Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
1910711027
2022
I. Kasus: Kecemasan (Ansietas)
Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon otonom
(sumber tidak diketahui oleh individu) sehingga individu akan meningkatkan kewaspadaan untuk
mengantisipasi (NANDA, 2015).
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, berkaitan dengan perasaan tidak
berdaya dan respons emosional terhadap penilaian sesuatu. (Stuart, 2013).
b. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan
timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi
dua bagian, yaitu:
a. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi:
1) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu
tubuh, perubahan biologis normal (misalnya :hamil).
2) Sumber Eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan
lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
c. Mekanisme koping
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk
mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan
penyebab utama terjadinya perilaku patologis.
Ansietas tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa yang serius.
a. Reaksi berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada
tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi stres, misalnya perilaku
menyerang untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan. Menarik
diri untuk memindahkan dari sumber stres. Kompromi untuk mengganti tujuan atau
mengorbankan kebutuhan personal.
4) Disosiasi. Pemisahan dari setiap proses mental atau perilaku dari kesadaran atau
identitasnya.
5) Identifikasi. Proses dimana seseorang mencoba menjadi orang yang ia kagumi dengan
mengambil/menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang tersebut.
7) Introjeksi (Introjection). Mengikuti norma-norma dari luar sehingga ego tidak lagi
terganggu oleh ancaman dari luar (pembentukan superego)
8) Fiksasi. Berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek tertentu (emosi atau
tingkah laku atau pikiran) sehingga perkembangan selanjutnya terhalang.
9) Proyeksi. Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang lain
terutama keinginan. Perasaan emosional dan motivasi tidak dapat ditoleransi.
11) Reaksi formasi. Bertingkah laku yang berlebihan yang langsung bertentangan
dengan keinginan-keinginan,perasaan yang sebenarnya.
12) Regressi. Kembali ke tingkat perkembangan terdahulu (tingkah laku yang primitif),
contoh; bila keinginan terhambat menjadi marah, merusak, melempar barang, meraung,
dsb.
13) Represi. Secara tidak sadar mengesampingkan pikiran, impuls, atau ingatan yang
menyakitkan atau bertentangan, merupakan pertahanan ego yang primer yang cenderung
diperkuat oleh mekanisme ego yang lainnya.
15) Sublimasi. Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam penyalurannya secara
normal.
16) Supresi. Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi
sebetulnya merupakan analog represi yang disadari;pengesampingan yang disengaja
tentang suatu bahan dari kesadaran seseorang;kadang-kadang dapat mengarah pada
represif berikutnya.
d. Rentang respon
Stuart (2007) membagi tingkat kecemasan menjadi empat tingkat antara lain:
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari hari, kecemasan ini
menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat
memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Respon fisiologis ditandai dengan
sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, bibir
bergetar. Respon kognitif merupakan lapang persepsi luas, mampu menerima rangsangan yang kompleks,
konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif. Respon perilaku dan emosi seperti tidak
dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meningkat.
b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat
melakukan sesuatu yang terarah. Respon fisiologis: sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah
meningkat,mulut kering, diare, gelisah. Respon kognitif; lapang persepsi menyempit, rangsangan luar
tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya. Respon perilaku dan emosi ;
meremas tangan, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak.
c. Kecemasan Berat
Sangat mengurangi lapang persepsi seseorang terhadap sesuatu yang rinci dan spesifik. Semua
perilaku ditujukan untuk menghentikan ketegangan individu dengan kecemasan berat memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pikiran pada suatu area lain. Respon fisiologi : nafas
pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat, ketegangan dan sakit kepala. Respon kognitif :
lapang persepsi amat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi : perasaan
ancaman meningkat.
d. Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Hilangnya kontrol, menyebabkan
individu tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Respon fisiologis : nafas pendek,
rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah. Respon kognitif : lapang persepsi
sangat sempit, tidak dapat berpikir logis. Respon perilaku dan emosi: mengamuk dan marah, ketakutan,
kehilangan kendali.
III.
