi, protoporphyrin, dan protein (globin) memiliki
fungsi utama untuk membentuk Hb, hal ini merupakan
proses mekanisme metabolisme zat besi yang ada di dalam
tubuh. Selain itu, zat besi hadir dalam beberapa enzim
yang terlibat dalam sintesis DNA, metabolisme oksidatif,
proses katabolik, dan neurotransmiter. Zat besi dalam
tubuh diklasifikasikan menjadi dua jenis, menurut bentuk
ikatan dan fungsinya diantaranya zat besi (heme-protein)
membentuk ikatan heme dengan protein sedangkan
penyimpanan dan transportasi besi (non heme iron).6

Kekurangan zat besi dapat disebabkan oleh defisiensi


besi yaitu penurunan jumlah total zat besi pada tubuh.
Penyebab terjadinya ADB pada saat asupan zat besi tidak
terpenuhi akibatnya mengganggu produksi eritrosit dan
membentuk anemia. Kondisi ini dapat menyebabkan
tubuh merasa lelah yang dapat menghambat aktivitas
dan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan
anak. Kapasitas penyerapan zat besi, diit kaya zat besi,
peningkatan kebutuhan zat besi, dan jumlah yang hilang
merupakan hal yang sangat menentukan terjadinya ADB.3

Kurangnya asupan zat besi ke dalam tubuh adalah


penyebab utama dari anemia. Sel darah merah hemoglobin
mengandung sebanyak dua pertiga zat besi pada tubuh.
Faktor gaya hidup misalnya mengonsumsi minuman alkohol,
melewatkan sarapan pagi, merokok, kondisi ekonomi dan
jumlah penduduk, umur, pendidikan, wilayah, dan gender
merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya

18
anemia. Penyebab lainnya seperti meningkatnya kebutuhan
zat besi, asupan makanan zat besi yang tidak mencukupi,
perdarahan saluran cerna, infeksi, dan lain-lain merupakan
gejala ADB. Penyebab ADB terjadi disebabkan dari
beberapa hal yaitu perdarahan saluran cerna, kurangnya zat
besi (Fe) yang diserap, kebutuhan yang meningkat, adanya
infeksi. 7

Tubuh yang kurang mengkonsumsi asupan zat besi


dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan terganggu
baik pada sel otak dan sel tubuh. Jika kadar hemoglobin
mengalami penurunan pada darah memungkinkan
kondisi tubuh menjadi letih, lelah, lemas, lesu, serta
pelupa. Akibatnya dapat mengganggu kemampuan
belajar, olahraga, dan produktivitas pekerjaan. ADB juga
mengurangi metabolisme dan membuatnya rentan terhadap
infeksi. Pengetahuan untuk mencegah penyakit anemia
masih terasa kurang dan masih banyaknya masyarakat
yang tidak memperdulikan penyakit tersebut. Karena
kurangnya pengetahuan, bahan gizi yang tersedia tidak
dikonsumsi secara optimal. Pemilihan makanan yang
salah dan kebiasaan makan mempengaruhi perkembangan
anemia. Kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh pola
makan yang teratur, dengan pengetahuan tinggi tentang
anemia masyarakat menyadari betapa pentingnya menjaga
pola makan. Sayur-sayuran adalah sumber makanan yang
banyak mengandung zat besi sehingga dapat mengatasi
penyakit anemia.7

19
Perlunya penanganan dalam mengatasi masalah
anemia khususnya pada remaja. Peraturan dan arahan
menteri kesehatan menerapkan terapi farmakologi pada
wanita usia dini atau remaja diharuskan mengkonsumsi
tablet tambah darah yang mengandung 60 mg FeSO4
dan asam folat (0,400mg) diminum seminggu sekali dan
setiap hari selama menstruasi, berbeda dengan terapi non
farmakologi dilakukan oleh remaja dengan cara menyantap
sayur, buah, kurma, daun kelor, dan teh rosella. Para remaja
dapat mengkonsumsi bahan-bahan ini dan dapat diolah
menjadi jus, puding, dan seduhan teh.8

Perlunya mencari penyebab terjadinya anemia karena


penderita anemia mengalami kondisi tubuh yang abnormal.
Anamnesis, pemeriksaan fisik, serta tes laboratorium
sederhana sangat bermanfaat pada evaluasi pasien anemia.6

Beberapa penyebab kekurangan besi : 3

1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis

a. Pertumbuhan
Bertambahnya kasus ADB terjadi, ketika
peningkatan kebutuhan besi berada pada periode
pertumbuhan pesat saat masa remaja dan usia satu
tahun pertama. Bayi yang berusia 1 tahun, berat
badannya meningkat 3 kali lipat dibandingkan saat
lahir, dan massa Hb dalam aliran darah meningkat 2
kali lipat. Pertumbuhan pada anak prematur cukup
besar disebabkan oleh berat badan meningkat 6 kali

20
lipat dan massa Hb dalam peredaran darah dapat
mencapai 3 kali lipat dibandingkan saat lahir pada
usia 1 tahun.

b. Menstruasi
Menstruasi pada remaja perempuan sering
mengalami kekurangan zat besi karena kehilangan
darah.

2. Kurangnya besi yang diserap

a. Masukan besi dan makanan yang tidak adekuat


Makanan kaya akan zat besi dibutuhkan oleh
anak bayi di tahun pertama kehidupannya. Selama
tahun pertama, bayi baru lahir menyerap sekitar 200
mg zat besi (0,5 mg/hari), yang utama digunakan
untuk pertumbuhan. Penderita kekurangan besi
jarang terjadi pada bayi yang diberi air susu ibu
eksklusif di bulan pertama karena zat besi pada air
susu ibu menyerap lebih mudah dibandingkan pada
susu formula. Diperkirakan bayi menyerap sekitar
40% ASI, sedangkan PASI 10% zat besi yang dapat
terserap. Bayi yang lebih banyak mengkonsumsi susu
sapi daripada air susu ibu memiliki risiko anemia
defisiensi besi lebih tinggi.

b. Malabsorpsi besi
Malabsorpsi besi merupakan kondisi yang dialami
anak gizi buruk ketika terjadi perubahan fungsional
dan histologis pada mukosa usus. Penderita yang

21
sudah menjalani gastrektomi parsial dan mengalami
ADB, bahkan jika pasien mendapatkan cukup zat
besi. Hal tersebut terjadi karena makanan dan asam
lambung lebih cepat melewati usus kecil posisi atas,
yang merupakan tempat khusus absorbsi zat besi
heme dan non-heme.

3. Perdarahan
Penyebab terjadinya anemia defisiensi besi
dikarenakan kekurangan darah akibat pendarahan sehingga
mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan
0,5 mg zat besi diakibatkan kekurangan 1 ml darah,
sehingga 3 sampai 4 ml/hari (1,5 sampai 2 mg) darah dapat
menyebabkan keseimbangan zat besi negatif. Milk induced
enteropathy, ulkus peptikum, dan perdarahan saluran cerna
merupakan bentuk dari pendarahan yang disebabkan oleh
obat-obatan (anti inflamasi non steroid, indometasin,
kortikosteroid, dan asam asetil salisilat) dan juga infeksi
cacing (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)
yang usus halus bagian proksimal diserang dan darah dari
pembuluh darah submukosa usus dihisap.3

4. Transfusi feto-maternal
Anemia defisiensi besi disebabkan kebocoran kronis
darah ke dalam sirkulasi ibu pada tahap akhir fetus dan
awal neonatus.

22
5. Hemoglobinuria
Situasi ini biasanya terjadi pada anak-anak dengan
katup jantung buatan. Pada hemoglobinuria nokturnal
paroksismal (PNH), rata-rata 1,8 sampai 7,8 mg zat besi
diekskresikan dalam urin per hari.

6. Iatrogenic blood loss


Pada anak-anak yang mungkin menerima darah vena
dalam jumlah besar untuk pengujian laboratorium dan yang
berisiko mengalami ADB

7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis


Penyakit Idiopathic pulmonary hemosiderosis jarang
ditemui pada masyarakat. Adapun gejala dari penyakit ini
yaitu pendarahan paru yang parah dan terjadi berkali-kali
disertai hilangnya timbul infiltrat pada paru. Keadaan ini
dapat menyebabkan kadar Hb turun tajam menjadi 1,5
sampai 3 g/dL dalam sehari.

8. Latihan yang berlebihan


Di antara atlet yang terlibat dalam olahraga berat
misalnya ski lintas alam, kadar feritin serum pada remaja
< 10 ug/dl pada remaja laki-laki yang kurang lebih 17%
sedangkan remaja perempuan sekitar 40%. Kondisi
saluran cerna mengalami perdarahan yang tidak terlihat
menyebabkan iskemia yang hilang timbul pada usus yang
50% terjadi pada atlet pelari selama melakukan latihan
berat.3

23
ANEMIA DALAM
KEHAMILAN DAN NIFAS
Anemia merupakan suatu keadaan tubuh di mana
sel darah merah tidak mencukupi mengantarkan oksigen
ke jaringan. Karena anemia sulit diukur, anemia dapat
didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) yang
lebih rendah dari normal, jumlah sel darah merah, dan nilai
normal hematokrit (Hct). Menurut WHO, anemia selama
kehamilan didefinisikan sebagai hematokrit (Ht) <33% atau
hemoglobin (Hb) <11 g/dL, dan anemia postpartum sebagai
Hb <10 g/dL. 1 Centers for Disease Control and Prevention
berpendapat bahwa anemia sebagai kondisi dengan nilai Hb
<11 g/dL pada trimester pertama dan ketiga, Hb <10,5 g/dL
pada trimester kedua dan <10 g/dL postpartum. 2

Ada beberapa kondisi yang dapat menaikkan risiko


anemia selama kehamilan, antara lain: 2

1) Asupan
Ibu hamil dapat beresiko terkena penyakit anemia
yang bersumber dari asupan nutrisi. Perubahan fisiologis
pada ibu yang memerlukan banyak zat gizi, maka perlu
kurangnya vitamin B12 dan asam folat yang masih sering
dialami oleh ibu yang sedang mengandung. Oleh sebab itu,
untuk mencegah anemia pada ibu hamil dianjurkan untuk
mengonsumsi makanan dengan berbagai nilai gizi, terutama
zat besi, vitamin B12, dan asam folat.

