Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PSIKOLOGI ABNORMAL
“Upaya Pencegahan Perilaku Abnormal (Prevention)”

DI SUSUN OLEH :
1. Viola Anjlita (20641037)
2. Feri Andika (20641016)
PRODI : BKPI 5B

Makalah Dibuat Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Psikologi Abnormal Yang Ditugaskan Oleh
Dr. Hartini M.Pd.,Kons

BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP (IAIN) CURUP
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Curup, November 2022

Penulis

i
1 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................3
2.1 Pengertian Pencegahan (Prevention)......................................................................................3
2.2 Jenis jenis pencegahan...........................................................................................................3
BAB III PENUTUP.................................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................10
3.2 Saran....................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................12

ii
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Psikologi abnormal adalah salah satu cabang psikologi yang berupaya untuk
memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang-orang yang
mengalaminya. Psikologi abnormal adalah suatu cabang dari psikologi yang
mempelajari tentang prilaku yang abnormal (abnormal behavior), khususnya yang
berkaitan dengan patologis yang disebut juga sebagai gangguan prilaku (behavior
disorder). Dalam kehidupan sehari-hari perilaku abnormal adalah perilaku yang
menyimpang dari norma sosial. Karena setiap masyarakat mempunyai patokan atau
norma tertentu, untuk perilaku yang sesuai dengan norma maka dapat diterima,
sedangkan perilaku yang menyimpang secara mencolok dari norma ini dianggap
abnormal. Sehingga perilaku yang dianggap normal oleh suatu masyarakat mungkin
dianggap tidak normal oleh masyarakat lain jadi gagasan tentang kenormalan atau
keabnormalan berbeda dari satu masyarakat lain dari waktu ke waktu dalam
masyarakat yang sama.

Jelas alamiah kalau ada orang yang menderita sakit. Namun menjadi kewajiban
kita untuk berusaha mencegah terjangkitnya penyakit, kalau penyakit itubelum
diderita. Kita pun yakin bahwa setiap penyakit atau gangguan pasti ada penyembuh
atau obatnya. Demikian juga dalam hal gangguan kejiwaan. Hal ini perlu diperhatikan,
karena ada pendapat umum bahwa gangguan kejiwaan merupkan takdir yang tidak
dapat disembuhkan.

Di bagian ini akan dikemukakan berbagai keterangan mengenai dua wacan


penting dalam menghadapi masalah perilaku abnormal ini, ialah masalah pencegahan
(prevention) dan penanggulangan (treatment,therapy).

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah diatas, maka permasalahan yang akan dibahas
yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan Pencegahan perilaku abnormal ?
2. Mengapa kita harus mempelajari pencegahan primer, sekunder dan tersier ?

1.3 Tujuan
1. Pencegahan dalam lingkup gangguan kejiwaan, menyangkut dua hal , yaitu mencari
dan membangun.
2. Karena dengan mempelajari pencegahan primer, sekunder dan tersier kita akan
mengetahui langkah langkah dalam pencegahan perilaku abnormal

2
2 BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pencegahan (Prevention)
Yang dimaksudkan dengan pencegahan dalam lingkup gangguan kejiwaan,
menyangkut dua hal, yaitu :

 Mencari dan sekaligus menghilangkan penyebab-penyebab gangguan mental;


dan
 Membangun kondisi-kondisi yang dapat mendorong lahirnya kesehatan mental.

2.2 Jenis jenis pencegahan


Terdapat tiga jenis pencegahan dalam masalah kejiwaan, ialah pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.