A. Pohon masalah
Masalah Keperawatan:
● Ansietas
● Gangguan Citra Tubuh
● Harga diri rendah
● Koping Individu tidak efektif
● Kurang pengetahuan
a. Perilaku
Produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak mata, jelek, gelisah, melihat
sekilas sesuatu, pergerakan berlebihan (seperti; foot shuffling, pergerakan lengan/tangan),
Ungkapan perhatian berkaitan dengan merubah peristiwa dalam hidup, insomnia, perasaan
gelisah
b. Afektif
Menyesal, iritabel,kesedihan mendalam, takut, gugup, suka cita berlebihan, nyeri dan
ketidakberdayaan meningkat secara menetap, gemertak, ketidakpastian, kekhawatiran meningkat,
fokus pada diri sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed, khawatir, prihatin dan
mencemaskan
c. Fisiologis
Suara bergetar, gemetar/tremor tangan, bergoyang-goyang, respirasi meningkat,
kesegeraan berkemih (parasimpatis), nadi meningkat, dilatasi pupil, refleks-refleks meningkat,
nyeri abdomen, gangguan tidur, perasaan geli pada ekstremitas, eksitasi kardiovaskuler, peluh
meningkat, wajah tegang, anoreksia, jantung berdebar-debar, diarrhea, keragu-raguan berkemih
kelelahan, mulut kering, kelemahan, nadi berkurang, wajah bergejolak, vasokontriksi supervisial,
berkedutan, tekanan darah menurun mual, keseringan berkemih, pingsan, sukar bernafas, tekanan
darah meningkat .
d. Kognitif
Hambatan berfikir, bingung, preokupasi, pelupa, perenungan, perhatian, lemah, lapang
persepsi menurun, takut akibat yang tidak khas, cenderung menyalahkan orang lain, sukar
berkonsentrasi, kemampuan berkurang terhadap: memecahkan masalah dan belajar ,
kewaspadaan terhadap gejala fisiologis.
e. Faktor yang berhubungan Terpapar toksin, konflik tidak disadari tentang pentingnya nilai-
nilai /tujuan hidup, hubungan kekeluargaan /keturunan, kebutuhan yang tidak terpenuhi,
interpersonal-transmisi/penularan, krisis situasional, maturasi, ancaman terhadap konsep diri,
stress, penyalahgunaan zat, ancaman terhadap atau perubahan dalam : status peran status
kesehatan , pola interaksi, fungsi peran, lingkungan , status ekonomi ( NANDA 2005-2006:9-11)
1. Ansietas (D. Setelah dilakukan TUM: Klein mampu Reduksi Ansietas ( I. 09314 Hal.
0080 Hal. 180) tindakan keperawatan mengatasi gangguan 387)
selama 3x24 jam masalah ansietas
Ansietas dapat teratasi 1. Identifikasi saat tingkat
dengan kriteria hasil: ansietas berubah (mis,
kondisi, waktu, stressor)
Tingkat Ansietas (L.09093 TUK:
Hal. 132) - Pasien mampu 2. Monitor tanda-tanda
● Perilaku tegang membina ansietas
menurun hubungan saling
● Perilaku gelisah percaya dengan 3. Ciptakan suasana
menurun perawat terapeutik untuk
● Pola tidur menumbuhkan
membaik - Pasien mampu kepercayaan
● Verbalisasi mengenal
khawatir akibat ansietas 4. Pahami situasi yang
kondisi yang membuat ansietas
dihadapi menurun - Pasien mampu
● Konsentrasi mengatasi 5. Temani pasien untuk
membaik ansietas mengurangi kecemasan,
jika memungkinkan
VI. Referensi
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/124/jtptunimus-gdl-timing2a20-6191-2-babii.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/167/jtptunimus-gdl-endahdewiy-8334-2-babii.pdf
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/15644/F.%20BAB%202.pdf?
sequence=6&isAllowed=y
Modul Bahan Ajar Jiwa Masalah Psikososial UPN Veteran Jakarta
SDKI, SLKI, SIKI
LAPORAN PENDAHULUAN
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
1910711027
2022
I. Kasus: Gangguan Citra Tubuh
a. Pengertian Konsep Diri : Konsep diri merupakan kumpulan semua ide, pikiran, kepercayaan
dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya yang akan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain. (Stuart, 2016).
Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan
lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya.
Upaya memandang dirinya tersebut berbentuk penilaian subjektif individu terhadap dirinya;
perasaan sadar/tidak sadar dan persepsi terhadap fungsi, peran, dan tubuh. Pandangan atau
penilaian terhadap diri meliputi: ketertarikan, talenta, dan keterampilan, kemampuan, bawaan
kepribadian, dan persepsi terhadap moral yang dimiliki.
Citra Tubuh adalah gambaran yang dimiliki seseorang dalam pikirannya tentang
penampilan (misalnya ukuran dan bentuk) tubuhnya, serta sikap yang dibentuk seseorang
terhadap karakteristik-karakteristik dari tubuhnya. Jadi terdapat dua komponen dari citra tubuh,
yaitu komponen perseptual (bagaimana seseorang memandang tubuhnya sendiri) dan komponen
sikap (bagaimana seseorang merasakan tentang penampilan atau tubuh yang dipersepsikan).