24
2) Diabetes Gestasional
Hiperglikemia merupakan kondisi transferrin
sebagai respon terhadap meningkatnaya kebutuhan besi
janin mengalami hiperglikosilasi, sehingga tidak dapat
berfungsi secara optimal. Akibatnya, transfer zat besi ke
janin mengalami penurunan, dan produksi sel darah merah
khusus menggunakan zat besi, hal tersebut tidak dapat
mencukupi kebutuhan organ janin yang sedang berkembang.
Satu studi menemukan bahwa sekitar 40% sampai 90% zat
besi mengalami pengurangan di organ bayi baru lahir dari
ibu yang menderita diabetes.

3) Kehamilan multipel
Dalam kasus kehamilan kembar atau multipel,
kebutuhan zat besi lebih tinggi daripada kasus kehamilan
tunggal. Ibu hamil anak kembar lebih mengalami kenaikan
berat badan daripada ibu hamil tunggal dengan adanya
kemungkinan naiknya kadar mediator inflamasi sistemik
seperti IL-6, yang dapat meningkatkan kebutuhan zat besi.
Hal ini menempatkan ibu hamil kembar dapat berisiko
kekurangan zat besi yang lebih besar.

4) Kehamilan remaja
Beberapa faktor yang menyebabkan anemia pada
kehamilan remaja putri seperti penyakit genetik, infeksi,
atau status gizi yang tidak adekuat. Masa remaja telah
terbukti menjadi periode sensitif untuk kekurangan gizi.
Meningkatnya risiko anemia pada usia muda disebabkan
kebutuhan zat besi pada fase pertumbuhan dan perkembangan

25
yang belum selesai. Menurut sebuah penelitian di Amerika,
hingga 9% sampai 13% anak muda mengalami anemia pada
trimester pertama, dan naik menjadi 57% sampai 66% pada
trimester ketiga.

Macam-macam anemia dalam kehamilan dan nifas :2

a) Anemia karena Perdarahan2


- Anemia akibat perdarahan dapat terjadi pada
masa kehamilan, tetapi sering dialami setelah melahirkan.
Penyebab paling umum dari perdarahan antepartum
yaitu plasenta previa, solusio plasenta dan perdarahan
gastrointestinal karena inflamasi. Peningkatan risiko
kelahiran prematur disebabkan oleh anemia berat
karena kekurangan darah masa kehamilan. Anemia yang
tergolong berat juga dapat meningkatkan risiko anemia
pasca persalinan dan kebutuhan transfusi darah ibu saat
melahirkan.

- Pada umumnya setelah persalinan dalam 40 hari,


tubuh dapat mengkompensasi hingga 30% pengurangan
darah dari volume keseluruhan darah yang kurang lebih 15
ml/kg berat badan. Peningkatan morbiditas dan mortalitas
maternal dapat terjadi ketika tubuh kekurangan darah lebih
dari 1000 ml. Di negara berkembang, mortalitas maternal
yang paling umum terjadi disebabkan oleh perdarahan
pasca salin. Manajemen aktif kala III dapat mencegah
kematian ibu yang disebabkan oleh pendarahan dengan
cara memberi agen obat uterotonika dan resusitasi cairan,

26
transfusi darah, dan intervensi bedah. Beberapa metode
dapat memperkirakan jumlah darah yang hilang, khususnya
metode pengukuran langsung dan juga memeriksa
perbedaan nilai konsentrasi hemoglobin dan hematokrit

b) Anemia Hipoproliferatif 2

1. Anemia Defisiensi Besi


Ketika masa mengandung penyakit anemia
yang sering terjadi yaitu anemia defisiensi besi yang
disebabkan adanya perubahan fisiologis pada ibu.
Dapat dilihat detail lebih lanjut di Bab VII.

2. Defisiensi Asam Folat

Di negara industril sedikit dari masyarakat


mengalami penyakit defisiensi asam folat yang dapat
memicu terjadinya anemia tetapi penyakit tersebut
juga dapat dialami oleh wanita yang menyalahgunakan
minuman keras, diet tidak seimbang, dan malabsorpsi.
Adanya beberapa gejala yang menunjukan pada awal
kehamilan (selain gejala anemia yang biasa) termasuk
kehilangan nafsu makan, mual, muntah yang
diperburuk dengan perkembangan anemia. Dalam
beberapa kasus, trombositopenia dan leukopenia
dapat terjadi.

3. Defisiensi Vitamin B12


Pada kehamilan, kekurangan vitamin B12
anemia jarang diakibatkan oleh kekurangan vitamin

27
B12. Defisiensi faktor intrinsik dapat menyebabkan
beberapa terjadinya anemia misalnya operasi
lambung sebelumnya, malabsorpsi sekunder, dan
peradangan gastrointestinal kronis. Adapun beberapa
gejala lain dari defisiensi vitamin B12, selain
penderita mengalami anemia makrositik termasuk
defisit neuropsikiatri seperti otot yang lemah, mudah
marah, depresi, rasa kebas, dan paraesthesia. Kadar
vitamin B12 rendah pada Ibu hamil dapat berisiko
mengalami berbagai komplikasi kehamilan, termasuk
neural tube defect atau cacat tabung saraf, keguguran
spontan, IUGR, dan bayi berat lahir rendah. Anemia,
Abnormalitas kognitif, dan diabetes tipe 2 di
kemudian hari merupakan risiko yang dapat dialami
oleh anak dari ibu yang kekurangan vitamin B12.
Kekurangan vitamin B6 harus dipertimbangkan pada
wanita hamil dengan anemia yang tidak responsif
pada suplemen zat besi. Plasenta yang memproduksi
alkaline phosphatase dapat mempengaruhi kadar
vitamin B6 selama kehamilan. Kekurangan vitamin
B6 dapat memicu terjadinya enzimatik sintesis
heme dan penggunaan besi dalam sel eritropoietik.
Kedua zat gizi mikro (mikronutrien) yang kurang
dapat mengakibatkan pemeriksaan gambaran darah
tepi sulit dibedakan dan memicu penyakit anemia
mikrositik hipokrom, maka dari itu pemeriksaan
kadar keduanya untuk membuat diagnosis yang benar
perlu dilakukan.

28
c) Anemia Akibat Proses Inflamasi 2
Anemia dapat disebabkan oleh infeksi parasit
dan bakteri (pielonefritis akut), infeksi virus kronis
(human immunodeficiency virus), dan penyakit radang
kronis yang mempengaruhi pencernaan (penyakit
Crohn dan kolitis ulseratif). Anemia terjadi akibat
penghambatan hematopoiesis yang dimediasi sitokin dan
berkurangnya pelepasan besi ke dalam eritrosit dari sistem
retikuloendotelial. Bakteri seperti Staphylococcus memakai
zat besi untuk memberi reaksi enzimatiknya. Pengambilan
zat besi tidak hanya dari perusakan transferin tetapi juga
dari sel darah merah sesudah perusakan oleh molekul heme.

Patofisiologi
Bersama dengan protein (globin), protoporphyrin, dan
zat besi berperan penting untuk membentuk hemoglobin. Zat
besi juga ditemukan di berbagai enzim yang terlibat dalam
sintesis DNA, metabolisme oksidatif, neurotransmiter, dan
proses katabolisme. 6

Menurut bentuk dan fungsi ikatannya, besi terbagi


menjadi dua jenis di dalam tubuh, yaitu:

1) Sekitar 10% zat besi yang membentuk ikatan heme


pada protein (protein heme) berasal dari makanan.
Zat besi ini dapat diserap secara langsung, terlepas
dari simpanan zat besi tubuh, asam lambung, atau zat
yang tertelan.

29
2) Penyimpanan dan pengangkutan zat besi (non heme
iron) kurang lebih 90% diperoleh dari makanan, yaitu
dalam bentuk Fe3+ atau senyawa zat besi inorganik,
sehingga diserap di usus, zat besi harus terlebih
dahulu diubah menjadi bentuk Fe2+ atau fero seperti
zat besi non heme adalah ferritin dan hemosiderin. 6

Penyerapan zat besi dalam tubuh terjadi terutama


di mukosa usus duodenum ke bagian tengah jejunum.
Penyerapan zat besi meningkat pada kondisi asam,
kekurangan zat besi, dan kehamilan, sedangkan penyerapan
menurun pada kondisi basa, infeksi, makanan yang
mengandung phytat, dan adanya kelebihan zat besi. 6

Ada tiga tahap dalam proses terjadinya ADB, yaitu:

1) Stadium I (deplesi besi) dengan kondisi cadangan


besi dengan gejala kurangnya serum ferritin (<10-
12μg/L), sedangkan pemeriksaan Hemoglobin dan
zat besi tetap normal.

2) Tahap II (defisiensi besi tanpa anemia ) terjadi ketika


simpanan zat besi habis, kadar besi serum turun, dan
kadar hemoglobin tetap normal. Tes laboratorium
menunjukkan kurangnya serum iron (SI) dan saturasi
transferrin, sedangkan terjadi peningkatan total iron
binding capacity (TIBC).

3) Stadium III (anemia defisiensi besi) dengan


gejala penurunan hemoglobin, mean corpuscular

30
haemoglobin, mean corpuscular volume, pada kasus
berat mean corpuscular hemoglobin concentration,
hematokrit dan free erythrocyte protoporphyrin (FEP)
meningkat. 6

Hipokromia dan mikrositosis menunjukan gambaran


darah tepi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
defisiensi besi :

1) Meningkatnya kebutuhan pada usia 1 tahun pertama


dan pubertas saat berat badan anak meningkat pesat,
bisa mencapai 6 kali lipat dari berat badan lahir,
pada periode tersebut merupakan pertumbuhan
pesat. Remaja mengalami perubahan hormonal yang
berujung pada menstruasi.

