DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
EKA PERMATA YUNI
135070209111036
NOVI SUSANTI
1350702091110
RAHMAN
135070209111077
SARDI MUHAMMAD
1350702091110
CICILIA ENDAH P.
1350702091110
PRIMA ADI S.
135070209111083
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai psikoterapi suportif sebagai salah
satu pemenuhan tugas Keperawatan Kesehatan Jiwa..
Dalam makalah ini, penulis memberikan informasi tentang psikoterapi suportif, Makalah
yang penulis susun ini diharapkan dapat berguna bagi semua orang dan dapat dimengerti
sehingga pengetahuan masyarakat bertambah tentang psikoterapi suporti.
Makalah ini masih jauh dari sempurna karena pengalaman penulis di bidang ini masih
kurang, oleh sebab itu kritik, saran, dan masukan-masukan lain dari teman sejawat dan para
dosen serta para pembaca umum senantiasa penulis harapkan.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
Tinjauan Pustaka
1.1
Definisi
Psikoterapi ialah suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional seorang pasien
yang dilakukan oleh seorang yang terlatih dalam hubungan profesional secara sukarela, dengan
maksud hendak menghilangkan, mengubah, atau menghambat gejala-gejala yang ada,
mengoreksi perilaku yang terganggu dan mengembangkan pertunbuhan kepribadian secara
positif.
Menurut Rockland (1993) dan Basford (2006) terapi supportif (relationship oriented
psychotherapy) merupakan jenis psikoterapi individual yang lazim, dilakukan dan terdapat
dalam orientasi yang berpusat pada penyampaian
menunjukkan sikap bersama dengan dan selalu ada untuk klien. Terapis dalam metode terapi
ini terdiri atas psikiater, psikologi klinis, pekerja social dan perawat.
Terapi supportif suatu bentuk terapi alternative yang mempunyai tujuan untuk menolong
pasien beradaptasi dengan baik terhadap suatu masalah yang dihadapi dan utnuk mendapatkan
suatu kenyamanan hidup terhadap gangguan kea rah keseimbangan, yang terutama dilakukan
adalah menekan atau mengontrol gejala-gejala yang terjadi dan untuk menstabilkan pasien ke
dalam suasana yang aman dan terlindungi untuk melawan ataupun menghadapi tekanan yang
mungkin saja berat, baik yang datang dari luar maupun dari dalam dirinya.
Terapi supportif (juga disebut psikoterapi berorientasi hubungan) menawarkan kepada pasien
oleh seseorang tokoh yang berkuasa selama periode penyakit, kekacauan atau dekompensasi
sementara. Pendekatan ini juga memiliki tujuan utnuk memulihkan dan memperkuat pertahanan
pasien dan mengintegrasikan kapasitas yang telah terganggu.
1.2
Klasifikasi
Cara-cara psikoterapi dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu psikoterapi
suportif dan psikoterapi genetik-dinamik.
1.2.1 Psikoterapi Suportif (atau supresif, atau non-spesifik)
Psikoterapi suportif adalah suatu bentuk terapi alternatif yang mempunyai
tujuan untuk menolong pasien beradaptasi dengan baik terhadap suatu masalah
yang dihadapi dan untuk mendapatkan suatu kenyamanan hidup terhadap
gangguan psikisnya. Untuk mengembalikan keadaan jiwa yang rapuh ataupun
mengalami gangguan ke arah keseimbangan, yang terutama dilakukan adalah
menekan ataupun mengontrol gejala-gejala yang terjadi dan untuk menstabilkan
pasien ke dalam suasana yang aman dan terlindungi untuk melawan ataupun
menghadapi tekanan yang mungkin saja berat naik yang datang dari luar maupun
dari dalam dirinya.
