Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KEPERAWATAN JIWA I
DISTRESS SPIRITUAL

Dosen Pembimbing

Ns.NURFADHILA,S.KEP

Disusun Oleh:
Kelompok 2
Ariani Haslina P.18.001
Berlian Sari P.18.002
Florensa Juniati P.18.005
Hasniar P.18.007
Ismi Nur Aulia.S P.18.008
Miftahujannah P.18.009
Muh Alwi Tasdi P.18.010

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BINA GENERASI POLEWALI MANDAR
2019/2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah swt. Yang mana telah melancarkan
kami dalam proses pembuatan tugas makalah Keperawatan Jiwa “Distress Spiritual”.
Sholawat beiring salam tak lupa kami curahkan kepada Nabi Muhammad saw. Yang mana
telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang seperti
sekarang ini.
Pada makalah yang kami susunini, kami menjelaskan secara keseluruhan tentang
sistem penglihatan. Tidak lupa kami berterima kasih kepada dosen yang membimbing dalam
penyusunan makalah ini.
Dengan tersusunnya makalah ini, kami berharap pembaca dapat mendapatkan manfaat
dari makalah ini. Dalam pembuatan makalah ini kami mohon maaf bila ada salah kata. Atas
perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.

Polewali, 10 Juli 2020

Tim Penyusun
Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB IPENDAHULUAN...........................................................................................................4
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................5
1.3. Tujuan..........................................................................................................................5
BAB IIPEMBAHASAN............................................................................................................6
2.1. Definisi Distress Spiritual............................................................................................6
2.2. Batasan Karakteristik...................................................................................................6
2.3. Etiologi........................................................................................................................7
2.4. Mekanisme Koping.....................................................................................................8
2.5. Asuhan Keperawatan.................................................................................................10

BAB IIIPENUTUP...................................................................................................................26
3.1 Kesimpulan................................................................................................................26
3.2 Saran..........................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Spiritualitas adalah dimensi manusia, dan dengan demikian dimensi praktek
Keperawatan (Burkhart & Solari-Twadell,tahun 2001; McSherry, uang tunai, & Ross,
2004). Fokus pada tanggung jawab perawat untuk menyediakan kerohanian meliputi
penilaian, diagnosis, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Ini adalah langkah-langkah
yang mendefinisikan proses keperawatan, yang merupakan scien- tific metode
pelayanan keperawat adalah diterapkan dalam praktek. Dalam spiritualitas, penelitian
telah cenderung berfokus pada Fase pertama dan ketiga proses keperawatan, yaitu
penilaian spiritual (Murray, Kendall, Boyd Worth, & Benton, 2004; Oldnall, 1996;
Taylor, 2006) dan perawatan spiritual, masing-masing kedua dipahami sebagai
intervensi keperawatan untuk memenuhi kebutuhan spiritual(Chan, 2010; Kociszewski,
2003, Narayanasamy et al., 2004; Sawatzky & Pesut, 2005). Menurut Pesut (2008),
pemahaman yang lebih jelas tentang kebutuhan spiritualitas, dimana tanpa
memperhatikan kebutuhan spiritual dan perawatan spiritual tidak akan tercapai.
Spiritualitas telah terbukti kompleks untuk menentukan. Itu hadir diantara penganut
dan agnostics (McSherry, 2000), mengintegrasikan semua dimensi individu (Reed,
1992), yang meliputi lebih dari agama (Narayanasamy, 2001), melibatkan hubungan
interpersonal, dan berkaitan dengan arti kehidupan, terutama pada saat krisis dan
penyakit (Baldacchino, 2006).
Distress spiritual telah diterima sebagai diagnosis keperawatan di NANDA
sejak tahun 1978 dan direvisi pada tahun 2002 (Herdman, 2009). Dalam taksonomi I,
diagnosis ini diklasifikasikan dalam domain menilai sebagai gangguan dalam prinsip
hidup yang meliputi seluruh keberadaan seseorang, dan yang terintegrasi dan
melampaui satu sifat biologis dan psikososial.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Distress Spiritual?
2. Apa batasan karakteristik dari Distress Spiritual?
3. Apa etioogi dari Distress Spiritual?
4. Bagaimana mekanisme dari Distress Spiritual?
5. Bagaimana asuhan keperawatan untuk pasien dengan Distress Spiritual?
6. Bagaimana Distress Spiritual menurut buku karangan Budi Anna Keliat?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Distress Spiritual
2. Untuk mengetahuibatasan karakteristik dari Distress Spiritual
3. Untuk mengetahuietiologi dari Distress Spiritual
4. Untuk mengetahuimekanisme dari Distress Spiritual
5. Untuk mengetahuiasuhan keperawatan untuk pasien dengan Distress Spiritual
6. Untuk mengetahui Distress Spiritual menurut buku karangan Budi Anna Keliat
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Distress Spiritual