2) Kekurangan zat besi yang diserap, banyaknya


makanan bayi yang tidak mengandung daging,
sehingga sebagian besar zat besi dalam makanannya
adalah non-heme, oleh karena itu penyerapannya
sangat dipengaruhi oleh faktor makanan. Anak-anak
yang kekurangan gizi mengalami perubahan histologis
dan fungsional pada mukosa usus, menyebabkan
gejala malabsorpsi, enteritis dan atrofi vili usus yang
dapat menyebabkan komplikasi penyerapan zat besi.

3) Di negara yang sedang berkembang, beberapa


infeksi yang mudah dan sering dialami oleh bayi
dan anak seperti infeksi kronis yang disebabkan
oleh tuberkulosis, infeksi pernafasan, infeksi parasit,

31
diare, dan sebagainya. Selama infeksi, zat besi banyak
digunakan dalam sistem kekebalan tubuh, yaitu dalam
aktivitas fagositosis neutrofil dan proliferasi limfosit.

4) Perdarahan gastrointestinal (saluran cerna) pada


anak-anak paling sering terjadi yang disebabkan
oleh infeksi cacing tambang atau parasit lainnya.
Alergi protein sapi, divertikulum Meckel, duplikasi
usus, telangiektasi hemoragik, dan polip usus dapat
menyebabkan perdarahan gastrointestinal pada bayi. 6

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada defisiensi besi yang progresif terjadi perubahan
nilai hematologi dan biokimia. Hal pertama yang terjadi
adalah penurunan cadangan zat besi pada jaringan. Melalui
serum ferritin yang menurun akan menunjukan terjadinya
proses penurunan ini, yang mana besi diikat dengan protein
sebagai cadangan di dalam tubuh. Kemudian jumlah zat
besi dalam serum menurun, daya muat pengikatan besi dari
serum (serum transferin) meningkat, dan saturasi transferin
turun di bawah normal.3

Besi dan protoporfirin akan mengalami kegagalan


membentuk heme saat simpanan menurun. Free erythrocyte
protoporphyrins (FEP) terkumpul dan sintesis hemoglobin
dapat terganggu. Pada tahap ini, kekurangan zat besi
berkembang menjadi anemia defisiensi besi. Karena jumlah
hemoglobin (Hb) di setiap sel berkurang, sel darah merah

32
menjadi lebih kecil. Perubahan morfologis ini paling sering
terlihat terkait dengan penurunan mean corpuscular volume
dan mean corpuscular hemoglobin. Perubahan variasi
ukuran eritrosit terjadi ketika normosit digantikan oleh
mikrositik, perbedaan terlihat pada peningkatan red blood
cell distribution width (RDW). Jumlah sel darah merah
juga berkurang dan persentase retikulosit sedikit meningkat
atau mungkin normal. Sampel darah menunjukkan sel
darah merah hipokromik dan mikrositik dengan variasi
sel yang persisten. Sel darah berbentuk elips atau cerutu
sering terlihat. Deteksi peningkatan reseptor transferin dan
penurunan konsentrasi hemoglobin retikulosit mendukung
diagnosis.3

Jumlah sel darah putih normal, trombositosis juga


sering terlihat. Terkadang trombositopenia terjadi dengan
kekurangan zat besi yang sangat parah dan karena itu
dikacaukan dengan kelainan sumsum tulang. Feses harus
selalu diperiksa untuk memperhatikan perdarahan di
saluran cerna sehingga eksklusi perdarahan sebagai akibat
dari defisiensi besi.3

Hitung darah lengkap biasanya menunjukkan


anemia mikrositer dengan adanya peningkatan red blood
cell distribution width, red blood cell, white blood cells,
dan meningkatnya jumlah platelet atau kadar normal. Tes
laboratorium lainnya, misalnya penurunan serum besi,
penurunan ferritin, dan peningkatan daya muat pengikatan
besi, biasanya tidak diperlukan, selain adanya anemia berat

33
yang membutuhkan diagnosis cepat, komplikasi, atau
anemia yang tidak responsif terhadap terapi besi. 3

DIAGNOSIS
Diagnosis anemia defisiensi ditegakkan berdasarkan:

1) Anamnesis untuk mencari faktor etiologi dan


predisposisi diantaranya bayi prematur, bayi berat
lahir rendah, bayi baru lahir dari ibu anemia, bayi
diberi susu sapi sebelum 1 tahun dan sebagainya.

2) Pada tes fisik, gejala pucat kronis dapat terlihat


tanpa organomegali, seperti hepatomegaliy dan
splenomegaly.

3) Tes laboratorium, diantaranya pemeriksaan darah


rutin seperti Hemoglobin, Packed cell volume,
leukosit, jumlah trombosit, serta indeks eritrosit,
saturasi morfologi darah tepi, retikulosit, dan
kandungan besi (ferritin, TIBC, Fe serum, transferrin,
Free Erythrocyte Protoporphyrin (FEP), ferritin).
Pada anemia defisiensi besi, nilai indeks eritrosit
yang terdiri dari penurunan mean corpuscular values,
mean corpuscular hemoglobin, pada kondisi berat
akan menurunkan mean corpuscular hemoglobin
concentration, dan red cell distribution width
mengalami peningkatan. Deskripsi morfologi seperti

34
mikrositik, hipokrom, anisositik hipokrom yang
terdapat pada darah tepi biasanya dialami oleh anemia
defisiensi besi, talasemia, dan infeksi kronis. 6

Diagnosis anemia defisiensi besi didasarkan pada


hasil penemuan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan temuan
laboratorium yang dapat mendukung gejala klinis yang
seringkali abnormal. Beberapa kriteria diagnosis digunakan
untuk mendefinisikan anemia defisiensi besi. Kriteria
diagnosis anemia defisiensi besi menurut World Health
Organization (WHO) :6

1) Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia


2) Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (N : 32-35%)
3) Kadar Fe serum <50 ug/dl (N : 80 – 180 ug/dl)
4) Saturasi transferin <15 % (N ; 20 – 50%)

Cook dan Monsen berpendapat bahwa dasar diagnosis


anemia defisiensi besi terdiri dari :

1) Anemia hipokrom mikrositik


2) Saturasi transferin <16%
3) Nilai FEP >100 ug/dl
4) Kadar feritin serum <12 ug/dl

Dengan tujuan diagnosis, setidaknya 2 atau 3 kriteria


yang wajib terpenuhi diantaranya: saturasi transferin, feritin
serum, dan free erythrocyte porphyrin

Menurut Lanzkowsky, anemia defisiensi besi dapat


ditemukan dengan cara :

35
1) Tes hapusan darah tepi hipokrom mikrositer
mengkonfirmasi penurunan mean corpuscular
values, mean corpuscular hemoglobin, dan mean
corpuscular hemoglobin concentration.
2) Red cell distribution width (RDW) > 17%
3) Free erythrocyte porphyrin meningkat
4) Feritin serum menurun
5) Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST < 10%
6) Respon terhadap pemberian preparat besi.
a. Retikulositosis mencapai pundak pada hari ke
5 – 10 setelah pemberian besi
b. Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25 –
0,4 g/dl/ hari atau PCV meningkat 1% / hari.
7) Sumsum tulang
a. Tertundanya maturasi sitoplasma
b. Pada pewarnaan sumsum tulang tidak
ditemukan besi atau besi berkurang

36
Pengaruh Anemia
Terhadap Kehamilan
A. Maternal

Transfusi darah, infeksi postpartum, perdarahan


antepartum, dan perdarahan merupakan komplikasi yang
berkaitan dengan Ibu penderita anemia. Hal ini disebabkan
toleransi yang rendah resiko dari jumlah banyaknya
darah terkuras selama persalinan dan peningkatan risiko
infeksi. Kadar besi juga berkaitan dengan perkembangan
preeklampsia. Peningkatan risiko preeklampsia disebabkan
oleh perubahan bentuk dan fungsi plasenta pada penderita
ADB. Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa kadar zat
besi serum antara 21 sampai 80 µg/dL bagi usia janin 10
dan 14 minggu adalah 2,19 berkali lipat lebih mungkin
untuk mengalami risiko hipertensi selama kehamilan
dibandingkan dengan wanita hamil dengan kadar zat besi
serum >121 µg/dL. Selain itu, ibu hamil penderita anemia
memiliki peningkatan risiko terkena kardiovaskular dengan
jangka pendek, misalnya gagal jantung selama mengandung
dalam jangka panjang setelah melahirkan. 2

B. Plasenta

Kadar besi mempengaruhi kesehatan dan fungsi


plasenta. Bersama dengan asam folat dan zinc, zat besi
memiliki fungsi penting untuk membangkitkan tindakan

37
superoksida dismutase. Superoksida dismutase adalah
antioksidan yang menangkal efek negatif dari radikal
bebas berlebih di unit fetoplasenta. Angiogenesis,
vaskulogenesis dan perkembangan plasenta dipengaruhi
oleh kurangnya zat besi dengan atau tanpa adanya anemia.
Pemicu angiogenesis plasenta disebabkan rendahnya kadar
ferritin pada awal kehamilan, sedangkan hipertrofi plasenta
dipicu oleh anemia pada kehamilan dan peningkatan
kapilaritas untuk meningkatkan vaskularisasi plasenta.
Ini menjelaskan bahwa kekurangan zat besi, anemia dan
hipoksia menginduksi mekanisme kompensasi plasenta dan
terutama angiogenesis.2

Peran plasenta juga dapat dipengaruhi oleh


kekurangan zat besi. Ibu yang kekurangan zat besi memiliki
risiko mengalami peningkatan kadar leptin, sitokin
proinflamasi, dan TNF-α di plasenta. Hal tersebut dapat
meningkatkan risiko gangguan pada ibu hamil misalnya
kelahiran prematur, terhambatnya pertumbuhan janin,
dan preeklampsia. Pemindahan nutrien misalnya asam
amino, kolesterol dan triasilgliserol dari plasenta ke janin
berkurang, sehingga janin kekurangan nutrisi tersebut.2

