GASTROENTERITIS AKUT
Oleh :
Adila Hanna 1840312229
Hanifa Rahma 1840212006
Preseptor :
Dr. dr. Arina Widya Murni, Sp.PD(K)-Psi, FINASIM
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2
3. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman mengenai gastroenteritis akut.
4. Metode Penulisan
Metode yang dipakai dalam penulisan studi kasus ini berupa hasil
pemeriksaan pasien, rekam medis pasien, tinjauan kepustakaan yang mengacu
pada berbagai literatur, termasuk buku teks dan artikel ilmiah.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,
yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Diare akut adalah diare yang onset
gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedangkan diare kronik
yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.3
2. Epidemiologi
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja
di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering
menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam
waktu yang singkat. Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian
sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7
kali setiap tahunnya di banding di negara berkembang lainnya mengalami
serangan diare 3 kali setiap tahun. Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang
disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti
Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa
dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan
Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi,
Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi A.
Ada hubungan negatif antara kejadian diare dengan tingkat pendidikan ibu
dan indeks kekayaan kuantil. Semakin pendidikan ibu meningkat dan semakin
4
tinggi indeks kekayaan kuantil rumah tangga, semakin rendah prevalensi diare.
Tidak ada pola yang khas antara prevalensi diare dan sumber air minum serta
fasilitas kakus. Seperti yang diprediksi prevalensi diare paling tinggi terjadi pada
anak yang tinggal di rumah tanpa akses air bersih, yaitu yang memakai fasilitas
kakus di sungai/kolam/danau.
3. Etiologi
Diare akut bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit, atau virus, karena
keracunan makanan, efek obat, keadaan imunodefisiensi, terapi tertentu, dan lain-
lain. Makanan laut, terutama makanan yang mentah atau makanan cepat saji bisa
meningkatkan risiko seseorang terinfeksi diare. Orang yang baru saja bepergian ke
daerah tropis, negara berkembang, atau daerah berair juga berisiko tinggi
terinfeksi diare.6
4. Patofisiologi4
5
mulai mengeluarkan cairan yang menghasilkan feses yang relatif berair dan tidak
padat.
Baik produksi sitotoksin maupun invasi bakteri dan perusakan sel mukosa
usus dapat menyebabkan disentri. Infeksi E. coli, Shigella, dan bakteri
enteroinvasif ditandai oleh invasi organisme pada sel epitel mukosa, multiplikasi
intraepitel, dan selanjutnya menyebar ke sel yang berdekatan.
Produksi racun adalah faktor virulensi penting lainnya. Racun ini termasuk
enterotoksin, yang menyebabkan diare berair dengan bertindak langsung pada
mekanisme sekretori dalam mukosa usus, dan sitotoksin, yang menghancurkan sel
mukosa dan diare inflamasi terkait.
5. Histopatologi4
6
Campylobacter jejuni, Shigella spp, Salmonella spp, Yersinia dan E. coli dan
beberapa patogen lainnya semuanya menyerupai histopatologi. Gambaran
histopatologis menunjukkan lapisan tebal mukosa dan kelompok bakteri plus
neutrofil di permukaan intraepitel; neutrofil terakumulasi di lumen dan juga
bagian dasar kripta usus.
Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan:
1. Pola pemberian makanan (komponen penting dalam manajemen diare),
2. Frekuensi Buang Air Besar (BAB),
3. Lama diare,
4. Adanya darah di tinja,
5. Adanya kejadian kolera di lingkungan,
6. Riwayat pemberian antibiotik sebelum diare,
7. Adanya rasa nyeri yang menyertai,
8. Keadaan fisik yang tampak pucat, serta
9. Adanya demam
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan:
1. Penilaian dehidrasi dan derajatnya,
2. Status gizi,
3. Darah di tinja,
4. Massa intra abdomen,
5. Distensi abdomen,
6. Penurunan kesadaran,
7. Sesak napas.
7
Pada pemeriksaan fisik, perut biasanya akan terasa lembut. Palpasi dapat
menimbulkan nyeri tekan ringan hingga sedang. Demam menunjukkan
penyebabnya adalah patogen invasif. Tanda-tanda dehidrasi adalah hal terpenting
yang harus dicari saat melakukan pemeriksaan fisik; beberapa kasus mungkin
mengkhawatirkan dan membantu mengidentifikasi pasien mana yang perlu
dirawat di rumah sakit.
Tabel 1. Penilaian derajat dehidrasi pada pasien diare
4. Takikardia
5. Hipotensi, ortostasis
6. Kotoran berdarah
8
8. Umur lebih besar dari 65 tahun
2.7 Diagnosis4
9
selain kultur tinja. Dalam kasus diare persisten, praktisi harus mengirim sampel
tinja untuk pengujian sel telur dan parasit.
