Anda di halaman 1dari 6

KEBUTUHAN SPIRITUAL YANG DIBUTUHKAN MANUSIA SEBAGAI

MAKHLUK BIOLOGIS, PSIKOLOGIS, SOSIAL DAN SPIRITUAL


Tria Aulia
Email: triaaa.auliaaa@gmail.com

LATAR BELAKANG
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar setiap individu untuk mendapatkan
keyakinan, harapan, dan makna hidup. Selama dalam kondisi sehat di mana setiap komponen
biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual dapat berfungsi dengan baik, sering manusia
menjadi lupa, seolah hidup memang seharusnya seperti itu. Tetapi ketika salah satu fungsi
komponen tubuh terganggu, maka terjadilah stresor, menuntut setiap orang mampu beradaptasi,
pulih kembali dengan berbagai upaya, dan ketika upaya mencari pemulihan tidak membuahkan
hasil, disitulah seseorang akan mencari kekuatan lain diluar dirinya, yaitu kekuatan spiritual
(Yusuf, 2017).
Menurut Puchalski (2009) dalam Nuraeni (2015), menyatakan bahwa tidak semua
penyakit dapat disembuhkan namun selalu ada ruang untuk penyembuhan. Penyembuhan dapat
dimaknai sebagai penerimaan terhadap penyakit, ketentraman dalam kehidupan, dan spiritual
menjadi inti dari penyembuhan. Penyembuhan mengacu pada kemampuan seseorang
mendapatkan kebahagiaan, kenyamanan, koneksi, makna, dan tujuan hidup dalam penderitaan
maupun rasa sakit yang dialami.
Kebutuhan spiritual dibutuhkan oleh setiap individu di dunia ini karena merupakan
elemen penting untuk membentuk suatu karakter dari individu itu sendiri. Jika seseorang
kehilangan kebutuhan spiritualnya maka dikhawatirkan dia akan mengalami distres spiritual.
Distress spiritual merupakan keadaan ketika individu atau kelompok mengalami atau beresiko
mengalami gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang memberikannya kekuatan,
harapan dan arti kehidupan (Hidayat, 2014). Dengan demikian kebutuhan spiritual pasien harus
terus dikelola dan ditingkatkan dengan cara memberikan pasien motivasi akan keberadaan Tuhan
Yang Maha Kuasa, membantu pasien menerima keadaan dan penyakitnya, menjadi pendengar
yang aktif sehingga pasien mempunyai harapan untuk sembuh dan terhindar dari distess spiritual.
METODE

Penulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu penelitian tentang riset
yang bersifat deskriptif dan menggunakan analisis. Kemudian diinterpretasikan dengan
memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan pendukung. Pengumpulan data dalam pengkajian ini
menggunakan jurnal dan buku. Jurnal dan buku yang digunakan dalam pengkajian ini untuk
mempelajari upaya perawat dalam memutus rantai penularan penyakit di layanan kesehatan.
Perawat akan lebih banyak membaca baik itu buku maupun jurnal dan ini akan lebih mudah
meningkatkan pengetahuan perawat mengenai upaya pencegahan rantai penularan infeksi.
Pengolahan data pada satu fase terdiri dari analisis deskriptif hasil standar evaluasi untuk
keselamatan pasien di layanan kesehatan. Melakukan observasi yang didasarkan atas literatur
penelitian. Lalu dijelaskan secara deskriptif berdasarkan literatur tersebut. Nantinya akan
disesuaikan dengan judul jurnal ini yaitu “Kebutuhan Spiritual yang Dibutuhkan Manusia
Sebagai Makhluk Biologis, Psikologis, Sosial dan Spiritual”. Setelah itu akan dikaji sesuai
dengan bahan teori yang sudah ada untuk menghasilkan penelitian yang berkualitas.

HASIL

Pemenuhan kebutuhan spiritual yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang.
Perhatian terhadap kebutuhan spiritual juga dapat dimanfaatkan oleh setiap orang baik sehat
maupun sakit. Seseorang yang mengalami penderitaan, stres berat atau penyakit kronis ketika dia
telah berusaha maksimal dan tidak memperoleh hasil optimal dari usahanya, maka dia akan
mencari kenyamanan dan kekuatan dari Tuhan.
Menurut Potter dan Perry (2005) distress spiritual dapat berkembang sejalan dengan
seseorang mencari makna tentang apa yang sedang terjadi, yang mungkin dapat mengakibatkan
seseorang merasa sendiri dan terisolasi dari orang lain. Individu mungkin mempertanyakan nilai
spiritual mereka, mengajukan pertanyaan tentang jalan hidupnya, tujuan hidup, dan sumber
makna hidup, keadaan tersebut sering dialami untuk klien maupun keluarga yang menderita
penyakit kronis.
Pada saat stres individu akan mencari dukungan dari keyakinan agama yang dianutnya,
dalam hal ini spiritualitas sangat dibutuhkan untuk meningkatkan koping individu ketika sakit
dan mempercepat proses penyembuhan (Karunia, 2016).