(Fauncher 2003)
Gangguan citra tubuh merupakan suatu perubahan persepsi tentang tubuh yang
diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi, makna, objek yang sering kontak
dengan tubuh. Gangguan tersebut diakibatkan kegagalan dalam penerimaan diri akibat adanya
persepsi yang negatif terhadap tubuhnya secara fisik (Muhith, 2015).
b) Kegagalan fungsi tubuh. Hemiplegia, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonalisasi yaitu
tidak mengakui atau asing terhadap bagian tubuh, sering berkaitan dengan fungsi syaraf.
c) Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuh. Sering terjadi pada pasien gangguan
jiwa. Pasien mempersiapkan penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbeda dengan kenyataan.
d) Tergantung pada mesin. Pasien intensive care yang memandang immobilisasi sebagai
tantangan, akibatnya sukar mendapatkan informasi umpan balik. Penggunaan alat – alat intensive
care dianggap sebagai gangguan.
e) Perubahan tubuh. Berkaitan dengan tumbuh kembang, dimana seseorang akan merasakan
perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Tidak jarang seseorang
menanggapinya dengan respon negatif dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika
didapati perubahan tubuh yang tidak ideal.
Keliat, dkk (2020) menyebutkan penyebab terjadinya gangguan citra tubuh adalah :
a) Perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit
b) Perubahan struktur tubuh akibat luka operasi dan proses penyakit
c) Perubahan Bentuk tubuh akibat Tindakan seperti pemasangan infus, oksigen, kateter, dll
d) Perubahan pandangan terhadap penampilan tubuh.
b. Faktor presipitasi
- Faktor presipitasi terjadinya gangguan citra diri biasanya adalah kehilangan
bagian tubuh, perubahan penampilan, bentuk tubuh, kegagalan atau produktivitas
yang menurun (Yosep 2010)
c. Mekanisme koping
a. Jangka Pendek
1) Kegiatan yang memberi dukungan sementara (kompetisi olahraga, kontes
popularitas)
2) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis identitas (musik
keras, pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton TV terus-menerus)
b. Jangka Panjang
1) Menutup identitas dari orang – orang yang berarti, tanpa mengindahkan hasrat,
aspirasi atau potensi diri sendiri. Terlalu cepat mengadopsi identitas yang
disenangi dari orang lain.
2) Identitas negative Yaitu asumsi yang bertentangan atau tidak wajar dengan
nilai dan harapan masyarakat.
c. Pertahanan Ego
Pertahanan ego yang digunakan pada pasien dengan harga diri rendah: gangguan
citra tubuh adalah:
1) Fantasi adalah kemampuan menggunakan tanggapan – tanggapan yang sudah
ada (dimiliki) untuk menciptakan tanggapan baru.
2) Disosiasi merupakan respon [asien yang tidak sesuai dengan stimulus yang
ada.
d. Rentang respon
● Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima
● Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya.
● Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan merasa
lebih rendah dari orang lain.
● Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya dengan
orang lain.
2. Menarik diri Individu sadar akan kenyataan yang saat ini sedang terjadi, ingin
lari dari kenyataan, tetapi karena tidak mungkin individu lari atau menghindar secara
emosional. individu menjadi tergantung, pasif, tidak ada motivasi dan keinginan untuk
berperan dalam perawatannya.
III.
A. Pohon masalah
Masalah Keperawatan:
● Gangguan Citra Tubuh
● Harga diri rendah
● Kehilangan Anggota tubuh
2. Menyembunyikan bagian tubuh yang terganggu dengan menutupinya agar tidak terlihat oleh
orang lain
3. Menolak melihat bagian tubuh yang mengalami perubahan akibat kehilangan fungsi atau
bentuk dan struktur
4. Menolak menyentuh bagian tubuh yang mengalami perubahan akibat kehilangan fungsi atau
bentuk dan struktur
5. Aktivitas social menurun dengan tidak mau mengikuti aktivitas yang biasa dilakukan, menolak
mengikuti aktifitas diluar rumah dan mengurung diri dirumah.