8. Tatalaksana6
10
Gambar 1. Metode Daldiyono untuk menghitung kebutuhan cairan
1. Dua jam pertama (rehidrasi inisial): jumlah total kebutuhan cairan menurut
skor daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam
11
patogen invasive seperti Campylobacter, Shigella, Salmonella, dll. Alternatifnya
bisa diberikan kotrimoksazol.
9. Komplikasi
12
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
Umur : 57 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jambi
Pekerjaan : Wiraswasta
ANAMNESIS
Keluhan Utama:
13
Pasien lebih suka berbaring kearah kiri. Riwayat terbangun
malam hari karena sesak (-), riwayat tidur dengan bantal
ditinggikan (-)
• Penurunan nafsu makan (+) sejak 1 bulan terakhir, pada
awalnya, pasien makan 1 porsi piring 3 kali/hari, sekarang 1/4
porsi piring 2 kali/hari
• Penurunan berat badan (+) sejak 1 bulan terakhir, pasien tidak
tahu berapa kilogram
• BAB dan BAK dalam batas normal
Riwayat Keluarga
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
- Kesadaran : CMC
14
- Tekanan darah :140/80 mmHg
- Suhu : 36,8C
- Anemis : ada
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephal
- Paru
15
- Perkusi : Kanan: sonor
Kiri: RIC I-II sonor, RIC III kebawah:
pekak
- Jantung
- Perkusi
LMCS RIC V
- Auskultasi : S1-S2 reguler,
bising (-), gallop (-)
- Abdomen
- Perkusi : Timpani
- Ekstremitas
- Alat Kelamin
Tidak diperiksa
- Anus
16
Tidak diperiksa
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Perifer Lengkap (28-2-2019)
Hb : 13 g/dl
Ht : 36%
Leukosit : 11.620/mm3
Trombosit : 371.000/mm3
Retikulosit : 1,73%
MCV : 83 fL
MCH : 30 pg
MCHC : 36%
Hitung genis
• Basofil: 0%
• Eosinofil: 0%
• Neutrofil Batang: 10%
• Neutrofil segmen: 84%
• Limfosit: 3%
• Monosit: 0%
PT/APTT : 11,8/36,7 s
INR : 1,1 s
Total protein : 4,3 g/dL
17
Analisa Gas Darah (28-2-19)
pH/pCO2/pO2/SO2/HCO3-/BEecf: 7,481/26,4/84.3/96,5/19,9/-3,8
Kesan: Alkalosis respiratorik
DIAGNOSIS KERJA
Gastroenteritis akut tipe sekretorik dengan dehidrasi ringan-sedang
Suspek TB paru relaps
Efusi pleura ec suspek TB paru relaps
DIAGNOSIS BANDING
Community Acquired Pneumonia
TINDAKAN PENGOBATAN
• IVFD NaCl 0,9% 500cc/ 6 jam
• Nebu bricanyl/8 jam
• New diatab 3 tab PO
• N-acetylsistein 200 mg PO
• Paracetamol 3x500 mg
• Diet MB rendah serat/02 3L
PEMERIKSAAN ANJURAN
18
• Pemeriksaan sputum TCM
• Pemeriksaan sputum gene expert
• Expertise rontgen thoraks
• Pemeriksaan kultur feses
• EKG
PROGNOSIS
Dubia ad malam
FOLLOW UP
1 Maret 2019
S/
Sesak napas (+) berkurang
Batuk (+)
O/
Ku: sedang
Kes: CMC
TD: 140/80
N: 82x/min
R: 22x/min
T: afb
Mata:
Konjungtiva anemis: +/+
Sklera ikterik: -/-
Leher: JVP 5+0
Paru:
• Inspeksi: pergerakan dinding dada asimetris
• Palpasi: Fremitus kanan > fremitus kiri
• Perkusi:
• Kanan: Sonor
19
• Kiri: RIC I-III: sonor, RIC III kebawah: pekak
Auskultasi:
• Kanan: SN bronkovesikular, rh+/+, wh -/-
• Kiri: RIC I-III: bronkovesikular, RIC III kebawah: SN menurun, rh+/+, wh-/-
Jantung:
• Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat
• Palpasi: Iktus kordis teraba 1 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V
• Perkusi:
• Kanan: Linea sternalis dextra
• Kiri: 1 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V
• Atas: linea parasternal RIC II
• Bawah: 1 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V
• Auskultasi: irama reguler, murmur (-), bising (-)
Abdomen:
• Inspeksi: perut membuncit (-)
• Palpasi:
• Hepar tidak teraba
• Nyeri tekan (-)
• Perkusi: timpani
• Auskultasi: BU (+) normal meningkat
Punggung: nyeri tekan CVA (-), nyeri ketok (-)
Alat kelamin: tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan rektum: tidak dilakukan pemeriksaan
Anggota gerak: edema (-/-), akral hangat, refleks fisiologis (+/+), refleks patologis
(-/-)
A/
Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan-sedang perbaikan
Suspek TB paru relaps
Efusi pleura ec suspek TB paru relaps
P/
20
• IVFD NaCl 0,9% 500cc/ 6 jam
• Nebu bricanyl/8 jam
• N-acetylsistein 200 mg PO
• New diatab 3 tab PO
• Ceftriaxone inj 2x1 gr
• Paracetamol 3x500 mg
• Diet MB rendah serat/02 3L
21
BAB III
DISKUSI
22
digolongkan ke kategori diare ringan-sedang. Pada pemeriksaan laboratorium juga
ditemukan adanya penurunan dalam kadar natrium dan klorida, diakibatkan
karena osmotik diuresis. Untuk selanjutnya, dapat dilakukan pemeriksaan EKG,
untuk menentukan adanya kelainan elektrolit pada pasien.