Monod (2012) menyatakan distress spiritual muncul ketika kebutuhan spiritual
tidak terpenuhi, sehingga dalam menghdapi penyakitnya pasien mengalami depresi,
cemas, dan marah kepada tuhan. Distress spiritual dapat menyebabkan
ketidakharmonisan dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan Tuhannya
(Mesnikoff, 2002 dalam Hubbell et al, 2006).
Distress spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna
tentang apa yang terjadi, dan dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan
terasing. Untuk itu diharapkan perawat mengintegrasikan perawatan spiritual kedalam
proses keperawatan (Potter & Perry, 2004).
Distress spiritual adalah hambatan kemampuan untuk mengalami dan
mengintegrasikan makna dan tujuan dalam hidup melalui hubungan dengan diri sendiri,
orang lain, music, seni, buku, alam, ataupun dengan tungan yang maha esa (Judith,
2016).

2.2. Batasan Karakteristik


2.2.1. Hubungan dengan diri sendiri
1. Marah
2. Mengungkapkan kurangnya motivasi
3. Mengungkapkan kurang dapat memaafkan diri sendiri
4. Mengungkapkan kekurangan harapan
5. Mengungkapkan kekurangan cinta
6. Mengungkapkan kurangnya makna hidup
7. Mengungkapkan kekurangan tujuan hidup
8. Mengungkapkan kurangnya ketenangan (mis., kedamaian)
9. Merasa bersalah
10. Koping tidak efektif

2.2.2. Hubungan dengan orang lain


1. Mengungkapkan rasa terasing
2. Menolak interaksi dengan orang yang dianggap penting
3. Menolak interaksi dengan pemimpin spiritual
4. Mengungkapkan dengan kata-kata telah terpisah dari sistem pendukung

2.2.3. Hubungan dengan seni, musik, literatur, alam


1. Tidak berminat pada alam
2. Tidak berminat membaca literatur spiritual
3. Ketidakmampuan mengungkapkan kondisi kreativitas sebelumnya (mis.,
menyanyi/ mendengarkan musik/ menulis)

2.2.4. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari pada dirinya sendiri
1. Mengungkapkan kemarahan terhadap kekuatan yang lebih besar dari
dirinya
2. Mengungkapkan telah diabaikan
3. Mengungkapkan ketidakberdayaan
4. Mengungkapkan penderitaan
5. Ketidakmampuan berintrospeksi
6. Ketidakmampuan mengalami pengalaman religiositas
7. Ketidakmampuan berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan
8. Ketidakmampuan berdoa
9. Meminta menemui pemimpin keagamaan
10. Perubahan yang tiba-tiba dalam praktik spiritual