Data Subyektif:
Data subyektif didapat dari hasil wawancara, pasien dengan gangguan citra tubuh biasanya
mengungkapkan:
1. Penolakkan terhadap: perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil
operasi, anggota tubuhnya yang tidak berfungsi, interaksi dengan orang lain. Biasanya salah satu
ungkapan yang diucapkan pasien dengan gangguan citra tubuh adalah adalah “bagaimana ya saya
harus ke kantor dengan keadaan seperti ini”
1. Gangguan Citra Setelah dilakukan TUM: Kepercayaan diri Promosi Citra Tubuh (I. 09305
Tubuh (D. 0083 tindakan keperawatan klien kembali normal. Hal. 359)
Hal. 186) selama 3x24 jam Klien mampu mengatasi
masalah Gangguan Citra Gangguan citra tubuh 1. Identifikasi harapan citra
Tubuh dapat teratasi tubuh berdasarkan tahap
dengan kriteria hasil: perkembangan
VI. Referensi
http://etheses.uin-malang.ac.id/1651/6/11410075_Bab_2.pdf
http://eprintslib.ummgl.ac.id/2414/1/17.0601.0024_BAB%20I_BAB%20II_BAB%20III_BAB
%20V_DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
Modul Bahan Ajar Jiwa Masalah Psikososial UPN Veteran Jakarta
SDKI, SLKI, SIKI
LAPORAN PENDAHULUAN
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
1910711027
2022
I. Kasus: Kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, kemungkinan menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan,
sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali
walaupun dalam bentuk yang berbeda (Nurhalimah, 2016)
1. Genetik Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi biasanya sulit mengembangkan sikap optimistik dalam menghadapi
suatu permasalahan, termasuk menghadapi kehilangan.
2. Kesehatan fisik Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stres yang lebih tinggi dibandingkan
dengan individu yang sedang mengalami gangguan fisik.
4. Pengalaman kehilangan di masa lalu Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang
bermakna di masa kanak-kanak akan mempengaruhi kemampuan individu dalam
menghadapi kehilangan di masa dewasa.
b. Faktor presipitasi
Faktor dari dalam individu meliputi kehilangan relasi atau hubungan dengan orang yang
di cintai atau berarti (putus pacar, perceraian, kematian), kehilangan rasa cinta,
kekhawatiran terhadap penyakit fisik, dll. Sedangkan faktor luar individu meliputi
serangan fisik, lingkungan terlalu ribut, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
tindakan kekerasan.
c. Mekanisme koping
a. Fase denial (penyangkalan) Reaksi awal seorang individu ketika mengalami
kehilangan adalah tidak percaya, syok, diam, terpaku, gelisah, bingung, mengingkari
kenyataan, mengisolasi diri terhadap kenyataan, serta berperilaku seperti tidak terjadi
apa-apa dan pura-pura senang.
b. Fase anger (Marah) Tahap kedua seseorang akan mulai menyadari tentang kenyataan
kehilangan. Perasaan marah yang timbul terus meningkat, yang diproyeksikan kepada
orang lain atau benda di sekitarnya. Reaksi fisik menunjukkan wajah memerah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, dan tangan mengepal.
c. Fase bargaining / tawar- menawar. Setelah perasaan marah dapat tersalurkan, individu
akan memasuki tahap tawar-menawar. Ungkapan yang sering diucapkan adalah
“..seandainya saya tidak melakukan hal tersebut.. mungkin semua tidak akan terjadi ......”
atau “misalkan dia tidak memilih pergi ke tempat itu ... pasti semua akan baik-baik saja”,
dan sebagainya.
d. Fase depresi. Tahapan depresi termasuk dalam tahapan diam pada fase kehilangan.
Pada tahap ini pasien mulai sadar bahwa sesuatu yang dialaminya tidak akan bisa
dikembalikan lagi pada keadaan semula. Individu mulai menunjukkan reaksi menarik
diri, tidak mau berbicara dengan orang lain, dan tampak putus asa. Secara fisik, hal ini
ditunjukan dengan menolak makan, susah tidur, letih, dan penurunan libido.
d. Rentang respon
e. Klasifikasi jenis dan sifat masalah
a. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, dan sangat bermakna atau orang yang
berarti merupakan salah satu jenis kehilangan yang paling mengganggu dari tipe-tipe
kehilangan. Kematian orang yang dicintai dan bermakna dalam kehidupan individu akan
menimbulkan kehilangan bagi orang yang mencintainya. Hal ini dikarenakan hilangnya
keintiman, intensitas dan ketergantungan serta ikatan atau jalinan yang ada, kematian
pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa
dan tidak dapat ditutupi.
b. Kehilangan pada diri sendiri (loss of self) Bentuk lain dari kehilangan adalah
kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Yang termasuk dalam
kehilangan ini meliputi kehilangan perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri,
kehilangan kemampuan fisik dan mental, serta kehilangan akan peran dalam kehidupan,
dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian
atau seluruhnya. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya
kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
III.