C. Janin

Sejak awal kehamilan, ibu penderita ADB memiliki


korelasi negatif dengan berat dan maturitas janin. Tinjauan
sistematis dan meta-analisis menunjukkan bahwa kadar
hemoglobin trimester pertama <11 g/dL dapat berisiko

38
BAB 3 BAHAN PANGAN
kelahiran PENCEGAH
prematur, berat badan ANEMIA
lahir rendah dan small for
gestational age. Dengan nilai hemoglobin <9,0 g/dL, risiko
gangguan pada kandungan ibu hamil juga meningkat dengan
kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan small for
gestational age. Pada trimester ketiga, kadar hemoglobin
<10 g/dL meningkatkan risiko kelahiran prematur 2 kali
lipat dan 3 kali lipat pada bayi lahir dengan berat badan
rendah.2

Jika Hemoglobin tetap menurun, akibat kelahiran


prematur adalah 60% jika hemoglobin <9,0 g/dL. Zat besi
sangat berguna untuk perkembangan organ janin, antara lain
hati, otak, dan ginjal. Kekurangan zat besi pada trimester
ketiga menyebabkan perubahan struktur otak bayi baru
lahir, yaitu susunan dendrit yang lebih sederhana. Struktur
hipokampus memediasi proses memori, yang mana memiliki
metabolisme tinggi selama perkembangan organ janin dan
bayi baru lahir, sehingga sangat mudah terkena kekurangan
zat yang mendukung metabolisme energi. Kemudian
ada fungsi zat besi pada perkembangan otak janin yang
menunjukkan pentingnya memenuhi kebutuhan zat besi di
awal kehamilan. Anak-anak yang lahir dengan simpanan
zat besi rendah memiliki simpanan zat besi yang rendah
pada usia 6 sampai 9 bulan dan berisiko tinggi kekurangan
zat besi. Adapun efek jangka panjang yang dimiliki oleh
penderita defisiensi besi, yaitu, neurotransmiter, proses
mielinisasi, dan perkembangan struktur otak. Penderita
defisiensi besi pada janin dan neonatu memicu komplikasi

39
neurokognitif dan neurobehavioral dalam jangka panjang,
meskipun pada usia 9 bulan memiliki simpanan zat besi
yang cukup.2

Kadar zat besi yang rendah pada neonatus dapat


merusak daya ingat pada usia 3,5-4 tahun. Studi tersebut
menunjukkan bahwa pada anak usia 5 tahun kadar ferritin
tali pusat <7,6 mikrog/L dikaitkan dengan komplikasi
bahasa dan kontrol motorik halus. Gejala perkembangan
saraf seperti terlambat memproses informasi, gangguan
motorik dandisfungsi sosial, dan depresi dan kecemasan
pada orang dewasa disebabkan oleh regulasi genetik dari
kekurangan zat besi prenatal yang berlanjut hingga dewasa.2

40
A. Bahan Pangan Pencegah Anemia

Kadar Hemoglobin pada tubuh dapat ditingkatkan


dengan cara memperbanyak mengkonsumsi makanan
yang kaya akan gizi, yaitu konsumsi makanan kaya zat
besi dari makanan nabati seperti tempe, kacang-kacangan,
dan sayuran warna hijau ditambah dengan bahan makanan
hewani seperti telur, hati, ayam, ikan, dan daging. Seafood,
kacang-kacangan, telur, sayuran hijau, buncis, dan daging
berwarna merah seperti domba, sapi, dan kambing
merupakan sumber dari zat besi, sedangkan sayuran hijau,
produk olahan susu, ginjal, hati, buah segar, dan produk
olahan susu merupakan sumber folat. Sayuran yang mentah
atau setengah mentah lebih baik dikonsumsi oleh tubuh.
Telur, keju, tiram, hati, ginjal, dan daging merupakan sumber
vitamin B12. Dalam meningkatkan absorpsi zat besi pada
usus sangat penting untuk mengkonsumsi buah-buahan
seperti nanas, tomat, dan jeruk yang kaya akan vitamin C.
Dan bila perlu mengonsumsi pil penambah darah setiap
hari selama datang bulan atau seminggu sekali. 9

Beberapa upaya telah dilakukan untuk mengatasi


anemia dalam peningkatan asupan zat besi. Sehingga
anemia bertujuan untuk memperbaiki gizi penduduk
dengan cara memberi suplemen zat besi. Ada tiga strategi
penanggulangan anemia di Indonesia, yaitu suplementasi zat

41
besi, edukasi gizi, dan makanan fortifikasi. Pencegahan dan
Penanggulangan Anemia Gizi Besi atau PPAGB merupakan
program yang dilakukan oleh pemerintah dengan sasaran
ibu yang mengandung walaupun PPAGB telah dilaksanakan
oleh pemerintah, terlihat bahwa penderita anemia masih
tinggi pada ibu hamil. 10

Berikut beberapa daftar bahan makan yang dapat


mencegah anemia :
Tabel 3.1 Bahan Pangan Pencegah Anemia

42
43
1. Tempe

Protein nabati seperti tempe merupakan bahan


makanan yang mengandung banyak nutrisi dan banyak
dikonsumsi oleh masyarakat. Adapun proses pembuatan
tempe dilakukan dengan cara fermentasi memakai
jamur Rhizopus oligosporus yang mempertahankan dam
meningkatkan nilai gizinya serta tekstur bahan baku menjadi
lunak sehingga mudah dimakan. Banyak masyarakat yang
menyukai tempe kedelai karena menarik untuk dikonsumsi
mulai dari teksturnya yang padat dan warnanya yang
putih. Beberapa jenis tempe lainnya yang tidak terbuat
dari kedelai seperti, kacang merah, kedelai hitam, kacang
hijau, kacang gule atau lebui, kacang kara, kacang komak,
kecipir, benguk dan lamtoro adalah bahan lain yang dapat
diolah menjadi tempe tanpa menggunakan kedelai.11

Mengonsumsi tempe pada semua kalangan usia


merupakan hal sangat baik untuk tubuh, karena senyawa
yang terkandung dalam tempe adalah asam amino bebas,
senyawa peptida pendek, asam lemak dan karbohidrat
sederhana yang mudah diserap oleh tubuh. Amilase,
enzim protease, dan lipase merupakan hasil dari kapang
yang tumbuh di tempe dengan perannya masing-masing
dalam proses menguraikan lemak, protein, dan karbohidrat
komplek untuk mengubah bentuk senyawa yang lebih
sederhana. 11

44
Kandungan asam amino pada tempe 24 kali lipat
lebih tinggi dari pada susu kedelai. Pada proses fermentasi
terjadi peningkatan asam folat dan pembentukan vitamin
B12 dari bakteri yang tidak ditemukan pada produk nabati
lainnya. Penanganan penyakit anemia memerlukan asupan
makanan yang cukup yang memenuhi kebutuhan tubuh
akan zat besi, protein, asam folat dan vitamin B12. Tempe
merupakan bahan gizi fungsional yang mengandung semua
zat gizi yang dibutuhkan untuk mengatasi anemia. Dalam
mengatasi penyakit anemia memerlukan semua zat gizi
yang terkandung pada bahan gizi fungsional yang terdapat
pada tempe. Memastikan nutrisi yang cukup membantu
mengobati dan mencegah anemia. Tempe adalah pangan
fungsional yang berpotensi untuk menyembuhkan penyakit
anemia. Tempe memiliki nutrisi yaitu asam folat, zat besi,
dan vitamin B12 yang dapat meningkatkan Hb.11

Tempe mengandung beberapa komponen yang


bermanfaat untuk mencegah terjadinya anemia yakni zat
besi, asam folat, dan vitamin B12.

a. Zat Besi

Tempe merupakan zat besi non heme yang terdapat


pada sumber protein nabati. Proses Fermentasi dalam
membuat tempe terjadi karena aktivitas enzim dari jamur
Rhizopus oligosporus dapat menaikan kelarutan zat besi
menjadi 40,5% pada tempe dari 24,33% pada kedelai mentah.
Hasil studi menunjukan bahwa tempe merupakan salah

45
satu makanan yang membuat kandungan zat besi tertinggi
dengan jumlah 3,30 mg/hari pada remaja. Konsumsi tempe
di kalangan remaja rata-rata 59 kali per bulan dan 33 g per
hari. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa
remaja lebih banyak mengkonsumsi tempe dalam sehari.
Makanan yang mudah didapat dan harganya lebih murah
adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai. Tempe
tanpa fortifikasi memiliki kadar rata-rata besi 2,0 mg.11

Berdasarkan hasil penelitian pada pengolahan tempe


yang memperlihatkan bahwa ketika memasak tempe terjadi
penurunan kandungan besi yang signifikan (p-0,041),
dengan kandungan besi rata-rata 2,04 mg pada tempe
mentah dan 1,54 mg pada tempe matang. Sifat alami bahan
pembawa, kelembaban, pemanasan, ukuran partikel, dan
udara adalah faktor yang mempengaruhi kestabilan zat
besi Tempe yang dimasak memiliki kandungan besi yang
bervariasi pada setiap perlakuan karena suhu dan waktu
pemasakan. Sumber pangan nabati memiliki kandungan zat
besi non-heme yang cukup banyak, serta sumber terbesar
zat besi pada manusia di negara berkembang, termasuk
Indonesia.11

Pembentukan ferri (Fe3+) dari zat besi tempe,


sedangkan pembentukan ferro (Fe2+) dari penyerapan
dalam tubuh. Penyerapan zat besi dapat ditingkatkan dengan
mengkonsumsi vitamin C pada saat bersamaan, sebab zat
besi diubah oleh vitamin C dari bentuk ferri menjadi bentuk