2.3. Etiologi
1. Ketidaksiapan menghadapi kematian dan pengalaman kehidupan setelah kematian,
Kehilangan agama yang merupakan dukungan utama ( merasa ditinggalkan oleh
Tuhan), Kegagalan individu untuk hidup sesuai dengan ajaran agama,
Ketidakmampuan individu untuk merekonsiliasi penyakit dengan keyakinan
spiritual(Achir Yani H, 2008)
2. Ketakutan terhadap nyeri fisik, ketidaktahuan, kematian dan ancaman terhadap
integritas(Potter & Perry, 2005 dalam Grace Yopi, 2013).
3. Tidak terpenuhinya kebutuhan spiritual individu (Craven &Hirnle,2009 dalam
Hendra saputra,2014)
4. Terkait dengan patofisiologi tantangan pada sistem keyakinan atau perpisahan dari
ikatan spiritual sekunder karena berbagai akibat, misalnya kehilangan bagian atau
fungsi tubuh; penyakit terminal; penyakit yang membuat kondisi
lemah;nyeri;trauma; dan keguguran atau kelahiran mati. (Rahayu Winarti,2016)
5. Hal – hal terkait dengan konflik antara program atau tindakan yang ditentukan oleh
keyakinan, meliputi : aborsi, isolasi, pembedahan, amputasi, tranfusi darah,
pengobatan, pembatasan diet, dan prosedur medis. (Rahayu Winarti,2016)
6. Hal yang berkaitan dengan situasional, kematian atau penyakit dari orang terdekat;
keadaan yang memalukan pada saat melakukan ritual keagamaan ( seperti
pembatasan perawatan intensif, kurangnya privasi, kurang tersedianya makanan
atau diet khusus), keyakinan yang ditentang keluarga, teman sebaya; dan yang
berhubungan dengan perpisahan orang yang dicintai. (Rahayu Winarti,2016)

2.4. Mekanisme Koping


Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres
spiritual:
1. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada
kepentingan orang lain.
2. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif
thingking, mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.
3. Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan
pelayanan langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
4. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk dan
umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan
spiritualnya.
5. Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan
kelompok untuk berbagai tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003)
menambahkan dukungan apprasial yang membantu seseorang untuk meningkatkan
pemahaman terhadap stresor spiritual dalam mencapai keterampilan koping yang
efektif.
Menurut Mooss (1984) yang dikutip Brunner dan Suddarth menguraikan yang
positif (Teknik Koping) dalam menghadapi stress, yaitu:
1. Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (Potensi diri)
Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan individu
dalam memanfaatkannya menghadapi stres yang disebabkan situasi dan lingkungan
(Pearlin & Schooler, 1978:5). Karakterisik di bawah ini merupakan sumber daya
psikologis yang penting, diantaranya adalah:
1. Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stres, sebagaimana teori
dari Colley’s looking-glass self: rasa percaya diri, dan kemampuan untuk
mengatasi masalah yg dihadapi.
2. Mengontrol diri sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri dan
situasi (internal control) dan external control (bahwa kehidupannya
dikendalikan oleh keberuntungan, nasib, dari luar) sehingga pasien akan
mampu mengambil hikmah dari sakitnya (looking for silver lining).

2. Rasionalisasi (Teknik Kognitif)


Upaya memahami dan mengiterpretasikan secara spesifik terhadap stres
dalam mencari arti dan makna stres (neutralize its stressfull). Dalam menghadapi
situasi stres, respons individu secara rasional adalah dia akan menghadapi secara
terus terang, mengabaikan, atau memberitahukan kepada diri sendiri bahwa
masalah tersebut bukan sesuatu yang penting untuk dipikirkan dan semuanya akan
berakhir dengan sendirinya. Sebagaian orang berpikir bahwa setiap suatu kejadian
akan menjadi sesuatu tantangan dalam hidupnya. Sebagian lagi menggantungkan
semua permasalahan dengan melakukan kegiatan spiritual, lebih mendekatkan diri
kepada sang pencipta untuk mencari hikmah dan makna dari semua yang terjadi.
3. Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam
mengatasi situasi stres. Beberapa individu melakukan kegiatan yang bermanfaat
dalam menunjang kesembuhannya. Misalnya, pasien HIV akan melakukan
aktivitas yang dapat membantu peningkatan daya tubuhnya dengan tidur secara
teratur, makan seimbang, minum obat anti retroviral dan obat untuk infeksi
sekunder secara teratur, tidur dan istirahat yang cukup, dan menghindari konsumsi
obat-abat yang memperparah keadan sakitnya.
2.5. Asuhan Keperawatan
2.5.1. Pengkajian
1. Untuk pasien yang mengindikasikan adanya ketaatan beragama, kaji adanya
indikator langsung status spiritual pasien dengan mengajukan pertanyaan
sebagai berikut :
1. Apakah anda merasa keimanan anda dapat membantu anda? Dengan
cara apa keimanan tersebut penting bagi anda saat ini?
2. Bagaiman saya dapat membantu anda menjalankan keimanan anda?
Misalnya, apakah anda ingin saya membacakan buku doa untuk anda?
3. Apakah anda menginginkan kunjungan dari penasihat spiritual atau
layanan keagamaan dari rumah sakit?
4. Tolong beri tahu saya tentang aktivitas agama tertentu yang penting
bagi anda?