Psikoterapi suportif (juga disebut psikoterapi berorientasi hubungan)
menawarkan dukungan kepada pasien oleh seorang tokoh yang berkuasa selama
periode penyakit, kekacauan atau dekompensasi sementara. Pendekatan ini juga
memiliki tujuan untuk memulihkan dan memperkuat pertahanan pasien dan
mengintegrasikan kapasitas yang telah terganggu. Cara ini memberikan suatu
periode penerimaan dan ketergantungan bagi pasien yang membutuhkan bantuan
untuk menghadapi rasa bersalah, malu dan kecemasan dan dalam menghadapi
frustasi atau tekanan eksternal yang mungkin terlalu kuat untuk dihadapi.
membantu
mengembangkan
sublimasi
yang
menyenangkan
(sebagai
contohnya, hobi)
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Memindahkan dukungan
Merupakan penyampaian kepada klien bahwa perawat menghargai dan menilai klien sebagai
seorang manusia tanpa membedakan siapa dan apa pekerjaan atau jabatannya.
3. Empati
Merupakan upaya secara tulus untuk memahami bagaimana perasaan klien dan mengetahui
kemampuan untuk menyampaikan pemahaman kepada klien.
Indikasi Terapi Supportif
1. Klien yangh sedang mengalami stress emosional, takut, merasa sendiri atau saat klien
menghadapi ancaman kesakitan, trauma, dan bahkan kematian.
2. Klien yang gagal mengatasi stress yang sedang dihadapinya tanpa mempedulikan apakah
kegagalan tersebut didasari oleh kondisi psikiatri klien.
3. Klien dengan gangguan psikiatri yang berat (seperti skizofreni dan gangguan afektif berat)
4. Klien dengan defisit ego.
Secara garis besar terapi supportif diindikasikan terhadap:
a. Seseorang yang dalam keadaan kritis dan kacau serta tidak mempunyai kemampuan
untuk menyelesaikan suatu masalah, yang menghasilkan kecemasan berat dan
kebingungan (contoh, orang yang mengalami kesedihan yang berat, kesakitan,
perceraian, atau kehilangan pekerjaan ataupun mereka yang pernah menjadi korban
kejahatan, penganiayaan, bencana alam, ataupun kecelakaan).
b. Pasien dengan penyakit yang berat dan kronik disertai dengan kerapuhan ataupun
kelemahan fungsi ego ( contoh, mereka dengan psikosis yang laten, gangguan impuls,
gangguan kepribadian berat).
c. Pasien dengan defisit kognitif dan gejala-gejala fisik yang membuat mereka menjadi
lemah dan tidak cocok dilakukan pendekatan insight-oriented (contoh, pasien
psikosomatik).
d. Pasien dengan toleransi kecemasan yang rendah dan kesulitan mengendalikan
frustasi.
e. Pasien dengan kelemahan psikologi yang sesuai dengan fungsi kognitifnya.
f. Mereka yang kesulitan menbedakan kenyataan luar dengan dari dalam dirinya.
g. Pasien yang mengalami gangguan berat dalam hubungan interpersonal.
h. Mereka yang mengalami kelemahan dan mengontrol impuls dan akhirnya mereka
melakukan tindakan yang buruk
i. Pasien dengan intelegensia yang kurang dan kapasitas yang lemah terhadap
pengamatan dirinya sendiri.
j. Pasien yang memiliki keterbatasan yang berat untuk mengadakan hubungan
terapeutik dengan terapis.
Syarat Pemberian Terapi Supportif :
1. Pasien dengan taraf pendidikan yang tidak begitu tinggi
2. Gangguan bersifat sedang
3. Kepribadian premorbid pasien yang kuat disertai dengan adanya pemulihan diri.
Komponen Terapi Supportif antara lain ialah sebagai berikut :
a. Ventilasi atau (Psiko) katarsis
Terapis membiarkan pasien mengeluarkan isi hati sesukanya. Sesudahnya biasanya ia
merasa lega dan kecemasannya (tentang penyakitnya) berkurang, karena ia lalu dapat
melihat masalahnya dalam proporsi yang sebenarnya. Hal ini dibantu oleh dokter dengan
sikap yang penuh pengertian (empati) dan dengan anjuran. Jangan terlalu banyak
memotong bicaranya (menginterupsi). Yang dibicarakan ialah kekhawatiran, impulsimpuls, kecemasan, masalah keluarga, perasaan salah atau berdosa.
