Anda di halaman 1dari 35

KEPERAWATAN KOMUNITAS II

Kasus Penyakit Infeksi TB Paru

Dosen pengampu: Ns.Nourmayansa Vidya Anggraini, S Kep, M.Kep, Sp. Kep. Kom

Disusun oleh:

Ani Lestari 1810711001


Pricilia Dewi Sulistyawati 1810711006
Annisa Kirana Putri 1810711009
Bunga Indah Sari 1810711027
Nur Rohmah 1810711083

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat
kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam
makalah ini, penulis membahas materi tentang “Kasus Penyakit Infeksi TB Paru”.Makalah
ini dibuat untuk melengkapi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Komunitas II.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan makalah ini, serta teman-teman
yang ikut membantu dalam penyesaian makalah ini.

Jakarta , 1 Maret 2021

Penyusun

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………….3
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………..3
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………….4
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………………...4

BAB II TINJAUAN TEORI………………………………………………………………5


2.1Program kesehatan terkait kasus……………………………………………………5
2.2Program kota sehat terkait kasus……………………………………………………6
2.3Prevalensi populasi (Dunia, Indonesia, dan Jawa Barat)……………………………9
2.4Pengertian, etiologi dan tanda gejala TB Paru……………………………………..10
2.5Komplikasi, cara pencegahan dan penatalaksanan TB Paru……………………….12
2.6Karakteristik & tumbang dewasa..............................................................................18
2.7Pengkajian, analisa data dan diagnosa keperawatan TB Paru...................................22
2.8Tujuan umum khusus & intervensi TB Paru……………………………………….26

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………31


3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………….31
3.2 Saran ……………………………………………………………………………..31

BAB IV DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….39

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain:
M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai
Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas
dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang
bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC. Hingga saat ini,
Tuberkulosis tercatat sebagai salah satu masalah kesehatan dunia yang masuk dalam
Millennium Development Goals (MDGs)
Terkait TBC, sesuai data WHO Global Tuberculosis Report 2016,Indonesia
menempati posisi kedua dengan beban TBC tertinggi di dunia. Trend insiden kasus
TBC di Indonesia tidak pernah menurun, masih banyak kasus yang belum terjangkau
dan terdeteksi, kalaupun terdeteksi dan telah diobati tetapi belum dilaporkan. TBC di
Indonesia merupakan salah satu jenis penyakit penyebab kematian nomor empat
setelah penyakit stroke, diabetes dan hipertensi. Kasus penyakit TBC di Indonesia
masih terbilang tinggi yakni mencapai sekitar 450 ribu kasus setiap tahun dan kasus
kematian akibat TBC sekitar 65 ribu orang. Penyakit TBC lebih banyak menyerang
orang yang lemah kekebalan tubuhnya, lanjut usia, dan pasien yang pernah terserang
TBC pada masa kanak-kanaknya. Penyebab penyakit TBC adalah infeksi yang
diakibatkan dari kuman Mycobaterium tuberkulosis yang sangat mudah menular
melalui udara dengan sarana cairan yang keluar saat penderita bersin dan batuk, yang
terhirup oleh orang sekitarnya
Oleh karena itu, penyakit tuberkulosis harus mendapat penanganan yang tepat
karena penyakit ini menyerang tidak memandang kelompok usia produktif, kelompok
ekonomi lemah dan berpendidikan rendah. Penyakit TB paru lebih banyak ditemukan
di daerah miskin. Karena faktor lingkungan yang kurang mendukung menjadi
penyebab TB paru. Beberapa faktor yang erat hubunganya dengan terjadinya infeksi
basil tuberkulosis yaitu adanya sumber penularan, jumlah basil yang cukup banyak
dan terus menerus memapar calon penderita, virulensi keganasan basil serta daya
tahan tubuh dimana daya tahan tubuh ini mempunyai hubungan erat dengan faktor
lingkungan, misalnya perumahan dan pekerjaan, faktor imunologis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja yang menjadi program kesehatan terkait kasus?
2. Apa saja yang menjadi program kota sehat terkait kasus?
3. Bagaimana prevalensi populasi (Dunia, Indonesia, Jawa Barat) ?
4. Apa pengertian, etiologi dan tanda gejala TB Paru?

3
5. Apa komplikasi, cara pencegahan dan penatalaksanan TB Paru?
6. Bagaimana karakteristik & tumbang dewasa?
7. Bagaimana pengkajian, analisa data dan diagnosa keperawatan TB Paru?
8. Bagaimana tujuan umum khusus & intervensi TB Paru?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui dan memahami program kesehatan terkait kasus
2. Mengetahui dan memahami program kota sehat terkait kasus
3. Mengetahui dan memahami prevalensi populasi (Dunia, Indonesia, dan Jawa
Barat)
4. Mengetahui apa pengertian, etiologi dan tanda gejala TB Paru
5. Mengetahui apa komplikasi, cara pencegahan dan penatalaksanan TB Paru
6. Mengetahui dan memahami karakteristik & tumbang dewasa
7. Mengetahui bagaimana pengkajian, analisa data dan diagnosa keperawatan TB
Paru
8. Mengetahui bagaimana tujuan umum khusus & intervensi TB Paru

9.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1Program Kesehatan Terkait Kasus


Menurut laman departemen kesehatan - Kementerian Kesehatan, Peduli TBC dengan
gerakan TOSS TBC sebagai upaya pencegahan dan pengendalian TBC. TOSS TBC
(Temukan Obati Sampai Sembuh) adalah gerakan untuk menemukan pasien sebanyak
mungkin dan mengobatinya sampai sembuh sehingga rantai penularan di masyarakat bisa
dihentikan. Penemuan kasus TBC mesti erus ditingkatkan secara intensif baik yang
dilakukan fasilitas milik pemerintah maupun swasta, serta melakukan pendekatan terpadu
layanan TBC dengan layanan kesehatan lainnya serta dilakukan juga penemuan aktif
melalui pendekatan keluarga. Upaya ini didukung dengan edukasi terus menerus melalui
berbagai kegiatan dan media.
Dukungan pihak di luar kesehatan sangat berarti bagi program pencegahan dan
pengendalian penyakit TBC, misalnya dengan pemanfaatan sarana transportasi publik,
dalam hal ini adalah moda kereta-api, untuk edukasi TBC, dalam rangka mendukung
upaya Pemerintah memberikan Edukasi TBC bagi masyarakat. Adapun TBC merupakan
penyakit lama yang masih menjadi pembunuh terbanyak di antara penyakit menular.
Dunia pun masih belum bebas dari TBC. Berdasarkan laporan WHO 2017 diperkirakan
ada 1.020.000 kasus di Indonesia, namun baru terlaporkan ke Kementerian Kesehatan
sebanyak 420.000 kasus.Untuk menentukan berhasil tidaknya suatu program maka
dibutuhkan indikator-indikator sebagai bahan evaluasi dan monitoring. WHO menetapkan
tiga indikator TBC beserta targetnya yang harus dicapai oleh negara-negara dunia, yaitu:
● Menurunkan jumlah kematian TBC sebanyak 95% pada tahun 2035
dibandingkan kematian pada tahun 2015.
● Menurunkan insidens TBC sebanyak 90% pada tahun 2035 dibandingkan
tahun 2015.
● Tidak ada keluarga pasien TBC yang terbebani pembiayaannya terkait
pengobatan TBC pada tahun 2035.
Sasaran nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang
tertuang pada Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang SDGs menetapkan target
prevalensi TBC pada tahun 2019 menjadi 245 per 100.000 penduduk. Sementara
prevalensi TBC tahun 2014 sebesar 297 per 100.000 penduduk.
Sedangkan di Permenkes Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis
menetapkan target program Penanggulangan TBC nasional yaitu eliminasi pada tahun
2035 dan Indonesia Bebas TBC Tahun 2050. Eliminasi TBC adalah tercapainya jumlah
kasus TBC 1 per 1.000.000 penduduk. Berikut rincian target penanggulangan TBC
nasional:

Tabel 1. Target Penanggulangan TBC Nasional

Indikator 2014 2020 2025 2030 2035

5
Angka 299 30% 50% 80% 90%
kesakitan

Angka 41% 40% 70% 90% 95%


kematian

2.2Program Kota Sehat Terkait Kasus


A. Cegah TB Paru, Puskesmas Villapertiwi Galakan Program Catatan Si BOY
depok.go.id- Guna mencegah penyakit Tuberculosis (TB) paru, Unit
Pelaksana Fungsuonal (UPF) Villapertiwi menggalakan program Catatan Singkat
Benar Minum Obatnya (Si BOY). Program yang tertuju bagi pasien TB paru itu
diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan dengan teratur mengonsumsi
obat.“Jadi, melalui program ini pasien TB paru diberikan catatan khusus terkait cara
minum obat TB yang baik dan benar, sehingga pasien mendapatkan motivasi untuk
minum obat secara teratur. Dengan begitu, angka kesembuhan pun diharapkan ikut
meningkat,” tutur Kepala UPF Puskesmas Villapertiwi, Toni Hermawan
kepada depok.go.id, Senin (22/10).
Dikatakannya, untuk menyukseskan program tersebut, pihaknya juga menjalin
sinergitas dengan para kader yang akan berperan sebagai Pendamping Minum Obat
(PMO). Dimana, PMO bertugas mendampingi pasien TB paru agar mengonsumsi
obat secara teratur.“Saat ini kami memiliki 29 PMO yang bertugas di setiap RW.
PMO bertugas untuk mengawasi dan memastikan pasien tersebut minum obat
dengan teratur sehingga mempercepat proses penyembuhan dan juga mencegah
penularan di lingkungannya,” ujarnya.
Dirinya menambahkan, lewat program tersebut, tingkat kesembuhan pasien
TB paru pun semakin meningkat. Dari target 68 pasien TB paru di tahun 2018,
sebanyak 10 orang telah sembuh. Sedangkan sebanyak 51 orang sedang dalam
proses pengobatan.“Kemudian, untuk pasien yang keluar (drop out) satu orang, yang
pindah ke luar daerah dua orang, dan yang rujuk ke rumah sakit dua orang. Untuk
pasien yang gagal diobati tidak ada,” tandasnya.
B. Kader TB Sawangan Diajak Aktifkan Gerakan Ketuk Pintu
Depok.go.id – Upaya mendeteksi penyakit Tuberculosis (TB) di tengah
masyarakat, tidak cukup hanya dengan sosialisasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS). Melalui kader TB, Kecamatan Sawangan mengaktifkan gerakan ketuk
pintuk guna mendeteksi dini dugaan penyakit TB di masyarakat.Camat Sawangan,
Zaenuddin mengatakan, untuk penanganan penyakit TB, karena terbilang penyakit
menular, pihaknya lebih fokus terhadap lingkungan sekitar. Serta tak lupa
menerapkan PHBS dengan didasari semangat lebih baik mencegah daripada
mengobati.
“Dikarenakan penyakit menular TB bersumber dari bakteri yang masuk ke
dalam tubuh kita yang bersarang dalam paru-paru, untuk itu para kader TB harus
terus menerus mensosialisasikan ke masyarakat dan ketuk pintu untuk mendapatkan
suspect TB,” ujar Zaenuddin, usai membuka Sosialisasi Penanggulangan Penyakit
6
Menular Sekaligus Pelaksanaan Penjaringan Suspect TB di Aula Kecamatan
Sawangan, Selasa
(25/09/2018).Kepala Puskesmas Kedaung, Tuti Suhartini mengaku, selalu
berkunjung ke setiap kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Sawangan. Tidak
hanya untuk memantau kesehatan pada masyarakat, melainkan juga melakukan
sosialisasi mengenai penyakit menular, terutama yang terduga terkena TB.
“Kita selaku pihak Puskesmas ingin memberikan pelayanan yang terbaik
untuk masyarakat. Sosialisasi ke setiap kelurahan, bertujuan untuk mencegah
masyarakat Kecamatan Sawangan bebas dari suspect TB yang dapat menimbulkan
dampak negatif. Baik bagi diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat sekitar tempat
tinggal,” tutupnya.
C. Gerakan Deteksi Aktif Infeksi Tuberkulosis (Gertak TB) Kota Depok
Perkumpulan Pemberantas Tuberkulosis Indonesia (PPTI) Cabang Kota
Depok bersama Pemerintahan Kota Depok akan melakukan penyuluhan untuk
penderita Tuberkulosis (TB) dengan aksi dan kegiatan bakti sosial. Aksi Gertak TB (
Gerakan Deteksi Aktif Infeksi TB) akan dilakukan pada 10 April 2013 di 2 tempat
yaitu Kelurahan Sukatani, RW 20 dan Kecamatan Cilodong. Tujuan dalam
mengadakan kegiatan ini untuk memperingati hari Tuberkulosis yang jatuh pada
tanggal 24 Maret 2013 yang lalu dan untuk mendata dan memerangi serta
memberantas penyakit Tuberkulosis.
Kota Depok menjadi tuan rumah pada tahun 2013, ini menjadi tahun pertama
PPTI Cabang Kota Depok mengadakan kegiatan penyuluhan untuk penderita TB di
Kota Depok. Kegiatan ini didukung penuh oleh Pemerintah Kota Depok khususnya
Bapak Walikota Nur Mahmudi Ismail. Aksi yang akan dilakukan meliputi
penyuluhan kesehatan yang akan dilakukan oleh 6000 orang dan akan didaftarkan
dalam Rekor MURI, pengobatan gratis untuk para penderita TB, dan pembagian
makanan untuk keluarganya yang menderita penyakit TB dan untuk kader
pendamping sebagai bentuk apresiasi untuk terus berjuang memberantas penyakit
TB, door price serta adanya hiburan.Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati
urutan ke-3 sedunia dalam hal jumlah penderita tuberkulosis (TB). Baru pada tahun
ini turun ke peringkat ke-4 dan masuk dalam milestone atau pencapaian kinerja 1
tahun Kementerian Kesehatan. Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO)
pada tahun 2007 menyatakan jumlah penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528
ribu atau berada di posisi tiga di dunia setelah India dan Cina.
Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke
posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara
dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika
Selatan, Nigeria dan Indonesia (sumber: WHO Global Tuberculosis Control
2010).Pada Global Report WHO 2010, didapat data TB Indonesia, Total seluruh
kasus TB tahun 2009 sebanyak 294731 kasus, dimana 169213 adalah kasus TB baru
BTA positif, 108616 adalah kasus TB BTA negatif, 11215 adalah kasus TB Extra
Paru, 3709 adalah kasus TB Kambuh, dan 1978 adalah kasus pengobatan ulang
diluar kasus kambuh (retreatment, excl relaps).Sementara itu, untuk keberhasilan

