Anda di halaman 1dari 6

Nama: Muhammad Fadly (1506800735)

Tugas M.A.: Keperawatan Anak


Topik: Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Morbus Hirschsprung

Patofisiologi Penyakit Morbus Hirschsprung


Penyakit Hirschsprung disebut juga congenital aganglionosis atau
aganglionic megacolon yaitu tidak adanya sel ganglion dalam rektum dan
sebagian tidak ada dalam kolon (Suriadi & Yulianni, 2006). Penyakit ini
merupakan penyakit genetik yang langka, insidensinya yaitu 1 dalam 5.000
kelahiran hidup dan sering dijumpai pada anak dengan Down syndrome (Glasper,
McEwing & Richardson, 2007). Kejadian penyakit ini empat kali lebih sering
mengenai bayi laki-laki daripada perempuan, dengan usia 24 sampai 28 jam
setelah kelahiran, usia bayi dan usia anak-anak (Hockenberry & Wilson, 2013),
bahkan pada usia dewasa juga dapat terjadi (Glasper, McEwing & Richardson,
2007). Oleh karena itu, perawat perlu mengetahui bagaimana proses perjalanan
penyakit serta tanda dan gejala yang muncul, agar bisa memberikan asuhan
keperawatan seperti yang diberikan dalam kasus pemicu, sehingga penulis dalam
tugas

mandiri

ini

membahas

bagaimana

proses

patofisiologi

penyakit

Hirschcprung itu terjadi.


A. Review Anatomi Fisiologi Usus Besar
Usus besar memiliki bagian-bagian antara lain: 1) sekum yaitu kantong
tertutup yang menggantung di bawah area katup ileosekal (sfingter antara
usus halus dan usus besar), 2) kolon asenden yang merentang dari sekum
sampai ke tepi bawah hati di sebelah kanan dan membalik secara horizontal,
3) kolon transversa yang merentang menyilang abdomen di bawah hati dan
lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, 4) kolon desenden yaitu merentang
ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid berbentuk S
yang bermuara di rektum, dan 4) rektum yaitu bagian yang memiliki sfingter
anal internal (involunter) dan sfingter anal eksternal (volunter) dengan
panjang 12 sampai 13 cm dan berakhir pada anus (seperti yang terlihat pada
gambar 1) (Tortora & Derrickson, 2012).

Gambar 1. Anatomi Usus Besar


(Sumber: Tortora & Derrickson, 2012).
Sistem cerna memiliki regulasi motilitas dan sekresi dengan mekanisme
kompleks antara sistem saraf, endokrin dan lokal. Adapun yang terkait
penyakit ini terutama berkaitan dengan komponen saraf pada usus besar dan
rektum. Menurut Silverthorn (2013) saluran cerna memiliki dua jenis refleks
yaitu refleks panjang dan refleks pendek. Refleks panjang terintegrasi di
sistem saraf pusat (SSP) yaitu dimulai dari stimulus yang diterima sepanjang
saraf sensorik menuju SSP. Refleks pendek terintegrasi dalam sistem saraf
enterik (SSE), yang juga disebut otak kecil yang mengatur dan
mengintegrasi pada dinding usus secara lokal, tanpa masukan dari luar.
Jaringan saraf SSE terletak pada lapisan submukosa dan lapisan muskularis
eksterna. SSE terdiri dari dua pleksus mayor ganglia yang terhubung dengan
berkas akson yaitu pleksus mienterikus (pleksus Auerbach) dan pleksus
submukosa (pleksus Meissner). Pleksus submukosa berfungsi mempersarafi
sel-sel di dalam lapisan epitel dan otot polos muskularis mukosa, sedangkan
pleksus mienterikus bertugas untuk mengendalikan dan mengoordinasikan
aktivitas motorik muskularis eksterna.
B. Etiologi
Etiologi Hischsprung belum diketahui secara pasti, namun diduga
berhubungan dengan genetik pada fase pertumbuhan fetus saat kehamilan.
Bowden dan Greenberg (2010) mengatakan pada masa kehamilan 10 hingga
12 minggu prekursor ganglia intestinal yang disebut neuroblas bermigrasi
menuju saluran intestinal. Neuron-neuron muncul dari sel-sel krista neural