TB paru relaps juga kemungkinan terjadi pada pasien, hal ini dikarenakan
riwayat pasien yang pernah mengonsumsi obat TB selama 6 bulan. Selain itu,
ditemukan gejala klinis TB pada pasien, yaitu demam hilang timbul, batuk
berdahak dan berkeringat pada malam hari yang ketiganya sudah dialami pasien
dalam 1 bulan terakhir. Pemeriksaan fisik juga menunjukan adanya infeksi paru,
yaitu ditemukannya ronkhi pada kedua lapangan paru. Khususnya, pada paru kiri
ditemukan hilangnya suara napas dari RIC III kebawah dan pasien mengatakan
juga lebih nyaman berbaring ke arah paru yang sakit, yaitu ke kiri, kedua hal ini
menunjukan adanya efusi pleura, yang salah satu penyebabnya adalah infeksi TB
paru. Adanya efusi pleura yang disebakan oleh proses infeksi dibuktikan oleh
pemeriksaan analisa cairan pleura, yang berdasarkan kriteria Light, termasuk
proses eksudat jika ditemukan salah satu dari 3 berikut, yaitu, protein >0,5, LDH
>0,6 atau LDH >2/3. Pada pasien, cairan pleura merupakan eksudat. Efusi pleura
juga dapat menyebabkan sesak napas, karena sulitnya paru untuk mengembang
akibat adanya cairan, seperti yang dialami oleh pasien. Hal ini juga ditunjukan
oleh pemeriksaan analisa gas darah pada pasien yang menjukkan adanya alkalosis
respiratorik. Pada efusi pleura juga dapat ditemukan adanya nyeri dada akibat
infeksi dari pleura, namun hal ini tidak dialami oleh pasien. Pemeriksaan
laboratorium mendukung untuk TB paru relaps, juga ditemukan leukositosis shift
to the left, yang berarti adanya proses imunologi akibat infeksi yang lama. Untuk
pemeriksaan selanjutnya, pasien dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan TCM
dan gene expert, sesuai dengan algoritma diagnosis TB paru oleh Kemenkes tahun
2017. Jika ditemukan MTB negatif, maka dilanjukan ke pemeriksaan rontgen
thoraks. TB paru relaps merupakan salah satu kriteria TB MDR, sehingga jika
ditemukan di Layanan Primer, haruslah dirujuk.
23
Pada tatalaksana, pasien diberikan IVFD NaCl 0,9% 500 cc/6 jam untuk
mengganti cairan yang hilang akibat diare. Nebu bricanyl/8 jam sebagai
bronkodilator dan N-acetylsistein sebagai mukolitik untuk menghilangkan sesak
napas. New Diatab sebagai atalulgit diberikan untuk mengurangi proses diare dan
ceftriaxone injeksi 2x1 gr sebagai antibiotik spektrum luas untuk mengobati
proses infeksi. Paracetamol 3x500 mg juga diberikan untuk menghilangkan
demam hilang timbul pada pasien. Diet makan biasa dan rendah serat diberikan
pada pasien untuk mengurangi beban kerja gastrointestinal.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. KEMENKES RI. Situasi diare di indonesia (2011). Buletin Jendela Data &
Informasi Kesehatan, 2 (2) 1-5.
2. Zein U. Diare akut infeksius pada dewasa (2004). E-USU Repository, pp.
1.
5. Pujiarto PS. Gastroenteritis akut pada anak (2014). Inhealth Gazzete, pp.
1-8.
25