A. Pohon Masalah
Masalah Keperawatan:
● Kehilangan dan duka cita
● Ketidakberdayaan
● Ketidakefektifan koping individu
1. Berdiskusi mengenai kondisi klien saat ini (kondisi pikiran, perasaan, fisik, sosial, dan spiritual
sebelum/ sesudah mengalami peristiwa kehilangan dan hubungan antara kondisi saat ini dengan
peristiwa kehilangan yang terjadi).
3. Memberi informasi tentang sumber-sumber komunitas yang tersedia untuk saling memberikan
pengalaman dengan seksama.
1. Berduka (D. Setelah dilakukan TUM: Klien dapat Dukungan proses berduka (I.
0081 Hal. 182) tindakan keperawatan berperan aktif melalui 09274 Hal. 44)
selama 3x24 jam proses berduka secara
masalah Kehilangan dan tuntas 1. Identifikasi kehilangan
berduka dapat teratasi yang dihadapi
dengan kriteria hasil:
TUK: 2. Identifikasi proses
Tingkat Berduka (L. - Pasien mampu berduka yang dialami
09094 Hal. 134) mengungkapkan
● Verbalisasi perasaan duka 3. Identifikasi reaksi awal
menerima terhadap kehilangan
kehilangan - Pasien mampu
cukup meningkat mengekspresikan 4. Tunjukkan sikap
● Verbalisasi perasaan menerima dan empati
harapan cukup mengenai
meningkat kehilangan 5. Motivasi agar mau
● Verbalisasi mengungkapkan
perasaan sedih - Pasien mampu perasaan kehilangan
cukup menurun mengidentifikasi
● Verbalisasi koping pribadinya 6. Motivasi untuk
perasaan menguatkan dukungan
bersalah atau keluarga atau orang
menyalahkan terdekat
orang lain cukup
menurun 7. Fasilitasi melakukan
● Menangis kebiasaan sesuai dengan
menurun budaya , agama dan
● Marah menurun norma sosial
● Pola tidur
membaik 8. Diskusikan strategi
● Konsentrasi koping yang dapat
membaik digunakan
9. Anjurkan melewati
proses berduka secara
bertahap
VI. Referensi
https://laboratorium.umkt.ac.id/wp-content/uploads/2020/12/Modul-Keperawatan-Jiwa-I.pdf
http://repository.uki.ac.id/2703/1/BMPKEPERAWATANJIWA.pdf
Modul Bahan Ajar Jiwa Masalah Psikososial UPN Veteran Jakarta
SDKI, SLKI, SIKI
LAPORAN PENDAHULUAN
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
1910711027
2022
I. Kasus: Ketidakberdayaan
a. Faktor predisposisi
- Biologis:
1. Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang tua menderita gangguan jiwa)
2. Gaya hidup (tidak merokok, alkool, obat dan zat adiktif) dan Pengalaman penggunaan zat
terlarang
3. Ada riwayat menderita penyakit jantung, paru-paru, yang mengganggu pelaksana aktivitas harian
pasien
4. Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai kejang kejang atau pernah
mengalami riwayat trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan
limbic.
5. Riwayat menderita penyakit yang secara progresif menimbulkan ketidakmampuan, misalnya:
sklerosis multipel, kanker terminal atau AIDS
- Psikologis:
1. Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat tinggal
2. Ketidakmampuan mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan komunikasi verbal yang
kurang atau kurang dapat mengekspresikan perasaan terkait dengan penyakitnya atau kondisi
dirinya
3. Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang secara progresif menimbulkan
ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau AIDS
4. Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sudah dicapai)
5. Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan kehidupannya yang sekarang
6. Pola asuh orang tua pada saat pasien anak hingga remaja yang terlalu otoriter atau terlalu
melindungi/menyayangi
7. Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama tahap perkembangan balita
hingga remaja, kurang minat dalam mengembangkan hobi dan aktivitas sehari-hari
8. Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai saksi
9. Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah cemas, rasa takut akan tidak
diakui, gaya hidup tidak berdaya
10. Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.
- Sosial budaya:
1. Usia 30-meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan
2. Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai kecenderungan yang sama untuk
mengalami ketidakberdayaan tergantung dari peran yang dijalankan dalam kehidupannya
3. Pendidikan rendah
4. Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan (misalnya: pensiun, defisit
memori, defisit motorik, status finansial atau orang terdekat yang berlangsung lebih dari 6 bulan)
5. Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai kontrol (misalnya kontrol lokus
internal).