Sikap terapis yaitu menjadi pendengar yang baik dan penuh pengertian. Topic
pembicaraan yaitu permasalahan yang menjadi stress utama.
b. Persuasi atau bujukan (persuasion)
Terapi supportif yang dilakukan dengan menerangkan secara masuk akal tentang
gejala-gejala penyakitnya yang timbul akibat cara berpikir, perasaan, dan sikapnya
terhadap masalah yang dihadapi. Terapis berusaha membangun, mengubah, dan
menguatkan impuls tertentu serta membebaskannya dari impuls yang mengganggu secara
masuk akal dan sesuai hati nurani. Impuls-impuls yang tertentu dibangkitkan, diubah atau
diperkuat dan impuls-impuls yang lain dihilangkan atau dikurangi, serta pasien
dibebaskan dari impuls-impuls yang sangat mengganggu. Pasien pelan-pelan menjadi
yakin bahwa gejala-gejalanya akan hilang. Berusaha meyakinkan pasien dengan alas an
yang masuk akal bahwa gejalanya akan hilang.
c. Sugesti
Sugesti ialah secara halus dan tidak langsung menanamkan pikiran pada pasien atau
membangkitkan kepercayaan padanya bahwa gejala-gejala akan hilang. Dokter sendiri
harus mempunyai sikap yang meyakinkan dan otoritas professional serta menunjukkan
empati. Pasien bahwa dokter sehingga kritiknya berkurang dan emosinya terpengaruh
serta perhatiannya menjadi sempit. Ia mengharap-harapkan sesuatu dan ia mulai percaya.
Bila tidak terdapat gangguan kepribadian yang mendalam, maka sugesti akan efektif,
umpamanya pada reaksi konversi yang baru dan dengan konflik yang dangkal atau pada
neurosa cemas sesudah kecelakaan.
Sugesti dengan aliran listrik (faradisasi) atau dengan masasi kadang-kadang juga
menolong, tetapi perbaikan itu cenderung untuk tidak menjadi tetap, karena pasien
menganggap pengobatan itu dating dari luar dirinya. Jadi sugesti harus diikuti dengan
reduksi. Anak-anak dan orang dewasa dengan intelegensia yang sedikit kurang serta
pasien yang kepribadian tak matang atau histerik lebih mudah disugesti. Jangan memakmaksa pasien dan jangan memberi kesan bahwa dokter menganggap ia membesarbesarkan gejalanya. Jangan mengganggu harga diri pasien. Pasien harus percaya bahwa
gejala-gejalanya akan hilang dan bahwa tidak terdapat kerusakan organic sebagai
penyebab gejala-gejala itu hilang, hal itu terjadi karena ia sendiri mengenal maksud
gejala-gejala itu dan bahwa timbulnya gejala itu tidak logis.
d. Penjamin kembali (reassurance)
Penajmin kembali dilakukan melalui komentar yang ahlus atau sambil lalu dan
pertanyaan yang hati-hati, bahwa pasien mampu berfungsi secara adekuat (cukup
memadai). Dapat juga diberi secara tegas berdasarkan kenyataan atau dengan
menekankan pada apa yang telah dicapai oleh pasien.
Sikap terapis, meyakinkan secara tegas dengan menunjukkan hasil-hasil yang telah
dicapai pasien.
e. Bimbingan
Bimbingan ialah memberi nasehat-nasehat yang praktis dan khusus (spesifik) yang
berhubungan dengan masalah kesehatan (jiwa) pasien agar ia lebih sanggup
intensitas yang mirip dengan peristiwa yang terjadi dan merasakan peringanan sebagai
hasilnya.
i. Narkoterapi
Narkoterapi secara intravena disuntikan suatu hipnotikum dengan efek yang
pendek (umpamanya penthothal atau amital natrium). Dalam keadaan setengan tidur
pasien diwawancarai, konflik dianalisa, lalu disintesa. Bahan yang timbul sewaktu
narkoterapi dapat juga dipakai dalam sintesa sesudah pasien sadar kembali.