embrionik dimana secara normal mendiami kolon distal selama masa ini.
Namun terjadi defek migrasi sel-sel krista neural tersebut yang merupakan
prekursor sel ganglion intestinal. Normalnya sel tersebut bermigrasi secara
sefalokaudal (Tanto, Liwang, Hanifati, & Pradipta, 2014). Namun migrasi
dari kolon tranversal bagian tengah ke anus memerlukan waktu selama 4
minggu sehingga periode ini paling rentan terjadi defek migrasi sel krista
neural (Holschneider & Puri, 2008). Carlson (2014) mengatakan penyakit
Hirschsprung juga berkaitan dengan mutasi tiga gen spesifik yaitu protoonkogen RET, gen EDNRB (endothelin B receptor) dan gen EDN3
(endothelin 3). Dengan adanya kegagalan migrasi neuroblas dan adanya
pengaruh mutasi gen tersebut kegagalan dalam pembentukan ganglia saraf
enterik pada rektum dan sebagian tidak ada dalam kolon yaitu pleksus
submukosa (Meissner) dan pleksus mienterik (Auerbach) (Bowden &
Greenberg, 2010).
C. Patofisiologi
Segmen aganglionik hampir selalu meliputi rektum dan sebagian
proksimal usus besar, atau kadang-kadang dapat terjadi aganglionosis usus
total. Hal ini menyebabkan tidak adanya gerakan mendorong (peristaltik)
sehingga tinja bertumpuk dan terjadi distensi usus di sebelah proksimal defek
(megakolon). Di samping itu, ketidakmampuan sfingter ani interna untuk
melakukan relaksasi turut menimbulkan manifestasi klinis obstruksi keadaan
ini mencegah evakuasi kotoran yang berbentuk padat, cair atau gas. Distensi
intestinal dan iskemia dapat terjadi karena distensi dinding usus yang ikut
menyebabkan terjadinya enterokolitis (inflamasi usus halus dan kolon), yaitu
penyebab utama kematian pada anak-anak yang menderita penyakit
Hirschsprung (Hockenberry & Wilson, 2013).
Ball, Bindler, dan Cowen (2012) menyatakan bahwa persarafan
parasimpatis secara normal seharusnya mampu memberikan pengaruh
terhadap pergerakan peristaltik usus dengan dukungan oleh ganglion usus dan
rektum. Namun pada penyakit Hirschsprung persarafan parasimpatik menjadi
tidak sempurna pada bagian usus yang aganglionik sehingga peristaltik
menjadi abnormal, mengakibatkan terjadinya konstipasi dan obstruksi.
Obstruksi pada lumen usus menyebabkan tinja dan gas akan terkumpul di