6. Dalam kehidupan sosial, cenderung ketergantungan dengan orang lain, tidak mampu
berpartisipasi dalam sosial kemasyarakatan secara aktif, enggan bergaul dan kadang menghindar
dari orang lain
7. Pengalaman sosial, kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat
b. Faktor presipitasi
- Biologis
1. Menderita suatu penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu, Program pengobatan yang terkait
dengan penyakitnya (misalnya jangka panjang, sulit dan kompleks) (proses intoksikasi dan
rehabilitasi).
2. Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir. Dalam enam bulan terakhir mengalami
infeksi otak yang menimbulkan kejang atau trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus
frontal, temporal dan limbic.
3. Terdapat gangguan sistem endokrin
4. Penggunaan alkohol, obat-obatan, kafein, dan tembakau
5. Mengalami gangguan tidur atau istirahat
6. Kurang mampu menyesuaikan diri terhadap budaya, ras, etnik dan gender
- Psikologis
1. Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis
2. Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan aktivitas sosial yang berdampak pada
keputusasaan.
3. Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-
hari akibat tremor, nyeri, kehilangan pekerjaan.
4. Konsep diri: gangguan pelaksanaan peran karena ketidakmampuan melakukan tanggung jawab
peran.
5. Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan dengan orang lain.
- Sosial budaya
1. Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi kesehatan atau kehidupannya yang
sekarang.
2. Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga (berada dalam lingkungan perawatan
kesehatan).
3. Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan (misalnya: pensiun, defisit
memori, defisit motorik, status finansial atau orang terdekat yang berlangsung dalam 6 bulan
terakhir)
4. Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status paliatif.
5. Kurang dapat menjalankan kegiatan agama dan keyakinannya dan ketidakmampuan berpartisipasi
dalam kegiatan sosial di masyarakat.
c. Mekanisme koping
a. Konstruktif
b. Destruktif
1. Tidak kreatif/kurang memiliki keinginan dan minat melakukan aktivitas harian (pasif)
2. Perasaan menolak kondisi perubahan fisik dan status kesehatan yang dialami dan marah-marah
dengan situasi tersebut
3. Tidak mampu mengekspresikan perasaan terkait dengan perubahan kondisi kesehatannya dan
menjadi merasa tertekan atau depresi
4. Kurang atau tidak mempunyai hubungan akrab dengan orang lain, kurang minat dalam interaksi
sosial sehingga mengalami menarik diri dan isolasi sosial
5. Ketergantungan terhadap orang lain (regresi)
6. Enggan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya (represi/supresi)
d. Rentang respon
1. Harapan
Harapan akan mempengaruhi respon psikologis individu. Kurang nya harapan dapat
menyebabkan stress dan berakhir dengan penggunaan mekanisme koping yang tidak adekuat.
Pada beberapa kasus, koping yang tidak adekuat dapat menimbulkan masalah kesehatan jiwa.
2. Ketidakpastian
3. Putus Asa
Putus asa ditandai dengan perilaku pasif, perasaan sedih dan harapan hampa, kondisi ini
dapat membawa individu untuk melakukan bunuh diri.
A. Pohon Masalah
Keputusasaan Efek
Ketidakberday
aan Masalah
utama
Ketidakefektifa
n koping Penyebab
individu
Masalah Keperawatan:
● Ketidakberdayaan
● Keputusasaan
● Ketidakefektifan koping individu
Pengkajian adalah data data yang diperlukan untuk mendukung perawat dalam mengkaji dan menentukan
masalah keperawatan. Pengkajian yang diperlukan meliputi:
1. Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, diagnosa medis.
7. Status mental.
1. Ketidakberdayaan Setelah dilakukan TUM: Klein mampu Promosi Harapan (I. 09307
(D. 0092 Hal. 202) tindakan keperawatan mengatasi masalah Hal. 364)
selama 3x24 jam ketidakberdayaan
masalah 1. Identifikasi harapan
Ketidakberdayaan dapat pasien dan keluarga
teratasi dengan kriteria dalam pencapaian
hasil: TUK: hidup
- Pasien mampu
Keberdayaan (L. 09071 membina 2. Libatkan pasien secara
Hal. 37) hubungan aktif dalam perawatan
● Pernyataan saling percaya
mampu dengan perawat 3. Berikan kesempatan
melakukan kepada pasien dan
aktivitas - Pasien mampu keluarga terlibat
meningkat mengenal dengan dukungan
● Berpartisipasi masalah kelompok
dalam ketidakberdaya
perawatan an 4. Ciptakan lingkungan
meningkat yang memudahkan
● Pernyataan - Pasien mampu mempraktikkan
frustasi mengatasi kebutuhan spiritual
menurun masalah
● Ketergantungan ketidakberdaya 5. Latih menyusun tujuan
pada orang lain an yang sesuai dengan
menurun harapan
● Pernyataan rasa
malu menurun 6. Latih cara
● Perasaan mengembangkan
diasingkan spiritual diri
menurun
VI. Referensi
https://www.scribd.com/doc/284654197/ketidakberdayaan
https://zdocs.tips/download/laporan-pendahuluan-jiw-psikososial-n63l3gymg265?