j. Psikoterapi kelompok
Psikoterapi kelompok adalah terapi di mana orang yang memiliki penyakit
emosional yang telah dipilih secara cermat ditempatkan ke dalam kelompok yang di
bombing oleh ahli terapi yang terlatih utnuk membantu satu sama lainnya dalam
menjalani perubahan kepribadian. Dengan menggunakan berbagai maneuver tehnik dan
gagasan teoritis, pembimbing mengguanakan interaksi anggota kelompok utnuk membuat
perubahan tersebut.Psikoterapi kelompok meliputi spectrum terapi teoritik dalam psikiatri
supportif, terstruktur, terbatas waktu, (sebagai contoh, kelompok dengan orang psikotik
yang kronis), kognitif prilaku, interpersonal, keluarga, dan kelompok berorientasi
analitik. Dua kekuatan utama terapi kelompok adalah (1) kesempatan untuk mendapatkan
umpan balik segera dan teman sebaya pasien dan (2) kesempatan bagi pasiern dan ahli
terapi untuk mengobservasi respon psikologis, emosional, dan prilaku pasien terhadap
berbagai orang mendapatkan berbagai intervensi.
k. Terapi prilaku
Terapi prilaku, berusaha untuk menghilangkan masalah prilaku khusus secepatcepatnya dengan mengawasi prilaku belajar pasien.
BAB 3
Tinjauan Kasus
3.1 Riwayat Kasus
Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara, adik klien seorang
perempuanyangmerupakansaudaratiriklien.Sejakklien berusia lima tahun, ibu dan ayah
kandung klien memutuskan untuk bercerai. Menurut klien, ayahnya seorang yang
berperawakan besar, jahat dan suka marah-marahsehingga apabila klien melihat ayahnya,
klien akan menangis dan berusaha untuk tidak mendekati ayahnya. Perpisahan yang
dialami kedua orangtuanya membuat klien membutuhkan tempat berlindung yang dapat
memenuhi kebutuhan klien, hal tersebut di dapatkan pada paman klien yang merupakan
adik dari ibu klien. Paman klien yang belum menikah mencurahkan kasih sayangnya
kepada klien, pamannya sering membelikan barang-barang yang diinginkan klien
sehingga membuat klien merasa mendapatkan figur ayah yang belum didapatkannya
padaayah kandung klien. Di samping klien mendapatkan kasih sayang yang utuh dari
pamannya, klien juga mendapatkan kasih sayang dari ibu klien yang juga selalu menuruti
keinginan klien, klien yang saat itu menjadi anak tunggal merasa tidak tersaingi oleh
orang lain untuk mendapatkan perhatian dari paman dan ibunya tersebut. Hal tersebut
berlangsung hingga empat tahun sebelumibu klien memutuskan menikah lagi dengan
seorang pria yang menurut ibu klien dapat menjaga dan melindungi klien beserta
ibunya.Setelah ibunya bercerai dan pamannya menikah, klien mulai malas untuk belajar
dan pergi ke sekolah. Selain itu, teman- teman sekolah klien mulai meninggalkanklien
karena klien tidak seperti dulu lagi yang memiliki banyak uang jajan untuk mentraktir
dan tidak bergantung lagi secara finansial pada ibunya. ibu klien yang telah memasuki
umur empat puluh tahun mulai merasa capek dan sakit-sakitan untuk membiayai klien
dan adik tirinya. Klien di minta ibunya untuk mencari pekerjaan agar kebutuhan
hidupnya dapat terpenuhi. Akan tetapi klien yang telah terbiasa mendapatkan kebutuhan
baik primer maupun sekunder merasa tidak nyaman dan menginginkan pekerjaan yang
dapat membuatnya kaya raya dan banyak memiliki teman-teman. Selama klien tidak
memiliki pekerjaan, klien sering diejek teman-temannya bahwa klien adalah seorang
anak yang miskin dan tidak memiliki uang, teman-temannya tidak mau mengajak klien
jika ada kegiatan kumpul-kumpul atau acara dangdutan. Hal ini semakin membuat klien
sedih dan sering membayangkan apabila klien memiliki uang banyak akan membuat
klien dapat diterima baik oleh teman- temannya.Klien merasa kecewa dan sakit hati tetapi
lebih memilih untuk menyimpan perasaannya tersebut tanpa memberitahukan
keluarganya sejak itu klien cenderung mengurung diri di dalam kamar, marah-marah
pada ibunya, mudah tersinggung dan mengancam akan membunuh ibunya. Selain itu
klien jugasering mendengar suara-suara baik suara perempuan maupun suara laki-laki
yang mengatakan jelek, goblok, miskin. Suara-suara tersebut sangat mengganggu klien
setiap saat kecuali klien sedang tidur. Klien merasa heran karena suara-suara tersebut
tidak memiliki wujud seperti manusia. Hal ini membuat klien marah dan mencaricarisumber suara-suara tersebut. Selain itu klien juga sering merasa bahwa ada
seseorangyang akan memberikannya penyakit pada mulutnya jika ia sedang tertidur, ia
sering mendengar suara tersebut akan mencelakai dirinya, kejadian ini menambah
kekhawatiran dan kegelisahan klien.