7
pengobatan dari tahun 2003 sampai tahun 2008 (dalam %), tahun 2003 (87%), tahun
2004 (90%), tahun 2005 sampai 2008 semuanya sama (91%).
PPTI Cabang Kota Depok mulai mempersiapkan pendataan penderita TB yang
ada di Kota Depok. Walikota Depok menghimbau untuk jangan sampai penderita
TB takut dan malu untuk berobat, pengobatan ini sangat penting karena masih dapat
disembuhkan. Seluruh OPD dan Dinas terkait pun ikut serta dalam acara kegiatan
ini. (Diskominfo/Feny)
D. UPT Puskesmas Limo Kembangkan Aplikasi Pengingat bagi Pengidap
Tuberkulosis
Depok.go.id- UPT Puskesmas Kecamatan Limo bakal mengembangkan
inovasi baru berupa aplikasi pengingat bagi pengidap Tuberkulosis (TB). Terobosan
tersebut dirancang setelah puskesmas tersebut sukses menciptakan inovasi Sistem
Informasi Pemetaan Profil Kesehatan Lingkungan (SIPP KLING) serta Sistem
Informasi Posyandu (Sindu).Kepala UPT Puskesmas Kecamatan Limo, Titin
Hardiana mengatakan, pihaknya akan terus mengembangkan inovasi sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Salah satunya dengan aplikasi pengingat tersebut agar dapat
menekan angka pengidap penyakit TB di wilayah.“Kita ingin memantau penderita
TB agar selalu tepat waktu meminum obat. Jadi ada reminder kepada pasien
sehingga penyakit ini berkurang dan tidak menular kepada lainnya,” ucapnya
kepada depok.go.id, Kamis (11/01/2018).
Dikatakannya, aplikasi itu nantinya akan sangat berguna bagi pasien TB paru.
Selain untuk mengingatkan minum obat, aplikasi tersebut diharapkan juga bisa
membangun kesadaran masyarakat yang terinfeksi TB paru.“Pasien TB harus
memulai pengobatan serta melanjutkan pengobatan bagi pasien yang pengobatannya
terhenti. Sebab jika pasien TB kurang disiplin meminum obat, maka akan sulit
disembuhkan. Padahal, untuk semua pasien yang teridentifikasi TB, diharuskan
minum obat selama enam bulan secara rutin hingga sembuh,” jelasnya.Titin
menambahkan, aplikasi ini akan segera dirancang. Pasien hanya perlu mengunduh di
playstore secara gratis. Pasien pun akan terus diingatkan serta diedukasi melalui
aplikasi tersebut.
E. Waspadai Penyakit Tuberkulosis, Puskesmas Cipas Lakukan Aksi Ketuk Pintu
Warga
Depok.go.id- Puskesmas Cisalak Pasar (Cipas) melakukan aksi Ketuk Pintu
untuk mencari penderita Tuberkulosis (TBC) paru di wilayahnya. Sejumlah warga di
dua wilayah yaitu RW 01 dan RW 07 didatangi oleh kader kesehatan Puskesmas
Cipas, sebagai upaya deteksi dini penyakit Tuberkulosis.“Jelang peringatan Hari
TBC Sedunia pada 24 Maret 2018, kami melakukan aksi Ketuk Pintu untuk mencari
penderita TBC baru di dua wilayah ini karena penderita Tuberkulosis cukup banyak.
Selain juga agar tidak menyebar lebih luas dari wilayah tersebut,” tutur Kepala
Puskesmas Cipas, Winarni Naweng Triwulandari, Senin (19/03/2018).
Dikatakan Naweng, hingga saat ini pihaknya telah melakukan pemeriksaan ke
10 rumah warga. Setelah diperiksa, tidak ada penderita TBC yang positif.Naweng
menambahkan, dalam kunjungannya tersebut, pihaknya memberikan penyuluhan
mengenai TBC. Pihaknya juga membawa pot dahak sebagai wadah yang digunakan

8
untuk memeriksa yang dilakukan oleh tenaga kesehatan Puskesmas, serta
memberikan edukasi lingkungan sehat agar selanjutnya diterapkan warga.“Usai
melakukan pemeriksaan, kami memberikan edukasi kepada masyarakat agar ke
depannya tidak tertular TBC dari penderita yang aktif,” tambahnya.Dirinya
menambahkan, di tahun 2017 ditemui 32 penderita TBC di Kelurahan Cipas. Jumlah
tersebut telah melebihi target yang telah ditentukan yaitu sebanyak 17 penderita.

2.3Prevalensi Populasi (Dunia, Indonesia, dan Jawa Barat)


Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang yang
telah terinfeksi basil TB. Bersama dengan malaria dan HIV/AIDS, Tuberkulosis menjadi
salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDG’s
(Kemenkes, 2011).Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Hal
tersebut menyebabkan gangguan kesehatan jutaan orang per tahun dan menduduki
peringkat ke dua sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit menular di dunia
setelah HIV. Target yang terkait dengan MDG’s dan mendukung kemitraan Stop TB yaitu
1) tahun 2015, mengurangi prevalensi dan kematian akibat TB sebesar 50% dibandingkan
dengan awal tahun 1990; 2) tahun 2050, menghilangkan TB sebagai masalah kesehatan
masyarakat (didefinisikan sebagai k <1 kasus per 1 juta penduduk per tahun) (WHO,
2013).
Indikator yang digunakan dalam penanggulangan TB salah satunya Case Detection
Rate (CDR), yaitu jumlah proporsi pasien baru BTA positif yang ditemukan dan
pengobatan terhadap jumlah pasien baru BTA positif, yang diperkirakan dalam wilayah
tersebut (Kemenkes, 2012). Pencapaian CDR (Case Detection Rate-Angka Penemuan
Kasus ) TB di Indonesia tiga tahun terakhir sebesar; 78,30 % di tahun 2010, 83,5 % di
tahun 2011, ditahun 2012 terjadi penurunan menjadi 82,4 %, dan 38,4 % (data per
triwulan 2) di tahun 2013. Dengan adanya data tersebut CDR di Indonesia masih dibawah
target yang ditetapkan yaitu 90% (Kemenkes RI, 2013).
Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun
2013 sebesar 0,4% tidak berbeda dengan 2007. Lima provinsi dengan TB paru tertinggi
yaitu Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6%), DKI (0,6%), Gorontalo (0,5%), Banten (0,4%),
Papua Barat (0,4%), dan Jawa Tengah (0,4%) (Kemenkes, 2013). Dari seluruh penduduk
yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan, hanya 44,4 % diobati dengan obat
program. Lima provinsi terbanyak yang mengobati TB dengan obat program yaitu DKI
Jakarta (68,9%), Yogyakarta (67,3%), Jawa Barat (56,2%), Sulawesi Barat (54,2%) dan
Jawa Tengah (50,4%) (Kemenkes, 2013). Prevalensi Tuberkulosis per 100.000 penduduk
provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 106,42 penduduk. Prevalensi tuberkulosis
tertinggi adalah di Kota Tegal (358,91 per 100.000 penduduk) dan terendah di Kabupaten
Magelang (44,04 per 100.000 penduduk) (Dinkes Prov Jateng, 2012).
Suspek TB di seluruh UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) Surakarta mengalami
penurunan tiga tahun terakhir yaitu pada tahun 2011 sebesar 5684 orang, tahun 2012
sebesar 4987 orang dan di tahun 2013 sebesar 3820 orang. Sedangkan prevalensi kasus
TB paru BTA positif di Surakarta mengalami penurunan yaitu 418 penderita (tahun 2011),
377 penderita (tahun 2012), dan 361 penderita (tahun 2013) (Dinkes Surakarta, 2013).

9
Faktor yang mempengaruhi kejadian TB paru meliputi adanya sumber penularan
penyakit yaitu kuman mycobacterium tuberculosis, faktor karakteristik lingkungan
(kondisi geografi, demografi dan iklim), faktor kependudukan (sosial ekonomi, umur,
jenis kelamin dan status gizi) serta pelayanan kesehatan baik dari segi fasilitas maupun
tenaga kesehatannya (Achmadi, 2008). Sistem surveilans tuberkulosis paru di Indonesia
secara Nasional berada dibawah pengawasan Direktorat Jendral P2&PL (Pemberantasan
Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan) Departemen Kesehatan. Surveilans tuberkulosis
paru yang berada di tingkat Kabupaten /Kota bergantung pada Wasor (wakil supervisor)
yang berada di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan bekerja sama dengan unit
pelayanan kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit, BP4, BBKPM, laboratorium dll). Wasor
mengumpulkan dan mengolah data dan informasi surveilans tuberkulosis paru kedalam
buku register tuberkulosis paru (Kemenkes, 2011).
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang perlu dilakukan pencegahan dan
penanggulangan yang tepat. Dengan adanya analisis spasial TB didapat hasil berupa
layout peta, tabel, grafik, agihan (tempat) persebaran penderita TB dalam penelitian ini
adalah Kota Surakarta. Dari layout tersebut dapat dianalisis dan diketahui agihan (tempat)
penderita TB, berbeda dengan hanya mengolah data dengan tabel atau grafik saja tidak
dapat mengetahui tempat-tempat persebaran TB hanya sebatas analisis.