46
ferro. Pembentukan kadar hemoglobin dipengaruhi oleh
kadar zat besi dalam tubuh.11

b. Asam folat

Asupan makanan yang berasal kacang-kacangan


dan produk olahannya terdapat pada asam folat. Menurut
hasil penelitian, sumber asam folat dalam protein nabati
dapat ditemukan pada tempe. Pada proses fermentasi, asam
folat tempe terbentuk oleh Aktivitas proteolitik kapang
Rhizopus Oligosporus C1. Terbentuknya Asam glutamate
berasal dari hidrolisa protein kedelai. Beberapa bagian
asam folat pada tempe yaitu asam glutamate, pteridin
heterosiklik, dan para aminobenzoat (PABA). Peningkatan
kadar konsentrasi pada asam folat naik lima kali lipat saat
proses produksi tempe. Penggunaan kultur mempengaruhi
sintesa asam folat dari hasil produk fermentasi, yang dapat
mempengaruhi peningkatan kandungan asam folat. Menurut
hasil penelitian, proses produksi tempe memperlihatkan
bahwa pertumbuhan jamur Rhizopus sp pada tempe dapat
meningkatkan kandungan asam folat dengan waktu inkubasi
38 dan 8 jam. Menurut hasil penelitian, tempe memiliki
kandungan asam folat paling tinggi yang diinkubasi dengan
inokulum rhizopus oligosporus selama 48 jam yaitu. 2,0 mg/
kg dibanding tempe dengan inokulum rhizopus stolonifer
1,1 mg/kg dan rhizopus oryzae 0,9 mg/kg kg.11

Kandungan asam folat meningkat selama proses


fermentasi tempe. Penyebab terjadinya pelepasan

47
komponen asam folat dari kedelai dan sintesis bakteri
disebabkan oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh jamur
Rhizopus spp dan mikroorganisme lainnya, yang mana
proses ini dapat memungkinkan terjadinya peningkatan
asam folat. Selama proses fermentasi tempe, peningkatan
suplemen asam folat yang dominan.beberapa bakteri
yaitu bifidobacteria, E. Faecium, dan S. thermophilus
mensintesis. Asam folat mengalami perubahan selama
proses fermentasi dapat dikaitkan dengan aktivitas enzim
protease, dimana enzim protease dapat memecah protein
sehingga melepaskan komponen asam folat dari komponen
protein kedelai. Hubungan erat antara asam folat dan
aktivitas enzim protease, karena asam folat merupakan
asam pteroylmonoglutamat terdiri dari residu poliglutamat
atau monoglutamat.11

Untuk mencapai kadar asam folat secara tertinggi,


tempe diproses melalui penggiling dengan penambahan
rasio air secara khusus untuk memperkecil ukuran partikel
dan menghasilkan konsentrat tempe. Gaya mekanis
atau kompresi berguna untuk mengecilkan ukuran
partikel sehingga memperlancar ekstraksi protein untuk
mendapatkan isolat protein yang dapat dikonsentrat atau
dikeringkan. 11

Tempe mengandung asam folat yang terdiri dari


268,33 μg/mL tempe, 834,3 μg/mL bubur tempe, 472,67 μg/
mL filtrat tempe, 722,44 μg/mL konsentrat tempe, 19 μg/mL

48
ekstrak, 761,85 μg/mL bubuk bubur tempe, dan 299,66 μg/
mL bubuk konsentrat tempe. Dapat disimpulkan, sumber
asam folat alami terdapat di tempe kedelai dan hasil olahan.
Produk olahan tempe mengalami kekurangan kandungan
asam folat contohnya konsentrat tempe dan bubur tempe
akibat keseluruhan proses pengeringan mempengaruhi
mikrofiltrasi. Ciri-ciri buatan isolat mendeskripsikan bahwa
asam folat bubuk dari konsentrat hasil mikrofiltrasi (299,66
μg/mL) sangat rendah dibanding dengan bubuk bubur
tempe (761,85 μg/mL). 11

Konsentrasi asam folat menyebabkan perbedaan


pada sistem pengeringan dan bahan asal seperti bubuk dan
konsentrat. Dua jenis bahan dalam asam folat mengalami
penurunan melalui pengeringan. Penjelasan tersebut
membuktikan, tempe dengan kandungan asam folat paling
rendah merupakan konsentrat. 11

c. Vitamin B12

Banyak makanan hewani yang bersumber vitamin


B12 dibandingkan makan nabati hanya ada pada tempe
dengan vitamin B12. Penyebab pangan nabati tidak banyak
memiliki vitamin B12 pada tempe karena kedelai murni
diproses fermentasi dengan cara pengupasan kulit dan
perendaman. Peningkatan kandungan vitamin B12 yang
menonjol saat tempe dikelolah. Rata-rata vitamin B12
pada tempe kering adalah 1,5 µg hingga 6,3 µg/100 g
sesuai kebutuhan harian manusia. Tempe mentah memiliki

49
kandungan vitamin B12 dengan 0,08 μg/100gram dan
tempe matang 0,14 μg/100 gram.11

Propionibacterium, Pseudomonas, Citrobacter


dan Clostridium, Lactobacillus dan Citrobacter freundii
dan Klebsiella pneumoniae merupakan beberapa bakteri
yang memproduksi tempe Vitamin B12 pada fermentasi.
Peningkatan vitamin B12 disebabkan oleh biosintesis dari
mikroorganisme pada tempe. Vitamin B12 adalah vitamin
yang disintesis dengan mikroorganisme, oleh karena itu
berbeda dengan vitamin lain yang disintesis oleh tumbuhan
atau hewan. Pada vitamin B12 terdapat 20 kelompok
kobalamin dapat menaikkan jumlah abu pada saat proses
fermentasi pada pembuatan tempe. Cobalt (Co pada vitamin
B12) menaikan jumlah abu dengan peningkatan 16,56%
dan PH tempe berkisar 6,6 sampai 7,2 pengaturan tersebut
memaksimalkan penyerapan vitamin B12 pada tempe
selama fermentasi. 54,8±0,8% merupakan kadar airnya,
inokulasi benih Propionibacterium setelah fermentasi
Rhizopus menghasilkan vitamin B12 sekitar 60 ng/gram
bahan kering, yang meningkat setelah fermentasi Rhizopus
menjadi 10 kali lipat. Hasil yang paling menarik diperoleh
pada coinoculation dari bakteri dan cetakan. Dalam hal ini,
konsentrasi vitamin B12 hampir dua kali lipat karena jamur
berurutan dan inokulasi bakteri. Sesudah diinkubasi selama
72 jam akan memperoleh jumlah maksimum vitamin B12.
11

50
Proses pematangan sel–sel darah merah, mempercepat
pertumbuhan, pembentukan sel darah eritrosit, dan
metabolisme protein merupakan peran yang dilakukan dari
koenzim Vitamin B12 pada tubuh. Berdasarkan hasil analisis
menjelaskan bahwa peningkatan kadar Hb pada darah
berasal dari asupan vitamin B12 yang adekuat. Naiknya
kadar Hb melalui proses asam folat, lemak, dan protein
yang memerlukan fungsi vitamin B12 untuk disintesis Hb
dan sel darah merah. Succinyl CoA sangat membutuhkan
sintesis Hb. 11

Peran vitamin B12 sebagai kofaktor dalam sintesis


Hb dibutuhkan untuk memecah lemak dan protein sehingga
terjadi pembentukan energi. Hasil penelitian menyatakan,
ketika tubuh kekurangan vitamin B12, hal tersebut dapat
dipenuhi dengan menghabiskan simpanan vitamin B12
dalam tubuh. Upaya yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya defisiensi hemoglobin yaitu dengan cara
memenuhi asupan vitamin B12 yang cukup sehingga dapat
meningkatkan Hb pada tubuh. Zat gizi memiliki berbagai
peran penting pada tubuh yang dapat menaikkan kualitas
gizi dan memberikan manfaat yang diperlukan untuk
metabolisme yang mengalami pembentukan Hb sehingga
dapat mengatasi penyakit anemia.11

51
Tabel 3.2 Komponen kadar zat besi, asam folat dan vitamin
B 12 pada tempe serta pengaruh tempe terhadap kadar
hemoglobin

1. Kacang Hijau

Sumber asupan makanan yang ada pada kacang


hijau mengandung kaya vitamin B (piridoksin, riboflavin,
nikotinamida, dan asam pantotenat,), kaya serat, sumber

52
protein, rendah karbohidrat, mengandung lemak sehat, dan
beberapa vitamin tersebut dapat menaikan metabolisme
tubuh, energi, serta mineral yang kaya akan enzim aktif.
Setelah memahami penjelasan tentang faktor-faktor
penyebab meningkatnya nilai Hb di darah, sehingga
fokus penelitian pada kebutuhan gizi anak muda dengan
memberikan minuman kacang hijau kepada mahasiswa,
karena kacang hijau memiliki zat besi yang dapat meningkat
kadar Hemoglobin pada darah. 9

Penyerapan zat makanan yang dikonsumsi pada tubuh


dapat mempengaruhi penyakit anemia. Adapun upaya lain
dalam mengatasi anemia selain mengonsumsi obat anemia
yaitu memberi minuman kacang hijau, karena nilai gizi
pada kacang hijau dapat mengurangi kejadian anemia dan
meningkatkan pemanfaatan zat besi dibandingkan dengan
suplemen vitamin A atau zat besi saja, jika vitamin A kurang
dikonsumsi oleh tubuh akan menyebabkan transportasi zat
besi dari hati dan/atau gabungan zat besi akan mengalami
hambatan sel darah merah. 9

Embrio dan kulit bijinya memiliki kandungan zat


besi tertinggi pada kacang hijau dengan jumlah sekitar 6,7
mg/100. Dengan meminum kacang hijau dua cangkir sehari
berarti memenuhi 50% kebutuhan zat besi harian yaitu 18
mg dan dapat meningkatkan Hb selama 2 minggu. Protein,
Asam folat, dan vitamin C atau asam askorbat memiliki
peran penting dalam mendorong absorbsi zat besi non-hem.