hash=7a6f93957340e4a660b61f09988b3bb0
https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/8761/132500046.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
1910711027
I. Kasus: Keputusasaan
a) Teori Kehilangan
Teori ini berhubungan dengan faktor perkembangan misalnya kehilangan orang tua pada
masa anak-anak. Teori ini menjelaskan bahwa seseorang tidak berdaya dalam mengatasi
kehilangan
b) Teori Kepribadian
Teori ini menjelaskan ada kepribadian seseorang yang menyebabkan rentan terhadap
suatu rasa putus asa.
c) Model Kognitif
Model ini menjelaskan bahwa putus asa merupakan masalah kognitif yang didominasi
oleh penilaian negatif seseorang terhadap diri sendiri, lingkungan, dan masa depan.
d) Model Belajar
Ketidakberdayaan Putus asa dimulai dari kehilangan kendali diri kemudian menjadi pasif
dan tidak mampu menyelesaikan masalah. Setelah itu, pada individu timbul keyakinan akan
ketidakmampuan mengendalikan kehidupan sehingga tidak berupaya mengembangkan respon
yang adaptif.
e) Model Perilaku
Putus asa terjadi karena kurangnya pujian positif selama berinteraksi dengan lingkungan.
f) Model Biologis
Pada keadaan ini, dalam tubuh seseorang terjadi penurunan zat kimiawi yaitu
katekolamin, tidak berfungsinya endokrin dan terjadi peningkatan sekresi dari kortisol.tor
predisposisi
b. Faktor presipitasi
a) Faktor Biologis
Bila seseorang mengalami gangguan fisik tertentu, atau pengobatan yang berlangsung
lama akan menyebabkan seseorang mengalami kondisi putus asa.
b) Faktor Psikologis
Bila seseorang merasa kehilangan kasih sayang dari seseorang yang dicintainya atau
kehilangan harga dirinya akan menyebabkan kondisi putus asa.
Bila seseorang mengalami kehilangan peran karena adanya perceraian atau kehilangan
pekerjaan karena pemutusan pekerjaan akan menyebabkan kondisi putus asa. Berdasarkan proses
terjadinya masalah diatas, maka pasien yang mengalami keputusasaan akan menampilkan
perasaan diri negatif terhadap diri maupun lingkungan sekitarnya yang diakibatkan karena adanya
keyakinan akan ketidakmampuan diri dalam menghadapi kehidupan. Selain itu, bila lingkungan
eksternal tidak memberikan dukungan akan sikap dan perilakunya yang tidak adaptif akan
menyebabkan reaksi mengisolasi diri dan resiko tinggi timbulnya ide bunuh diri
c. Mekanisme koping
a. Berpusat pada emosi, dimana pasien berorientasi untuk mengurangi stress emosional
nya
1) Denial: menghindari realita yang tidak menyenangkan dengan mengabaikan atau
menolak untuk mengakuinya
2) Rasionalisasi: member alasan dengan masuk akal agar perilaku, pikiran atau
perasaan yang tidak dapat diterima atau dibenarkan oleh orang lain
4) Respresi: pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran tau memori yang
menyakitkan atau bertentangan dengan kesadaran
10) Reaksi Formation: mengembangkan perilaku dan pola sikap tertentu yang
disadari, berlawanan dengan perasaan dan keinginannya
11) Introyeksi: bentuk identifikasi yang lebih mendalam dimana individu mengambil
atau memasukan nilai dari orang lain yang dicintai atau dibenci menjadi struktur
egonya
d. Rentang respon
2. Reaksi berduka yang rumit adalah respons adaptif dalam menghadapi stress. Reaksi
tersebut menyiratkan bahwa seseorang sedang mengalami realitas kehilangan dan
tenggelam dalam kondisi berduka.
4. Reaksi berduka yang tertunda adalah respons maladaptif. Reaksi ini melibatkan supresi
emosi berkepanjangan yang mengganggu fungsi efektif.