1) Pencegahan  Primer
Usaha-usaha pencegahan primer meliputi seluruh cara yang dirancang
untuk mendorong perkembangan kesehatan dan perilaku penangan yang
efektif, baik pada taraf biologis, psikososial, dan sosiokultural.
a. Usaha-usaha bagi kesehatan fisik
Usaha di bidang fisik dimulai dari perencanaan keluarga,
pemeliharaan prenatal dan pascanatal, dan tentu saja pemeliharaan
kesehatan dan kebugaran badan di masa dewasa dan tua. Berhubungan
dengan usaha-usaha itu, juga masalah pemeliharaan lingkunhan hidup dan
makanan serta pakaian, merupakan usaha yang penting.
b. Usaha-usaha kesehatan psikososial
Dalam hal ini usaha yang dilakukan pada dasarnya diarahkan pada
terbentuknya kehidupan jiwa yang sehat atau normal. Secara umum jiwa
yang normal itu adalah jiwa yang optimal dalam perkembangan dan
pemfungsinya, serta secara aktif dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan aktualnya
Terdapat dua pengertian dasar dalam kesehatan psikologis ini, ialah
kesehatan mental dan hygiene mental. Mental sehat adalah kemampuan
untuk secara optimal mengembangkan diri dan menyesuaikan diri secara
efektif dengan lingkungannya. Higiene mental adalah kondisi mental yang
secara struktural adalah baik, sehingga pada dasarnya dapat berfungsi

3
optimal. Secara rinci, ciri jiwa normal adalah adanya sisi intelektual yang
siap digunakan, emosionalitas yang matang, sosiabilitas yang tinggi,
persepsi yang reaslitas, dan kehidupan spiritual yang mantap. Orang yang
sehat mental bukanlah orang yang bebas dari stress, konflik, frustasi dan
lain-lain, namun memiliki kesiapan untuk menanggulangi masalah.
c. Usaha-usaha sosiokultural
Usaha-usaha ini menyangkut pendidikan masyarakat, keamanan
social, dan perencanaan social ekonomis masyarakat. Masyarakat yang
sehat antara lain juga memberi kesempatan optimal kepada anggota
masyarakatnya untuk dapat mengaktualisasikan potensialitasnya secara
optimal. Termasuk dalam hal ini adalah perkembangan nilai (values) dan
norma (norms), yang diharapkan tidak melahirkan goncangan-goncangan
fatal. Masalah gaya hidup, makin terasa pentingnya dalam pencegahan
gangguan kejiwaan ini.
2) Pencegahan Sekunder
Prevensi taraf ini menekakan deteksi dini dan mengenalkan penangan
perilaku maladaptif dalam keluarga dan komunitas. Jadi pencegahan ini
meliputi insidensi dan lingkup perilaku maladaptif dalam populasi spesifik,
dengan deksi awal perilaku demikian, berbagai dan kemungkinan fasilitas
kesehatan mental, dan dengan intervensi krisis.
Ilmu pengetahuan telah menemukan bahwa penyakit fisik yang menular
dapat dikendalikan pada saat penyebaran dan cara komunikasinya dapat
diliputi melalui studi epidemiologis. Sebagai misal terapan pendekatan studi
epidemiologis terhadap deteksi dan eradikasi awal sifilis di daerah urban
utama. Studi-studi epidemiologis juga membantu investigator mendapatkan
informasi mengenai kejadian dan distribusi berbagai perilaku maladaptif
dalam masyarakat. Misalnya ditemukannya putus sekolah, penceraian dan
ketidakmampuan fisik. Intervensi krisis harus dipertimbangkan atas aspek
krusial pencegahan sekunder.
3) Pencegahan Tersier
Walaupun intervensi krisi dan pengukuran-pengukuran pencegahan
sekunder, sebagian orang membutuhkan hospitalisasi untuk gangguan-
gangguan emosional. Pencegahan tersier melibatkan dukungan dan
penanganan pasien dalam yang intensif untuk gangguan semacam itu.