53
Absorbsi zat besi non-heme dapat ditingkatkan dengan
Vitamin C sehingga mencapai empat kali lipat. Adapun
beberapa bahan misalnya asam tartrat, suksinat, laktat,
malat, dan sitrat dapat menaikkan absorbsi zat besi non-
heme dalam keadaan tertentu. Faktor reduksi terdapat pada
vitamin C yang berguna untuk menaikkan penyerapan zat
besi dengan cara mereduksi besi ferri menjadi besi ferro
untuk meningkatkan penyerapan zat besi. 12

Tabel 3.3 Kandungan Kacang Hijau

2. Pisang Ambon

Pisang ambon merupakan makanan ringan dimana


setiap 100 gram porsi pisang ambon atau satu buah memiliki
air 73,8 g, zat besi 0,5 mg, vitamin C 9 mg, B1 0,05 mg,
B2 0,08 mg, B6 0,1. Mg, dan fosfor 28 mg yang bermanfaat

54
pada tubuh. Pemenuhan kebutuhan zat gizi cukup dengan
mengkonsumsi buah pisang per hari untuk penderita anemia.
Salah satu gejala kehamilan seperti kram kaki merupakan
gejala rasa nyeri yang cukup mengganggu tetapi dengan
mengkonsumsi asupan kalium dapat meredakan kram
kaki. Ibu hamil dapat menangani penyakit anemia dengan
mengkonsumsi dua buah pisang per hari. Peningkatan
kadar hemoglobin dengan 2 jenis pangan ini dinilai cukup
berhasil bagi ibu hamil. Peningkatan hemoglobin dapat
berhasil dengan menilai pangan yang mana lebih efektif
terutama ibu hamil trimester kedua dan ketiga, penilaian
tersebut membutuhkan penelitian yang lebih jauh.13

Peningkatan kadar hemoglobin dengan cara efektif


dapat terjadi bila ibu hamil mengkonsumsi pisang ambon,
karena makanan penambah hemoglobin terdapat pada
pisang ambon. Memiliki isi yang bisa mempertinggi nilai
hemoglobin misalnya vitamin B6 atau asam folat yang
larut dalam air, sehingga membentuk Hb dan asam nukleat
dalam eritsosit. 13

Kandungan vitamin yang ada pada buah pisang sekitar


3,0% zat besi sehingga penyakit anemia pada ibu hamil
dapat diatasi dengan bantuan penyerapan Hb. Suplemen Fe
bukan hanya mempengaruhi kadar hemoglobin ibu hamil,
namun mengkonsumsi makanan sangat didukung dengan
kandungan zat diperlukan pada sintesis hemoglobin. 13

55
Tabel 3.4 Kandungan Pisang Ambon

3. Ubi Jalar

Kadar gizi yang tinggi, kaya akan vitamin, serta


mineral dapat ditemukan pada makanan ubi jalar. Ibu hamil
yang mengkonsumsi ubi jalar dapat meningkatkan kadar
Hb sebanyak 0,58%. Dalam 100 gram terkandung zat besi
sekitar 0,61 mg pada ubi jalar, sehingga mengkonsumsi
ubi jalar pada ibu hamil dapat menaikkan kadar Hb dalam
eritrosit yang dapat menanggulangi penyakit anemia karena
mengandung kaya zat besi. 13

Mengukus ubi ungu tanpa memberi zat gizi menjadikan


ubi ungu sebagai makanan sumber Fe yang alternatif.
Merebus ubi ungu akan menghilangkan antosianin dari
larutan air rebus, sehingga pengolahan ubi yang baik yaitu
dengan mengukus. Pernyataan tersebut didukung oleh
penelitian sebelumnya dengan menyatakan mengukus ubi

56
ungu merupakan cara terbaik dalam menjaga kandungan
gizi dibandingkan pengolahan lainnya. Kandung 1,1%
serat, 150,7 mg antosianin, 0,4% gula reduksi, 18,2%, zat
besi 0,70 mg, vitamin C 20,1 mg, dan pati, 0,6% protein
terdapat pada ubi jalar varietas abtin-3. 13

Tabel 3.5 Kandungan Ubi

4. Bayam Merah

Berdasarkan tabel komposisi pangan di Indonesia


(2009) menunjukan kandungan 100 gram bayam yang

57
diantaranya 2,2 gram protein, 0,8 gram lemak, 6,8 gram
karbohidrat, 7 mg besi, dan 62 gram vitamin C. Protein
kompleks dan besi adalah pembentukan feritin dari
gabungan zat besi dan molekul protein di dalam tubuh.
Transferin terbentuk dari gabungan zat besi dan protein.
Fungsi transferin yaitu mengangkut zat besi ke dalam darah,
sedangkan fungsi ferritin terdapat pada sel mukosa usus
halus. Peningkatan hemopoesis dan rendahnya simpanan zat
besi berhubungan dengan kekurangan zat besi. Kekurangan
asupan protein menyebabkan transportasi zat besi terhambat
yang dapat memicu terjadinya kekurangan zat besi. 12

Tabel 3.6 Kandungan Bayam per 100 gram bahan

5. Jambu Biji

Asam askorbat dapat ditemukan di jambu biji yang


mengandung sebanyak 87 mg/100 gram. Beberapa nutrisi
yang ada pada jambu biji setiap 100 gram selain asam

58
askorbat yaitu 86 gram air, 25 SI vitamin A, 0,05 mg
vitamin B1, 28 mg fosfor, 14 mg kalsium, 1,1 mg besi, 12,2
gram karbohidrat, 0,3 gram lemak, 0,9 gram protein, dan 49
kalori. Berdasarkan analisis Rahmi, peningkatan kadar Hb
sebanyak 1,78 g/dl.10 dengan mengkonsumsi rumput laut
selama 1 minggu. Beberapa komposisi gizi yang ada pada
rumput laut diantaranya kadar abu (mineral dan unsur Ca,
P, dan Fe), kadar protein, vitamin C dan A, kadar alginate,
dan kadar lemak. 12

Peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil


dipengaruhi oleh zat pendorong (enhancer) zat besi. Adapun
beberapa zat yang menghambat penyerapan Fe, sehingga
mempengaruhi anemia diantaranya phospat (susu, keju),
kalsium (susu dan keju), kacangan, kopi, bayam, polifenol
(tanin) pada teh, serta fitat (kacangan, jagung, kedelai, susu,
coklat, dan katul).12

6. Buah Bit

Ibu hamil yang mengkonsumsi buah bit dapat


mencegah terjadinya penyakit anemia. Beberapa kandungan
nutrisi yang ada pada buah bit merah setiap 100 gram
diantaranya 0,02 mg tiamin, 0,05 mg riboflavin, 0,4 mg
niasin, 10 mg vitamin C, 27 mg kalsium, 1,0 mg zat besi,
43 mg fosfor, 87, 4 g serat, 1 g lemak, 9,6 g karbohidrat, 1,6
g protein, 42 kkal kalori, dan vitamin A 20 IU setiap 100
g. Tubuh yang mengkonsumsi buah bit sangat baik untuk
tubuh karena tidak hanya mengandung vitamin C tapi juga

59
memiliki vitamin A dan B, sehingga penderita darah rendah
dianjurkan untuk mengonsumsi buah bit dalam jumlah
yang banyak. Adapun manfaat senyawa kimia yang ada
pada buah bit dengan kandungan yang ada di dalamnya
seperti mengatasi anemia, anti kanker, memaksimalkan
perkembangan otak bayi, melegakan pernafasan, dan
pembersih darah. 14

7. Bayam

Berbagai jenis nutrisi terkandung di dalam bayam


seperti magnesium kalium, natrium, riboflavin, fosfor,
thiamin, niasin, vitamin C, serta vitamin A. Bayam juga
mengandung zat besi. Bayam yang diolah menjadi jus
bayam menjadikan olahan sayuran ini memiliki banyak
khasiat dalam tubuh. Ibu hamil yang ingin meningkatkan
kadar Hb dianjurkan mengonsumsi bayam karena memiliki
kandungan zat besi di dalamnya. Zat yang membantu
pembentukan keping darah merah adalah kapasitas zat besi,
sehingga tubuh mencukupi kebutuhan dalam pembentukan
keping darah merah yang dapat membuat kadar Hb menjadi
normal. 14

Konsumsi bayam secara teratur, baik sebagai sayur


atau sebagai jus berkhasiat dapat mengobati berbagai
penyakit seperti pencegahan anemia sebab fungsi dari zat
besi yaitu membentuk Hb. Penyaluran oksigen ke seluruh
jaringan tubuh merupakan fungsi utama pada bayam, karena
zat besi memiliki kandungan yang cukup tinggi. 14

60
Salah satu sayuran yang memiliki kadar tinggi
sekitar 2,8 gram/ 100 gr bahan adalah sayuran bayam
merah. Beberapa fungsi yang ada pada bayam di antaranya
menurunkan kolesterol dalam darah, menurunkan berat
badan, menurunkan resiko serangan kanker, mencegah
terjadinya anemia, dan diabetes mellitus. Kandungan zat
besi pada bayam yang relatif tinggi daripada sayur lainnya
dipercaya dapat menaikkan kadar Hb. 8

8. Rebusan Kacang Panjang dan Wortel

Salah satu jenis kacang yang mudah didapatkan


bagi masyarakat umum adalah kacang panjang. Zat besi
terkandung pada kacang panjang yang meningkatkan kadar
Hb dengan bantu ibu hamil trimester ketiga. Bukan hanya
kacang panjang tapi wortel juga memiliki kandungan
vitamin C dan zat besi yang berguna untuk menyerap zat
besi. Pada ibu hamil trimester ketiga meningkatkan kadar
hemoglobin dapat terjadi dengan cara mengkonsumsi
rebusan wortel dan kacang panjang selama 1 minggu. 14

Tanaman yang memiliki sumber vitamin dan mineral


terdapat pada kacang panjang. Ada beberapa manfaat yang
ada pada kacang hijau yaitu meningkatkan kecerdasan dan
daya tahan tubuh, untuk mengatur metabolisme tubuh, dan
memperlancar pencernaan berkat banyaknya kandungan
serat. 14