2.4Pengertian, Etiologi dan Tanda Gejala TB Paru


A. Pengertian TB Paru
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang
hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah
paru-paru (IPD, FK, UI).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer , 1999).
Tuberculosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang dengan
panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. (M.Ardiansyah, 2012).
Penyakit tuberculosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien TBC
batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain
saat bernafas. (Widoyono, 2008)
Tuberculosis adalah suatu infeksi kronik jaringan paru yang
disebabkan Mycobacterium tuberculosae (Herdin, 2009).
TB Paru (Tuberculosis) adalah penyakit menular yang langsung disebabkan oleh
kuman TB (Mycobaterium tuberculosa). Sebagian besar kuman TBC ini menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya ( Depkes RI, 2011 ).
B. Etiologi TB Paru
Penyebab dari penyakit tuberculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh
micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan
ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru

10
merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal
lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu
melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes
RI, 2002).
Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap
pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut Basil Tahan
Asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman Tuberculosis juga
tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob.
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100°C selama 5-10 menit atau
pada pemanasan 60°C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30
detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab
dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran
udara (Widoyono, 2008).
C. Tanda Gejala TB Paru
Gejala umum TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa
sputum, malaise, gejala flu, demam ringan, nyeri dada, batuk darah. Keluhan yang
dirasakan penderita tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan
sama sekali. Keluhan yang paling banyak terjadi yaitu :
1. Demam
Serangan demam pertama dapat sembuh kembali, tetapi kadang-kadang panas
badan mencapai 40-410C. Demam biasanya menyerupai
demam influenza sehingga penderita biasanya tidak pernah terbebas dari
serangan demam influenza.
2. Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk biasanya dialami lebih
dari 4 minggu dan bahkan berbulan-bulan. Sifat batuk dimulai dari batuk non
produktif. Keadaan ini biasanya akan berlanjut menjadi batuk darah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat
juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya
sudah meliputi bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.
5. Malaise
Tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (BB menurun),
sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan berkeringat malam. Gejala malaise ini

11
makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur (Ari
Sandi, 2012)

2.5Komplikasi, Cara Pencegahan dan Penatalaksanaan TB Paru


A. Komplikasi dan Prognosis
Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1. Komplikasi dini:
pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok hipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan
sebagainya
Terdapat berbagai macam komplikasi TB paru, dimana komplikasi dapat terjadi
di paru-paru, saluran nafas, pembuluh darah, mediastinum, pleura ataupun dinding
dada (Jeoung dan Lee, 2008). Komplikasi TB ini dapat terjadi baik pada pasien
yang diobati ataupun tidak. Secara garis besar, komplikasi TB dikategorikan
menjadi:
1. Lesi Parenkim
a. Tuberkuloma dan thin-walled cavity
b. Sikatriks dan destruksi paru.
c. Aspergilloma.
d. Karsinoma bronkogenik.
2. Lesi Saluran Nafas
a. Bronkiektasis.
b. Stenosis trakeobronkial.
c. Bronkolitiasis.
3. Komplikasi Vaskular
a. Trombosis dan vaskulitis.
b. Dilatasi arteri bronchial.
c. Aneurisma rassmussen.
4. Lesi Mediastinum
a. Kalsifikasi nodus limfa.
b. Fistula esofagomediastinal.
c. Tuberkulosis perikarditis.
5. Lesi Pleura
a. Chronic tuberculous empyema dan fibrothorax.
b. Fistula bronkopleura.

12
c. Pneumotoraks.
6. Lesi dinding dada
a. TB kosta.
b. Tuberculous spondylitis.
c. Keganasanyang berhubungan dengan empyema kronis.
Prognosis dapat menjadi buruk bila dijumpai keterlibatan ekstraparu, keadaan
immunodefisiensi, usia tua, dan riwayat pengobatan TB sebelumnya. Pada suatu
penelitian TB di Malawi, 12 dari 199 orang meninggal, dimana faktor risiko
terjadinya kematian diduga akibat BMI yang rendah, kurangnya respon terhadap
terapi dan keterlambatan diagnosa (Herchline, 2013). Kesembuhan sempurna
biasanya dijumpai pada kasus non-MDR dan nonXDR TB, ketika regimen
pengobatan selesai. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi dengan sistem
DOTS memiliki tingkat kekambuhan 0-14 %. Pada negara dengan prevalensi TB
yang rendah, kekambuhan biasanya timbul 12 bulan setelah pengobatan selesai dan
biasanya diakibatkan oleh relaps. Hal ini berbeda pada negara dengan prevalensi TB
yang tinggi, dimana kekambuhan diakibatkan oleh reinfeksi (Herchline, 2013).
B. Cara Pencegahan
Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan
IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi
DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5
komponen kunci, yaitu:
1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.
2) Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
5) Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam
pengendalian TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai
salah satu intervensi kesehatan yang secara ekonomis sangat efektif (cost-efective).
Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan
efektifitasnya. Satu studi cost benefit yang dilakukan di Indonesia menggambarkan
bahwa dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang digunakan untuk
membiayai program pengendalian TB, akan menghemat sebesar US$ 55 selama 20
tahun.
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas
diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB
dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan
menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan
TB. Dengan semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program dibanyak
negara, kemudian strategi DOTS di atas oleh Global stop TB partnership strategi
DOTS tersebut diperluas menjadi sebagai berikut :

13
1) Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
2) Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3) Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
4) Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
5) Memberdayakan pasien dan masyarakat
6) Melaksanakan dan mengembangkan penelitian
Pengendalian TB Di Indonesia Tahun 2010 – 2014
Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7 strategi:
1) Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu
2) Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan masyarakat
miskin serta rentan lainnya
3) Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela),
perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private Mix dan menjamin
kepatuhan terhadap International Standards for TB Care
4) Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.
5) Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen
program pengendalian TB
6) Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB
7) Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis
Kegiatan yang dilakukan :
1) Tatalaksana dan Pencegahan TB
● Penemuan Kasus Tuberkulosis
● Pengobatan Tuberkulosis
● Pemantauan dan Hasil Pengobatan Tuberkulosis
● Pengendalian Infeksi pada sarana layanan
● Pencegahan Tuberkulosis
2) Manajemen Program TB
● Perencanaan program Tuberkulosis
● Monitoring dan Evaluasi Program Tuberkulosis
● Manajemen Logistik Program Tuberkulosis
● Pengembangan Ketenagaan Program Tuberkulosis
● Promosi program Tuberkulosis
3) Pengendalian TB komprehensif
● Penguatan Layanan Laboratorium Tuberkulosis
● Public - Private Mix (Pelibatan Semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan)
● Kolaborasi TB-HIV
● Pemberdayaan Masyarakat dan Pasien TB
● Pendekatan kolaborasi dalam kesehatan paru
● Manajemen TB Resist Obat
● Penelitian tuberculosis
Tips Menjaga dan Mencegah TB Menular (Depkes, 2017)
1) Tinggal di ruamah
Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan orang lain selama
beberapa minggu pertama pengobatan untuk TB aktif.

14
2) Ventilasi ruangan
Kuman TB menyebar lebih mudah dalam ruangan tertutup kecil dimana udara
tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang buka jendela dan gunakan
kipas untuk meniup udara dalam ruangan ke luar.
3) Menggunakan masker
Gunakan masker untuk menutup mulut kapan saja ini merupakan langkah
pencegahan TB secara efektif. Jangan lupa untuk membuang masker secara
teratur.
4) Imunisasi
Imunisasi BCG diberikan kepada bayi berumur 3-14 bulan.
5) Meludah pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan (air sabun).
6) Hindari udara dingin.
7) Usahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam ruang tidur.
8) Menjemur Kasur, bantal, dan tempat tidur terutama pagi hari.
9) Semua barang penderita harus dipisahkan

C. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien,mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan kuman tahan
asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat dan
cepat sekali timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat. Umumnya antibiotika
bekerja lebih aktif terhadap kuman yang cepat membelah dibandingkan dengan
kuman yang lambat membelah. Sifat lambat membelah yang dimiliki mikobakteri
merupakan salah satu faktor yang m enyebabkan perkembangan penemuan obat
antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambat dibandingkan antibakteri lain.
Pengobatan TB paru terbagi atas 2 fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan) untuk jenis obat utama:
1. Lini 1 : INH, Rifampisin, Streptomisin, Etambutol. Jenis obat tambahan
lainnya
2. Lini 2 : Kanamisin , Amikasin, Kuinolon
Tabel dosis Obat Anti Tuberkulosis