4
Maksudnya untuk mencegah gangguan menjadi kronik dan kemungkinan
individu kembali pulang secepat mungkin.
Dalam banyak kasus, penanganan intesif atas pasien dapat diberikan
dalam komunitas local pusat kesehatan mental atau dekat rumah sakit umum.
Bahkan dimana individu memerlukan penanganan dalam rumah sakit mental
perintah – yang biasanya cukup dekat dari rumah penderita – penekanannya
adalah pada perumahsakitan secara cepat dan pemeliharaan untuk jangka
panjang. Pemeliharaan semacam itu menjadi tanggung jawab utama personil
dan fasilitas kesehatan mental komunitas seperti pun keluarga individu dan
komunitas umumnya. Hal itu diperlukan untuk meyakinkan individu akan
tertolong untuk melakukan penyesuaian diri kembali dan kembali
berpastisipasi penuh di dalam rumah dan lingkungan komunitasnya dengan
kesukaran dan keterlambatan minimum.
Dalam masyarakat kita, pendekatan preventif komprehensif yang telah
kita rencanakan – termasuk pencegahan primer, sekunder, dan tersier –
menempati kekuatan yang besar pada sumber-sumber kekuattan kita.
Alternatif diperlukan walaupun membutuhkan biaya dan tenaga manusia.
Mengungtukan, seperti kita kemukakan lebih dahulu terdapat kecenderungan
yang kuat dalam masyarakat kita untuk konsep kesehatan mental yang
komprehensif, tujuan yang dipelopori oleh WHO mengenai “a sound mind, in
a sound body, in a sound society”.

Mengenai abnormalitas perilaku anak dan remaja yang berupa gangguan perilaku
seperti kenakalan remaja, dapat dicegah dengan beberapa program berikut ini :

1) Psikologi Pediatrik
Sundberg, dkk (2007) mengemukakan bahwa psikologi pediatrik adalah
bidang interdisipliner yang menangani fungsi dan perkembangan fisik,
kognitif, sosial dan emosional dalam kaitannya dengan isu isu kesehatan dan
penyakit pada anak anak, remaja, dan keluarga.
2) Psikologi Klinis Anak
Sundberg, dkk (2007) mengemukakan bahwa psikologi anak klinis sudah
berkembang sejak 1962. Dengan mengembangkan psikologi klinis anak ini,
maka abnormalitas pada anak dan remaja yang bersifat gangguan psikiatrik
akan dapat tertangani. Meskipun demikian, masyarakat belum banyak

5
mengetahui mengenai urgensi peran psikolog sehingga perlu mengadakan
sosialisasi dan psikoedukasi guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan
peran psikolog. Dengan demikian, abnormalitas anak dan remaja akan
ditangani oleh pihak yang tepat.
3) Mengembangkan peran psikolog di sekolah dan masyarakat
Psikologi tidak hanya dikembangkan dalam konteks klinis, namun juga
dalam konteks pendidikan. Terlebih lagi, gangguan masa perkembangan yang
terjadi pada anak dan remaja sangat banyak. Belum lagi mengenai gangguan
perilaku pada anak dan remaja. Peran psikolog di sekolah menjadi sangat
penting sehingga mampu mendeteksi, mengidentifikasi, mengasesmen, dan
melakukan psikoterapi dengan tepat terhadap setiap permasalahan anak dan
remaja. Selain itu, peran psikolog dalam memahami setiap permasalahan anak
dan remaja akan sangat berarti karena dengan pemahaman setiap
permasalahan tersebut, anak dan remaja akan merasa mendapatkan ruang yang
nyaman dan tepat untuk mengungkapkan masalahnya sehingga dapat
terbantukan dengan konseling dan pengembangan keterampilan problem
solving and decision making.
4) Mengajarkan makna hidup
Makna hidup (the meaning of life) merupakan salah satu spirit
kehidupan yang penting. Makna hidup juga dapat menuntun perilaku
seseorang sesuai dengan makna hidup yang diyakininya. Banyak orang yang
seolah kehilangan makna hidup karena sejak kecil tidak diajarkan menemukan
makna hidup. Banyak orang yang merasa gersang jiwanya karena tidak
menemukan makna hidup sehingga melakukan banyak perilaku abnormal.
Abdusshomad (2008) mengatakan bahwa beberapa tokoh
mengungkapkan makna hidup. Schopenhauer (1788 Masehi—1860 Masehi)
menyatakan bahwa “hidup adalah kehendak”. Berbeda dengan Friederich
Nietzsche (1844 Masehi—1900 Masehi) yang menyatakan bahwa “hidup
adalah kekuatan”. Namun, jauh sebelum kedua tokoh tersebut, Imam Abu
Hamid alGhazali (wafat 505 Hijriyah/ 1111 Masehi) menyatakan bahwa
“hidup adalah cinta dan ibadah” dalam kitabnya yang berjudul Yas’alunaka
Fiddin Wal Hayah Juz 4 halaman 31. Cinta mampu memunculkan kehendak,
cinta juga akan menimbulkan kekuatan. Hidup juga ibadah, artinya hidup
manusia adalah sarana pengabdian kepada Sang Pencipta. Pengabdian dan