Tanaman umbian seperti wortel atau daucus carota


mengandung kalori 42 kal, karbohidrat 9 gram, lemak

61
02 gram, protein 1 gram, kalsium 33 miligram, fosfor 35
miligram, besi 0,66 miligram, vitamin B 0,6 miligram,
vitamin C 1,9 miligram, air 88,2 gram, serta vitamin A
835 satuan internasional per 100 gram. Pada ibu hamil,
mendapatkan asupan kacang panjang sangat bermanfaat
untuk mencegah atau mengobati anemia. Hal ini disebabkan
tingginya kandungan besi kacang panjang sebanyak 6,2
mg per 100gram dan tingkat penyerapan sebanyak 17,4%
kacang panjang segar. 14
Tabel 3.7 Kandungan Wortel

62
9. Daun Singkong

Salah satu sayuran yang mengandung banyak


kandungan zat besi adalah daun singkong. Singkong
mengandung banyak zat besi, hidrat arang, fosfor, protein,
dan kalori serta dijadikan bahan makanan bagi masyarakat.
Upaya yang dilakukan untuk menjaga metabolisme dan
mengobati beberapa penyakit yaitu dengan mengkonsumsi
daun singkong karena singkong memiliki sejumlah
fitofarmaka dan tannin. Daun singkong per 100 g
mengandung beberapa jumlah zat gizi yaitu 73 kal energi,
6,8 g protein, 2 mg zat besi, 165mg kalsium, 1,2 g lemak,
13 g karbohidrat, 54 mg fosfor, 11000 SI vitamin A, 275 mg
vitamin C, dan 0,12 mg vitamin B. 7

Meskipun daun singkong memiliki sejumlah manfaat


yang banyak tetapi harga daun singkong dapat dijangkau
oleh masyarakat. Selama ini penggunaan daun singkong
cukup terbatas dan belum maksimal, maka dibutuhkan cara
alternatif, mengembangkan produk berbahan dasar daun
singkong, dan juga meningkatkan nilai harga jual daun
singkong. 7

10. Buah Kurma Dan Rosella

Beberapa penyakit yang dapat diatasi hanya dengan


mengonsumsi buah kurma pada tubuh yaitu mencegah stroke,
sakit tenggorokan, menambah nafsu makan, insomnia,
mengatasi sembelit, dan demam berdarah. Sebanyak 1,2

63
mg/dl zat besi terkandung pada buah kurma yang dapat
mengobati penyakit anemia dan tubuh membutuhkan
vitamin B dan A yang bermanfaat untuk memproduksi Hb
di sumsum tulang belakang. Hasil penelitian menyatakan
bahwa peningkatan kadar hemoglobin hanya dengan
mengkonsumsi kurma 7 butir dalam waktu 1 minggu secara
berturut-turut dapat meningkat kadar Hb sebanyak 1,2 gr/
dl. 8

Masyarakat disarankan untuk mengonsumsi tanaman


bunga rosella karena dapat menaikkan kadar Hb yang
bermanfaat untuk kesehatan tubuh dan menjaga stamina.
Beberapa kandungan yang banyak dimiliki oleh bunga
rosella diantaranya omega-3, 18 asam amino, magnesium,
B1, kalsium, serta vitamin D dan C. Bunga rosella memiliki
kandungan vitamin C yang 3 kali lipat dibandingkan anggur
hitam, sepuluh kali lipat dibandingkan buah belimbing, dan
sembilang kali lipat dari jeruk citrus. Kandungan vitamin
C yang tinggi inilah yang dapat memberikan manfaat pada
tubuh dalam menaikkan kadar hemoglobin dengan cara
meningkatkan penyerapan zat besi pada tubuh. Kristiawan
berpendapat bahwa cara membuat teh rosella dengan benar
yaitu mengambil 3 kelopak bunga rosella kering yang
ditempatkan dalam 20 ml air mendidih dan didiamkan
selama 10 menit. Penggunaan teh rosella akan lebih efektif
jika ditambahkan tablet penambah darah. 8

64
Tabel 3.8 Kandungan Kurma

65
66
BAB 4 FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP ANEMIA

A. Sosiodemografi

Faktor yang kemungkinan mempengaruhi kejadian


anemia dapat dilihat dari ciri-ciri sosiodemografi seseorang
terutama umur dan pendidikan. Manusia yang memiliki
pengetahuan yang baik tentang kebersihan pribadi memiliki
kesempatan yang lebih baik untuk memperhatikan
kebersihan pribadi. Efek kebersihan diri yang diabaikan
(buruk) bisa memicu terjadinya komplikasi kesehatan
seperti terjadinya penyakit anemia. 15

Ada dua hal yang dapat mempengaruhi perkembangan


anemia yaitu kebersihan diri dan kebersihan lingkungan.
Tujuan dari informasi kesehatan adalah untuk melindungi
dan meningkatkan perilaku dan kualitas hidup manusia,
serta pemahaman tentang tindakan pencegahan penyakit
dan perawatan kesehatan. Perilaku sehat masyarakat
biasanya didasarkan pada pengetahuan mereka. Orang
yang memiliki pengetahuan yang baik tentang penerapan
perilaku hidup sehat biasanya mampu menerapkan perilaku
hidup sehat yang baik. 15

Pendidikan, umur, pekerjaan, dan pendapatan keluarga


merupakan faktor sosiodemografi yang dapat meningkatkan
kejadian anemia selama kehamilan. Anemia pada K1
disebabkan karena ibu tidak siap secara finansial pada awal
kehamilan sehingga menyebabkan tidak terpenuhinya nutrisi

67
dalam tubuh, sehingga pola makan ibu tidak dapat tercukupi
sehingga menyebabkan anemia. 16

B. Lingkungan Pertanian

Pada setiap musim tanam, pemakaian pestisida terus


menerus dalam dosis besar dapat menyebabkan dampak
buruk pada kesehatan seperti kesehatan terganggu karena
adanya racun di tubuh, keracunan pada hewan, penurunan
produktivitas, pencemaran pada lingkungan pertanian, dan
residu pestisida akan terakumulasi pada produk-produk
pertanian dan perairan. 17

Paparan pajanan pestisida golongan ini juga tidak


kalah besarnya memberikan dampak negatif yang memicu
beberapa komplikasi yang mengacu pada keikutsertaan
mereka dalam kegiatan pertanian seperti menyemprot,
menyiapkan alat semprot termasuk mencampur pestisida,
mencuci alat/baju semprot, mencari hama, membuang
rumput dari tanaman, memanen pestisidan, dan menyiram
tanaman adalah kondisi tubuh mengalami penurunan
dalam jumlah, ukuran, dan warna oleh eritrosit. Eritrosit
mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan
membawa karbon dioksida. Setiap kondisi yang merusak
kapasitas pembawa oksigen dari eritrosit pada otak dan otot
yang akan mengurangi suplai oksigen ke jaringan. Oleh
karena itu, ketika petani mengalami anemia, mereka mudah
lelah, kurang energi, sehingga produktivitasnya menurun. 17

68
Para petani dan masyarakat mengkonsumsi beras
bila menggunakan pestisida secara berlebihan dapat
menimbulkan komplikasi kesehatan. Sebagian besar
pestisida digunakan dalam hortikultura. Hortikultura
berasal dari kata latin Hortus (tanaman kebun) dan Cultura
(budidaya) dan diartikan sebagai budidaya tanaman
pekarangan. Hortikultura meliputi penaburan, penanaman,
pemanenan, kultur jaringan, pengepakan dan transportasi.
Berbeda dengan agronomi, hortikultura hanya menanam
buah-buahan, sayuran, bunga, dan tumbuhan. 17

Cara yang paling penting untuk mencegah keracunan


pestisidan yaitu berfokus pada pengelolaan pestisida
dengan baik seperti angin dan cuaca panas harus dihindari
saat menyemprot, mengenakan alat pelindung diri yang
lengkap dan benar, dan mempraktikkan pencampuran
dan penuangan pestisida pada sprayer. Studi ini tidak
menemukan hubungan antara pengelolaan pestisida dan
prevalensi anemia. 17

Efek keracunan pestisida pada kadar Hb menurunkan


produksi eritrosit atau meningkatkan penghancuran
eritrosit. Darah merah merupakan salah satu komponen
yang berdampak pada tubuh dari paparan pestisida.
Pestisida dapat menyebabkan kelainan pada profil darah
sebab pestisida dapat menghambat organ pembentuk sel
darah, proses pembentukan sel darah, dan juga sistemnya. 10

69
Akibat dari keracunan pestisida dapat terhindari
jika pestisida ditangani dengan baik pada setiap tahap
pekerjaan, yaitu pada setiap tahapan pekerjaan. mengikuti
pedoman dan peraturan yang berlaku untuk penanganan
pestisida. Pestisida adalah zat beracun yang berdampak
negatif pada individu dan makhluk hidup lainnya, tetapi
dapat digunakan dengan aman. Oleh karena itu, penting
bagi penyemprot untuk mengetahui jenis dan bahan aktif
pestisida serta pengelolaannya. 17

Pembentukan gugus methemoglobin dan


sulfhemoglobin pada eritrosit dapat menyebabkan
kejadian anemia pada pasien keracunan organofosfat.
Sulfhemoglobin disebabkan oleh kandungan sulfur pestisida
yang tinggi, yang menyebabkan ikatan sulfhemoglobin.
Hal ini menyebabkan Hb menjadi abnormal dan tidak
mampu melakukan tugasnya membawa oksigen. Adanya
methemoglobin dan sulfhemoglobin dalam darah
menyebabkan kadar hemoglobin eritrosit menurun dan
berakibat anemia hemolitik. 17

C. Polusi Udara
Penyebab sumber utama pencemaran udara di
perkotaan adalah kendaraan motor. Hal ini menempatkan
pekerja pada risiko tinggi terkena, karbon monoksida
(CO), nitrogen oksida (NOx), timbal (Pb), hidrokarbon
(HC), karbon dioksida (CO), sulfur dioksida (SO2)
yang terdapat pada asap kendaraan bermotor. Kadar Hb
dapat mempengaruhi zat toksin sebab kadar Hemoglobin