2. Lakukan pengkajian tidak langsung terhadap status spiritual pasien dengan


melakukan langkah berikut :
1. Tentukan konsep ketuhanan pasien dengan mengamati buku-buku yang
ada disamping tempat tidur atau program telivisi yang dilihat pasien.
Juga catat apakah kehidupan pasien tampak memiliki arti, nilai, dan
tujuan.
2. Tentukan sumber-sumber harapan dan kekuatan pasien. Apakah Tuhan
dalam arti tradisional, anggota kluarga, atau kekuatan “bersumber dari
dalam dirinya”? Catat siapa yang paling banyak diperbincangkan oleh
pasien, atau tanyakan, “Siapa yang penting bagi anda?”

3. Amati apakah pasien sedang berdoa ketika anda memasuki ruangan,


sebelum makan, atau saat tindakan.
4. Amati barang-barang, seperti litratur keagamaan,rosario, kartu ucapan
semoga lekas sembuh yang bersifat keagamaan disamping tempat tidur
pasien.
5. Dengarkan pandangan-pandangan pasien tentang hubungan antara
kepercayaan spiritual dan kondisi kesehatannya, terutama untuk pernyataan
seperti, “mengapa Tuhan membiarkan hal ini menimpa saya?” atau “ Jika
saya beriman, saya pasti akan sembuh.”
2.5.2. Rencana tindakan keperawatan

No Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil Hasil NOC Intervensi NIC Rasionalisasi