6
ibadah ini dimaknai sebagai sarana bersyukur kepada Sang Pencipta. Di sisi
lain, barangkali makna hidup juga dicontohkan oleh Viktor Frankl (lahir
1905), bahwa manusia dibangun atas tiga tiang. Kebebasan kemauan,
kemauan akan arti, dan arti kehidupan. Kebebasan ini bukan bermakna
freedom from, tetapi freedom to, kebebasan untuk memaknai hidup. Bahkan,
Frankl mengemukakan bahwa salah satu hakikat eksistensi manusia adalah
spiritual.
Selain itu, makna hidup yang lain adalah dikonsepsikan oleh Abarham
Maslow (1909—1970) yang mengatakan bahwa kepribadian manusia yang
paling sehat adalah manusia yang mampu mengaktualisasikan dirinya dengan
segala potensi kebaikannya. (Schultz, 1991). Makna hidup yang lain yang
dapat diinternalisasikan dan diajarkan adalah dengan mengingat mati (dzikrul
maut). Bahwa manusia hidup itu mengalami beberapa fase. Mulai dari fase ruh
di alam malakut, fase pembentukan di alam rahim (kandungan), fase kelahiran
di alam dunia, fase kematian di alam kubur, dan berakhir pada fase kehidupan
abadi dan pertanggungjawaban di alam akhirat. Mengingat mati yang selama
iniditakuti dan dihindari oleh banyak orang, justru dapat menjadi kekuatan
positif sebagai sarana psikoterapi dan memperbaiki perilaku. Bahwa
kehidupan di dunia bukanlah satusatunya fase, ada fase sebelum itu dan kan
ada fase lagi setelah itu. Dan, fase kehidupan akhirat itu adalah fase kehidupan
abadi yang setiap manusia akan mempertanggungjawabkan setiap perilakunya
di dunia. Bukan hidup untuk mati, tetapi mati untuk hidup abadi. Dengan
demikian, memaknai kematian dengan tepat akan dapat menjadi kontrol
perilaku (Hidayat, 2008).
5) Internalisasi nilai keagamaan pada keluarga
Musbikin (2013) mengungkapkan bahwa salah satu faktor terjadinya
gangguan perilaku pada anak dan remaja sehingga menyebabkan kenakalan
adalah kurangnya pendidikan keagamaan. Selain itu, Daradjat (1973)
mengatakan bahwa salah satu sebab perilaku menyimpang pada anak dan
remaja adalah kurang tertanamnya jiwa agama dalam hati setiap orang dan
agama yang tidak dijalankan dengan baik.
Maka dari itu, salah upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari
gangguan perilaku pada anak dan remaja adalah melaksanakan internalisasi
nilai keagamaan. Internalisasi ini harus disesuaikan dengan pola pikir setiap