Dosis Dosis (mg)/ BB (kg)


Dosis
(mg/ Harian Intermiten maks
OBAT kgBB/ < 40 40-60 >60
hari) (mg/kgBB/hari) (mg/kgBB/hari) (mg)

R 8-12 10 10 600 300 450 600

H 4-6 5 10 300 150 300 450

Z 20-30 25 35 1000 1000 1500

15
E 15-20 15 30 1000 1000 1500

Sesuai
S 15-18 15 15 1000 750 1000
BB

Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)


1. Dosis tiap hari
a. RHZE: R(150mg)+H(75mg)+Z(400mg)+E(275mg)
b. RHZ : R(150mg)+H(75mg)+Z(400mg)
c. RH : R(300mg)+H(150mg), R(150mg)+H(75mg)
d. EH : H(150mg)+E(400mg)

2. Dosis 3 X/ minggu
a. RHZ : R(150mg)+H(150mg)+Z(500mg)
b. RH : R(150mg)+H(150mg)
Keuntungan kombinasi dosis tetap
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan
pengobatan yang tidak disengaja
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan
standar
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat yang lebih sedikit
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggumaan monoterapi
Paduan OAT yang dianjurkan pada pengobatan TB paru
Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori yaitu:
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali
dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:
a. Penderita baru TBC paru BTA positif.
b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3

Diberikan kepada :
a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

16
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif
4. Kategori 4: RHZES
Diberikan pada kasus Tb kronik .

Tabel Paduan OAT yang dianjurkan pada pengobatan TB paru

Kategori Paduan OAT


(Program Kasus Program Paduan Alternatif
) Nasional

- TB Paru BTA +, kasus baru 2 RHZE/ 4


R3H3
- BTA -, lesi luas/ kasus berat
I 2 RHZE/ 4 RH
- TB ekstrapul monal berat
2 HRZE/ 6 HE
- TB kasus berat HIV +

- Kambuh 2 RHZES/
2 HRZES/ 1 HRZE/
II - Gagal pengobatan 1 HRZE/
5 HRE
- Putus berobat 5 H3R3E3

- TB paru BTA -, lesi minimal.


HIV - 2 RHZ/ 4 RH/ 2
III 2 RHZ/ 4 R3H3
RHZ/ 6 HE
- Ekstrapulmonal ringan HIV -

- TB Kronik Rujukan ke Untuk mendapat


IV
- MDR TB spesialis OAT lini 2

Efek samping OAT pada orang dewasa

Obat-obatan Efek samping utama

- Hepatitis (meningkat dengan umur,kelainan fungsi hati pecandu


alkohol)
Isoniazid
- Neuropati perifer, hati-hati pada penderita DM, uraemia,
malnutrisi, keganasan, pecandu alkohol, perempuan hamil)

Rifampisin - Gangguan saluran cerna


- Hepatitis
- Interaksi obat
- Rash

17
- Gejala seperti flu
- Kelainan darah

- Hepatitis
- Rash
Pirazinamid - Nyeri sendi
- Hiperurisemia
- Gangguan saluran cerna

Etambutol - Optic neuritis

- Ototoksik (hindari penderita > 60 tahun)


Streptomisin (p.e)
- Gangguan fungsi ginjal

Ciprofloksasin - Gangguan saluran cerna

- Gangguan tidur, sakit kepala


Ofloksasin
- Gangguan saluran cerna

Kanamisin - Seperti streptomisin

2.6Karakteristik & Tumbang Dewasa


Setiap individu akan mengalami proses perkembangan yang tidak dapat ditolak,
terlepas dari kehendak individu yang bersangkutan. Masa dewasa adalah masa dimana
individu menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukannya dalam
masyarakat bersama begitupun dengan orang dewasa lainnya.Secara fisik, seorang
dewasa menampilkan profil yang sempurna dalam arti pertumbuhan dan perkembanga
aspek-aspek secara fisiologis telah mencapai posisi puncak. Mereka memiliki daya tahan
dan taraf kesehatan yang prima sehingga dalam melakukan berbagai kegiatan tampak
inisiatif, kreatif, energik, cepat, dan proaktif.
Begitupun secara psikis, seorang yang merasa ia bertanggung jawab, menyadari
makna kehidupan serta berusaha akan nilai-nilai yang telah ia pilih, mungkin bisa
dikatakan ia seseorang yang memasuki masa dewasa. Menurut gould, “usia yang tepat
saat perubahan-perubahan itu terjadi adalah produk dari kepribadian gaya hidup dan sub-
budaya total seorang individu”.
A. Karakteristik perkembangan usia dewasa
Karakteristik perkembangan pada usia dewasa adalah sebagai berikut :
1. Perkembangan fungsi aspek-aspek fisik orang dewasa terus berjalan sesuai
dengan jenis pekerjaan, pendidikan dan latihan serta hobi-hobi aktivitas fisik.
Usia dewasa merupakan usia yang secara fisik sangat sehat, kuat, dan cekatan
dengan tenaga yang cukup besar. Kekuatan dan kesehatan ini sangat dipengaruhi

18
oleh kemampuan ekonomi, kebiasaan hidup, kebiasaan makan, dan pemeliharaan
kesehatan.
2. Kualitas kemampuan berpikir kelompok dewasa muda terus berkembang lebih
meluas atau komprehensif dan mendalam. Perkembangan ini tergantung pada
pengetahuan dan informasi yang dikuasai. Semakin tinggi dan luas ilmu
pengetahuan dan informasi yang dimiliki, semakin tinggi kualitas kemampuan
berpikir.
3. Pada masa dewasa, berlangsung pengalaman moral. Melalui pengalaman moral,
orang dewasa mengubah pemikiran-pemikiran moral menjadi perbuatan moral.
4. Bekerja untuk pengembangan karier merupakan tuntutan dan karakteristik utama
dari masa dewasa.
B. Tahap Perkembangan usia dewasa
Masa dewasa adalah waktu yang paling lama dalam rentang hidup yang ditandai
dengan pembagiannya menjadi 3 fase, yaitu : masa dewasa muda/dini ( 18-40
tahun ), masa dewasa madya/pertengahan ( 40-65 tahun ), dan masa dewasa
lanjut/lansia (diatas 65 tahun ).
1. Masa dewasa muda/dini ( 18-40 tahun )
Dewasa muda disebut sebagai individu yang matur. Mereka sudah dapat memikul
tanggung jawab terhadap diri sendiri dan mengharapkan hal yang sama dari orang
lain. Mereka menghadapi berbagai tugas dalam hidup dengan sikap realistis dan
dewasa, membuat keputusan dan bertanggung jawab atas keputusan tersebut.
a.  Perkembangna Fisik
Individu berada pada kondisi fisik yang prima diawal usia 20a-an. Semua
sistem pada tubuh(seperi kardio vaskuler, pengelihatan, pendengaran dan
reproduktif) juga berfungsi pada efesiensi puncak. Perubahan fisik pada tahap
ini minimal, berat badan dan massa otot dapat berubah akikab diet dan olah
raga.
b. Perkembangan Psikososial
Individu dewasa muda, menghadapi sejumlah pengalaman serta perubahan
gaya hidup yang baru saat beranjak dewasa, mereka harus membuat pilihan
mengenai pendidikan, pekerjaan, perkawinan, memulai rumah tangga, dan
untuk membesarkan anak. Tanggungjawab sosial meliputi membentuk
hubungan pertemanan yang baru dan menjelani beberapa kegiatan di
masyarakat.
Beberapa perkembangan psikososial pada dewasa muda, yaitu:
1) Berada pada tahap genital, yaitu ketika energi diarahkan unutk mencapai
hubungan seksual yang matur (mengacu pada teori Freud)
2) Memiliki tugas perkembangan berikut, mengacu pada pemikiran
Havighurst:
a) Memilih pasangan;
b) Belajar untuk hidup bersama pasangan;
c) Membentuk sebuah keluarga;
d) Membesarkan anak;
e) Mengatur rumah tangga;

