KONSEP TEORI
pada jaringan ikat sehingga bentuk hidung terlihat pilar hidung, ini bisa
membuat penyimpangan pada septum dan mengganggu aliran udara yang
melalui hidung. Pada usia lanjut mendengkur sering terjadi akibat
perubahan sptum ini yang berkontribusi menggunakan pernapsan memalui
mulut. Kemudian adanya perubahan bentuk tubinat hidung menjadi lebih
kecil dikarenakan aliran darah ke hidung mulai berkurang. Berkurangnya
sekresi kelenjar sub mukosa yang berfungsi untuk mencairkan lendir tebal
yang di produksi oleh sel goblet, meskipun pada lansia sehat hal ini akan
tetap terjadi penurunan sekresi ini. Dengan adanya perubahan turbinate,
aliran darah, serta penurunan sekresi kelenjar sub mukosa penyaingan
udara yang masuk ke paru tidak maksimal sehingga banya partikel-partikel
yang tidak dapat disaring sehingga merangsang reflek batuk serta
membuat tidak nyaman pada daerah tenggorakan. Pengapuran tulang
rawan menyebabkan daerah trakea menjadi kaku. Penurunan reflek batuk
perubahan yang berkaitan dengan usia, seperti perubahan respon imunitas atau
perubahan mobilitas.
Terdapat 4 kriteria untuk mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi
tubuh disebabkan oleh proses menua dan bukan disebabkan oleh penyakit yang
menyertai proses menua (Pranarka & Martono, 2011), yaitu :
orang
karena
berada
dilingkungan
perokok
dan
ikut
menghirupnya.
Penurunan respon imunitas yang akibatnya dapat meningkatkan
mordibilitas dan mortalitas pada lansia dengan pneumonia dan infeksi
saluran napas bawah lainnya.
Perubahan muskoskeletal juga berpengaruh yaitu perubahan ekspansi
toraks yang juga dapat meningkatkan resiko gangguan fungsi
respirasi.
Obat-obatan tertentu meningkatkan resiko gangguan fungsi respirasi,
contohnya obat sedatif dan anticholinergic yang dapat memberi efek
kering pada mukus disaluran napas atas serta obat ACE inhibitors
dapat menyebabkan batuk kering.
Pranarka & Martono (2011) menambahkan 4 faktor lain, yaitu :
COPD
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan
penyakit tertinggi ke 4 yang menyebabkan kematian di USA dengan 8090% disebabkan karena riwayat perokok (Miller, C.A, 2012). Batuk,
sesak, wheezing dan peningkatan produksi sputum merupakan tanda-tanda
klinis yang dapat ditemukan pada kondisi COPD. Kondisi ini menjadi
sangat cepat berkembang dan menimbulkan kumpulan gejala yang
memperberat keadaan lansia. Dampak penyakit ini pada lansia adalah
semakin sering dilakukan perawatan dan menjadi lebih lama waktu
perawatannya.
COPD merupakan resiko penyakit yang dapat timbul pada lansia
dengan riwayat merokok. COPD adalah sekelompok penyakit meliputi
emfisema, bronkhitis kronis, dan asma yang ditandai dengan adanya
obstruksi jalan napas kronik yang mengganggu aliran udara pada
6
Tuberkulosis
Menurut Stanley,M., Beare, P. G. (2006) bahwa tuberkulosis pada
lansia tampak tidak khas dan sulit dideteksi karena seringkali disalah
artikan terkait penurunan fungsi tubuh pada lansia. TB pada lansia bersifat
dorman atau reaktifasi akibat penurunan daya tahan tubuh.
2.3.4
Kanker paru
Kanker
paru
merupakan
penyebab
kematian
utama
yang
Emboli Paru
Emboli paru terjadi akibat adanya oklusi pada vaskularisasi paru
dengan terdapatnya embolus yang terdiri dari trombus, udara, dan serpihan
jaringan atau lemak (Mauk, K. L., 2006). Aliran darah yang terhambat
masuk ke paru mengakibatkan terjadinya gangguan pertukaran gas
sehingga menyebabkan gangguan pernapasan, gagal jantung dan kematian.
Pada lansia gangguan emboli paru terjadi berkaitan dengan DVT.
