Anda di halaman 1dari 3

ELECTRO CONVULSIVE THERAPY

Ugo Corlotti dan Lucio Bini yang pertama kali memakai aliran listrik untuk
menyebabkan kejang pada penderita psikosa. Sebelumnya beberapa ahli menggunakan
obat-obatan untuk membangkitkan konvulsi. Cara ini digunakan setelah mengamati
konvulsi pada berbagai gangguan jiwa terutama depresi. Mekanisme kerja sampai
sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Hanya konvulsi umum yang dapat
menimbulkan hasil pengobatan yang diinginkan. Bila tidak terjadi konvulsi pada saat
dialiri aliran listrik, maka pada saat itu juga diulangi sampai terjadi kejang. Bila tidak
terjadi kejang juga, dapat diulang sampai3x menaikkan waktunya, jika tetap tidak
terjadi konvulsi, diulang besoknya. Nilai ambang konvulsi berlainan pada setiap
penderita, biasanya pada wanita dan anak memiliki ambang kejangnya lebih tinggi,
yang pada penderita yang pernah mendapat ECT sebelumnya memungkinkan nilai
ambang kejangnya juga lebih tinggi.
A. Persiapan Penderita Yang Akan di ECT
1. Persiapan Alat
Konvulsator
Tempat tidur dengan alas yang rata dan agak keras
Alcohol untuk membersihkan tempat yang akan ditempati electrode agar
tidak berlemak karena lemak merupakan isolator yang menghambat aliran
listrik
Spatel lidah atau kain yang dilipat untuk mengganjal rahang
Kasa yang dibasahi dengan air garam
Oksigen dan obat-obatan darurat
2. Persiapan Penderita
Pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya kontraindikasi
Kalau perlu dilakukan pemeriksaan penunjang (ECG, EEG, Lab, Rontgen)
Penderita harus puasa agar tidak muntah dan keselak (bahaya aspirasi

pneumoni)
Obat-obatan yang menaikkan ambang kejang (obat anti kejang) harus

dihentikan pada malam hari sebelum ect dilakukan.


Kandung kemih dan rectum harus dikosongkan agar tidak mengotori tempat
jika terjadi inkontinesia.

B. Pelaksanaan ECT
1. Penderita tidur terlentang di ranjang dengan alas yang rata dan agak keras
2. Pakaian yang ketat dilonggarkan
3. Tempat yang akan ditempati elektroda dibersihkan dengan alcohol
4. Pada tempat tersebut diletakkan kain kasa yang dibasahi air garam

5. Di antara rahang diletakkan kain yang dilipat-lipat/karet/spatel yang dilapisi kain


kasa (biasanya di antara gigi raham)
6. Elektroda diletakkan di atas kasa yang dibasahi air garam
7. Dagu penderita ditahan agar tidak terbuka lebar waktu penderita kejang yang
bisa menyebabkan luka
8. Kaki dan tangan dipegang, tapi tidak terlalu keras (bahaya robekan otot/fraktur)
9. Elektroda dipegang
C. Reaksi Penderita
Akan timbul konvulsi umum seperti serangan grand usai epilepsy yang terdiri
fase kejang tonik selama kira-kira 10 detik, disusul kejang klonik selama 30-40
detik. Setelah fase klonik, timbul relaksasi otot, timbul nafas yang dalam dan
panjang. Jika tidak terjadi nafas, segera lakukan resusitasi. Kepala penderita
dimiringkan agar tidak keselak air liur atau muntahan. Penderita tidak sadar
kemudian dalam waktu 5-10 menit akan sadar kembali. Penderita harus dijaga agar
tidak terjatuh atau melukai diri sendiri.
D. Cara Pemberian ECT
1. Secara blok
Dilakukan berturut-turut selama 24 kali. Diberikan pada penderita yang snagat
gaduh gelisah/ yang sangat depresif terutama yang akan melakukan bunuh diri.
2. Secara berkala
Dilakukan 2-3 kali seminggu sebagai lanjutan dari ECT blok yang sudah
menunjukkan perbaikan/pada penderita yang tidak gaduh gelisah
3. Secara pemeliharaan (maintenance)
Dilakukan pada penderita yang menunjukkan gejala akan kambuh, dilakukan
setiap 2-4 minggu sekali.
E. Penghentian ECT
ECT dihentikan bila penderita sudah menunjukkan perbaikan maksimal biasanya
diberikan dalam 1 seri (56 kali) atau ECT juga dihentikan kalau sudah dilakukan
dalam 1 seri tetapi tidak menunjukkan perubahan yang berarti atau penderita
mengalami efek samping yang berat.
F. Indikasi
ECT mula-mula dipakai pada penderita schizophrenia tetapi kemudian jelas
bahwa efek yang paling baik diperoleh bila dilakukan pada penderita depresi
terutama depresi berat yang ada kecenderungan untuk bunuh diri. Selain pada
depresi, ECT juga bermanfaat untuk gangguan efektif. Schizofrenia yang paling
baik hasilnya setelah dilakukan ECT adalah schizophrenia katatonik, baik yang
gaduh gelisah atau stupor. ECT juga bisa dilakukan pada melankolia involusi

G. Kontraindikasi
Secara garis besar untuk kontraindikasi ECT bukan karena aliran listriknya
tetapi karena konvulsi yang timbul. Konvulsi merupakan beban yang berat untuk
system kardiovaskuler dan musculoskeletal. Dengan cara yang baru (ECT
berpromodikasi) banyak kontraindikasi yang bisa dihilangkan. Kontraindikasi ECT
dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Mutlak
Tidak boleh dilakukan karena berakibat fatal. Seperti : kelainan intracranial
karena ECT akan menyebabkan terjadinya edema yang akan lebih mempertinggi
TIK.
2. Relative
Kelainan organic yang lain adalah kelainan intracranial boleh dilakukan ECT
dengan pertimbangan manfaat yang didapat lebih besar disbanding efek
sampingnya. Donor dan kehamilan bukan merupakan kontraindikasi mutlak,
tetapi harus dipertimbangkan banyak hal.
H. Komplikasi
Bisa terjadi luksasi, fraktur/robekan otot. Luksasi yang sering terjadi adalah
luksasi rahang, fraktur yang sering adalah fraktur kompresi pada tulang belakang.
Robekan otot terjadi bila waktu kejang. Otot penderita ditekan dengan keras. Jadi
sewaktu melakukan ECT, badan penderita jangan terlalu ditekan. Bila terjadi apneau
segera lakukan resusitasi. Sering juga penderita mengalami sakit kepala, kalau perlu
diberikan analgesic. Sering terjadi amnesia, tapi akan baik kembali setelah beberapa
minggu/bulan. Komplikasi lain juga sering terjadi adalah kebingungan sesudah
konvulsi, penderita menjadi sangat gelisah, agresif/destruksi.

Anda mungkin juga menyukai