PEMBAHASAN

Dossey (2005) dalam Mailani (2015) menyatakan bahwa hubungan manusia dengan sang
pencipta (Tuhan) merupakan elemen pertama dari spiritualitas. Lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan merupakan strategi koping yang paling sering digunakan oleh pasien untuk mengatasi
stress karena penyakit yang dideritanya. Kekuatan spiritualitas seseorang dapat menjadi faktor
penting dalam cara menghadapi perubahan yang diakibatkan oleh penyakit.
Ibadah yang rutin memiliki manfaat positif bagi fisik dan kejiwaan manusia sehingga
memberikan ketahanan terhadap jiwa dan dapat membantu proses penyembuhan sedangkan
ibadah yang tidak rutin atau rendah memiliki dampak negatif bagi fisik dan kejiwaan diantara
mudah distress dan tidak memiliki ketahanan mental spiritual yang kuat (Bambang, 2010).
Elfiky (2009) mengungkapkan di dalam hidup ini setiap orang akan dihadapkan pada
suatu aktivitas yang penuh tantangan, banyak orang tidak menyadarinya ketika menghadapi
tantangan hidup, ia mengahadapi hambatan berat yang berasal dari dirinya sendiri, seperti adanya
pikiranpikiran negatif dalam bentuk kemauan yang lemah, sikap pesimis, ketergantungan pada
orang lain. Maka dengan berpikir positif masalah tersebut dapat diatasi, karena pikiran positif
akan mengarahkan seseorang pada sikap opitimis, menyukai tantangan, mencari solusi, dan
punya kemauan yang kuat.
Pada saat-saat tertentu, individu yang mempunyai satu aspek pandangan tentang
kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan. Individu mempunyai harapan bagi dirinya
sendiri untuk menjadi diri yang ideal merupakan caranya untuk mempertahankan hidup, karena
tanpa harapan banyak orang menjadi depresi dan lebih cenderung terkena penyakit (Yusuf,
2017).
Manusia sebagai makhluk holistik memiliki makna bahwa manusia adalah makhluk yang
utuh atau menyeluruh yang terdiri atas unsur biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Peran
perawat dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien merupakan bagian dari peran dan fungsi
perawat dalam pemberian asuhan keperawatan.
Menurut penelitian Aries dan Karina (2012) pendampingan spiritual merupakan
kompetensi mandiri perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara holistik.
Pendampingan spiritual dapat diberikan pada semua pasien yang membutuhkan khususnya pada
pasien dalam kondisi terminal atau pun pada pasien yang menghadapi kondisi krisis. Seseorang
yang menghadapi penyakit yang serius dan dianggap sebagai penyakit terminal akan
menunjukkan kesadaran yang tinggi terhadap kepercayaannya (Johson, 2005). Pemenuhan
kebutuhan spiritual merupakan bentuk pelaksanaan pelayanan keperawatan bagi penderita
penyakit terminal (NagaiJaconsen & Burkhart, 1989; Wright, 2002 dalam Sinclair, Raffin,
Oereira & Guebert, 2006).
Sebuah penelitian di AS menunjukkan bahwa 94% dari klien yang berkunjung ke rumah
sakit meyakini kesehatan spiritual sama pentingnya dengan kesehatan fisik (Anandarajah, 2001).
Koeng (2001 dalam Clark, 2008) menemukan bahwa 90% klien di beberapa area Amerika
menyandarkan pada agama sebagai bagian dari aspek spiritual untuk mendapatkan kenyamanan
dan kekuatan ketika merasa mengalami sakit yang serius. Dalam rohman (2009), menyatakan
bahwa studi yang dilakukan Broen (2007) memperlihatkan 77% pasien menginginkan untuk
membicarakan tentang keluhan spiritual mereka sebagai bagian dari asuhan kepada mereka.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hupcey (2000) bahwa 45 pasien Intensive
Care Unit yang dirawat selama tiga hari di Intensive Care Unit mengalami distress spiritual.
Distress spiritual merupakan suatu keadaan ketika pasien mengalami gangguan dalam
kepercayaan atau sistem nilai yang memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan, yang
ditandai dengan pasien meminta pertolongan spiritual, mengungkapkan adanya keraguan yang
berlebihan dalam mengartikan hidup, mengungkapkan perhatian yang lebih pada kematian,
menolak kegiatan ritual dan terdapat tanda–tanda seperti menangis, menarik diri, cemas,dan
marah, kemudian didukung dengan tanda–tanda fisik seperti nafsu makan terganggu, kesulitan
tidur, tekanan darah meningkat (Hidayat, 2006).
Pengaruh kekuatan spiritualitas tidak hanya berpengaruh pada saat sakit, namun juga
berpengaruh pada kesuksesan, kinerja, dan kualitas hidup manusia. Spiritualitas terbukti mampu
membawa manusia menuju kesuksesan dan menjadikan seseorang menjadi powerful leader.
Pemenuhan kebutuhan spiritualitas adalah hal yang tidak bisa diabaikan. Kebutuhan spiritualitas
telah terbukti dapat memberikan kekuatan pada pasien saat menghadapi penyakitnya (Hamid, A.
Yani, 2014).
Mengacu pada peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang komprehensif
meliputi bio-psiko-sosio-spiritual maka pelaksanaan pemberian bimbingan spiritual pada pasien
dengan kondisi sakit teramatlah penting. Mengingat kondisi sakit dapat mengakibatkan pasien
mengalami distress spiritual, sementara kegiatan spiritual seperti berdo’a terbukti mampu
menenangkan klien dalam menghadapi kenyataan tentang penyakitnya. Kondisi distress spiritual
pada penderita penyakit baik akut maupun terminal jutsru akan mempersulit kondisi sakitnya,
karena kebanyakan penderita tersebut akan merasa frustasi dan menyerah pada kondisinya
sehingga terapi yang diperoleh dari luar seperti obat-obatan tak mampu menyembuhkan oleh
karena itu keyakinan dan kepercayaan sangat mempengaruhi keberhasilan penatalaksanaan
penyakit. Distress spiritual juga memberikan dampak yang buruk bagi keluarga pasien dengan
penyakit kronis. Distress spiritual dapat menurunkan dukungan keluarga, sehingga memengaruhi
kualitas hidup pasien dengan penyakit kronis (Clarke, 2009).
Apabila kondisi tersebut tidak ditangani dan berlangsung terus menerus dapat
menyebabkan distress spiritual yang membuat pasien kehilangan kekuatan dan harapan hidup.
Peran para petugas kesehatan khususnya perawat harus memberikan pelayanan paliatif secara
optimal khususnya dalam aspek kebutuhan spiritualitas, supaya pasien dapat merasa damai dan
tentram (Westlake, 2008).
Tanyi (2006) membagi kebutuhan spiritual keluarga menjadi enam subvariabel yaitu
makna dan tujuan (meaning and purpose), kekuatan (strengths), hubungan (relationships),
keyakinan (beliefs), spiritual anggota keluarga dan family’s preference. Apabila kebutuhan
spiritual keluarga tersebut tidak terpenuhi dapat menyebabkan distress spiritual di dalam
keluarga. Distress spiritual dapat menganggu keluarga dalam mengelola konflik, kondisi ini akan
merusak kesejahteraan keluarga, keluarga akan mengalami rasa keputusasaan, hilangnya
kebebasan, konflik bathin tentang keyakinan mereka, dan mempertanyakan makna dari
keberadaan dirinya (Tanyi, 2006).