Faktor resiko terjadinya emboli paru adalah adanya gangguan pada
pembekuan darah, imobilitas, dehidrasi, pembedahan, perubahan pada
pembuluh darah (aterosklerosis), dan obesitas. Perawat berperan penting
dalam pencegahan emboli paru dengan mengidentifikasi dan mengurangi
Anamnesa (terlampir)
Riwayat Penyakit Sekarang
Mengkaji riwayat penyakit sekarang dengan bertanya kepada klien
tanpa ada pengetahuan mengenai efek rokok itu sendiri. Awal tahun
1920an merokok menjadi kebiasaan yang populer bagi laki-laki di United
States dan hal itu terjadi sekitar empat sampai lima dekade sebelum
akhirnya efek rokok teridentifikasi. (Miller, 2012)
Langkah-langkah pengkajian menurut Miller (2012) yang bisa
dilakukan, yaitu periksa tanda-tanda vital, pulse oxymetri, suara paru,
bentuk dan pergerakan dada, batuk produktif atau tidak, edema perifer;
kaji pola napas dan keluhan dyspnea; kaji adakah hipoksemia atau
hipoksia; kaji pasien dengan usia lebih dari 40 tahun dengan beberapa
pertanyaan seperti, apakah klien mempunyai aktivitas yang memperberat
atau yang menjadi pencetus sesak napas, apakah klien mempunyai batuk
yang tetap dan produksi sputum, apakah klien mempunyai riwayat infeksi
pernapasan; advokasi klien untuk melakukan tes spirometri; dan pada klien
yang menggunakan inhaler, kaji teknik pemakaian apakah sudah benar.
Pengkajian yang dilakukan pada lansia dengan riwayat merokok,
yaitu dengan teknik wawancara. Beberapa pertanyaan yang bisa menjadi
guideline seperti pertanyaan tentang perilaku merokok, mengenai
pengetahuan resiko merokok, dan sikap terhadap rokok. (Miller, 2012)
Pertanyaan tentang perilaku merokok seperti pertanyaan berapa
lama klien merokok, seberapa banyak, jenis rokok, dan apakah merokok
tobako jenis lainnya. Lalu pertanyaan untuk mengkaji pengetahuan klien
mengenai resiko merokok seperti, apakah klien mengetahui bahaya
merokok, apakah klien memikirkan akan terkena dampak rokok, dan
pendapat klien mengenai keuntungan berhenti merokok.
Terakhir mengenai sikap merokok, pengkajian dengan beberapa
pertanyaan seperti apakah klien pernah berpikir untuk berhenti merokok
atau pendapat mengenai hal tersebut, pernahkah tenaga kesehatan pernah
memberitahu klien untuk berhenti merokok, apakah klien pernah berusaha
berhenti merokok (minta klien untuk menceritakan pengalamannya), dan
apakah klien tertarik untuk lebih mengetahui informasi bagaimana berhenti
merokok. (Miller, 2012).
2.4.5 Pemeriksaan Fisik
10
selanjutnya
auskultasi.
Pada
saat
melakukan
auskultasi, mintalah klien untuk posisi duduk tegap, batuk terlebih dahulu,
dan tarik napas panjang dengan mulut terbuka ketika diauskultasi.
11
Auskultasi dimulai dari apex paru lalu bandingkan suara antara paru satu
dengan yang lainnya. Normalnya ketika auskultasi bagian anterior lalu
posterior, bagian apex ke bawah sampai iga ke delapan tidak didapatkan
wheezing, krekels, pleural rub, dan ronki. Wheezing terkadang ditemukan
saat inspirasi juga ekspirasi sebagai tanda adanya kesulitan pergerakan
udara. Hal tersebut disebabkan karena penyempitan jalan napas oleh
spasme, penumpukan mukosa, dan edema. Ketika tidak terdengar suara
napas ini mengindikasikan air trapping atau pergerakan udara lemah atau
tidak ada. (Miller, 2012; Tabloski, 2014)
2.4.6
Pemeriksaan Diagnostik
Spirometri
Analisa Gas Darah
Kultur sputum
Sebelum tes spirometri, pemeriksaan tambahan dilakukan :
Chest-radiography (X-Ray)
Periksa darah lengkap untuk identifikasi anemia dan polisitemia
Hitung BMI
Pemeriksaan lain (terlampir)
12