5. Putus asa adalah respons emosional yang paling maladaptif. Keadaan subjektif seorang
individu yang melihat keterbatasan atau tidak adanya alternatif atau pilihan dari
pribadinya dan tidak dapat memobilisasi energi yang dimilikinya. Ditandai dengan
perilaku pasif, perasaan sedih dan harapan hampa, kondisi ini dapat membawa pasien
dalam upaya bunuh diri.
e. Klasifikasi jenis dan sifat masalah
3) Kognitif: focus pada masa lalu dan masa depan, bukan focus pada saat ini dan
sekarang, berkurangnya fleksibilitas dalam proses berpikir, kekakuan (misalnya,
pemikiran semua-atau-tidak sama sekali), kurangnya imajinasi dan kemampuan berharap,
ketidakmampuan untuk mengidentifikasi atau mencapai tujuan dan sasaran yang
diinginkan, ketidakmampuan untuk merencanakan, mengatur, keputusan, atau
memecahkan masalah, putus asa, ketidakmampuan mengenali sumber harapan, pikiran
bunuh diri.
Karakter yang meliputi aspek fisiologis dan emosional ini dimungkinkan hadir pada pasien
dengan keputusasaan.
A. Pohon Masalah
R. Bunuh
Diri Efek
Keputusas
aan Masalah
utama
Ketidakberda
yaan Penyebab
Masalah Keperawatan:
● Keputusasaan
● Ketidakberdayaan
● R. bunuh diri
a. Identifikasi tingkah laku yang mendukung keputusasaan serta masalah yang dialami.
Keputusasaan merupakan keadaan emosional ketika individu merasa bahwa kehidupannya terlalu
berat untuk dijalani. Seseorang yang tidak memiliki harapan, tidak melihat adanya kemungkinan untuk
memperbaiki kehidupannya, tidak menemukan solusi untuk permasalahannya, dan ia percaya bahwa baik
dirinya atau siapapun tidak akan bisa membantunya. (NANDA International, 2017).
Identifikasi tingkah laku yang terkait dengan keputusasaan yaitu pasien mengalami stres jangka
panjang, serta mengalami penurunan kondisi fisiologis. Setiap keadaan fisiologis yang 12 terjadi pada
pasien , perawat hendaknya melakukan identifikasi terhadap masalah yang dialami pasien untuk
mencegah pasien mengalami keputusasaan.
1) Faktor Genetik : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan.
2) Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang
mengalami gangguan fisik.
3) Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai
riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan,
yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi masalah dan mengalami keputusasaan.
4) Struktur Kepribadian : Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stres yang dihadapi.
1) Faktor kehilangan
3) Faktor Lingkungan
Perawat yang melakukan pengkajian, hendaknya selalu pantau afek pasien apakah pasien
mengalami penurunan afek, serta identifikasi kemampuan pasien dalam membuat keputusan. Seseorang
yang mengalami keputusasaan akan berperilaku pasif, kurang terlibat dalam aktivitas perawatan dan
kurangnya inisiatif pada diri pasien (NANDA International, 2017).
Secara umum ciri-ciri seseorang yang mengalami keputusasaan akan mengungkapkan adanya
keputusasaan pada dirinya terhadap hidup yang ia rasakan terlalu berat, dan akan sering mengalami
gangguan pola tidur, berperilaku pasif, serta sering mengungkapkan sesuatu yang pesimis ( “aku tidak
bisa”) (NANDA International, 2017)
1. Keputusasaan Setelah dilakukan TUM: Klein mampu Dukungan Emosional (I. 09256
(D. 0088 Hal. tindakan keperawatan mengatasi masalah Hal. 23)
196) selama 3x24 jam keputusasaan
masalah Keputusasaan 1. Identifikasi fungsi
dapat teratasi dengan marah, frustasi, dan
kriteria hasil: amuk bagi pasien
TUK:
Harapan (L. 09068 Hal. - Pasien mampu 2. Identifikasi hal yang
29) membina telah memicu emosi
● Keterlibatan hubungan saling
dalam aktivitas percaya dengan 3. Fasilitasi
perawatan perawat mengungkapkan
meningkat perasaan cemas, marah
● Selera makan - Pasien mampu atau sedih
meningkat mengenal
● Minat keputusasaan 4. Anjurkan
komunikasi mengungkapkan
verbal - Pasien mampu perasaan yang dialami
meningkat mengembangkan (mis, ansietas, marah,
● Verbalisasi mekanisme sedih)
keputusasaan koping
Menurun 5. Anjurkan penggunaan
● Perilaku pasif mekanisme pertahanan
menurun yang tepat
● Afek datar
menurun
● Pola tidur
membaik
VI. Referensi
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/479/3/BAB%20II.pdf
https://www.scribd.com/doc/137021035/92790926-Keputusasaan