SUMBER

Kasihani. Syarifuddin. (2019). Analisis Perilaku Spiritual Terhadap Penerapan Spritual pada
Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh. Journal of Healthcare
Technology and Medicine, 5 (1), 124 – 130.
Ristianingsih, Dwi. dkk. (2014). Gambaran Motivasi dan Tindakan Keperawatan dalam
Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien di Ruang ICU PKU Muhammadiyah Gombong.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 10(2), 91 – 99.
Saman, Aidi Abshar. Kusuma, Henni. (2017). Gambaran Kebutuhan Spiritualitas Pasien Gagal
Jantung di Instalasi Elang RSUP Kariadi Semarang. Jurnal Program Studi Ilmu
Keperawatan. 1 – 13.
Sujana, Elva. dkk. (2017). Kebutuhan Spiritual Keluarga dengan Anak Penderita Penyakit
Kronis. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 3(1), 47 – 56.
Suryawantie, Tanti. dkk. (2019). Pemenuhan Kebutuhan Dasar Spiritual Pada Pasien Stroke
Pasca Akut di Ruangan Cempaka RSUD dr. Slamet Garut Tahun 2019. Jurnal
Keperawatan Dirgahayu, 1(2), 26 – 31.
Zulfatul A’la, Muhamad. dkk. (2017). Pengaruh Bereavement Life Review terhadap
Kesejahteraan Spiritual pada Keluarga Pasien Stroke. JKP, 5 (2), 214 – 226.

Anda mungkin juga menyukai