70
berfungsi mengantar oksigen ke seluruh tubuh yang mana
asap dari kendaraan bermotor dihirup melalui alveoli,
bronchioles, bronchi, trachea, larynx, pharynx, dan nasal
passages, pertukaran darah dan gas terjadi melalui proses
alveoli yang berguna untuk mengikat hemoglobin dan
didistribusikan ke seluruh tubuh. 18

Hal ini adalah penyebab pencemaran polutan udara


yang disebabkan oleh kendaraan yang mengeluarkan emisi
gas buatan. Pengaruh kadar hemoglobin dapat disebabkan
oleh polutan karena polutan memiliki zat-zat toksin. Asap
kendaraan mengeluarkan polutan yang diantaranya karbon
dioksida (CO2), timbal (Pb), Sulfur dioksida (SO2),
hidrokarbon (HC), nitrogen oksida (NOx), dan karbon
monoksida (CO). 18

Asap kendaraan motor yang mencemari udara


dihembuskan ke paru-paru untuk mengalir ke alveoli
dan kemudian masuk ke aliran darah. Peningkatan kadar
Co terjadi karena gas CO masuk ke aliran darah pada
tubuh. Gas CO yang masuk ke dalam tubuh melalui organ
pernapasan berdifusi dengan membran alveolar bersama
oksigen (O2). Sesudah menyerap dalam darah terjadi
ikatan CO dan Hb yang membentuk karbokshihemoglobin
(COHb) (Wimpy & Harningsih, 2019). Perpaduan senyawa
kimia gas CO dan hemoglobin dalam darah manusia dapat
mengganggu kemampuan darah untuk membawa oksigen,
mengakibatkan pusing, sakit kepala, lemas/lesu dan kurang
konsentrasi. 18

71
Timbal (Pb) pada knalpot kendaraan menyebar ke
udara dan terhirup oleh orang-orang yang mengendarai
kendaraan di jalan raya dengan jangka waktu yang lama.
Di udara, timbal (Pb) mengikat sel darah merah yang dapat
mencegah proses pembentukan Hb. 18

Paparan timbal dalam jangka panjang dapat merusak


beberapa sistem organ. Dampak awal terpapar racun
timbal kronis sebelum sampai organ target merupakan
terganggunya biosintesis hemoglobin, yaitu terhambatnya
proses pembentukan kadar hemoglobin. Ketika udara
yang terkontaminasi timbal (Pb) terhirup melalui alveoli,
bronchioles, trachea, larynx, pharynx, dan nasal passages.
Pertukaran gas terjadi di alveoli dengan darah untuk
berikatan dengan Hb. Tumbuh yang menyerap timbal
berikatan dengan eritrosit yang kemudian mendistribusi
pada darah, cairan ekstraseluler, dan berbagai deposit
jaringan lunak (hati, ginjal, saraf) dan jaringan mineral
(gigi dan tulang). Tubuh manusia dapat mendeteksi timbal,
karena melalui darah, jaringan mineral (kuku, gigi, rambut,
tulang,) dan jaringan lunak. 18

72
BAB 5 PENUTUP

A. Kesimpulan

Penurunan kadar Hb atau hemoglobin merupakan


suatu kondisi tubuh yang menandai adanya Anemia. Hb
merupakan metaloprotein, zat besi yang memiliki kandungan
protein dalam eritrosit dengan membawa oksigen yang
berasal dari paru-paru dan kemudian menyebar di seluruh
tubuh. Terjadinya anemia defisiensi besi (ADB) dikarenakan
kurangnya zat besi yang membentuk Hemoglobin, yang
digunakan untuk sintesis hemoglobin (Hb). Penyebab
anemia defisiensi besi (ADB) dikarenakan kurangnya zat
besi yang mana zat besi membentuk hemoglobin atau sel
darah merah. Beberapa gejala yang biasanya ditandai oleh
anemia seperti lemah dan (jantung berdebar, denyut nadi
kuat dan cepat, dan telinga berdenging). Gejala anemia
biasanya ditandai dengan tubuh lemah dan tanda keadaan
hiperdinamik (telinga berdenging, denyut nadi kuat, dan
jantung berdebar secara cepat). Anemia defisiensi besi
(ADB) disebabkan oleh beberapa faktor yaitu infeksi
dan perdarahan saluran cerna, asupan besi yang tidak
adekuat , kebutuhan yang meningkat, dan masih ada faktor
lainnya. Kegiatan anamnesis, pemeriksaan penunjang, dan
pemeriksaan fisik dapat mendiagnosis penyakit anemia
defisiensi besi. Pemberian zat besi secara oral, transfusi dan
intramuskular dapat mengatasi penyakit anemia defisiensi
besi. 3

73
Buku ini berisi panduan dalam pemberian edukasi
khususnya terkait dengan anemia yang akan disampaikan
oleh tenaga kesehatan khususnya calon tenaga kesehatan
kebidanan. Buku ini berisi rekomendasi tentang upaya
pencegahan anemia di Indonesia.

B. Saran

Terbentuknya buku ini diharapkan dapat


mempermudah tenaga kesehatan khususnya calon tenaga
kesehatan kebidanan pada pencegahan anemia kepada
masyarakat.

74
DAFTAR PUSTAKA
Amalia A, Tjiptaningrum A. Diagnosis dan Tatalaksana
Anemia Defisiensi Besi. J Major. 2022;2(1):49–56.

Raio L, Bolla D, Baumann M. Anemia Defisiensi Zat Besi


Pada Kehamilan. 2015. 411–415 p.

Fitriany J, Saputri AI. Anemia Defisiensi Besi. Jurnal.


Kesehat Masy. 2018;4(1202005126):1–30.

Mallo PY, Sompie SRUA, Narasiang BS, Bahrun. Rancang


Bangun Alat Ukur Kadar Hemoglobin dan Oksigen
Dalam Darah dengan Sensor Oximeter Secara Non-
Invasive. J Tek Elektro dan Komput [Internet].
2012;1(1):1–6. Available from: https://ejournal.
unsrat.ac.id/index.php/elekdankom/article/view/558

‫اصل وحکخ‬. No Title 1386 .‫مقدمه ایی بر کاربرد فناوری در پلیمرها‬.

Amalia A, Tjiptaningrum A. Diagnosis dan Tatalaksana


Anemia Defisiensi Besi Diagnosis and Management
of Iron Deficiency Anemia. Majority. 2016;5:166–9.

Dianovita C. Pelatihan Pembuatan Pencegahan Anemia


Defisiensi Besi ( Fe ). Sepakat 2019. 2019;01(271–
7371):259–65.

Resmi DC, Fibrinika Tuta Setiani. Literatur Review :


Penerapan Terapi Non Farmakologis Terhadap
Peningkatan Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri
Dengan Anemia. J Ilm Kesehat. 2020;44–52.

Amalia A. Efektifitas Minuman Kacang Hijau Terhadap


Peningkatan Kadar Hb. Rakernas Aipkema [Internet].
2016;6:13–8. Available from: https://media.neliti.
com/

75
Agustina N, Norfai N. Paparan Pestisida terhadap Kejadian
Anemia pada Petani Hortikultura. Maj Kedokt
Bandung. 2018;50(4):215–21.

Pinasti L, Nugraheni Z, Wiboworini B. Potensi tempe


sebagai pangan fungsional dalam meningkatkan
kadar hemoglobin remaja penderita anemia. AcTion
Aceh Nutr J. 2020;5(1):19.

Rimawati E, Kusumawati E, Gamelia E, Sumarah S,


Nugraheni SA. Intervensi Suplemen Makanan Untuk
Meningkatkan Kadar Hemoglobin Pada Ibu Hamil. J
Ilmu Kesehat Masy. 2018;9(3):161–70.

Sinaga R, Sianipar K. ORIGINAL ARTICLE


PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN IBU
HAMIL Comparison of Purple Sweet Potato with
Ambon Banana on Increasing Hemoglobin Levels of
Pregnant Women. 2022;5(1):30–5.

Safitri MD, Windayanti H, Ernawati S. Literature Review:


Penanganan Non Farmakologi dengan Buah dan Sayur
untuk Anemia pada Ibu Hamil. Call Pap … [Internet].
2021;233–41. Available from: http://jurnal.unw.
ac.id:1254/index.php/semnasbidan/article/view/1367

Sosiodemografi HK, Putri R, Pertiwi D, Wahyuningtyas


W, Makkiyah FA. and Practice of Personal Hygiene
with Anemia Incidence among Adolescent Girls in
Sirnagalih Village. 2022;8(April):161–70.

Akmila G, Arifin S, Hayatie L. Hubungan Faktor


Sosiodemografi dengan Kejadian Anemia pada Ibu
Hamil di Puskesmas Kelayan Timur Banjarmasin .
Homeostasis [Internet]. 2020;3(1):201–8. Available
from: https://ppjp.ulm.ac.id/journals/index.php/hms/
article/view/2263/1841

Aisyah Kurniasih S, Setiani O, Achadi Nugraheni S,

76
Pekalongan dr Onny Setiani B, Magister Kesehatan
Lingkungan UNDIP Drdr Sri Achadi Nugraheni P,
Kesehatan Masyarakat UNDIP F. Faktor-faktor yang
Terkait Paparan Pestisida dan Hubungannya dengan
Kejadian Anemia pada Petani Hortikultura di Desa
Gombong Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang
Jawa Tengah Factors Related to Pesticides Exposure
and Anemia on Horticultural Farmers In Gombong
Village Belik Sub District Pemalang Central Java.
2013;12(2).

INDWEK DD. Pengaruh Lama Kerja Terhadap Kadar


Hemoglobin Pada Pekerja Yang Terpapar Asap
Kendarahan Bermotor. Media Husada J Nurs Sci.
2022;3(2):112–22.

77
78

Anda mungkin juga menyukai