Akhirnya pada tahun2006 klien dimasukkan ke RSJ karena klien mengancam
ibunya dengan menggunakan senjata tajam dan merusak alat-alat rumah tangga.Saat ini
kondisi klien telah berada di RSJ sejak tanggal 22 Agustus 2011. Selama perawatan di
RSJ, klien merasa bahwa ia masih sering mendengar suara-suara yang akan
mencelakainya, akan tetapi klien masih dapat membiarkan dan mencoba mengalihkan
perhatiannya pada kegiatan yang lain agar ia tidak dapat mengontrol emosinya. Menurut
penuturan aparat desa yang membawa kliendi RSJ, ketika berada di rumah klien sering
berlaku agresif pada lingkungan sekitarnya, mondar-mandir, bicara dan tertawa sendiri.
Hal ini dilakukan karena klien merasa sangat diganggu dengan suara-suara yang tidak
memiliki wujud tersebut.
Intervensi
Intervensi yang diberikan ada 2 macam yaitu
1) terapi suportif dengan pendekatan katarsis emosional (ventilasi psikologis) yang
bertujuan untuk mengeluarkan perasaan-perasaan yang direprespada masa lalu yang
menjadi sumber masalah yaitu kekecewaan kepada teman. Kerentanan yang terjadi pada
diri klien,secara psikologis karena klien mempunyai sifat yang introvert, cenderung
menarik diri dari lingkungan, dan mudah frustasi sehingga memilih mekanisme
pertahanan ego terhadap masalah dengan cara represi ketika di bawah tekanan yang
berlebihan. Dengan katarsisini, maka klien bisa mengeluarkan perasaan- perasaan yang
dia pendam selama ini.
2) psikoedukasi kepada keluarga yang bertujuan untuk memberikan informasi dan
pemahaman mengenai permasalahan yang dialami klien kepada pihak keluarga dan
meminta keluarga agar dapat selalu memberikan dukungan dan pendampingan kepada
klien.Dalam prosedur pelaksanaan intervensi ini dilakukan 6 sesi.
untuk
menceritakan
masalahnya
beserta
alasan.
Kemudian
terapis
masalahnya pada orangyang dipercayai hal ini dapat mengurangi beban yang ada diri
klien sehingga klien dapat bersosialisasi kembali dengan keluarganya.
Sesi 5 yaitu pada sesi ini, klien berkunjung ke rumah klien Menjelaskan kepada
keluarga tentang kondisi-kondisi yang memungkinkanklienrelaps(kambuh)sehingga
keluarga dapat waspada, serta diagnosis dan pengobatannya
Sesi 6 yaitu terapis dan klien secara bersama mengevaluasi hasil intervensi
secara keseluruhan dan mengambil kesimpulandari proses intervensi yang telah
dijalani serta memberikan dukungan kepada klien agar klien tetap berusaha untuk
mengontrol pemikirian negatifnya.
DAFTAR PUSTAKA