. Keperawatan
1. Distress spiritual 1. Klien menunjukkan 1. Kualitas hidup: tingkat 1. Meningkatan koping 1. Membantu pasien
harapan, yang dibuktikan persepsi positif tentang klien untuk beradaptasi
oleh indikator berikut situasi hidup saat ini dengan stressor,
(sebutkan 1-5: tidak perubahan, atau
pernah, jarang, kadang- 2. Harapan: optimisme ancaman yang dialami
kadang, sering, atau yang secara pribadi dan menggangu
selalu): mengungkapkan memuaskan serta pemenuhan tuntutan
keyakinan, arti hidup, mendukung hidup dan peran dalam
kedamaian diri kehidupan
3. Pengakhiran kehidupan
2. Klien menunjukkan yang bermartabat: 2. Memberi dukungan 2. Memberikan
kesehatan spiritual, yang tindakan pribadi untuk kepada klien dan informasi dan
dibuktikan oleh indikator mempertahankan kendali keluarga dalam dukungan untuk
berikut (sebut-kan 1-5: dan kenyamanan dalam membuat keputusa pasien yang membuat
gangguan ekstrem, berat, mendekati akhir keputusan terkait
sedang, ringan, atau kehidupan perawatan kesehatan
tidak ada gangguan):
4. Keterlibatan sosial:
1. Arti dan tujuan hidup 3. Mengklarifikasi nilai 3. Membantu orang lain
interaksi sosial dengan
2. Pencapaian individu, kelompok, atau dalam pengambilan mengklarifikasi nilai
pandangan dunia organisasi keputusan yang mereka anut
spiritual untuk memfasilitasi
3. Kemampuan untuk 5. Kesehatan spiritual: pengambilan
mencintai dan hubungan dengan diri keputusan yang
memaafkan sendiri, orang lain, efektifv
4. Kemampuan untuk Tuhan, seluruh
berdoa dan beribadah kehidupan, alam, dan 4. Memberi dukungan 4. Memberi ketenangan,
5. Interaksi dengan semesta, yang emosi kepada klien penerimaan, dan
pimpinan spiritual meningkatkan dukungan saat stres
6. Hubungan dengan diri transendensi diri serta
sendiri memberdayakan diri 5. Memfasilitasi 5. Memfasilitasi
penumbuhan harapan perkembangan sikap
3. Klien akan: pada klien positif pada situasi
1. Klien akan tertentu
memahami bahwa
penyakit adalah suatu
tantangan terhadap 6. Melakukan perawatan 6. Meningkatkan
sistem keyakinan menjelang ajal kenyamanan fisik dan
2. Memhami bahwa kedamaian psikologis
terapi bertentangan pada tahap akhir
dengan sistem hidup
kepercayaan
3. Menunjukkan teknik 7. Memfasilitasi 7. Memfasilitasi
koping untuk peningkatan kemampuan orang
menghadapi distress sosialisasi pada klien lain untuk berinteraksi
spiritual dengan orang lain
4. Mengungkapkan
8. Memfasilitasi
penerimaan terhadap 8. Memfasilitasi
pertumbuhan spiritual
keterbatasan ikatan pertumbuhan
pada klien
budaya atau kapasitas pasien untuk
keagamaan mengidentifikasi,
5. Mendisuksikan berhubungan dengan,
praktik dan keluhan dan memanggil
spiritual sumber makna,
tujuan, kenyamanan,
4. Klien yang menjelang kekuatan, dan harapan
ajal akan: dalam hidup mereka
1. Mengungkapkan
9. Memberikan
penerimaan atau 9. Membantu pasien
dukungan spiritual
kesiapan menghadapi untuk merasakan
pada klien
kematian seimbang dan
2. Berbahagia dengan terhubung dengan
hubungan sebelumnya tuhan
3. Mengungkapkan
kasih sayang terhadap
orang terdekat
2.5.3. Evaluasi
1. Pasien selalu menujukkan harapan, yang dibuktikan dengan
mengungkapkan keyakinan, arti hidup, kedamaian diri.
2. Pasien menunjukkan tidak ada gangguan kesehatan spiritual yang
dibuktikan dengan mampu untuk mencintai dan memaafkan, mampu untuk
berdoa dan beribadah.
3. Pasien mampu memahami bahwa penyakit adalah suatu tantangan terhadap
sistem keyakinan.
4. Pasien mampu memahami bahwa terapi bertentangan dengan sistem
kepercayaan.
5. Pasien mampu menunjukkan teknik koping untuk menghadapi distress
spiritual.
6. Pasien mampu mengungkapkan penerimaan terhadap keterbatasan ikatan
budaya atau keagamaan.
7. Pasien mampu mendiskusikan praktik dan keluhan spiritual.
8. Pasien yang menjelang ajal mampu mengungkapkan penerimaan atau
kesiapan menghadapi kematian.
9. Pasien yang menjelang ajal mampu berbahagia dengan hubungan
sebelumnya.
10. Pasien yang menjelang ajal mampu mengungkapkan kasih sayang terhadap
orang terdekat.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Spiritualitas adalah dimensi manusia, dan dengan demikian dimensi praktek
Keperawatan. Fokus pada tanggung jawab perawat untuk menyediakan kerohanian
meliputi penilaian, diagnosis, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Ini adalah langkah-
langkah yang mendefinisikan proses keperawatan, yang merupakan scien- tific metode
pelayanan keperawat adalah diterapkan dalam praktek.
Distres spiritual adalah suatu gangguan yaang berhubungan dengan prinsip
kehidupan, keyakinan, kepercayaan atau keagamaan pasien yang menyebabkan
gangguan pada aktivitas spiritual akibat masalah-masalah fisik atau psikososial yan
dialami (Dochterman, 2004).

3.2 Saran
Dalam keterbatasan pengetahuan yang kami miliki, tentu dalam penulisan
makalah ini masih banyak kekurangan dan kejanggalan. Untuk itu kami mengharapkan
saran agar kami dapat meningkatkan kualitas makalah yang akan dibuat selanjutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi pembaca, khususnya mahasiswa ilmu keperawatan
dalam mempelajari keperawatan jiwa mengenai distress spiritual.
DAFTAR PUSTAKA

Baldacchino, D. (2006). Nursing competencies for spiritual care. Journal of Clinical Nursing,
15 (7), 885–896
Burkhart, L., & Solari-Twadell, A. (2001). Spirituality and religiousness: Dif-ferentiating the
diagnoses through a review of the nursing literature.Nursing Diagnosis,12(2), 45–54.
Caldeira ,Sílvia, dkk. 2013. Spiritual Distress—Proposing a New Definition and Defining
Characteristics.