7
fase perkembangan agar dapat mengkristal dengan baik. Internalisasi ini tidak
hanya soal pengetahuan keagamaan, tetapi juga nilai keagamaan. Tidak hanya
soal benar dan salah, boleh dan tidak boleh, tetapi soal rasa bersalah, rasa
menyesal, rasa takut, rasa diawasi oleh Tuhan, rasa dekat dengan Tuhan, dan
rasa bertanggung jawab. Dengan demikian, keluarga khususnya orang tua
menjadi penanggung jawab yang pertama dan utama dalam hal ini.
6) Membangkitkan TPA
TPA (Taman Pendidikan Al Qur’an) merupakan salah satu metode untuk
menenamkan nilai keagamaan di luar keluarga. Terlebih lagi, TPA ini
dilaksanakan sejak dini. Namun, saat ini TPA dalam kondisi memprihatinkan.
Tidak banyak anak yang tertarik pada TPA dan lebih tertarik pada permainan.
Sehingga, menjadi tugas orang tua untuk mengarahkan anak dan remaja ke
TPA. Begitu juga masyarakat, hendaknya menciptakan suasana dan kondisi
agar anak terarahkan ke TPA. Hal ini tentu saja membutuhkan kesadaran
orang tua dan masyarakat akan pentingnya TPA dalam pembentukan
keagamaan anak dan remaja.
7) Psikoedukasi mengenai pola asuh yang tepat
Pola asuh merupakan hal yang urgen dalam luar rumah. Dengan
demikian, pengetahuan pola asuh ini sudah saatnya pembentukan kepribadian
anak. Jika pola asuh yang diterapkan kurang tepat, maka akan menyebabkan
perasaan tidak nyaman pada diri anak dan remaja sehingga anak dan remaja
akan mencari kenyamanan di untuk digencarkan. Mengasuh tidak hanya
bertanggung jawab pada sisi materi saja, tetapi juga pada sisi psikologis.
Orang tua juga sudah saatnya memahami perkembangan anak dan remaja di
jaman globalisasi ini sehingga mampu mencari pemecahan masalah terkait
permasalahan anak dan remaja. Orang tua sebaiknya memberikan ruang yang
cukup dan nyaman dalam keluarga sehingga anak dan remaja tidak
menganggap orang tua sebagai pihak otoritas yang menekan. Pola interaksi
dan komunikasi yang sehat pun haru terjalin dengan baik antara orang tua
dengan anak. Psikoedukasi inipun juga berkaitan dengaan usia minimal yang
baik untuk menikah karena pernikahan dini akan memperbesar peluang terjadi
pola asuh yang kurang tepat pada jaman modern saat ini. Kedewasaan sikap,
pikiran, dan mental turut menyumbang.

8
Pada ketepatan pola asuh. Sjarkawi (2008) mengatakan bahwa kesiapan
orang tua dalam mendidik anak adalah komponen penting dalam membentuk
kepribadian anak. Hal ini disebabkan karena kesiapan orang tua tidak hanya
sekedar kesiapan materi saja. Tetapi, juga kesiapan orang tua dalam
menyamakan misi rumah tangga dan menyetarakan konsep moral serta
mengimplementasikannya sehingga mampu menginternalisasikan moral
kepada anak-anak secara efektif.
8) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Kesejahteraan masyarakat menjadi salah satu faktor penyebab adanya
abnormalitas anak dan remaja. Kesejahteraan masyarakat yang rendah
menyebabkan masyarakat berorientasi pada uang dan harta untuk mencukup
kebutuhannya. Sehingga, berimbas pada kurang optimalnya pengasuhan anak
dan remaja. Waktu yang disediakan untuk berinteraksi dan berkomunikasi
dengan anak dan remaja menjadi kurang.
Pola pikir masyarakat juga akan menjadi salah tentang proporsi
pengasuhan anak. Masyarakat dengan kesejahteraan yang rendah akan banyak
mempersepsi bahwa jika anak dipasrahkan kepada sekolah, maka akan beres.
Padahal, ssekolah hanya sebagai penguat, bukan pembentuk. Banyak orang tua
yang memasrahkan begitu saja anak-anak mereka dengan harapan anakanak
mereka dapat menjadi orang yang baik tanpa disertai dengan ikhtiar
pembentukan kepribadian di rumah. Meskipun demikian, masyarakat dengan
kesejahteraan tinggi bukan berarti tidak rentan terhadap masalah gangguan
perilaku anak dan remaja. Jika anak dan remaja hanya dididik dalam pola yang
permisif dan berorientasi pada materi, maka anak dan remaja akan rentan
terhadap abnormalitas.