19
f) Memulai suatu pekerjaan;
g) Memikul tanggung jawab sebagai warga negara;
h) Menemukan kelompok sosial yang cocok.
c. Perkembangan Kognitif
Piaget meyakini bahwa struktur kognitif sempurna terjadi kurang lebih sejak
usia 11-15 tahun. Sejak periode tersebut, operasi formal(contoh: membuat
hipotesis) menandakan pemikiran selama massa dewasa, egosentrismenya
terus berkurang. Mereka mampu memahami dan menyeimbangkan argumen
yang diciptakan oleh logika dan emosi.
d. Perkembangan Moral
Pada periode ini, individu mampu memisahkan diri dari pengharapan dan
aturan-aturan orang lain, dan mendefinisikan moralitas terkait prinsip moral.
Saat mempersepsikan konflik dengan norma dan hukum masyarakat, mereka
membuat penilaian berdasarkan prinsip pribadi mereka.
e. Perkembangan Spiritual
Pada periode ini, individu berfokus pada realitas. Individu dewasa yang
berusia 27 tahun dapat mengemukakan pertanyaan yang bersifat filosofi
mengenai spiritualitas dan menyadari akan hal spiritual tersebut. Ajaran-ajaran
agama yang diperoleh semasa kecil, sekarang dapat diterima/didefenisikan
kembali.
2. Masa dewasa madya/pertengahan (40-65 tahun )
a. Perkembangan Fisik
Pada perkambangan ini, banyak berubahan fisik yang terjadi, antara lain
sebagai berikut:
1) Penampilan
Rambut mulai tipis dan beruban, kelembapan kulit berkurang, muncul
kerutan pada kulit, jaringan lemak diretribusikan kembali sehingga
menyebabkan deposit lemak di area abdomen.
2) Sistem musculoskeletal
Massa otot skeletal berkurang sekitar usia 60-an. Penipisan diskus interverbal
menyebabkan penurunan tinggi badan sekitar 1 inci. Kehilangan kalsium dari
jaringan tulang lebih sering terjadi pada wanita pasca menstruasi. Otot tetap
tetap bertumbuh sesuai penggunaan.
3) Sistem kardiovaskular
Pembuluh darah kehilangan elastisitasnya dan menjadi lebi tebal
4) Presepsi sensori
Ketajaman visual menurun, seringkali terjadi diakhir usia 40-an, khususnya
untuk pengelihatan dekat(presbiopia). Ketajaman pendengaran untuk suara
frekuansi tinggijuga menurun(presbikusis), khususnya pada pria. Sensasi
perasa juga berkurang.
5) Metabolisme
Metabolisme lambat, menyebabkan kenaikan berat badan
6) Sistem pencernaan

20
Penurunan tonus usus besar secara bertahap dapat menyebabkan
kecendrungan terjadinya konstipasi pada individu.
7) Sistem perkemihan
Unit nefron berkurang selama periode ini, dan laju filtrasi glomelurus
menurun.
8) Seksualitas
Perubahan hormonal terjadi pada pria maupun wanita.
b. Perkembangan Psikososial
Menurut havighurst, individu paruh baya memiliki tugas perkembangan
psikososial sebagai berikut:
1) Memenuhi tanggung jawab sebagai warga negara dewasa dan tanggung jawab
sosial;
2) Membangun dan mempertahankan standar ekonomi hidup;
3) Membantu anak yang beranjakremaja untuk menjadi individu dewasa yang
bahagia dan bertanggung jawab;
4) Mengembangkan berbagai aktivitas untuk mengisi waktu luang;
5) Berinteraksi dengan pasangan sebagai seorang individu;
6) Menerima dan menyesuaikan perubahan fisk di masa paruh baya;
7) Menyesuaikan diri dengan orang tua yang mulai lansia.
c. Perkembangan Kognitif
Kemampuan kognitif dan intelektual di masa paruh baya tidak banyak mengalami
perubahan. Proses kognitif meliputi waktu rekreasi, memori, persepsi,
pembelajaran, pemecahan masalah, dan kreativitas.
d. Perkembangan Moral
Pada tahap ini, individu perlu memiliki pengalaman yang luas tentang pilihan
moral personal serta tanggung jawab.
e. Perkembangan Spiritual
Pada tahap ini, individu dapat memandang “kebenaran” dari sejumlah sudut
pandang. Mereka cenderung tidak terlalu fanatik terhadap keyakinan agam, dan
agama seringkali membrikan lebih banyak kenyamanan pada diri individu di
masa ini dibandingkan sebelumnya. Individu kerap kali bergantung pad
akeyakinan spiritual untuk membantu mereka menghadapi penyakit, kematian,
dan tragedi.
3. Masa dewasa lanjut/lansia (diatas 65 tahun)
a. Perkembangan Psikososial
Menurut Erikson, tugas perkembangan di masa inia dalah integritas ego versus
putus asa. Seseorang yang mencapai integritas ego memandang kehidupan
dengan perasaan utuh dan meraih kepuasan dari keberhasilan yang dicapai di
masa lalu. Mereka memandang kematian sebagai akhir kehidupan yang dapat
diterima. Sebaliknya, orang yang putus asa sering kali merasa pilihannya salah
dan berharap dapat mengulang kembali waktu.
Tugas perkembangan lansia menurut Peck tahun 1968, antara lain:
1) Usia 65-75 tahun
a) Menyesuaikan diri dengan kesehatan dan kekuatan fisik yang menurun

21
b) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan penghasilan yang
menurun
c) Menyesuaikan diri dengan kematian orang tua, pasangan, dan teman
d) Menyesuaikan diri dengan hubungan yang baru bersama anak-anak
yang
sudah dewasa
e) Menyesuaikan diri dengan waktu luang
f) Menyesuaikan diri dengan respons fisik dan kognitif yang melambat
2) Usia 75 tahun atau lebih
a) Beradaptasi dengan situasi “hidup sendiri”
b) Menjaga kesehatan fisik dan mental
c) Menyesuaikan diri dengan kemungkinan tinggal di panti jompo
d)   Tetap berhubungan dengan anggota keluarga lain
e)  Menemukan makna hidup
f) Mengurus akan kematiannya kelak
g) Tetap aktif dan terlibat dalam aktivitas
h) Membuat perencanaan hidup yang memuaskan seiring penuaan
b. Perkembangan Kognitif
Perubahan pada struktur kognitif berlangsung seiring bertambahnya usia.
Diyakini bahwa terjadi penurunan jumlah neuron yang progresif. Selain itu, aliran
darah ke otak menurun, dan metabolisme otak melambat. Penurunan intelektual
umumnya mnecerminkan proses penyakit, seperti arterosklerosis.
Pada lansia, proses penarikan informasi dari memori jangka panjang dapat
menjadi lebih lambat. Lansia cenderung melupakan kejadian yang baru saja
berlalu. Dan mereka memerlukan waktu yang lebih banyak dalam belajar.
c. Perkembangan Moral
Kebanyakan lansia berada pada tingkat prakonvensional perkembangan moral,
mereka mematuhi setiap aturan agar tidak menyakiti atau menyusahkan orang
lain. Sedangkan pada tingkat konvensional, mereka mengikuti kaidah sosial yang
berlaku sebagai respons terhadap harapan orang lain.
d. Perkembangan Spiritual
Carson (1989) mengemukakan bahwa agama “memberi makna baru bagi
lansia, yang dapat memberikan kenyamanan, penghiburan, dan penguatan dalam
kegiatan keagamaan”. Banyak lansia memiliki keyakinan agama yang kuat dan
terus menghadiri pertemuan atau ibadah keagamaan. Keterkaitan lansia dalam hal
keagamaan kerap membantu mereka dalam mengatasi berbagai masalah yang
nerkaitan dengan makna hidup, kesengsaran, atau nasib baik.