Chan, M. (2010). Factors affecting nursing staff in practicing spiritual care.Journal of Clinical
Nursing,19(15–16), 2128–2136.

Grace Yopi Dkk. 2013. Hubungan Peran Perawat Dalam Pemberian Terapi Spiritual
Terhadap Perilaku Pasien Dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Di Ruang Icu Rsm
Ahmad Dahlan Kota Kediri.
Herdman, T. (Ed.). (2009). North American Nursing Diagnosis Association International
Nursing Diagnoses: Definitions and classification 2009– 2011 . Oxford: Wiley-
Blackwell.
Hubbell et al. 2012. Spiritual Care Practices of Nurse Practitioners in Federally Designated
non Metropolitan Areas of North Carolina. Journal of The American Academy of
Nurse Practitioners, 18, 85-91.
Internasional, NANDA, Herman, T, Heather. (2012). Diagnosis Keperawatan dan
Klasifikasi. (2012-2014). Jakarta : EGC.

Keliat, Budi Anna. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. Jakarta: EGC

Kociszewski, C. (2003). A phenomenological pilot study of the nurses expe-rience providing


spiritual care.Journal of Holistic Nursing,21(2), 131–148
McSherry, W. (2000).Spirituality in nursing practice: An interactiveapproach. London:
Churchill Livingstone.
McSherry, W., Cash, K., & Ross, L. (2004). Meaning of spirituality: Implicationsfor nursing
practice. Journal of Clinical Nursing,13 (8), 934–941.

Murray, S., Kendall, M., Boyd, K., Worth, A., & Benton, T. (2004). Exploring thespiritual
needs of people dying of lung cancer or heart failure: A prospec- tive qualitative
interview study of patients and their careers. Palliative Medicine, 18 (1), 39–45.
Model Holistik Berdasar Teori Adaptasi (Roy dan PNI) Sebagai Upaya Modulasi Respons
Imun (Aplikasi Pasien HIV/AIDS). Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional
Keperawatan, 16 Mei 2009, Surabaya.

Monod et al. 2010. Instrumen Measuring Spirituality in Clinical Research: A Sistematic


Review. Journal General Internal Medicine, 26, 1345-1357.
Narayanasamy, A. A., Clissett, P., Parumal, L., Thompson, D., Annasamy, S., &Edge, R.
(2004). Responses to the spiritual needs of older people.Journal of Advanced
Nursing,48(1), 6–16.
Narayanasamy, A. (2001). Spiritual care: A practical guide for nurses and health care
practitioners . Wilshire: Quay Books.
Oldnall, A. (1996). A critical analysis of nursing: Meeting the spiritual needs
ofpatients.Journal of Advanced Nursing,23(1), 138–144.
Pesut, B. (2008). A conversation on diverse perspectives of spirituality innursing
literature.Nursing Philosophy,9(2), 98–109.
Potter, P.A., & Perry, A.G. 2004. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4. Jakarta:
EGC.

Rahayu Winarti. 2016. Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan Spiritual Terhadap


Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Tesis Untuk
memenuhi persyaratan mencapai Magister Keperawatan, Universitas Diponegoro.

Reed, P. G. (1992). An emerging paradigm for the investigation of spirituality in


nursing.Research in Nursing and Health, 15 (5), 349–357.

Saputra Hendra. 2014. Hubungan Penerapan Asuhan Keperawatan dengan Pemenuhan


Kebutuhan Spiritual Pasien Di Ruang Rawat Inap Kelas III RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Skripsi Publikasi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Sarafino, Edward. P. 2002. Health Psychology Biophychological Interaction. 2nd Ed. New
John Wiley and Sons Inc.
Sawatzky, R., & Pesut, B. (2005). Attributes of spiritual care in nursingpractice.Journal of
Holistic Nursing,23(1), 19–33

Taylor, E. (2006). Prevalence and associated factors of spiritual needsamong patients with
cancer and family caregivers.Oncology NursingForum,33(4), 730–735.
Wilkinson, Judith M. (2016). Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA-I, Intervensi NIC,
Hasil NOC, Ed. 10. Jakarta: EGC

Yani S Achir. 2009. Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC Diakses 15
Oktober 2016 dari google ebook.

Anda mungkin juga menyukai