bagian proksimal dan terjadi distensi sehingga menyebabkan pelebaran di


bagian kolon tersebut (megacolon).
Suriadi dan Yulianni (2006) menjelaskan bahwa keadaan obstruksi
menyebabkan kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam kehidupan,
disertai muntah hijau dan distensi abdomen. Gejala enterokolitis dapat
ditandai dengan demam, distensi abdomen, tinja menyemprot ketika
dilakukan pemeriksaan colok dubur, tinja berbau busuk serta berdarah (Tanto,
dkk, 2014). Manifestasi klinis juga dapat dibedakan berdasarkan umur yaitu
pada newborn, infancy dan anak-anak (Hockenberry & Wilson, 2013). Pada
periode awal kelahiran ditandai dengan kegagalan lewatnya mekonium dalam
24 sampai 48 jam setelah kelahiran, menolak untuk makan, muntah hijau dan
distensi abdomen. Pada infancy ditandai dengan kegagalan pertumbuhan,
konstipasi distensi abdomen, episode diare dan muntah, dan gejala
enterokolitis. Pada anak-anak ditandai dengan konstipasi, tinja seperti pita
berbau busuk, distensi abdomen, peristaltik kelihatan, massa fekal mudah
terpalpasi, dan tampak anemis.
Penyakit Hirschsprung seperti yang telah dijelaskan di atas, memiliki
masalah terutama pada organ usus besar dan rektum sehingga menggangu proses
defekasi atau pengeluaran kotoran baik padat, cair dan gas. Jika kita melihat pada
kasus pemicu disebutkan bahwa Ibu Ani membawa bayinya yang berusia 3 hari ke
klinik dengan keluhan bayi belum pernah defekasi, perut teraba keras, pernah
muntah berwarna kehijauan, malas menyusu dan bayi tampak rewel serta hasil
foto polos abdomen ditemukan gambaran kolon membesar seperti U inferted.
Dengan melihat data yang ada pada kasus, dapat dicurigai anak tersebut menderia
Hirschsprung, walaupun nantinya untuk penegakan diagnosis penyakit yang
mengeluarkan adalah dokter. Namun demikian, perawat perlu dibekali
pengetahuan yang cukup mengenai proses perjalanan penyakit agar mampu
memberikan pencegahan dini, memberikan pertolongan segera dan memberikan
perawatan yang maksimal.

Referensi:

Ball, J., Bindler, R., & Cowen, K. (2012). Principles of Pediatric Nursing: Caring
for children (5th Ed). New Jersey: Pearson Education, Inc.
Bowden, V.R. & Greenberg, C.S. (2010). Children and Their Families: The
Continuum of Care. (2nd Ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Carlson, B.M. (2014). Human Embryology & Developmental Biology. (5th Ed).
Philadelphia: Saunders Elsevier Inc.
Mutasi gen: proto-onkogen RET, gen EDNRB & gen EDN3
si neoroblas secara sefalokaudal
kehamilan
minggu J. (Eds) (2007). Oxford Handbook of
Glasper, pada
E.A.,masa
McEwing,
G., &10-12
Richardson,
Childrens and Young Peoples Nursing. New York: Oxford University Press
Hockenberry, M. & Wilson, D. (2013). Wongs Essential of Pediatric Nursing. (9th
Ed). St. Louis: Mosby Elsevier

kursor sel ganglion intestinal


gagal mencapai
Ganglia
besar
dan
saraf
rektum
enterik Hirschsprungs
gagal terbentuk Disease and Allied
Holchneider,
A.M. &usus
Puri,
P. (Eds).
(2008).
rd
Disorders. (3 Ed). New York: Springer

Silverthorn, D.U. (2013). Human Physiology: An Integrated Approach. (6th Ed).


USA: Pearson Education
Pleksus
Meissner
Auerbach Praktik Klinik Asuhan
Suriadi Ketidakhadiran
& Yulianni, R.
(2006).
Bukudan
Pegangan
Keperawatan pada Anak. (Edisi 2). Jakarta: CV. Sagung Seto
Persarafan parasimpatik tidak sempurna pada bagian aganglioni
Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E.A. (Eds). (2014). Kapita Selekta
Kedokteran.
(Ed 4).dan
Jakarta:
Aesculapius
Kontraksi lemah
tidak Media
adekuatnya
peristaltik
Tortora, G.J., & Derrickson, B. (2012). Principles of Anatomy & Physiology. (13th
Ed). USA: John Wiley & Sons, Inc.
Pelebaran segmen proksimal

Obstruksi komplit pada usus


Mual, muntah hijau, diare, tidak mau makan

Distensi usus
Mekonium,
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuhcairan, gas tidak bisa keluar

Obstruksi partial

Konstipasi kronik

Iskemia

Gangguan rasa nyaman

Megacolon

Defisit volume cairan

Enterokolitis
Koping
Perbahan status kesehatan
anak keluarga tidak efektif

Pembedahan
Lampiran
1. WOC Morbus Hirschsprung
Demam, tinja menyemprot, bau busuk dan berdarah
Kurang pengetahuan
Resiko hipertermi

Resiko infeksi

Keterbatasan aktivitas
Resiko gangguan integritas kulit

Anda mungkin juga menyukai