2.7Pengkajian, Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan TB Paru

Kasus Penyakit Infeksi (TB Paru)


Pada saat pengkajian pada masyarakat Desa Sehat Sejahtera di Kota Tangerang,
perawat komunitas mendapatkan lingkungan yang kotor di hampir setiap sudut desa dan

22
kondisi rumah yang padat tanpa ventilasi yang memadai. Warga mengelola sampah
rumah tangga dengan dibakar di depan rumah. Didapatkan juga bahwa 15% warga
menderita penyakit TB Paru, 35% batuk dengan sputum, 28% pernah mengalami batuk
berdarah, dan 46% penderita TB Paru tidak tahu cara membuang dahak yang benar.
Data Tambahan:
Sebagian besar penduduk beragama islam, terdapat banyak masjid yang digunakan
untuk sholat berjamaah dan kegiatan keagamaan lainnya. Warga desa Sehat Sejahtera
merupakan penduduk yang berasal dari pulau jawa dan berkomunikasi dengan Bahasa
Indonesia, dan sudah banyak warga yang menggunakan handphone sebagai alat
komunikasi. Lingkungan di wilayah desa sehat sejahtera sangat padat, cenderung kumuh,
kotor dan banyak rumah dengan kondisi tanpa ventilasi yang memadai. Rata rata
pendidikan warga hanya lulusan SD dan SMP. Pelayanan kesehatan di desa sehat
sejahtera cukup sulit dijangkau. Di desa tersebut banyak warga yang menggunakan jasa
angkutan umum yang dapat dimanfaatkan untuk berpergian dan terdapat siskamling yang
aktif untuk menjaga keamanan warga.
Kegiatan politik dimasyarakat cukup aktif, banyak keterlibatan warga dalam pembuatan
keputusan pemerintah daerah setempat Terdapat banyak pula tempat rekreasi yang dapat
dikunjungi di sekitar desa tersebut, seperti taman, tempat berenang, dan mall yang
berjarak tidak jauh dari desa tersebut. Warga desa sehat sejahtera ada yang beprofesi
sebagai supir angutan umum, kuli bangunan, dan kuli panggul di pasar desa tersebut.
Penderita TB Paru sering megeluh batuk-batuk yang tak kunjung reda, sesak napas,
nafsu makan menurun, dan ada juga yang mengatakan sering berkeringat dingin pada
malam hari. Sebagian besar warga mengatakan tidak tau tentang penyakitnya , karena
pelayanan kesehatan didesa sehat sejahtera sulit dijangkau karena aksesnya yang cukup
jauh menjadikan warga malas bahkan tidak pernah memeriksa penyakitnya di pelayanan
kesehatan, dan warga tidak tau kalau nanti penyakitnya bisa bertambah parah. Rata-rata
warga yang terserang TB Paru mengatakan perokok aktif, dan warga mengatakan jarang
berolahraga.

A. Pengkajian
1. Inti
a. Demografi
Terdapat 15% warga menderita penyakit TB Paru, 35% batuk dengan sputum,
28% pernah mengalami batuk berdarah, dan 46% penderita TB Paru tidak tahu
cara membuang dahak yang benar.
b. Etnis
Warga desa Bahagia mayoritas berasal dari pulau jawa.
c. Nilai dan keyakinan
Sebagian besar penduduk beragama islam, terdapat banyak masjid yang
digunakan untuk sholat berjamaah dan kegiatan keagamaan lainnya
2. Subsistem
a. Lingkungan fisik

23
Lingkungan di wilayah desa sehat sejahtera sangat padat, cenderung kumuh,
kotor dan banyak rumah dengan kondisi tanpa ventilasi yang memadai. Warga
mengelola sampah rumah tangga dengan cara dibakar didepan rumah.
b. Pelayanan kesehatan dan social
Pelayanan kesehatan didesa sehat sejahtera sulit dijangkau karena aksesnya
yang cukup jauh menjadikan warga malas bahkan tidak pernah memeriksa
penyakitnya di pelayanan kesehatan
c. Ekonomi
Warga desa sehat sejahtera ada yang beprofesi sebagai supir angutan umum,
kuli bangunan, dan kuli panggul di pasar desa tersebut.
d. Transportasi dan keamanan
Di desa tersebut banyak warga yang menggunakan jasa angkutan umum yang
dapat dimanfaatkan untuk berpergian dan terdapat siskamling yang aktif untuk
menjaga keamanan warga.
e. Politik dan pemerintahan
Kegiatan politik dimasyarakat cukup aktif, banyak keterlibatan warga dalam
pembuatan keputusan pemerintah daerah setempat
f. Komunikasi
Warga berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia, komunikasi antar warga atau
tetangga sangat baik
g. Pendidikan
Rata-rata pendidikan warga Desa Sehat Sejahtera adalah SD dan SMP
h. Rekreasi
Terdapat tempat rekreasi yang dapat dikunjungi di sekitar desa tersebut, seperti
taman yang berjarak tidak jauh dari desa Sehat Sejahtera.

B. Analisa Data

No Data Masalah
.

1. DS: Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan


pada warga di Desa Sehat Sejahtera Kota
● Penderita TB Paru sering mengeluh batuk-
Tangerang dengan masalah kurangnya
batuk yang tak kunjung reda, sesak napas,
pengetahuan tentang penyakit TB paru.
nafsu makan menurun, dan ada juga yang
mengatakan sering berkeringat dingin
pada malam hari.
● Sebagian besar warga mengatakan tidak
tau tentang penyakitnya.
● Warga malas bahkan tidak pernah
memeriksa penyakitnya di pelayanan
kesehatan.
● Warga tidak tau kalau nanti penyakitnya

24
bisa bertambah parah.
● Warga yang terserang TB Paru
mengatakan perokok aktif.
● Warga mengatakan jarang berolahraga.

DO:
15% warga menderita penyakit TB Paru,
35% batuk dengan sputum, 28% pernah
mengalami batuk berdarah, dan 46%
penderita TB Paru tidak tahu cara
membuang dahak yang benar.

2. DS: Defisiensi kesehatan komunitas warga di


Desa Sehat Sejahtera Kota Tangerang
● Warga mengelola sampah rumah tangga
dengan masalah kurangnya pemeliharaan
dengan cara dibakar didepan rumah.
lingkungan rumah.

DO:
● Lingkungan di wilayah desa sehat
sejahtera sangat padat, cenderung kumuh
dan kotor.
● Banyak rumah dengan kondisi tanpa
ventilasi yang memadai.
● Pelayanan kesehatan di desa sehat
sejahtera sulit dijangkau karena aksesnya
yang cukup jauh.

Prioritas Masalah Keperawatan

No. Diagnosa Tingkat Perubahan Peningkatan Prioritas Jumlah


Keperawatan pentingnya positif bagi kualitas masalah
Komunitas masalah masyarakat hidup jika dari 1-6:
untuk jika masalah diselesaikan
1=kurang
diselesaikan: diselesaikan: :
penting
1=rendah 0=tidakada 0=tidakada
6=sangat

25
2=sedang 1=rendah 1=rendah penting
3=tinggi 2=sedang 2=sedang
3=tinggi 3=tinggi

1. Ketidakefektifan 3 3 3 6 15
pemeliharaan
kesehatan pada
warga di Desa
Sehat Sejahtera
Kota Tangerang
dengan masalah
kurangnya
pengetahuan
tentang penyakit
TB paru.

2. Defisiensi 2 3 3 5 13
kesehatan
komunitas
warga di Desa
Sehat Sejahtera
Kota Tangerang
dengan masalah
kurangnya
pemeliharaan
lingkungan
rumah.

C. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada warga di Desa Sehat Sejahtera Kota


Tangerang dengan masalah kurangnya pengetahuan tentang penyakit TB paru.
2. Defisiensi kesehatan komunitas pada warga di Desa Sehat Sejahtera Kota Tangerang
dengan masalah kurangnya pemeliharaan lingkungan rumah

26
2.8Tujuan Umum Khusus & Intervensi TB Paru
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

Diagnosa Rencana kegiatan Evaluasi


No keperawatan Tujuan
komunitas Strategi Kegiatan Kriteria Standar Evaluator

1. Ketidakefektifan Tujuan umum: Pencegahan primer: Kognitif 1. Terjadi Supervisor


pemeliharaan peningkatan
Setelah Pendidikan 1. Melakukan penyuluhan kesehatan Mahasiswa
kesehatan pada pengetahuan
dilaksanakan kesehatan mengenai penyakit TB Paru :
warga di Desa Sehat mengenai Fasilitas
intervensi
Sejahtera Kota a. Pengertian TB Paru TB paru kesehatan
pembinaan
Tangerang dengan setempat.
selama 4 bulan b. Penyebab TB paru 2. Terjadi
masalah kurangnya
pemeliharaan peningkatan
pengetahuan c. Faktor risiko
kesehatan pengetahuan
tentang penyakit TB
warga di Desa d. Tanda dan gejala mengenai
Paru
Sehat Sejahtera perilaku
e. Komplikasi
(NANDA 2018, hal dapat efektif. hidup sehat
146 Domain 1, f. Penularan/penyebaran
3. Perbaikan
kelas 2,00099)
g. Penatalaksanaan sikap dan
Tujuan khusus:
perilaku di
h. Pencegahan
1. Warga di warga desa
Desa Sehat 2. Melakukan penyuluhan kesehatan sehat
Afektif
Sejahtera mengenai perilaku hidup sehat : sejahtera
kota menjadi
a. Pentingnya menjaga
Tangerang perilaku
kesehatan diri dan lingkungan
dapat bersih dan
mengetahui

27
mengenai b. Tidak merokok sehat
penyakit
c. Melakukan aktivitas fisik 4. Warga desa
TB Paru
sehat
d. Tidak meludah di sembarang
2. Warga desa sejahtera
tempat
Sehat melakukan
Sejahtera perilaku
mengetahui hidup bersih
Pencegahan sekunder:
tanda dan dan sehat.
gejala TB 3. Bentuk kelompok kerja kesehatan
5. Terjalin
Paru bersama masyarakat untuk
kerjasama
skrining pada semua orang yang Psikomot
3. Warga desa antara
kontak serumah dengan warga or
Sehat Proses kelompok
yang positif TB.
Sejahtera kelompok masyarakat
mengetahui 4. Kerjasama dengan fasilitas dengan
perilaku kesehatan dan intsitusi kesehatan fasilitaas
hidup sehat terdekat dalam skrining TB kesehatan
untuk dan intstitusi
5. Fasilitasi keluarga atau
meningkat kesehatan
masyarakat untuk membawa
kan derajat setempat
anggota keluarga yang tekena TB
kesehatann untuk
Patnership ke pelayanan kesehatan terdekat Psikomot
ya skrining TB
or
4. Tidak 6. Tidak ada
terjadi Pencegahan tersier peningkatan
peningkata angka
6. Kerjasama dengan fasilitas
n angka kejadian TB
kesehatan untuk pemberian terapi
kejadia TB di desa sehat
di desa
28
Sehat TB aktif sejahtera
Sejahtera
Pemberdaya 7. Lakukan pendidikan mengenai 7. Warga
an obat antibiotik, jelaskan untuk dengan TB
mengambil semua dosis antibiotik aktif
yang ditentukan. mengonsums
i obat
8. Lakukan pendidikan ke
dengan
masyarakat tentang masalah
patuh
resistensi obat yang terkait dengan
penggunaan antibiotik yang tidak
lengkap.
9. Anjurkan keluarga untuk
memantau kepatuhan obat
anggota keluarga dengan TB
Patnership

Pendidikan
kesehatan

Psikomot
or

2 Defisiensi Tujuan Pendidikan Pencegahan primer: Kognitif 1. Meningkatnya 1. Supervis


Kesehatan Umum : Kesehatan, pengetahuan or
1. Melakukan penyuluhan tentang
Komunitas pada tentag pennyakit

29
Warga di Desa Setelah penyakit TB paru (penyebab, TB 2. Mahasis
Sehat Sejahtera
dilaksanakann akibat, dll) wa
Proses 2. Mengikuti dan
Tangerang dengan ya intervensi
Kelompok, 2. Melakukan imuniasasi TB mendapatkan 3. Kader
masalah kurangnyapembinaan Afektif
imuniasasi TB dan
pemeliharaan selama 3 – 4 3. Rekuretmen kader kesehatan atau
pejabat
lingkungan rumah bulan, Warga setempat untuk mengadakan 3. Tidak malas
Kerjasama setempa
di Desa Sehat pemeriksaan kesehatan yang melakukan
(NANDA 2018, hal t
Sejahtera dapat terjangkau pemeriksaan
144 Domain 1, Afektif
mengetahui kesehatan di
kelas 2,00215) 4. Bersama dengan para kader dan
faktor yang yankes
pejabat setempat membangun
mengganggu
fasilitas kesehatan di Desa Sehat 4. Membangun
kesehatan dan
Sejahtera tempat tinggal
beresiko untuk
sehat
meningkatkan 5. Bersama dengan warga
penyakit TB memperbaiki dan membangun 5. Tidak
lingkungan sehat : kawasan anti Psikomot membakar
asap beracun or sampah di
Tujuan Khusus depan rumah
6. Melakukan aksi peduli
:
lingkungan : memakai masker 6. Menggunakan
Afektif
1. Meningkat masker untuk
Pencegahan Sekunder:
nya menghindari
pengetahua 1. Melakukan pendidikan kesehatan asap beracun
n mengenai tentang cara melakukan batuk
faktor – efektif yang benar dan demonstrasi Psikomot
faktor yang membuang dahak yang tepat or
Pendidikan
dapat
Kesehatan, 2. Melakukan sosialisasi OAT dan 1. Mengetahui
meningkat
cara batuk
kan resiko
30
TB paru gerakan meminum OAT efektif dan
melakukannya
2. Meningkat Proses
nya Kelompok, 2. Meningkatnya
Pencegahan tersier:
pengetahua pengetahuan
n mengenai 1. Melakukan penyuluhan dan Kognitif, tentang OAT
lingkungan Kerjasama promosi kesehatan lanjutan Afektif dan meminum
sehat OAT dengan
2. Melanjutkan Gerakan peduli
rutin
3. Pelayanan lingkungan : memakai masker
kesehatan
dapat Pendidikan Kogniti,
1. Meningkatnya
terjangkau Kesehatan, Afektif
pengetahuan
tentan TB

Kerjasama 2. Meningkatnya
gerakan warga
memakai
masker

Kognitif

Afektif

31
32
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
TB Paru (Tuberculosis) adalah penyakit menular yang langsung disebabkan oleh
kuman TB (Mycobaterium tuberculosa). Sebagian besar kuman TBC ini menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya ( Depkes RI, 2011 ).
Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun
2013 sebesar 0,4% tidak berbeda dengan 2007. Lima provinsi dengan TB paru tertinggi
yaitu Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6%), DKI (0,6%), Gorontalo (0,5%), Banten (0,4%),
Papua Barat (0,4%), dan Jawa Tengah (0,4%) (Kemenkes, 2013).
Kementerian Kesehatan, Peduli TBC dengan gerakan TOSS TBC sebagai upaya
pencegahan dan pengendalian TBC. TOSS TBC (Temukan Obati Sampai Sembuh) adalah
gerakan untuk menemukan pasien sebanyak mungkin dan mengobatinya sampai sembuh
sehingga rantai penularan di masyarakat bisa dihentikan.

3.2 Saran
Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis adalah
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi TBC adalah penyakit yang
dapat disembuhkan, untuk mencapai hal tersebut penderita dituntut untuk minum obat
secara benar sesuai yang dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk memeriksakan diri ke
klinik/puskesmas.

33
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses


keperawatan) Bandung

Doengoes, M.., Rencana Asuhan Keperawatan. edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Infodatin Tuberkulosis. 2018

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

M.Ardiansyah.2012.Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Diva press. Yogyakarta

Nies, Mary A dan Melanie McEwen. 2015. Keperawatan Kesehatan Komunitas dan
Keluarga Edisi Indonesia Pertama. Singapore. ELSEVIER

Price,Sylvia Anderson , Patofisologi : Konsep Klinis Proses – Proses penyakit , alih


bahasa Peter Anugrah, edisi 4 , Jakarta , EGC, 1999
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC

34

Anda mungkin juga menyukai