9
3 BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pencehagan adalah suatu
gangguan kejiwaan, menyangkut tentang mencari dan sekaligus menghilangkan
penyebab-penyebab gangguan mental dan membangun kondisi-kondisi yang dapat
mendorong lahirnya kesehatan mental.

Terdapat tiga jenis pencegahan dalam masalah kejiwaan, ialah pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.

1) Pencegahan primer
Usaha-usaha pencegahan primer meliputi seluruh cara yang dirancang untuk
mendorong perkembangan kesehatan dan perilaku penangan yang efektif, baik
pada taraf biologis, psikososial, dan sosiokultural.
2) Pencegahan Sekunder
Prevensi taraf ini menekakan deteksi dini dan mengenalkan penangan perilaku
maladaptif dalam keluarga dan komunitas. Jadi pencegahan ini meliputi
insidensi dan lingkup perilaku maladaptif dalam populasi spesifik, dengan
deksi awal perilaku demikian, berbagai dan kemungkinan fasilitas kesehatan
mental, dan dengan intervensi krisis.
3) Pencegahan Tersier
Walaupun intervensi krisi dan pengukuran-pengukuran pencegahan sekunder,
sebagian orang membutuhkan hospitalisasi untuk gangguan-gangguan
emosional. Pencegahan tersier melibatkan dukungan dan penanganan pasien
dalam yang intensif untuk gangguan semacam itu. Maksudnya untuk
mencegah gangguan menjadi kronik dan kemungkinan individu kembali
pulang secepat mungkin.

Mengenai abnormalitas perilaku anak dan remaja yang berupa gangguan perilaku
seperti kenakalan remaja, dapat dicegah dengan beberapa program berikut ini :

1) Psikologi Pediatrik
2) Psikologis klinis anak
3) Mengembangkan peran psikologi di sekolah dan masyarakat
4) Mengajarkan makna hidup

10
5) Internalisasi nilai keagamaan pada keluarga
6) Membangkitkan TPA (taman pendidikan al quran)
7) Psikoedukasi mengenai pola asuh yang tepat
8) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

3.2 Saran
Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan manfaat bagi
penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah kami.

11
4 DAFTAR PUSTAKA
Sundberg, N.D., Winebarger, A.A., & Taplin, J.R. (2007). Psikologi Klinis Edisi Keempat :
Perkembangan Teori, Praktik, dan Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Abdusshomad, M. (2008). Penuntun Qolbu : Kiat Meraih Kecerdasan Spiritual. Surabaya :
Khalista.
Daradjat, Z. (1973). Peran Agama Dalam Kesehatan Mental. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Hidayat, K. (2008). Psikologi Kematian : Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme.
Bandung : Mizan.
Mubsikin (2013). Intervensi Untuk Mengatasi Gangguan Perilaku Menentang Anak dengan
Parent Management Training : Jurnal Mu’adalah, Jurnal Studi Gender dan Anak Vol.
1 No. 1, 26—November 2022, 81—89
Sjarkawi. (2008). Pembentukan Kepribadian Anak : Pesan Moral, Intelektual, Emosional,
dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri. Jakarta : Bumi Aksara.
Wiramihardja, A, Sutardjo. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung : PT. Refika
Aditama. (169-185).

12
I

Anda mungkin juga menyukai